PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

Oleh

Muhammad Arifin

Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan kambing. Keberhasilan dari pengembangan usaha peternakan tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan, terutama pakan Meskipun potensi genetik kambing tersebut tinggi, namun tanpa dukungan pemberian pakan yang

berkualitas baik, maka produksi dari seekor ternak yang diinginkan tidak akan mencapai optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna meningkatkan produktivitas kambing boerawa adalah dengan menambahkan pakan penguat (konsentrat) dalam ransum.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh penambahan konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa pasca sapih dan (2) mengetahui adanya penambahan konsentrat yang terbaikterhadap performans kambing Boerawa pasca sapih.

Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu dari 12 Mei--11 Agustus 2012, di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Kambing yang digunakan adalah kambing Boerawa fase pasca sapih sebanyak 20 ekor dengan rata-rata bobot awal 18,25 ± 6,13 kg/ekor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri atas empat perlakuan, dengan ulangan sebanyak lima kali, yaitu R0: ransum basal, R1: ransum basal + konsentrat (PK 13%), R2: ransum basal + konsentrat (PK 16%), dan R3: ransum basal + konsentrat (PK 19%). Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap performans kambing Boerawa nyata pada taraf 5% dan atau 1%, maka analisis dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan: (1) adanya pengaruh nyata (P<0,05) penambahan konsentrat pada ransum basal terhadap konsumsi ransum kambing Boerawa jantan pasca sapih, sebaliknya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan berat tubuh, protein efficiency ratio (PER), dan konversi ransum, serta (2) adanya pengaruh terbaik penambahan konsentrat (PK 16%) dalam ransum basal terhadap konversi ransum.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

Oleh

Muhammad Arifin

Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan kambing. Keberhasilan dari pengembangan usaha peternakan tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan, terutama pakan. Meskipun potensi genetik kambing tersebut tinggi, namun tanpa dukungan pemberian pakan yang

berkualitas baik, maka produksi dari seekor ternak yang diinginkan tidak akan mencapai optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna meningkatkan produktivitas kambing boerawa adalah dengan menambahkan pakan penguat (konsentrat) dalam ransum.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh penambahan konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa pasca sapih dan (2) mengetahui adanya penambahan konsentrat yang terbaikterhadap performans kambing Boerawa pasca sapih.

Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu dari 12 Mei--11 Agustus 2012, di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Kambing yang digunakan adalah kambing Boerawa fase pasca sapih sebanyak 20 ekor dengan rata-rata bobot awal 18,25 ± 6,13 kg/ekor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri atas empat perlakuan, dengan ulangan sebanyak lima kali, yaitu R0: ransum basal, R1: ransum basal + konsentrat (PK 13%), R2: ransum basal + konsentrat (PK 16%), dan R3: ransum basal + konsentrat (PK 19%). Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap performans kambing Boerawa nyata pada taraf 5% dan atau 1%, maka analisis dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan: (1) adanya pengaruh nyata (P<0,05) penambahan konsentrat pada ransum basal terhadap konsumsi ransum kambing Boerawa jantan pasca sapih, sebaliknya berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot tubuh, protein efficiency ratio (PER), dan konversi ransum, serta (2) adanya pengaruh terbaik penambahan konsentrat (PK 16%) dalam ransum basal terhadap konversi ransum.


(3)

Abstract

The Effect Of Adding Levels Of Crude Protein Concentrates With Different Bassal Rations For Goats Boerawa Performance Pasca

Weaning By

Muhammad Arifin

Lampung is an area that has the potential for the development of goat breeding business. The success of the farm business development can not be separated from the influence of environmental factors, especially feeding the goat. Despite high genetic potential, but without the support of good quality feed, the

production of one animal will not achieve the desired optimal. One effort that can be taken to improve the productivity of goats boerawa amplifier is to add the feed (concentrate) in the ration.

This study aims to: (1) determine the effect of the addition of concentrates with different levels of crude protein in the basal ration for goats Boerawa weaning performance and (2) to the addition of the best concentrates on pasca-weaning performance Boerawa goats.

The experiment was conducted for 13 weeks from 12th May to 11th August 2012, in the village of Campang, District Gisting, Regency of Tanggamus. Goats are used is pasca-weaning Boerawa goat as many as 20 goats with an average initial weight of 18,25 ± 6,13 kg/goats. This research used randomized block design, consisting of four treatments, with repeated five times, they are R0: bassal

feeding, R1: bassal feeding + concentrate (Crude Protein 13%), R2: bassal feeding + concentrate (CP 16%), and R3: bassal feeding + concentrate (CP 19%). The gotten data was analysed by using variant analysis, when out of using variant analysis shows that the treatment of goats Boerawa significant effect performance at the level of 5% or 1%, then the analysis followed by BNT test.

The results shows: (1) a significant effect (P <0.05) additions concentrates on bassal feeding to ration consumption Boerawa goats pasca-weaning, the opposite effect was not significant (P>0.05) for the increasing of body weight, protein efficiency ratio (PER), and the conversion ratio, and (2) the best effect of the addition of concentrates (CP 16%) in the bassal feeding to the conversion ratio.


(4)

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD ARIFIN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA

PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

Oleh

Muhammad Arifin

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Liman, S.Pt., M.Si. .………..

Sekretaris : Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P. ………..

Penguji Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. ....……..

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1001


(7)

Judul Skripsi : PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

Nama : Muhammad Arifin

NPM : 0714061049

Jurusan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Liman, S.Pt., M.Si. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P. NIP 19670422 199402 1 001 NIP 19750611 200501 1 002

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 19610307 198503 1 006


(8)

PERSEMBAHAN

Untuk segala Cinta, Kasih dan Penantian dengan Setulus hati

kupersembahkan karya kecil ini untuk orang-orang yang berarti dalam

kehidupanku, Allah SWT yang telah mencurahkan ridho dan

karunianya, junjungan Nabi Muhammad SAW atas

tuntunannya.

Bapak dan Ibu tercinta, Kakakku Gunawan Effendi, Asni

Rahmawati, Siti Handayani, dan Imron Effendi yang

senantiasa berdoa untuk keberhasilanku

Teriring do’a untuk Bapak dan Ibu tercinta. Semoga Allah

SWT kelak menempatkan keduanya dalam jannah-Nya.

