Penambahan Probiotik Cair Ke Dalam Ransum Berbasis Jerami Padi Dan Konsentrat Dengan Taraf Protein Dan Energi Yang Berbeda

PENAMBAHAN PROBIOTIK CAIR KE DALAM RANSUM BERBASIS
JERAMI PADI DAN KONSENTRAT DENGAN TARAF PROTEIN
DAN ENERGI YANG BERBEDA

OCTAVIANA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Probiotik
Cair ke dalam Ransum Berbasis Jerami Padi dan Konsentrat dengan Taraf Protein
dan Energi yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Octaviana
NIM D24110089

ABSTRAK
OCTAVIANA. Penambahan Probiotik Cair ke dalam Ransum Berbasis Jerami Padi
dan Konsentrat dengan Taraf Protein dan Energi yang Berbeda. Dibimbing oleh
ANITA S. TJAKRADIDJAJA dan SURYAHADI.
Jerami padi merupakan produk limbah pertanian yang dapat digunakan untuk
pakan ternak ruminansia, namun dibatasi kadar SK dan silika yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek penambahan probiotik cair terhadap
fermentasi dan kecernaan pada teknik in vitro ransum berbasis jerami padi dan
konsentrat dengan kadar protein dan energi yang berbeda. Percobaan menggunakan
rancangan acak kelompok berpola faktorial 4×2. Faktor A : ransum yang
mengandung JP dan konsentrat (60%:40%); A1 = ransum 11% PK dan 60% TDN,
A2 = ransum 11% PK dan 65% TDN, A3 = ransum 14% PK dan 60% TDN, A4 =
ransum 14% PK dan 65% TDN. Faktor B : Perlakuan Probiotik; B1 = tanpa

probiotik, B2 = probiotik cair (0.50% v.b-1). Peubah yang diamati: konsentrasi NH3
dan VFA total, populasi bakteri total, populasi protozoa, sintesis protein mikroba,
degradabilitas bahan kering dan organik serta kecernaan bahan kering dan organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 dan VFA total, degradabilitas
bahan kering dan organik, serta kecernaan bahan kering dan organik dipengaruhi oleh
perlakuan ransum. Populasi bakteri total dipengaruhi oleh perlakuan ransum dan
suplementasi probiotik, namun kedua perlakuan tersebut tidak mempengaruhi
populasi protozoa dan sintesis protein mikroba. Ransum dengan taraf PK 14% dan
TDN 65% merupakan perlakuan yang paling optimal.
Kata kunci: fermentasi, jerami padi, kecernaan, konsentrat, probiotik cair

ABSTRACT
OCTAVIANA. Addition of liquid probiotic into rice straw-concentrate base diet at
different protein and energy levels. Supervised by ANITA S. TJAKRADIDJAJA and
SURYAHADI.
Rice straw is an agricultural by-product which can be used as feed source for
ruminants, however, it is limited by high crude fiber and silica contents. This study is
aimed at evaluating effect of adding liquid probiotic into rice straw (RS)-concentrate
base diet at different protein and energy levels on in vitro fermentability and
digestability. The experiment used factorial randomized block design 4×2. Factor A :

rice straw concentrate based diet (60%:40%); A1 = ration with 11% CP and 60%
TDN, A2 = ration with 11% CP and 65% TDN, A3 = ration with 14% CP and 60%
TDN, A4 = ration with 14% CP and 65% TDN. Factor B : probiotic addition; B1 =
without probiotic, B2 = with liquid probiotic (0.50% v.b-1). Variables measured were
NH3 and VFA concentrations, total bacterial and protozoal populations, microbial
protein synthesis, dry and organik matter degradabilities and digestabilities. The
result showed that NH3 and total VFA concentrations, dry and organik matter
degradabilities and digestibilities were influenced by treatment rations. Bacterial
populations were affected by treatment rations and probiotic supplementation, but the
two treatments did not affect protozoal population and microbial protein synthesis.
Ration with 14% CP and 65% TDN is the optimal treatment.
Keywords: concentrate, digestibility, fermentability, liquid probiotic, rice straw

PENAMBAHAN PROBIOTIK CAIR KE DALAM RANSUM BERBASIS
JERAMI PADI DAN KONSENTRAT DENGAN TARAF PROTEIN
DAN ENERGI YANG BERBEDA

OCTAVIANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi: Penambahan Probiotik Cair ke dalam Ransum Berbasis Jerami Padi
nnnnnnnnnnn dan Konsentrat dengan Taraf Protein dan Energi yang Berbeda
Nama
: Octaviana
NIM
: D24110089

