PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PADA PENGENCER SKIM KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BALI
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PADA PENGENCER SKIM KUNING TELUR TERHADAP
KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BALI (Skripsi)
Oleh
AJRUL MUKMINAT
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
(2)
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PADA PENGENCER SKIM KUNING TELUR TERHADAP
KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BALI
Ajrul Mukminat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis karbohidrat terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel sperma Sapi Bali dalam pengencer skim kuning telur.
Penelitian ini dilaksanakan pada 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit
Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari P1 (penambahan glukosa 2%), P2 (penambahan fruktosa 2%) dan P3 (penambahan sukrosa 2%). Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) antara pemberian glukosa, fruktosa maupun sukrosa yang ditambahkan ke dalam masing-masing pengencer skim kuning telur terhadap motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 24 Desember 1992 di Bandar
Lampung, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Ir. Baderi dan Ibu Suwati. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 1998, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Pahoman Bandar Lampung tahun 2004, pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama masa perkuliahan penulis telah melaksanakan Praktik Umum di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran, Jawa Tengah dan Kuliah Kerja Nyata di Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur, serta menjadi asisten dosen pada mata kuliah Produksi Ternak Daging tahun 2013, Manajemen Usaha Ternak Unggas tahun 2013, Manajemen Usaha Ternak Perah tahun 2013, Manajemen Usaha Ternak Daging tahun 2013, dan Teknologi Reproduksi tahun 2013. Penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Peternakan
(7)
Kuucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya serta shalawatku kepada Nabi Muhammad SWA yang
telah menjadi pedoman hidupku
Kupersembahkan karya ku ini kepada
Abi Baderi dan Umi Wati, sebagai wujud bakti, cinta, kasihsayang
dan terimakasihku atas segala yang telah diberikan, untuk adik ku
Nadia atas dukungan, doa dan kasihsayang yang telah diberikan.
Lembaga yang telah mendidik, mendewasakan, dan mencerdaskan ku
dalam berpikir dan bertindak
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Dan untuk
(8)
“Dan Sembahlah Allah, jangan sekutukan Dia dengan apapun juga,
dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”
(QS. An-Nisa: 36)
“
Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan
kesanggupannya
”
(QS. Al-Baqarah: 286)
“Maka bersabarlah kam
u
, karena janji Allah itu benar”
(QS. Al-Ghaafir: 55)
“Maka nikmat Tuhan
-
mu yang manakah yang kamu dustakan”
(QS. Ar-Rahman: 13)
“Tidaklah seseorang menempuh jalan dalam rangka
mencari ilmu,
kecuali Allah akan mempermudah jalan baginya menuju ke surga”
(HR. Abu Daud)
“
Selemah-lemah manusia ialah orang yang tak mau mencari sahabat
dan orang yang lebih lemah dari itu ialah
orang yang menyia-nyiakan sahabat yang telah dicari
”
(Ali bin Abi Thalib)
(9)
KATA PENGANTAR
Bismillhirrahmanirrahim, Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Sri Suharyati, S.Pt, M.P.—selaku Pembimbing Utama—atas bimbingan, perhatian, kesabaran, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi;
2. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.—selaku Pembimbing Anggota—atas bimbingan, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi;
3. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.—selaku Penguji Utama—atas bimbingan, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi;
4. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M. S.—selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran dan arahan selama masa perkuliahan;
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
7. Semua dosen di Jurusan Peternakan atas ilmu, dukungan dan motivasi yang telah diberikan;
8. Bapak Ir. Agust A. Arabusman—selaku Kepala Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung—atas izin, fasilitas dan bantuan selama penelitian;
(10)
9. Abi Baderi dan Umi Wati tersayang serta adik Nadia tercinta atas restu, do’a, nasehat, kesabaran, kasih sayang, perhatian, dukungan moril dan materil, serta segala hal yang selalu diberikan;
10. Faradina Kusuma atas perhatian, kasih sayang, kesabaran, kerjasama, dukungan, bantuan dan rasa persaudaraan yang selalu diberikan, serta keluarga Bapak drh. Nurrokhmad atas bantuan selama penelitian; 11. Febi Aditya, Rahmadhanil Putra, Tri Haryanto Saputra, Nano Setiono,
Rangga Saputra, Heru Yoga Prawira dan Yuli Prasetiyo atas semangat, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dukungan, kebersamaan, bantuan dan rasa persaudaraan yang selalu diberikan;
12. Saudara peternakan angkatan 2010 (Rizki, Fandi, Nurma, Sekar, Irma, Nani, Sherly, Tiwi, Anung, Dian, Repi, Dewa, Afrizal, Etha, Gaby, Nova, Fauzan, Rahmat, Rohmat, Repki, Aini, Anggiat (Alm), dkk) atas ikatan persaudaraan, bantuan, semangat, dukungan dan kebersamaan yang selalu diberikan;
13. Mas Vivid Bambang SN, S.Pt., Mas drh. Akbar Agus, Mba Murtiawan, S.Pt. Bapak Ir. Joko—atas bimbingan, saran dan arahan selama pelaksanaan penelitian.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan imbalan kepada semua pihak yang telah mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Bandar Lampung, 11 Juli 2014 Penulis,
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kegunaan Penelitian... 3
D. Kerangka Pemikiran ... 3
E. Hipotesis ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Sapi Bali ... 6
B. Semen ... 7
C. Karakteristik Semen Sapi ... 9
D. Metabolisme Spermatozoa ... 9
E. Susu Skim Kuning Telur sebagai Pengencer ... 11
F. Karbohidrat ... 15
1. Glukosa ... 17
(12)
3. Sukrosa ... 19
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 21
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 21
C. Metode Penelitian... 22
D. Prosedur Penelitian... 22
E. Peubah yang Diamati ... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Penilaian Kualitas Semen Segar Sapi Bali ... 32
B. Pengaruh Karbohidrat terhadap Motilitas Semen ... 34
C. Pengaruh Karbohidrat terhadap Persentase Spermatozoa Hidup ... 38
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. Simpulan ... 42
B. Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimiawi semen sapi penuh ... 8
2. Kualitas semen segar Sapi Bali ... 32
3. Rataan motilitas spermatozoa ... 34
4. Rataan persentase hidup spermatozoa ... 40
5. Analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah equilibrasi ... 48
6. Analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah prefreezing ... 48
7. Analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah thawing ... 48
8. Analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah equilibraasi ... 49
9. Analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah prefreezing ... 49
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Sel sperma ... 7
2. Struktur D-Glukosa ... 17
3. Struktur D- Fruktosa ... 18
4. Struktur sukrosa ... 19
5. Prosedur kerja penelitian ... 22
6. Proses glikolisis ... 36
7. Siklus krebs ... 37
(15)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini akan berdampak pada tingginya permintaan sumber-sumber protein hewani yang salah satunya adalah daging sapi. Upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi menuntut sektor peternakan meningkatkan populasi sapi secara cepat.
Sapi Bali merupakan sapi dari golongan Bos sondaicus yang mengalami proses domestikasi di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Secara umum ukuran badan Sapi Bali termasuk kategori sedang dengan berat dewasa berkisar antara 211--303 kg untuk ternak betina dan 337--494 kg untuk ternak jantan. Sapi Bali memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan dan dapat menggunakan sumber pakan yang terbatas, sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai ternak potong asli Indonesia (Guntoro, 2008).
