1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah suatu hal yang pasti dilakukan oleh setiap manusia. Menurut Beebe, Beebe, Redmond 2011, komunikasi antar
manusia adalah hal yang paling mendasar dari keberadaan manusia. Terlebih lagi, komunikasi antar pribadi sangat penting bagi kebahagiaan
hidup individu Supratiknya, 2009. Johnson, dalam Supratiknya, 2009 menyebutkan beberapa peranan komunikasi antar pribadi yakni membantu
perkembangan intelektual dan sosial seseorang, memberikan identitas, memahami realitas di sekitar manusia, dan menentukan kesehatan mental
seseorang. Komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal sendiri
mempunyai pengertian sebagai komunikasi dua arah antara dua orang atau lebih secara tatap muka maupun melalui media, di mana di dalam
komunikasi tersebut terjadi pertukaran informasi dan bersifat personal dan intim Beebe, Beebe, Redmond, 2009; Giffin Patton, 1976; Baxter
Braithwaite, 2008; DeVito, 1986; Effendy,1989; Griffin,2003. Komunikasi interpersonal juga merupakan komunikasi yang menyentuh seluruh aspek
dalam kehidupan manusia. Sehingga menimbulkan hasrat pada manusia
2
untuk dapat mengembangkan kualitas hubungan interpersonal dengan orang lain.
Komunikasi interpersonal dikatakan efektif apabila terdapat kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin
disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkan Johnson, 1981. Berdasarkan
definisi tersebut, maka komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan
oleh pengirim Supratiknya, 2009. Apabila seseorang tidak mampu memahami pesan yang diterimanya, berarti komunikasi tersebut gagal dan
tidak efektif. Komunikasi interpersonal dilakukan oleh setiap manusia, termasuk
remaja. Menurut Yusuf 2004, pada masa remaja, berkembang “
social
cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, yang mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab.
Sehingga, pada masa ini, remaja sedang memasuki periode dalam mengembangkan relasi interpersonal.
Remaja Tunarungu pun sebenarnya tidak berbeda dengan remaja pada umumnya dalam hal kebutuhan membangun relasi dan berkomunikasi.
Kondisi yang membuat mereka berbeda adalah kemampuan bahasa mereka yang terbatas karena mereka tidak dapat mendengar. Hal ini menyebabkan
remaja Tunarungu memiliki tantangan yang sulit dalam mengembangkan
3
komunikasi interpersonal karena kesulitan mereka dalam berbicara secara normal Akamatsu Musselman, 1999.
Remaja yang mengalami kesulitan pendengaran atau Tunarungu akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan yang sering
dihadapi antara lain kesulitan untuk berpartisipasi di lingkungan dan membangun hubungan dengan orang lain Poe, 2006. Hal tersebut juga
ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Israelite, Ower, dan Goldstein 2002, bahwa remaja yang mengalami kesulitan mendengar
seringkali merasa terasing dalam kelompok remaja normal lainnya. Remaja Tunarungu seringkali harus mencari tahu agar mereka bisa diterima
layaknya remaja normal. Hambatan
yang dihadapi oleh remaja Tunarungu adalah ketidakmampuan auditori yang membuat mereka tidak bisa mengakses
kemampuan bahasa dengan baik Akamatasu Musselman, 1999. Ketidakmampuan siswa Tunarungu untuk berkomunikasi secara normal
dengan orang yang tidak memiliki kesulitan pendengaran membuat mereka merasa asing dan tidak dianggap. Remaja Tunarungu sulit untuk mengikuti
pembicaraan orang lain dan lebih memilih untuk menjauh dari interaksi sosial dengan orang-orang yang tidak mengalami kesulitan pendengaran
Olivia, 2004. Perkembangan sosial dan kepribadian seorang remaja Tunarungu juga sangat bergantung pada kemampuan komunikasi. Hal ini
membuat remaja Tunarungu menjadi sulit untuk menemukan orang yang dapat berkomunikasi dengan mereka. Hallahan, Kauffman, dan Pullen
4
2009 mengemukakan sebuah hasil penelitian oleh Cambra 1996; Charlson, Strong, Gold 1992 yang menunjukkan bahwa remaja
Tunarungu lebih berpotensi untuk merasa kesepian. Menurut Stinson Whitmire, dalam Hallahan, Kauffman, dan
Pullen, 2009, interaksi di antara remaja Tunarungu dengan remaja yang memiliki pendengaran yang normal hanya terjadi sangat sedikit. Hal ini
disebabkan oleh adanya perasaan lebih nyaman dan aman secara emosional apabila remaja Tunarungu memiliki teman yang juga tidak mampu
mendengar untuk berkomunikasi. Keadaan ini tentunya tidak akan selamanya memungkinkan, karena remaja Tunarungu mau tidak mau harus
berhadapan dengan banyak orang lain yang mampu mendengar dengan normal.
Berdasarkan berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja Tunarungu tersebut, maka remaja Tunarungu tidak dapat menjalin komunikasi
interpersonal yang efektif. Hal tersebut dikarenakan, remaja Tunarungu harus mampu untuk mengintepretasikan dan memahami pesan yang
diterimanya, padahal dengan ketidakmampuan mereka dalam mendengar, mereka tidak mampu menerima pesan secara akurat. Di samping itu, pesan
yang ingin mereka sampaikan ke orang lain juga sulit untuk dikirimkan karena
ketidakmampuan mereka
dalam berbicara.
Akibat dari
ketidakmampuan mereka ini, orang lain pun akan mengalami kesulitan dalam memahami pesan yang disampaikan, sehingga komunikasi
interpersonal yang efektif tidak dapat terbentuk.