Untuk keluarga besarku dan sahabat-sahabat kupersembahkan

penghormatan dan baktiku.

Almamater tercinta yang telah mendewasakanku dalam bertindak dan

berfikir.


(9)

Tempat yang paling mulia di dunia adalah pelita orang yang

bertasbih dan sebaik-baik teman di waktu kapanpun adalah buku”

”Segeralah melakukan amal kebaikan, sebab dunia sangat cepat

perputarannya dan masa pun lebih sewenang-wenang untuk hanya

sekedar meninggalkan satu orang berada dalam satu keadaan”

(Al-ma’mun)

”Diantara musibah itu merupakan penguatan bagi jiwa,

pencegahan dari kesesatan, dan hijab dari kebinasaan. Maka

Maha suci Allah yang memperkuat hamba-hambanya dengan

satu bentuk pembelajaran”

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut

membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah

turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan

bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia Sebarkan di bumi itu

segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang

dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda

(Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gadingrejo, Pringsewu, 23 Maret 1989, putra kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Muhksoni dan Ibu Siti Muti N.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Gadingrejo, Pringsewu pada 2001; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 Gadingrejo,

Pringsewu pada 2004; Sekolah Menengah Umum Negeri I Gadingrejo, Pringsewu pada 2007.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2007, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Selama masa studi penulis aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) sebagai Anggota Bidang I

Pendidikan dan Pelatihan 2008--2009, Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS MATA) sebagai anggota bidang IPTEK pada 2008-2009, dan Ketua Bidang I Pendidikan dan Pelatihan 2009--2010. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Produksi Ternak Daging (PTD) pada 2009—2010 dan Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia (Intrum) pada 2010—2011.


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Liman, S.Pt., M.Si.--selaku Pembimbing Utama --atas petunjuk, bimbingan, dan arahannya;

2. Bapak Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan, petunjuk, dan sarannya;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Pembahas, Pembimbing Akademik, dan Ketua Jurusan Peternakan--atas bimbingan, saran, dan bantuannya;

4. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.--selaku Sekertaris Jurusan Peternakan --atas izin dan bimbingannya;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan;


(12)

8. Bapak, Ibu, dan kakak-kakakku tersayang, beserta keluarga besarku atas kasih sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis;

9. Teman-teman saat penelitian Asep, Kundau, dan 2007, Andes, Atin, Dani, David, Dea, Deny, Diana, Doni, Evi, Ferry P, Fery W, Furi, Gen, Hadi, Indra, Ivan, Joko, Jono, Lina, Nesti, Nita, Noviar, Qodhi, Rahman, Reza, Riduan, Suadi, Tian, Tri, Wingky, Yuni, dan 05, 06, 08 , 09, 10,11 yang telah memberi motivasi serta kasih sayang selama ini;

10.Teman-teman seperjuangan dari masa kecil, Bima, Candra, Danang, Dolly, Fajrin, Hasan, Ricky, Rully, dan Tomy, atas segala semangatnya;

11.Bapak Partiman, Mak Wo, Pak Wo, dan Winda --atas segala bantuan,

kerelaannya menyediakan tempat tinggal, dan keramahannya dalam menerima peneliti sebagai anggota keluarganya;

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar lampung, Oktober 2012 Penulis,


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kambing Boerawa ... 6 2. Tata letak kandang percobaan ... 39


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C.Kegunaan Penelitian ... 3

D.Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis .. ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A.Kambing Boerawa ... 6

B. Bobot Lahir ... 8

C.Bobot Sapih ... 8

D.Pakan Ternak ... 9

E. Kebutuhan Protein Kambing ... 11

F. Performans Pertumbuhan... 12

G.Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia ... 13

H.Konsumsi Pakan ... 15


(15)

J. Protein Efficiency Ratio (PER) ... 17

K.Konversi .... ... 18

L. Konsentrat . ... 19

III. BAHAN DAN METODE ... 20

A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

B. Bahan Penelitian ... 20

a. Kambing Boerawa ... 20

b. Ransum . ... 20

c. Air minum ... 21

C.Alat Penelitian ... 21

D.Rancangan Penelitian dan Analisis Data ... 22

E. Pelaksanaan Penelitian ... 23

F. Peubah yang Diamati ... 23

a. Konsumsi ransum... 23

b. Pertambahan bobot tubuh ... 23

c. Protein efficiency ratio (PER) ... 23

d. Konversi ransum ... 24

G. Analisis Data... .. 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum ... 25

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Tubuh ... 27

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Efficiency Ratio... 29

D. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ... 32

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. Simpulan . ... 34


(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN ... ... 38


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi hijauan dan konsentrat penelitian ... 21

2. Komposisi ransum penelitian ... 21

3. Rata-rata KBK ransum pada kambing perlakuan... 25

4. Rata-rata PBT pada kambing perlakuan ... 27

5. Rata-rata protein efficiency ratio (PER) pada kambing perlakuan ... 29

6. Rata-rata konversi ransum pada kambing perlakuan ... 32

7. Analisis ragam data konsumsi ransum ... 40

8. Hasil uji lanjut BNT konsumsi bahan kering ransum kambing ... 41

9. Analisis ragam data pertambahan bobot tubuh ... 41

10.Analisis ragam data protein efficiency ratio ... 42

11.Analisis ragam data konversi ransum ... 42


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kambing Boerawa ... 6 2. Tata letak kandang percobaan ... 39


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta. Arora. 1996. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R.

Murwani dan B. Srigandono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Balai Informasi Pertanian. 1986. Beternak Kambing. Departemen Pertanian. Nusa

Tenggara Barat.

Blakely, J. dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Bradford, G.E. 1993. “Small Ruminant Breeding Strategies for Indonesia”.

Proceedings of a Workshop Held at the Research Institute for Animal Production. Bogor, August 3-4, 1993. pp. 83-94.

Cahyono, B. 1999. Beternak Kambing dan Domba. Kanisius. Yogyakarta Ceacillia. 2002. ”Hubungan Penampilan Induk Kambing dan Anak Kambing

Umur Sapih Berdasarkan Tipe Kelahiran di Kecamatan Singosari Kabupaten Kendal”. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol : 1

Second Edition. John Wiley and Sons. New York.

Cole, H.H., 1966. Introducing to Livestock Production. Academic Press. Ins. New York. London.

