KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BALI DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI DOSIS VITAMIN C PADA BAHAN PENGENCER SKIM KUNING TELUR

(1)

ABSTRAK

KUALITAS SEMEN BEKU SAPI BALI DENGAN PENAMBAHAN BERBAGAI DOSIS VITAMIN C PADA BAHAN PENGENCER

SKIM KUNING TELUR

Oleh

FARADINA KUSUMA SAVITRI

Penelitian yang dilaksanakan di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada 18--25 April 2014, bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan antioksidan vitamin C (asam askorbat) dalam pengencer skim kuning telur terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan yang diberikan yaitu P1 (tanpa penambahan vitamin C), P2 (penambahan 1,50 mM vitamin C), P3 (penambahan 2,50 mM vitamin C), P4 (penambahan 3,50 mM vitamin C), P5 (penambahan 4,50 mM vitamin C) dalam pengencer susu skim kuning telur dan masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan berbagai dosis vitamin C ke dalam pengencer susu skim kuning telur menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada 28 November 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Bapak drh. Nur Rokhmad dan Ibu Dra. Titie Widowati Prayogani.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak (TK) pada tahun 1998 di TK. AB, Poncowarno, Lampung Tengah; pendidikan sekolah dasar (SD) pada tahun 2004 di SD Negeri 1 Poncowati, Lampung Tengah; pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) pada tahun 2007 di SMP Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah; dan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) pada tahun 2010 di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Ditahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama masa perkuliahan penulis pernah melakukan magang kerja di Farm

Sidomulyo, Lampung Selatan milik PT. Rama Jaya Lampung; Praktik Umum (PU) di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran, Jawa Tengah; dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Karya Mulya Sari, Lampung Selatan. Penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) FP UNILA sebagai Anggota bidang Pengabdian Masyarakat periode 2012--2013 dan Sekretaris Umum di UKMF LS-MATA, FP UNILA Periode 2012--2013.


(6)

Ku persembahkan Skripsi ini kepada :

Mama, Papa, Adik,

Tante, Om, Sepupu,

Guru, dan Sahabat,

Almamater,

Indonesia

Atas salah satu bukti

Rasa terimakasih, kerja keras, dan

Langkah awal kesuksesanku


(7)

Ingatlah Allah ketika kamu bahagia,

maka Allah akan mengingatmu ketika kamu sengsara,

jadilah kamu pengajar atau pelajar atau pendengar,

janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang bodoh (tidak mau belajar)

karena kamu pasti celaka.

(Abu Darda’)


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah, dan kehendak-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Sri Suharyati, S.Pt, M.P.— selaku Pembimbing Utama — atas bimbingan, kesabaran, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi; 2. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si.— selaku Pembimbing Anggota — atas

bimbingan, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi;

3. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.— selaku Penguji Utama — atas bimbingan, saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi;

4. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P.— selaku Pembimbing Akademik — atas bimbingan, saran dan arahan selama masa perkuliahan;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.— selaku Ketua Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.— selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

7. Ibu dan Bapak Dosen di Jurusan Peternakan atas ilmu dan dukungannya; 8. Bapak Ir. Agust A. Arabusman — selaku Kepala Balai Inseminasi Buatan


(9)

9. Mas drh. Akbar , Mba Murtiawan, S.Pt., Bapak Ir. Joko, dan Mas Vivid Bambang SN, S.Pt. —atas bimbingan, saran dan arahan selama pelaksanaan penelitian;

10. Mama, Papa, Fariz Kusuma Aditya, Om, Bulek, dan Sepupu-sepupu atas doa, nasehat, perhatian, kesabaran, kasih sayang, materil serta dukungan yang tak henti-hentinya;

11. Ajrul Mukminat atas kesabaran, pengertian, perhatian, dukungan,

kerjasama, bantuan, pelajaran, kasih sayang, dan persaudaraan, semoga tetap bertahan;