Disetujui oleh


Ir Anita S Tjakradidjaja, MRur Sc
Pembimbing I

Dr Ir Suryahadi, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

7

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian

yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ialah Penambahan Probiotik Cair ke
dalam Ransum Berbasis Jerami Padi dan Konsentrat dengan Taraf Protein dan
Energi yang Berbeda.
Jerami padi merupakan salah satu produk limbah pertanian yang dapat
digunakan sebagai alternatif pakan untuk ternak ruminansia. Namun, salah satu
faktor pembatas dalam penggunaannya adalah ketersediaan nutrien yang rendah
karena jerami padi mengandung serat kasar yang tinggi sehingga menyebabkan
nilai kecernaannya rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan suatu
upaya perbaikan dengan cara penggunaan feed additive (imbuhan pakan) berupa
probiotik yang ditambahkan ke dalam ransum guna memperbaiki nutrien dan
kecernaan pakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek optimalisasi ransum
berbasis jerami padi dan konsentrat yang diberi imbuhan pakan berupa probiotik
cair terhadap fermentasi dan kecernaan pada ternak ruminansia secara in vitro.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar
Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik,
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.


Bogor, Januari 2016

Octaviana

9

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat
Bahan
Waktu dan Lokasi Penelitian
Prosedur Penelitian
Pengambilan cairan rumen
Pembuatan larutan McDougall
Pencernaan fermentatif
Pengukuran konsentrasi NH3

Pengukuran konsentrasi VFA total
Perhitungan populasi bakteri total
Perhitungan populasi protozoa
Pengukuran sintesis protein mikroba
Pengukuran degradabilitas bahan kering dan bahan organik
Pengukuran koefisien cerna bahan kering dan bahan organik
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Peubah yang diamati
Rancangan Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik
Komposisi Ransum
Konsentrasi NH3
Konsentrasi VFA Total
Populasi Bakteri Total
Populasi Protozoa Total
Sintesis Protein Mikroba
Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

i
ii
1
2
2
2
3
3
3
3
3
4

4
4
5
5
6
6
7
7
7
7
7
8
8
9
11
13
15
16
18
19

21
23
23
24
24
31
31

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan jumlah mikroba probiotik
2 Persentase penggunaan jerami padi dan konsentrat (%)
3 Hasil analisis proksimat ransum yang digunakan
4 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3
5 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total
6 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total
7 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa total
8 Pengaruh perlakuan terhadap sintesis protein mikroba
9 Pengaruh perlakuan terhadap degradabilitas bahan kering (DBK)
10 Pengaruh perlakuan terhadap degradabilitas bahan organik (DBO)
11 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering (KCBK)
12 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik (KCBO)

9
10
10
11
13
15
17
18
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi amonia
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa total
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap sintesis
protein mikroba
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap degradabilitas
bahan kering (DBK)
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap degradabilitas
bahan organik (DBO)
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna
bahan kering (KCBK)
Analisis ragam (ANOVA) pengaruh perlakuan terhadap koefisien cerna
bahan organik (KCBO)

