Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gua Kampret (Bat Cave)
Gua Kelelawar (Bat Cave) atau Gua Kampret adalah salah satu Gua yang terdapat
di kawasan karst Perbukitan Bahorok. Secara administratif, Gua Kelelawar
terletak di Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Propinsi
Sumatera Utara dan tidak termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung
Leuser. Secara geografis, mulut Gua Kelelawar terletak di titik koordinat
03032’10,9” Bujur Timur dan 098007’28,0” Lintang Selatan dengan ketinggian
137 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan letak lorongnya, mulut Gua Kelelawar bertipe horizontal dan
memiliki topografi dalam gua yang tidak rata dengan kondisi lantai gua yang
berbatu, berpasir, licin, dan terdapat genangan air (pool). Sesuai sejarah
penamaanya, gua ini merupakan tempat tinggal ribuan kelelawar dan fauna gua
lainnya. Namun, kelelawar yang terlihat ketika survai tampaknya tidak mencapai
ribuan ekor.
Panjang lorong gua yang biasa dijadikan sebagi objek wisata adalah
sekitar 1 Km. Selain dijadikan sebagai objek wisata bagi pengunjung lokal dan

mancanegara, Gua Kelelawar yang dikelola oleh penduduk setempat juga
dijadikan sebagai tempat pengambilan guano

2.2 Peranan Unsur P Bagi Tanaman
Fosfor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam
senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam bentuk teroksidasi. P-anorganik
banyak terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistem penyangga
tanaman. Dalam bentuk organik, P terdapat sebagai : (i) fosfolipida, yang
merupakan komponen membran sitoplasma dan kloroplas; (ii) fitin, yang
merupakan simpanan fosfat dalam biji; (iii) gula fosfat, yang merupakan senyawa
antara dalam berbagai proses metabolism tanaman; (iv) nukleoprotein, komponen
utama DNA dan RNA inti sel; (v) ATP, ADP, AMP, dan senyawa sejenis, sebagai

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

5

senyawa berenergi tinggi untuk metabolism; (vi) NAD dan NADP, keduanya

adalah koenzim penting dalam proses reduksi dan oksidasi; (vii) FAD dan
berbagai senyawa lain, yang berfungsi sebagai pelengkap enzim tanaman
(Salisbury dan Ross, 1995).
Fosfor mempunyai peranan dasar dalam reaksi enzim yang tergantung
pada fosforilasi. Fosfor merupakan bagian yang penting dari inti sel, yang
diperlukan dalam pembagian sel dan perkembangan jaringan meristem pada titik
tumbuh tanaman. Tanaman yang kekurangan fosfor mengakibatkan sistem
perakaran menjadi kerdil. Demikian juga, tanaman yang kekurangan fosfor
mengakibatkan daun dan pembentukan cabang serta buah berkurang, warna daun
menjadi hijau keabu-abuan kusam, timbul pigmen merah pada bagian dasar, daun.
Tanaman yang kekurangan fosfat pada perakarannya bila ditambah dengan fosfat
maka perkembangan tanaman tersebut akan menjadi cepat dan proses pemasakan
juga menjadi cepat (Winangun, 2005).
Soepardi (1983) mengemukakan peranan P antara lain penting untuk
pertumbuhan sel, pembentkan akar halus dan rambut akar, memperbaiki kualitas
tanaman, pembentukan bunga, buah, dan biji, serta memperkuat daya tahan
terhadap penyakit. Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai
hambatan metabolisme. Gejala kekurangan P dapat diamati secara visual, yaitu
daun-daun tua akan berwarna keunguan atau kemerahan karena terbentuknya
pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun

sebagai akibat terhambatnya sintesis protein. Gejala lain adalah nekrosis atau
kematian jaringan pada pinggir atau helai dan tangkai daun, diikuti melemahnya
batang dan akar tanaman.

2.3 Guano
Guano adalah bahan yang berasal dari timbunan kotoran burung laut atau
kelelawar (Screiner et al. 1938; Taylor, 1953; Kotabe, 1987). Istilah guano
kadang-kadang juga digunakan untuk menyebut bahan yang berasal dari kotoran
mamalia laut seperti anjing laut dan singa laut (Kotabe, 1987). Berdasarkan
asalnya, guano dibagi menjadi dua jenis yaitu guano burung laut (sea-bird guano),
dan guano kelelawar (bat guano). Sea-bird guano adalah guano yang berasal dari

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

6

kotoran burung laut, sedangkan bat guano adalah guano yang berasal dari kotoran
kelelawar (Kotabe, 1987).