Davies, H.L. 1982. Nutritionandgrowth. Hedges and belly Pty. Ltd. Melbaurne. Devandra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.

Terjemahan oleh I.D.K. Harya Putra. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Dick dan A. Dixon. 2006. The Boer Goat – Meat for the Future.


(20)

36

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2004. Peternakan Lampung Produk Unggulan Peluang Investasi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. Lampung.

Direktorat Pengembangan Peternakan. 2004. Laporan Intensifikasi Usaha Tani Ternak Kambing di Provinsi Lampung.

http://www.disnakkeswan-lampung.go.id /publikasi/bplm. Diakses pada 10 oktober 2010.

Edey, T.N. 1983. The genetic pool of sheep and goats. In: Tropical Sheep and Goat Production (Edited by Edey. T.N.). Australia University International. Development Program. Canberra.

Erwanto. 1995. “Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi S. Defaunasi, Reduksi Emisi Methan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak Ruminansia”. Disertasi. Program Pascasarjana. Institute Pertanian Bogor. Jawa Barat.

Hammond, J. 1960. Farm Animal, their Growth, Breeding and Inherintance.

Adward Arnorld Publishers. Ltd. London.

Hardjosubroto, W. dan J.V. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Harris, I.1991. “Performans Anak Kambing PE dan Anak Kambing Kacang dari Berbagai Periode Kelahiran dan Umur Sapih”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.

Julianto, L. T. I. 2003. “Pengaruh Pemberian Urea Molases Blok sebagai Pakan Suplemen terhadap Pertumbuhan Pedet PFH Jantan”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Kamal, M. 1997. Kontrol Kualitas Pakan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Kearl, L.C. 1982. Nutrition Requirement of Ruminant in Developing Countries. Utah State University.

Murtidjo, B.A., 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Nutrient Requement Compositian. 1981. Nutrient Requirement of Goats:

Angora,Dairy and Meat Goat in Temperate and Tropical Countries. National Academic Press. Washington DC.


(21)

37

Parakkasi, A. 1980. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soebarinoto, S. Chuzaemi, dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sosroamidjojo. 1990. Peternakan Umum. CV. Yasaguna. Jakarta.

Steel, C.J. dan J.H. Torrie.1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia. Jakarta.

Sulastri. 2007. ”Estimasi Parameter Genetik Sifat-Sifat Pertumbuhan Kambing Boerawa di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus”.

Pustaka Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sutardi, T. 1979. “Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degradasi oleh

Mikroba dan Manfaatnya bagi Peningkatan Produktivitas Ternak”. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertaanian. Bogor. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo. dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Wahyudi. 2006. “Pengaruh Substitusi Konsentrat dengan Campuran Ampas Brem dan Onggok dalam Ransum terhadap Performan Domba Lokal Jantan”.

Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Webster, C.C. dan P.N. Wilson. 1971. Agriculture in the Tropics. 4th Ed. The English Language Book Soc. And Longman. Group Limited.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan Oleh S.G.N. Dwija, D. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wirato, S. 1998. “Pengaruh Suplementasi Mineral Organik (Zn, Cu, Mo) Terhadap Pertambahan Bobot Tubuh dan Konversi Ransum Pada Domba Lokal”. Skripsi. Jurusan peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda. Bogor.


(22)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan peminatnya terus meningkat, sehingga membutuhkan peningkatan pula, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan kualitas dan kuantitas tersebut tidak terlepas dari peranan pakan yang diberikan. Hasil penelitian

Parakkasi (1980) menunjukkan bahwa faktor genetik hanya mempengaruhi sekitar 30%, sedangkan 70% dari produktivitas ternak terutama pertumbuhan dan

produksinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Pakan adalah yang paling besar mempengaruhi produktivitas ternak, karena 60% dari biaya produksi berasal dari pakan (Williamson dan Payne, 1993). Meskipun potensi genetik seekor ternak tersebut tinggi, namun tanpa dukungan pemberian pakan yang berkualitas baik, maka produksi dari seekor ternak yang diinginkan tidak akan mencapai optimal. Lahan pertanian yang semakin sempit

menyebabkan ketersediaan hijauan semakin berkurang. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemberian pakan alternatif yang berasal dari limbah pertanian dan agroindustri ataupun bahan pakan seperti bekatul, dedak gandum, kulit kopi, dan bungkil-bungkilan.


(23)

2

Pemenuhan kebutuhan pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat diperlukan karena pakan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang produktifitas ternak kambing (Soeparno, 1994). Kebutuhan pakan ternak ruminansia dipenuhi dari makanan berserat sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan penguat. Kedua jenis pakan tersebut dapat diukur jumlah

pemberiannya sesuai dengan bobot badan ternak dan produksi yang diharapkan.

Salah satu pakan berserat yang dapat digunakan sebagai pakan adalah rumput lapang atau hijauan, namun kandungan nutrien hijauan belum mencukupi kebutuhan nutrien ternak sehingga perlu konsentrat sebagai pakan penguat. Konsentrat merupakan pakan yang terdiri dari campuran beberapa bahan pakan sehingga kandungan nutriennya sangat lengkap. Menurut Tillman et al., (1998) bahwa konsentrat adalah bahan pakan ternak yang mengandung serat kasar kurang dari 18 persen banyak mengandung BETN (karbohidrat yang mudah dicerna), termasuk golongan biji-bijian dan sisa hasil penggilingan, umbi-umbian dan bahan berasal dari hewan.

Kambing Boerawa saat ini sedang dikembangbiakan dan menjadi salah satu ternak unggulan di Provinsi Lampung. Kambing tersebut dipelihara oleh masyarakat sebagai penghasil daging karena laju pertumbuhannya yang tinggi dengan postur tubuh yang kuat dan tegap, sehinga harga jualnya juga tinggi dan permintaan pasar terhadap kambing Boerawa tinggi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2004). Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menambahkan konsentrat dalam ransum basal guna meningkatkan produktifitas kambing Boerawa.


(24)

3

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) mengetahui pengaruh penambahan konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa jantan pasca sapih;

(2) mengetahui adanya penambahan konsentrat yang terbaikterhadap performans kambing Boerawa jantan pasca sapih.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh penambahan konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa jantan pasca sapih. Bagi peternak berguna sebagai bahan pertimbangan untuk menambahkan konsentrat dalam ransum basal, sehingga produktivitas ternak menjadi optimal.

