ekonomi koran hukum pembangunan (4)

Kelompok 8
MAKALAH
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan
Ekonomi:Penyebab,Konsekuensi dan Kontroversi

DI SUSUN OLEH :

1. Muchamad Thoyib

(201411329)

2. Anjasmara Putro

(201411330)

3.Muhammad Arif Setiawan

(201411331)

Kelas II E 2014/2015
PRODI MANAJEMEN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS
Kampus Gondangmanis PO.BOX. 53 Bae Kudus, Telepon :
(0291) ext.123,

Fax: (0291) 437198e-mail : muria@umk.ac.id, website :
www.umk.ac.id

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami,karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah kelompok ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah EKONOMI PEMBANGUNAN yang bertemakan ‘‘Pertumbuhan Penduduk dan
Pembangunan Ekonomi:Penyebab,Konsekuensi dan Kontroversi”.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bpk.SUKIRMAN dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada,namun kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna.oleh karena itu,kritik dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.


Kudus,5 April 2015
Penyusun

Kelompok

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… I
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. .
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...
Tafsiran penduduk dunia sepanjang masa……………………………………..
Laju pertumbuhan penduduk dunia dan pelipatan……………………………
Lima Belas Negara dengan Jumlah Penduduk Paling Besar dan Kenaikannya
Per Tahun…...…………………………………………………………………

RINGKASAN......…………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….
Latar belakang…………………………………………………………………
Rumusan Masalah……………………………………………………………..
Tujuan…………………………………………………………………………

BAB II
Tinjauan pustaka……………………………………………………………….
BAB III PEMBAHASAN……………………………………………………………..
Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup…………………..………………
Penyebab tingginya tingkat kelahiran………………………………………….
konsekuensi Tingginya Tingkat Fertilitas……………………………………...
KESIMPULAN………………………………………………………………..
PENUTUP……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA

II
III
III
IV
V

VI
1
1
2

2
3
15
15
20
21
28

DAFTAR TABEL
Taksiran Pertumbuhan Penduduk Dunia Sepanjang Masa

Tahun

Taksiran Jumlah
Penduduk
(dalam Jutaan)

Taksiran % Kenaikan
Tahunan dalam Periode
yang Diobservasi


10.000 SM

5

1 Masehi

250

0,04

1650

545

0,04

1750

728


0,29

1800

906

0,45

1850

1.171

0,53

1900

1.608

0,65


1950

2.576

0,91

1970

3.698

2,09

1980

4.448

1,76

1990


5.292

1,73

2000

6.090

1,48

2050 (Proyeksi)
9.036
Sumber: Warren S. Tompson dan David T. Lewis (dalam Todaro)

0,45

Laju Pertumbuhan Penduduk Dunia dan Periode Pelipatan
Periode


Taksiran Laju
Pertumbuhan (%)

Periode Pelipatan (tahun)

Awal kemunculan manusia
dalam catatan sejarah

0,002

36.000

1650 – 1750

0,3

240

1850 – 1900


0,6

115

1930 – 1950

1,0

72

1960 – 1980

2,3

31

Sekarang

1,3


54

Sumber: Warren S. Tompson dan David T. Lewis (dalam Todaro)

Lima Belas Negara dengan Jumlah Penduduk Paling Besar dan Kenaikannya Per Tahun
Peringkat

Negara

Jumlah Penduduk 2003
(Jutaan)

Tingkat Kenaikan
(%)

1

Cina

1.289

0,6

2

India

1.069

1,7

3

Amerika Serikat

292

0,6

4

Indonesia

221

1,6

5

Brasil

177

1,3

6

Pakistan

149

2,7

7

Bangladesh

147

2,2

8

Rusia

146

-0,7

9

Nigeria

134

2,8

10

Jepang

128

0,1

11

Meksiko

105

2,4

12

Jerman

83

-0,1

13

Filipina

82

2,2

14

Vietnam

81

1,3

15

Mesir

72

2,1

RANGKUMAN
Pesatnya pertambahan penduduk dunia, sampai pada abad ke 21 ini total penduduk dunia
diperkirakan mencapai 6,1 milliar ( Prediksi PBB). Setiap tahunnya sekitar 80 juta orang terlahir
di dunia dan 97% manusia yang baru terlahir tersebut berasal dari Negara ketiga yang notabene
Negara berkembang Selama bertahun-tahun telah berlangsung perdebatan diantara para ahli
ekonomi tentang mengenai baik atau buruknya pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan

Penduduk

Bukanlah

Masalah

yang

Sebenarnya

.

Kita

dapat

mengidentifikasikan adanya tiga aliran pemikiran pada kubu argumentasi yang berkeyakinan
bahwa sesungguhnya pertumbuhan penduduk itu bukan merupakan inti persoalan atau masalah
sebenarnya .
Inti persoalannya bukan pertumbuhan penduduk, melainkan hal-hal atau isu lain,bahkan
pertumbuhan penduduk merupakan persoalan rekaan atau masalah palsu yang sengaja diciptakan
oleh badan-badan dan lembaga-lembaga milik negara kaya dan dominan dengan tujuan
menjadikan negara-negara berkembang tetap terbelakang dan bergantung pada negara maju.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh negara-negara maju untuk membantu Negara
berkembang keluar dari keterbelakangannya. Namun hal ini harus didasarkan pada niat yang
tulus dari negara maju untuk membantu negara berkembang. Bantuan yang dimaksud tidak
hanya pada bantuan keuangan dari sektor publik dan swasta saja, namun juga hubungan jangka
panjang seperti misalnya dalam perdagangan dan keringanan tarif serta cuaki dan pajak laiinya.
Meningkatkan impor bahan primer yang merupakan andalan dari negara-negara berkembang
juga akan sangat membantu

mengangkat perekonomian negara-negara berkembang. Lalu

dengan pembagian yang adil pada sumber daya yang langka.
Kegiatan nyata yang paling penting dari negara maju ada dua, yaitu yang pertama adalah
penyediaan bantuan-bantuan riset untuk mengembangkan metodologi dan teknologi
pengendalian kelahiran. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi berbagai risiko berkenaan
dengan reproduksi. Kemudian untuk tindakan yang kedua yaitu dengan memberikan bantuan
keuangan terhadap negara berkembang untuk menjalankan program keluarga berencana,
pengembangan sarana-sarana pendidikan umum, dan kegiatan-kegiatan penelitian guna
merumuskan kebijakan kependudukan nasional yang seefektif mungkin, namun dalam
praktiknya dilapangan, dengan penyediaan alat-alat pendudkung keuarga berencana yang serba
canggih belum dapat memenuhi harapan

BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran keadaan suatu perekenomian dari suatu
daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran
mengenai dampak
kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang
secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah,
indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya jumlah barang dan jasa (outpu) yang
dihasilkan oleh suatu daerah, dalam hal ini Propinsi Sumatera Utara.
Pertumbuhan merupakan ukuran utama
keberhasilan pembangunan, dan hasil
pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah,
baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakanterciptanya
pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan
demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang
akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah
“Redistribution With Growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun
tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berskala, yaitu pertumbuhan
yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apalagi negative
menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya
dan dana negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran
pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya ke kegiatan yang lebih tinggi.
Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan
produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.
Kuznets (1996) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ Kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada
penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”. Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga
merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun untuk satu periode ke periode yang lain
dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat
pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ke
tahun.

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan
masyarakat yang terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value)
yang terjadi di daerah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya
dinyatakan dalam harga konstan.
Selain pertumbuhan penduduk, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
adalah tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah, konsumsi rumah
tanggga dan konsumsi swasta. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar
dalam total pengeluaran agregat, berbeda dengan pengeluaran pemerintah yang bersifat
ekosgenus dan konsumsi rumah tangga bersifat endogenus. Dalam arti besarnya konsumsi rumah
tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Dari uraian-uraian diatas, kami melihat adanya kontroversi dan masalah dalam
pertumbuhan Penduduk dan pembangunan ekonomi. Maka dari itu akan kami bahas dalam
makalah ini yang berjudul “Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi :
penyebab,konsekuensi dan kontroversi”
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana pertumbuhan penduduk dan kualitas hidup
2.Apa sebab-sebab tingginya tingkat kelahiran di negara-negara berkembang
3.Bagaimana tingginya konsekuensi tingkat fertilitas
C.TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan permasalahan diatas,maka yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.Agar pembaca dapat mengetahui pertumbuhan penduduk dan kualitas hidup
2.Menjelaskan Penyebab tingginya tingkat kelahiran di Negara berkembang
3.Menjelaskan konsekuensi tingginya tingkat fertilitas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah penduduk.
Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu: kelahiran (fertilitas),
kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian
disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih antara migrasi masuk dan
migrasi keluar disebut migrasi netto. Adanya pengaruh positif pertumbuhan penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi di mana kondisi dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan
tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau
sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau
konsumen bagi produk yang dihasilkan. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan
kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan
berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau
seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2003)
Di era globalisasi dan perdagangan bebas, besarnya jumlah penduduk dan kekuatan
ekonomi masyarakat menjadi potensi sekaligus sasaran pembangunan sosial ekonomi, baik untuk
skala nasional maupun internasional. Berdasarkan hal ini pengembangan sumber daya manusia
perlu terus ditingkatkan agar kualitas penduduk sebagai pelaku ekonomi dapat meningkat sesuai
dengan permintaan dan kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan
kerjanya pun cukup tinggi. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 1990 sekitar 73,9 juta orang
dan bertambah menjadi sekitar 96,5 juta tahun 2000. Ini berarti bahwa pertumbuhan rata-rata
angkatan kerja 2,7 persen per tahun dalam periode 1990-2000. Permasalahan yang ditimbulkan
oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut, disatu pihak menuntut
kesempatan kerja yang lebih besar dan di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja itu
sendiri agar mampu menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju
tahap tinggal landas.
Teori Klasik Adam Smith
Menurut Mulyadi (2003), teori klasik menganggap bahwa manusialah sebagai faktor
produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak
ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat
bagi kehidupan. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith (1729-1790) juga melihat bahwa alokasi
sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi
tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh.
Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
Teori Malthus
Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir
klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Buku Malthus
yang dikenal paling luas adalah Principles of Population. Menurut Mulyadi (2003), dari buku

tersebut akan dilihat bahwa meskipun Malthus termasuk salah seorang pengikut Adam Smith,
tidak semua pemikirannya sejalan dengan pemikiran Smith. Disatu pihak Smith optimis bahwa
kesejahteraan umat manusia akan selalu meningkat sebagai dampak positif dari pembagian kerja
dan spesialisasi. Sebaliknya, Malthus justru pesimis tentang masa depan umat manusia.
Kenyataan bahwa tanah sebagai salah satu faktor produksi utama tetap jumlahnya.
Dalam banyak hal justru luas tanah untuk pertanian berkurang karena sebagian digunakan untuk
membangun perumahan, pabrik-pabrik dan bangunan lain serta pembuatan jalan. Menurut
Malthus manusia berkembang jauh labih cepat dibandingkan dengan produksi hasil-hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Malthus tidak percaya bahwa teknologi
mampu berkembang lebih cepat dari jumlah penduduk sehingga perlu dilakukan pembatasan
dalam jumlah penduduk.
Pembatasan ini disebut Malthus sebagai pembatasan moral.
Teori Keynes
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme
pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan semua
sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (full-employed). Dengan
demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran.
Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka
bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat
upah lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk memperkerjakan mereka lebih banyak.
Kritikan Jhon Maynard Keynes (1883-1946) terhadap sistem klasik salah satunya adalah
tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme penyesuaian (adjustment)
otomatis yang menjamin bahwa perekonomian akan mencapai keseimbangan pada tingkat
penggunaan kerja penuh. Dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan
pandangan klasik di atas. Di manapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor
union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan pekerja dari penurunan tingkat upah.
Kalaupun tingkat upah diturunkan maka boleh jadi tingkat pendapatan masyarakat akan turun.
Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya
beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan akan
berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga. Kalau
harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal tenaga kerja (marginal value of
productivity of labor), yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam memperkerjakan
tenaga kerja akan turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai
produktivitasnya hanya turun sedikit.
Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari
jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis maka
kurva nilai produktivitas marginal dari tenaga kerja juga turun drastis dimana jumlah tenaga
kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin bertambah
luas (Mulyadi, 2003).

