EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT) DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009

EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN
KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT)
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009

Oleh :
MERAH BANGSAWAN

Skripsi
Sebagai Salah Satu untuk Mencapai Gelar
SARJANA ADMINISTRASI NEGARA
Pada
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRACT
EVALUATION ON IMPACT OF ACCELERATION PROGRAM FOR

DEVELOPMENT IN BACKWARD PRODUCTION AREA (P2KPDT)
In Kabupaten Lampung Barat Year 2009
By
MERAH BANGSAWAN

In order to achieve the national goals, national development must be implemented
in all sectors of national life. Development sectors, among others, the political,
economic, cultural sector, the legal sector, the sector of science and technology as
well as security sector. In order to achieve all at the necessary role of the State in
developing and implementing public policy in the field of welfare (public
welfare).Is necesary national program which aims to intervene to tackle the
problem of poverty is the Accelerated Program Development Backward
Production Area (P2KP-DT) that published since 2007.
Kabupaten Lampung Barat is one of regencies in Lampung province that has
people below the poverty line with a percentage of about 15% in 2007 and also is
a target P2KP-DT courses. Evaluation of Accelerated Program Development
Backward Production Area (P2KPDT) in West Lampung in 2009 also carried out
starting from the planning, implementation, monitoring and evaluation, in
accordance with the principles of the implementation of the program in
coordinated and supervised by Kader Penggerak Pembangunan Satu Bangsa

Produksi (KPPSB-UP) which was accompanied by Assistant Field Officer.
P2KP-DT program in the Kabupaten Lampung Barat aims to achieve self-reliance
and increase community participatory empowerment to alleviate themselves from
poverty. Also expected later, participation in the program P2KP-DT in West
Lampung is not only carried out or carried out by people who belong to the
category of poor, but also by all elements of society, so that there is a
complementary relationship in advancing the welfare of society as a collective
together.
This research uses a case study because it seeks to determine the impact of
development policies in the underdeveloped areas of Kabupaten Lampung Barat
government in dealing with the impact of the acceleration of the development of

underdeveloped areas indicated production has not run optimally. This study uses
descriptive type (describe) with a qualitative approach.
In this study, researchers focused on the research problem has been the
achievement of program outcomes that the Government of Kabupaten Lampung
Barat and to find out what are the constraints of Kabupaten Lampung Barat
government in evaluating the impact of regional development programs in
disadvantaged areas of production in 2009
Achievement of Livestock program, directed towards cattle Ongole breed of race.

The beneficiaries are the five groups of farmers in five districts in the West
Lampung district Sekincau, Cane Garden, tenong Way, South Coast, and Building
Surian. So the meat self-sufficiency targets that have been set by the Government
of Kabupaten Lampung Barat can be achieved. While the achievement of
Plantation Field, community development assistance from the Ministry PDT
superior rubber. Help is held on an area of 180 hectares, involving about 140
families (KK) that farmers in the village Negeri Ratu Tenumbang, Pelita Jaya
village, and in the Village Sukarame in Kecamatan Pesisir Selatan of Kabupaten
Lampung Barat. It can be seen that where secondary forest contains a mixture of
forest that had been controlled by the clan turn out to be superior to rubber
plantations.
Socioeconomic impacts are expected to continue to grow with additional program
Adaiah a good production of road construction funds sourced from the Kabupaten
Lampung Barat government and sourced from self-sufficiency in agriculture and
animal husbandry in the area. Thus it can be concluded that in general that the
program P2KP-DT in Kabupaten Lampung Barat multiflier Effect has given a
very large area in the development of production. As for the people of Kabupaten
Lampung Barat particular beneficiary group P2KP-DT program can improve the
welfare of her life for the better
Keywords: Acceleration Program Development of Backward Production Area


ABSTRAK

EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN
KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT)
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009
Oleh
MERAH BANGSAWAN
Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di
segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain
sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu
pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya
itu diperlukan peran Negara dalam membangun dan mengimplementasikan
kebijakan publik di bidang kesejahteraan (publik welfare). Program yang berskala
nasional yang bertujuan untuk melakukan intervensi bagi penanggulangan
masalah kemiskinan adalah Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi
Daerah Teringgal (P2KP-DT) yang dluncurkan sejak tahun 2007.
Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung
yang memiliki masyarakat di bawah garis kemiskinan dengan presentase kurang
lebih 15% pada tahun 2007 dan juga merupakan salah satu sasaran program