D. Kerangka Pemikiran

Pakan adalah yang paling besar mempengaruhi produktitivitas ternak, karena 60% dari biaya produksi berasal dari pakan (Williamson dan Payne, 1993). Meskipun potensi genetik seekor ternak tersebut tinggi, namun tanpa dukungan pemberian pakan yang berkualitas baik, maka produksi dari seekor ternak yang diinginkan tidak akan mencapai optimal. Lahan pertanian yang semakin sempit

menyebabkan ketersediaan hijauan semakin berkurang. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemberian pakan alternatif yang


(25)

4

berasal dari limbah pertanian dan agroindustri ataupun bahan pakan seperti bekatul, dedak gandum, kulit kopi, dan bungkil-bungkilan.

Ternak ruminansia memiliki kelebihan dalam mencerna pakan yang berserat kasar tinggi, karena terdapatnya mikroba dalam rumen. Mikroba dalam rumen yang terdiri atas bakteri, jamur, dan protozoa akan memproses zat makanan yang ada menjadi produk fermentasi yang berguna bagi ternak, yaitu asam lemak terbang (Volatille Fatty Acid = VFA) serta beberapa zat lain yang dibutuhkan oleh ternak. Kelancaran proses pencernaan di dalam rumen tergantung pada ketersediaan zat-zat makanan yang akan bertindak sebagai prekusor bagi kerja enzim-enzim pencernaan (Sosromidjojo, 1981). Sintesis protein dalam rumen memerlukan pasokan asam amino dalam jumlah yang seimbang, dan pasokan protein berkualitas tinggi, serta tahan terhadap degradasi rumen.

Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya akan karbohidrat dan protein, seperti jagung kuning, bekatul, dedak gandum, kulit kopi, dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak kambing umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18 persen dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993).

Pakan penguat adalah sejenis pakan yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Pakan penguat dikenal juga dengan nama konsentrat. Pakan ini mudah dicerna ternak ruminansia karena dibuat dari

campuran beberapa bahan pakan sumber energi, sumber protein, vitamin, dan mineral (Kartadisastra, 1997).


(26)

5

Tujuan pemberian konsentrat dalam pakan ternak kambing adalah untuk meningkatkan daya guna pakan, menambah unsur pakan yang defisien, serta meningkatkan konsumsi dan kecernan pakan. Dengan pemberian konsentrat, mikroba dalam rumen cenderung akan memanfaatkan pakan konsentrat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar yang ada. Dengan demikian mikrobia rumen lebih mudah dan lebih cepat berkembang populasinya (Murtidjo, 1993). Berdasarkan pemikiran di atas, diharapkan dengan penambahan konsentrat dalam ransum basal akan mampu meningkatkan performans dari ternak tersebut

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

(1) terdapat pengaruh penambahan konsentrat dengan kadar protein kasar yang berbeda pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa jantan pasca sapih;

(2) terdapat penambahan konsentrat terbaik pada ransum basal terhadap performans kambing Boerawa jantan pasca sapih.


(27)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kambing Boerawa

Kambing merupakan hewan yang dijinakkan oleh manusia. Kambing yang dikenal sekarang diperkirakan dari keturunan kambing liar yang hidup di lereng-lereng pegunungan. Kambing memiliki kebiasaan makan dengan cara berdiri, mencari daun-daunan yang berada di atas, dan tidak senang mengelompok (Balai Informasi Pertanian, 1986).

Cahyono (1999) menyatakan bahwa kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak, dan merupakan hewan yang menyusui anak-anaknya. Kambing mempunyai kemampuan memanjat dengan baik, sehingga kambing mampu hidup di daerah berbukit atau

pegunungan. Selain itu, kambing mempunyai daya jelajah yang jauh lebih luas dari pada domba dan sapi. Kambing juga mempunyai kemampuan untuk menggunakan pakan berkualitas rendah dan menyukai pakan yang berasal dari tanaman semak (Blakely dan Bade, 1994).

Ada empat cara klasifikasi kambing piaraan yaitu berdasarkan asal-usul, kegunaan, besar tubuh, dan bentuk serta panjang telinganya (Williamson dan Payne, 1993). Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999).


(28)

7

Kambing Boerawa memiliki ciri –ciri diantara kambing Boer dengan kambing Peranakan Etawa (PE) sebagai tetuanya. Kambing Boerawa memiliki telinga yang agak panjang dan terkulai ke bawah sesuai dengan ciri-ciri kambing Peranakan Etawa, namun memiliki bobot tubuh yang lebih tinggi daripada

kambing PE, yang diwariskan dari kambing Boer dengan profil muka yang sedidit cembung, dengan pertambahan bobot tubuh 0,17 kg/hari (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, 2004). Selain itu, kambing Boerawa juga memiliki badan yang lebih besar dan padat yaitu dapat mencapai 40 kg pada umur delapan bulan dibandingkan dengan kambing PE, sehinggga jumlah daging yang dihasilkan lebih banyak (Ditbangnak, 2004). Hardjosubroto (1994) menyatakan setiap individu akan mewarisi setengah dari sifat-sifat tetua jantannya dan setengah berasal dari induknya. Kambing Boerawadapat dilihat pada Gambar 1.


(29)

8

Kambing Boerawa saat ini sedang dikembangbiakan dan menjadi salah satu ternak unggulan di Provinsi Lampung. Kambing tersebut dipelihara oleh masyarakat sebagai penghasil daging karena laju pertumbuhannya yang tinggi dengan postur tubuh yang kuat dan tegap, sehinga harga jualnya juga tinggi dan permintaan pasar terhadap kambing Boerawa tinggi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2004).

B. Bobot Lahir

Bobot lahir merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak saat dewasa. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa bobot lahir penting, karena memiliki hubungan dengan pertumbuhan dan ukuran tubuh saat dewasa dan juga kelangsungan hidup dari ternak yang bersangkutan.

Menurut Edey (1983), bobot lahir dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain bangsa ternak, komposisi darah, tipe kelahiran, jenis kelamin, pakan yang dikonsumsi induk selama kebuntingan, dan umur induk atau periode kelahiran. Penelitian yang dilakukan Sulastri (2007) menyatakan bahwa rata-rata bobot lahir kambing Boerawa seberat 3,83 kg.