Populasi dari Sapi Bali dapat ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah induk dan angka kelahiran pedet. Genetik Sapi Bali yang cukup baik harus ditunjang dengan teknologi tepat guna agar peningkatan populasi dapat dilakukan secara maksimal. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
(16)
2
memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan membuat betina bunting tanpa perlu terjadi perkawinan secara alami. Tujuan IB adalah sebagai salah satu alat yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif (Toelihere, 1985).
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat keberhasilan teknik IB adalah keterampilan inseminator dan kualitas semen beku yang digunakan. Kualitas dari semen beku dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu suhu dan cahaya pada saat perlakuan dan penyimpanan semen untuk inseminasi buatan, serta kadar pengenceran dan bahan pengencer yang digunakan (Toelihere, 1985).
Bahan pengencer merupakan suatu unsur penting yang diperlukan dalam proses pembuatan semen beku. Bahan pengencer merupakan sarana hidup bagi
spermatozoa yang berfungsi sebagai pengganti plasma semen. Pengencer semen yang dibuat harus memiliki fungsi yang menyerupai plasma semen.
Salah satu fungsi yang penting dari bahan pengencer harus dapat menyediakan bahan makanan sel spermatozoa untuk proses metabolisme baik secara aerob maupun anaerob. Menurut Salisbury dan VanDemark (1985), penambahan berbagai bahan lain di dalam pengencer penyanggah kuning telur seperti
karbohidrat merupakan salah satu hal yang sangat berarti bagi penyediaan energi untuk spermatozoa. Terdapat tiga jenis karbohidrat yang mudah ditemui dan biasa digunakan sebagai sumber energi bagi sperma, yaitu glukosa, fruktosa dan
sukrosa. Menurut Aisen dkk., (2002), glukosa dapat menjadi sumber energi utama yang baik bagi spermatozoa, fruktosa dapat mempertahankan tekanan osmotik dari larutan pengencer serta mempertahankan integritas membran plasma utuh
(17)
3
(MPU), dan sukrosa berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler untuk melindungi membran sel spermatozoa dari pengaruh kejutan dingin akibat penyimpanan spermatozoa pada suhu rendah.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis karbohidrat terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel sperma Sapi Bali dalam pengencer skim kuning telur.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Balai Inseminasi Buatan (BIB) tentang jenis karbohidrat terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel sperma Sapi Bali di dalam pengencer skim kuning telur.
D. Kerangka Pemikiran
Faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan teknik Inseminasi Buatan (IB) adalah faktor betina, faktor pejantan (kualitas semen yang digunakan) dan faktor inseminator. Keberhasilan teknik IB ditandai dengan buntingnya sapi betina sehingga dapat meningkatkan populasi sapi di Indonesia. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam teknik IB adalah faktor pejantan, pejantan yang diseleksi berdasarkan genetik dengan mutu tinggi yang disertai dengan
manajemen pemeliharaan yang baik, akan menghasilkan semen yang berkualitas.
Untuk dapat disimpan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama, semen yang dihasilkan harus diencerkan dan dibekukan menjadi semen beku yang dapat
(18)
4
digunakan untuk keperluan IB. Semen cair mengalami proses panjang sebelum menjadi semen beku, sehingga semen beku sangat sensitif terhadap berbagai perlakuan. Kualitas semen beku dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah suhu dan cahaya pada saat perlakuan dan penyimpanan semen untuk inseminasi buatan, serta kadar pengenceran dan bahan pengencer yang digunakan (Toelihere, 1985). Pengencer yang baik akan mampu mempertahankan fertilitas semen dan mampu menyediakan nutrisi sebagai sumber energi yang cukup untuk mempertahankan hidup sperma dari proses pembekuan sampai sperma tersebut siap digunakan untuk keperluan IB.
Ketersediaan sumber energi yang berasal dari karbohidrat merupakan salah satu prasyarat untuk pengencer semen yang baik. Karbohidrat memiliki beberapa fungsi, yaitu sumber energi pada sperma selama inkubasi, memelihara tekanan osmotik cairan dan dapat bertindak sebagai krioprotektan. Karbohidrat merupakan jenis sumber energi terbaik bagi sperma. Terdapat tiga jenis karbohidrat yang mudah didapat dan sering digunakan sebagai sumber energi bagi sperma dalam berbagai jenis penelitian, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Penambahan karbohidrat ke dalam pengencer akan sangat berguna dan membantu bagi daya hidup spermatozoa (Salisbury dan VanDemark, 1985).
Beberapa karbohidrat dapat menjadi sumber energi bagi spermatozoa selama penyimpanan, yaitu glukosa dan fruktosa (Maxwell dan Salamon, 1993). Glukosa lebih suka dipergunakan oleh sel–sel spermatozoa sapi untuk metabolismenya dari pada fruktosa yang terdapat di dalam semen (Van Tienhoven dkk, 1952 dalam
(19)
5
Berdasarkan Instruksi Kerja BIB Ungaran (2011), penggunaan 2% glukosa dalam pengencer skim kuning telur nyata mempertahankan motilitas spermatozoa. Namun, Panglowhapan (2003) menyatakan bahwa fruktosa mempertahankan motilitas sperma paling tinggi dibanding glukosa dan campurannya. Berdasarkan penelitian Raharjo (2002), penambahan 2% fruktosa ke dalam pengencer skim kuning telur memberikan hasil yang lebih baik dalam mempertahankan motilitas spermatozoa. Menurut Woelders dkk., (1997), penambahan gula berupa sukrosa atau trehalosa di dalam pengencer nyata meningkatkan motilitas sperma semen beku sapi. Menurut Rizal (2006), penambahan 0,2% sukrosa sebagai
krioprotektan ekstraseluler ke dalam pegencer dapat meningkatkan kualitas spermatozoa domba garut.
Penggunaan jenis karbohidrat yang tepat sebagai sumber energi dan krioprotektan bagi sperma dalam pengencer skim kuning telur akan berdampak pada kualitas semen beku yang dihasilkan terutama terhadap motilitas sperma dan persentase sperma hidup. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap jenis
karbohidrat terbaik yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sperma Sapi Bali dalam pengencer skim kuning telur.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat jenis karbohidrat terbaik yang dapat mempertahankan kualitas semen beku Sapi Bali.
(20)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi dari golongan Bos sondaicus yang telah mengalami proses domestikasi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok. Sapi Bali merupakan plasma nutfah asli Indonesia dan kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit Sapi bali betina keluar dari wilayah Provinsi Bali (Guntoro, 2008).
Sapi Bali termasuk kategori sedang dengan berat dewasa berkisar antara 211--303 kg untuk ternak betina dan 337--494 kg untuk ternak jantan. Sapi Bali jantan dan betina tidak memiliki punuk dan seolah tidak bergelambir. Pertambahan bobot tubuh Sapi Bali berkisar antara 0,6 kg--0,8 kg dengan persentase karkas cukup tinggi berkisar antara 52--60% (Guntoro, 2008). Secara umum ukuran badan Sapi Bali termasuk kategori sedang dengan bentuk badan memanjang, dada dalam, badan padat dengan perdagingan yang kompak, kepala agak pendek, telinga berdiri dan dahi datar (Murtijo, 1990).
(21)
7
B. Semen
Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan Inseminasi Buatan (Toelihere, 1985). Semen terdiri dari dua bagian, spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan yang bersuspensi di dalam suatu cairan dan medium semi-gelatinous yang disebut plasma semen (Toelihere, 1985).