B.Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi satu sama lain tidak dapat
dipisahkan. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu
Negara meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan istilah pertumbuhan

ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan ekonomi,
atau diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product/ Gross National Product
tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak.
Djojohadikusumo (1994) membedakan konserp pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi. Menurutnya pertumbuhan ekonomi berfokus pada
peningkatan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, yang
didasari oleh paham Neo-Klasik dan Neo-Keynes. Sedangkan pembangunan
ekonomi diartikan sebagai proses transformasi yang ditandai oleh perubahan
structural yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada
kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Namun demikian pada umumnya para ekonom memberikan
pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan
pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja.
Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi
biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara
maju, sedangkan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan
perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang (Arsyad, 1999).
Teori Pertumbuhan Lewis (dalam Todaro, 2003) menjelaskan
transformasi struktur perekonomian dari pola perekonomian pertanian
subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern. Menurutnya,
perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional pertanian yang
tingkat produktivitasnya rendah dan sektor industri perkotaan modern yang
tingkat produktivitasnya tinggi. Perhatian utama dari model ini diarahkan
pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output
dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Karena pada
umumnya tolok ukur dari pembangunan ekonomi adalah tingkat
pertambahan produk domestik bruto seperti telah di jelaskan sebelumnya,
maka hal ini membuat pembangunan di negara-negara berkembang
berorientasi pada mengejar pertumbuhan yang tingi dalam rangka
peningkatan pendapatan masyarakat dan nasional melalui pertumbuhan
pendapatan nasional (PDB), walaupun harus melakukan eksploitasi terhadap
sumber-sumber yang ada.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya strategi ini ternyata tidak
menjamin adanya
pemerataan distribusi pendapatan nasional bahkan lebih banyak merugikan
masyarakat bawah karena hasil pembangunan lebih terkonsentrasi pada
sekelompok orang saja.
Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pengangguran, urbanisasi
desa-kota, marginalisasi kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Paradigma
pembangunan seperti di atas yang hanya mengejar pertumbuhan yang
tinggi perlu dikaji ulang kembali karena terbukti hanya akan menghasilkan

ketidakmerataan distribusi pendapatan dan makin memperparah terjadinya
kerusakan lingkungan.
Kuznets (1955) adalah yang berupaya mengkritisi model
pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata.
Menurutnya, pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam dan
lingkungan hanya akan menciptakan kerusakan lingkungan hidup itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam beberapa periode sebelumnya
justru akan terkikis oleh ekses-ekses negatif dari pertumbuhan itu sendiri.
Analisis Kuznets tentang pengaruh kelestarian lingkungan hidup terhadap
pertumbuhan ekonomi ini secara teoritis diungkapkan dengan muncunya
teori Environmental Kuznets Curve (EKC). Teori Environmental Kuznets Curve (EKC)
menyatakan bahwa untuk kasus di Negara sedang berkembang seiring
dengan perjalanan waktu, kegiatan industri dapat merusak kelestarian alam
dan lingkungan. Sebaliknya untuk negara maju, seiring dengan perjalanan
waktu dalam kegiatan industrinya, maka kelestarian lingkungan hidup
semakin bisa dijamin keberadaannya. Berdasarkan pada penemuannya
tersebut, bentuk kurva EKC adalah huruf U terbalik (Munasinghe, 1999)

Kaitan Pembangunan Pertanian dan Penyerapan Tenaga Kerja
Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk:
1.extensively resources yaitu dengan penggunaan banyak sumberdaya (seperti fisik, manusia
atau natural capital)
2.intensively resources yaitu dengan penggunaan sejumlah sumberdaya yang lebih efisien (lebih
produktif).
Ketika pertumbuhan ekonomi dicapai dengan menggunakan banyak tenaga kerja, hal
tersebut tidak menghasilkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Namun ketika pertumbuhan
ekonomi dicapai melalui penggunaan sumberdaya yang lebih produktif, termasuk tenaga kerja,
hal tersebut menghasilkan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dan meningkatkan standar
hidup rata-rata masyarakat. Pada saat krisis, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB
mengalami peningkatan paling besar dibanding sektor lainnya. Dari segi penyerapan tenaga
kerja, pada tahun 2003 sektor pertanian mampu menyerap sekitar 46 persen, paling tinggi di
antara sektor-sektor lain. Kesemua upaya dalam membangun pertanian dalam menggerakkan