C. Bobot Sapih

Bobot sapih merupakan hasil penimbangan anak kambing saat dipisahkan pemeliharaannya dari induknya. Pertumbuhan selama periode pra-sapih akan menentukan bobot ternak saat disapih. Bobot sapih dapat dijadikan sebagai kriteria dalam pendugaan performans ternak.


(30)

9

Bobot sapih dijadikan kriteria dalam melakukan seleksi karena merupakan indikator kemampuan induk dalam menghasilkan susu dan menghasilkan anak-anaknya, selain itu juga dapat digunakan untuk menduga kemampuan anak kambing setelah sapih (Hardjosubroto, 1994). Hasil penelitian Sulastri (2007) menyatakan rata-rata bobot sapih Kambing Boerawa G1 dan G2 adalah 24,01 dan 24, 62 kg. Menurut Ceacillia (2002), umur sapih yang ideal untuk kambing adalah 120 hari.

D. Pakan Ternak

Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang lama. Kambing bisa membedakan rasa pahit, manis, asin, dan asam, serta mempunyai toleransi yang lebih tinggi akan rasa pahit dari pada sapi, sehingga kambing dapat memakan lebih banyak jenis tanaman.

Pakan kambing sebagian besar terdiri dari hijauan yaitu rumput dan daun-daunan, untuk kambing dewasa dibutuhkan sekitar 6 kg hijauan /ekor/ hari

(Sosroamidjojo, 1990). Agar ternak dapat mencapai produksi yang optimal, maka pakan yang diberikan harus mencukupi zat-zat yang dibutuhkan seperti

karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air, serta sesuai dengan kebutuhan ternak. Kebutuhan protein dan energi ternak ruminansia tergantung pada beberapa faktor termasuk bobot hidup, pertambahan bobot tubuh, dan komposisi pakan (Soeparno, 1994). Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata


(31)

10

konsumsi bahan kering pakan ternak kambing adalah 3,21% dari bobot tubuh (Kearl, 1982).

Menurut Edey (1983), nutrien pakan ternak yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya antara lain adalah protein dan energi. Protein merupakan komponen utama jaringan otot dan merupakan komponen fundamental pada semua jaringan hidup. Kebutuhan protein dipengaruhi oleh fase pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, berat tubuh, umur, kondisi tubuh, pertambahan berat, dan rasio protein energi.

Energi adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan serta dapat diubah-ubah. Energi berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak (Tillman et al., 1998). Sumber energi yang utama pada ternak ruminansia dalah Volatile Fatty Acid (VFA) yang dihasilkan sebagian besar (sekitar 80%) saat pakan difermentasi di rumen dan sebagian kecil saat fermentasi sisa pakan di usus besar (Orskov, 1982).

Ternak yang sedang tumbuh membutuhkan protein untuk hidup pokok,

pertumbuhan, gerak otot, dan sintesis jaringan baru. Apabila ternak diberi pakan protein dan energi yang melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka ternak tersebut akan menggunakan kelebihan nutrien pakan untuk pertumbuhan dan produksi. Salah satu ukuran energi dalam ransum adalah Total Digestible Nutrient (TDN).

Kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan (Tillman


(32)

11

jumlah yang diperlukan untuk hidup pokok dan jumlah yang diperlukan untuk pembentukan jaringan. Salah satu cara untuk mengetahui adanya pertumbuhan ternak adalah dengan mengukur kenaikan bobot tubuh ternak. Kenaikan bobot tubuh adalah pertumbuhan yang meliputi pertambahan bobot dan perubahan bentuk dari jaringan (Anggorodi, 1994). Kenaikan bobot hidup yang terlihat adalah kemampuan ternak di dalam mengubah nutrien pakan menjadi daging dan lemak setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi (Williamson dan Payne, 1993).

E. Kebutuhan Protein Kambing

Protein merupakan senyawa organik yang mempunyai berat molekul tinggi, mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Kebanyakan protein mengandung sulfur dan beberapa protein mengandung fosfor

(Tillman et al., 1998).

Protein sangat berbeda dari karbohidarat dan lemak. Protein adalah sumber utama dari nitrogen yang merupakan elemen yang sangat penting bagi ternak. Fungsi utamanya adalah membentuk jaringan tubuh dengan kandungan asam amino (Bradford, 1993). Protein berperan sebagai struktural yang membangun tubuh. Enzim protein memecah makanan menjadi zat gizi yang dapat digunakan oleh sel. Sebagai anti bodi, protein melindugi ternak dari penyakit. Hormon peptida

membawa pesan-pesan yang mengkoordinasi pelangsungan aktivitas tubuh. Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan, dan memperbaiki jaringan tubuh.


(33)

12

Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan oleh tubuh, asam amino harus dilepaskan dari komponen lain makanan dan dibuat agar dapat diabsorpsi. Jika komponen yang tidak dapat dicerna mencegah proses ini asam amino yang penting hilang bersama feses). Komposisi asam amino yang digunakan dalam sintesis protein tubuh harus tersedia pada saat yang sama, agar jaringan yang baru dapat terbentuk, dengan demikian pakan ternak harus menyediakan setiap asam amino dalam jumlah yang mencukupi untuk membentuk asam amino lain yang dibutuhkan (Sutardi, 1980).

Menurut Edey (1983), nutrien pakan ternak yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya antara lain adalah protein. Hewan tidak dapat membuat protein, oleh karena itu harus disediakan dalam makanannya. Protein tersebut harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan jumlah yang cukup.

Kebutuhan protein dipengaruhi oleh fase pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, bobot tubuh, umur, kondisi tubuh, pertambahan berat, dan rasio protein energi. Menurut Kearl (1982), kebutuhan protein pada kambing berkisar antara 12—14% per ekor. Terlalu banyak pemberian protein dapat menyebabkan kerugian

ekonomis yang besar, karena akan berdampak pada harga ransum yang lebih mahal, sedangkan apabila jumlah pemberian protein terlalu sedikit, maka produktivitas ternak tidak akan mencapai optimal.

F. Performans Pertumbuhan

Pertumbuhan ternak merupakan suatu fenomena universal, bermula dari terjadinya pembuahan hingga lahir, dan berlanjut sampai mencapai kedewasaan, serta dapat


(34)

13

dijadikan alat untuk melihat performans produksinya. Laju pertumbuhan bagian-bagian tubuh berbeda sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangannya. Performans pertumbuhan pada kambing antara lain meliputi bobot tubuh,

pertambahan bobot tubuh, dan ukuran-ukuran tubuh (lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak) (Hammond, 1960).