28
28
28
29
29
29
30
30
30

1

PENDAHULUAN
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah peternakan.
Pada usaha peternakan, biaya untuk pakan menyumbang rata-rata biaya terbesar
dari total biaya produksi, sehingga diperlukan adanya perhatian dalam penyediaan
pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Kesulitan pakan di Indonesia
merupakan permasalahan umum yang sering dihadapi dalam bidang peternakan.
Pada musim kemarau kontinuitas dan ketersediaan pakan, terutama hijauan pakan,
masih relatif rendah sehingga ternak kekurangan pakan. Penggunaan limbah
pertanian yang jumlahnya cukup berlimpah merupakan upaya untuk mengatasi
masalah keterbatasan hijauan. Dengan potensi produksi yang besar, 85.81% dari
51 546 297.3 ton per tahun limbah produksi pertanian (Syamsu et al. 2003),
jerami padi berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pakan, terutama pada saat
ketersediaan rumput yang terbatas. Namun, kekurangan dalam penggunaan jerami
padi terdapat pada kualitas nutriennya. Jerami padi memiliki kadar protein yang
rendah, dan kadar serat kasar yang tinggi sehingga menyebabkan rendahnya
produksi ternak. Kendala tersebut dapat dikurangi melalui upaya perbaikan
dengan penggunaan feed additive (imbuhan pakan) berupa probiotik yang
ditambahkan ke dalam ransum.
Probiotik didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme, yang dapat
diberikan kepada ternak melalui pakan dan memberikan efek positif dengan cara
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran pencernaan
(Shitandi et al. 2007; Dommels et al. 2009; Weichselbaum 2009). Probiotik juga
memiliki manfaat lain yaitu mampu memperbaiki ekosistem rumen,
meningkatkan efisiensi pakan akibat meningkatnya populasi bakteri selulolitik di
dalam rumen dan meningkatkan status kesehatan ternak dengan menghambat
bakteri patogen. Probiotik umumnya berasal dari golongan bakteri asam laktat
(BAL), khususnya genus Lactobacillus dan Bifidobacterium, yang merupakan
bagian dari flora normal di saluran pencernaan manusia (Sujaya et al. 2008b).
Penelitian mengenai pemberian imbuhan pakan berupa probiotik melalui
pakan ternak ruminansia, baik in vivo maupun in vitro, telah banyak dilakukan
oleh para ahli nutrisi. Beberapa hasil penelitian penggunaan probiotik berbentuk
padat atau cair dipaparkan berikut ini. Siregar (2013) menyatakan bahwa
suplementasi probiotik cair pada taraf pemberian 0.1% v.b-1 lebih efektif dalam
meningkatkan kecernaan bahan kering (KCBK), protein kasar (KCPK) dan serat
kasar (KCSK) ransum sapi potong in vivo dibandingkan probiotik padat 0.25%
b.b-1. Hasil penelitian Purwanti (2013) menunjukkan bahwa perlakuan probiotik
dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi potong sehingga dapat
memberikan keuntungan secara ekonomi dibandingkan perlakuan kontrol, tetapi
tidak terdapat perbedaan yang nyata antara probiotik padat dengan probiotik cair
terhadap pertambahan bobot badan harian sapi potong. Muchayani (2013)
melaporkan bahwa pemberian probiotik dapat menurunkan kadar NH3 feses yang
merupakan penyebab utama pencemaran lingkungan, tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar H2S feses, kadar bahan kering dan protein kasar feses. Hasil
penelitian in vitro yang dilakukan oleh Kristina (2013) memperlihatkan bahwa
penggunaan probiotik cair (0.1% v.b-1) di dalam ransum berbasis jerami padi dan
konsentrat (60:40%) lebih efisien dalam meningkatkan konsentrasi NH3 dan VFA

2

total, populasi bakteri, KCBK dan KCBO dibandingkan penggunaan probiotik
padat (0.25% b.b-1). Hasil yang lebih baik akan diperoleh jika taraf probiotik cair
ditingkatkan menjadi 0.2% v.b-1 (Muzakki 2014). Penggunaan probiotik padat
pada taraf 0.50% b.b-1 memberikan efek yang lebih baik terhadap fermentabilitas
dan kecernaan in vitro ransum sapi potong berbasis jerami padi dan konsentrat
(60:40%) daripada taraf 0.25% b.b-1 (Rafi 2013). Efek penggunaan probiotik
terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum sapi potong yang
mengandung rumput gajah dan konsentrat (60:40%) yang terbaik akan diperoleh
jika ransum mengandung PK 12% dan TDN 60% (Septiani 2013); sedangkan
Almai (2013) mendapatkan efek yang terbaik dalam menggunakan probiotik jika
ransum sapi potong berbasis jerami padi dan konsentrat (60:40%) mengandung
PK 14% dan TDN 60%.
Berdasarkan hasil penelitian Almai (2013) diketahui bahwa secara umum
probiotik cair lebih efektif digunakan sebagai imbuhan pakan bila dibandingkan
dengan probiotik padat dalam ransum berbasis jerami padi dan konsentrat. Namun
demikian, efek penggunaan probiotik cair dalam ransum yang optimal dengan
kadar PK dan TDN masih memungkinkan untuk diperoleh dengan menggunakan
taraf 11% dan 14% PK serta 60% dan 65% TDN. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari efek optimalisasi ransum berbasis jerami padi dan konsentrat dengan
taraf PK dan TDN berbeda yang diberi imbuhan pakan berupa probiotik cair
terhadap fermentasi dan kecernaan in vitro.