12. Nano Setiono, Febi Aditya, Heru Yoga Prawira, Rahmadhanil Putra Rusadi, Rangga Saputra, Tri Haryanto Saputra, dan Yuli Prasetiyo atas kesabaran, pengertian, perhatian, dukungan, kerjasama, bantuan, pelajaran, dan

persaudaraan, semoga tetap bertahan;

13. Saudara peternakan angkatan 2010 (Rizki Indah, Fandi, Nurma, Sekar, Irma, Nani, Sherly, Tiwi, Anung, Dian, Repi, Dewa, Afrizal, Etha, Gaby, Nova, Alm. Anggiat, Fauzan, Fajar, Rahmat, Rohmat, Repki, Aini, dkk) atas persaudaraan, bantuan, semangat, dukungan dan kebersamaan yang selalu diberikan, semoga tetap bertahan;

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Semoga bermanfaat. Bandar Lampung, 2014

Penulis,


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang terus meningkat berkorelasi positif dengan kebutuhan protein hewani, semakin banyak jumlah penduduk Indonesia maka semakin tinggi pula kebutuhan protein hewani. Pemenuhan protein hewani dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi daging ternak. Salah satu ternak penghasil daging adalah sapi potong.

Sapi Bali adalah jenis sapi potong asli Indonesia yang berpotensi besar untuk terus dikembangkan. Menurut Suryana (2009) Sapi Bali memiliki daya adaptasi baik terhadap berbagai kondisi lingkungan kering maupun hujan. Wahyuni (2000), mengatakan bahwa Sapi Bali memiliki beberapa keunggulan karakteristik yaitu mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, dan cepat berkembang biak. Keunggulan-keunggulan ini harus didorong dengan kemajuan teknologi khususnya teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi yang sangat menunjang dan cocok diaplikasikan di lapangan untuk pengembangan Sapi Bali adalah IB.


(11)

2

Teknologi IB memanfaatkan semen pejantan unggul yang telah dibekukan serta telah mengalami evaluasi dan pengenceran. Menurut Toelihere (2006),

keberhasilan program IB ditentukan oleh empat faktor utama yaitu kualitas semen, kesuburan ternak betina, keterampilan teknisi, dan pengetahuan zooteknik

peternak. Toelihere (1985) mengatakan bahwa proses pengolahan seperti penampungan semen, pengenceran, ekuilibrasiatau penyesuaian suhu, dan pembekuan memengaruhi kualitas semen beku yang akan diaplikasikan pada ternak.

Goldman dkk., (1991) mengatakan bahwa selama proses pembekuan semen, terjadi kematian spermatozoa sampai 30% dari jumlah spermatozoa segar, karena

spermatozoa memiliki sifat sangat peka terhadap lingkungan seperti perubahan suhu. Kematian spermatozoa yang tinggi pada proses pengolahan semen menurut Herdis (2005) disebabkan oleh rusaknya membran plasma spermatozoa akibat peroksida lipid. Maxwell dan Watson (1996) juga berpendapat bahwa kematian

spermatozoa terjadi karena membran spermatozoa banyak mengandung lemak tak jenuh yang sangat rentan terhadap reaksi peroksida lipid.

Reaksi peroksida lipid yang dapat merusak spermatozoa dalam proses pengolahan semen terjadi karena kontak antara semen dan oksigen (O2). Menurut Siregar (1992), oksigen merupakan unsur yang esensial, tetapi kelebihan oksigen

menyebabkan kerusakan peroksidatif. Rizal dan Herdis (2010) mengatakan bahwa selama proses respirasi oksigen mengalami reduksi dalam rangkaian elektron transfer di dalam mitokondria. Proses tersebut dapat menghasilkan radikal bebas


(12)

dan hidrogen peroksida. Radikal bebas jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh akan menghasilkan lipid peroksida.

Menurut Rizal dan Herdis (2010) radikal bebas adalah senyawa kimia yang memiliki elektron tak berpasangan dan bersifat sangat reaktif. Siswono (2005) mengatakan bahwa sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh dan dapat berasal dari luar tubuh. Maxwell dan Watson (1996) berpendapat bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas dan peroksida lipid ini dapat menurunkan tingkat motilitas dan daya hidup spermatozoa.

