TINJAUAN PUSTAKA Studi Pengaruh Ukuran Butir Dan Tingkat Kelembaban Pasir Terhadap Performansi Belt Conveyor Pada Pabrik Pembuatan Tiang Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belt Conveyor

Belt conveyor atau konveyor sabuk adalah pesawat pengangkut yang digunakan untuk memindahkan muatan dalam bentuk satuan atau tumpahan, dengan arah horizontal atau membentuk sudut dakianinklinasi dari suatu sistem operasi yang satu ke sistem operasi yang lain dalam suatu line proses produksi, yang menggunakan sabuk sebagai penghantar muatannya. Belt Conveyor pada dasarnya merupakan peralatan yang cukup sederhana. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan benda padat. Sabuk yang digunakan pada belt conveyor ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan misalnya dari karet, plastik, kulit ataupun logam yang tergantung dari jenis dan sifat bahan yang akan diangkut Zainuri, ST, 2006. Belt Conveyor konveyor sabuk memiliki komponen utama berupa sabuk yang berada diatas roller-roller penumpu. Sabuk digerakkan oleh motor penggerak melalui suatu pulley, sabuk bergerak secara translasi dengan melintas datar atau miring tergantung kepada kebutuhan dan perencanaan. Material diletakkan diatas sabuk dan bersama sabuk bergerak kesatu arah. Pada pengoperasiannya konveyor sabuk menggunakan tenaga penggerak berupa motor listrik dengan perantara roda gigi yang dikopel langsung ke puli penggerak. Sabuk yang berada diatas roller- roller akan bergerak melintasi roller-roller dengan kecepatan sesuai putaran dan puli penggerak Ada beberapa pertimbangan yang mendasari dalam penelitian pesawat pengangkut : 1 Karakteristik pemakaian, hal ini menyangkut jenis dan ukuran material, sifat material, serta kondisi medan atau ruang kerja alat. 2 Proses produksi, mengngkut kapasitas perjam dari unit, kontinuitas pemindahan, metode penumpukan material dan lamanya alat beroperasi. Universitas Sumatera Utara 3 Prinsip-prinsip ekonomi, meliputi ongkos pembuatan, pemeliharaan, pemasangan, biaya operasi dan juga biaya penyusutan dari harga awal alat tersebut. Berdasarkan pertimbangan diatas maka dipilihnya belt conveyor sebagai pesawat pengangkut yang paling sesuai untuk mengangkut pasir kedalam proses mixer dalam pembuatan tiang beton. 2.1.1 Kelebihan dan Kelemahan Belt Conveyor 2.1.1.1 Kelebihan belt conveyor 1 Mampu membawa beban berkapasitas besar. 2 Kecepatan sabuk dapat diatur untuk menetapkan jumlah material yang dipindahkan persatuan waktu 3 Dapat bekerja dalam arah yang miring tanpa membahayakan operator yang mengoperasikannya 4 Memerlukan daya yang lebih kecil, sehingga menekan biaya operasinya 5 Tidak mengganggu lingkungan karena tingkat kebisingan dan polusi yang rendah. 6 Lebih ringan dari pada konveyor rantai maupun bucket conveyor. 7 Aliran pengangkutan berlansung secara terus meneruskontinu Belt conveyor adalah mesin pemindah yang paling universal karena kapasitas cukup besar 500 s.d 5000 m 3 jam atau lebih, sanggup memindahkan material pada jarak relatif besar 500 sd 1000 m atau lebih, desain yang sangat sederhana dan pengoperasian yang baik http:www.hksystems.com,”conveyor” . Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan berbagai unit material sepanjang arah horizontal atau pada suatu kemiringan tertentu pada berbagai industri. Contohnya pada industri pengecoran logam, tambang batubara, produksi beton, industri makanan dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Kelemahan belt conveyor

1 Sabuk sangat peka terhadap pengaruh luar, misalnya timbul kerusakan pada pinggir dan permukaan belt, sabuk bisa robek karena batuan yang keras dan tajam atau lepasnya sambungan sabuk. 2 Biaya perawatannya sangat mahal. 3 Jalur pemindahan transfer line. Karena untuk satu unit belt conveyor hanya bisa dipasang untuk jalur lurus. 4 Kemiringansudut inklinasi yang terbatas.

2.1.2 Geometri Belt Conveyor

Geometri dari belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang memperlihatkan lintasan dari belt conveyor. Gambar 2.1 Geometri belt conveyor Sudut kemiringan terhadap garis horizontal β tergantung pada faktor gesekan antara material yang dibawa dengan belt yang bergerak, sudut kemiringan tetap dari tumpukan material dan bagaimana cara material dibebankan keatas belt. Kemiringan yang dapat diizinkan pada belt conveyor dapat dilihat pada Tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Sudut kemiringan maksimum yang diizinkan pada geometri belt conveyor untuk beberapa jenis material. Material Maximum angle of incline β º Material Maximum angle of incline β º Coal briquetted Gravel, washed and sized Grain Foundry sand, shaken out burnt Foundry sand, damp ready Crushed stone, unsized Coke, sized Coke unsized Sawdust, fresh Lime, powdered 12 12 18 24 26 18 17 18 27 23 Sand, dry Sand, clamp Ore, large-lumped Ore, crushed Anthracite, pebbles Coal, run of mine Coal, sized, small Cement Slag, anthraciote, damp 18 27 18 25 17 18 22 20 22 Sumber : Charles G. Wilson head Agronomist 1964.