METODE
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat percobaan
fermentasi dan kecernaan in vitro seperti timbangan digital, tabung fermentor,
tutup karet berventilasi, shaker waterbath, tabung gas CO2, cawan porselen, oven
105 oC, tanur listrik 600 oC, kertas saring Whatman No.41, cawan Conway, labu
Erlenmeyer, alat-alat destilasi, alat-alat titrasi, counting chamber, tabung Hungate,
roller tube, autoclave dan alat sentrifugasi.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jerami padi,
konsentrat, cairan rumen segar sapi potong yang berasal dari rumah potong hewan
(RPH) Bubulak, probiotik cair (Probiss, PT. Petrokimia Kayaku), plastik
kemasan, label, larutan McDougall dengan pH 6.5-6.9, larutan pepsin HCl 0.2%,
aquades, larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005N, asam
borat berindikator, indikator merah metil dan hijau bromo kresol, larutan HCl
0.5N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5N, larutan indikator Phenolphtalein
(PP 0.1%), larutan garam formalin (formal saline), media brain heart infusion
(BHI), gas CO2, trichloro acetic acid (TCA), dan sulfo salicylic acid (SSA).

3

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2015 hingga Agustus 2015
di Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, dan di
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian
Pengambilan cairan rumen
Cairan rumen diambil dari RPH Bubulak. Termos disiapkan terlebih dahulu
dengan mengisinya dengan air panas (39 oC). Isi rumen diambil kemudian
disaring dengan menggunakan kain penyaring, dan dimasukkan ke dalam termos
yang sebelumnya sudah dibuang air panasnya. Cairan rumen dalam termos
tersebut lalu dibawa ke laboratorium untuk percobaan fermentasi dan kecernaan in
vitro. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak empat kali atau dari 4 ekor
sapi potong sebagai kelompok.
Pembuatan larutan McDougall
Air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar sebanyak 1 liter, kemudian
ditambah bahan-bahan sebagai berikut: NaHCO3 sebesar 9.8 g; Na2HPO4.7H2O
sebesar 3.708 g; KCl sebesar 0.97 g; NaCl sebesar 0.47 g; MgSO4.7H2O sebesar
0.12 g dan CaCl2.2H2O sebesar 0.053 g. CaCl2.2H2O ditambahkan paling akhir
setelah bahan lainnya larut dengan sempurna. Leher labu dicuci dengan
menggunakan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Selanjutnya
campuran tersebut dikocok dengan gas CO2 perlahan-lahan dengan
melewatkannya dengan tujuan menurunkan pH hingga mencapai pH 6.8. Untuk
tujuan ini diperlukan waktu paling sedikitnya 3 jam. Pemeriksaan pH dilakukan
pada suhu 39 oC, jika pH 6.8 belum tercapai maka larutan pH akan dialiri lagi
dengan gas CO2. Pengocokan dengan gas CO2 juga dilakukan untuk
mengkondisikan larutan menjadi kondisi anaerob.
Pencernaan fermentatif
Percobaan fermentatif in vitro dilakukan dengan menggunakan metode
Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Metode Sutardi
(1979) menggunakan tabung fermentor polyetilen (kapasitas 50 ml). Sebanyak 1 g
sampel, 12 ml larutan buffer McDougall dan 8 ml cairan rumen segar dimasukkan
ke dalam tabung fermentor. Tabung lalu dikocok sambil dialiri CO2 (30 detik) dan
ditutup dengan karet berventilasi. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam
penangas air bergoyang pada suhu 39 oC untuk menciptakan suasana yang hampir
sama dengan kondisi di dalam rumen dan proses inkubasi dilakukan selama 4 jam.
Sampel diambil untuk perhitungan populasi bakteri dan protozoa total, lalu proses
fermentasi dihentikan dengan meneteskan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes.
Tabung fermentor disentrifugasi (kecepatan 3 000 rpm; 15 menit), lalu supernatan
diambil untuk analisis konsentrasi NH3 dan VFA total, sedangkan residu diambil
untuk analisis DBK dan DBO.

4

Pengukuran Konsentrasi NH3
Metode mikrodifusi Conway digunakan untuk mengukur konsentrasi NH3
(Department of Dairy Science University of Wisconsin 1996). Bibir dan tutup
cawan Conway diolesi dengan vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan diambil, dan
ditempatkan di salah satu ujung alur cawan Conway. Setelah itu 1 ml larutan
Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ujung lain cawan Conway yang bersebelahan
dengan supernatan (tidak boleh bercampur). Larutan asam borat berindikator
warna merah metil dan hijau bromo-kresol sebanyak 1 ml ditempatkan di dalam
cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway lalu ditutup
rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga
merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut.
Setelah itu cawan dibiarkan dalam suhu kamar. Setelah 24 jam, tutup cawan
dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0.005N sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi NH3 dihitung
berdasarkan rumus berikut:

Pengukuran Konsentrasti VFA Total
Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap
(Department of Dairy Science University of Wisconsin 1996). Alat destilasi
dipersiapkan yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke kondensor atau
pendingin. Sampel supernatan yang sama untuk analisa NH3 (5 ml) dan 1 ml
larutan H2SO4 15% dimasukkan ke dalam alat destilasi. Uap air panas akan
mendesak VFA yang akan terkondensasi melalui proses pendinginan. VFA yang
dihasilkan ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N.
Setelah diperoleh jumlah destilat sebanyak 250 ml, lalu ditambahkan 2 tetes
indikator PP, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai berubah warna dari
merah jambu menjadi tidak berwarna atau bening. Rumus berikut digunakan
untuk menghitung konsentrasi VFA:

Keterangan :
a = volume titran blanko
b = volume titran contoh
Perhitungan populasi bakteri total
Metode Ogimoto dan Imai (1981) digunakan untuk menghitung populasi
bakteri total dengan menggunakan media tumbuh BHI. Media BHI dibuat dengan
cara mencampur tepung BHI dengan bahan sumber nutrien mikroba lainnya yaitu,
tepung BHI 3.7 g; glukosa 0.05 g; CMC (1%) 1 ml; pati (starch) 0.05 g; cysteineHCl 0.05 g; hemin 0.5 ml; resazurin 0.05 ml; dan aquades sampai 100 ml.
Campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan dengan dialiri gas CO2 sampai
terjadi perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi coklat kemerahan hingga
berubah lagi menjadi coklat kekuningan, lalu didinginkan dengan gas CO2. Media

5

selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung Hungate masing-masing sebanyak 5 ml
yang sebelumnya telah diisi agar Bacto sebanyak 0.15 g, kemudian media
disterilkan dalam autoclave (suhu 121 ºC, 15 menit, tekanan 1.2 Kgf.cm-3).
Pengenceran sampel dengan media pengencer dilakukan sebelum
dikulturkan. Pengenceran tersebut dilakukan dengan cara: 0.1 ml cairan rumen
dimasukkan ke dalam 4.9 ml medium pengencer pertama, kemudian diambil
kembali 0.1 ml lalu dimasukkan ke dalam 4.9 ml medium pengencer kedua. Hasil
dari pengencer kedua diambil kembali 0.1 ml lalu dimasukkan ke dalam media
pengencer ketiga. Pengenceran keempat dilakukan sama halnya seperti prosedur
pengenceran sebelumnya. Di dalam masing-masing tabung pengenceran satu
sampai empat masing-masing mengandung populasi bakteri sebanyak 102, 104,
106, dan 108 cfu.ml-1. Sebanyak 0.1 ml sampel dari masing-masing tabung
pengencer diambil dan diinokulasikan ke media agar. Media lalu dihomogenkan
dan didinginkan menggunakan air pada roller tube hingga media menjadi padat
dan merata pada dinding tabung. Tabung yang telah diinokulasi lalu diinkubasi di
dalam inkubator pada suhu 39 oC selama 24 jam. Populasi bakteri total dapat
dihitung dengan rumus:

Keterangan:
n= jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x
Perhitungan populasi protozoa
Metode Ogimoto dan Imai (1981) digunakan untuk menghitung populasi
protozoa. Sampel hasil fermentasi dicampur dengan larutan garam formalin
(TBFS) dengan rasio 1:1. Larutan TBFS% dibuat dengan mencampurkan larutan
formalin dengan larutan garam NaCl fisiologis 0.9% per 100 ml larutan.
Sebanyak 2 tetes sampel campuran diletakkan pada counting chamber
(haemacytometer), yang kemudian diamati di bawah mikroskop dengan
pembesaran 40 kali. Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:
C
= Jumlah protozoa terhitung
FP
= Faktor Pengencer
Pengukuran sintesis protein mikroba
Sintesis protein mikroba diukur dengan memakai metode Shultz dan Shultz
(1969). Protein bakteri diasumsikan sama dengan non protein nitrogen (NPN), dan
protein tersebut dapat diketahui setelah mereaksikan dengan TCA 20% dan SSA
2% yang dicampur dengan rasio 1:1 atau 50:50%. Larutan campuran TCA - SSA
ditambahkan ke dalam 1 ml cairan sampel hasil inkubasi dan dihomogenkan
dengan vortex selama 2 menit. Campuran tersebut lalu disentrifugasi pada
kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan endapan
ditambah dengan aquades (3 ml), kemudian ditambahkan 6 ml campuran TCASSA. Campuran ini dihomogenkan lagi dengan vortex selama 2 menit, dan