Guano merupakan bahan yang kaya akan nitrogen dan fosfor. Berdasarkan
komposisi kimia dan tingkat hancurannya, Kotabe (1987) mengklasifikasikan
guano menjadi dua kelompok, yaitu guano nitrogen (nitrogenous guano) dan
guano fosfat (phosphatic guano). Namun, masih ada sedikit perbedaan pendapat
mengenai kadar nitrogen dan fosfat dalam guano. Menurut Lamer (1957), guano
nitrogen mengandung nitrogen 11 – 16% dan P2O5 sebesar 8 – 12%, sedangkan
guano fosfat memiliki kandungan nitrogen tidak lebih dari 6% dan P 2O5 sampai
25%. Bat guano mengandung nitrogen 2 sampai 14% dan P2O5 1 sampai 14%.
Dari kedua pendapat tersebut secara umum dapat dinyatakan bahwa guano
nitrogen mengandung nitrogen lebih tinggi, tetapi mengandung fosfat sedikit lebih
rendah dari guano fosfat.
Selama abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, guano
merupakan sumber pupuk fosfor yang penting bersama tepung tulang (Tisdale and
Nelson, 1956). Selain digunakan langsung sebagai pupuk, guano juga digunakan
sebagai bahan baku pupuk majemuk. Di luar Amerika Serikat, guano juga
merupakan pupuk lokal yang penting di Meksiko, Afrika Selatan, Malaysia, dan
beberapa negara lain (Lamer, 1957).
Berkembangnya sistem pertanian organik dan sistem pertanian alami
akhir-akhir ini, menyebabkan guano menjadi salah satu pilihan pupuk organik
atau pupuk alami yang penting. Jepang merupakan salah satu negara yang telah

mengimpor guano dari Indonesia untuk digunakan secara langsung sebagai pupuk
organik. Telaahan tentang penggunaan guano secara langsung sebagai pupuk di
Indonesia, terutama dari Pulau Jawa, telah banyak dilakukan. Namun, penelitian
tentang penggunaan guano, baik guano nitrogen maupun fosfat, masih sangat
terbatas.

2.4 Plant Growth Promoting Bacteria
Bakteri pemacu tumbuh tanaman atau lebih dikenal dengan Plant Growth
Promoting Bacteria (PGPB) merupakan kelompok bakteri menguntungkan yang
agresif mengkolonisasi tanaman (Kloepper et al. 1991; Glick, 1995). Secara

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

7

umum, fungsi PGPB dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu (i) memacu atau merangsang pertumbuhan (biostimulant)
dengan mensintesis atau mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh

tanaman (fitohormon) seperti asam indol asetat, giberelin, sitokinin dan etilen; (ii)
menyediakan hara (biofertilizer) dengan menambat N2 dari udara dan atau
melarutkan fosfat yang terikat di dalam tanah; serta (iii) mengendalikan patogen
yang berasal dari tanah (bioprotectant) dengan cara menghasilkan senyawa atau
metabolit anti-mikroba (Tenuta, 2006; Cattelan et al. 1999; Kloepper, 1993).
Dalam beberapa penelitian, satu jenis PGPB dapat memiliki kemampuan lebih
dari satu kategori fungsi, sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan.
Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPB. Sebagian besar
diantaranya berasal dari kelompok gram negatif dengan jumlah paling banyak
berasal dari genus Pseudomonas dan beberapa dari genus Serratia (Kloepper,
1993). Selain kedua genus tersebut, diketahui beberapa genus lain seperti
Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus juga
merupakan kelompok PGPB. Pengaruh positif PGPB bagi tanaman pertama sekali
dilaporkan pada tanaman umbi-umbian seperti lobak, kentang, dan gula bit
(Kloepper, 1993). Tanaman kanola (Brassica compestris) yang diinokulasi dengan
Pseudomonas putida strain GR12-2 mampu meningkatkan panjang akar, tinggi
tanaman, dan penyerapan unsur hara P (Lifshitz et al. 1987). Beberapa laporan
lain juga mengindikasikan adanya pengaruh positif PGPB pada berbagai tanaman
seperti barley (sejenis gandum), kacang-kacangan (buncis, kacang tanah, kacang

polong, dan kedelai), kapas, berbagai tanaman sayuran, dan tanaman pohonpohonan (apel dan jeruk). Pengaruh positif PGPB pada berbagai jenis tanaman
masih terus diteliti, baik menggunakan jenis-jenis yang sudah dikenal, maupun
isolat-isolat lokal yang diperoleh/diisolasi dari lingkungan tanah setempat.
Tarigan et al. (2013) dan Silitonga et al. (2013) masing-masing melaporkan
bahwa isolat bakteri penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan penghasil asam indol
asetat dari tanah perkebunan kedelai mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
kedelai.