sektor lainnya dan peran pemerintah yang pada akhirnya secara bersama-sama mampu menjadi
penggerak dalam pertumbuhan ekonomi, digambarkan secara baik oleh Yudhoyono (2004) dalam
disertasinya dengan menggunakan Model Ekonomi-Politik Perekonomian Indonesia. Dari hasil
simulasi terhadap kebijakan yang dilakukan (melalui kebijakan fiskal) terkait dengan masalah
pertanian, diperoleh hasil bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pertanian sebesar
15% akan meningkatkan PDB, kemudian direspon dengan peningkatan permintaan tenaga kerja
sehingga proporsi pengangguran dapat ditekan
sebesar 4,9%.
Pada gilirannya peningkatan PDB dan pengurangan pengangguran ini akan menurunkan
angka kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kedepan diperlukan investasi yang
serentak di sektor pertanian dan sektor industri dalam perekonomian. Untuk pertumbuhan
berimbang dapat digambarkan dengan model perekonomian dual (The dual economy model)
yang dikemukakan Fei dan Ranis (Hayami, 2001).
Model Fei-Ranis merupakan suatu kondisi ideal bagaimana permintaan dan penawaran
pada sektor industri dan sektor pertanian saling menyesuaikan sehingga selalu berada pada
kondisi pertumbuhan berimbang. Tentu saja model Fei-Ranis ini tidak terlepas dari kritik karena
dalam model tersebut belum mempertimbangkan bahwa persediaan tanah tidak tetap, upah
institusional tidak di atas MPP (Produktivitas fisik marjinal), upah institusional di sektor
pertanian tidak konstan
di atas MPP, model tertutup, komersialisasi sektor pertanian menjurus ke inflasi dan MPP tidak
sama dengan nol.
Suatu strategi pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh sektor pertanian dan lapangan
kerja menurut Mellor (2007) mempunyai tiga unsur :
Pertama, laju pertumbuhan pertanian harus dipercepat meskipun luas tanah yang tersedia tetap.
Dengan perubahan teknologi dalam pertanian maka masalah tersebut akan dapat
diatasi.
Kedua, permintaan domestik akan hasil pertanian harus tumbuh cepat meskipun permintaan itu
tidak elastis.
Ketiga, permintaan akan barang dan jasa yang ditimbulkan oleh proses-proses padat modal yang
masih rendah harus dinaikkan. Ketiga unsur dimaksud secara terus menerus akan saling

berinteraksi dan bersinergi sehingga strategi pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada
pertanian akan
mencapai tujuan dan sasarannya.
Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan dalam keberhasilan pembangunan
nasional, seperti dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan
masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi (Simatupang, P. 1992); di
mana gerakannya diantisipasi dan diselaraskan searah dengan dinamika pembangunan yang
terjadi. Sejak pelita VI orientasi pembangunan pertanian beralih dari fokus peningkatan produksi
semata ke arah orientasi pendapatan (kesejahteraan) masyarakat pertanian, terutama pertanian di
pedesaan. Untuk itu pengembangan agribisnis telah menempati posisi sentral pembangunan
pertanian. Sebagai relevansinya adalah upaya memberi masukan bagi pelaksanaan pembangunan
pertanian selanjutnya dengan mengkaji dampak kebijaksanaan tersebut di tingkat mikro dan
makro terhadap perbaikan kesejahteraan kaum petani.
Untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani, salah satu alat bantu ukurnya
adalah NTP (Nilai Tukar Petani) dan NTKP (Nilai Tukar Komoditas Pertanian), di mana
peningkatan nilai tukar tersebut diharapkan mampu mengindikasikan peningkatkan kesejahteraan
masyarakat pertanian maupun keadaan sebaliknya. NTP berkaitan dengan kemampuan dan daya
beli petani dalam
membiayai hidup rumah tangganya. NTKP berkaitan dengan kekuatan dari daya tukar ataupun
daya beli dari suatu komoditas pertanian terhadap komoditas/produksi lain yang dipertukarkan.
Keberhasilan pembangunan pertanian yang pernah dicapai tidak dapat dipungkiri, telah diikuti
pula oleh perubahan secara struktural pada sector perekonomian nasional, yang mana peran
sektor pertanian semakin menurun digeser oleh peran sektor industri; di mana tersirat pula
adanya beban berat dari sector pertanian.
Hal ini terutama berkaitan dengan semakin melebarnya kesenjangan antara sektor
pertanian dengan sektor di luar pertanian, serta penurunan nilai tukar pertanian yang disebabkan
penurunan nilai tukar komoditas pertanian.
Krisis moneter yang turut memicu krisis ekonomi berpengaruh negatif yang salah satu
dampaknya terlihat dengan meningkatnya pengangguran (yang umumnya berasal dari tenaga
kerja pedesaan) dan jumlah penduduk miskin. Pengaruh positif dengan salah satu dampaknya
terlihat pada meningkatnya harga komoditas pertanian baik harga produk maupun harga beli

input oleh petani. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya nilai tukar mata uang asing (US dollar).
Indikasinya adalah adanya
peningkatan nilai ekspor sektor pertanian. Apabila daya beli petani karena pendapatan yang
diterima dari kenaikan harga produksi pertanian yang dihasilkan, lebih besar dari kenaikan harga
barang yang dibeli, maka hal ini mengindikasikan bahwa daya dan kemampuan petani lebih baik
atau tingkat pendapatan petani lebih meningkat. Alat ukur daya beli petani selintas dapat
menunjukkan tingkat kesejahteraannya dirumuskan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP) yang
terbentuk oleh keterkaitan yang kompleks dari suatu system pembentuk harga, baik yang harga
yang diterima maupun harga yang dibayar petani. Dengan kata lain, nilai tukar petani dapat
didefinisikan sebagai nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang
dibayar oleh petani, sehingga merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk yang dihasilkan
terhadap produk dan jasa yang mampu dibeli rumah tangga petani, baik untuk biaya input usaha
tani maupun biaya konsumsi rumah tangga petani (BPS, 2009).
Berbagai fenomena perubahan situasi (gejolak) yang terjadi baik yang bersifat alami
(seperti gejolak produksi pertanian) maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi pasar
(seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sector pertanian dan non-pertanian, di
tingkat mikro maupun makro), akan mempengaruhi harga-harga, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi nilai tukar petani, akan menjadi masukan penting bagi penyusunan program
kebijaksanaan ke arah
pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan input produksi usahatani
sampai pada pemasaran hasil produk pertanian (antara lain: kejaksanaan harga input dan output,
subsidi, modal/perkreditan dan lainnya) akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung
maupun tidak langsung. Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan
pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani.
Menurut Killick (1983), Timmer et al. (1983), kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas
dari kegiatan di luar sector pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh
peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang
mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk
berproduksi.