2.1.3 Komponen-Komponen Utama Pada Belt Conveyor

Komponen-komponen utama konveyor sabuk dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Konstruksi konveyor sabuk Konveyor sabuk yang sederhana terdiri dari : 1 Rangka Frame 2 Pulli penggerak Drive pulley Universitas Sumatera Utara 3 Pulli yang digerakkan Tail pulley 4 Pulli Pengencang Snub pulley 5 Sabuk Belt 6 Rol pembawa Carrying roller idler 7 Rol Kembali Return roller idler 8 Rol pemuat 9 Motor penggerak 10 Unit pemuat Chutes 11 Unit pengeluar Discharge spout 12 Pembersih sabuk Belt cleaner 13 Pengetat sabuk Belt take-up

2.1.3.1 Belt

Belt terbuat dari bahan tekstil, baja lembaran atau jalinan kawat baja. Belt yang terbuat dari tekstil berlapis karet paling banyak ditemukan dilapangan. Syarat-syarat belt: 1 Tahan terhadap beban tarik. 2 Tahan beban kejut. 3 Perpanjangan spesifik rendah. 4 Harus fleksibel. 5 Tidak menyerap air. 6 Ringan. Belt yang digunakan pada belt conveyor terdiri dari beberapa tipe seperti bulu unta, katun dan beberapa jenis belt tekstil berlapis karet. Belt harus memenuhi persyaratan, yaitu kemampuan menyerap air rendah, kekuatan tinggi, ringan, lentur, regangan kecil, ketahanan pemisahan lapisan yang tinggi dan umur pakai panjang. Untuk persyaratan tersebut, belt berlapis karet adalah yang terbaik. Belt tekstil berlapis karet terbuat dari beberapa lapisan yang dikenal dengan plies. Lapisan-lapisan tersebut dihubungkan dengan menggunakan vulkanisasi atau dengan karet alam maupun sintetis. Belt dilengkapi dengan cover karet untuk melindungi tekstil dari kerusakan-kerusakan. Karena beberapa jenis material yang Universitas Sumatera Utara dibawa mempunyai sifat abrasif. Bentuk penampang belt diperlihatkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Penampang belt 1 : lapisan 2 : cover δb : tebal belt δ1 : bagian yang dibebani δ2 : bagian pembalik Jumlah lapisan belt tergantung lebar belt. Hubungan antara lebar belt dengan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Jumlah lapisan belt yang disarankan. B Belt width mm Minimum and maximum number of plies i 300 400 500 650 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 3-4 3-5 3-6 3-7 4-8 5-10 6-12 7-12 8-12 8-12 9-14 Sumber : MF. Spot, 1985 Sedangkan untuk mengetahui ketebalan dari cover dapat dihubungkan dengan jenis material yang membebani belt. Sebab tiap jenis material mempunyai ukuran dan sifat fisik yang berbeda. Ketebalan belt dapat ditentukan dari Tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3 Tebal cover yang disarankan pada belt tekstil berlapis karet untuk beban tumpukan dan beban satuan. Load characteristics Material Cover thickness, mm Loaded slide δ1 Return slide, δ2 Granular and powdered, non abrasive Fing-grained and small Lumped, abrasive, medium and heavy weight a’60 mm, γ2 tonsm3 Medium-lumped, slightly, abrasive, medium and heavy weight a’160 mm, γ 2 tonsm3 Ditto, abrasive Large-lumped, abrasive, heavy weight a’160 mm, γ 2 tonsm3 Light load in paper and clocth packing Load in soft containers Load in soft containers weighin up to 15 kg Ditto weighin over 15 kg Untared loads Section 1.01 Bulk load Grain, col dust Sand, foundry sand, cement, crushed stone, coke Coal, peat briquettes Gravel, clinker, stone, ore, rock salt Manganese ore, brown iron ore Section 1.02 Unit loads Parcels, packages, books Bag, bales, packs Boxes, barrels, baskets Boxes, barrels, baskets Machine parts, ceramic articles, building elements 15 1.5 to 3.0 3.0 4.5 6.0 1.0 1.5 to 3.0 1.5 to 3.0 1.5 to 4.5 1.5 to 6.0 1.0 1.0 1.0 1.5 1.5 1.0 1.0 1.0 1.0 to 1.5 1.0 to 1.5 Sumber : Dyachkov, 1975 Berat tiap meter belt q b berdasarkan Gambar 2.3 adalah : q b = 1.1B δi + δ1 + δ2 kgm 2.1 Tebal tiap lapisan δ bervariasi menurut jenis belt : 1,25 mm untuk belt berlapis katun, 2,0 mm untuk belt kekuatan tinggi, 0,9 s.d 1,4 mm untuk sintetik. Universitas Sumatera Utara Jumlah lapisan number of plies dapat ditentukan dari persamaan : I ≥ Kt maks B KS 2.2 Dimana: S maks = gaya tarik maksimum teoritis dari belt, kg K t = gaya tarik ultimate per cm dari lebar per lapisan, kgcm K = faktor keamanan dari Tabel 2.4 B = lebar belt, cm Tabel 2.4 Faktor keamanan sesuai dengan jumlah lapisan belt. Number of plies i 2 to 4 4 to 5 6 to 8 9 to 11 12 to 14 Safety factor k 9 9,5 10 10,5 11 Sumber : Sularso, 1987 Menurut standar USSR, tegangan tarik maksimum untuk belt adalah 55 kgcm untuk belt tipe b-820, 115 kgcm untuk belt tipe OIIb-5 dan OIIb-12, 119 kgcm untuk belt katun dan 300 kgcm untuk belt sintetik.