Penambahan antioksidan dalam pengencer semen dilakukan untuk meminimalisir atau menekan kerusakan membran spermatozoa akibat radikal bebas. Widiastuti (2001) mengatakan bahwa penambahan antioksidan dalam pengencer semen berfungsi untuk memutus atau menekan reaksi radikal bebas dan mampu untuk mengakhiri siklus reaksi. Berakhirnya siklus reaksi radikal bebas dapat

menghentikan kerusakan membran spermatozoa akibat peroksida lipid yang dapat menurunkan kemampuan fertilitas semen beku. Beconi dkk., (1993) mengatakan bahwa vitamin C dan E mampu melindungi membran plasma spermatozoa sapi selama proses pembekuan dan pencairan kembali.

Almatsier (2009) mengatakan bahwa vitamin C berbentuk kristal putih yang memiliki sifat mudah larut dalam air. Suryohudoyo (2000) menambahkan bahwa vitamin C atau asam askorbat termasuk dalam antioksidan yang mampu memutus rantai reaksi radikal bebas. Vitamin C mempunyai kemampuan menguatkan kestabilan jaringan pelindung membran plasma terhadap peroksida lipid, sehingga dapat mempertahankan kualitas dan fertilitas semen. Vitamin C memiliki sifat


(13)

4

yang asam oleh karena itu penambahannya ke dalam pengencer harus memperhatikan perubahan pH yang akan terjadi.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukanya penelitian tentang pengaruh penambahan vitamin C sebagai antioksidan ke dalam pengencer semen sapi terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui pengaruh penambahan antioksidan vitamin C (asam askorbat) dalam pengencer semen sapi terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa;

2. mengetahui dosis penambahan antioksidan vitamin C yang terbaik dalam pengencer semen sapi yang dapat mempengaruhi persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang manfaat penambahan vitamin C dalam pengencer semen sapi terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa yang dapat memengaruhi fertilitas semen sapi setelah dibekukan.


(14)

D. Kerangka Pemikiran

Semen beku adalah semen segar dari pejantan yang sudah mengalami proses pengenceran dan diproses dengan cara tertentu lalu mengalami penyimpanan dalam nitrogen cair dengan suhu -196 ºC. Goldman dkk., (1991) mengatakan bahwa selama proses pembekuan semen, terjadi kematian spermatozoa sampai 30% dari jumlah spermatozoa segar dan menurut Wahyadin (2012) 50 %

spermatozoa mati selama proses pembekuan, maka setiap dosis IB semen sapi paling sedikit harus mengandung 25 juta sel spermatozoa.

Kematian spermatozoa selama proses pengenceran disebabkan oleh peroksida lipid yang terjadi karena radikal bebas saat semen berinteraksi langsung dengan oksigen. Peroksida lipid adalah kerusakan oksidatif dari minyak dan lemak yang mengandung ikatan karbon-karbon rangkap. Pazil (2009) mengatakan bahwa peroksida lipid merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara terus-menerus yang menimbulkan peroksida lebih lanjut.

Tingginya tingkat kematian spermatozoa saat proses pengenceran dan pembekuan karena radikal bebas yang menimbulkan peroksida lipid menyebabkan

ketidakstabilan membran plasma spermatozoa. Kerusakan membran plasma

spermatozoa menurunkan tingkat motilitas dan mematikan spermatozoa yang akan menurunkan kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur.

Peningkatan reaksi radikal bebas dapat diminimalisir dengan penambahan antioksidan dalam pengencer semen. Antioksidan menurut Hemmerstedt (1993) merupakan senyawa yang bersifat nukleophilik, memiliki sifat dapat memutuskan


(15)

6

atau menekan radikal bebas dan mampu untuk mengakhiri siklus reaksi. Winarno dkk., (1984) mengatakan bahwa antioksidan dapat mencegah oksidasi lemak dan adanya antioksidan dalam lemak dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi.