Program P2KP-DT. Evaluasi Dampak Program Percepatan Pembangunan
Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2009 juga dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
hingga pemantauan dan evaluasi, sesuai dengan prinsip-prinsip penerapan
program yang di koordinir serta diawasi oleh Kader Penggerak Pembangunan
Satu Bangsa Produksi (KPPSB-UP) yang didampingi Petugas Pendamping
Lapangan. Program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat tersebut bertujuan
untuk mewujudkan keswadayaan masyarakat serta meningkatkan keberdayaan
masyarakat secara partisipatif dalam mengentaskan dirinya dari kemiskinan. Di
harapkan juga nantinya, partisipasi dalam program P2KP-DT di Kabupaten
Lampung Barat ini bukan hanya dilaksanakan atau dilakukan oleh warga yang
termasuk dalam kategori miskin saja, namun juga dilakukan oleh semua elemen
masyarakat, sehingga terdapat suatu hubungan saling mengisi dalam memajukan
kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus karena berusaha untuk
mengetahui dampak kebijakan pembangunan daerah tertinggal di Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat dalam menangani dampak dari program percepatan

pembangunan kawasan produksi daerah tertinggal yang diindikasikan belum
berjalan secara optimal. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif

(menggambarkan) dengan pendekatan kualitatif.
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada pencapaian
hasil program yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dan
untuk mengetahui apa saja kendala-kendala Pemerintah Kabupaten Lampung Barat
dalam mengevaluasi dampak program pembangunan kawasan produksi daerah
tertinggal pada tahun 2009
Pencapaian hasil program Bidang Peternakan, diarahkan kepada ternak sapi
potong dari ras peranakan ongole. Penerima bantuan tersebut adalah lima
kelompok tani pada lima kecamatan yang ada di Lampung Barat yakni Kecamatan
Sekincau, Kebun Tebu, Way Tenong, Pesisir Selatan, dan Gedung Surian.
Sehingga target swasembada daging yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten
Lampung Barat dapat tercapai. Sedangkan pencapaian Bidang Perkebunan,
masyarakat mendapatkan bantuan pengembangan karet unggul dari Kementerian
PDT. Bantuan tersebut dilaksanakan pada areal seluas 180 Hektar dengan
melibatkan sekitar 140 Kepala Keluarga (KK) petani yakni di Desa Negeri Ratu
Tenumbang, Desa Pelita Jaya, dan di Desa Sukarame di Kecamatan Pesisir
Selatan Kabupaten Lampung Barat. Hal ini dapat dilihat yang mana hutan
sekunder berisikan hutan campuran yang selama ini dikuasai oleh marga berubah
menjadi lahan perkebunan karet unggul.
Sedangkan dampak-dampak pelaksanaan program P2KPDT ini diharapkan dapat

dirasakan masyarakat di Kabupaten Lampung Barat pada umumnya yaitu,
Pertama adalah Perluasan Akses Masyarakat Miskin Atas Pelayanan Pendidikan
dan Kesehatan, Pengembangan program (uji coba) subsidi langsung tunai bersyarat
(SLTB), Selanjutnya adalah Perlindungan Sosial meliputi Peningkatan perlindungan
kepada keluarga miskin, termasuk perempuan dan anak. Peningkatan perlindungan
kepada komunitas miskin, penyandang masalah sosial dan korban bencana. Yang
ketiga adalah Penanganan Masalah Gizi Kurang dan penyaluran beras bersubsidi.
Yang ke empat adalah Perluasan Kesempatan Berusaha dan Peningkatan kapasitas
masyarakat miskin melalui program penanggulangan kemiskinan pedesaan
(P2KP)

Kata Kunci : Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah
Tertinggal

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...

i


DAFTAR ISI………………………………………………………………....

ii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………

iv

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………...

v

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.


Latar Belakang ......................................................................
Perumusan Masalah ...............................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................
Kegunaan Penelitian ..............................................................

1
7
7
8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Publik ......................................................................
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik .........................................
2.1.2. Karakteristik Kebijakan Publik .....................................
2.1.3. Proses Kebijakan Publik ................................................
2.2. Evaluasi Kebijakan Publik .......................................................
2.2.1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik ..........................
2.2.2. Jenis Kebijakan Publik ...................................................
2.2.3. Tujuan Evaluasi Kebijakan Publik .................................

2.2.4. Proses Evaluasi Kebijakan Publik .................................
2.3. Dampak Kebijakan Publik........................................................
2.3.1. Pengertian Dampak Kebijakan Publik............................
2.3.2. Jenis-Jenis Dampak Kebijakan Publik ...........................
2.4. Pembangunan Daerah Tertinggal .............................................

9
9
13
15
17
17
17
18
19
19
19
22
25


BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Tipe Penelitian ..........................................................
3.2. Fokus Penelitian .....................................................................
3.3. Lokasi Penelitian dan Unit Analisis .........................................
3.4. Jenis dan Sumber Data ............................................................
3.5. Metode Pengumpulan Data .....................................................
3.6. Teknik Analisis Data ...............................................................
3.7. Teknik Keabsahan Data ..........................................................