Menurut Nalbandov (1990), sel spermatozoa yang normal terbentuk dari kepala, leher dan ekor. Kepala ditutup oleh tudung protoplasmik. Bentuk kepala
bervariasi tergantung spesies. Bentuk kepala spermatozoa pada sapi, domba, babi dan kelinci berbentuk bulat telur pipih, sedangkan pada manusia berbentuk bulat. Leher merupakan bagian tengah dan ekor tidak tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetapi tersusun dari beberpa berkas fibril yang dibungkus oleh suatu selubung, pada puncak ekor selubung menghilang dan fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang.
(22)
8
Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen sebagian besar ditentukan oleh plasma semen (Mann, 1967 dalam Toelihere 1985). Plasma semen merupakan sekresi epididimis dan kelenjar kelamin asesori yaitu vesica seminalis, prostata dan bulbourethralis. Sekresi tersebut berfungsi sebagai buffer dan medium bagi spermatozoa agar daya hidupnya dapat dipertahankan secara normal setelah ejakulasi (Hafez, 2000; Partodihardjo, 1982).
Menurut Toelihere (1985), sekitar 90% volume semen sapi terdiri dari plasma semen. Plasma semen terkenal secara biokimiawi karena mengandung
persenyawaan-persenyawaan kimiawi organik spesifik termasuk fruktosa, asam sitrat, sorbitol, inositol, glyserylphosphoryl-choline (GPC), ergothionine dan prostaglandin yang tidak ditemukan di bagian-bagian lain dari tubuh hewan dalam konsentrasi sedemikian tinggi.
Tabel 1. Komposisi kimiawi semen sapi penuh
Konstituen Semen Sapi
pH 6,4--7,8
Air (g/100ml) 87--95
Natrium (mmol/l) 140--280
Kalium (mmol/l) 80--210
Kalsium (mmol/l) 35--60
Magnesium (mmol/l) 7--12
Klorida (mmol/l) 110--290
Fruktosa (g/100ml) 150--900
Sorbitol (g/100ml) 10--140
Asam sitrat gr/100ml 340--1150
Inositol (g/100ml) 25--46
Glyserylphosphoryl-choline (GPC) (g/100ml)
100--500 Ergothioneine (g/100ml) kosong
Protein (g/100ml) 6,8
Plasmalogen (g/100ml) 30--90 Sumber : Toelihere (1985)
(23)
9
C. Karakteristik Semen Sapi
Semen dari jenis ternak tertentu memiliki karakteristik yang berbeda, Feradis (2010) dan Nursyam (2007) menyatakan bahwa semen sapi normal berwarna putih susu atau krem keputihan dan keruh. Volume semen sapi berkisar antara 5--8 ml/ejakulasi (Garner dan Hafez, 2000); 2--10 ml/ejakulasi (Nalbandov, 1990); 1--15 ml/ejakulasi (Toelihere, 1993). Untuk pH semen segar adalah 6,4--7,8 (Butar, 2009; Nalbandov, 1990; Toelihere, 1985). Konsentrasi
spermatozoa sapi yang baik berkisar antara 2000--2200x106 sel spermatozoa tiap ml semen (Garner dan Hafez, 2000); 800--2000x106 (Toelihere, 1993). Motilitas semen sapi yang baik berkisar antara 40--75% (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Toelihere (1985), penilaian gerakan individu yang terlihat pada mikroskop adalah sebagai berikut :
0 % : spermatozoa tidak bergerak;
0--30 % : gerakan berputar ditempat; pergerakan progresif; 30--50 % : gerakan berayun atau melingkar; pergerakan progresif; 50--80 % : ada gerakan massa; pergerakan progresif;
80--90 % : ada gelombang; pergerakan progresif;
90--100 % : gelombang sangat cepat; pergerakan sangat progresif;
D. Metabolisme Spermatozoa
Reaksi yang menghasilkan energi di dalam semen hanya berlangsung pada spermatozoa (Mann, 1964). Menurut Toelihere (1985), energi untuk motilitas spermatozoa berasal dari perombakan Adenosin Triphosphat (ATP) di dalam selubung mitokondria melalui reaksi-reaksi penguraiannya menjadi Adenosin
(24)
10
Diphosphat (ADP) dan Adenosin Monophosphat (AMP). Adenosin Triphosphat
(ATP) adalah energi yang diperlukan sebagai sumber energi bagi sel spermatozoa, ATP akan di konversikan menjadi ADP yang menghasilkan 7.000 kalori per mol energi. Reaksinya sebagai berikut :
Phosphatese
ATP ADP + HPO3= + Energi (7.000 kalori)
Phosphatese
ADP AMP + HPO3= + Energi (7.000 kalori)
Dalam keadaan normal energi yang dilepaskan dapat dipakai sebagai energi mekanik (pergerakan) atau sebagai energi kimiawi (biosintesa), jika tidak dipergunakan sewaktu dilepaskan, ia akan menghilang sebagai panas.
Apabila pemberian energi berupa senyawa phosphor (P~P) di dalam ATP dan ADP habis, maka kontraksi fibril-fibril spermatozoa akan terhenti dan
spermatozoa tidak bergerak. Untuk melangsungkan pergerakan spermatozoa ATP dan ADP harus dibangun kembali, untuk membangun ATP dari ADP, atau ADP dari AMP dengan penambahan gugusan phosphoryl, diperlukan sumber energi dari luar.
Dalam kebanyakan aktivitas fisiologik, sumber energi tersebut didapatkan dari hidrat arang atau lemak. Ditemukan empat bahan organik di dalam semen yang dapat dipakai secara langsung atau tidak langsung oleh spermatozoa sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidup dan motilitasnya. Bahan-bahan tersebut adalah fruktosa, sorbitol, GPC dan plasmalogen. Dalam pengaplikasiannya, keempat bahan tersebut dapat digunakan secara langsung apabila tersedia oksigen
(25)
11
yang secara normal terdapat dalam semua bagian saluran kelamin betina. Pembentukan kembali ATP sebagai pemberian energi dapat terjadi dengan keadaan tanpa oksigen oleh fruktolisis dan dengan oksigen melalui respirasi dan fruktolisis, dengan kata lain hanya hidrat arang yang mampu menghasilkan energi bagi spermatozoa baik dengan atau tanpa oksigen.
E. Susu Skim Kuning Telur sebagai Pengencer
Pengencer adalah suatu bahan yang dapat mengawetkan spermatozoa dan menyediakan kondisi osmotik yang baik (menguntungkan) sebagaimana menyediakan energi bagi spermatozoa selama penyimpanan, pendinginan,
equilibrasi dan pembekuan. Penambahan protektan pendingin seperti kuning telur dan krioprotektan seperti gliserol, karbohidrat, laktosa atau sukrosa adalah penting untuk melindungi spermatozoa selama pendinginan, pembekuan dan thawing
(Farstadt, 1996).
Menurut Toelihere (1993), pengenceran semen bertujuan untuk menambah
volume semen dari setiap ejakulasi dan memberi zat-zat makanan yang diperlukan untuk mempertahankan daya tahan hidup dan fertilitas spermatozoa, disamping itu pengencer harus mempunyai sifat-sifat seperti plasma semen yaitu harus dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan spermatozoa tahan terhadap kondisi buatan yang berhubungan dengan penyimpanan.