Cole (1966), menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah pertambahan bobot tubuh. Adapun yang mempengaruhi pertambahan bobot tubuh adalah faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik adalah faktor yang diturunkan oleh tetuanya dan faktor lingkungan meliputi pengaruh iklim, kesehatan, pakan, dan manajemen (Webster dan Wilson, 1971). Selanjutnya dinyatakan kedua faktor tersebut tidak dapat berkerja terpisah tetapi satu sama lain saling mempengaruhi. Jika ternak dengan potensi genetik rendah berada dalam lingkungan yang memadai maka produktivitas akan meningkat, bila potensi genetik ternak ditingkatkan. Sebaliknya, jika ternak mempunyai potensi genetik tinggi berada dalam lingkungan tidak memadai maka produktivitasnya juga tidak dapat mencapai seperti yang diharapkan (Bradford, 1993).

Pertambahan bobot tubuh kambing Boerawa jantan pada umur 3--5 bulan sebesar 170 g/ekor/hari (Dick dan Dixon, 2006). Hasil penelitian Harris (1991) diperoleh data rata-rata bobot tubuh kambing Boerawa pada umur 8 bulan adalah 34 kg.

G. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Proses


(35)

14

pencernaan makanan relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan pencernaan pada jenis ternak non ruminansia. Menurut Sutardi (1980), proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), secara fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) , dan secara hidrolitis (oleh enzim-enzim pencernaan). Sedangkan menurut Church (1979), pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi di dalam rumen (retikulo-rumen) berupa perubahan-perubahan senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya.

Organ pencernaan pada ruminansia terdiri atas empat bagian penting yaitu: mulut, lambung, usus halus dan organ pencernaan bagian belakang. Lambung ternak ruminansia terbagi menjadi empat bagian yaitu: rumen (perut beludru), retikulum (perut jala), omasum (perut buku), dan abomasum (perut sejati). Rumen dan retikulum dipandang sebagai organ tunggal yang disebut retikulo-rumen,

sedangkan sekum, kolon, dan rektum termasuk organ pencernaan bagian belakang (Erwanto, 1995).

Arora (1996), menyatakan bahwa di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang dikenal dengan mikroba rumen. Melalui mikroba ini, maka bahan-bahan

makanan yang berasal dari hijauan yang mengandung polisakarida kompleks, selulosa, dan lignoselulosa, sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian

sedehana. Selain itu, pati, karbohidrat, dan protein dirombak menjadi asam asetat, propionat, dan butirat.

Retikulum memiliki bentuk menyerupai sarang lebah yang berfungsi menarik bahan makanan yang berbentuk padat ke dalam rumen. Retikulum membantu


(36)

15

ruminansia meregurgitasi bolus ke dalam mulut. Setelah omasum, makanan kemudian didorong masuk menuju abomasum yang merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan secara kimiawi, karena adanya getah lambung. Dari abomasum, makanan akan masuk ke dalam usus halus yang berfungsi mengatur aliran ingesta ke dalam usus besar dengan gerakan peristaltik. Proses pencernaan fermentatif yang terjadi dalam retikulorumen merupakan perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa-senyawa lain yang sangat berbeda dengan molekul zat pakan asalnya. Pencernaan fermentatif ini adalah pencernaan lebih lanjut dimana zat monomer-monomer dari hasil pencernaan hidrolitik segera dikatabolisasikan, misalnya protein difermentasikan menjadi amonia, karbohidrat menjadi asam lemak terbang atau VFA (Church, 1979).

H. Konsumsi Pakan

Ternak ruminansia mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian, sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi, serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya juga akan meningkat pula. Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor internal yaitu kondisi ternak itu sendiri (Kartadisastra, 1997).

Jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi (Tomaszewska et al., 1993). Makin tinggi


(37)

16

jumlah pakan yang dikonsumsi lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat tubuhnya di samping performannya tidak optimal (Kartadisastra, 1997).

Konsumsi pakan atau jumlah pakan yang dihabiskan oleh seekor ternak dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan penampilan seekor ternak. Tinggi rendahnya kandungan energi pakan akan dapat mempengaruhi banyak sedikitnya konsumsi pakan, di samping itu konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu palatabilitas, faktor toksik yang dapat menghambat proses

metabolisme, dan pakan yang voluminous (bulky), atau pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi akan menurunkan jumlah konsumsi pakan (Kamal, 1997).

I. Pertambahan Bobot Tubuh

Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap

minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot tubuh ternak. Pertambahan bobot tubuh ternak tersebut dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan pertumbuhan (Kamal, 1997). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari sel telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran kenaikan bobot tubuh yang dengan mudah

dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan ditunjukkan dengan

pertambahan bobot tubuh tiap hari atau per satuan waktu lainnya (Tillman et al., 1998).


(38)

17

Produksi ternak hanya dapat terjadi apabila konsumsi energi pakan berada di atas kebutuhan hidup pokok. Keragaman konsumsi pakan disebabkan oleh aspek individu, spesies dan bangsa ternak, status fisiologis, kebutuhan energi, kualitas pakan, dan kondisi lingkungan (Soebarinoto et al., 1991). Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuhnya, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Bobot tubuh dapat diketahui dengan penimbangan (Kartadisastra, 1997).

Pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan-jaringan tubuh lainnya, kecuali jaringan lemak dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimaiawi, pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1994).

J. Protein Efficiency Ratio (PER)

Protein efficiency ratio banyak digunakan untuk menghitung kualitas protein.

Protein efficiency ratio didefinisikan sebagai pertambahan bobot tubuh per unit protein yang dikonsumsi. Rumus PER menurut Tillman et al., (1983).

PER = pertambahan bobot tubuh konsumsi protein

Nilai protein efficiency ratioakan bervariasi sesuai dengan sumber protein pakan yang digunakan. Hal tersebut karena komposisi sumber protein akan berpengaruh terhadap asam-asam amino essensial. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh


(39)

18

kualitas protein pakan. Berdasarkan hal tersebut perbandingan antara sumber-sumber protein yang berbeda dapat dibuat (Anggorodi, 1990).

