KAJIAN TERHADAP PEMBERIAN MAHAR YANG TINGGI PADA MASYARAKAT ADAT BUGIS DI KECAMATAN SEBATIK DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Kasus Di Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur)
KAJIAN TERHADAP PEMBERIAN MAHAR YANG TINGGIPADA
MASYARAKAT ADAT BUGIS DI KECAMATANSEBATIK DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM(Studi Kasus Di Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan
Kalimantan Timur)
Oleh: Haderiya (02120009)
Syariah
Dibuat: 20060807 , dengan 2 file(s).
Keywords: Mahar Yang Tinggi, Hukum Islam
Pemberian mahar atau maskawin pada waktu pernikahan merupakan salah satu Syari’at Islam.
Di dalam Islam mahar atau maskawin merupakan syarat sahnya pernikahan. Namun nash tidak
menentukan jumlah mahar yang harus dibayarkan seorang suami terhadap isterinya. Sebab
manusia itu berbedabeda tingkatan kekayaan dan kemiskinannya. Akan tatapi, Ulama sepakat
untuk menyatakan bahwa dianjurkan agar mahar itu disederhanakan, agar tidak mempersulit
orang yang menginginkan kawin.
Di dalam kesempatan ini, penulis ingin mengemukakan tentang kajian terhadap pemberian
mahar yang tinggi pada masyarakat adat Bugis yang terjadi di masyarakat Kecamatan Sebatik
Kabupaten Nunukan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Adapun permasalahan yang ingin penulis kaji secara mendalam kaitannya dengan apa dampak
yang ditimbulkan terhadap praktek pemberian mahar perkawinan pada masyarakat Adat Bugis di
Kecamatan Sebatik serta bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap mahar yang tinggi pada
masyarakat Adat Bugis di Kecamatan Sebatik.
Dalam penelitian ini yang dijadikan subyek sasaran penelitian adalah anggota masyarakat
Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan yang melakukan perkawinan dengan mahar yang tinggi,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasangan suami isteri di Kecamatan Sebatik
sebanyak 30 orang.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepala KUA Kecamatan Sebatik,
Tokoh Masyarakat dan Kepala Desa setempat sebagai sumber data utama dan bahan pustaka
serta dokumen sebagai sumber data pelengkap.
Adapun teknik pengambilan data, penulis menggunakan metode interview, yaitu wawancara
langsung dengan responden, sehingga penulis dapat menyimpulkan apa yang dinyatakan oleh
responden, yaitu informasi yang digunakan sebagai gambaran yang jelas, lengkap, dan sistematis
mengenai fakta yang ada dilapangan.
Secara umum dapat digambarkan bahwa Kecamatan Sebatik terletak di daerah perbatasan antara
Negara Malaysia dan Indonesia yang mempunyai tingkat perekonomian yang relatif menengah.
Dan sebagian besar masyarakatnya masih dalam taraf berpendidikan rendah serta pemahaman
agama yang kurang. Hal ini yang menyebabkan masyarakat cenderung untuk mempraktekkan
mahar perkawinan tinggi. Selain tingkat pemahaman terhadap agama yang kurang, faktor lain
yang mendukung terjadinya praktek pemberian mahar yang cenderung tinggi adalah karena
budaya mengadakan walimahan secara besarbesaran, yang cenderung menjauhi sunah
Rasulullah.
Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian mahar yang tinggi pada
masyarakat Adat Bugis menimbulkan dampak positif, karena mendorong pemuda untuk bekerja
lebih giat agar dapat memberi mahar yang tinggi. Dan mempunyai dampak negatif terhadap
masyarakat Adat Bugis terutama kepada para pemudanya, Karena sering perkawinan tidak jadi
karena tidak ditemukan kesepakatan tentang jumlah mahar yang harus diberikan pihak calon
pengantin lakilaki kepada pihak calon pengantin perempuan.
Meskipun kesimpulan ini sifatnya sementara, namun penulis menganggap bahwa hal ini penting
untuk diperhatikan dan akhirnya penulis menyarankan dipandang perlu bagi masyarakat
khususnya bagi orang yang mau melaksanakan perkawinan untuk mempelajari lebih mendalam
tentang mahar yang dicontohkan Rasulullah saw.