Hal ini akan berdampak ganda (Supriyati, 2000) tidak saja dalam peningkatan partisipasi
petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan
lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non-pertanian; tetapi juga
diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan
antar daerah (desa-kota), maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional.
Keragaman penerimaan, pengeluaran dan nilai tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi
oleh mekanisme pembentukan dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar daerah dan
antar waktu sebagai akibat dari keragaman system pembentukan penawaran dan penerimaan.
Dari sisi penerimaan petani, keragaman
antar daerah dan waktu terjadi berkaitan dengan keragaman sumberdaya dan komoditas yang
diusahainya serta diversivikasi sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait
dengan keragaman pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2000).

Penelitian Sebelumnya
Roosgandha (2000) melakukan penelitian dengan judul .Peran Nilai Tukar Petani dan
Nilai Tukar Komoditas dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani.
dapat disimpulkan bahwa pengaruh negatip di satu sisi dari krisis ekonomi yang dipicu
oleh krisis moneter terhadap pertanian dan pedesaan antara lain seperti: meningkatkan
pengangguran dan jumlah penduduk miskin
pengaruh positif di sisi lain adalah peningkatan harga komoditas pertanian karena
meningkatnya nilai tukar mata uang asing. Kenaikan harga produk yang dihasilkan petani lebih
besar dari kenaikan harga barang yang dibeli, maka daya beli petani akan meningkat
(mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani) yang diformulasikan dalam bentuk nilai
tukar petani. Kebijaksanaan pemerintah di sektor pertanian (kebijaksanaan harga, subsidi,
perkreditan dan lainnya) mulai dari kegiatan usaha tani sampai pemasaran hasil secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi nilai tukar petani.
Peningkatan/perbaikan nilai tukar petani berkaitan erat dengan kegairahan petani
berproduksi, dengan dampak ganda yaitu peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian
serta menghidupkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan perkerjaan di pedesaan, yang
berarti akan menciptakan sedikitnya keseimbangan pembangunan antar daerah dan antar wilayah
serta

optimalisasi sumberdaya nasional.
Saktynu (2000) melakukan penelitian dengan judul .Analisis Penentuan Indikator Utama
Pembangunan Sektor Pertanian di Indonesia. Pendekatan Analisis Komponen Utama dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan indikator utama pembangunan pertanian di tingkat makro
(nasional) dan mikro (petani) sebanyak 8 indikator yaitu:
(1) pertumbuhan luas lahan irigasi (%/tahun)
(2) rasio tenaga kerja desa/kota di sektor pertanian
(3) rasio tenaga kerja desa/kota di sektor non pertanian
(4) pertumbuhan Indeks Ketahanan Pangan (energi dan protein)
(5) pertumbuhan PDRB sektor pertanian (%/tahun)
(6) pangsa PDRB sektor pertanian (%/tahun)
(7) penggunaan sarana produksi (bibit, pupuk dan pestisida)
(8) produktivitas usahatani. Delapan indikator utama tersebut telah mencerminkan 38
indikator pembangunan pertanian.

Ini memberikan implikasi bahwa untuk mengetahui kondisi 52 indikator tersebut, hanya
dibutuhkan pengukuran terhadap delapan indicator utama di atas. Untuk itu, disarankan agar
kedelapan indikator utama tersebut dapat dijadikan sebagai indikator kinerja pembangunan
pertanian. Sasaran pembangunan pertanian lima tahun ke depan adalah peningkatan ketahanan
pangan, daya saing dan pendapatan petani. Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata tingkat
pendapatan petani dan daya saing komoditas pertanian (diukur dari pertumbuhan ekspor dan
impor) bukanlah indikator utama pembangunan pertanian. Oleh karena itu, sasaran pembangunan
pertanian bukanlah untuk meningkatkan pendapatan petani, tetapi untuk meningkatkan
produktivitas usahatani melalui peningkatan penggunaan sarana produksi.
Agus (2001), melakukan penelitian dengan judul .Analisis Struktural Kesempatan Kerja
di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Moneter., dengan menggunakan beberapa model linear
ekonomi makro dari teori tenaga kerja yang dianalisa melalui maximum likelihood method
Penelitian ini menggunakan data skunder deret waktu (time series), yaitu mulai tahun 1993
sampai tahun 1999. Hasil dari penelitian ini adalah pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional
yang