Maxwell dan Watson (1996) mengatakan salah satu manfaat dari antioksidan adalah dapat memperlambat ketidakstabilan membran yang dihubungkan dengan penuaan spermatozoa. Menurut Widiastuti (2001) antioksidan hanya mampu memperbaiki fertilitas spermatozoa yang dibekukan dan tidak bekerja pada semen segar. Oleh karenanya, penambahan antioksidan dalam pengencer semen sangat dianjurkan dilakukan untuk mempertahankan keutuhan membran plasma dan dapat meningkatkan kemampuan fertilisasi spermatozoa.

Salah satu antioksidan yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengatasi radikal bebas adalah vitamin C atau asam askorbat. Winarno (1997) mengatakan bahwa peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler

sehingga vitamin C dapat digunakan untuk mempertahankan dan menjaga fungsi membran. Menurut Sauberlich (1991), asam askorbat siap untuk diabsoprsi oleh jaringan jika terdapat dalam dosis yang rendah.

Vitamin C memiliki sifat asam sedangkan spermatozoa sangat peka terhadap perubahan pH. Penambahan vitamin C harus sangat diperhatikan untuk menjaga keadaan pH dalam semen cair. Sumarsono (1998) mengatakan bahwa pada semen beku kerbau lumpur penambahan 1,5 mM vitamin C nyata mempertahankan motilitas setelah pembekuan , tetapi dalam penambahan 3 dan 5 mM cenderung menurunkan persentase motilitas.


(16)

Penggunaan vitamin C sebagai antioksidan menurut penelitian pendahulu mampu mengatasi dan menghentikan radikal bebas yang dapat merusak dan menurunkan kualitas spermatozoa namun penambahanya harus pada dosis yang tepat untuk menjaga pH semen. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan tentang dosis penambahan vitamin C yang paling tepat untuk

ditambahkan dalam pengencer semen sehingga dapat mempertahankan kualitasnya.

E. Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1. penambahan vitamin C dalam pengencer semen dapat mempertahankan persentase motilitas dan hidup spermatozoa setelah proses pembekuan; 2. terdapat dosis penambahan vitamin C yang optimal dalam pengencer semen


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Bali

Hasnawati (2008) mengatakan bahwa Sapi Bali adalah keturunan sapi liar yang disebut banteng (Bos sondaicus) yang telah mengalami domestikasi berabad-abad lamanya. Klasifikasi Sapi Bali menurut Blakely dan Bade (1992), yaitu:

phylum : Chordata; sub-Phylum : Vertebrata;

class : Mamalia;

sub-Class : Theria;

ordo : Artiodactyla;

sub-Ordo : Ruminantia;

infra-Ordo : Pecora;

family : Bovidae;

genus : Bos;

group : Taurinae;

species : Bos sondaicus

Ciri-ciri Sapi Bali menurut Sugeng (1992) yaitu berwarna merah bata atau seperti sawo matang. Setelah dewasa pada Sapi Bali jantan warna bulu berubah menjadi


(18)

kehitam-hitaman sedangkan sapi betina tetap berwarna merah bata. Baik jantan maupun betina bagian belakang tubuh dan keempat kakinya berwarna putih.

Hardjosubroto (1994) mengatakan bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai Sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan karpus sampai batas pinggir atas kuku. Bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung. Bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok keatas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah kebelakang sedikit melengkung kebawah dan pada ujungnya sedikit mengarah kebawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.

Sapi Bali memiliki karakteristik fertilisasi yang baik. Bandini (1999) mengatakan bahwa umur pubertas Sapi Bali berkisar antara 18--24 bulan, tingkat fertilitas 23--26%, siklus estrus 20--21 hari, masa subur 18--19 jam, persentase kebuntingan 86,56%. Bobot jantan pada sapi dewasa 375--400 kg, bobot betina dewasa 275--300 kg. Wahyuni (2000) menambahkan bahwa Sapi Bali memiliki periode kebuntingan 280-294 hari, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65%, persentase kelahiran 83,4%, dan interval penyapihan antara 15,48--16,28 bulan


(19)

10

B. Semen

Toelihere (1985) mengatakan bahwa semen adalah sekresi kelamin jantan, disekresikan secara normal yang terdiri atas spermatozoa dan plasma semen. Evans dan Maxwell (1987) mengatakan bahwa semen mengandung dua bagian utama yaitu plasma seminal dan spermatozoa, komposisi keduanya berbeda antar spesies. Semen secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan.