2.1.3.2 Idlers

Belt disangga oleh idler. Jenis idler yang digunakan kebanyakan adalah roller idler. Berdasarkan lokasi idler di conveyor, dapat dibedakan menjadi idler atas dan idler bawah. Gambar susunan idler atas dapat dilihat pada Gambar 2.4. Sudut antara idler bawah dan idler atas dapat divariasikan sesuai keperluan. Gambar 2.4 Idler bagian atas Universitas Sumatera Utara Idler atas menyangga belt yang membawa beban. Idler atas bisa merupakan idler tunggal atau tiga idler. Sedangkan untuk idler bawah digunakan idler tunggal. Gambar idler bawah dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini. B Gambar 2.5 Idler bagian bawah Idler dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibongkar pasang. Ini dimaksudkan untuk memudahkan perawatan. Jika salah satu komponen idler rusak, dapat dilakukan penggantian secara cepat. Kontruksi idler dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Kontruksi roller Idler Komponen-komponen roller idler diatas adalah: 1 selubung bagian luar, yang langsung berfungsi untuk menopang belt. 2 Selubung bagian dalam. 3 Bantalan. 4 Karet perlindung, yang berfungsi untuk melindungi bantalan dari debu atau kotoran lainnya. 5 Pengunci bantalan. 6 Poros idler. 7 Baut. 8 Bantalan Universitas Sumatera Utara Diameter D idler tergantung pada lebar belt B yang disangganya. Hubungan antara lebar belt dengan diameter idler dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Hubungan antara diameter roller idler dengan lebar belt. D Roller diameter mm B Belt width mm 108 159 194 400 to 800 800 to 1600 1600 to 2000 Sumber : Sularso, 1987 Dalam perancangan, panjang idler L id dibuat lebih panjang 100 sd 200 mm dari lebar belt. Untuk saluran pemasangan komponen belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.7. Jika idler pada loading zone adalah 1 1 ≈ 0.51 dan pada belt bagian bawah 1 2 ≈ 21. Training idler berfungsi untuk menjaga agar belt berjalan lurus dan efektif jika dipasang pada belt conveyor yang panjangnya lebih dari 50 meter. Jarak idler tergantung pada belt dan berat jenis dari beban seperti tertera pada Tabel 2.7. Gambar 2.7 Susunan Idler pada belt conveyor Tabel 2.6 Jarak maksimum idler pada belt conveyor. Bulk weight of load, ton m 3 B Spacing 1 for belt width mm 400 500 650 800 1000 1200 1400 1600- 2000 γ 1 γ = 1 to 2 γ 2 1500 1400 1300 1500 1400 1300 1400 1300 1200 1400 1300 1200 1300 1200 1100 1300 1200 1100 1200 1100 1000 1100 1000 1000 Sumber : Sularso, 1987 Universitas Sumatera Utara

2.1.3.3 Unit penggerak

Daya penggerak pada belt conveyor ditransmisikan kepada belt melalui gesekan yang terjadi antar belt puli penggerak yang digerakkan dengan motor listrik. Unit penggerak terdiri dari beberapa bagian, yaitu puli, motor serta roda gigi transmisi antara motor dan puli. Tipe-tipe susunan puli penggerak untuk belt conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar a dan b menunjukkan pulli penggerak tunggal single pulley drive dengan sudut α = 180 dan α ≈ 210 s.d 230 . Peningkatan sudut kontak seperti Gambar b dapat diperoleh jika idler pembalik diletakkan lebih keatas dan jarak dengan puli penggerak lebih dekat. Gambar c dan d menunjukan dua puli penggerak dengan sudut kontak 350 dan 480 . Pada gambar e dan f diperlihatkan puli penggerak khusus, dan digunakan pada conveyor yang panjang serta beban yang berat. Susunan puli penggerak pada gembar e menggunakan pegas tekan pada gambar f menggunakan beban take-up Metriadi, 2005. Tetapi dalam aplikasi dilapangan, konstruksi seperti pada Gambar 2.8 b lebih banyak digunakan. Gambar 2.8 Susunan puli pengegrak belt conveyor a dan b puli tunggal; c dan d sistem dua puli; e dan f menggunakan bagian penekan a b d c e f Universitas Sumatera Utara Untuk kondisi tak ada slip antara belt dengan puli seperti pada Gambar 2.8, diperoleh persamaan berikut : S t ≤ S s1 e μα 2.3 Keterangan notasi : S t = gaya tarik pada sisi belt yang kencang S t = gaya tarik pada sisi belt pembalik Μ = koefisien gesekan antara belt dengan puli α = sudut lilit e ≈ 2,718 Gaya tarik keliling W o pada puli penggerak, dengan mengabaikan losses pada puli penggerak dengan mengacu pada kekuatan belt, diberikan oleh persamaan : W = S t – S t1 2.4 Sehingga: W o = S t – S s1 ≤ S t1 e μα – S s1 = S s1 e μα – 1 2.5 Atau; W o ≤ εµα µα e - 1 Sumber : Bell, “ Idler An Pulley Catalogue “ Dari persamaan di atas, besar gaya tarik yang dapat ditransmisikan oleh puli penggerak ke belt meningkat dengan penambahan sudut kontak. Koefisien gesek dan tegangan belt. Besar koefisien gesek tergantung pada permukaan puli dan sudut kontak. Dan dapat dilihat pada Tabel 2.7, yaitu hubungan antara sudut kontak dan bagaimana belt dililitkan pada puli. Tegangan belt tergantung dari kekuatan belt. Sedangkan kekuatan belt ditentukan lebar dan jumlah lapisan belt. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.7 Harga koefisien gesek μ dan e μα . Type of pulley and atmospheric conditions Friction factor μ e μα for wrap angles α, deg and radians 180 210 240 300 360 400 480 3,14 3,66 4,19 5,24 6,28 7,0 8,38 Cast iron of steel pulley and very humid wet atmosphere; dirty Wood or ruber lagged pulley and very humid wet atmophere; dirty Cast iron or steel pulley and humid atmosphere; dirty Cast iron or steel pulley and dry atmosphere; dusty Wood lagged pulley and dry atmosphere; dusty Rubber lagged pulley and dry atmosphere; dusty 0.1 0.15 0.20 0.30 0.35 0.45 1.37 1.60 1.87 2.56 3.00 3.15 1.44 1.73 2.08 3.00 3.61 4.33 1.52 1.87 2.31 3.51 4.33 5.34 1.69 2.19 2.85 4.81 6.25 8.12 1.87 2.57 3.51 6.59 9.02 12.35 2.02 2.87 4.04 8.17 11.62 16.41 2.32 3.51 5.34 12.35 18.78 28.56 Sumber : Bell, “ Idler An Pulley Catalogue Puli penggerak terbuat dari besi cor atau baja lembaran sheet steel yang dibuat menggunakan proses pengelasan. Permukaan puli harus lebih besar 100 s.d 200 mm dari lebar belt. Diameter puli D p ditentukan oleh jumlah lapisan belt yang diberikan oleh persamaaan berikut : D p K p . i, mm 2.6 Dimana : D p = diameter puli, mm K p = faktor proporsional I = jumlah lapisan belt Universitas Sumatera Utara Harga K p adalah 125 s.d 150 K p = 150 untuk I = 8 sd 12. Diameter puli dihitung dari persamaan diatas dan dibulatkan ke diameter terdekat yaitu: 250, 320, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, dan 1600 mm.