mempunyai elastisitas kesempatan kerja yang tinggi yaitu sektor konstruksi, jasa dan
transportasi/komunikasi, sedangkan pada sektor pertanian menunjukkan pengaruh yang negatif
dan signifikan terhadap kesempatan kerja akibat permintaan barang/jasa mengalami penurunan.
Turunnya permintaan (konsumsi) berdampak kepada aktivitas perusahaan mengalami stagnasi
atau penurunan, bersamaan dengan itu penawaran tenaga kerja mengalami peningkatan, yaitu
baik yang disebabkan karena penambahan penduduk maupun dari tenaga kerja yang terpaksa
menganggur karena turunnya aktivitas produksi.
Sektor pertanian boleh jadi sering mengalami turunnya aktivitas produksi misalkan akibat
dari sulitnya sarana produksi, peningkatan teknologi pertanian, rendahnya nilai tukar atau harga
yang diterima atau karena adanya alih fungsi lahan.
Pudji (2002), melakukan penelitian dengan judul .Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan
Ekonomi, dengan Menggunakan Model Linear Ekonomi Makro., diperoleh hasil bahwa dampak
pengangguran yang bersifat multidimensi mengharuskan pemerintah untuk melakukan kebijakan
yang tepat dalam mengatasi pengangguran. Dikatakan harus tepat karena tersedianya resources,
baik berupa tanah, modal dan teknologi, maka pemahaman akan model kesempatan kerja akan
meminimalisir kesalahan dalam pembuatan kebijakan. Pengembangan simulasi model, akan
memberikan masukan atau gambaran mengenai dampak suatu kebijakan terhadap kesempatan
kerja nasional.
Sektor pertanian masih merupakan tumpuan penyediaan kesempatan kerja secara
nasional. Pada periode tahun 1990 . 1996, proporsi kesempatan kerja sector pertanian mengalami
penurunan, tetapi masih tetap merupakan penyumbang kesempatan kerja dominan secara
nasional. Penyebab penurunan ini adalah kesempatan kerja di pedesaan masih terbatas sementara
terjadi peningkatan kualitas pendidikan juga ditemui perbedaan tingkat upah diantara desa dan
kota serta peluang
mendapatkan pekerjaan di kota lebih besar. Selain itu secara rata-rata pendapatan masyarakat
pedesaan atas tiga daerah penelitian mengalami penurunan dibandingkan perkotaan.
Sumarto, dkk (2004), melakukan penelitian dengan judul .The Role of Agricultural Growth in
Poverty Reduction in Indonesia., memakai data sekunder untuk periode 1982-1998, hasil regresi
menunjukkan bahwa diantara tiga sektor, pertanian ternyata merupakan sektor yang memiliki
hubungan paling kuat dan signifikan antara pertumbuhan output sektoral dan penurunan
kemiskinan,

dibandingkan pertumbuhan output di sektor industri dan sektor perdagangan.
Hasil penelitian mereka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan output di industri dan
perdagangan tidak penting bagi pengurangan kemiskinan.
Sebaliknya dan khususnya pertumbuhan sektor industri selama Orde Baru sudah terbukti
sangat berperan dalam keberhasilan Indonesia mengurangi kemiskinan dengan menyerap banyak
tenaga kerja berpendidikan rendah termasuk yang datang dari pertanian (pedesaan). Namun
demikian, seperti telah ditunjukkan sebelumnya, pertanian adalah sektor terbesar dalam
penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Studi terakhir dari Sumarto, dkk. (2004) menunjukkan
lebih dari 50% dari penurunan kemiskinan di tingkat propinsi dalam periode 1984-1996 adalah
sumbangan dari pertumbuhan output di pertanian. Sedangkan sumbangan dari pertumbuhan
output di industry terhadap penurunan kemiskinan di perkotaan hanya marjinal.
Secara simultan penelitiannya menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel ketenagakerjaan,
terdapat keterkaitan atau hubungan (positif) dua arah antara produktivitas dan upah dan ini
terjadi pada sektor jasa, sedangkan pada sector pertanian dan industri hubungan bersifat satu arah
yaitu upah mempengaruhi secara signifikan produktivitas tenaga kerja. PDRB sektoral
berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja dan produktivitas sektoral. Diperkirakan
dampak absolute penyerapan tenaga kerja sektoral terhadap PDRB sektoral lebih besar
dibandingkan dengan dampak produktivitas sektoral terhadap PDRB sektoral. PDRB sektoral
sebaliknya secara nyata juga mempengaruhi berbagai variabel ketenagakerjaan.

Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Oleh karena sebagian besar masyarakat Indonesia berada di pedesaan dan
bekerja di sektor pertanian, maka sudah sewajarnyalah jika pembangunan pertanian harus
menjadi prioritas. Penurunan peran sektor pertanian karena adanya transformasi struktur
perekonomian nasional tidak diikuti oleh menurunnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian.
Hal ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian terus menunjukkan
penurunan dibandingkan sektor lain seperti industri dan jasa. Keadaan ini disebabkan oleh
rendahnya kemampuan sektor pertanian dalam menciptakan lapangan kerja baru, seperti tidak

adanya pengembangan industri pertanian atau kegiatan lainnya di pedesaan yang mendukung
sektor pertanian.
Untuk menghasilkan output yang lebih besar, harus dibarengi dengan peningkatan jumlah
faktor produksi (tenaga kerja dan non tenaga kerja). Output yang besar tersebut didukung oleh
penyediaan sarana input faktor produksi (lahan) dan modal. Ouput yang besar akan menciptakan
devisa bagi perekonomian nasional melalui net ekspor yang tinggi.
Balas jasa terhadap tenaga kerja dan non tenaga kerja berupa upah/gaji dan keuntungan
yang diterima oleh masing-masing faktor produksi tetap harus diperhatikan sebagai upaya
menyerap surplus tenaga kerja sektoral dan mengurangi pengangguran. Adanya kesempatan
kerja akan membuka peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari landasan teori dan penelitian sebelumnya maka dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Jumlah ekspor sektor pertanian berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja
sektor pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.
2. Nilai tukar petani berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor
pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.
3. PDRB sektor pertanian berpengaruh positif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor
pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.
4. Upah minimum provinsi berpengaruh negatif terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja sektor
pertanian di Sumatera Utara, ceteris paribus.
5. Pengangguran berpengaruh positif dengan penyerapan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di
Sumatera Utara, ceteris paribus.