Spermatozoa yaitu sel kelamin jantan yang tersuspensi di dalam plasma semen yang dihasilkan oleh epididemis dan kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap. Patodiharjo (1982) mengatakan bawa Spermatozoa dihasilkan di dalam testes sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi yang dibuat oleh kelenjar epididemis, vasdeferens, prostat, vesika seminalis, dan kelenjar cowper.

Toelihere (1993) menyebutkan bahwa spermatozoa merupakan sel kecil, kompak, dan khas yang tidak bertumbuh atau membagi diri. Spermatozoa tidak memiliki sitoplasma yang khas seperti sel umumnya, contohnya adalah sel spermatozoa

sapi, hanya ± 0,00005 kali dari volume satu sel ovum, namun keduanya memiliki nilai herediter yang sama. Spermatozoa dihasilkan dalam jumlah yang jauh lebih banyak dan satu kali ejakulasi sapi yang baik mengandung 10 x 10 9spermatozoa

yang cukup untuk diinseminasikan pada 1.000 ekor betina.

Plasma semen terdiri dari zat-zat organik dan non organik. Fungsi plasma semen menurut Evans dan Maxwell (1987) adalah sebagai sarana transportasi saat


(20)

melewati saluran reproduksi jantan ketika ejakulasi, mengaktifkan medium untuk sperma non motil, dan sebagai bahan penyangga yang kaya kandungan nutrsi serta bereperan membantu sperma tetap hidup setelah di pindahkan ke dalam saluran kelamin betina.

C. Struktur Spermatozoa

Salisbury dan Van Demark (1985) menyebutkan bahwa Spermatozoa terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Panjang spermatozoa sapi 68±3 µm, panjang kepala sekitar 10 µm, ekor 50 µm, leher 1 µm, dan badan 8--10 µm. Bagian leher

spermatozoa yang berisi sentriol proksimal kadang dinyatakan sebagai pusat kinetik aktivitas sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai motor dalam pergerakan sperma.

Sumber : Anonim(2009)

Gambar 1.Bagian-bagian dari spermatozoa

Permukaan Spermatozoa diselubungi oleh lapisan membran lipoprotein. Asam Deoksiribonukleoprotein (DNA) sebagai komponen pembawa sifat genetik berada


(21)

12

di bagian kepala. Mukopolisakarida berada di bagian akrosom yang memiliki fungsi membungkus kepala sperma, terikat di dalam molekul protein. Ikatan molekul protein tersebut menurut Cole dan Cupps (1977) mengandung beberapa enzim yang penting dalam proses fertilisasi serta mudah rusak karena pengaruh suhu.

Salisbury dan Van Demark (1985) menyebutkan bahwa plasmalogen atau lemak terdapat pada leher, badan, dan ekor sperma yang memiliki fungsi sebagai alat respirasi yang ditutup oleh selubung protein berbentuk keratin. Lemak juga terdapat pada membran plasma yang sangat penting dalam fertilisasi. Linder (1992) mengatakan lemak dalam tubuh manusia berperan sebagai komponen struktur membran sel, bentuk penyimpanan energi, bahan bakar metabolik, dan sebagai bahan pengemulsi.

D. Proses Pembuatan Semen Beku

Semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan terpilih yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -196ºC pada kontainer (SNI, 2005). Menurut Widiastuti (2001) fertilitas Spermatozoa semen beku yang lebih rendah dari Spermatozoa semen segar dapat disebabkan oleh kerusakan membran yang terjadi selama proses pembekuan dan pencairan kembali. Oleh karena itu, proses pembuatan semen beku harus memperhatikan dan menjaga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas Spermatozoa.