2.1.3.4 Pengencang Belt take up

Pengencang belt dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu screw take up dan gravity take up, atau sering juga disebut pengencang horizontal dan vertical. Gravity take up terdiri dari tiga puli seperti pada gambar 2.9. a. Horizontal Gravity type b. Vertical Gravity type c. Screw type Gambar 2.9 Berbagai cara pengencangan sabukbelt

2.1.3.5 Penekuk Belt

Belt ditekuk dengan puli atau roller pembelok. Penggunaan roller pembelok adalah untuk merubah kemiringan sistem seperti dari arah horizontal menjadi seperti miring. Tekukan belt dapat dibedakan atas dua macam yaitu tekukan kearah pembalik Gambar 2.10a dan tekukan kearah pembebanan Gambar 2.10b, kedua jenis tekukan tersebut mempunyai jari-jari tekukan minimum yang berbeda. a b c Universitas Sumatera Utara

a. Tekukan kearah pembalik b. Tekukan kearah pembebanan

Gambar 2.10 Pembeloken belt Untuk kondisi pada gambar 2.10a, jika B adalah lebar belt maka harga R ≥ 12 B dan I2 = 0,4-0,5. Sedangkan untuk kondisi seperti gambar 2.10b, lintasan belt berubah dari arah horizontal menjadi miring. Harga jari-jari kelengkungan minimum R min diberikan pada persamaan berikut : R min ≥ S K 1 m 2.7 q b Dimana : S = Gaya tarik belt pada akhir lengkungan kg qb = Berat beban tiap meter panjang belt kgm K 1 = Factor numerik K 1 = 1 untuk β ≤ 7˚, k1 =1,05 untuk β = 8-25˚ dan K 1 = 1, 1 untuk β = 16-20˚ Diameter dan panjang idler yang digunakan untuk penekuk belt sama dengan digunakan untuk system horizontal.

2.1.3.6 Conveyor Frame

Struktur penyangga frame terbuat dari susunan baja batangan atau besi siku yang disambung dengan menggunakan las listrik. Frame dibuat kaku rigit. Atruktur tersebut terbuat dari batangan membujur, tegak dan menyilang. Tinggi dari frame biasanya 400 sd 500 mm dan jarak batang tegaktiang adalah 2 sd 3,5 meter.

2.1.3.7 Komponen-komponen Pendukung

Universitas Sumatera Utara Dalam pengoperasian belt conveyor dilapangan, ada beberapa komponen pendukung yang ditambahkan pada sistim tersebut seperti : 1 Hopper, berfungsi untuk mencurahkan bebas keatas belt conveyor. Kapasitas beban dapat diatur dari curahan hopper tersebut. 2 Peralatan pembongkar discharging device, berfungsi untuk membongkar muatan belt conveyor 3 Rem penahan otomatis automatic hold back brakes berfungsi untuk mematikan sistem seketika jika ada gangguan. 4 Pembersih belt, yang dipasangkan pada puli bagian depan. Alat ini dipasang untuk conveyor yang membawa material basah dan lengket 5 Feeder, sebagai pengumpan dari hopper ke belt, feeder ini memiliki dua bentuk yaitu sudu dan screw.

2.1.4 Perhitungan Belt Conveyor

Dalam merancang belt conveyor, ditetapkan data awal perancangan. Kemudian dipilih belt dan motor penggerak yang sesuai.

2.1.4.1 Data Awal Perhitungan

Untuk merancang dimensi utama dan daya motor yang diperlukan untuk belt conveyor diperlukan data awal sebagai dasar perancangan. Seperti karakteristik material, kapasitas perjam, geometri belt dan kondisi operasi dari belt conveyor.

2.1.4.2 Lebar Belt

Untuk beban tumpukan, lebar belt ditentukan berdasarkan kapasitas conveyor dan ukuran material yang dibawa atau sebaliknya. Untuk material aliran bebas seperti gambar 2.11 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.11 Tumpukan bulk material diatas belt Luas penampang irisan aliran material pada gambar 2.11 dibagian atas A 1 adalah luas segitiga : A 1 = 1 2 C bh = 2 tan 4 , 8 , 1 1 φ C × Bila kemiringan idler samping adalah 20 ˚ dan panjang idler tengah 11 = 0,4B maka luas penampang irisan A2 adalah luas trapezium, yaitu : A2 = 0,0435B 2 2.8 Maka luas total aliran tersebut adalah : A = A 1 + A 2 = 0,16B 2 C 1 tan 0,35 φ + 0,043B 2 2.9 Jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persaaman sebelumnya maka didapat persamaan untuk kapasitas yaitu : Q = 3600AFv γ = F 2 v γ [576C1 tan 0,35φ + 1 ] = 160 B 2 v γ [3,6C1 tan 0,35φ + 1 ] ton jam 2.10 Harga factor koreksi bervariasi tergantung harga sudut kemiringan idler. Harga C1 = 1, untuk β = 0-10˚, C1 = 0,95 untuk β = 10-15˚, C1 = 0,85 untuk β ≥ 20 ˚. Universitas Sumatera Utara Lebar belt yang dihitung dari persamaan diatas disesuaikan dengan ukuran ukuran butir material lump-sized sesuai dengan ukuran berikut : Untuk unsized material : B ≥ 2a’ + 200 mm 2.11 Untuk sized material : B ≥ 3,3a’ + 200 mm 2.12 Lebar belt yang dipilh adalah pembulatan terhadap harga terbesar yang terdekat dari lebar standar. Kecepatan belt tergantung pada sifat material yang dibawa, lebar belt dan kemiringan konstruksi conveyor, kecepatan belt dengan berbagai variasi diberikan pada Tabel 2.8 berikut : Tabel 2.8 Kecepatan belt yang direkomendasikan Bulk load characteristics Material Belt width B mm 400 500 and 650 800 and 1000 1200 and 1600 Belt speed v msec Nonbrasive and abrasive material, crusched, without downgrading. Abrasive, small and medium lumped, a’160 mm Abrasive, large lumped, a’160 mm Fragile load, downgraded by crushing Pulverized load, dusty Grain Coal, run of mine, salt, sand, peat Gravel, ore, stone Rock, ore, stone Coke, sized- coal, char- coal Flour, cement, apatile Rye, wheat 1.0–1.6 1.0-1.25 - 1.01.25 1.25– 2.0 1.0-1.6 1.0-1.6 1.0-1.6 2.0-4.0 1.0–1.6 1.6-2.0 1.25-1.6 2.0-4.0 2.3-3.0 1.6-2.0 1.6-2.0 0.4-1.0 2.0-4.0 Sumber : MF. Spot,” Machine Element “, 1985 Universitas Sumatera Utara