BAB III
PEMBAHASAN
Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi : Penyebab, Konsekuensi, dan
Kontroversi
Pertambahan penduduk di dunia sangat lah cepat, hingga pada abad ke 21 ini total
penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,1 milliar ( Prediksi PBB). Proyeksi PBB mengatakan
jika pada tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai angka 9,2 milliar. Lalu bagaimanakah jika
hal tersebut terjadi. Apakah dampak yang akan muncul di dunia ? Apakah proyeksi itu tak
terelakakan atau hal tersebut tergantung dari keberhasilan Negara ketiga? Hal tersebut akan
dibahas dalam makalah ini.

A.Masalah Pokok: Pertumbuhan Penduduk dan Kualitas Hidup
Pertambahan jumlah penduduk di dunia tidak dapat terelakkan lagi karena sebagai salah
satu ciri dari makhluk hidup adalah berkembang biak. Setiap tahunnya sekitar 80 juta orang
terlahir di dunia dan 97% manusia yang baru terlahir tersebut berasal dari Negara ketiga yang
notabene Negara berkembang. Pertambahan penduduk tidak cuman masalah jumlah tetapi
merambah juga masalah pembangunan, kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.
Ledakan penduduk tersebut menimbulkan pertanyaan yang kompleks, sejauh manakah
masalah kependudukan di banyak Negara dunia ketiga itu menunjang atau sebaliknya justru
menghambat peluang mereka dalam meraih tujuan-tujuan pembangunan, tidak saja bagi generasi
yang ada sekarang ini, tetapi juga bagi generasi-generasi yang akan datang? Sebaliknya,
bagaimana pembangunan dapat mempengaruhi pertumbuhan penduduk?
Ada beberapa pertanyaan yang mungkin harus terjawab mengenai pertambahan penduduk.
1. Mampukah Negara-negara dunia ketiga meningkatkan taraf hidup penduduknya di tengah
sedemikian tingginya laju pertumbuhan penduduk, baik yang ada pada saat ini maupun
proyeksinya untuk masa-masa yang akan datang?
2. Apa yang harus dilakukan leh Negara-negara berkembang untuk mengatasi ledakan
pertambahan angkatan kerjanya yang begitu besar di masa-masa mendatang ?

3. Apa sajakah implikasi dari tingginya laju pertumbuhan penduduk di Negara-negara
miskin terhadap peluang mereka untuk meringankan penderitaan penduduknya yang
diakibatkan oleh kemiskinan absolut?
4. Berdasarkan perkiraan pertumbuhan penduduk, apakah Negara-negara berkembang
mampu memperluas dan meningkatkan kualitas kesehatan serta sistem pendidikan yang
ada sehingga setiap orang setidaknya memiliki kesempatan untuk mendapatkan layanan
kesehatan yang memadai dan juga pendidikan dasar?
5. Seberapa rendahnya taraf hidup sesorang sehingga menjadi faktor penting dalam
penentuan jumlah anggota keluarga?
6. Sampai sejauh manakah peningkatan kemakmuran dari Negara-negara maju menjadi
faktor yang menghambat Negara-negara miskin dalam upaya mereka mengatasi lonjakan
jumlah penduduk?

Pertumbuhan Penduduk Dunia Sepanjang Sejarah
Lebih dari dua juta tahun keberadaan manusia di bumi, jumlah total penduduk dunia pada
waktu itu masih sangat terbatas. Tatkala manusia mulai membudidayakan bahan pangan
melalui pertanian menetap sekitar 12.000 tahun yang lampau, total jumlah penduduk dunia
diperkirakan tidak lebih dari 5 juta jiwa. Pada 2000 tahun yang lampau, penduduk dunia
bertambah menjadi hamper 250 juta, yang kurang dari seperlima penduduk cina sekarang.
Sesudah tahun pertama masehi hingga revolusi industri pada tahun 1750 jumlah
penduduk mencapai 728 juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750-1950) dunia
mendapat tambahan penghuni sebanyak 1, 7 milliar jiwa. Tapi hanya dalam kurun 4 dekade
penduduk dunia menjadi 5,3 milliar jiwa. Dan pada abad ke 21 ini penduduk dunia telah
mencapai 6, 1 miliar jiwa. Jika digunakan analisis rasio pertambahan penduduk dunia pada
300 tahun yang lalu hanya memiliki rasio 0,002 persen. Sampai tahun 1750 rasio meningkat
menjadi 0,3 persen per tahun. Bahkan pada tahun1950 rasio pertambahan penduduk menjadi
1 persen pertahun. Kenaikan itu terus meningkat hingga mencapai angka 2,35 persen pada
tahun 1970an. Pada abad 21 laju pertumbuhan penduduk menurun tetapi masih termasuk
tinggi yakni di kisaran 1,3 persen per tahun.

1.Struktur Kependudukan Dunia
Distribusi penduduk dunia sangat tidak merata tergantung dari wilayah geografisnya.
Sebaran per wilayah geografis lebih dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di
wilayah Negara-negara berkembang dan kurang dari seperempatnya di Negara-negara maju.
Hal ini disebabkan karena angka pertumbuhan di Negara-negara berkembang jauh lebih
tinggi dibanding dengan Negara maju. Berikut ini adalah persebaran penduduk dunia dan
prediksi di tahun 2050.