6

disentrifugasi kembali (kecepatan 3 000 rpm; 15 menit). Supernatannya dibuang
dan endapannya dianalisis dengan metode mikro Kjehldal.
Pengukuran degradasi bahan kering dan bahan organik
Pengukuran degradabilitas bahan kering dan bahan organik (DBK dan
DBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh
Sutardi (1979), residu yang diperoleh masing-masing setelah 4 jam waktu
inkubasi, dikeringkan di dalam oven 105 oC selama 24 jam untuk mengetahui
bobot BK residu. Setelah ditimbang, sampel residu yang dihasilkan dari
pengeringan oven 105 oC, kemudian diabukan di dalam tanur 600 oC selama 6
jam. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan bobot abu dan BO sampel residu,
sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel, sedangkan BK dan
BO sampel diperoleh dari penguapan menggunakan oven 105 oC dan pengabuan
menggunakan tanur 600 oC pada ransum percobaan yang mendapatkan perlakuan
sama, tetapi tidak difermentasikan. Degradabilitas bahan kering (DBK) dan bahan
organik (DBO) dapat dihitung dengan rumus:

Pengukuran koefisien cerna bahan kering dan bahan organik
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) diukur
dengan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979).
Proses fermentasi yang dilakukan untuk pengukuran koefisien cerna KCBK dan
KCBO sama seperti dalam proses fermentasi untuk mengukur fermentabilitas dan
degradabilitas, hanya proses inkubasi dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam
proses fermentasi dihentikan dengan menambah larutan HgCl2 jenuh (2 tetes).
Tabung fermentor lalu disentrifugasi (kecepatan 3 000 rpm, 15 menit), supernatan
lalu dibuang. Residu yang didapat lalu ditambahkan 20 ml larutan pepsin-HCl
0.2%. Campuran ini diinkubasi lagi selama 24 jam (39 oC), sisa pencernaan
disaring dengan kertas saring Whatman No.41 (yang sudah diketahui bobotnya)
dengan bantuan pompa vacum. Residu yang diperoleh dikeringkan di dalam oven
105 oC selama 24 jam untuk mengetahui bobot BK residu. Setelah ditimbang,
sampel residu kemudian diabukan di dalam tanur 600 oC selama 6 jam. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan bobot abu dan bobot BO sampel residu. Penentuan
BK, abu dan BO dari blanko dan bahan yang tidak difermentasi dilakukan dengan
prosedur yang sama seperti untuk DBK dan DBO. Untuk menentukan koefisien
cerna bahan kering dan bahan organik dapat dihitung dengan rumus :

7

Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini terdiri atas dua faktor, yaitu Faktor A berupa perlakuan
ransum, dan Faktor B yaitu pemberian probiotik. Faktor A adalah ransum sapi
potong yang terdiri atas jerami padi dan konsentrat komersil (60%:40%). Ransum
mengandung total digestible nutrient (TDN) sebesar 60% dan 65% dan taraf
protein kasar (PK) yang terdiri dari 11% dan 14%. Adapun perlakuan ransum
(Faktor A) yang diterapkan :
A1 = Ransum 11% PK, 60% TDN
A2 = Ransum 11% PK, 65% TDN
A3 = Ransum 14% PK, 60% TDN
A4 = Ransum 14% PK, 65% TDN
Faktor B adalah perlakuan probiotik yang ditambahkan kedalam keempat ransum
tersebut yaitu :
B1 = tanpa probiotik (0.0%)
B2 = probiotik cair (0.50% v.b-1 ransum)
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati yaitu konsentrasi NH3, konsentrasi VFA total, populasi
protozoa, populasi bakteri total, sintesis protein mikroba, DBK dan DBO, KCBK
dan KCBO.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 2 dengan 4 ulangan. Faktor A
adalah ransum berbasis jerami padi dan konsentrat dengan kadar protein dan
energi yang berbeda dan Faktor B adalah perlakuan penggunaan probiotik yaitu
tanpa probiotik (0.0%), dan probiotik cair (0.50% v.b-1 ransum). Model matematik
dari rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + τi + αj + ßk + αjßk + εijk
Keterangan :
Yijk =
µ =
τi =
αj =
ßk =
αjßk =
ijk =

nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
rataan umum
pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i
pengaruh faktor A (ransum yang digunakan) ke-j
pengaruh faktor B (pemberian probiotik) ke-k
pengaruh interaksi faktor A ke-j dan faktor B ke-k
eror penelitian untuk kelompok ke-i, faktor A ke-j, dan faktor B
ke-k

Analisis Data
Data dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) untuk mengetahui
efek perlakuan terhadap peubah yang diamati. Perbedaan di antara percobaan
diuji menggunakan uji ortogonal kontras (Steel dan Torrie 1993).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik
Probiotik merupakan organisme hidup yang diberikan dalam jumlah yang
cukup sehingga dapat memberikan efek yang baik bagi kesehatan inang
(Tremaroli dan Bäckhed 2012). Penggunaannya yang ditambahkan melalui pakan
memberikan dampak yang menguntungkan seperti meningkatkan kecernaan,
meningkatkan produktivitas, meningkatkan sistem kekebalan atau imunitas dalam
mencegah penyakit dan dapat memperbaiki peforma ternak (Hau et al. 2005)
Probiotik cair yang digunakan pada penelitian ini adalah probiotik dengan
merek dagang Probiss. Probiss merupakan probiotik yang diproduksi oleh PT.
Petrokimia Kayaku yang mengandung 1 jenis mikroba Lactobacillus sp. dan 2
jenis mikroba Bacillus sp. Pengujian pada probiotik cair yang digunakan saat
penelitian dilakukan untuk mengetahui jenis mikroba, ciri atau bentuk mikroba,
dan total populasi mikroba. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa mikroba
yang terdapat pada probiotik tersebut memiliki bentuk basil, hasil yang
didapatkan sesuai dengan Nasih (2012) yang melaporkan bahwa jenis bakteri
yang terdapat pada probiotik Probiss adalah Lactobacillus plantarum, Bacillus
subtilis dan Bacillus megaterium yang termasuk ke dalam bakteri positif Gram
dan kategori bakteri asam laktat (BAL) homofermentatif. Arief et al. (2008)
menjelaskan bahwa Lactobacillus sp. dapat menghasilkan senyawa anti mikroba
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli dan
Salmonella karena bakteri ini dapat bersaing dengan bakteri E. coli pada
penempelan di mukosa usus sehingga dapat mencegah terjadinya diare dan
membuat kondisi penyerapan nutrien lebih optimum. Bacillus sp. diketahui
memiliki sifat fisiologis yang menarik karena pada setiap jenisnya memiliki
kemampuan yang berbeda, diantaranya: (1) mampu mendegradasi senyawa
organik seperti protein, pati, selulosa, hidrokarbon dan agar, (2) berperan dalam
nitrifikasi dan dentrifikasi, (3) pengikat nitrogen, dan (4) mampu menghasilkan
antibiotik atau bakteriosin (Claus dan Berkeley 1986). Salah satu syarat agar
probiotik dapat memberikan efek positif bagi kesehatan inangnya dapat dilihat
dari jumlah sel hidup dalam probiotik tersebut. Jumlah sel hidup bakteri yang
terdapat dalam probiotik cair yang digunakan sekitar 107 cfu ml-1, sehingga
produk probiotik tersebut sudah memenuhi syarat sebagai probiotik seperti yang
dinyatakan oleh Tamime et al. (2005) dimana bakteri probiotik harus terdapat
dalam makanan pada konsentrasi minimum 106 cfu g-1 atau konsumsi harian
sekitar 109 cfu g-1. Surono (2004) juga menjelaskan bahwa produk probiotik
diharapkan memiliki jumlah sel hidup sekitar 107 sampai 109 cfu ml-1.
Penggunaan probiotik sebagai imbuhan pakan ransum sapi potong sudah
dilakukan oleh Siregar (2013), Purwanti (2013), Muchayani (2013); Kristina
(2013); Septiani (2013); Almai (2013); Rafi (2013) dan Muzakki (2014). Jenis
bakteri probiotik yang digunakan seperti yang dilaporkan oleh Suryahadi dan
Tjakradidjada (2012) yaitu terdiri dari Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium
sp., Streptococcus thermophilus dan Bacillus sp. (Tabel 1). Jenis dan jumlah
mikroba yang terdapat pada probiotik tersebut diketahui lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan mikroba yang terdapat pada probiotik yang digunakan pada