2.1.4.3 Penentuan Tahanan Gerak Belt

Untuk belt yang dijalankan diatas idler, losses rugi-rugi tahanan disebabkan gesekan pada bantalan idler, belt slip diatas roller dan tekukan dari idler. Gaya dari tahanan belt conveyor ditentukan dari persamaan berikut : Untuk belt yang membawa beban : W1 = q + qb + qp´ L ω´ cos β ± q + qb L sin β = q + qb + qp’ Lhor ω’ cos β ± q + qb H kg Dan untuk belt pembalik : W1 = qb + qp´´ Lhor ω´ cos β ± qb H kg 2.13 Arti notasi : q = berat beban kgm qb = berat belt kgm qp´ = berat bagian berotasi pada idler beban kgm q´´ = berat bagian berotasi pada idler pembalik kgm β = sudut kemiringan kontruksi conveyor, ˚ L = Panjang lintasan conveyor m L hor = Panjang proyeksi horizontal lintasan conveyor, m H = beda ketinggian awal dan akhir conveyor ω´ = koefisien tahanan belt Pada persamaan diatas, tanda plus berarti gerakan naik dan tanda minus berarti gerakan turun. Berat idler tergantung pada disainnya. Jika berat bagian berotasi untuk satu idler adalah Gp maka berat permeter dari bagian berotasi idler dari persamaan berikut : q p ´ = I G p kgm q p ´´ = 2 I G p kgm Arti notasi : I = jarak idler yang menahan beban m I 2 = jarak idler pembalik m Harga koefisien tahanan ω´ rolling bearing diberikan pada tabel 2.9, sedangkan untuk sliding bearing harga ω´ akan lebih besar 3 sd 4 dari rolling hearing. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.9 Faktor tahanan untuk rolling hearing Operating condition Characteristics of the operating condition Faktor ω’ for idlers Flat troughing Favorable Medium Adverse Operating in clean, dry premises in the absence of abrasive dust Operation in heated premises in the presence of a limited amount of abrasive dust, normal air humanity Operation in unheated premises or out-of-door, large amount of abrasive dust, excessive moisture or other factor present adversely affecting the operation of the bearing 0.018 0.022 0.035 0.020 0.025 0.040 Sumber : MF. Spot,” Machine Element “, 1985 Tahanan gerak puli penekuk diberikan oleh persamaan berikut dengan harga faktor K = 1.05 untuk sudut lilit α = 180˚ dan K = 1.07 untuk sudut lilit α = 180˚ Gambar 2.12 Sudut Lilit Pada Puli Wcury = K – 1 St, kg 2.14 Atau: Sst = K.St, kg 2.15 Sedangkan tahanan untuk puli penggerak Wdr adalah: Wdr = 0,03 sd 0,05Sst + Sst, kg 2.16 Tahanan untuk peralatan pembongkar Wpt adalah : Wpt ≈ 2.7 qB, kg 2.17 Universitas Sumatera Utara

2.1.4.4 Penentuan Daya Motor Penggerak

Pada belt conveyor , tegangan dari titik-titik yang terpisah pada sistem dapat diketahui dari persamaan berikut : Si = S1-1 = Wi-1.1 , kg Arti notasi : i = 1,2,3… S = gaya tarik, kg W = tahanan gerak kg Gaya tarik efektif pada belt adalah : Wo = St –Ssl, kg 2.18 Jika efisiensi transmisi adalah ηg maka daya motor penggerak yang dibutuhkan adalah : N = g ov W η 75 HP = g ov W η 102 KW 2.19 Faktor tahanan total dari belt conveyor adalah : QL 270 = ω 2.20 Daya spesifik motor adalah : N = 270 ω = QL N 2.21 2.2 Ukuran Butir Pasir 2.2.1 Definisi Pasir Pasir merupakan material alam yang banyak di dapatkan dipermukaan bumi. Pasir adalah material yang dibentuk oleh silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Butiran pasir umumnya berukuran antara 0,06 sampai 2 mm. Pasir merupakan meterial alam yang berperan penting dalam kehidupan umat manusia. Misalnnya pasir kuarsa digunakan pada industri pembuatan kaca, Universitas Sumatera Utara pasir silika dimanfaatkan untuk memisahkan kotoran dari baja cair pada pengecoran baja. Selain itu, pasir juga adalah material yang paling utama dalam kegiatan konstruksi bangunan seperti pada pembuatan tiang beton, hingga ke- industri kerajinan, dekorasi maupun kegiatan lainnya. Nama-nama pasir dalam bisnis bangunan kadang identik dengan daerah asal pasir itu didapat. Misalnya, pasir yang berasal dari Cileungsi, orang menyebutnya dengan sebutan Pasir Cileungsi. Pasir yang berasal dari daerah Cikalong, orang menyebutnya Pasir Cikalong. Pasir dari daerah Lampung, disebut Pasir Lampung. Pasir dari daerah Bangka disebut Pasir Bangka, karena warnanya putih lebih lengkap dengan sebutan Pasir Putih Bangka. Namun demikian meskipun memiliki nama berbeda, corak dan tekstur yang berbeda semua itu tetaplah Pasir yang bermanfaat dalam kehidupan.

