Model Perilaku Politik perilaku politik Nahdatul Ulama (studi komparatif perilaku politik Abdurahman Wahid dan Hasyim Muzadi)

15 suprastruktur adalah pembuatan peraturan Rule making, pelaksanaan peraturan rule application, dan peradilan peraturan rule adjudication. 19 Dalam suatu sistem politik, selalu ada aliran terus menerus mengalir dari input yang muncul dari infrastruktur politik kemudian terjadi proses dan dinamika tertentu dan akhirnya menjadi output yang dilakukan oleh kelompok suprastruktural politik dan setelah itu akan terbentuk kembali menjadi sebuah input, 20 dan begitu seterusnya, sehingga terbentuk sebuah siklus dalam kehidupan bernegara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku politik merupakan sebuah ”kaca mata” politik yang digunakan untuk melihat dengan lebih mengkonsentrasikan pada perilaku seseorang dari pada perilaku lembaga politik.

B. Model Perilaku Politik

Unit analisis dalam melakukan kajian politik dengan menggunakan pendekatan perilaku politik, menurut Ramlan Surbakti dapat ditinjau dari tiga kemungkinan, yakni ; Pertama individu sebagai aktor politik, dan yang masuk dalam kategori ini adalah aktor politik yakni pemimpin, aktivis politik dan individu warga negara biasa, kedua, Agregasi Politik yakni individu aktor politik secara kolektif, seperti kelompok kepentingan, birokrasi, partai politik, dan lembaga-lembaga pemerintahan atau bangsa, ketiga, adalah tipologi kepribadian politik yakni tipe - tipe kepribadian pemimpin otoriter, machiavelist dan demokrat. 21 19 Lihat Ng. Philipus Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada; 2006, h. 106 20 Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 78 21 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 132 16 Pemimpin dalam model pertama adalah lebih cenderung kepada sosok subjeknya dan pemimpin dalam model yang ketiga lebih menekankan pada tipologi atau sifat seorang pemimpin. Seperti yang telah dikemukakan, salah satu aktor politik adalah pemimpin, dan salah satu tipe aktor politik yang mempunyai pengaruh dalam proses politik adalah pemimpin politik dan pemerintahan. Mengenai konsep memiliki kekuasaan politik berbeda dengan memiliki kepemimpinan politik, perbedaan ini terletak pada sumber pengaruh dan tujuan penggunaan pengaruh. Sebutan politik pada kepemimpinan politik menunjukkan kepemimpinan tersebut berlangsung dalam suprastruktur politik, yakni lembaga-lembaga pemerintahan eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan yang berlangsung dalam infrastruktur politik yakni masyarakat, individu maupun kelompok, seperti partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Pemimpin politik pun di satu sisi dapat berbeda dengan pemimpin dalam suatu instansi pemerintahan, perbedaan ini terlihat dalam cara, proses serta komunikasi yang dibangun dengan jajaran dan pengikutnya, dalam mencapai tujuan tertentu pemimpin politik lebih menggunakan hubungan-hubungan informal dan personal untuk menggerakkan pengikutnya. Pemimpin suatu instansi cenderung menggunakan kewenangannya dengan cara melakukan hubungan-hubungan formal dan impersonal dalam menggerakkan pengikutnya. Akan tetapi orang yang secara formal menjadi elit politik atau pemimpin suatu instansi dapat memainkan peranan sebagai 17 pemimpin politik dengan catatan dapat memenuhi karakteristik kepemimpinan politik. 22 Dengan demikian, kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai bagian dari perilaku politik, dan secara definitif kepemimpinan kurang lebih adalah sebuah aktifitas mempengaruhi orang lain untuk berusaha mencapai tujuan bersama, 23 sehingga ketika terjadi sebuah aktifitas yang memiliki motivasi untuk mempengaruhi orang lain, pada saat yang sama terjadi sebuah kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan bentuk mashdar, sementara pemimpin adalah bentuk fa`il subjek. Dalam perjalanannya, teori kepemimpinan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dan teori kepemimpinan yang paling awal muncul adalah teori sifat atau the great man yang menganggap bahwa kepemimpinan merupakan sifat bawaan yang ada sejak lahir. Pada perkembangan selanjutnya teori ini kemudian mendapat masukan dari kalangan psikologi yang menilai bahwa tidak semuanya kepemimpinan dibawa sejak lahir, kepemimpinan pun bisa lahir dari sebuah pengalaman dan pendidikan. 24 22 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 133-134 23 Paul Harsey dan Kenneth H. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan sumber Daya Manusia, Edisi keempat, penj. Agus Dharma Jakarta: Erlangga; 1982, h. 98 24 Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam manajemen, h. 32 18 Mengenai kategorisasi kepemimpinan, Ramlan Surbakti membaginya menjadi tiga kriteria, yakni proses kepemimpinan berikut karakter pemimpin, hasil kepemimpinan dan sumber kekuasaan. 