Menurut Salisbury dan VanDemark (1985), pengencer yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. mempunyai tekanan osmosa isotonis dengan darah sapi jantan dan dapat mempertahankan tekanan isotonis itu selama penyimpanan;
(26)
12
b. memberikan imbangan unsur mineral yang dibutuhkan untuk kehidupan spermatozoa;
c. menyediakan bahan makanan sel mani untuk proses metabolisme aeroba dan anaeroba;
d. memiliki lipoprotein atau lechitin untuk melindungi sel mani terhadap kejutan dingin;
e. menyediakan penyanggah terhadap produk akhir metabolisme yang bersifat racun terhadap spermatozoa;
f. merupakan sumber bahan reduksi untuk melindungi enzim seluler yang mengandung sulfhydryl; dan
g. bebas dari substansi produk kuman-kuman atau oraganisme penyakit menular yang berbahaya terhadap spermatozoa, alat-alat reproduksi sapi betina, proses fertilisasi, implantasi dan pengembangan ovum yang difertilisasi.
Menurut Toelihere (1985), pengencer memiliki fungsi sebagai berikut :
1. menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidup spermatozoa yang terdiri dari karbohidrat, glukosa, protein, zat anorganik dan inorganik;
2. melindungi spermatozoa dari pengaruh buruk pendinginan (cold shock); 3. menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH;
4. mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit; 5. mengandung antibiotik untuk melindungi semen dari kontaminasi
(27)
13
6. memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina yang diinseminasikan dalam satu ejakulat.
Bahan pengencer yang digunakan sebagai preservasi semen harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut :
1. murah, sederhana dan praktis dibuat tetapi mempunyai daya preservasi tinggi;
2. mempunyai sifat fisik dan sifat kimiawi yang hampir sama dengan semen dan tidak mengandung zat-zat toksik;
3. dapat mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi spermatozoa; dan
4. memberikan kemungkinan penilaian spermatozoa sesudah pengenceran.
Menurut Hunter (1995) dalam Salisbury dan VanDemark (1985), baik susu penuh maupun susu skim memenuhi kriteria sebagai larutan penyangga ketika
dipanaskan pada suhu 90oC--95oC selama 10 menit. Susu juga dapat melindungi spermatozoa dari kerusakan akibat cold shock selama pendinginan dan sumber nutrien untuk metabolisme spermatozoa.
Pengencer susu skim bebas lemak dikombinasi dengan glukosa umum digunakan sebagai pengencer terutama untuk penyimpanan, tetapi juga baik untuk evaluasi. Pengencer ini dapat menjaga motilitas dan fertilitas spermatozoa dengan baik dan relatif lebih murni serta mudah untuk menyiapkannya. Pengencer ini
membutuhkan pemanasan pada suhu 92oC--95oC selama 10 menit untuk menginaktifkan laktenin, yaitu suatu agen anti streptococus yang ditemukan di
(28)
14
dalam susu dan dapat bersifat toksik bagi spermatozoa sapi dan kuda (Maxwell dan Salamon, 1993).
Menurut Salisbury dan VanDemark (1985), proses pemanasan susu dapat melepaskan glukosa dari disakarida dan laktosa di dalam susu. Susu sapi normal mengandung sejumlah glukosa tertentu yang menyediakan zat karbohidrat yang bermanfaat untuk spermatozoa dan beberapa karbohidrat yang tidak jelas identifikasinya, substansi pelindung lesitin dan substansi untuk proses oksidasi metabolisme, termasuk penguraian komponen lemak seperti gliserol dan asam-asam organik.
Dalam pengencer perlu penambahan bahan lain yang dapat berfungsi sebagai pelindung ekstraseluler selama penyimpanan (Hafez, 2008). Kuning telur sering ditambahkan dalam pengencer karena terbukti dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa sapi (Moce dan Graham, 2006), menyediakan infrastruktur
membran, dan menambah fluiditas membran yang dapat meningkatkan
kemampuan fertilisasi (Ladha, 1998), mengubah fase transisi lipid selama terjadi perubahan suhu sehingga dapat mengurangi sensitivitas terhadap suhu dingin (Zeron dkk., 2002).
Sekitar 30% dari berat telur adalah bagian dari kuning telur, kuning telur mempunyai komposisi yang lebih lengkap dibandingkan dengan putih telur. Komposisi kuning telur terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat mineral dan vitamin (Sarwono,1995) dan protein telur termasuk sempurna karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup seimbang (Haryanto, 1996). Kelebihan kuning telur ini terletak pada lipoprotein dan lesitin yang
(29)
15
terkandung di dalamnya yang dapat mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa dan mencegah cold shock (Salisbury dan VanDemark, 1985).
F. Karbohidrat
Ketersediaan sumber energi yang berasal dari karbohidrat merupakan salah satu prasyarat untuk pengencer semen yang baik. Karbohidrat dalam bahan pengencer mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai sumber nutrisi, mengatur tekanan osmotik dan sebagai krioprotektan (Yildiz dkk., 2000). Karbohidrat dapat
menjadikan membran plasma sel lebih stabil selama proses kriopreservasi (Bakas dan Disalvo, 1991). Efek krioprotektif karbohidrat dihasilkan dari terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil karbohidrat dan bagian kepala polar fosfolipida membran plasma sel, sehingga karbohidrat menggantikan posisi molekul air selama proses dehidrasi berlangsung saat pembekuan (Aisen dkk., 2002).
Proses metabolisme yang menghasilkan ATP dapat berlangsung dengan baik jika membran sel tetap terlindungi, sehingga spermatozoa tetap mampu
mempertahankan motilitas dan daya hidupnya. Sebagai krioprotektan
ekstraseluler, karbohidrat akan melindungi membran plasma sel spermatozoa dari kerusakan secara mekanik yang mungkin terjadi saat proses kriopreservasi semen. Menurut Maxwell dan Salamon (2000), karbohidrat dalam keadaan beku
berbentuk seperti kaca (glass) yang tidak tajam, sehingga tidak merusak sel spermatozoa secara mekanik.
(30)
16
Karbohidrat juga memegang peranan penting dalam menurunkan kandungan garam larutan pengencer, sehingga dapat mengurangi efek solusi (solution effect). Ini menyebabkan karbohidrat dapat mencegah perusakan terhadap sel akibat meningkatnya kadar garam selama proses pembekuan. Dengan demikian, karbohidrat dapat mengatur fluiditas membran plasma sel spermatozoa (Nicollajsen dan Hvidt, 1994 dalam Salisbury dan VanDemark, 1985).
Proses pengenceran, pendinginan, dan penyimpanan yang lama menginduksi reduksi dari integritas membran plasma. Persentase spermatozoa dengan membran plasma yang rusak meningkat setelah didinginkan. Dengan penambahan
karbohidrat, kerusakan membran plasma dapat dikurangi. Konsentrasi karbohidrat punya efek protektif terhadap integritas membran plasma (Panglowhapan dkk, 2003).
Menurut Maxwell dan Salamon (1993), beberapa karbohidrat dapat menjadi sumber energi bagi spermatozoa selama penyimpanan yaitu glukosa dan fruktosa. Menurut Hafez (2000), pada pengolahan semen cair, semen yang telah
disentrifugasi dilarutkan dalam bahan pengencer yang mengandung karbohidrat sebagai sumber energi yang umumnya berupa glukosa, fruktosa, dan laktosa, mengandung penyangga maupun buffer lainnya dan mengandung bahan anti kejutan dingin (cold shock) untuk mencegah kerusakan spermatozoa akibat penyimpanan dalam suhu rendah.
Glukosa dan Fruktosa adalah monosakarida atau gula sederhana dengan rumus molekul (C6H12O6) yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang sederhana
(31)
17
lagi. Pengaruh utama penambahan glukosa dan fruktosa pada semen cair adalah mempertahankan motilitas (Panglowhapan, 2003).