2.2.2 Karakteristik Material Pasir

Karakteristik bulk ditentukan oleh sifat mekanik berat spesifik, abrasivitas, angle of repose dan sifat fisik ukuran buitr Joseph, 1993. Berikut ini adalah beberapa karakteristik material pasir : 1 Ukuran Butir Menurut ukuran butir, bulk material dikenal sebagai nilai bongkah a’ dan mempunyai satuan mm. Dimensi linier material terdiri dari diagonal besar a maks dan diagonal kecil a min yang menentukan karakteristik partikel serta jumlah parameter untuk perhitungan alat pemindahan dan peralatan pembantunya. Bentuk ukuran bongkah dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13 Dimensi Partikel Bulk a min a maks Universitas Sumatera Utara Untuk menentukan ukuran bongkah material yang lebih besar dari 0,1 mm, dilakukan penyaringan secara bertingkat. Ukuran bongkah bulk material dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,1 mm ditentukan melalui metoda khusus, yaitu berdasarkan kecepatannya jika dimasukkan kedalam air atau udara. Menurut keseragaman komposisi bongkah, bulk material dibagi menjadi dua jenis, yakni terukur sized dan tidak terukur unsized. Jika rasio ukuran terbesar a maks terhadap ukuran terkecil a min dibawah 2,5 dianggap tidak terukur unsized. Material terukur sized adalah material homogen dengan a maks a min ≥ 2,5. Karakteristik material terukur ditentukan oleh ukuran bongkah rata-rata. Persamaan yang digunakan untuk menghitung ukuran bongkah tersebut adalah : a´ = 2 min a a maks + 2.22 Karakteristik material tak terukur ditentukan oleh ukuran bongkah yang terbesar a maks . Menurut ukuran partikelnya, bulk material diklasifikasikan menjadi bongkah dengan ukuran besar, sedang, kecil, granular atau bubuk. Ukuran bongkah partikel dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut. Tabel 2.10 Pengelompokan bulk material menurut ukuran partikelnya. Load Group Size of largest characteristic particle a’ mm Large-lumped Medium-lumped Small-lumped Granular Powdered Over 160 60-160 10-60 0,5-10 Below 0.5 Sumber : Hardyanto, 1992. Ukuran bongkah bulk material harus diperhatikan karena akan berpengaruh dalam menentukan ukuran mesin pemindah material, hopper serta sistem salurannya. 2 Berat Spesifik Berat spesifikmassa jenis bulk material adalah berat material per satuan volume dengan satuan tonm 3 atau kgm 3 . Berat dari bulk material yang berbentuk Universitas Sumatera Utara butiran atau serbuk diukur dengan peralatan khusus yang terdiri dari container dengan volume tertentu 1-3 liter, batang yang dipasangkan ke container dan kerangka berputar pada batang. Makin besar ukuran bongkah maka makin besar ukuran container yang dibutuhkan. Untuk menentukan berat bulk material, material dimasukkan kedalam container melalui kerangka sampai penuh. Putaran kerangka akan membuang kelebihan material dalam container. Selanjutnya container di timbang. Container ini dapat dilihat pada Gambar 2.14. Berat bulk material dihitung sebagai berat bersih material dalam container relatif terhadap volume. Perbedaan dibuat antara berat bulk material yang terbuka γ dan material yang dikemas γ packed . Bulk material yang dikemas mengalami kompresi statis atau dinamis yang seragam akibat goncangan. Gambar 2.14 Container untuk menghitung berat bulk material aliran bebas Berat material yang dikemas dibandingkan dengan berat sebelum dikemas, dikenal sebagai packing coeficient yang harganya bervariasi untuk berbagai jenis bulk material dari 1,05-1,52. Penggolongan bulk material berdasarkan beratnya dapat dilihat pada Tabel 2.11. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.11 Distribusi bulk material berdasarkan berat. Weight group Bulk weight γ ton m 3 Material Light Medium Heavy Very heavy Up to 0,6 From 0,6 to 1,1 From 1,2 to 2,0 Over 2,0 Saw dust, peat, coke Wheat, rye, coal, slag Sand, gravel, core, raw mix Iron core, cobbe stone Sumber : Hardyanto, 1992 Berat bulk material berpengaruh dalam menghitung kapasitas alat pemindah material dan tekanan pada dinding serta sisi keluar hopper. Berat spesifik bulk material diberi simbol G dan dapat dihitung dengan menggunakan formula : G = s s V W Dimana : W s = Berat spesifik bulk material V s =Volume spesifi bulk material 3 Abrasivitas Abrasivitas adalah sifat partikel yang mengikis permukaan saat terjadi kontak dalam pergerakannya. Permukaan saluran belt dan pin, merupakan objek yang akan mengalami abrasivitas oleh material yang dipindahkan. Pengikisan akan terus terjadi tergantung pada kekerasan, kondisi permukaan, bentuk, serta ukuran partikel. Beberapa material seperti abu, bouksit, aluminium oksida, semen, pasir, dan kokas bersifat abrasif. Sifat spesifik material yang dipindahkan adalah kelembaban, kemampuan untuk dikemas, kekakuan, kerapuhan, pengkaratan penggumpalan serta sifat mudah meledak. Semua sifat ini harus diperhatikan dalam perancangan alat pemindah material dan peralatan pembantunya. 4 Angle of Refose Sudut antara kemiringan tumpukan material dengan garis horizontal disebut angle of repose yang dilambangkan dengan φ. Besarnya sudut φ tergantung pada mobilitas partikel. Jika mobilitas partikel semakin besar maka Universitas Sumatera Utara sudut φ semakin kecil. Angle of repose bisa berbentuk statik atau dinamik φ dyn . Angle of repose dinamik besarnya sekitar 0,7φ. Angle of repose statik bisa ditentukan dengan peralatan sederhana seperti silinder berlubang pada Gambar 2.15. Material dimasukkan kedalam selinder dan dibiarkan tersebar di lantai sampai berbentuk kerucut. Sudut yang dibentuk oleh kerucut material dengan bidang horizontal itulah disebut angle of repose statik. Gambar 2.15 Angel of Repose statik Koefisien gesekan suatu bulk material terhadap baja, kayu, beton, karet, dan lainya harus diperhatikan dalam perancangan mesin pemindah material. Faktor gesekan menentukan sudut kemiringan dinding dan sisi hopper, saluran dan inklinasi maksimum suatu mesin pemindah conveyor. Hubungan antara faktor gesekan dan sudut gesekan material diberikan dalam bentuk : f = tan ρ 2.23 atau: f = tan ρ 2.24 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.12 Berat bulk, angle of repose dan faktor gesekan bulk material. Sumber : Afrizal, 1998 Material Bulk weight γ, tonm 3 Angle of repose, º Static friction factor f Dynamic φ dyn Static φ steel wood rubber Anthracite, fine, dry Gypsum, small- lumped Clay, dry, small- lumped Gravel Ground, dry Foundry sand, shake-out Ash, dry Lime stone, small- lumped Coke Wheat flour Oat Sawdust Sand, dry Wheat Iron one Peat, dry, lumped Coal, run,-of-mine Cement, dry 0,8 – 0,95 1,2 – 1,4 1,0 – 1,5 1,5 – 1,9 1,2 1,25 1,30 0,4 – 0,6 1,2 – 1,5 0,36 – 0,53 0,45 – 0,66 0,40 – 0,50 0,16 – 0,32 1,40 – 1,65 0,65 – 0,83 2,10 – 2,40 0,33 – 0,41 0,65 – 0,78 27 - 40 30 30 30 40 30 35 49 28 - 30 25 30 40 35 35 45 40 50 45 45 45 50 - 50 55 35 39 45 35 50 45 50 50 0,84 - - - - - 1 0,7 1,0 - 0,78 - - 0,58 - 0,80 1,0 - - 0,82 - - - 0,61 - - - 0,85 0,50 0,65 0,56 0,50 - - 0,64 0,64 Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Berat Volume Pasir dan Hubungan-hubungannya