25 Kategori proses kepemimpinan di antaranya autokratis dan demokratis. Autokratis adalah sebuah tipologi pemimpin yang identik dengan pemusatan otoritas pada pemimpin dan dalam pengambilan keputusan lembaga sangat bergantung padanya. Demokratis adalah tipologi pemimpin yang berdasarkan pada desentralisasi kekuasaan dan dalam pengambilan keputusan sering melibatkan anggota yang lain, 26 Selanjutnya masih berkaitan dengan proses kepemimpinan yakni karakter pemimpin. Karakter yang dimaksud berupa keaktifan pemimpin dalam melakukan tugasnya serta penilaiannya terhadap tugas tersebut, dan berdasarkan karakter pemimpin ini terbagi menjadi empat. Pertama adalah pemimpin pasif-positif yang berarti pemimpin yang tidak aktif dalam melaksanakan pekerjaan tetapi ia sangat menilai tinggi terhadap pekerjaannya. Kedua, aktif-negatif yakni pemimpin yang aktif melaksanakan pekerjaan tetapi kurang begitu tinggi dalam menilai pekerjaannya. Ketiga, pasif- negatif yaitu pemimpin yang tidak aktif dalam melaksanakan pekerjaan dan juga kurang menilai tinggi pekerjaannya. Dan terakhir adalah aktif-positif yaitu 25 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 138 26 S.G. Hunneryager I. L. Heckman, ed. Kepemimpinan, Semarang: Dahara Prize: 1992, cet. I, h. 10 19 pemimpin yang aktif dalam melaksanakan pekerjaan dan juga menilai tinggi pekerjaannya. Mengenai kepemimpinan yang dilihat dari hasil proses kepemimpinan biasanya muncul ketika rezim lama telah berakhir dan digantikan oleh rezim baru. Dalam konteks kepemimpinan ini dibagi menjadi dua, yaitu ekstrimis dan moderat. Kepemimpinan model ini muncul ketika rezim lama berakhir. Pemimpin moderat adalah seorang pemimpin yang lebih banyak menggunakan dialog daripada tindakan kekerasan untuk mencapai tujuannya, sedangkan pemimpin yang ekstrim adalah pemimpin yang berusaha menghancurkan seluruh sistem rezim lama dan menggantinya dengan sistem yang benar-benar baru serta lebih banyak menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuannya. Tipe kepemimpinan selanjutnya adalah dilihat dari hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, pemimpin model ini dibagi menjadi dua, yakni pemimpin transformatif dan pemimpin transaksional, pemimpin transformatif adalah pemimpin yang melakukan sesuatu untuk meningkatkan moral, motivasi dan kegiatan yang lebih tinggi, sementara pemimpin transaksional adalah pemimpin yang melakukan sesuatu dengan tujuan pertukaran nilai yang dianggap penting. Kategorisasi kepemimpinan yang terakhir adalah ketegorisasi yang berdasarkan sumber kekuasaan, dan kepemimpinan model ini dibagi menjadi 20 tiga, yakni kepemimpinan rasional, kepemimpinan tradisional dan kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan rasional memiliki kekuasaan yang bersumber pada legalitas kewenangan yang berasal dari pola-pola peraturan normatif, kepemimpinan tradisional memiliki kekuasaan yang bersumber dari kewenangan tradisional yang lahir dari kepercayaan mapan terhadap tradisi dan legitimasi orang yang memiliki kewenangan berdasarkan tradisi yang dianggap keramat tersebut . Dan terakhir adalah sumber kekuasaan yang dimiliki oleh kepemimpinan kharismatik, sumber kepemimpinan karismatik adalah berpegang pada kekaguman masyarakat terhadap seorang pemimpin yang memiliki kelebihan luar biasa. 27 Menurut penulis konsep kepemimpinan tersebut tidak selamanya melekat pada seseorang, hal ini disebabkan oleh faktor pengaruh dari situasi dan kondisi di sekelilingnya, misalnya ketika seorang pemimpin berada dalam kondisi yang sangat mendesak, kemungkinan besar ia akan menjadi seorang yang autokratis, sebaliknya jika seorang pemimpin tersebut mengalami persoalan yang sangat pelik, kemungkinan besar ia akan menjadi seorang yang demokratis. Hal yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah kepemimpinan adalah pengaruh dan wibawa dari seorang pemimpin, karena seperti yang telah dikemukakan dalam definisi kepemimpinan pengaruh merupakan bagian dari proses sebuah kepemimpinan. 27 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 138-139 21 Di sisi lain, wibawa pun merupakan bagian dari kepemimpinan karena peran wibawa dapat dikatakan lebih luas dari pada pengaruh, peran pengaruh ada dalam otoritas formal, sementara wibawa dapat berperan di luar otoritas formal. 28 Misalnya ketika seseorang memiliki kepemimpinan kharismatik, di dalam maupun di luar lembaga ia akan memiliki sebuah pengaruh yang cukup dominan, sementara kepemimpinan rasional belum tentu mendapatkan hal itu, karena ia dibatasi oleh ruang dan waktu. Kepemimpinan memang bagian dari perilaku politik, namun jika melihat definisi perilaku politik yang telah dikemukakan pada bagian awal bab ini, kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan yang memiliki korelasi dan interaksi antara dua subjek, baik di dalam masyarakat maupun pemerintahan dan interaksi tersebut memiliki muatan-muatan atau unsur-unsur dalam bentuk proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik.

C. Faktor yang mempengaruhi perilaku politik