37
38
40
42
44
46
50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum .....................................................................
4.1.1. Sejarah Kabupaten Lampung Barat ...............................
4.1.2. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Lampung
Barat ...............................................................................
4.1.3. Kondisi Geografis .........................................................
4.1.4. Topografi Wilayah ........................................................
4.1.5. Penduduk ......................................................................
4.1.6. Kondisi Sosial Budaya ..................................................
4.1.7. Kondisi Ekonomi ............................................................
4.2. Penyajian Data ..........................................................................
4.2.1. Hasil-Hasil Pelaksanaan Program P2KP-DT di Kabupaten
Lampung Barat ..............................................................
4.2.2. Dampak-Dampak Program P2KP-DT di Kabupaten
Lampung Barat ..............................................................
4.3. Pembahasan .............................................................................
4.3.1. Hasil Pelaksanaan Program di Bidang Perkebunan .....
4.3.2. Pelaksanaan Program di Bidang Pertenakan ...............
4.3.3. Dampak-Dampak Pelaksanaan Program P2KP-DT
Di Kabupaten Lampung Barat .....................................

53
53
54
58
60
61
62
63
74
64
77
79
79
81
85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..............................................................................
5.2. Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

89
91

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007-2009 ............
Tabel 2. Pelaksanaan Kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2008-2009 .......................................................................

4
6

Tabel 3. Instrumen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Tahun 2008 ................................................................................

26

Tabel 4. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2007 ................................................................................

57

Tabel 5. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2007 (lanjutan) ..............................................................

58

Tabel 6. Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa, dan Kelurahan di
Kabupaten Lampung Barat .......................................................

59

Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan PendudukTahun 2010 ..........................

61

Tabel 8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah) ...........................................

63

Tabel 9. Form Isian Kelompok Pelaksana Kegiatan P2KPDT
Tahun 2010 Di Kabupaten Lampung Barat ..............................

65

Tabel 10. Besaran Alokasi Masing-Masing Pekon ...................................

68

Tabel 11. Pelaksanaan Program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat.

79

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif dan
Adaptasi ...................................................................................

47

Gambar2. Ras Sapi Peranakan Ras Ongole .............................................

48

Gambar 3. Sapi Potong ..............................................................................

48

Gambar 4. Bibit Pohon Karet .....................................................................

49

Gambar 5. Perkebunan Karet di Lampung Barat .......................................

49

Gambar 6. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Barat ..........

54

Gambar 7. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat ...

57

Gambar 8. Bupati Lampung Barat, Drs. Hi. Mukhlis Basri, MM
Saat PenyerahanSecara Simbolis Bantuan 108 Ekor Sapi ......

75

Gambar9. Bupati Lampung Barat, Drs. Hi. Mukhlis Basri MM. saat
Meninjau Peternakan Sapi Potong dari Peranakan Ongole ......

82

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Saat ini di Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional
di segala bidang, dimana pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan nasional merupakan upaya
yang berkesinambungan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum
dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia
berdasar kedamaian abadi dan kesejahteraan sosial
Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan
di segala bidang. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik,
sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran
negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang
kesejahteraan (public welfare) pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan
upaya penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, yang memiliki
berbagai masalah pembangunan di dalamnya. Pada dekade tahun tujuh puluhan,

2

Schumacer dalam bukunya “Small Is Beautiful” telah mengingatkan bahwa persoalan
negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang.
Menurut Schumacher “Selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan,
maka masalah kemiskinan di dunia tidak akan dapat diselesaikan, dan mau tidak
mau pasti akan lebih memburuk”. Wasistiono dan Tahir, (2006: 42)
Oleh karena itu, akar pemberdayaan masyarakat miskin seharusnya memang dimulai
dari desa, dimana permasalahan tersebut pertama kali muncul dikarenakan kurang
terbukanya pemikiran masyarakat pedesaan mengenai pentingnya pemberdayaan
di segala bidang untuk mengurangi dampak kemiskinan. Namun, berkaca dari
pemikiran tersebut, meskipun saat ini Negara Indonesia masih merupakan negara
berkembang, namun persoalan yang seringkali muncul mengenai fenomena
kemiskinan bukanlah hanya berasal dari pedesaan, bahkan cenderung mayoritas
adalah dari perkotaan, hal ini mungkin juga disebabkan dari urbanisasi besarbesaran oleh masyarakat pedesaan menuju ke perkotaan. Hal tersebut
membuktikan bahwa persoalan pemberdayaan masyarakat miskin harus dilakukan
dari berbagai arah secara bersama-sama, bukan hanya dari pedesaan saja tetapi
juga dari perkotaan.
Kemiskinan bukanlah suatu sosok yang amorphous (sesuatu yang bersifat abstrak)
tetapi merupakan fenomena yang bersifat komplek dan multimedimensional.
Rendahnya tingkat taraf hidup yang sering kali dijadikan alat pengukur
kemiskinan, pada hakekatnya hanyalah sejumlah faktor yang mewujudkan sindrom
kemiskinan. Dari segi politik-ekonomi, kemiskinan dipahami sebagai produksi dan
hubungan kekuasaaan dalam masyarakat yang keseluruhannya menciptakan kondisi
miskin. Dari segi ini kemiskinan juga dianggap sebagai konsekuensi dari proses