Segumpal pasir terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam pasir yang kering, hanya akan terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori udara. Dalam pasir yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori.Dalam keadaan tidak jenuh, pasir terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat atau butiran, pori-pori udara, dan air pori. Bagian-bagian pasir dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti gambar dibawah ini. V u V v V a M a V M V t M t Gambar 2.16 Diagram fase pasir Gambar 2.16 diatas menunjukkan elemen pasir yang mempunyai volume V dan berat total W dan hubungan berat dan volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut : E.Bowks, 1995 W = W s + W w dimana : dan W s = berat butiran padat V = V s + V w + V a W w = berat air V v = V w + V a V s = volume butiran padat V w = volume air V a = volume udara Dengan berat udara dianggap nol, hubungan-hubungan volume yang biasa digunakan adalah angka pori, porositas dan derajat kejenuhan. Adapun hubungan- hubungan tersebut adalah sebagai berikut : Udara Tanah Air Universitas Sumatera Utara Kadar air w didefenisikan sebagai perbandingan antara berat air W w dengan berat butiran W s dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen . w = s w W W ×100 2.25 Porositas n, didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga V v dengan volume total V. Dalam hal ini dapat digunakan dalam benntuk persen maupun decimal. n = V V v 2.26 Angka pori e, disefinisikan sebagai perbandingan volume rongga V v dengan volume butiran V s . Biasanya dinyataka dalam desomal. e = s v V V 2.27 Berat volume basah γ b , adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara W dengan volume total tanah V. γ b = V W 2.28 dengan W = W w + W s + W v W v = berat udara = 0. Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya V a = 0, maka tanah menjadi jenuh. Berat volume kering γ b , adalah perbandingan antara berat butiran W s dengan volume total V tanah. γ b = V W s 2.29 Berat butiran padat γ s , didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat W s dengan volume butiran padat V s . γ s = s s V W 2.30 Universitas Sumatera Utara Berat jenis specific gravity tanah G s didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran padat γ s dengan berat volume air γ w pada temperatur 4°C. G s = w s γ γ 2.31 G s tidak berdimensi. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 sampai 2,75. Nilai berat jenis sebesar 2,67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak berkohesi. Sedangkan untuk tanah kohesip tak organik berkisar antara 2,68 sampai 2,72. Hardyanto, 1992 Untuk melihat berat jenis dari pasir dapat dilihat pada tabel berbagai jenis tanah dibawah ini. Tabel 2.13 Tabel berat jenis tanah Keadaan tanah Berat Jenis G s Kerikil Pasir Lanau tak organik Lempung organik Lempung tak organiok Humus Gambut 2,65-2,68 2,65-2,68 2,62-2,68 2,58-2,65 2,68-2,75 1,37 1,25-1,80 Sumber : Hardyanto, 1992 Derajat kejenuhan S, adalah perbandingan volume air V w dengan volume total rongga pori tanah V v . Biasanya dinyatakan dalam persen . S = v w V V ×100 2.32

2.2.4 Analisis Ukuran Butiran pasir

Sifat-sifat tanah sangat berngantung pada ukuran butirannya. Karena besarnya butiran tanah mempengaruhi volume dan persentase berat butiran pada suatu unit saringan dengan ukuran mesh yang tertentu. Oleh karena itu, analisis butiran ini merupakan pengujian yang sangat penting untuk dilakukan E.Bowks, Joseph, 1993. Universitas Sumatera Utara . Karena pemeriksaan makroskopis massa butiran tanah menunjukkan bahwa hanya sedikit pastikel-partikel yang bundar. Kasar Sedang Halus Gambar 2.17 Jenis besar butiran pasir Dan karena itu mempunyai diameter, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ini merupakan deskripsi mengenai tanah yang agak longgar. Gambar 2.18 Analisis saringan pasir

2.2.4.1 Pasir Berbutir Kasar

Distribusi ukuran butir dari pasir berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringanya. Pasir berbeda uji disaring screening standar untuk pengujian pasir. Berat pasir yang tinggal pada masing-masing saringan ditimbang 4,76 mm 4 2,00 mm 10 0,84 mm 20 0,42 mm 40 0,25 mm 60 0,147 mm100 Universitas Sumatera Utara dan persentase tehadap berat kumulatif pada tiap saringan dihitung. Contoh nomor-nomor saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 2.14 Standar ukuran saringan Sumber : E.Bowks Joseph, 1993