MASYARAKAT ADAT BUGIS DI KECAMATANSEBATIK DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM(Studi Kasus Di Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan
Kalimantan Timur)
Oleh: Haderiya (02120009)
Syariah
Dibuat: 20060807 , dengan 2 file(s).
Keywords: Mahar Yang Tinggi, Hukum Islam
Pemberian mahar atau maskawin pada waktu pernikahan merupakan salah satu Syari’at Islam.
Di dalam Islam mahar atau maskawin merupakan syarat sahnya pernikahan. Namun nash tidak
menentukan jumlah mahar yang harus dibayarkan seorang suami terhadap isterinya. Sebab
manusia itu berbedabeda tingkatan kekayaan dan kemiskinannya. Akan tatapi, Ulama sepakat
untuk menyatakan bahwa dianjurkan agar mahar itu disederhanakan, agar tidak mempersulit
orang yang menginginkan kawin.
Di dalam kesempatan ini, penulis ingin mengemukakan tentang kajian terhadap pemberian
mahar yang tinggi pada masyarakat adat Bugis yang terjadi di masyarakat Kecamatan Sebatik
Kabupaten Nunukan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Adapun permasalahan yang ingin penulis kaji secara mendalam kaitannya dengan apa dampak
yang ditimbulkan terhadap praktek pemberian mahar perkawinan pada masyarakat Adat Bugis di
Kecamatan Sebatik serta bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap mahar yang tinggi pada
masyarakat Adat Bugis di Kecamatan Sebatik.
Dalam penelitian ini yang dijadikan subyek sasaran penelitian adalah anggota masyarakat
Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan yang melakukan perkawinan dengan mahar yang tinggi,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasangan suami isteri di Kecamatan Sebatik
sebanyak 30 orang.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepala KUA Kecamatan Sebatik,
Tokoh Masyarakat dan Kepala Desa setempat sebagai sumber data utama dan bahan pustaka
serta dokumen sebagai sumber data pelengkap.
Adapun teknik pengambilan data, penulis menggunakan metode interview, yaitu wawancara
langsung dengan responden, sehingga penulis dapat menyimpulkan apa yang dinyatakan oleh
responden, yaitu informasi yang digunakan sebagai gambaran yang jelas, lengkap, dan sistematis
mengenai fakta yang ada dilapangan.
Secara umum dapat digambarkan bahwa Kecamatan Sebatik terletak di daerah perbatasan antara
Negara Malaysia dan Indonesia yang mempunyai tingkat perekonomian yang relatif menengah.
Dan sebagian besar masyarakatnya masih dalam taraf berpendidikan rendah serta pemahaman
agama yang kurang. Hal ini yang menyebabkan masyarakat cenderung untuk mempraktekkan
mahar perkawinan tinggi. Selain tingkat pemahaman terhadap agama yang kurang, faktor lain
yang mendukung terjadinya praktek pemberian mahar yang cenderung tinggi adalah karena
budaya mengadakan walimahan secara besarbesaran, yang cenderung menjauhi sunah
Rasulullah.
Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian mahar yang tinggi pada
masyarakat Adat Bugis menimbulkan dampak positif, karena mendorong pemuda untuk bekerja
lebih giat agar dapat memberi mahar yang tinggi. Dan mempunyai dampak negatif terhadap
masyarakat Adat Bugis terutama kepada para pemudanya, Karena sering perkawinan tidak jadi
karena tidak ditemukan kesepakatan tentang jumlah mahar yang harus diberikan pihak calon
pengantin lakilaki kepada pihak calon pengantin perempuan.
Meskipun kesimpulan ini sifatnya sementara, namun penulis menganggap bahwa hal ini penting
untuk diperhatikan dan akhirnya penulis menyarankan dipandang perlu bagi masyarakat
khususnya bagi orang yang mau melaksanakan perkawinan untuk mempelajari lebih mendalam
tentang mahar yang dicontohkan Rasulullah saw.