3

yang telah mendorong konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di suatu pihak dan
menumbuhkan masa pinggiran yang mempunyai posisi penawar yang lemah di
lain pihak. Moeljarto Tjokrowinoto (1996:4)
Sehubungan dengan itu, pemerintah memandang perlu untuk membentuk suatu
lembaga pemberdayaan yang mampu mengevaluasi program-program sebelumnya,
terutama dalam menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang
diakibatkan oleh krisis ekonomi. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap
keadaan darurat yang kini kita alami, namun juga bersifat strategis karena dalam
kegiatan ini disiapkan landasan berupa intitusi masyarakat yang menguat bagi
perkembangannya dimasa mendatang.

Pada akhirnya upaya penanggulangan

kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan. (Kumaidi, PNPM Mandiri (http://fenditungkal. blogspot.com
/2010/11/ Upaya Keluar Dari Kemiskinan, di akses 15 November 2012)
Harapan evaluasi terhadap program-program pengentasan kemiskinan yang sering
kali mengalami kegagalan serta peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan
muncul kembali seiring peluncuran Program Percepatan Pembangunan Kawasan
Produksi Daerah Tertinggal yang selanjutnya disingkat P2KPDT. Ditengah upaya
pemerintah dalam mewujudkan pembangunan nasional, masih saja terdapat daerah
yang tergolong ke dalam daerah tertinggal. Berdasarkan keputusan Menteri
Pembangunan Daerah Tertinggal No : 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Pembangunan
Daerah Tetinggal, dinyatakan bahwa terdapat 199 daerah di Indonesia yang
tergolong tertinggal.
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional semestinya tidak ada
kesenjangan pembangunan di masing-masing daerah di Indonesia, karena

4

pembangunan dimaknai sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan
perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa
dalam rangka pembinaan bangsa. Siagian (2000: 4)
Pembangunan untuk daerah tertinggal perlu mendapatkan perhatian yang lebih
demi terciptanya pemerataan pembangunan dalam rangka mewujudkan cita-cita
pembangunan nasional.

Berdasarkan keputusan menteri pembangunan daerah

tertinggal nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Pembangunan Daerah
Tertinggal, dinyatakan bahwa :
“Pada hakekatnya pembangunan nasional harus bersifat adil, demokrasi, terbuka,
partisipatif, dan terintegrasi sehingga kesenjangan pembangunan daerah yang ada
saat ini dapat diatasi, dengan demikian untuk mengatasi kesenjangan
pembangunan di daerah maka diperlukan strategi nasional pembangunan daerah
tertinggal sebagai landasan bagi semua pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat) dalam melaksanakan pembangunan
daerah tertinggal, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan dapat berjalan
secara efektif dan efisien”.

Tabel 1. Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007 – 2009
No.

Propinsi

1.

Nangroe Aceh
Darussalam (NAD)

2.

Jumlah
Kab.
Tertinggal

Rata-Rata Bantuan P2KPDT
2007

2008

2009

Pertumbuhan

16

41,36

132,82

627,55

1.417,29

Sumatera Utara

6

1.375,78

1.277,65

1.427,96

4,30

3.

Sumatera Barat

2

683,64

2.047,58

1.427,64

108,83

4.

Riau

2

1.717,57

4.827,82

5,261,66

206,34

5.

Jambi

2

957,60

2.233,21

2.213,04

131,10

6.

Sumatera Selatan

6

949,95

1.319,62

1.362,48

43,43

7.

Bengkulu

8

786,44

2.189,47

1.331,44

69,30

8.

Lampung

5

1.303,11

1.486,77

2.205,25

55,42

9.

Bangka Belitung

3

437,38

1.167,89

2.083,92

376,46

5
10.

Kepulauan Riau

1

996,00

2.965,94

615,99

(38,15)

11.

Jawa Barat

2

723,70

1.422,01

773,15

6,83

12.

Jawa Tengah

3

1.387,83

2.063,75

1.870,47

34,83

13.

D.I. Yogyakarta

2

345,12

1.530,30

1.478,41

328,38

14.