5
Dewasa ini, remaja Tunarungu dapat berkomunikasi dengan sesama remaja Tunarungu maupun orang yang mendengar dengan berkomunikasi
secara
online
menggunakan internet
.
Hal ini membuat hubungan komunikasi interpersonal mereka pada akhirnya mulai bergeser pada
penggunaan jejaring sosial yang pada saat ini sedang menjadi
trend
. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, subjek penelitian
merasa bahwa penggunaan jejaring sosial di internet dirasa lebih memudahkan penggunanya untuk selalu mengikuti perkembangan dan
berhubungan dengan teman mereka serta menjalin relasi dengan teman- teman baru. Beberapa jejaring sosial yang sering digunakan oleh subjek
penelitian dalam berkomunikasi dikeseharian antara lain seperti
Facebook, Twitter,
dan
Tumblr
. Boyd Ellison 2008 mengemukakan bahwa jejaring sosial adalah
pelayanan yang didasari oleh
web
yang mengijinkan seseorang untuk mengkonstruksi sebuah profil publik atau semi-publik dengan sistem yang
terbatas, menyambungkan sebuah daftar dari pengguna lain dengan siapa mereka berbagi koneksi, dan melihat dan melintasi daftar koneksi pengguna
lain di dalam sebuah sistem. Remaja Tunarungu pun menjadi salah satu pengguna dari jejaring
sosial
online
bagi orang-orang dengan kebutuhan khusus Lecky-Thompson, 2009. Mereka berasal dari berbagai penjuru dunia dan berkumpul bersama
di berbagai komunitas jejaring sosial untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan, di mana mereka diharuskan untuk lebih mandiri dalam
6
memperkaya diri mereka sendiri dengan berbagai macam informasi. Pengguna dapat mengambil berbagai macam pengetahuan yang terdapat di
internet dan saling bertukar informasi antar pengguna mengenai ke- Tunarunguan.
Cara seperti ini yang membantu mereka dalam menggali berbagai macam informasi baru tanpa tuntunan dari orang lain.
Penggunaan media komunikasi dengan internet dan berbagai aplikasi di dalamnya membuat setiap orang dapat terkoneksi dengan sangat cepat
Beebe, Beebe, Redmond, 2011. Antar pengguna jejaring sosial pun dapat dengan mudah bertukar informasi dan berita dengan cara yang lebih
mudah, sehingga banyak sekali informasi yang bisa didapat dalam suatu waktu.
Kebanyakan media pada saat ini bahkan selalu dikaitkan dengan internet atau dunia
on line
. Brucks, Mehnert, Prommer dan Rader 2008 menyebutkan bahwa internet saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari. Seringkali apa yang dituliskan atau unggah di internet adalah hal yang sama dengan apa yang dilakukan di dunia nyata.
Contohnya, hal yang biasa dituliskan oleh pengguna jejaring sosial dalam media sosial mereka, adalah hal-hal yang sedang mereka lakukan ataupun
mereka rasakan. Hal tersebut dapat membantu seorang remaja Tunarungu untuk dapat berkomunikasi secara efektif karena remaja Tunarungu dapat
merasakan keterbukaan di dalam menggunakan jejaring sosial. Selain itu, dengan saling mengomentari tulisan yang diunggah di jejaring sosial,
7
remaja Tunarungu pun dapat merasakan empati yang merupakan salah satu dasar dari terbangunnya komunikasi interpersonal yang efektif.
Keberadaan seseorang di jejaring sosial menimbulkan adanya
social presence
, yakni suatu perasaan bahwa individu telah melakukan sesuatu dan berpikir sama seperti ia telah terlibat dalam suatu hal secara langsung. Hal
tersebut seringkali membuat individu merasakan hubungan
hyperpersonal
yang merupakan suatu hubungan yang didasari media komunikasi elektronik yang dirasa lebih intim dibandingkan hubungan
face-to-face
Beebe, Beebe, Redmond, 2011. Di sisi lain, banyak pengguna
Facebook
, yang menderita Tunarungu ternyata tidak
segan menuliskan kata „Deaf’ atau „Tunarungu‟ dalam nama akun mereka, sebagai sebuah identitas mereka akan dirinya. Seperti yang
dikatakan oleh Bekhuis, dalam Wheeldon 2010, pengalaman dalam dunia maya dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan sosial dan
diskriminasi yang disebabkan oleh adanya persepsi akan usia, ketidakmampuan, ras, jenis kelamin, dan budaya. Keterbukaan remaja
Tunarungu dalam mengungkapkan diri mereka atau identitas mereka dalam jejaring sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang
efektif dalam segi kesetaraan, dukungan, dan kepositifan. Remaja Tunarungu merasa adanya dukungan terhadap perbuatan mereka dalam
menunjukkan kekurangan mereka yang tidak mereka anggap sebagai hal negatif. Selain itu, dengan berani mengungkapkan identitas diri mereka,
8
remaja Tunarungu merasa bahwa dirinya setara dengan orang lain yang menggunakan jejaring sosial.
Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan berbagai keuntungan yang ditawarkan oleh jejaring sosial dan bagaimana jejaring sosial tersebut
mampu memudahkan remaja Tunarungu dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif, terdapat sebuah pertanyaan penelitian yang ingin
dicari di dalam penelitian ini, yakni apakah terdapat hubungan antara penggunaan jejaring sosial dengan efektivitas komunikasi interpersonal
remaja Tunarungu.
B. Rumusan Masalah