(22)

1. Penampungan

Toelihere (1993) menyebutkan bahwa pengkoleksian atau penampungan semen dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pemijatan, metode dengan bantuan elektroejakulator, metode vagina buatan. Menurut Evans dan Mexwell (1987) semen dapat dikoleksi beberapa kali per hari dengan vagina buatan. Hafez (1987) juga mengatakan bahwa dengan menggunakan vagina buatan dapat merangsang kopulasi secara normal sehingga tidak mengakibatkan stress pada sapi dan hasil ejakulasinya cukup baik, oleh karena itu penggunaan vagina buatan sangat dianjurkan dalam penampungan semen.

Temperatur vagina buatan menurut Widiasuti (2001) sebelum digunakan harus berkisar 42--45 ºC dan tabung semen harus bersuhu 30--37 ºC untuk mencegah

coolshock pada Spermatozoa . Pejantan donor harus di pancing terlebih dahulu dengan teaser untuk meningkatkan libido. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Salisbury dan VanDenmark (1985) yang menyatakan bahwa rangsangan seksual akan menambah jumlah spermatozoa yang ditampung. Hartono dkk., (2008) mengatakan bahwa usaha untuk mempertinggi libido pejantan yang akan dikoleksi dilakukan dengan cara melakukan pengekangan (false mount). Cara ini mampu meningkatkan konsentrasi sperma 50% dan dua kali false mount dapat

meningkatkan konsentrasi Spermatozoa hingga dua kali lipat.

2. Pengenceran semen

Menuru Farstadt (1996) pengencer adalah yang mengawetkan Spermatozoa dan menyisakan aliran prostatik serta menyediakan kondisi osmotik yang baik


(23)

14

sebagaimana menyediakan energi untuk spermatozoa selama penyimpanan antara pendinginan, ekuilibrasi, dan pembekuan. Syarat pengencer semen dalam SNI (2005) yaitu:

mempunyai sifat isotonik terhadap semen; mempunyai sifat sebagai buffer;

dapat melindungi spermatozoa dalam proses pendinginan, pembekuan, dan pencairan kembali (thawing);

bersifat sebagai sumber nutrisi; mempunyai efek anti bakterial; menjaga fertilitas spermatozoa;

tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat toksik atau racun, baik terhadap spermatozoa maupun terhadap saluran reproduksi sapi betina.

Susu skim kuning telur adalah salah satu jenis pengencer semen sapi yang banyak digunakan. Kuning telur mengandung asam-asam amino, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk memenuhi kebutuhan hidup spermatozoa. Djanuar (1985) mengatakan bahwa di dalam kuning telur mengandung senyawa anti kejut yang berperan melindungi spermatozoa dari kejutan dingin. Kuning telur juga

mengandung glukosa bermacam-macam protein dan vitamin yang larut dalam air dan lemak serta viskositasnya yang dapt menguntungkan spermatozoa.

Susu skim mengandung zat nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa

sebagai sumber energi. Widjaja (2011) mengatakan bahwa susu skim mengandung zat lipoprotein dan lesitin sehingga bisa digunakan dalam pengencer semen untuk melindungi Spermatozoa dari pengaruh kejut dingin (coldshock) dan air susu juga


(24)

mengandung enzim yang hancur pada waktu pemanasan dimana pemanasan susu diatas 80ºC akan melepaskan gugus sulfihidril (-SH) yang berfungsi sebagai zat reduktif yang mengatur metabolisme oksidatif sperma.

Penambahan antibiotik seperti Penicillin dan Streptomycin menurut Toelihere (1993) untuk mengahambat pertumbuhan mikroorganisme serta penambahan gliserol untuk melindungi Spermatozoa terhadap efek letal pembekuan. Toelihere (1993) mengatakan bahwa pemberian gliserol sebaiknya dilakukan secara

bertahap untuk mencegah osmotic shock.

3. Ekuilibrasi

Toelihere (1993) mengetakan bahwa ekuilibrasi adalah waktu yang dibutuhkan

spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelum dilakukan pembekuan sehingga kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dicegah. Ekuilibrasi dilakukan setelah semen dicampur dengan beberapa pengencer. Ekuilibrasi dilakukan dengan cara meletakan semen dalam straw pada temperatur 5 ºC selama 4--6 jam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hafez (1987) yang mengatakan bahwa ekuilibrasi dapat mencegah pengaruh negatif gliserol terhadap antibiotik yang ditambahkan kedalam pengencer dan lama waktu yang disarankan berkisar antara 4--6 jam.