Universitas Sumatera Utara

8

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.5 Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok bakteri tanah yang memiliki
kemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi
bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Pelarutan ini dapat
disebabkan oleh adanya sekresi asam organik bakteri tersebut seperti asam
formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, tartarat, ketobutirat, suksinat,

dan sitrat (Subba-Rao, 1982).
Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang bersifat non patogenik dan
termasuk dalam kategori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut
mampu menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memberbaiki
pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Widawati et al.
2010).
Mekanisme pelarutan fosfat dari bahan yang sukar larut banyak dikaitkan
dengan aktivitas mikroba yang memiliki kemampuan menghasilkan enzim
fosfatase, fitase, dan asam organik hasil metabolisme (Illmer dan Schinner, 1995).
Meningkatnya kandungan asam-asam organik biasanya diikuti dengan penurunan
pH, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang diikat oleh Ca
(Alexander, 1978).
Reaksi pelarutan oleh berbagai enzim pelarut P dapat ditulis sebagai
berikut :
Ester fosfat + H2O

ROH + fosfat (tersedia)
Fosfatase

Heksafosfat inositol + 6 H2O


Inositol + 6 fosfat (tersedia)
Fitase

Firofosfat + H2O
2Ortofosfat (tersedia)
Firofosfatase
Metafosfat
Ortofosfat (tersedia)
Metafosfatase

2.6 Pemanfaatan Bakteri Pelarut Fosfat
Penelitian dan pemanfaatan mikroorganisme pelarut fosfat sudah dimulai sejak
tahun 1930-an (Waksman dan Starkey, 1931; Geretsen 1948). Negara yang
pertama sekali memproduksi mikroorganisme ini sebagai pupuk hayati adalah

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU


9

Rusia pada tahun 1947. Inokulan pelarut P kemudian cukup luas dimanfaatkan di
negara-negara Eropa Timur dengan nama dagang fosfobakterin. Produk ini
dilaporkan membawa 7 juta spora bakteri Bacillus megaterium setiap gramnya.
Fosfobakterin kemudian diketahui memberikan hasil yang paling baik pada tanahtanah netral sampai basa dengan kandungan bahan organik tinggi (Smith et al.
1961).
Aplikasi bakteri pelarut fosfat juga diketahui mampu meningkatkan
produksi tanaman. Ahmad dan Jha (1982) menginokulasikan B. megaterium dan
B. circulans pada tanaman kedelai. Kedua bakteri tersebut dapat meningkatkan
produksi kedelai berturut-turut sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP,
serta meningkatkan 34 dan 18% jika digunakan batuan fosfat. Kundu dan Gaur
(1980) mengkombinasikan bakteri pelarut P (B. polymixa dan P. striata) dengan
bakteri penambat N2 udara (Azotobacter chroococcum). Kombinasi ketiga
inokulan tersebut mampu meningkatkan hasil gandum hingga dua sampai lima
kali lipat.
Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas putida
mampu meningkatkan serapan P tanaman dan bobot kering tanaman sampai 30%
(Premono et al. 1991). Percobaan lain oleh Butan (1992) yang menginokulasi
Enterobacter gergoviae pada tanaman jagung dapat meningkatkan bobot kering

tanaman jagung sebesar 29%.
Pada tanaman tebu, penggunaan bakteri pelarut P (P. putida dan P.
fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 5-40% dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135%
(Premono, 1994). Penelitian Setiawati (1998) pada tanaman tembakau, aplikasi
bakteri pelarut P dapat meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman.
Hidayati dan Wijaya (2009) menginokulasikan bakteri pelarut fosfat untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Hasil penelitian menunjukkan
inokulasi bakteri pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan dosis pupuk dapat
meningkatkan berat kering tanaman karet. Pal (1998) melaporkan bahwa bakteri
pelarut P (Bacillus sp.) pada tanah yang dipupuk dengan batuan fosfat dapat
meningkatkan jumlah dan bobot kering bintil akar serta hasil biji pada beberapa
tanaman.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Isolasi Dan Karakterisasi Bacillus sp. Indigenus Penghasil Asam Indol Asetat Asal Tanah Rizosfer

0 7 41

Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil Asam Indol Asetat dan Pengaruhnya dalam Mengendalikan Virus Gemini pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

0 3 46

Penapisan dan Identifikasi Bakteri Rhizosfer Padi Penghasil Asam Indol Asetat pada Kondisi Salin

0 6 38

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

0 2 12

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

0 0 2

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

0 0 3

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

1 3 5

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Penghasil Asam Indol Asetat dari Guano Gua Kampret dan Uji Kemampuannya dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman

0 0 10

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG PELARUT FOSFAT DARI FOSFAT GUANO GUA PAWON Isolation and Identification of Phosphate Solubilizing Fungi from Phosphate Guano in Pawon Cave Anggita Rahmi Hafsari dan Vinessa Dwi Pertiwi

0 1 16

Isolasi, Karakterisasi dan Pertumbuhan Bakteri Pelarut Fosfat pada Sampel Guano Dari Gua Anjani, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

0 0 9