2.2.4.2 Pasir Berbutir Halus

Distribusi ukuran butiran pasir berbutir halus atau bagian yang berbutir haluis dari pasir berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Metode inididasarkan pada hukum Stokes yang berkenaan dengan kecepatan butiran mengendap pada larutan suspensi. Menurut Stokes, kecepatan mengendap butiran dapat ditentukan oleh persamaan berikut : v = µ γ γ 18 w s − 2.33 dimana: v = kecepatan, sama dengan jarak Lt γ w = Berat volume air γ s = berat volume butiran padat grcm 3 µ = kekentalan air absolute g detcm 2 Ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkast saringan yang disusun dengan lobang yang paling besar berada paling atas, dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagaisalah satu dari ukuran butiran pasir. Nomor Saringan Diameter Lubang mm 4 10 20 40 60 100 140 200 4,75 2,00 0,85 0,425 0,25 0,15 0,106 0,075 Universitas Sumatera Utara

2.3 Tingkat Kelembaban Pasir

Kelembaban atau kadar air pasir dapat didefinidikan sebagai rasio berat air di dalam pori-pori pasir terhadap butiran air atau disebut dengan tingkat kebasahan pasir. Perbedaan telah dibuat antara penentuan kadar air yang dilakukan di laboratorium lewat sejumlah jenis pasir yang menunjukkan nilai pada suatu saat di lapangan Untuk mengetahui pengaruh kebasahan terhadap kapasitas transfer maka pasir tersebut diberi air dan diukur kelembabannya dengan menggunakan Formula di bawah ini : Kelembaban = ing ing Basah ker ker − x 100 Kelembaban biasanya diberi simbol w N , dan biasanya tingkat kebasahankelembaban ini adalah bervariasi, tergantung pada lokalisasi dari pasirnya.

2.4 Kapasitas Transfer Pemindah Material Yang Bergerak Kontinu

Pemilihan kapasitas dari peralatan pemindah material yang bergerak kontinu tergantung pada berat dari beban per meter panjang mesin q dalam satuan kgm dan pada laju pemindahan v dalam satuan mdt. Jika laju aliran pada conveyor adalah kgdt, maka kapasitas perjamnya adalah : Q = 1000 3600 qv = 3,6 qv tonjam 2.34 Jika beban mempunyai bulk weight γ dalam satuan tonm 3 dan dipindahkan dalam aliran yang kontinu yang mempunyai luas penampang A dalam m 2 , maka beban per meternya adalah : q = 1000 A γ kgm 2.35 Contoh sketsa potongan melintang belt conveyor yang bergerak secara kontinu dengan mempunyai luas penampang A material dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 2.19 Penampang Lintang Material pada Belt Conveyor Saat material dipindahkan dalam saluran atau pipa yang mempunyai luas penampang A dalam satuan m 2 , efisiensi pembebanan ψ, maka luas penampang : A = A .ψ Sehingga: q = 1000A .γ.ψ kgm 2.36 Dengan mensubtitusikan persamaan diatas dengan persamaan yang sebelumnya maka untuk material dalam aliran kontinu, didapatkan kapasitas per jam : Q = 3600A.v.γ = 3600A .v.γ.ψ tonjam 2.37 Kapasitas mesin pemindah tersebut dapat dinyatakan tanpa berat per unit, atau ‘Q’ tonjam, dan selanjutnya dapat juga dinyatakan dalam bentuk volume per unit ‘V’ m 3 jam. Bila kapasitas mesin pemindah tanpa berat per unit, maka Q dinyatakan dalam tonjam seperti persamaan berikut : Q = V. γ tonjam 2.38 Sedangkan untuk kapasitas mesin pemindah dalam bentuk bulk, maka kapasitasnya dapat dihitung dengan persamaan : Q = m fer waktutrans kg massapasir , atau Q = t m 2.39

2.4.1 Pengaruh Beban Terhadap Laju

Dalam penelitian ini yang akan menjadi topik utama pembahasan adalah bagaimana pengaruh Beban terhadap Laju pada conveyor yang yang digunakan pada PT.WIKA BETON. Untuk menghindari salah penafsiran Universitas Sumatera Utara tentang hal tersebut, maka diperlukan penegasan istilah sebelum masuk ke landasan teori mengenai hal tersebut, yaitu: a Beban, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti barang yang dibawa atau muatan yang dibawa. Dalam penelitian ini beban berarti muatan yang mempengaruhi kerja bagian lain. Satuan beban yang digunakan adalah Kg. b Laju, sebelum memahami istilah laju harus dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian laju dan kecepatan, dan mengapa dalam penulisan skripsi ini digunakan istilah kecepatan bukan menggunakan istilah laju. Istilah laju dalam Fisika karangan Giancoli, menyatakan seberapa jauh sebuah benda berjalan dalam suatu selang waktu tertentu, atau dapat diartikan bahwa laju rata-rata adalah jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk untuk menempuh jarak tersebut Giancoli, 2001. Berdasarkan rumus dapat ditulis demikian : Laju rata-rata = diperlukan uh waktu temp tempuh yang jarak Sedangkan kecepatan didefinisikan sebagai sebuah vektor yang berhubungan dengan waktu yang diperlukan untuk perpindahan sesuatu Giancoli, 2001. Dalam hal ini pengertian perpindahan berarti perubahan posisi benda. Berdasarkan rumus dapat ditulis sebagai berikut : Kecepatan rata-rata = dt diperlukan tempuh yang waktu m n perpindaha Atau dapat dituliskan : V = t s 2.40

2.5 Pengatur Debit aliran material Hopper

Hopper berfungsi sebagai pencurah dan pengatur kapasitas material pada belt conveyor. Konstruksi hopper dapat dilihat pada gambar 2.20. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.20 Hopper Gambar 2.21 Sudu Pencurah dan Poros Volume material yang dicurahkan dapat dihitung berdasarkan volume bagian yang cekung dari hopper gambar 2.21. Jika sudu pencurah mempunyai diameter dalam d , diameter luar d 1 dan panjang sudu I s maka volume curahan untuk satu putaran adalah : V = 2 1 .       − s I d d 4 2 2 1 π 2.41 = 2 1 .         − 15 4 7 , 2 11 2 2 π = 670 Kapasitas curahan hopper akan bervariasi tergantung putaran sudu nh dan jenis material yaitu : Q h = 0,00067. n h . γ tonmenit 2.42 = 0,0402. n h . γ tonjam Arti notasi: Q h = kapasitas curaahan hopper tonjam n h = putaran sudu hopper rpm Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN