THE ROLE OF FAMILY COMMUNICATION IN TAKING JOB DECISION OF CHINESE ETHNIC CHILDREN (Study in Chinese Families in Kampung Sawah, Bandarlampung)

(1)

ABSTRACT

THE ROLE OF FAMILY COMMUNICATION IN TAKING JOB DECISION OF CHINESE ETHNIC CHILDREN

(Study in Chinese Families in Kampung Sawah, Bandarlampung) By:

Andy Putra

Chinese ethnic is one of many ethnics that recognized by Indonesian government. But in New Order Era the freedom of Chinese society was taken and they accepted unfair treatment in every area of the governmental and social lives. As result, many Chinese people chose Trader as their profession, where this job has been becoming an inheritance to their next generation until now. Meanwhile the Chinese youth have their own thinking to decide their future, moreover profession. Family communication is needed to help them decide their job choice. The purpose of this research was to find out the role of family communication in the taking job decision of Chinese ethnic children.

This is a qualitative research, where it was meant to understand the phenomenon that was experienced by subjects. In analyzing the data, qualitative method has gained both written and recorded descriptive information. The informants were taken from 3 Chinese families as the subject of this research.

The result of this research shows that Chinese people used to choose trader as their professions because the unfair treatment during New Order Era. However the present generation is more open minded to decide their profession. The communication between parents and children were two-ways communication. As last, I conclude that the old and young generation in informants’ families had positive attitude, open, empathy, and supported each other when they discuss children’s profession choices. The main factors that affected the decision were personal goals, educational background, friends, educational concentration, and hobby.

Keywords:


(2)

ABSTRAK

PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROFESI ANAK ETNIS TIONGHOA

(Studi Pada Masyarakat Tionghoa di Kampung Sawah, Bandarlampung)

Oleh: Andy Putra

Salah satu etnis suku bangsa yang diakui oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. Namun di era Orde Baru kebebasan kehidupan masyarakat Tionghoa mulai terenggut dan diperlakukan dengan tidak adil di setiap bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya masyarakat Tionghoa memilih profesi sebagai pedagang dan turun temurun sampai sekarang. Generasi muda Tionghoa saat ini memiliki pemikiran sendiri untuk mengambil keputusan tentang masa depannya terutama di profesi. Komunikasi keluarga diperlukan untuk membantu mengambil keputusan tentang profesi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan profesi anak pada etnis Tionghoa.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif sebagai acuan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dalam analisis, metode penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati. Subyek penelitian terdiri dari 3 keluarga Tionghoa sebagai informan.

Hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Tionghoa memilih profesi berdagang karena perlakuan tidak adil pada masa Orde baru. Tetapi generasi muda Tionghoa saat ini lebih memiliki keterbukaan pemikiran untuk mengambil keputusan untuk menentukan profesi mereka sendiri. Komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan anak bersifat dua arah dalam menentukan profesi anak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah generasi tua dan muda pada keluarga informan memiliki sikap positif, terbuka, empati dan saling mendukung dalam membicarakan profesi anak dari masing-masing keluarga informan. Faktor yang banyak menentukan anak masyarakat Tionghoa mengambil keputusan untuk profesi mereka dari hasil wawancara adalah cita-cita, lingkungan pendidikan, teman, bidang studi yang diambil, dan hobi.

Kata kunci:


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya akan kebudayaan. Salah satu etnis suku bangsa yang diakui oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.1

Mengenai istilah Tionghoa di Indonesia, penduduk Tionghoa Indonesia khususnya generasi tua lebih suka disebut orang Tionghoa ketimbang orang Cina, karena istilah Cina atau Cino dalam bahasa Jawa masih mengandung

1 Dr. Irawan. Indonesia Media. Cina atau Tionghoa. 18 januari 2010.


(4)

makna merendahkan. Di masa lalu istilah ini menyiratkan penghinaan bagi orang Tionghoa (Dawis, 2012:81).

Tidak dapat dipungkiri lagi keberadaan masyarakat Tionghoa di Indonesia membawa peranan yang penting bagi kemajuan perkembangan Indonesia baik dalam bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi. Seperti dalam catatan-catatan sejarah kemerdekaan Indonesia, suku Tionghoa juga memberikan pengaruh dengan keterlibatannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jadi masyarakat Tionghoa saat itu memiliki pengaruh yang amat besar dalam bidang politik seperti Lie Eng Hok seorang perintis kemerdekaan, Kwee Thiam Hong yang terlibat dalam peristiwa sumpah pemuda, dan ada juga Liem Koen Hien pendiri Partai Tionghoa Indonesia (Jahja, 2002: 3, 43, 49).

Selain di bidang politik Masyarakat Tionghoa juga memiliki pengaruh penting dalam bidang pendidikan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah Drs. Yap Tjwan Bing yang merupakan salah satu penandatangan naskah UUD 1945. Pada tahun 1932, Om Yap berangkat ke Negeri Belanda untuk menuntut ilmu dalam bidang farmasi dan menyelesaikan studinya. Setelah Om Yap kembali ke Indonesia, beliau juga ikut mendirikan Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada bersama rektor UGM ketika itu, Prof. Dr. Sardjiti (Effendy, 1988:97, 99).

Namun di era Orde Baru kebebasan kehidupan masyarakat Tionghoa mulai terenggut. Dalam bidang budaya, pemerintah Orde Baru rupanya ingin mengikis habis kebudayaan Tionghoa dengan tidak mengizinkan orang mengamalkan tradisi dan adat istiadatnya secara publik, misalnya tidak boleh


(5)

mrayakan Imlek dan Cap Gome, tidak boleh main barongsai, belajar bahasa Tionghoa tidak diperbolehkan, koran dan publikasi bahasa Tionghoa tidak diizinkan, hanya sebuah koran setengah Tionghoa yang diasuh oleh masyarakat militer yang diizinkan terbit, dan koran ini dikenal kalangan masyarakat Tionghoa sebagai koran iklan (Suryadinata, 2004:16).

Selain itu menurut Suryadinata (2004:16-17), pada saat itu peraturan diskriminatif terus dijalankan sehingga minoritas Tionghoa merasa dirinya berbeda dengan kelompok pribumi. Misalnya nomor KTP etnis Tionghoa dibedakan, jumlah Tionghoa yang boleh masuk universitas dibatasi, dll. Selain itu pemerintah orde baru tidak menizinkan orang Tionghoa masuk ke dunia politik atau pemerintahan.

Semua diskriminasi yang terjadi membuat suku Tionghoa mulai mengundurkan diri dari bidang-bidang politik dan kebudayaan sehingga mereka hanya berani memilih pekerjaan sebagai pengusaha atau pedagang. Dengan usaha yang keras banyak pengusaha dan pedagang Tionghoa mendapat kesuksesan dalam bidang ini sampai sekarang. Selain itu, orang Tionghoa di Indonesia sekarang dianggap sebagai satu kelompok yang kuat karena telah mendominasi di bidang perdagangan (Suryadinata 2002:119). Kemudian Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Kebebasan yang telah direnggut dari masyarakat Tionghoa perlahan-lahan mulai dikembalikan kembali. Masyarakat Tionghoa kini sudah memiliki kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia dan untuk menjalakan tradis-tradisi yang ada pada masyarakat Tionghoa.


(6)

Namun kehidupan yang penuh diskriminatif di masa Orde baru tentu saja menjadikan doktrin tersendiri bagi pola pikir generasi tua masyarakat Tionghoa dalam hal pemilihan profesi. Mereka yang selama ini sudah meraih kesuksesan di dalam kehidupan berdagang memiliki pandangan positif terhadap pekerjaan seorang pedagang dan hal ini membuat mereka untuk tidak lagi kembali masuk ke dalam dunia politik dan bidang-bidang lain di luar perdagangan.

Seperti yang tercantum dalam sebuah artikel di media online Tempo.com, tindakan diskriminasi yang dilakukan pemerintah Indonesia di masa lalu menyebabkan munculnya trauma besar bagi etnis Tionghoa di negeri ini. Trauma itu kemudian mengakibatkan ketakutan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang terus berkepanjangan. Akibatnya saat ini masyarakat Tinghoa kurang tertarik untuk ikut serta dalam kancah politik.2 Karena adanya trauma seperti itu, masyarakat Tionghoa generasi tua pasti lebih cenderung mengarahkan anaknya untuk mengikuti jejak orangtua demi kebaikan dan kesuksesan anaknya.

Tetapi bila kita lihat di masa sekarang masyarakat Tionghoa generasi muda sudah mulai membuka dirinya dan juga memiliki keinginan untuk menekuni profesi-profesi lain di luar bidang perdagangan.

Di dalam kasus trauma dan doktrin pola pikir masyarakat generasi tua Tionghoa dan juga kehidupan di era globalisasi masyarakat Tionghoa

2 Tempo.co, Kenapa Etnis Cina di Indonesia Masih Trauma, 21 Januari 2012,

http://www.tempo.co/read/news/2012/01/21/078378818/Kenapa-Etnis-Cina-di-Indonesia-Masih-Trauma. 14 Mei 2012


(7)

generasi muda, memungkinkan terjadinya suatu perbedaan pendapat mengenai pandangan mereka dalam menilai sebuah profesi. Generasi tua yang sudah terbiasa hidup berdagang dan tidak pernah mau ikut campur lagi dalam masalah politik ataupun bidang-bidang lain di luar dunia dagang memungkinkan mereka untuk selalu berpendapat bahwa profesi di luar bidang perdagangan adalah profesi yang kurang baik bagi anak-anak mereka karena mereka takut kejadian pelarangan masyarakat Tionghoa untuk hidup dalam kebebasan menentukan profesi lain di luar dunia perdagangan yang terjadi di orde baru terulang kembali dan mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka. Apalagi jika usaha perdagangan mereka sukses dan maju menambah kemungkinan mereka menginginkan anak-anak mereka mengikuti jejak kesuksesan mereka daripada melihat anaknya susah payah mencari kesuksesan di bidang lain yang belum tentu dapat berhasil.

Namun generasi muda di era reformasi seperti sekarang mungkin juga memiliki keinginannya sendiri dalam menenutkan pofesi mereka apakah mereka ingin mengikuti jejak usaha orangtuanya sebagai pengusaha dagang atau mereka ada cita-cita lain di luar dunia usaha dagang karena jika seseorang sudah memasuki masa pubertas urang lebih dari usia 12-14 tahun, mereka akan mengalami perkembangan fisik dan intelektual yang sangat cepat dimana pada masa itu juga seseorang akan mulai dapat berpikir dan menimbang mana yang baik dan yang buruk untuk menentukan sebuah keputusan (Hurlock 1980:17), termasuk dalam membuat sebuah keputusan mengenai pekerjaan atau profesi yang akan mereka jalankan kelak.


(8)

Perbedaan pola pikir kedua generasi masyarakat Tionghoa dalam menentukan profesi ini menjadikan sebuah bentuk komunikasi keluarga sangat penting dalam proses pengambilan keputusan penentuan profesi seorang anak. Dengan adanya bentuk komunikasi keluarga ini para orangtua maupun anak dapat memberikan masukan dan pendapatnya

Proses awal penelitian ini dilakukan penulis dengan melakukan pra riset pada tanggal 10 September 2011, yaitu dengan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber. Penulis menanyakan bagaimanakah pandangan masyarakat tentang profesi masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia. Dan hampir seluruh narasumber mengatakan bahwa yang mereka tahu masyarakat Tionghoa di Indonesia lebih dominan bekerja sebagai pedagang.

Pada penelitian ini, peneliti memilih melakukan penelitian pada para orangtua dan anak di dalam keluarga batih etnis Tionghoa yang berada di Kelurahan Sawah Brebes, Bandarlampung. Kelurahan Sawah Brebes merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Timur, Kota Bandarlampung. Kelurahan ini terdiri dari 2 lingkungan dan 11 Rukun Tetangga.

Alasan utama pemilihan Kampung Sawah Brebes sebagai tempat penelitian penulis karena di Kelurahan Sawah Brebes terdapat beberapa keluarga etnis Tionghoa yang memilih pekerjaan di dalam bidang perdagangan dan juga bidang perdagangan yang ada di Kampung Sawah Brebes lebih variatif, seperti pedagang warung kelontongan, pedagang kue, pedagang mie, dll, yang membuat lokasi ini lebih menarik diteliti dibandingkan dengan lokasi lain.


(9)

Selain itu, penulis memiliki poin kedekatan (proximity). Kedekatan jarak dapat memungkinkan penulis untuk lebih mudah mendapatkan informasi, karena penulis kenal secara langsung dengan objek penelitian yang akan menjadi narasumber untuk penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “bagaimanakah peranan komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan profesi anak pada etnis Tionghoa?” C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan komunikasi keluarga dalam pengambilan keputusan profesi anak pada etnis Tionghoa. D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dalam penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi bidang ilmu komunikasi khususnya ilmu sosial pada umumnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam keluarga dalam budaya masyarakat Tionghoa.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran penulis untuk keluarga dalam mengambil keputusan untuk langkah pengambilan profesi bagi anak melalui komunikasi yang efektif dan berkesinambungan antara anggota keluarga


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penulis melakukan penelitian yang berjudul : “Peranan Komunikasi Keluarga Dalam Penentuan Profesi Anak (Studi pada masyarakat Tionghoa di Kampung Sawah – Bandarlampung).” Sebagai bahan pertimbangan maka penulis mencantumkan referensi dalam penulisan skripsi, yaitu :

Pada Skripsi Risqi Febri Mutia (2006) yang berjudul Pengaruh Komunikasi Keluarga Terhadap Pengambilan Keputusan Pendidikan anak (Studi Pada Keluarga Batih di Kavling B Jalan Abdul Kadir RT 14 Kelurahan Raja Basa, Bandarlampung)

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa :

1. Komunikasi keluarga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pendidikan anak dengan nilai pengaruh 43,3%

2. Diketahui terdapat sisa peranan sebesar 56.7% yang berarti bahwa pengambilan keputusan pendidikan anak tidak hanya dipengaruhi oleh komunikasi keluarga saja, tetapi ada juga pengaruh dari variabel lain seperti riwayat pendidikan keluarga, faktor ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal. 3. Dalam variabel komunikasi keluarga terdapat 5 indikator yang digunakan


(11)

dan sikap positif. Dari 5 indikator tersebut ada 2 indikator yang kurang maksimal yaitu indikator sikap mendukung, banyak responden yang menjawab ragu-ragu dalam mengubah pendapat apabila anggota keluarga lain memiliki pendapat lebih benar yaitu dengan jumlah 36 (40,9%) responden dan indikator sikap positif, banyak responden yang menjawab ragu-ragu dalam memuji anggota keluarga lain dengan jumlah 45 (51,1%). Sedangkan dalam mengambil keputusan, setiap anggota keluarga diperlukan kesediaannya untuk menerima pendapat anggota keluarga lain bila memang pendapat tersebut benar dan sikap memuji terkadang diperlukan juga agar lawan bicara merasa lebih dihargai pendapatnya.

Penelitian terdahulu ini memiliki bahasan yang kurang lebih sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Perbedaannya terdapat pada metode penelitian yang digunakan. Jika penelitian yang terdahulu menggunakan metode kuantitatif, pada penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Selain itu terdapat perbedaan juga pada objek penelitian, dimana penulis meneliti peranan pengambilan keputusan profesi anak. Sedangkan penelitian terdahulu meneliti pengaruh komunikasi keluarga terhadap pengambilan keputusan pendidikan anak.

B. Tinjauan Tentang Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Suharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan masa pemerintahan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.


(12)

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan kembali Indonesia menjadi salah satu anggota PBB agar kembali diakui oleh dunia. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut Lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.


(13)

Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. Namun dengan masukan-masukan dan nasihat-nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah. Eksploitasi sumber daya selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Selama Orde Baru, Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan


(14)

bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.

Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.

Konflik perpecahan pasca Orde Baru di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media cetak dan juga media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Selain itu, salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk terus mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa adalah dengan meningkatkan program transmigrasi pemerintah dari daerah yang padat penduduknya seperti daerah Pulau Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi


(15)

terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.

Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.

C. Tinjauan Tentang Peranan

Dalam buku karangan Soekamto (1989:220) definisi peranan adalah suatu aspek yang dinamis dari kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Menurut Susanto dalam Soekamto (1989:94) peranan adalah dinamisasi dari status ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:854) peranan adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki orang yang berkedudukan di masyarakat, tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa.

Dengan demikian dapat ditarik kesmpulan bahwa peranan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya menyangkut status seseorang/sekelompok orang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya atau posisinya dalam suatu komunitas. Apabila ditinjau dari sudut kelembagaan dapat disimpulkan pula bahwa peranan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya


(16)

mencakup hak-hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh sekelompok orang yang memiliki suatu posisi dalam suatu lembaga.

Dengan sedikit penyempitan makna, peranan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pelaksanaan hak-hak dan kewajiban keluarga terutama orangtua dalam pengambilan keputusan anak untuk menentukan profesi.

D. Tinjauan Tentang Komunikasi Keluarga 1. Pengertian Komunikasi

Mulyana (2001:41-42), secara etimologis, kata komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin yaitu communis yang berarti ‘sama’; communico, comunicatio, atau communicare yang berarti ‘membuat sama’ (to make common). Istilah Communis- berasal dari bahasa latin- adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, merujuk pada suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Kata lain yang juga dekat dengan komunikasi menurut Ralph Ross dalam Mulyana (2001:42), adalah komunitas (community), yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, saling berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak ada komunitas. Dalam komunitas berbagi atau berbagai bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama dan bahasa, yang setiap bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunitas tersebut.


(17)

Selanjutnya menurut Mulyana (2001:98), komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang telah dipahami semua orang, tetapi tidak semua dapat memahami maknanya. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai saling bicara satu sama lain; penyebaran informasi; bersenda gurau; penggunaan fasilitas internet; gaya berpakaian; gaya rambut yang dipilih; dan daftar definisi tersebut mash dapat diteruskan tanpa ada batasnya. Karena segala aspek kehidupan manusia dapat merupakan bentuk komunikasi. Setiap prilaku manusia mempunyai potensi komunikasi dan untuk ditafsirkan. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang tidak dapat tidak berkomunikasi.

Ketika terjadi komunikasi, pada dasarnya adalah suatu usaha untuk menegakkan “kebersamaan” dengan pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.

Pada setiap peristiwa komunikasi selalu harus ada setidak-tidaknya tiga unsur yang memungkinkan berlangsungnya suatu proses komunikasi, yaitu: sumber (source), pesan (message), dan penerima (destination). Sumber, yang juga disebut sebagai komunikator atau sender atau pengirim, merupakan pihak yang memulai atau memprakarsai suatu komunikasi dan ia bisa berupa orang perorangan ataupun suatu organisasi komunikasi yang terdiri dari beberapa banyak orang. Sedangkan pesan (disebut juga content) merupakan sesuatu informasi / pengetahuan / ide / maksud hati, dan sebagainya, yang disampaikan melalui proses komunikasi dimaksud. Penerima yang juga disebut komunikan atau audience (khalayak) merupakan pihak yang dituju dalam proses komunikasi tersebut, atau yang disebutkan sebagai penerima


(18)

informasi atau apapun yang disampaikan melalui komunikasi yang dilakukan oleh sumber.

Definisi yang dikemukakan oleh Carl I. Hovland dalam Effendy (2001:13), bahwa komunikasi adalah suatu proses melalui di mana seseorang menyampaikan stimulus (dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku yang lain, dengan perubahan itu akan diperoleh persamaan persepsi dan tujuan. Komunikasi dalam hal ini merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang pada orang lain dengan menggunaka lambang yang bermakna sama bagi kedua pihak.

Selanjutnya menurut Usnadibrata (2001 : 72), dalam kehidupan sehari-hari terdapat sejumlah lambang yang dipergunakan orang untuk berkomunikasi, melalui dua cara yaitu :

a. Komunikasi Verbal, bahasa yang merupakan lambang karena mempunyai kemampuan menyatakan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain mengenai hal yang nyata maupun abstrak

b. Komunikasi nonverbal, gambar dan warna, yaitu suatu cara berkomunikasi dengan melakukan gerak, menggunakan gambar, atau menggunakan isyarat

2. Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Effendy (1996:16-19), komponen-komponen komunikasi meliputi: a. Sumber / Komunikator, yaitu pembuat atau pengirim informasi. Dalam

komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok, misalnya partai, organisasi atau lembaga.


(19)

b. Pesan / Message, sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penmerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.

c. Media / Saluran, ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi. Selain itu ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi. Sedangkan media dalam komunikasi massa dapat dibagi menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik.

d. Penerima / Komunikan, adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara.

e. Umpan balik (feedback), arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi. Umpan balik dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pesan yang telah disampaikan.

3. Tipe Komunikasi

Banyak para ahli komunikasi memiliki pandangan berbeda dalam membagi tipe-tipe komunikasi. Dan berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dismpulkan bahwa komunikasi dibagi menjadi empat tipe yaitu:

a. Komunikasi Dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication), adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi denga diri sendiri. Terjadinya proses


(20)

komunikasi di sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap suatu obyek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya.

b. Komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication), adalah proses komunikasi yang berlagsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.

c. Komunikasi Kelompok (group communication) , adalah komunikasi yang berlangsung antara seseorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang.

d. Komunikasi Massa (mass communication), adalah proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi. Surat kabar, da film.

4. Pengertian Keluarga

Tak dapat dipungkiri, hubungan yang menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah hubungan dalam keluarga: keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus.

Sebenarnya apakah yang dimaksudkan dengan istilah keluarga? Definisi hukum dari keluarga adalah “sekelompok orang yang terikat oleh darah, perkawinan, atau adopsi.” Namun dalam sebuah survei nasional yang melibatkan 1.200 orang dewasa yang dipilih secara acak, hanya 22 persen yang merasa puas dengan definisi itu. Hampir 75 persen menyukai definisi “sekelompok orang yang saling mencintai dan saling mempedulikan” (Seligman, 1990:38).


(21)

Salah satu pengertian keluarga yang luas dan berguna adalah : “jaringan orang-orang yang berbagi kehidupan mereka dalam jangka waktu yang lama; yang terikat oleh perkawinan, darah, atau komitmen, legal atau tidak; yang menganggap diri mereka sebagai keluarga; dan yang berbagi pengharapan-pengharapan masa dengan mengenai hubungan yang berkaitan” (Galvin dan Brommel, 1991: 3).

5. Fungsi Keluarga

Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Fungsi keluarga menurut Wahyu dan Handi Suhendi (2001:44-52), adalah:

a. Fungsi Biologis

Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami-istri. Kelangsungan sebuah keluarga banyak ditentukan oleh keberhasilan. Dalam menjalani fungsi biologis ini, apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga biasanya berujung pada perceraian.

b. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak denga memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, dan cita-cita dam dilai yang dianut oleh masyarakat serta


(22)

mempelajari peranan diharapkan akan dijalankan mereka. Dengan demikian sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap anak.

c. Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan kasih sayang atau rasa dicinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional perilaku dan bahkan kesehatan fisik ketiadaan cinta yakni tidak adanya kehangatan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. Banyak fakta menunjukan bahwa kebutuhan persahabatan dan keintiman perlu bagi anak.

d. Fungsi Edukatif

Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik manusia. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak. Mulai ia belajar berjalan hingga mampu berlari semuanya diajari oleh keluarga

e. Fungsi Religius

Fungsi keagamaan mendorong dikembangkanya keluarga dan seluruh anggotanya menjadi insan-insan yang penuh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

f. Fungsi Protektif

Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar keluarga terhindar dari hal-hal negatif. Keluarga memberi perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis nagi para anggotanya.

g. Fungsi Rekreatif

Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana segar dalam keluarga. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari hiburan.


(23)

h. Fungsi Ekonomis

Pada masa lalu keluarga di Amerika berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga seperti seni membuat kursi, makanan dan pakaian. Kebutuhan tersebut dikerjakan oleh ayah, ibu, dan sanak saudara yang lain untuk menjalakan fungsi ekonomi sehingga mereka mampu mempertahankan hidupnya.

i. Fungsi Penentuan Status

Dalam sebuah keluarga seseorang menerima serangkaian status atau kedudukan adalah suatu peringkat atau kelompok dalam hubunganya dengan kelompok lain, status tidak bisa dipisahkan dari peran prilaku yang diharapkan dari seseorang yang mengharapkan status.

6. Bentuk Keluarga

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki beberapa bentuk. Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk keluarga (Wahyu dan Handi Suhendi, 2001:54-61) berdasarkan :

a. Dilihat dari jumlah anggota keluarganya 1) Keluarga Batih (Nuclear Family)

Keluarga batih ialah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga sendiri. Disebut keluarga konjugal yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya


(24)

2) Keluarga Luas (Extended Family)

Keluarga luas ialah keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-masing istri dan suami. Denga kata lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan. Sebutan keluarga yang diperluas digunakan bagi sistem yang masyarakatnya menginginkan generasi yang hidup dalam satu rumah tangga.

b. Dilihat dari sistem yang digunakan 1) Keluarga Pangkal (Steam Family)

Keluarga Pangkal yaitu jenis keluarga yang menggunakan sistem pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua. Keluarga pangkal ini banyak terdapat di Eropa zaman feodal. Pada masa tersebut, anak-anak yang paling tua bertanggung jawab pada adik-adiknya yang perempuan sampai menikah, begitu juga terhadap anak laki-laki lain. Dengan demikian keluarga ini memusatkan kekayaan pada satu orang.

2) Keluarga Gabungan (Joint Family)

Keluarga gabungan yaitu keluarga yang terdiri dari orang-orang yang berhak atas milik keluarga. Di sini tekanannya pada keluarga laki-laki . Walau saudara laki-laki itu terpisah, mereka menganggap sebagai satu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban bersama.

c. Dilihat dari segi status individu dalam keluarga yaitu keluarga prokreasi dan orientasi. Keluarga prokreasi adalah keluarga yang individunya merupakan orang tua. Keluarga orientasi individunya merupakan dasar bagi terbentuknya suatu keturunan. Ikatan perkawinan merupakan dasar


(25)

bagi terbentuknya suatu keluarga baru. Keluaga prokreasi sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Namun demikian, perkawinan ini tidak dengan sendirinya menjadi sarana bagi penerimaan anggota dalam keluarga asal orientasi

7. Pengertian Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. (Khairudin, 1998: 3).

Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Komunikasi keluarga adalah sebagai suatu simbolis, proses transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga (Galvin dan Brommel : 1991:16).

Dilihat dari pengertian di atas bahwa proses transaksional untuk menciptakan dan membagi mengandung maksud suatu proses untuk mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.


(26)

Jika dilihat dari pengertian komunikasi dan keluarga, dapat terlihat dengan jelas bahwa komunikasi dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

8. Komunikasi Keluarga Sebagai Bentuk Komunikasi Antar Pribadi

Bentuk komunikasi keluarga adalah komunikasi antarpribadi, seperti bentuk prilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Hal ini sangat tergantung dengan kualitas umum yang dipertimbangkan dalam komunikasi antarpribadi. Kualitas umum atau aspek-aspek tersebut adalah keterbukaan (openness), empati (emphaty), sikap mendukung (supportivenes), kesertaraan (equality), dan sikap positif (positiviness) (DeVito, 1997:259). a. Keterbukaan

Keterbukaan adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Kita harus melihat bahwa diri kita dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima orang lain, kalau kita sendiri menolak diri kita (self rejecting), maka pembukaan diri kita akan kita rasakan terlalu riskan. Selain itu demi penerimaan diri kita maka kita harus bersikap tulus, jujur, dan authentic dalam membuka diri. Pada hakekatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. Faktor kedekatan atau proximity bisa menyatakan dua orang yang mempunyai


(27)

hubungan yang erat. Kedekatan antara pribadi mengakibatkan seseorang bisa dan mampu menyatakan pendapat-pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Keterbukaan di sini adalah bersikap terbuka dan jujur mengenai perasaan / pemikiran masing-masing, tanpa adanya rasa takut dan khawatir untuk mengungkapkannya. (Liliweri, 1997:18)

b. Empati

Empati merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik antara orangtua dengan anak akan menjadikan anak merasa dihargai sehingga anak akan merasa bebas mengungkapkan perasaan serta keinginannya. Hal ini dapat dijalakan dengan membuat komunikas dengan keluarga sportif dan penuh kejujuran, setiap pernyataan yang di utarakan realistis, masuk akal, dan tidak dibuat-buat. Selain itu komunikasi di dalam keluarga harus diusahakan jelas dan spesifik, setiap anggota keluarga benar-benar mengenal prilaku masing-masing, dan semua elemen keluarga harus dapat belajar cara tidak menyetujui tanpa ada perdebatan yang destruktif.

c. Sikap Mendukung

Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama anggota keluarga, kita harus menerima diri dan menerima orang lain. Semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan kita terhadap orang lain, maka semakin mudah pula kita melestarikan dan memperdalam hubungan kita dengan orang lain tersebut. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam mendukung komunikasi keluarga, sehubugan komunikasi antar orangtua dengan anak-anak.


(28)

1) Bersedia memberikan kesempatan kepada anggota keluarga yang lain sehingga pihak lain berbicara.

2) Mendengarkan secara aktif apa yang dibicarakan pasangan bicara. 3) Mengajari anak-anak untuk mendengarkan.

4) Menyelesaikan konflik secara dini sehingga terjalin komunikasi yang baik. d. Sikap Positif

Bila kita berfikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kita pun akan menolak orang lain. Hal-hal yang kita sembunyikan tentang diri kita, seringkali adalah juga hal-hal yang tidak kita sukai pada orang lain. Bila kita memahami dan menerima perasaan-perasaan kita, maka biasanya kita pun akan lebih mudah menerima perasaan-perasaan sama yang ditunjukan orang lain.

e. Kesamaan / Kesertaraan

Sebuah komunikasi akan dikatakan sukses kalau komunikasi tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan yakni kesamaan pemahaman. Perselisihan dan perbedaan paham akan menjadi sumber persoalan bila tidak ditagani dengan bijaksana, sehingga memerlukan usaha-usaha komunikatif antara anggota keluarga. Dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan maka pemikiran harus dipusatkan dan ditujukan ke arah pemecahan persoalan, supaya tidak menyimpang dan mencari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan masing-masing. Oleh karena itu sebuah komunikasi harus dilakukan secara konstruktif dan dengan dasar kasih sayang. Keakraban dan kedekatan antara orangtua dengan anak-anaknya membuat komunikasi


(29)

dapat berjalan secara efektif dalam meletakkan dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat. Kemampuan orangtua dalam melakukan komunikas akan efektif karena orangtua dapat membaca dunia anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran, dan kebutuhan).

E. Tinjauan Tentang Pengambilan Keputusan

Dee Ann Gullies (1996:98) menjelaskan definisi pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah “sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat” (Brinckloe, 1977 dalam Salusu, 1996:71). Dan sekali keputusan dibuat sesuatu mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorng lahirnya gerakan dari perubahan (Hill et Al, 1979 dalam Salusu, 1996:71). Jadi aturan ini menegaskan bahwa harus ada tindakan yang dibuat kalau sudah tiba saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan, kalau tidak sebenarnya itu bukan keputusan tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik (Drucker, 1967 dalam Salusu, 1996:71).

F. Teori Pengambilan Keputusan

Teori yang digunakan dalam pengambilan keputusan pada penelitian ini adalah menggunakan teori rasional komprehensif. Teori ini dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Charles Lindblom (1965), Ahli Ekonomi dan Matematika yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu sebenarnya tidak berhadapan


(30)

dengan masalah-masalah yang konkrit akan tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang tepat terhadap akar permasalahan (Winarno, 2008 : 79). Teori Rasional Komprehensif:

1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan/ dibedakan dari masalah lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang lebih bermakna bila dibandingkan dengan masalah-masalah lain

2. Tujuan, nilai, sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya

3. Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama.

4. Konsekuensi/Akibat (biaya-biaya dan keuntungan) yang timbul dari setiap alternatif pilihan diteliti

5. Setiap alternatif dan masing – masing akibat yang menyertainya dapat diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lain .Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat – akibatnya yang dapat dimasimalkan tercapai tujuan yang diinginkan

Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan


(31)

Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta dilapangan dengan nilai-nilai yang ada.

G. Tinjauan Tentang Profesi

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Sebuah profesi terdiri dari kelompok orang-orang yang memiliki keahlian khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat berfungsi di dalam masyarakat dengan lebih baik bila dibadingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi (Daryl Koehn, 2000:9).

Ahli profesi di Indonesia seperti dikutip oleh Nyoman Dentes (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002:18) menyusun ciri-ciri utama profesi, antara lain:

1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang krusial


(32)

3. Proses pemilikan keterampilan tersebut berdasarkan penggunaan metode ilmiah

4. Memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, eksplisit, dan sistematis. Penguasaan profesi tersebut memerlukan pendidikan yang khusus.

H. Tinjauan Tentang Anak

Pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahung 1979, tentang kesejahteraan anak, Anak adalah seorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut. Anak adalah potensi serta penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi-generasi sebelumnya.

Menurut Hurlock (1980:14), perkembangan usia manusia dibagi menjadi beberapa tahapan, diantaranya:

1. Masa pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir 2. Masa neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua 3. Masa bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua 4. Masa kanak-kanak awal, umur 2-6 tahun

5. Masa kanak-kanak akhir, umur 6-12 tahun 6. Masa pubertas, umur 12-14 tahun

7. Masa remaja awal, umur 14-17 tahun 8. Masa remaja akhir, umur 17-21 tahun 9. Masa dewasa awal, umur 21-40 tahun 10.Masa Setengah baya, umur 40-60 tahun 11.Masa tua, umur 60 tahun ke atas


(33)

Jadi, jika dapat kaitkan definisi anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 dengan tahapan pembagian usia menurut Hurlock, seorang manusia dikatakan masih berstatus anak pada tahapa usia masa nonatus sampai masa remaja akhir.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan kepada anak di masa remaja awal dan remaja akhir. Anna Frend (dalam Hurlock, 1980:19) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka.

Selain itu menurut Papalia & Olds (2003:26), terdapat beberapa aspek perkembangan di masa remaja. Antara lain:

a. Perkembangan Fisik

Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapastas sensoris, dan keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungs reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan perubahan struktur otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif,

b. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Pada perkembangan masa remaja terjadi kematagan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah


(34)

sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berfikir abstrak.

Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif sebagai tahap operasi formal yang merupakan tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir sevara hipotesis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana dan seorang remaja mampu memeperkirakan konsekuensi, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Pada tahap ini remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan demi kebaikan bagi dirinya sendiri. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu mebuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Yang dimaksud perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi , sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan


(35)

kepribadian remaja yang penting adalah pencarian identitas diri yaitu proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup

I. Tinjauan Tentang Masyarakat Tionghoa di Indonesia 1. Arti Kata Tionghoa

Tionghoa merupakan dialek Hokkien yang memiliki arti bangsa Tengah. Tionghoa merupakan sebutan lain untuk orang-orang dari suku atau ras Tiongkok di Indonesia. Kata ini dalam bahasa Indonesia sering dipakai untuk menggantikan kata "Cina" yang kini memiliki konotasi negatif karena sering digunakan dalam nada merendahkan.3

2. Masuknya Tionghoa ke Indonesia

Di duga orang Tionghoa yang pertama kali berkunjung ke Nusantara adalah Fa-Hian seorang pendeta beragama Budha. Kunjungan berikutnya dilakukan oleh I Tsing antara 671-692 M. Tujuan kedua tokoh ini adalah hanya untuk menyebarkan agama Budha. Baru pada pemerintahan dinasti Song (960-1279 M) terjadi perjalanan komersial, perjalanan dengan tujuan untuk berdagang ke kepulauan nusantara (Porwanto 1990 dalam Markhamah, 2000:3).

3. Perkembangan Etnis Tionghoa di Indonesia

Berikut ini adalah perkembangan Etnis Tionghoa di Indonesia dari masa ke masa4

3 SugiriKusteja. Istilah Tiongkok, Tionghoa, China, Chinese, dan Cina. 05 April 2011.

http://web.budaya-tionghoa.net/home/625-istilah-tiongkok-tionghoa-china-chinese-dan-cina. 12 Mei 2012

4 Kakarisah.Perkembagan Etnis Tionghoa di Indonesia. 9 Maret 2010.

http://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-etnis-tionghoa-di-indonesia-dari-masa-ke-masa/. 11 Mei 2012


(36)

a. Era Kolonial

Belanda membagi masyarakat dalam tiga golongan: pertama, golongan Eropa atau Belanda; kedua timur asing China termasuk India dan Arab; dan ketiga pribumi yang dibagi-bagi lagi dalam suku bangsa hingga muncul Kampung Bali, Ambon, Jawa dan lain-lain. Belanda juga mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa.

Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam “Republik” Lanfong berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian di Batavia tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.


(37)

Secara umum perusahaan Belanda dan pihak swasta asing dominan dalam sektor ekonomi utama, seperti manufacture, perkebunan, industri tekstil dan lain-lainnya. Muncul perubahan peran ekonomi etnis Cina, yang saat itu sedikit demi sedikit memasuki usaha grosir dan ekspor impor yang waktu itu masih didominasi Belanda. Kemudian diikuti oleh tumbuhnya bank-bank swasta kecil yang dimiliki oleh etnis Cina, dan muncul juga dalam industri pertekstilan.

Bidang pelayaran menjadi sektor utama yang secara luas dipegang oleh etnis Cina masa itu, tetapi pada akhirnya mendapat saingan dari perusahaan negara dan swasta pribumi. Pada bidang jasa dan profesipun secara kuantitatif meningkat, tetapi untuk dinas pemerintahan dan angkatan bersenjata, secara kuantitas hampir tidak ada.

b. Masa Orde Lama

Pada jaman orde lama hubungan antara Indonesia dengan Cina sangat erat, sampai-sampai tercipta hubungan politik Poros Jakarta-Peking. Pada waktu itu (PKI). Pada tahun 1946 Konsul Jendral Pem. Nasionalis Tiongkok, Chiang Chia Tung (itu waktu belum ada RRT) dengan Bung Karno datang ke Malang dan menyatakan Tiongkok sebagai salah satu 5 negara besar (one of the big five) berdiri dibelakang Republik Indonesia. Orang Tionghoa mendapat sorakan khalayak ramai sebagai kawan seperjuangan.

Di stadion Solo olahragawan Tony Wen dengan isterinya (bintang film Tionghoa) menyeruhkan untuk membentuk barisan berani mati


(38)

(cibaku-tai, kamikaze) melawan Belanda dan sesuai contoh batalyon Nisei generasi ke II Jepang di USA yang ikut dalam perang dunia ke II, di Malang ingin didirikan batalyon Tionghoa berdampingan dengan lain-lain kesatuan bersenjata seperti Laskar Rakyat, Pesindo, Kris (gol. Menado), Trip (pelajar) dsb. Pimpinan Tionghoa kuatir provokasi kolonial dapat menimbulkan bentrokan bersenjata dengan kesatuan Pribumi. Mereka menolak pembentukan batalyon tsb. Orang-orang Tionghoa yang ingin ikut melawan Belanda dianjurkan untuk masing-masing masuk kesatuan-kesatuan Pribumi menurut kecocokan pribadi.

Namun etnis Tionghoa yang begitu dihargai pada masa orde lama, justru menjadi sasaran pelampiasan massa yang dipolitisir, karena peristiwa G30S/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, ada anggapan bahwa komunis pasti orang Cina, padahal anggapan seperti itu belum tentu benar. Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu peristiwa yang sanagt membuat trauma etnis Tionghoa selain kierusuhan Mei 98

c. Masa Orde Baru

Pada tahun 1965 terjadi pergolakan politik yang maha dasyat di Indonesia, yaitu pergantian orde, dari orde lama ke orde baru. Orde lama yang mem beri ruang adanya partai Komunis di Indonesia dan orde baru yang membasmi keberadaan Komunis di Indonesia. Bersamaan dengan perubahan politik itu rezim Orde Baru melarang segala sesuatu yang berbau Cina, segala kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat


(39)

Cina tidak boleh dilakukan lagi. Hal ini dituangkan ke dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.14 tahun 1967.

Di samping itu, masyarakat keturunan Cina dicurigai masih memiliki ikatan yang kuat dengan tanah leluhurnya dan rasa nasionalisme mereka terhadap Negara Indonesia diragukan. Akibatnya, keluarlah kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap masyarakat keturunan Cina baik dalam bidang politik maupun sosial budaya. Di samping Inpres No.14 tahun 1967 tersebut, juga dikeluarkan Surat Edaran No.06/Preskab/6/67 yang memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama yang berbau Indonesia.

Selain itu, penggunaan bahasa Cina pun dilarang. Hal ini dituangkan ke dalam Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978. Tidak hanya itu saja, gerak-gerik masyarakat Cina pun diawasi oleh sebuah badan yang bernama Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC) yang menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen (Bakin). Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Misalnya semua sekolah Tionghoa dilarang di Indonesia. Sejak saat itu semua anak Tionghoa Indonesia harus menerima pendidikan seperti anak orang Indonesia yang lain secara nasional.


(40)

Bahkan pada jaman orde baru tersebut ada larangan menggunakan istilah atau nama Tionghoa untuk toko atau perusahaan, bahasa Tionghoa sama sekali dilarang untuk diajarkan dalam bentuk formal atau informal. Dampak dari kebijakan orde baru ini selama 30 tahun masyarakat Tionghoa Indonesia tidak dapat menikmati kebudayaan mereka sebdiri. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang.

d. Masa Setelah Reformasi

Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-Wahid Hasyim menggunakan aksara Tionghoa dalam selebaran kampanyenya untuk menarik minat warga Tionghoa

4. Status Peranakan Tionghoa dan kewarganegaraan Indonesia.

Berikut ini adalah kutipan dari pandangan Dokter Tjoa Sik Ien mengenai masalah status kewarganegaraan suku Tionghoa di Indonesia yang tertulis di


(41)

dalam ringkasan brosurnya yang berjudul, “Masalah Warganegara Indonesia” (Jahja, 2002:62-63) :

Status peranakan Tionghoa sebagai suatu minoritas di negeri ini sebenarnya sedikit berbeda dengan status minoritas-minoritas di negara lain. Misalnya orang Jerman di Sudeten, yang merupakan minoritas di Chekoslovakia, menggunakan bahasa Jerman. Sedangkan orang Hongaria, minoritas di Rumania, juga memakai bahasa mereka sendiri. Sebaliknya, peranakan Tionghoa di Indonesia kebanyakan tidak lagi bicara dalam bahasa Tionghoa tetapi Indonesia.

Selain itu adat istiadat dan lembaga-lembaga telah lebur dengan yang asli Indonesia seperti selametan, upacara pernikahan, menaburkan bunga, pakaian wanita sehari-hari, dan pelbagai pantangan. Sebagai contoh, suku Tionghoa di Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih terbiasa dan menikmati gamelan Jawa ketimbang pat-im (musik dengan alat-alat instrumen Tionghoa) yang telah menjadi asing bagi telinga mereka. Dapat ditambahkan pula bahwa banyak peanakan Tionghoa yang penampilan dan wajahnya sulit dibedakan sari penduduk pribumi. Dengan demikian dapat dikatakan mereka adalah Indonesia.

Karena itulah suku Tionghoa di sini sebenarnya adalah warganegara, karena pemerintahannya sama, dan kebanyakan mereka penampilanya sama. Dengan kata lain lebih banyak karakteristik yang sama ketimbang perbedaan denga n orang-orang Indonesia.


(42)

5. Peran Masyarakat Tionghoa di Indonesia

Masyarakat Tionghoa di Indonesia memiliki beberapa peranan penting bagi bangsa Indonesia baik di bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi.

a. Bidang Politik

Fakta sejarah mengungkap politisi berdarah Tionghoa ikut ambil bagian dalam pasang-surut perpolitikan tanah air. Mereka aktif berjuang bersama kelompok lain sejak Indonesia belum merdeka. Namun peran politisi Tionghoa sempat meredup saat Rezim Orde Baru berkuasa selama lebih dari 30 tahun. Di era reformasi, sejumlah politisi keturunan Tionghoa kembali mewarnai kancah politik

Ketrlibatan orang tionghoa dengan pemerintahan bukanlah hal baru. Jika dillihat dalam sejarah pada masa pemerintahan dulu pada abad 19 salah satu bupati Jogja orang tionghoa. Pada kota Batavia orang belanda menggunakan ornag Tionghoa untuk administrasi dalam pemerintahan. Namun kesinambungan ini diputus oleh orde baru . Tidak ada warga Tionghoa yang terlibat lagi dalam dunia politik .5

Beberapa tokoh Tionghoa yang memiliki pengaruh yang amat besar dalam bidang politik adalah Lie Eng Hok seorang perintis kemerdekaan, Kwee Thiam Hong yang terlibat dalam peristiwa sumpah pemuda, dan ada juga Liem Koen Hien pendiri Partai Tionghoa Indonesia (Jahja, 2002: 3, 43, 49).

5 Pipit Permatasari. Pasang Surut Politik Warga Keturunan Tionghoa di Indonesia. 24 January 2012.

http://kbr68h.com/feature/laporan-khusus/18483-pasang-surut-politik-warga-keturunan-tionghoa-di-indonesia. 13 Mei 2012


(43)

b. Bidang Sosial Budaya

Di masa pasca Orde Baru, partisipasi sosial kalangan etnis Tionghoa sangat menonjol terutama mereka aktif bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali orang-orang Tionghoa yang memilih profesi sebagai guru, dosen, profesor, dokter, insinyur, pengacara, hakim, jaksa, advokat, bahkan polisi dan tentara. Mereka mendirikan berbagai sekolah mulai dari TK sampai SMA dan berbagai universitas.

Demikian juga puluhan rumah sakit didirikan kalangan etnis Tionghoa. Rumah sakit-rumah sakit ini didirikan dengan tujuan sosial semata yaitu untuk memberikan bantuan medis bagi yang membutuhkan tanpa memandang kemampuan ekonominya.

Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai akademi dan universitas. Kalangan mudanya secara aktif mulai memasuki bidang profesi di luar wilayah bisnis semata. Mereka sekarang secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron, presenter TV, peragawati, foto model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat sosial/ politik, peneliti, dsbnya. Di bidang budaya, suku Tionghoa menyumbangkan keindahan gerak dan tarian dari pertunjukan barongsai yang kini juga sudah diakui sebagai salah satu keanekaragaman budaya Indonesia

c. Bidang Ekonomi

Walaupun jumlah orang etnis Tionghoa di Indonesia relatif sedikit, namun berhubung dengan peranan mereka dalam kehidupan ekonomi, suatu peranan


(44)

kunci dalam masyarakat mana pun, maka mereka merupakan suatu minoritas yang berarti. Keadaan inilah yang merupakan sumber permasalahan apa yang dinamakan “masalah Cina”. (Melly G. Tan, 1981) yaitu Masyarakat Tionghoa yang sebagian besar terjun dalam bidang usaha dan pada akhirnya berhasil meraih sukses dianggap mengeruk keuntungan dari masyarakat Indonesia lain.

Di masa Orde Baru segelintir pengusaha Tionghoa dijadikan kroni oleh para penguasa untuk memupuk kekayaan. Dalam melakukan bisnisnya mereka banyak melakukan tindakan-tindakan kotor yang sangat merugikan rakyat. Sudah tentu hal ini menimbulkan citra yang sangat buruk bagi orang-orang Tionghoa di Indonesia. Perbuatan mereka benar-benar merusak kehormatan etnis Tionghoa dan menjadikan mereka sasaran empuk ketidak puasan rakyat. "Binatang ekonomi" dan "apolitis" adalah dua stigma populer yang berurat-akar bagi orang Tionghoa. Persepsi mayoritas elite politik Indonesia tampaknya masih berkutat di situ karena menilai partisipasi Tionghoa sebatas keuntungan ekonomis. Persepsi ini adalah buah dari asumsi tidak mendasar bahwa komunitas Tionghoa yang hanya 2 persen dari populasi menguasai 70 persen perekonomian nasional. Citra kekuatan ekonomi komunitas Tionghoa memang sudah ada sejauh sejarah kolonial.6

Pusat perdagangan Tionghoa mempunyai hubungan langsung dengan Singapura, Hongkong, pusat perdagangan Tionghoa di Indonesia ialah medan, Samarinda, Makassar, Jakarta, Surabaya, semarang dimana dominasi

6 Christine Susana. 20 September 2004. Partisipasi Politik Tionghoa Dalam Demokrasi. http://www.csis.or.id/Publications-OpinionsDetail.php?id=265. 13 Mei 2012


(45)

ekonomi makin menanjak setelah perusahaan-perusahaan Belanda dinasinalisir tahun 1957, sedagkan perusahaan Indonesia waktu itu mengalami kemunduran, maka dengan sendirinya perusahaan dagang Tionghoa menguat sebagai kompetitor utama.

J. Kerangka Pikir

Profesi merupakan salah satu hal yang paling penting dalam kehidupan seorang manusia. Karena profesi adalah sesautu yang harus diambil atau dijalankan oleh manusia untuk memenuhi kelangsungan hidupnya dan juga untuk memenuhi kebutuhan orang-orang di sekitarnya terutama keluarga. Biasanya profesi yang diambil atau ditempuh oleh seseorang itu bersifat tetap atau permanen, karena untuk mencapai sutu profesi harus ada pendidikan atau pelatihan yang khusus yang diberikan kepada seseorag sebagai modal untuk menjalakan profesinya tersebut (Daryl Koehn, 2000:7). Oleh sebab itu, di dalam proses pengambilan keputusan penentuan profesi diperlukan pemikiran yang lebih dan rasional karena apapun keputusan yang diambil merupakan penentu kelangsungan hidup seseorang dalam menjalankan pekerjaan yang akan ditempuhnya.

Pengambilan keputusan untuk menentukan suatu profesi biasaya berasal dari keputusan diri sendiri. Namun tidak dapat dipungkiri, keputusan yang datang dari keluarga juga dapat sangat berperan bagi penentuan profesi seorang anak di beberapa keluarga tertentu yang memiliki sistem kekeluargaan terbuka maupun tertutup. Dalam sistem keluarga terbuka seorang anak dapat meminta saran dari keluarga tentang profesi yang akan ditempuhnya kelak yang artinya peranan keluarga dalam hal ini sangatlah besar dan berimbang. Dan di dalam sistem keluarga tertutup memungkinkan orangtua untuk memaksaan kehendak kepada


(46)

anaknya dalam menentukan profesi yang tepat bagi anak sesuai keinginan orangtua yang artinya peranan keluarga terlalu dominan ataupun seorang anak menentukan sendiri profesi yang akan dijalankannya tanpa mendengarkan sran atau masukan dari orangtua ataupun anggota keluarga lainnya yang artinya peranan keluarga tidak ada sama sekali.

Pengambilan keputusan untuk menentukan profesi ini lebih tepat didasarkan pada Teori rasional komprehensif yangi menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah dalam menentukn sebuah profesi, seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenahi berbagai alternatif dari profesi tersebut sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan dalam jenis profesi yang akan dipilihnya

Penentuan profesi anak dalam keluarga juga tidak terlepas dari faktor yang melatarbelakaginya yaitu komunikasi keluarga. Di dalam suatu komunikas keluarga, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang paling efektif dalam pengambilan keputusan keluarga karena dengan komunikasi antarpribadi, antara anggota keluarga akan langsung mengadakan kontak secara pribadi, saling bertukar infoermasi, saling mengontrol prilaku antarpribadi karena jarak dan ruang antar komuniakator dan komunikan sangat dekat sehingga pesan yang akan disampaikan akan lebih mudah diterima.

Sistem keluarga yang dianut di dalam era globalisasi seperti sekarang ini umumnya adalah sistem demokrasi atau kebebasan berbicara dan berpendapat dari setiap masing-masing anggota keluarga. Jadi hal ini memungkinkah ayah, ibu dan


(47)

anak memiliki hak yang sama untuk berperan mengeluarkan pendapat secara bebas, lalu pada tahap akhir dalam pengambilan keputusan, setiap anggota keluarga dapat berdiskusi satu sama lain untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi kepentingan seluruh anggota keluarga.

Lalu bagaimana dengan sistem komunikasi keluarga masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia? Masyarakat Tionghoa di Indonesia terkenal dengan profesinya sebagai seorang wirausaha atau pedagang dari jaman awal kedatangannya sampai sekarang. Bahkan orang Tionghoa di Indonesia, telah lama dianggap sebagai satu kelompok ekonomi yang kuat dan mereka mendominasi di bidang perdagangan (Suryadinata, 2004:119). Hal ini memungkinkan generasi tua dari masyarakat Tionghoa menginginkan anaknya mengikuti jejak mereka meraih kesuksesan di dunia perdagangan, namun generasi muda Tionghoa di zaman sekarang ini juga pasti memiliki hasrat kebebasan untuk menekuni profesi lain di luar dunia perdagangan. Perbedaan pola pikir tentang profesi ini lah yang membuat komunikasi keluarga sangat penting sebagai sarana bertukar pikiran dan pendapat untuk menghasilkan keputusan yang terbaik


(48)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Orang Tua (Generasi Tua)

Masyarakat Tionghoa

Komunikasi

keluarga

Anak-anak (Generasi Muda)

Masyarakat Tionghoa

Penentuan dan Pengambilan Keputusan

Profesi Anak


(49)

III.METODE PENELITIAN

A. Tipe penelitian

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan komunikasi keluarga dalam penentuan profesi anak pada keluarga masyarakat Tionghoa. Oleh karena itu, tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif melalui pendekatan metode penelitian kualitatif

Menurut Isaac dan Michael (Rakhmat, 2005: 22) metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Selain itu, menurut Burhan Bungin (Bungin, 2007: 68) metode penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2000: 3) metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis


(50)

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode (Moleong, 2005 : 15).

Penelitian komunikasi kualitatif adalah katagori-katagori subtansif dari makna-makna atau lebih tepatnya adalah interpretasi-interpretasi gejala yang diteliti, yang tidak dapat diukur dalam bilangan. Dari segi ini lalu menjadi terlihat jelas bahwa komunikasi kualitatif sebenarnya bersifat interpretativ dan karenanya, setidaknya sampai tingkat tertentu memiliki nuansa subjektif (Pawito, 2007 : 38).

B.Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu informan penelitian yang memahami informasi tentang objek penelitian. Dalam menentukan subjek atau informan penelitian dibutuhkannya teknik yang sesuai agar informan yang diperoleh benar-benar informan yang sesuai dengan penelitian. Penjelasan mengenai informan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Cara Memperoleh Subjek atau Informan Penelitian

Menurut Spradley (Moleong, 2004: 165), informan harus memiliki beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yaitu:

a. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini


(51)

biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

b. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.

c. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi.

d. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan informasi.

Dalam pelaksanaannya penelitian ini menggunakan teknik key person (orang yang menjadi kunci). Teknik memperoleh subjek atau informan penelitian seperti itu digunakan karena peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun subjek atau informan penelitian sehingga peneliti

membutuhkan key person (orang yang menjadi kunci) untuk memulai melakukan

wawancara atau observasi.

Key Person yang menjadi subjek atau informan dalam penelitian ini adalah 3 pasang orangtua dan anak dari 3 kepala keluarga bersuku Tionghoa yang ada di Kampung Sawah Brebes dengan ketentuan orangtua yang menjadi subjek penelitian ini sudah memiliki usaha yang tetap dalam dunia bidang perusahaan dagang dan memiliki anak. Dan untuk anak yang menjadi subjek penelitian ini adalah anak-anak dari generasi muda suku Tionghoa dan sudah memiliki cukup usia yaitu sekitar 13 – 21 tahun, sehingga anak tersebut sudah memiliki pikiran dan pertimbangan tentang profesi apa yang akan dijalaninya kelak.


(52)

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, penulis berhasil mendapatkan informan dari 3 keluarga batih yang sudah memenuhi criteria sebagai informan pada penelitian ini. Masing-masing informan keluarga terdiri dari salah satu orangtua di keluarga tersebut sebagai informan orangtua dan juga anak yang ada dalam keluarga tersebut yang dalam penelitian ini menjadi informan anak. Informan dari keluarga pertama adalah Ko Potew yang berprofesi sebagai pedagang mie sebagai Informan Orangtua (IO)1 dan anaknya Hendry, mahasiswa jurusan Manajemen di Universitas Lampung sebagai Infoman Anak (IA)1. Informan dari keluarga kedua adalah Ci Arifa seorang pengusaha dan pedagang kue sebagai IO2 dan anaknya Meidy Thesalonica seorang siswa di SMA Xaverius Pahoman sebagai IA2. Yang terakhir informan dari keluarga ketiga yaitu Ko Akin seorang pemilik toko sebagai IO3 dan anaknya Bobby, mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis di Universitas Lampung sebagai IA3.

2. Pendekatan Terhadap Informan

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, peneliti harus sudah melakukan pendekatan terhadap informan terlebih dahulu. Pendekatan yang dilakukan peneliti berbeda setiap informannya. Cara-cara yang peneliti lakukan dalam melakukan pendekatan terhadap informan, yaitu:

a. Orangtua bersuku Tionghoa di Kampung Sawah

Peneliti mencoba melakukan pendekatan dengan cara melakukan pembicaraan yang dapat mendekatkan peneliti dengan informan dan jika mampu peneliti juga membeli barang yang dijual sebagai hasil produksi usaha mereka. Selain itu, komunikasi yang sopan dan baik akan peneliti


(53)

lakukan agar informan merasa nyaman ketika saat diwawancara yang berhubungan dengan penelitian.

b. Anak-anak atau generasi muda Tionghoa di kampung Sawah

Pendekatan yang akan dilakukan peneliti terhadap informan akan sangat berbeda dengan kedua informan sebelumnya. Karena peneliti mengambil beberapa anak bersuku Tionghoa untuk dijadikan informan sekunder (informal), peneliti harus bisa memdapatkan informasi dari informan. Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mencoba mengakrabkan diri dengan informan misalnya dengan berbicara seputar kegiatan sehari-hari sambil makan bersama. Hal tersebut akan mempermudah peneliti dalam bertanya-tanya kepada informan.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini akan memfokuskan pengamatan pada:

1. Status penerimaan masyarakat Tionghoa di dalam masyarakat Indonesia 2. Dampak Orde Baru bagi masyarakat Tionghoa terhadap pemilihan profesi 3. Pemilihan profesi bagi masyarakat Tionghoa generasi muda dan harapan

orangtua terhadap profesi yang akan dijalani kelak

4. Peran Komunikasi keluarga dalam menentukan profesi anak pada masyarakat

Tionghoa

D. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu apa yang menjadi sasaran peneliti dalam penelitiannya. Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah peranan komunikasi


(54)

keluarga yang terjadi antara orangtua dengan anak bersuku Tionghoa dalam menentukan profesi anak. Komunikasi keluarga tersebut dapat dilihat dari cara orangtua dan anak mendiskusikan, berpendapat, atupun mengambil keputusan tentang profesi apa yang baik diambil oleh anak.

E. Lokasi penelitian

Dalam penelitiannya, peneliti mengambil lokasi di Kelurahan Kampung Sawah Lama. Kampung Sawah Lama merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Timur, Kota Bandarlampung. Kelurahan ini terdiri dari 2 lingkungan dan 11 Rukun Tetangga.

Dalam penelitiannya, peneliti mengambil lokasi di Kelurahan Kampung Sawah Brebes. Kampung Sawah Brebes merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Tanjung Karang Timur, Kota Bandarlampung. Kelurahan ini terdiri dari 2 lingkungan dan 11 Rukun Tetangga.

Alasan peneliti menentukan lokasi di daerah ini karena masyarakat Etnis Tionghoa di daerah ini cukup mendominasi dibandingkan suku lainnya. Jumlah suku yang ada di Kampung Sawah Lama dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kampung Sawah Brebes menurut Suku

Suku Laki-Laki Jumlah Perempuan

Jawa 473 471

Sunda 328 317

Cina 306 239

Minang 211 137

Bali 31 23

Betawi 25 25

Flores 4 2

Total 1378 1214


(55)

F. Sumber Data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang digunakan, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer yaitu data terpenting dalam penelitian yang akan diteliti. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan baik melalui pengamatan sendiri, maupun melalui daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan jawaban dari daftar pertanyaan yang akan diajukan.

b. Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer, mencakup data lokasi penelitian dan data lain yang mendukung masalah penelitian. Data sekunder diperoleh dari observasi dan literatur yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Selain itu juga, data sekunder bisa diperoleh melalui foto-foto yang berhubungan dengan penelitian.

G.Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara (Fathoni, 2006:105). Peneliti dalam hal ini mempersiapkan daftar pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi keluarga. Wawancara dilakukan kepada beberapa informan yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si. ………

Penguji Utama : Dhanik Sulistyarini, S.Sos, MComn&MediaSt. ………

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hermawan, M.Si 19580109 198603 1002


(2)

Kupersembahkan Skripsi ini untuk keluarga ku tercinta

Papa Aan Junaidi,, Mama Lilis

Dan


(3)

Judul Skripsi : PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PROFESI ANAK ETNIS TIONGHOA (Studi pada masyarakat Tionghoa di Kampung Sawah Bandarlampung)

Nama Mahasiswa : Andy Putra

Nomor Pokok mahasiswa : 0816031018

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si NIP 19800728 200501 2 001

2. Ketua Jurusan

Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si Nip 19600122 198703 1 004


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tangal 7 April 1990, merupakan Putra kedua dari tiga bersaudara, buah hati dari Bapak Aan Juniadi dan Ibu Lilis.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah SD Fransiskus 1 Tanjung Karang, lulus pada tahun 2002, SMP Fransiskus Tanjung Karang, lulus pada tahun 2005, SMA Xaverius Bandarlampung, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Strata Satu (S1) regular Jurusan Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Rama Indra, Kecamatan Seputih Raman, Lampung Tengah.


(5)

SAN WACANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME semata, karena hanya dengan izin dan kehendak-Nya semata maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Peranan Komunikasi Keluarga dalam Pengambilan Keputusan Profesi Anak Etnis Tionghoa.” (Studi pada masyarakat Tionghoa di Kampung Sawah Bandarlampung), sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadarai sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hermawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung

2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

3. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si, selaku pembimbing akademik

4. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom, M.Si, selaku Pembimbing Utama, atas seagala

bimbingan, atas kesabarannya membimbing penulis dan juga pemberian masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

5. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos, M.Comm&MediaSt. Selaku dosen pembahas atas segala masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada umumnya dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya yang diberikan kepada penulis.

7. Bapak lurah kelurahan Sawah Brebes atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

8. Papa, Mama, dan kedua kakakku yang selalu memberikan doa dan

dukungannya.

9. Sahabat-sahabatku di jurusan Ilmu Komunikasi 2008 baik yang sudah pada lulus terlebih dahulu atau yang masih berjuang. Semangat!!!

10.Kakak- kakak tingkat dan adik-adik tingkat di Jurusan Ilmu Komunikasi, terimakasih buat bantuannya.

11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Bandarlampung, 31 januari 2013 Penulis,