Total Penduduk 2003 : 6,313 miliar
Asia Oceania
Eropa
Afrika
Amerika utara
amerika latin

Total Penduduk tahun 2050 : 9,198 miliar

Asia Oceania
Eropa
Afrika
Amerika Utara
Amerika Latin

Tren tingkat kelahiran dan kematian secara kualitatif dihitung berdasarkan persentase
kenaikandari jumlah penduduk neto per tahun yang bersumber dari pertambahan alami dan
migrasi. Tetapi faktor migrasi disini dikesampingkan sehingga pertambahan penduduk dapat
dirumuskan
Pertambahan penduduk : jumlah natalitas - jumlah mortalitas
2. momentum pertumbuhan penduduk
Momentum pertumbuhan penduduk tersembunyi dapat dilihat dari piramida penduduk yang
mana piramida penduduk tersebut merupakan struktur kependudukan yang ada di dunia. Struktur
kependudukan ini merupakan salah satu yang melatar belakangi momentum pertumbuhan
penduduk yang tersembunyi selain dipengaruhi juga dengan tingkat kelahiran itu sendiri
mungkin atau tidak diturunkan dalam waktu singkat. Berikut ini merupakan pyramid penduduk.

TRANSISI DEMOGRAFIS
Proses penurunan tingkat fertilitas sampai terciptanya tingkat penggantian penduduk
(replacement) dengan program keluarga berencana.
Tahapan dalam transisi demografis:
a. Negara maju (eropa barat)
Terbagi dalam 3 tahapan :
1. Tahapan pertama (sebelum modernisasi) :
- Tingkat kelahiran tinggi dan kematian tinggi (dengan tingkat yang hampir sama)
-

Pertumbuhan penduduk rendah dan lambat.

2. Tahapan kedua (mulai ada modernisasi) :
- Tingkat kematian rendah tetapi kelahiran tetap tinggi
-

pelayanan kesehatan baik, makanan bergizi, pendidikan tinggi.

-

Usia harapan hidup meningkat dari 40 tahun menjadi >60 tahun .

-

Pertumbuhan penduduk tinggi.

3. Tahapan ketiga (modernisasi) :
- Tingkat kelahiran dapat ditekan sampai serendah tingkat kematian.
-

Laju pertumbuhan sangat rendah atau bahkan nol.

b. Negara dunia ketiga
- Tingkat pertumbuhan jauh lebih tinggi dari Negara eropa barat sebelum revolusi
industri.
Terbagi dalam 3 tahapan :
1. Tahapan pertama :
- Menikah pada usia muda.
-

Periode subur menjadi panjang.

- Laju pertumbuhan penduduk tinggi.
2. Tahapan kedua :
- Penggunaan teknologi kesehatan dan pengobatan impor.

-

Tingkat kematian turun drastic (lebih cepat dari eropa barat).

-

Tingkat kelahiran tinggi (lebih dari 2% per tahun).

- Pertumbuhan penduduk masih tinggi.
3. Tahapan ketiga
- Terbagi dalam 2 pola besar kelompok Negara-negara berkembang, A dan B
 Kelompok A (berhasil) :
 Dengan metode modern dapat menaikkan taraf hidup dan menurunkan
kematian
10 /1000 per tahun dan menurunkan tingkat kelahiran 2030/1000 per tahun.
 Sudah berada pada tahapan ketiga.
 Taiwan, Korea Selatan, Kosta Rika, RRC, Kuba, Cili, dan Sri Lanka



 Tahun 1980-1990an Kolombia, Indonesia, Republik Dominika,
Thailand, Meksiko, Malaysia, Kenya, Afrika Selatan, dan Brasil.
Kelompok B (gagal) :
 Tidak kunjung teratasinya kemiskinan absolute.
 Rendahnya taraf hidup.
 Mewabahnya HIV AIDS.
 Masih berada pada tahapan kedua.
 Kawasan Afrika sub-Sahara dan Timur Tengah.

B.SEBAB-SEBAB TINGGINYA TINGKAT KELAHIRAN DI NEGARA-NEGARA
BERKEMBANG : MODEL MALTHUS DAN MODEL RUMAH TANGGA
1. Teori Jebakan Populasi Malthus
Kelemahan-kelemahan Model Malthus
Dua alasan pokok kritik terhadap model Malthus :
a.Tidak memperhitungkan begitu besarnya kemajuan teknologi untuk mengimbangi
ledakan penduduk.
Contoh : Tanah yang luasnya tetap bisa memperoleh hasil yang lebih banyak berkat
kemajuan teknologi. Dapat dilihat dengan bergesernya kurva tingkat pertumbuhan
pendapatan agregat (total produk) ke atas, sehingga pada semua tingkat pendapatan
per kapita posisinya secara vertical akan selalu lebih tinggi dari kurva pertumbuhan
penduduk.
b.Tingkat pertumbuhan penduduk di suatu Negara berkorelasi langsung (positif) dengan
tingkat pendapatan per kapita dari Negara yang bersangkutan, maka setiap kenaikan
pendapatan per kapita di suatu Negara masih relatif rendah , maka setiap kenaikan
pendapatan perkapita akan berjalan beriringan dengan kenaikan jumlah penduduk.

1. Teori Mikroekonomi Fertilitas Rumah tangga
Penentuan tingkat fertilitas keluarga atau tingkat permintaan anak merupakan
bentuk pilihan ekonomi yang rasional bagi konsumen. Pilihan tersebut, harus diperoleh
dengan mengorbankan barang lain. Efek pendapatan atau efek substitusi juga berlaku.
Seberapa banyak keluarga ingin mempunyai anak dapat digambarkan dengan
kurva indiferren, yang menggambarkan kombinasi antara jumlah anak dan barang-barang
yang dikonsumsi

.
C.Konsekuensi-konsekuensi Tingginya Tingkat Fertilitas: Sejumlah Pendapat yang saling
Bertentangan
Selama bertahun-tahun telah berlangsung perdebatan diantara para ahli ekonomi tentang
mengenai baik atau buruknya pertumbuhan penduduk. Dibawah ini akan dipaparkan tentang
beberapa argument sebagai akibat pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan Penduduk Bukanlah Masalah yang Sebenarnya
Kita dapat mengidentifikasikan adanya tiga aliran pemikiran pada kubu argumentasi yang
berkeyakinan bahwa sesungguhnya pertumbuha