4. Penyimpanan

Pembekuan dan penyimpanan semen dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Toelihere (1993) penyimpanan semen dapat dilakukan dengan cara menyimpan dalam ampul, pembekuan dalam straw, dan dalam bentuk pelet. Pada


(25)

16

umumnya semen yang beredar dalam bentuk straw. Jerami plastik atau straw yang digunakan umumnya berukuran 12 cm .

Toelihere (1993) mengatakan bahwa jumlah semen dalam straw biasa (midistraw) adalah 0,5 ml dan ministraw 0,25 ml. Konsentrasi Spermatozoa harus jauh lebih tinggi agar tetap mengandung minimal 25 juta sel untuk setiap straw 0,25 ml.

Kelebihan dari penggunaan straw yaitu menghemat tempat; ringan dan praktis; dapat dibuat dalam berbagai warna yang mengidentifikasikan jenis pejantan tertentu.

Menurut Witarsa (1997) semen beku adalah produk peternakan yang mudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan teknik penyimpanan dan perawatan yang tepat terhadap semen beku agar tetap dapat digunakan meski disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum pengaplikasiannya. Pada dasarnya pembekuan semen bertujuan untuk menghambat metabolisme spermatozoa tanpa merusak dan mempertahankan daya hidupnya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan dan dapat dikembalikan metabolismenya seperti semula serta dapat berfungsi seperi sediakala.

Semen beku harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan yang paling sering dilakukan adalah dengan menyimpanya di dalam kontainer berisi nitrogen cair. Telah diemukan hubungan yang terbaik antara pengawetan Spermatozoa dengan temperatur penyimpanan . Hasil penelitian Cole dan Cupps(1977) Spermatozoa

sapi menunjukkan penurunan kemampuan fertilisasi dan peningkatan kematian embrio setelah 18 bulan disimpan pada -196ºC.


(26)

E. Pemeriksaan Semen Beku

Semen yang telah ditambahkan pengencer dan dibekukan harus melalui proses evaluasi untuk melihat kualitas dan kemampuan spermatozoa dalam membuahi. Penilaian yang dilakukan yaitu uji Before Freezing dan uji Post Thawing Motility.

Aminasari (2009) mengatakan bahwa pemeriksaan Before Freezing (BF) adalah pemeriksaan terhadap semen segar yang telah ditambahkan pengencer dan didinginkan pada temperatur 5°C selama 1--2 jam. Aminasari (2009) juga menyatakan bahwa motilitas semen yang telah didinginkan pada suhu 5°C tidak boleh berada di bawah 55%. Uji BF ini dilakukan sebagai penilaian awal untuk melihat penyesuaian penegencer dengan semen.

Persentase motilitas spermatozoa dihitung dengan cara menilai gerakan individu

spermatozoa. Penilaian ini menggunakan standar yang dilakukan Rice dkk., (1975), yaitu :

a. 0 : tidak ada gerakan;

b. 1 : 20% atau kurang bergerak di tempat;

c. 2 : 20--40% spermatozoa menunjukkan gerakan terbatas;

d. 3 : 40--60% spermatozoa motil progresif, bergerak terbatas pada spermatozoa secara individu;

e. 4 : 60--80% spermatozoa motil progresif, bergerak bebas dan kadang- kadang lambat;

f. 5 : 80--100% spermatozoa motil progresif, bergerak bebas kesemua arah; Pencairan kembali atau thawing semen beku merupakan prosedur yang sangat rentan terhadap kematian spermatozoa dan dapat menurunkan tingkat


(27)

18

fertilitasnya. Menurut Toelihere (1993) setelah pencairan kembali semen beku merupakan barang rapuh dan tidak dapat tahan hidup seperti semen cair, menurutnya semen beku yang sudah dicairkan kembali tidak dapat dibekukan kembali.