9

penelitian ini, sehingga efektifitas yang dihasilkan antara kedua probiotik terhadap
perlakuan juga berbeda. Nayak (2010) menjelaskan bahwa manfaat probiotik
antara lain mampu meningkatkan efisiensi pakan, pertambahan bobot badan,
memberikan perlindungan dengan cara kompetisi pada tempat penempelan usus
terhadap patogen, membantu produksi asam organik (asam format, asam asetat
dan asam laktat), hidrogen peroksida dan beberapa senyawa lain dalam tubuh,
namun dengan syarat probiotik harus berada dalam keadaan hidup dan dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup oleh ternak. Selain itu, Verschuere et al. (2000)
mengemukakan bahwa bakteri yang dapat digunakan sebagai probiotik harus
memiliki beberapa sifat antara lain: bakteri tersebut tidak boleh merugikan inang,
dapat diterima inang, memiliki sifat antimikrobia terhadap patogen, dapat
mencapai lokasi target penempelan usus halus atau masih aktif dalam kondisi
asam lambung dan konsentrasi garam (asam) empedu yang tinggi, dapat tumbuh
dan melakukan metabolisme secara cepat dan tepat dalam jumlah yang banyak,
tidak mengandung gen yang resisten dan mempunyai efek yang sama dalam uji in
vitro ataupun in vivo.
Tabel 1 Jenis dan jumlah mikroba probiotik
Jenis
Total plate count
Lactobacillus acidophilus
Bifidobacterium sp.
Streptococcus
thermophilus
Bacillus sp.

Hasil Pengujian Probiotik
Padat (cfu g-1)
Cair (cfu ml-1)
8
3.9 x 10
1.5 x 1010
9
7.2 x 10
1.1 x 1010
9
4.9 x 10
7.0 x 105
7
5.6 x 10
1.0 x 1010
4.0 x 105

-

Sumber: Suryahadi dan Tjakradidjaja (2012)

Komposisi Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran jerami padi
dan konsentrat dengan rasio penggunaan 60%:40%. Ransum terdiri dari 4 jenis
yang dikelompokkan berdasarkan kandungan nutriennya. Dari percobaan ransum
yang diterapkan diharapkan akan didapat ransum optimal dari efek penggunaan
probiotik pada ransum tersebut. Tabel 2 menunjukkan presentase penggunaan
bahan pakan berdasarkan kadar PK dan TDN. Perlakuan yang diberikan adalah
ransum dengan A1 (PK 11% TDN 60%), A2 (PK 11% TDN 65%), A3 (PK 14%
TDN 60%) dan A4 (PK 14% TDN 65%). Pengelompokan ransum tersebut
mengacu kepada kebutuhan ternak sapi potong berdasarkan NRC (2000), yang
menyatakan bahwa kebutuhan PK sapi potong dalam fase growing dan finishing
dengan bobot 300 hingga 400 kg sebesar 7.4 hingga 14.4% dan kebutuhan TDN
sebesar 50-80%.

10

Tabel 2 Persentase penggunaan jerami padi dan konsentrat (%)
Perlakuan Ransum
Bahan Pakan
Jerami padi
Dedak Halus
Jagung
Pollard
Onggok
Bungkil Kedelai
Daun Lamtoro
Daun Singkong
Bungkil Kelapa
Urea
Molases
CPO

A1

A2

A3

A4

------------------------------%BK-------------------------------60
60
60
60
6.75
0.03
8.5
0.03
3.90
19.90
4.7
17.29
6.30
0.10
1.8
0.05
6.10
3.30
5.10
0.18
2.40
9.18
16.30
4.65
2.70
0.08
0.04
3.40
5.10
0.02
0.02
2.90
4.20
2.28
0.84
5.00
0.05
0.01
0.01
1.00
1.60
0.10
0.24
1.85
0.90
5.00
5.00
1.10

A1 = ransum PK 11% TDN 60%, A2 = ransum PK 11% TDN 65%, A3 = ransum PK 14% TDN 60%,
A4 = ransum PK 14% TDN 65%.

Tabel 3 Hasil analisis proksimat ransum yang digunakan
Kandungan Nutrien1
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
Serat Kasar
Lemak Kasar
Beta-N
TDN2

Perlakuan Ransum
A1

A2

A3

A4

-----------------------------% BK-------------------------------91.56
91.59
91.43
91.89
17.99
16.24
18.18
15.98
10.48
10.84
13.31
12.74
14.91
14.17
13.70
13.02
5.49
5.19
3.12
3.84
51.13
53.56
51.69
54.42
54.79
56.89
54.67
58.06

1

Hasil analisis Laboratorium Pusat Studi Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor (2015);
Perhitungan nilai TDN (SK