10
menjadi pemilih. Orang Tionghoa masih saja dianggap sebagai orang asing walaupun sudah turun temurun berada di Indonsia.
Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Visia Arina Puspita Rini 2010: 64, dengan judul: Wacana Raja Perempuan Kraton Yogyakarta Skrispsi Fisip Ilmu
Komunikasi UAJY. Penelitian ini menggunakan metode analisis framing sekaligus menggunakan media yang sama yakni SKH Kedaulatan Rakyat. Dari
penelitian ini peneliti melihat bahwa SKH Kedaulatan Rakyat cenderung menonjolkan pemberitaan yang kurang mendukung wacana raja perempuan
Kraton, dengan mengangkat narasumber yang lebih menginginkan raja Kraton adalah laki-laki.
Beberapa pemberitaan media massa tidaklah sepenuhnya mengungkapkan realitas secara objektif dalam masyarakat. Media massa tetap memiliki pandangan
tersendiri terhadap isu dan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa. Realitas di dalam masyarakat merupakan hasil konstruksi media massa melalui
penonjolan-penonjolan dan pemilihan isu dalam suatu pemberitaan tertentu. Konstruksi realitas yang berpengaruh pada pembentukan opini publik dalam
masyarakat ini diciptakan melalui proses framing oleh media massa terhadap berita-berita yang dilaporkan.
B. Rumusan masalah
Bagaimanakah frame SKH Kedaulatan Rakyat dalam pemberitaan vonis Serda Ucok Tigor Sombolon di pengadilan militer kasus Cebongan?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui frame SKH Kedaulatan Rakyat dalam pemberitaan mengenai vonis Serda Ucok Tigor Sombolon dalam pengadilan militer kasus Cebongan.
11
D. Manfaat Penelitian
D.1 Teoritis: Memberikan masukan dan nilai tambah bagi pengembangan ilmu komunikasi sekaligus sebagai referensi bagi penelitian dalam surat kabar terutama
yang menggunakan metode analisis framing. D.2 Praktis: Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pembingkaian berita
oleh media massa khususnya dalam pemberitaan mengenai vonis serda Ucok Tigor Simbolon.
E. Kerangka Teori
Ada beberapa kerangka teori yang dijadikan landasan dan perangkat analisis data oleh peneliti dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:
E.1 Konstruksi realitas media massa Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi media dalam dua model.
Pertama adalah model peta analog yang kedua adalah model refleksi realitas. Model peta analog: yaitu model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh media
berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional Bungin, 2013:217.
Realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial media massa, seperti sebuah kejadian yang
seharusnya terjadi, bersifat rasional dan dramatis. Realitas sosial itu begitu dahsyat karena pemberitaan lebih cepat diterima di masyarakat luas, lebih luas
jangkauan pemberitaannya, sebaran merata, karena media dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dimana-mana, membentuk opini massa, karena
merangsang masyarakat untuk beropini atas kejadian tersebut, massa cenderung terkonstruksi karena masyarakat mudah terkonstruksi dengan pemberitaan-
12
pemberitaan yang sensitif, bahkan opini massa yang cenderung apriori sehingga mudah menyalahkan berbagai pihak yang
bertanggungjawab atas musibah
tersebut, serta opini massa yang cenderung sinis Bungin, 2013:217. Kedua adalah model refleksi realitas; yakni model yang merefleksikan suatu
kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di
dalam masyarakat
Bungin, 2013:
217-218. Dalam
hal ini
media mengkonstruksi realitas dalam masyarakat dengan cara menghadirkan fenomena
dan peristiwa yang pernah terjadi dalam masyarakat untuk mencerminkan peristiwa yang sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak Eriyanto, 2002:26. Dalam hal ini, media dipandang sebagai
subjek yang mengkonstruksi realitas dalam masyarakat. Konstruksi realitas tersebut mengandung bias, sudut pandang, dan keberpihakan media berkaitan
dengan topik pemberitaan yang mereka sajikan kepada pembaca. E.2 Berita Sebagai Konstruksi Realitas
Berita merupakan laporan dari suatu peristiwa yang diliput, dikumpulkan, dan disusun oleh wartawan kemudian disajikan kepada masyarakat melalui media
massa. Ada ketentuan berita itu tidak lain dari laporan peristiwa yang baru terjadi dan disusun menurut fakta dan kejadiannya Banjarnahor, 1994: 1.
Selain menjadi laporan peristiwa bedasarkan fakta, berita juga menjadi salah satu cara yang digunakan media massa untuk mengkonstruksi realitas dalam
masyarakat Banjarnahor, 1994:3. Berita disusun sedemikian rupa untuk menggugah, dan mempengaruhi tindakan dan pikiran pembaca. Hal ini berefek
13
pada munculnya opini publik dalam masyarakat karena pikiran dan tindakan mereka berhasil dipengaruhi berita.
Berita tidak sepenuhnya mengungkapkan realitas secara objektif. Demikian pula pers tidaklah mutlak netral. Berita yang dilaporkan kepada masyarakat
memang mengandung fakta, tetapi fakta tersebut telah mengalami proses penyusunan dan pengolahan yang melibatkan bias, sudut pandang dan ideologi
media massa. Semua proses konstruksi fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan
khalayak Eriyanto. 2002:28-29. Pandangan masyarakat mengenai suatu peristiwa yang diberitakan bergantung
pada bagaimana media mengkonstruksi peristiwa tersebut. Realitas sosial yang tercipta juga bergantung dari sudut mana media massa mengambil sudut pandang.
E.3 Framing dalam Proses Produksi Berita Framing
merupakan suatu cara yang digunakan oleh media massa untuk membentuk konstruksi realitas dalam masyarakat. Melalui framing akan diketahui
siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang untung dan siapa yang dirugikan, siapa yang menjadi pahlawan dan siapa yang menjadi penjahat, dan
lain-lain. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini merupakan bentuk-bentuk konstruksi realitas oleh media massa melalui proses framing.