1. Glukosa
Glukosa merupakan bahan bakar utama penghasil energi pada semua sistem kerja biologi atau pada semua organisme. Glukosa merupakan molekul karbohidrat utama yang berfungsi sebagai bahan bakar untuk semua tipe sel (Mansjur, 2001). Menurut Tillman, dkk., (1986), glukosa dalam alam terdapat dalam bentuk D-glukosa yang banyak terdapat pada buah-buahan dan madu. Glukosa merupakan komponen dasar bagi pembentukan molekul pati dan selulosa. Secara komersial, glukosa dihidrolisis dari pati jagung. Glukosa merupakan bagian terpenting dalam nutrisi yang merupakan produk akhir dari pencernaan karbohidrat oleh ternak non ruminansia, dan bentuk primer yang digunakan sebagai sumber energi.
Gambar 2. Struktur D-Glukosa
Kuning telur mengandung glukosa yang lebih suka dipergunakan oleh sel–sel spermatozoa sapi untuk metabolismenya daripada fruktosa yang terdapat di dalam semen (Van Tienhoven dkk, 1952 dalam Toelihere 1985).
(32)
18
2. Fruktosa
Fruktosa disebut sebagai gula buah-buahan dan diketemukan dalam bentuk bebas pada hijauan daun, buah-buahan dan madu. Fruktosa juga terdapat dalam sukrosa dan fruktan. Di tanaman, fruktosa dapat berbentuk monosakarida dan/atau sebagai komponen dari sukrosa. Sukrosa merupakan molekul disakarida yang merupakan gabungan dari satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa (Tillman, dkk., 1986).
Gambar 3. Struktur D-Fruktosa
Fruktosa termasuk kelompok ketosa yang secara fisiologis ditemukan dalam plasma semen yang berguna dalam proses metabolisme spermatozoa untuk menghasilkan energi dan daya hidup bagi spermatozoa (Nelson, 1967). Rata-rata kadar fruktosa yang terkandung dalam air mani sapi berkisar diantara
736mg/100ml sampai 1062mg/100 ml dengan rata-rata 683 mg/100ml (Mann, 1954 dalam Salisbury dan VanDemark, 1985).
Menurut Maxwell dan Salamon (1993), selain sebagai sumber energi fruktosa dapat mempertahankan tekanan osmotik dari larutan pengencer serta
(33)
19
mempunyai korelasi yang positif dengan motilitas (Chakrabarti dan Guha, 1993). Menurut Hammerstedt (1993), semakin banyak fruktosa yang terdapat dalam semen maka akan semakin tinggi motilitasnya karena fruktosa akan menghasilkan ATP yang sangat penting untuk kontraksi fibril-fibril pada ekor spermatozoa yang berfungsi untuk menimbulkan pergerakan (motilitas) pada spermatozoa.
3. Sukrosa
Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah α-D-glucophyranosil
dan β-D-fructofuranosyl yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak
mempunyai ujung pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi.
Sukrosa (C12H22O11) membentuk kristal keras anhydrous dalam bentuk monoklin, yang mempunyai tiga sumbu asimetris berbeda panjangnya. Mempunyai densitas 1,606 g/cm3, berat molekul 342, berat jenis 1,033 sampai 1,106 (Arya, 2012).
Gambar 4. Struktur sukrosa
Sukrosa merupakan salah satu gula disakarida yang dapat ditambahkan ke dalam pengencer semen. Penambahan sukrosa selain berfungsi sebagai sumber energi bagi spermatozoa juga melindungi membran sel spermatozoa secara ekstraseluler selama penyimpanan pada suhu 5oC. Karbohidrat dari golongan disakarida seperti sukrosa dan laktosa lebih baik dalam mempertahankan fungsi sebagai
(34)
20
krioprotektan ekstraseluler dibandingkan dengan monosakarida seperti glukosa dan fruktosa (Aisen dkk., 2002). Menurut Maxwell dan Salamon (1993), disakarida seperti sukrosa dan laktosa berfungsi untuk menjaga atau meningkatkan tekanan osmotik dari pengencer.
(35)
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu didih dan penangas, timbangan elektrik, termometer, spatula, corong, gelas ukur dan tutupnya, kertas label, kertas whatman, waterbath, object dan cover glass, spektrofotometer,
micropipet, beaker glass, mesin filling and sealing, pH meter, boks untuk
prefreezing dan freezing, mikroskop, tisu, counter number, stopwatch, hairdryer
dan kontainer, serta alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen yang dikoleksi dari satu pejantan Sapi Bali, susu skim bebas lemak, aquabidestilata, penicilin dan
streptomicyn, gliserol, kuning telur, glukosa, fruktosa, sukrosa, nitrogen cair, NaCl Fisiologis, pewarna eosin 2% dan air hangat untuk proses thawing.
(36)
22
C. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
P1 : penambahan glukosa 2% P2 : penambahan fruktosa 2% P3 : penambahan sukrosa 2%
Data yang diperoleh akan dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menguji pengaruh penggunaan jenis karbohidrat yang berbeda (glukosa, fruktosa dan sukrosa) terhadap kualitas spermatozoa.
(37)
23
1. Penampungan semen
Proses penampungan semen segar diawali dengan menyiapkan sapi yang akan menjadi donor dan teaser dalam keadaan bersih dan sehat. Teaser yang akan digunakan harus diikat pada kandang jepit di tempat penampungan agar teaser
tidak lari dan tidak memberontak saat proses penampungan semen secara perlahan agar teaser tidak stress.
Sapi pejantan yang menjadi donor harus dilakukan false mount/teasing sebanyak 2--3 kali sebelum semen ditampung. Setelah teasing dilakukan semen dapat segera ditampung menggunakan artivicial vagina (AV) pada saat terjadi ejakulasi, penis harus masuk tepat pada AV dan semen jangan sampai tercecer di luar AV. Menurut Toelihere (1985), perubahan suhu dan pengaruh cahaya matahari dapat mempengaruhi pergerakan dari spermatozoa, sehingga semen tersebut secepatnya dibawa ke laboratorium pembuatan semen beku BIBD Lampung untuk diproses lebih lanjut.
2. Evaluasi semen segar
Semen segar yang akan diproses menjadi semen beku harus melalui quality control pertama yang terdiri dari berbagai tahapan, diantaranya uji kualitatif semen segar berupa uji secara makroskopis (volume, warna, konsistensi semen segar dan pH semen) dan mikroskopis (motilitas massa, motilitas individu dan konsentrasi sperma).
(38)
24
3. Pengenceran semen
Ada 4 tahapan proses pembuatan pengencer semen skim kuning telur, yaitu pembuatan buffer skim, pembuatan buffer antibiotik, pembuatan pengencer part A yang terdiri atas 90% buffer skim antibiotik dan kuning telur dengan persentase kuning telur sebanyak 10% dari total pengencer part A, dan pembuatan pengencer
part B yang terdiri atas 72% buffer skim antibiotik, 10% kuning telur, 16% gliserol,dan ditambahkan dengan masing-masing perlakuan, yaitu penambahan glukosa 2%, penambahan fruktosa 2%, dan penambahan sukrosa 2%.
a. Pembuatan buffer skim
Pembuatan buffer skim dilakukan satu hari sebelum penampungan semen. Tahapan proses pembuatan buffer skim yaitu:
a. meyiapkan alat (kompor pemanas, labu didih, beaker glass, corong, kertas saring, gelas ukur 100 ml, spatula, termometer, timbangan analitik, tissue) dan bahan (skim bubuk, aqua bidestilata);
b. menimbang skim bubuk sebanyak 20,83 g; c. menyiapkan labu didih dan pemanasnya;
d. menyiapkan aqua bidestilata sebanyak 200 ml dan memasukkan sebagian dalam labu didih;
e. menyalakan pemanas listrik;
f. mencairkan skim bubuk dengan sisa bagian aquabides;
g. memasukkan dalam labu didih dan aduk rata sampai suhu mencapai 92oC; h. menyiapkan dua buah gelas ukur 100 ml, corong dan kertas saring;
(39)
25
j. menyaring larutan skim ke dalam gelas ukur perlahan-lahan;
k. mendinginkan larutan skim dan menyimpan di dalam lemari pendingin; l. buffer skim siap digunakan.