Jawa Timur

8

1.059,34

1.699,66

1.346,24

27,08

15.

Banten

2

400,15

2.032,29

1.434,95

258,60

16.

Bali

1

0

699,47

546,52

(21,87)

17.

Nusa Tenggara Barat

7

1.809,65

1.533,21

1.309,53

(27,64)

18.

Nusa Tenggara Timur

15

1.276,22

1.621,85

1.413,65

10,77

19.

Kalimantan Barat

9

974,00

1.078,28

1.133,49

16,37

20.

Kalimantan Tengah

7

816,15

1.309,08

1.160,28

42,17

21.

Kalimantan Selatan

2

1.167,22

1.566,87

1.360,87

7,39

22.

Kalimantan Timur

3

316,25

1.585,16

1.502,71

37,17

23.

Sulawesi Utara

2

1.181,27

3.371,18

2.507,89

112,27

24.

Sulawesi Tengah

9

1.055,81

1.385,98

1.403,51

33,03

25.

Sulawesi Selatan

13

515,40

1.060,98

1.572,99

71,84

26.

Sulawesi Tenggara

8

718,91

857,99

2.149,33

198,97

27.

Gorontalo

4

983,83

1.747,71

1.799,37

82,91

28.

Sulawesi Barat

5

982,98

1.393,61

1.980,64

101,49

29.

Maluku

7

807,49

1.138,58

1.837,39

127,54

30.

Maluku Utara

6

1.178,32

1.228,78

1.498,22

27,15

31.

Papua Barat

7

1.009,70

988,85

981,37

(2,81)

32.

Papua

19

1.092,02

1.086,57

973,51

(10,85)

199

990,98

1.443,95

1.444,19

45,73

INDONESIA

Sumber : Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2010

6

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan
kedalam daerah tertinggal, berdasarkan keputusan menteri pembangunan daerah
tertinggal nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 sehingga Kabupaten Lampung Barat
mendapatkan program dari kementerian pembangunan daerah tertinggal agar
mampu sejajar atau bahkan melebihi daerah-daerah sekitarnya. Pada tahun 2009
Kabupaten Lampung Barat melaksanakan program P2KPDT yang lebih diarahkan
untuk memilih komoditas yang cepat menghasilkan seperti ternak, dalam
pelaksanaan program P2KPDT ini Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat
mendapatkan bantuan hewan ternak dari kementerian pembangunan daerah
tertinggal yakni bantuan 108 ekor sapi untuk lima kelompok tani di lima
kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau, Kecamatan Kebun Tebu, Kecamatan Way
Tenong, Kecamatan Pesisir Selatan, dan Kecamatan Gedung Surian.
Tabel 2. Pelaksanaan Kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2009
No.

Tahun

Nama Kegiatan

Wilayah Penerima Bantuan

1.

2009

Pengembangan karet unggul 1. Desa Negeri Ratu .
dengan luas 180 HA dari
Tenumbang
Kementrian Pembangunan Daerah 2. Desa Pelita Jaya
Tertinggal
3. Desa Sukarame

2.

2009

Bantuan hewan ternak
dari 1. Kecamatan Sekincau
Kementrian Pembangunan Daerah 2. Kecamatan Kebun Tebu
3. Kecamatan Way Tenong
Tertinggal
4. Kecamatan Pesisir Selatan
5. Kecamatan Gedung Surian

Sumber : Data Diolah, Tahun 2012
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, program P2KPDT ini masih menuai kritik
terutama kritik yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Poros
Pemuda yang mengeritik mengenai keberadaan ternak-ternak hasil bantuan

7

tersebut, setelah di lapangan dirasa tidak jelas keberadaannya dan jumlah antara
bantuan yang diserahkan pemerintah daerah tidak sesuai dengan yang ada
dilapangan.(sumber:http://translampungku.com/index.php?option=com_content&
view=article&id=568:awasi–bantuan-ternak&catid=16:lampung-barat&Itemid=15)
diakses pada tanggal 13 April 2012.
Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang sejauhmana
dampak program P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2009
berjalan, sehingga diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki
pelaksanaan P2KPDT ini pada tahun yang akan datang.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang
kan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1.

Bagaimanakah pencapaian program P2KPDT di kabupaten Lampung Barat
pada tahun 2009?

2.

Apa sajakah dampak program P2KPDT terhadap percepatan pembangunan di
Kabupaten Lampung Barat?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Untuk mengetahui pencapaian program P2KPDT di Kabupaten Lampung
Barat pada tahun 2009.

2.

Untuk mengetahui apa sajakah dampak program P2KPDT terhadap percepatan
pembangunan di Kabupaten Lampung Barat.