Nilai protein efficiency ratio (PER) yang baik adalah yang nilainya tinggi.

Protein efficiency ratio (PER)menjadi penting untuk diketahui dalam usaha peternakan karena harga pakan sumber protein relatif mahal. Pemilihan bahan pakan yang tepat dengan melihat nilai protein efficiency ratio diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha peternakan.

K. Konversi Pakan

Nilai konversi pakan merupakan nilai dari hasil pembagian antara nilai konsumsi pakan dan nilai pertambahan bobot tubuh dalam satuan bobot dan satuan waktu yang sama (Kamal, 1997). Nilai konversi pakan menunjukkan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan bobot tubuh, konversi yang rendah diikuti

dengan peningkatan bobot tubuh menunjukkan pakan yang digunakan efisien (Julianto, 2003).

Konversi pakan merupakan jumlah unit pakan yang dikonsumsi oleh ternak dibagi dengan unit pertambahan bobot hidupnya per satuan waktu berdasarkan bahan kering (BK). Dalam konversi ransum, sebaiknya dipilih angka konversi terendah (Wahyudi, 2006).


(40)

19

L. Konsentrat

Istilah “concentrates” digunakan untuk menerangkan bahan makanan yang serat

kasarnya rendah dan tinggi daya cernanya. Bahan penyusunnya biji-bijian dan sebagian besar hasil ikutannya (Anggorodi, 1994). Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya akan karbohidrat dan protein, seperti jagung kuning, bekatul, dedak gandum, kulit kopi, dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak kambing umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18 persen dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993).

Pakan penguat adalah sejenis pakan yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Pakan penguat dikenal juga dengan nama konsentrat. Pakan ini mudah dicerna ternak ruminansia karena dibuat dari

campuran beberapa bahan pakan sumber energi, sumber protein, vitamin, dan mineral (Kartadisastra, 1997).

Tujuan pemberian konsentrat dalam pakan ternak kambing adalah untuk meningkatkan daya guna pakan, menambah unsur pakan yang defisien, serta meningkatkan konsumsi dan kecernan pakan. Dengan pemberian konsentrat, mikrobia dalam rumen cenderung akan memanfaatkan pakan konsentrat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar yang ada. Dengan demikian mikrobia rumen lebih mudah dan lebih cepat berkembang populasinya (Murtidjo, 1993).


(41)

20

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Peternakan.

B. Bahan Penelitian

a. Kambing Boerawa

Kambing Boerawa yang digunakan pada penelitian ini berumur 5--6 bulan dengan bobot 18,25 ± 6,13 kg dan sebanyak 20 ekor.

b. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari rumput gajah, rumput lapang, daun dadap, daun mindi, dan daun lamtoro. Konsentrat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 7 bahan pakan, yaitu tepung ikan, bungkil kelapa, dedak, onggok, molases, dan premix, serta bahan tambahan limbah hasil pertanian yaitu kulit kopi. Komposisi hijauan, konsentrat, dan ransum penelitian disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.


(42)

21

Tabel 1. Komposisi hijauan dan konsentrat penelitian

Kandungan Nutrisi Hijauan (60%) Konsentrat (40%)

R1 R2 R3

---(%)---

Bahan kering 21,68 87,47 86,27 85,27

Protein kasar 10,64 13,04 16,02 19,07

Abu 11,15 19,65 14,32 13,29

Serat kasar 29,17 25,09 24,26 21,63

Tabel 2. Komposisi ransum penelitian

Bahan Pakan Bahan Kering Protein Kasar Abu Serat Kasar ---(%)---

Ransum R0 21,68 10,64 11,15 29,17

Ransum R1 48,00 11,60 14,55 27,54

Ransum R2 47,52 12,79 12,42 27,21

Ransum R3 47,12 14,01 12,01 26,15

c. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian ini berupa air sumur yang diberikan secara ad libitum. Penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Jumlah air minum yang diberikan setiap penggantian sebanyak tiga liter.

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah kandang individu yang terbuat dari kayu berukuran 150 x 100 cm, tempat pakan dan minum pada setiap kandang, timbangan untuk menimbang ransum dan ternak, alat-alat analisis proksimat, alat-alat kebersihan, dan alat tulis untuk melakukan pencatatan.


(43)

22

D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri atas empat perlakuan, dan lima ulangan sebagai kelompok berdasarkan bobot tubuh. Masing-masing kelompok terdiri atas empat ekor kambing Boerawa jantan pasca sapih.

Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan sebagai berikut: kelompok I : 13 – 14 kg;

kelompok II : 15 – 16 kg; kelompok III : 17 – 18 kg; kelompok IV : 19 – 20 kg; kelompok V : 21 – 24 kg.

Sedangkan perlakuan yang digunakan yaitu: R0 : ransum basal (hijauan);

R1 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 13%); R2 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 16%); R3 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 19%); Keterangan:

Ransum basal terdiri dari rumput gajah, rumput lapang, daun mindi, daun dadap, dan daun lamtoro, sedangkan konsentrat yang digunakan yaitu tepung ikan, bungkil kelapa, dedak, onggok, molases, dan premix, serta bahan tambahan limbah hasil pertanian yaitu kulit kopi.


(44)

23

E. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, kandang dan semua peralatan yang digunakan disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan. Kambing ditempatkan di kandang penelitian. Periode pendahuluan (prelium) dilaksanakan selama tiga minggu, kemudian dilakukan pengambilan data selama sepuluh minggu.

Penimbangan ternak dilaksanakan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan bobot tubuh ternak.

F. Peubah yang Diamati

a. Konsumsi ransum (g/ekor/hari)

Jumlah konsumsi ransum berdasarkan bahan kering yang ditentukan dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dengan jumlah ransum yang tersisa.

b. Pertambahan bobot tubuh (g/ekor/hari)

Pertambahan bobot tubuh dihitung berdasarkan melakukan penimbangan pada ternak setiap satu minggu sekali. Pertambahan bobot tubuh diperoleh dari bobot tubuh akhir dikurangi dengan bobot tubuh awal dibagi dengan lama waktu pemeliharaan.

c. Protein efficiency ratio (PER)

Protein efficiency ratio (PER)diperoleh dengan cara membagi pertambahan bobot tubuh dengan konsumsi protein.(Tillman et al., 1998).