b. Pembuatan buffer antibiotik
Tahapan proses pembuatan buffer antibiotik sebagai berikut:
a. menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, pembuka tutup botol) dan bahan (penicillin 1 flc, streptomycin 3 flc, aqua bidestilata, larutan buffer skim); b. membuka tutup botol antibiotik;
c. mencampur 3 flc streptomicyn dan 1 flc penicillin, kemudian ditambah aquabides sampai volume 30 ml;
d. menghomogenkan larutan, kemudian mencampur larutan tersebut dengan
buffer skim dengan perbandingan 1 bagian buffer antibiotik dengan 100 bagian buffer skim;
e. menghomogenkan larutan;
f. buffer skimantibiotik siap digunakan.
c. Pembuatan pengencer part A
Pengencer part A merupakan pengencer semen yang terdiri atas 90% buffer skim antibiotik dan kuning telur dengan persentase kuning telur sebanyak 10% dari total volume pengencer. Prosedur pembuatan 100 ml pengencer part A sebagai berikut:
a. menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, beaker glass, kertas saring, tissue, pinset) dan bahan (buffer skim antibiotik, telur ayam ras, alkohol);
(40)
26
b. mengukur volume buffer skim antibiotik ke dalam gelas ukur sebanyak 90 ml; c. menyiapkan telur segar dan membersihkan cangkangnya dengan alkohol; d. menyiapkan kuning telur, membersihkan kuning telur dari putih telur
menggunakan kertas saring, selaput kuning telur dipecah dan diambil kuning telurnya kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass;
e. menuangkan kuning telur ke dalam gelas ukur yang berisi buffer skim antibiotik sebanyak 10 ml perlahan agar tidak terkena dinding tabung; f. menghomogenkan larutan dengan cara dikocok selama 30 menit.
d. Pembuatan pengencer part B
Pengencer B terdiri atas 72% buffer skim antibiotik, 10% kuning telur, 16% gliserol,dan 2% glukosa/fruktosa/sukrosa. Tahapan proses pembuatan 100 ml pengencer part B sebagai berikut:
a. menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, timbangan analitik, beaker glass, kertas saring, tissue, pinset) dan bahan (buffer antibiotik, telur ayam ras, glukosa, gliserol, alkohol 70 %);
b. mengukur volume buffer skim antibiotik ke dalam gelas ukur sebanyak 72 ml melalui dinding gelas;
c. menuangkan gliserol ke dalam gelas ukur sebanyak 16 ml secara perlahan dan jangan sampai mengenai dinding gelas;
d. menyiapkan telur segar dan membersihkan cangkangnya dengan alkohol; e. menyiapkan kuning telur, membersihkan kuning telur dari selaputnya putih
telur menggunakan kertas saring, selaput kuning telur dipecah dan diambil kuning telurnya kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass;
(41)
27
f. menambahkan kuning telur ke dalam gelas ukur yang berisi buffer skim antibiotik sebanyak 10 ml perlahan agar tidak terkena dinding tabung; g. menimbang glukosa/fruktosa/sukrosa sebanyak 2 gr kemudian ditambahkan
ke dalam larutan;
h. menghomogenkan larutan dengan cara dikocok selama 30 menit.
Perbandingan volume pengencer A dan pengencer B yang diberikan yaitu 1 : 1. Pemberian pengencer A dibagi dalam dua kali pemberian, yaitu pengencer A1, pengencer A2, serta pengencer B diberikan kemudian, pemberian ketiga pengencer ini ditentukan dengan rumus berikut:
Pengencer A (Part A) = 0,5 × pengencer total Pengencer A1 (PartA primer) berkisar 5─10 ml
Pengencer A2 (Part A Extra) = pengencer A – pengencer A1 Pengencer B (Part B) = 0,5 × pengencer total
Prosedur pencampuran pengencer semen sebagai berikut:
a. mempersiapkan pengencer (volume pengencer sesuai output dari spektrofotometer);
b. menghitung kompisisi pengencer sesuai dengan rumus; c. mencampur semen segar dengan pengencer A1;
d. memasukkan tabung ke dalam beaker glass yang berisi air bersuhu 27oC (water jacket);
e. memasukkan tabung yang telah dilindungi water jacket ke dalam cooltop; f. melepaskan water jacket setelah 35 menit;
g. menuangkan pengencer A2 dalam tabung 50 menit setelah water jacket
(42)
28
h. memberikan pengencer B setelah 15 menit secara bertahap sebanyak 4 kali, selang waktu 15 menit;
i. melakukan proses ekulibrasi selama 4 jam di dalam cool top. (BIB Ungaran, 2011)
4. Equilibrasi
Semen yang telah diencerkan akan melewati proses equlibrasi selama 4 jam di dalam cooltop. Menurut Toelihere (1985), waktu equlibrasi adalah waktu yang diperlukan spermatozoa sebelum pembekuan untuk menyesuaikan diri dengan pengencer supaya sewaktu pembekuan kematian sperma yang berlebih-lebihan dapat dicegah. Semen harus berada di dalam pengencer dengan atau tanpa
glycerol selama kurang lebih 4 jam pada suhu 5 oC (Roberts, 1971 dalam Toelihere, 1985).
5. Evaluasi setelah equilibrasi
Evaluasi setelah equilibrasi merupakan quality control kedua yang dilakukan setelah selesai proses equilibrasi dan dilakukan untuk melihat kemampuan
progresif sperma setelah proses equilibrasi. Evaluasi setelah equilibrasi dilakukan dengan cara mengambil sampel semen yang telah melewati proses equilibrasi
selama 4 jam dan mengamati motilitas massa dan motilitas individu dari sampel tersebut. Aminasari (2009) menyatakan bahwa motilitas semen yang telah didinginkan pada suhu 5°C tidak boleh berada di bawah 55%.
(43)
29
6. Filling dan sealing
Proses filling dan sealing merupakan proses memasukkan semen yang sudah diencerkan ke dalam straw dan lolos evaluasi pascaequilibrasi, selain itu pada proses ini straw akan diberi label dan straw yang telah terisi semen cair akan disegel dengan sumbat lab. Satu dosis IB berisi 0,25 ml semen dengan konsentrasi sperma 25x106sel/dosis.
7. Proses prefreezing
Proses prefreezing semen dilakukan di dalam boks yang lengkap dengan rak yang digunakan untuk meletakkan straw. Boks yang disediakan diisi dengan nitrogen cair dengan ketinggian nitrogen cair 10 cm. Jarak antara permukaan nitrogen cair dengan straw adalah 4 cm. Proses prefreezing yaitu mendiamkan straw 4 cm di atas nitrogen cair selama 9 menit, suhu saat proses prefreezing ini berkisar antara -110oC -- -120oC dan selama proses freezing berlangsung boks ditutup untuk mengurangi penguapan nitrogen cair di dalamnya.
8. Evaluasi setelah prefreezing
Evaluasi setelah prefreezing merupakan quality control ketiga dalam proses pembuatan semen beku. Pada evaluasi ini dilihat motilitas massa dan motilitas individu serta ketahanan hidup sperma setelah adanya proses prefreezing.
9. Proses freezing
Proses freezing dilakukan setelah proses prefreezing, straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair bersuhu -196oC secara perlahan dan dimasukkan ke dalam goblet
(44)
30
dengan posisi sumbat laboratorium di atas. Setelah proses ini selesai semen beku dapat disimpan di dalam kontainer.
10.Evaluasi setelah thawing
Pemeriksaan semen beku dilakukan dengan cara evaluasi setelah thawing sebagai
quality control terakhir, tes ini dilakukan untuk melihat motilitas massa sperma dan persentase sperma progresif setelah proses pembekuan. Berdasarkan
SNI01.4869.1- 2005, pemeriksaan semen beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 37oC selama 30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil spermatozoa) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu spermatozoa minimal 2 (dua) (Dirjenak, 2000).
E. Peubah yang Diamati
1. Motilitas spermatozoa
Motilitas spermatozoa dilihat dengan cara membuat preparat di atas object glass
dan meletakkan preparat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10, melihat gerakan individu sperma dan melakukan penilaian terhadap pergerakan sperma. Motilitas semen sapi yang baik berkisar antara 40--75% (Garner dan Hafez, 2000).
2. Persentase spermatozoa hidup
Persentase spermatozoa hidup dilihat pada preparat ulas yang dibuat dengan cara meneteskan satu tetes eosin 2% pada ujung object glass, meneteskan semen dengan ukuran yang sama pada objectglass tersebut, tempelkan ujung cover glass
(45)
31
pada kedua cairan sehingga cairan tersebut tercampur, kemudian dorong ke ujung
object glass sehingga terbentuk lapisan tipis, keringkan menggunakan hairdryer, setelah kering periksa spermatozoa hidup di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Spermatozoa hidup akan terlihat tidak berwarna dan untuk spermatozoa mati akan berwarna merah muda atau merah. Spermatozoa dihitung dengan cara berurutan atau zik-zak sampai sepuluh lapang pandang. Persentase spermatozoa hidup dapat ditentukan dengan rumus :
Spermatozoa hidup (%) = X – Y x 100% X
Keterangan : X = jumlah sel spermatozoa keseluruhan Y = jumlah sel spermatozoa mati
(46)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) antara pemberian glukosa 2%, fruktosa 2% maupun sukrosa 2% yang ditambahkan ke dalam masing-masing pengencer skim kuning telur terhadap motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah :
1. karbohidrat jenis glukosa, fruktosa dan sukrosa dapat digunakan sebagai sumber energi dalam pengencer skim kuning telur;
2. perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap pemberian berbagai sumber karbohidrat ke dalam jenis pengencer berbeda.
(47)
DAFTAR PUSTAKA
Aisen, E.G., V.H. Medina and A. Venturino. 2002. Cryopreservation and post-thawed fertility of ram semen frozen in different trehalosa concentrations. Theriogenology. 57: 1801--1808
Aminasari, D.P. 2009. Pengaruh umur pejantan terhadap kualitas semen beku sapi limousin.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/21674/1/Pengaruh-umur-pejantan-terhadap-kualitas-semen-beku-sapi-limousin.pdf. Diakses pada 18 November 2013
Arya. 2012. Sukrosa.
http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-61405-Ilmu%20Pangan-Sukrosa.html. Diakses pada 18 November 2013
Bakas, L.S. and E.A. Disalvo. 1991. Effects of Ca2+ on the cryoprotective action of trehalose. Cryobiology28: 347--353
BIB Ungaran. 2011. Instruksi kerja. Balai Inseminasi Buatan Ungaran. Jawa Tengah
BIBD Lampung Tengah. 2010. Standar Operasional Prosedur. BIBD Lampung Tengah. Lampung Tengah
Butar, E. 2009. Efektifitas Frekuensi Exercise Terhadap Peningkatan Kualitas Semen Sapi Simmental.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1/09E00898.pdf . Diakses pada 5 November 2013
Chakrabarti, D., and A.B. Guha. 1993. Influence of sperm density and motility on seminal fructose content of black rengal goat. India. J. Anim. Sci. 63: 733--734
Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. SNI 01.4869.1- 2005 Semen Beku Sapi Farstadt, W. 1996. Semen cyropreservation in dogs and fox. J. Anim. Repro.
70 : 218 -- 219
(48)
44
Garner, D.L., and E.S.E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In Reproduction in Farm Animal eds. 7th. Lippincott & Williams. Baltimore, Marryland, USA
Guntoro, S. 2008. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta Hafez, E.S.E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. 7th
edition. Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland, USA
__________. 2008. Preservation and Cryopreservation of Gamete and Embryos.In Reproduction in Farm Animals.eds. 7th ed. Lippincott & Williams. Baltimore, Marryland, USA
Hammersted, R. 1993. Maintenance of Bioenergetic in Sperm and Prevention of Lipid Peroxidation. M.J.D’occhio. Australia
Hartono, M., S. Suharyati., dan P.E Santosa,. 2008. Teknologi Reproduksi Ternak. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung
Haryanto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta
Ladha, S. 1998. Lipid heterogenity and membrane fluidity in high polarized cell, the mammalian spermatozoon. J. Membrane Biol.165(1):1--10
Mann, T. 1964. The Biochemistry of Semen. Methuen & Co. LTD. London Mansjur. 2001. Metabolisme: Karbohidrat, Protein, Asam Nukleat. Fakultas
MIPA Institut Pertaian Bogor. Bogor
Maxwell WMC, and Salamon S. 1993. Liquid storage of ram sperm. J. Anim. Repro. Fert. Dev. 5:613--618
________________________. 2000. Storage of ram semen. J. Anim. Repro. Sci.
62: 77--111
Moce, E. and J.K. Graham. 2006. Cholesterol-loaded cyclodextrins added to fresh bull ejaculate improve sperm cryosurvival. J. Anim. Sci. 84(4):826--833
Murtijo, BA. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. UI Press. Jakarta
(49)
45
Nicollajsen H, A. Hvidt. 1994. Phase behaviour of the system trehalose NaCl water. Cryobiology 31:199--205
Nursyam. 2007. Perkembangan iptek bidang reproduksi ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak.
http//:www.unlam.ac.id./journal/pdf_file. Diakses pada 5 November 2013 Panglowpahan. 2003. Influence of glucose and fruktose in the extender during
long term storage of chilled canine semen. Theriogenology 62: 1498 -- 1517 Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Sumber Widya. Jakarta
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Raharjo, D. 2002. Daya Tahan Spermatozoa Semen Cair Sapi FH dalam
Kemasan Straw Mini Menggunakan Pengencer Citrat Kuning Telur dan Skim Kuning Telur dengan Penambahan Fruktosa. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rizal, M. 2006. Peranan beberapa jenis gula dalam meningkatkan kualitas semen beku domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 11:123--130
_______. 2008. Peningkatan kualitas spermatozoa epididimis kerbau belang yang dikriopreservasi dengan beberapa konsentrasi sukrosa. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 188--193
Salisbury, G.W., N.L Vandenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. UGM Press. Jogjakarta
Samsudewa, D. dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh Berbagai Metode Thawing
Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 1: 88 – 92
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta Steel RGD dan JH. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi II.
Sumantri B, Penerjemah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Susilawati, T., P. Srianto, Hermanto dan E. Yuliani. 2003. Inseminasi Buatan dengan spermatozoa beku hasil sexing pada sapi untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin sesuai harapan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
Tillman, A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S.
Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Jogjakarta Toelihere, R. M. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
(50)
46
Toelihere, R. M. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Woelders, H., A. Matthij and B. Engel. 1997. Effects of trehalose and sucrose,
osmolality of the freezing medium, and cooling rate on viability and
intactness of bull sperm after freezing and thawing. Cryobiology35: 93--105 Yildiz, C., A. Kaya, M. Aksoy and T. Tekeli. 2000. Influence of sugar
supplementation of the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog spermatozoa during freezing. Theriogenol54: 579--585
Zeron, Y., M. Tomczak, J. Crowe, and V. Arav. 2002. The effect of liposome onthermotropic membrane phase transitions of bovine spermatozoa and oocytes: implications for reducing chilling sensitivity. Cryobiology 45(2):143--152
(1)
31
pada kedua cairan sehingga cairan tersebut tercampur, kemudian dorong ke ujung object glass sehingga terbentuk lapisan tipis, keringkan menggunakan hairdryer, setelah kering periksa spermatozoa hidup di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40. Spermatozoa hidup akan terlihat tidak berwarna dan untuk spermatozoa mati akan berwarna merah muda atau merah. Spermatozoa dihitung dengan cara berurutan atau zik-zak sampai sepuluh lapang pandang. Persentase spermatozoa hidup dapat ditentukan dengan rumus :
Spermatozoa hidup (%) = X – Y x 100% X
Keterangan : X = jumlah sel spermatozoa keseluruhan Y = jumlah sel spermatozoa mati
(2)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) antara pemberian glukosa 2%, fruktosa 2% maupun sukrosa 2% yang ditambahkan ke dalam masing-masing pengencer skim kuning telur terhadap motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah :
1. karbohidrat jenis glukosa, fruktosa dan sukrosa dapat digunakan sebagai sumber energi dalam pengencer skim kuning telur;
2. perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap pemberian berbagai sumber karbohidrat ke dalam jenis pengencer berbeda.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Aisen, E.G., V.H. Medina and A. Venturino. 2002. Cryopreservation and post-thawed fertility of ram semen frozen in different trehalosa concentrations. Theriogenology. 57: 1801--1808
Aminasari, D.P. 2009. Pengaruh umur pejantan terhadap kualitas semen beku sapi limousin.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/21674/1/Pengaruh-umur-pejantan-terhadap-kualitas-semen-beku-sapi-limousin.pdf. Diakses pada 18 November 2013
Arya. 2012. Sukrosa.
http://aryaulilalbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-61405-Ilmu%20Pangan-Sukrosa.html. Diakses pada 18 November 2013
Bakas, L.S. and E.A. Disalvo. 1991. Effects of Ca2+ on the cryoprotective action of trehalose. Cryobiology 28: 347--353
BIB Ungaran. 2011. Instruksi kerja. Balai Inseminasi Buatan Ungaran. Jawa Tengah
BIBD Lampung Tengah. 2010. Standar Operasional Prosedur. BIBD Lampung Tengah. Lampung Tengah
Butar, E. 2009. Efektifitas Frekuensi Exercise Terhadap Peningkatan Kualitas Semen Sapi Simmental.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1/09E00898.pdf . Diakses pada 5 November 2013
Chakrabarti, D., and A.B. Guha. 1993. Influence of sperm density and motility on seminal fructose content of black rengal goat. India. J. Anim. Sci. 63: 733--734
Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. SNI 01.4869.1- 2005 Semen Beku Sapi Farstadt, W. 1996. Semen cyropreservation in dogs and fox. J. Anim. Repro.
70 : 218 -- 219
(4)
44
Garner, D.L., and E.S.E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In Reproduction in Farm Animal eds. 7th. Lippincott & Williams. Baltimore, Marryland, USA
Guntoro, S. 2008. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta Hafez, E.S.E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. 7th
edition. Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland, USA
__________. 2008. Preservation and Cryopreservation of Gamete and Embryos.In Reproduction in Farm Animals.eds. 7th ed. Lippincott & Williams. Baltimore, Marryland, USA
Hammersted, R. 1993. Maintenance of Bioenergetic in Sperm and Prevention of Lipid Peroxidation. M.J.D’occhio. Australia
Hartono, M., S. Suharyati., dan P.E Santosa,. 2008. Teknologi Reproduksi Ternak. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung
Haryanto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta
Ladha, S. 1998. Lipid heterogenity and membrane fluidity in high polarized cell, the mammalian spermatozoon. J. Membrane Biol.165(1):1--10
Mann, T. 1964. The Biochemistry of Semen. Methuen & Co. LTD. London Mansjur. 2001. Metabolisme: Karbohidrat, Protein, Asam Nukleat. Fakultas
MIPA Institut Pertaian Bogor. Bogor
Maxwell WMC, and Salamon S. 1993. Liquid storage of ram sperm. J. Anim. Repro. Fert. Dev. 5:613--618
________________________. 2000. Storage of ram semen. J. Anim. Repro. Sci. 62: 77--111
Moce, E. and J.K. Graham. 2006. Cholesterol-loaded cyclodextrins added to fresh bull ejaculate improve sperm cryosurvival. J. Anim. Sci. 84(4):826--833
Murtijo, BA. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Nalbandov, A.V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. UI Press. Jakarta
(5)
45
Nicollajsen H, A. Hvidt. 1994. Phase behaviour of the system trehalose NaCl water. Cryobiology 31:199--205
Nursyam. 2007. Perkembangan iptek bidang reproduksi ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak.
http//:www.unlam.ac.id./journal/pdf_file. Diakses pada 5 November 2013 Panglowpahan. 2003. Influence of glucose and fruktose in the extender during
long term storage of chilled canine semen. Theriogenology 62: 1498 -- 1517 Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Sumber Widya. Jakarta
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta
Raharjo, D. 2002. Daya Tahan Spermatozoa Semen Cair Sapi FH dalam
Kemasan Straw Mini Menggunakan Pengencer Citrat Kuning Telur dan Skim Kuning Telur dengan Penambahan Fruktosa. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rizal, M. 2006. Peranan beberapa jenis gula dalam meningkatkan kualitas semen beku domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 11:123--130
_______. 2008. Peningkatan kualitas spermatozoa epididimis kerbau belang yang dikriopreservasi dengan beberapa konsentrasi sukrosa. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 188--193
Salisbury, G.W., N.L Vandenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. UGM Press. Jogjakarta
Samsudewa, D. dan A. Suryawijaya. 2008. Pengaruh Berbagai Metode Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. 1: 88 – 92
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta Steel RGD dan JH. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi II.
Sumantri B, Penerjemah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Susilawati, T., P. Srianto, Hermanto dan E. Yuliani. 2003. Inseminasi Buatan dengan spermatozoa beku hasil sexing pada sapi untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin sesuai harapan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang
Tillman, A., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S.
Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Jogjakarta Toelihere, R. M. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
(6)
46
Toelihere, R. M. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung. Woelders, H., A. Matthij and B. Engel. 1997. Effects of trehalose and sucrose,
osmolality of the freezing medium, and cooling rate on viability and
intactness of bull sperm after freezing and thawing. Cryobiology 35: 93--105 Yildiz, C., A. Kaya, M. Aksoy and T. Tekeli. 2000. Influence of sugar
supplementation of the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog spermatozoa during freezing. Theriogenol 54: 579--585
Zeron, Y., M. Tomczak, J. Crowe, and V. Arav. 2002. The effect of liposome onthermotropic membrane phase transitions of bovine spermatozoa and oocytes: implications for reducing chilling sensitivity. Cryobiology 45(2):143--152