8

1.4. Kegunaan Penelitian
1.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Administrasi Publik
khususnya studi tentang Program Percepatan Pembangunan Kawasan
Produksi Daerak Tertinggal (P2KP-DT)

2.

Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat :
a.

Memberikan informasi dan partisipasi aktif masyarakat khususnya
di Kabupaten Lampung Barat dalam setiap program P2KP-DT dan
banyaknya manfaat yang akan di dapat setelah mereka turut serta
dalam mensukseskan program P2KP-DT tahun 2009

b.

Memberikan informasi kepada masyarakat di Kabupaten Lampung
Barat agar dapat lebih memaksimalkan motivasi untuk berpartisipasi
dalam setiap Program P2KP-DT tahun 2009

c.

Sebagai bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Lampung
Barat tentang bagaimana upaya meningkatkan motivasi masyarakat
dalam program P2KP-DT tahun 2009

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Pengertian kebijakan publik dewasa ini begitu beragam, namun demikian tetap
saja pengertian kebijakan publik berada dalam wilayah tentang apa yang
dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan. Untuk
mempermudah memahami makna kebijakan publik, penulis menggabungkan
beberapa pendapat para ahli diantaranya: Bridgman dan Davis (2004), Hogwood
dan Gunn (1990). Menurut Thomas R. Dye, kebijakaan publik tidak lebih dari
pengertian mengenai “ Whatever government choose to do or not to do “. Menurut
Hogwood dan Gunn, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah
yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu.
Carl Friedrich (1969) pada buku Leo Agustino yang berjudul Dasar- Dasar
Kebijakan Publik (2008:7) yang mengatakan bahwa:
“Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinankemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakn tersebut diusulkan
agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.
James Anderson. 1084 (dalam Agustino, 2008) memberikan pengertian atas
definisi kebijakan publik, sebagai berikut :

10

“Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang
berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.
Sedangkan menurut para ahli kebijakan publik didefinikasikan sebagai berikut :
A. Chandler dan Plano ( 1988 )
Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang
dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok
yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik
menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai
intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai
instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik. (Tangkilisan,,
2003: 1)
B. Thomas R. Dye ( 1981 )
Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa
yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara.
Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan
yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik
menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision
making), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan
keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi,
demi teratasinya suatu persoalan publik. (Tangkilisan, 2003: 1)

11

C. Easton ( 1969 )
Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat.

Dalam hal ini hanya

pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan
tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah
yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai
suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat
publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk
melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik,
sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi
pemerintah. (Tangkilisan, 2003: 2)
D. Anderson ( 1975 )
Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan
tersebut adalah :
1) Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2) Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
3) Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh jadi
bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.
4) Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.

12

5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses
management, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik
ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan di
masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making
ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif (tindakan pemerintah
mengenai segal sesuatu masalah) atau negatif (keputusan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu ). (Tangkilisan, 2003: 2)
E. Amir Santoso
Pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam
dua kategori, yaitu :
1) Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai tindakantindakan pemerintah.Semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai
kebijakan publik. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision
making dimana tindakan-tindakan pemerintah diartikan sebagai suatu
kebijakan.
2) Pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan
kebijakan. Kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni :
a. Mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusankeputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud
tertentu dan mereka yang menganggap kebijakan public sebagai
memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan atau dengan kata lain
kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para pembuat

13

keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan
dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making oleh
pemerintah dan dapat juga diklasifikasikan sebagai interaksi negara
dengan rakyatnya dalam mengatasi persoalan publik.
b. Kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan.
Kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisikondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan ( Presman dan
Wildvsky ). Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making
dimana terdapat wewenang pemerintah didalamnya untuk mengatasi
suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai
intervensi antara negara terhadap rakyatnya ketika negara menerapkan
kebijakan pada suatu masyarakat. (Winarno, 2002: 17)
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka kebijakan publik dapat
disimpulkan kebijakan publik

adalah suatu instrumen yang dibuat oleh

pemerintah yang berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara
tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan
keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh
warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dengan tujuan tertentu.
2.1.2. Karakteristik Kebijakan Publik
Menurut Agustino (2008) ada beberapa karakrteristik utama dari suatu definisi
kebijakan publik :
1.

Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang
mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau
acak.

14

2.

Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisahpisah,misalnya suatu kebijakan tidak hanya meliputi keputusan untuk
mengeluarkan peraturan tertentu tetapi juga keputusan berikutnya yang
berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaannya.

3.

Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh
pemerintah

dalam

mengatur

perdagangan,

mengontrol

inflasi,

atau

menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang
akan

dikerjakan.jika

legislatif

mengeluarakan

suatu

regulasi

yang

mengharuskan para pengusaha membayar tidak kurang upah minimum yang
telah dikerjakan tapi tidak ada yang yang dikerjakan untuk melaksanakan
hukum tersebut,maka akibatnya tidak terjadi perubahan pada perilaku
ekonomi ,sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dalam contoh ini
sungguh-sungguh merupakan suatu pengupahan yang tidak di atur
perundang-undangan.ini artinya kebijakan publik pun memperhatikan apa
yang kemudian akan atau dapat terjadi setelah kebijakan itu di implementasikan.
4.

Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif,
kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam
menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat
melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu
tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut
keterlibatan pemerintah amat diperlukan.

5.

Kebijakan publik paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan
merupakan tindakan yang bersifat memerintah.

15

2.1.3. Proses Kebijakan Publik
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam
penyusunannya melalui berbagai tahapan.
Berkaitan dengan ini, Dunn (2000:1) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai
aktifitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan
kebijakan). Dalam perumusan kebijakan menurut Dunn (1990), ada beberapa
tahap yang harus dilakukan, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahaptahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
a.

Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk
memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam
agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status
sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik,
maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih
daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk
menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda
pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah
terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah

16

atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter
permasalahan tersebut.

Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan

berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan
stakeholder.
b.

Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal
dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan
perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c.

Adopsi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.

d.

Implementasi Kebijakan
Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja
dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat
mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.

e.

Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,

17

melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian,
evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah
kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah
kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
2.2. Evaluasi Kebijakan Publik
2.2.1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975).
Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh
proses kebijakan.
Menurut Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masingmasing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Evaluasi mencakup kesimpulan + klarifikasi + kritik + penyesuaian dan
perumusan masalah kembali.
2.2.2. Jenis Evaluasi Kebijakan
James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe:
a.

Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Menyangkut prihal
kepentingan (interest) dan ideologi dari kebijakan.

b.

Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau programprogram tertentu.

c.

Evaluasi kebijakan sistematis. Melihat secara obyektif program–program
kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan
melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut dicapai.
Menjawab kontribusi dampak dalam menjawab kebutuhan masyarakat.

18

Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua
tugas yang berbeda :
a.

Untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh
suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya.

b.

Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan
standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.3. Tujuan Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut :
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan
evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan
untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun
negatif.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan.
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akair dari evaluasi adalah memberikan masukan bagi proses kebijakan ke
depan agar lebih baik.
7. Sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya program yang dilaksanakan
pemerintah dalam hal ini program P2KP-DT

19

2.2.4. Proses Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat
dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan ilmiah merupakan
evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menjalankan evaluasi
kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain. Edward A. Suchman di sisi lain
lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi
kebijakan yaitu :
1.

Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi

2.

Analisis terhadap masalah

3.

Deskripsi dan Standarisasi kegiatan

4.

Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

5.

Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan
tersebut atau karena penyebab yang lain.

6.

Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Langkah-langkah tersebut dibuat agar suatu evaluasi dapat efektif dengan berjalan
secara sistematis. Pada pelaksanaanya sendiri, evaluasi tidak terlepas dari
kemungkin timbulnya masalah atau kendala. Hal ini disebabkan evaluasi juga
merupakan proses yang kompleks, sehingga kendala atau masalah tersebut dapat
menghambat pelaksanaan evaluasi tersebut.
2.3. Dampak Kebijakan Publik
2.3.1. Pengertian Dampak Kebijakan Publik
Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu
kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata (Dye, 1981: 367). Menurut Dye (1981:
367) dan Anderson (1984: 138), semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan, baik
yang langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk efek

20

simbolis atau efek nyata yang ditimbulkan. Efek kebijakan adalah berbagai hal
yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, pembangunan dan rehabilitasi jalan
raya, pembayaran tunjangan kesejahteraan atau tunjangan profesi, penangkapan
terhadap pelaku tindak kriminal, atau penyelenggaraan sekolah umum. Ukuran
yang digunakan adalah pengeluaran “perkapita” untuk jalan raya, kesejahteraan,
penanganan kriminal per 100.000 penduduk, persiswa sekolah umum, dan
sebagainya. Anderson (1984: 136).
Kegiatan tersebut diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya
memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan publik,
karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatian perubahan
yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi
politik. Pengetahuan mengenai jumlah dana perkapita yang digunakan untuk
siswa dalam sistem persekolahan atau untuk kasus lainnya, tidak dapat
memberikan informasi mengenai efek persekolahan terhadap kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotik siswa.
Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan dampak, baik itu dampak
positif maupun negatif. dampak positif dimaksudkan sebagai dampak yang
memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah kebijakan dan memberikan
manfaat yang berguna bagi lingkungan kebijakan. sedangkan dampak negatif
dimaksukan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan
kebijakan dan tidak diharapkan terjadi.
Soemarwoto dalam Giroth (2004) menyatakan bahwa dampak adalah suatu
perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. selanjutnya Soemarwoto
menjelaskan : “aktifitas tersebut bisa bersifat alamiah, berupa kimia, fisik maupun
biologi, dapat pula dilakukan oleh manusia berupa analisis dampak lingkungan,

21

pembangunan dan perencanaan. adapun dampak tersebut dapat bersifat biofisik,
sosial, ekonomi dan budaya.” William Dunn menyebutkan setidaknya ada 3 hal
yang harus diperhatikan dalam menentukan alternatif terpilih, antara lain :
1.

Effectiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut dapat mencapai sasaran yang
telah dirumuskan;

2.

Efficiency, yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu seimbang dengan
sumber daya yang tersedia, dan

3.

Adequacy, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk
memecahkan masalah yang ada.

Menurut Sofian Effendi (2001) bahwa kebijakan yang baik harus memenuhi
kriteria-kriteria sebagai berikut :
1.

Technical feasibility, yaitu kriteria yang mengukur seberapa jauh suatu
alternatif kebijakan mampu memecahkan masalah;

2.

Economic and Financial Possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin
dibiayai dari dana yang dimiliki dan berapa besar finansial yang didapatkan;

3.

Political Viability, yaitu bagaimana efek atau dampak politik yang akan
dihasilkan terhadap para pembuat keputusan, legislator, pejabat, dan
kelompok politik lainnya dari masing-masing alternatif, dan

4.

Administrative Capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi untuk
mendukung kebijakan tersebut.

Secara teoritis, “dampak kebijakan” tidak sama dengan “output kebijakan.” Oleh
karena itu, menurut Dye (1981:368), penting untuk tidak mengukur manfaat
dalam bentuk aktivitas pemerintah semata. Hal ini perlu dicermati karena yang
seringkali terlihat adalah pengukuran aktivitas pemerintah mengukur output
kebijakan. Dalam menjelaskan determinan kebijakan publik, ukuran output

22

kebijakan publik sangat penting diperhatikan. Namun, dalam menilai dampak
kebijakan publik, perlu ditemukan identitas dampak dalam lingkungan yang
terkait dengan upaya mengukur aktivitas pemerintah tersebut.
Kegiatan analisis dampak ekonomi internal kebijakan yang disponsori oleh lembaga
penyandang dana nasional dan internasional merupakan bukti nyata dan jawaban
atas sikap skeptis tersebut. Oleh karena itu, segala macam efek yang merupakan
konsekuensi dari suatu kebijakan, baik simbolis maupun material, terhadap satu
atau beberapa kelompok sasaran merupakan esensi yang mencirikan dampak
kebijakan publik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anderson (1984: 151) bahwa
evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat
kebijakan. Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang menyangkut perkiraan
atau estimasi dan penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi,
dan dampaknya. (http://p2kpdt.webege.com )
2.3.2. Jenis-jenis Dampak Kebijakan Publik
Menurut sebagian pakar, seperti Dye (1981: 366) dan Anderson (1984: 136-139),
terdapat sejumlah dampak (manfaat) kebijakan yang perlu diperhatikan di dalam
evaluasi kebijakan, yakni:
1.

Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Obyek yang dimaksud
sebagai sasaran kebijakan harus jelas, misalnya orang miskin, pengusaha
kecil, anak sekolah yang tidak beruntung, atau siapa saja yang menjadi
sasaran. Efek yang dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika berbagai
kombinasi sasaran tersebut dijadikan fokus maka analisisnya menjadi lebih
rumit karena prioritas harus diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud.
Lebih daripada itu, perlu dipahami bahwa suatu suatu kebijakan kemungkinan
akan membawa konsekuensi yang diinginkan atau tidak diinginkan. Faktanya:

23

implikasi kebijakan pengetasan kemiskinan (Inpres Desa Tertinggal/IDT)
Program Pengembangan Kecamatan/PPK) dengan sasaran orang miskin di
berbagai wilayah Indonesia merupakan salah satu bukti nyata. Implikasi
kebijakannya terlihat misalnya melalui keberhasilan program tersebut dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif masyarakat miskin, kemudahan
akses masyarakat memperoleh pinjaman (modal bergulir), akses ke pasar,
termasuk kemudahan akses memperoleh pelayanan publik dan adanya
peningkatan kualitas hidup masyarakat paska-program dilaksanakan. Kualitas
hidup masyarakat dapat dilihat dari fasilitas sosial, prasarana dan sarana,
pendidikan, faktor lingkungan, perwakilan (hak) politik, dan kebutuhan
lainnya.
2.

Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok lain selain situasi atau
kelompok target. Hal ini disebut efek eksternalitas atau spillov