Proses framing menentukan sudut pandang dan bias media. Melalui framing, media bisa mengarahkan pikiran masyarakat dalam menilai suatu peristiwa yang
diberitakan. Untuk bisa mempengaruhi pikiran masyarakat dan membentuk realitas sosial, media massa harus bisa memilih realitas atau fakta yang benar-
benar bernilai berita dan mampu mengambil perhatian publik.
14
Dalam proses ini wartawan akan memberikan penekanan terhadap aspek tertentu dalam memberitakan peristiwa. Hal itu menyata dalam penentuan angle
berita, memilih dan melupakan fakta, memberitakan suatu aspek dan membuang aspek lainnya. Eriyanto. 2002:81.
Fakta dan peristiwa menarik tidaklah mampu mempengaruhi masyarakat jika tidak diberitakan dengan baik. Oleh karena itu, para awak media atau wartawan
berusaha menyajikan fakta dan peristiwa semanarik mungkin. Hal ini dilalui melalui proses penulisan dan editing berita
Kemudian, proses selanjutnya adalah menuliskan fakta. Dalam hal ini wartawan menuliskan fakta yang telah dipilih dan disajikan kepada khalayak. Di
dalam proses ini, wartawan memasukkan sudut pandang dan bias media melalui penekanan-penekanan tertentu pada penulisan berita. Hal itu dilakukan melalui
penggunaan kata, kalimat dan preposisi, dan dengan bantuan foto atau gambar, fakta yang telah dipilih kemudian disajikan dengan penekanan pada pemakaian
perangkat tertentu: penempatan yang mencolok headline di depan atau di belakang, pemakain grafis untuk memperkuat penonjolan, pemakaian label
tertentu untuk menggambarkan orang atau peristiwa, penggunaan simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, pemakaian kata yang mencolok, dan gambar Eriyanto.
2002: 81.
Penonjolan-penonjolan dan
teknik penulisan
berita mampu
mengkonstruksi realitas sosial dalam masyarakat. Reese dan Shoemaker 1996: 60 mengemukakan terdapat perbedaan dalam
memaknai suatu peristiwa dalam institusi media. Terdapat 5 level faktor yang mempengaruhi isi sebuah media massa, yakni: faktor individual, rutinitas
organisasi media, organisasi media, faktor ekstra media, dan ideologi.
15
BAGAN 1:
Konstruksi Realitas Shoemaker Reese 1996:60
Ideological Level Extra Media Level
Organization Level Media Routine Level
Id Individual Level
a. Latar belakang pekerja media wartawan, editor, kamerawan, dan lain-lain. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek personal dari pengelola
media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khayalak Sudibyo, 2001: 7-8. Faktor-faktor individual dari pekerja media sangat
mempengaruhi isi berita. Setiap wartawan memiliki latar belakang individual yang berbeda-beda. Hal ini tentu saja sangat menentukan cara mereka mengambil
sudut pandang dalam menghasilkan berita. Realitas yang dipilihnya akan sangat bergantung pada pemaknaan peristiwa
yang dipilihnya. Pemaknaan tersebut dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kesukaan, agama, gender, dan sikap wartawan tersebut terhadap peristiwa yang
akan diberitakannya Shoemaker Reese, 1996:63-64. b. Rutinitas Media
Rutinitas media berarti suatu yang sudah terpola, terinstitusi, sesuatu bentuk yang diulang-ulang. Sehingga membentuk suatu rutinitas yang dilakukan oleh
16
pekerja media setiap hari Shoemaker Reese, 1996:105. Hal ini berhubungan dengan proses kerja media massa dalam memproduksi berita. Mulai dari sidang
redaksi, pencarian berita, penulisan berita, editing berita, lay out berita hingga penerbitan berita melalui surat kabar yang dicetak. Sebagai mekanisme yang
menjelaskan bagaimana
berita diproduksi,
rutinitas media
karenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita Sudibyo, 2001: 8.
c. Struktur Organisasi Media Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotek
mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukanlah orang tunggal yang ada dalam organisasi berita, mereka hanyalah bagian kecil dalam
suatu organisasi media itu sendiri Sudibyo, 2001: 9. Media merupakan organisasi atau kumpulan orang-orang yang bekerjasama menghasilkan berita atau
informasi bagi masyarakat. Berita-berita yang diturunkan oleh media merupakan hasil kolaborasi dari
berbagai individu yang menyatu dalam bentuk organisasi media massa. Idealisme wartawan yang bekerja di bagian redaksional dan peliputan berita kadangkala
harus bertentangan dengan tujuan bisnis dari perusahaan. Hal ini membuat berita yang diturunkan tidaklah betul-betul objektif karena harus disesuaikan dengan
kepentingan media massa sebagai institusi bisnis. Selain itu, kekuatan pemilik media, tujuan dari media dan kebijakan media mempengaruhi pesan yang
disampaikan media Shoemaker Reese, 1996:144. d. Kekuatan ekstra media
Kekuatan ekstra media berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi, hal-hal di luar organisasi ini sedikit banyak
17
dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media Sudibyo, 2001:10. Level ini menjelaskan bahwa faktor budaya, kebutuhan khalayak, agama dan lingkungan
sosial politik tempat media itu berada pada akhirnya mempengaruhi isi media tersebut.
e. Ideologi Ideologi merupakan kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang
dipakai oleh
individu untuk
melihat realitas
dan bagaimana
mereka menghadapinya Sudibyo, 2001: 12. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi
seseorang dalam menafsirkan realitas. Sebagai kerangka referensi, ideologi menjadi sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok tertentu.
F. Metodologi