(45)

24

d. Konversi ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membagi angka rata-rata konsumsi bahan kering per ekor per hari dengan angka rata-rata produksi pertambahan bobot tubuh per ekor per hari.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis ragam, kemudian dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel dan Torrie, 1991).


(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

(1) Penambahan konsentrat dalam ransum basal berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot tubuh, protein efficiency ratio, dan konversi ransum kambing Boerawa jantan pasca sapih.

(2) Kambing Boerawa jantan pasca sapih pada perlakuan R2 dengan penambahan konsentrat (PK 16%) pada ransum basal lebih baik dibandingkan dengan kambing Boerawa jantan pasca sapih yang dipelihara dengan perlakuan R0, R1, dan R3 ditinjau dari konversi ransum.

B. Saran

Peternak dianjurkan untuk menambahkan konsentrat dengan kadar PK 16% dalam ransum basal pada pemeliharaan kambing Boerawa pasca sapih. Hal ini

disebabkan karena penambahan konsentrat (PK16%) dalam ransum basal akan menghasilkan konversi ransumyang paling rendah.


(1)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Peternakan.

B. Bahan Penelitian

a. Kambing Boerawa

Kambing Boerawa yang digunakan pada penelitian ini berumur 5--6 bulan dengan bobot 18,25 ± 6,13 kg dan sebanyak 20 ekor.

b. Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari rumput gajah, rumput lapang, daun dadap, daun mindi, dan daun lamtoro. Konsentrat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 7 bahan pakan, yaitu tepung ikan, bungkil kelapa, dedak, onggok, molases, dan premix, serta bahan tambahan limbah hasil pertanian yaitu kulit kopi. Komposisi hijauan, konsentrat, dan ransum penelitian disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.


(2)

Tabel 1. Komposisi hijauan dan konsentrat penelitian

Kandungan Nutrisi Hijauan (60%) Konsentrat (40%)

R1 R2 R3

---(%)---

Bahan kering 21,68 87,47 86,27 85,27

Protein kasar 10,64 13,04 16,02 19,07

Abu 11,15 19,65 14,32 13,29

Serat kasar 29,17 25,09 24,26 21,63

Tabel 2. Komposisi ransum penelitian

Bahan Pakan Bahan Kering Protein Kasar Abu Serat Kasar ---(%)---

Ransum R0 21,68 10,64 11,15 29,17

Ransum R1 48,00 11,60 14,55 27,54

Ransum R2 47,52 12,79 12,42 27,21

Ransum R3 47,12 14,01 12,01 26,15

c. Air minum

Air minum yang digunakan dalam penelitian ini berupa air sumur yang diberikan secara ad libitum. Penggantian air minum dilakukan pada pagi dan sore hari. Jumlah air minum yang diberikan setiap penggantian sebanyak tiga liter.

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah kandang individu yang terbuat dari kayu berukuran 150 x 100 cm, tempat pakan dan minum pada setiap kandang, timbangan untuk menimbang ransum dan ternak, alat-alat analisis proksimat, alat-alat kebersihan, dan alat tulis untuk melakukan pencatatan.


(3)

D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri atas empat perlakuan, dan lima ulangan sebagai kelompok berdasarkan bobot tubuh. Masing-masing kelompok terdiri atas empat ekor kambing Boerawa jantan pasca sapih.

Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan sebagai berikut: kelompok I : 13 – 14 kg;

kelompok II : 15 – 16 kg; kelompok III : 17 – 18 kg; kelompok IV : 19 – 20 kg; kelompok V : 21 – 24 kg.

Sedangkan perlakuan yang digunakan yaitu: R0 : ransum basal (hijauan);

R1 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 13%); R2 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 16%); R3 : ransum basal (hijauan) + konsentrat (PK 19%); Keterangan:

Ransum basal terdiri dari rumput gajah, rumput lapang, daun mindi, daun dadap, dan daun lamtoro, sedangkan konsentrat yang digunakan yaitu tepung ikan, bungkil kelapa, dedak, onggok, molases, dan premix, serta bahan tambahan limbah hasil pertanian yaitu kulit kopi.


(4)

E. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, kandang dan semua peralatan yang digunakan disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan. Kambing ditempatkan di kandang penelitian. Periode pendahuluan (prelium) dilaksanakan selama tiga minggu, kemudian dilakukan pengambilan data selama sepuluh minggu.

Penimbangan ternak dilaksanakan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan bobot tubuh ternak.

F. Peubah yang Diamati

a. Konsumsi ransum (g/ekor/hari)

Jumlah konsumsi ransum berdasarkan bahan kering yang ditentukan dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dengan jumlah ransum yang tersisa.

b. Pertambahan bobot tubuh (g/ekor/hari)

Pertambahan bobot tubuh dihitung berdasarkan melakukan penimbangan pada ternak setiap satu minggu sekali. Pertambahan bobot tubuh diperoleh dari bobot tubuh akhir dikurangi dengan bobot tubuh awal dibagi dengan lama waktu pemeliharaan.

c. Protein efficiency ratio (PER)

Protein efficiency ratio (PER) diperoleh dengan cara membagi pertambahan bobot tubuh dengan konsumsi protein.(Tillman et al., 1998).


(5)

d. Konversi ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membagi angka rata-rata konsumsi bahan kering per ekor per hari dengan angka rata-rata produksi pertambahan bobot tubuh per ekor per hari.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis ragam, kemudian dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel dan Torrie, 1991).


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

(1) Penambahan konsentrat dalam ransum basal berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot tubuh, protein efficiency ratio, dan konversi ransum kambing Boerawa jantan pasca sapih.

(2) Kambing Boerawa jantan pasca sapih pada perlakuan R2 dengan penambahan konsentrat (PK 16%) pada ransum basal lebih baik dibandingkan dengan kambing Boerawa jantan pasca sapih yang dipelihara dengan perlakuan R0, R1, dan R3 ditinjau dari konversi ransum.

B. Saran

Peternak dianjurkan untuk menambahkan konsentrat dengan kadar PK 16% dalam ransum basal pada pemeliharaan kambing Boerawa pasca sapih. Hal ini

disebabkan karena penambahan konsentrat (PK16%) dalam ransum basal akan menghasilkan konversi ransum yang paling rendah.