Salisbury dan Van Demark (1985) mengatakan bahwa pencairan kembali semen setelah dibekukan dapat dilakukan dengan berbagai cara selama dengan prinsip bahwa kurva peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi. Menurut Cole dan Cupps (1977) thawing pada suhu 37°C dan 50°C cukup efektif dan menurut Sanjaya (1976) untuk Indonesia metode thawing yang mungkin paling praktis adalah thawing di dalam air kran, dengan catatan bahwa semen yang sudah diencerkan kembali harus dipakai untuk inseminasi dalam waktu kurang dari 5 menit.

Sumber: Toilehere (1993)


(28)

F. Pengaruh Pembekuan Terhadap Spermatozoa

Menurut Toelihere (1993) beberapa sapi jantan, kira-kira 10--20% menghasilkan semen yang tidak tahan terhadap pembekuan rata-rata 50% spermatozoa akan mati sehingga jumlah sel kelamin janta perlu dipertinggi untuk setiap dosis IB. Menururt Widiastuti (2001) penurunan kemampuan spermatozoa selama pembekuan dapat diakibatkan oleh proses penambahan gliserol, perlakuan pendinginan, temperatur yang sangat rendah di bawah titik beku yang dapat mengakibatkan coldshock, proses thawingserta dari komposisi membran itu sendiri yang sangat rentan terhadap perubahan.

Toelihere (1993) mengatakan bahwa pada sapi, satu dosis inseminasi dengan semen cair harus mengandung minimal 5 juta spermatozoa sedangkan dengan semen beku paling sedikit harus mengandung 12 juta spermatozoa. Hal tersebut karena banyak spermatozoa yang mati selama pembekuan, umumnya dikarenakan

coldshock. Goldman (1991) mengatakan bahwa pada pembekuan semen akan terjadi kematian spermatozoa sampai 30% dari jumlah spermatozoa segar atau setelah diencerkan dan kerusakan akibat pengaruh pendinginan (coldshock).

White (1993) mengatakan bahwa tanda yang paling jelas dari coldshock adalah hilangnya motilitas yang permanen ketika semen dihangatkan kembali, juga terdapat penurunan angka fruktolisis dan respirasi. Hal ini disebabkan karena tingginya rasio asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam fosfolipid dan kandungan kolesterol yang rendah. Besarnya pengaruh coldshock terhadap kualitas

spermatozoa menyebabkan ditambahkanya krioprotektan seperti gliserol dengan jumlah tertentu dalam pengencer.


(29)

20

Wijaya (1996) mengatakan bahwa selain rentan terhadap coldshock, spermatozoa

juga rentan terhadap pengaruh radikal bebas terutama radikal hidroksil (OH). Menururt Rizal dan Herdis (2010) radikal bebas adalah senyawa kimia yang memiliki elektron tak berpasangan dan bersifat sangat reaktif. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangan radikal bebas menurut Muhilal (1991) antara lain kerusakan membran sel, protein, DNA, penuaan, dan terjadinya peroksida lipid.

Reaksi peroksida lipid yang dapat merusak spermatozoa dalam proses pengolahan semen terjadi karena kontak antara semen dan oksigen (O2). Radikal bebas jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh akan menghasilkan lipid peroksida. Kecepatan reaksi peroksida menurut Hammerstedt (1993) pada awalnya akan rendah dan kemudian meningkat dengan cepat sebagaimana oksigen mendekati konsentrasi yang jenuh. Widiastuti (2001) mengetakan bahwa lipid peroksida yang berkepanjangan akan merusak struktur matrik lipid dan akhirnya

menyebabkan instabilitas pada membran.

G. Radikal Bebas dan Peroksida lipid

Radikal adalah bentuk radikal bebas yang sangat aktif dan memiliki waktu paruh yang sangat pendek. Pazil (2009) mengatakan bahwa jika radikal bebas tidak diinaktivkan, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat. Rizal dan Herdis (2010) mengatakan bahwa radikal bebas muncul akibat tekanan yang berat karena perubahan suhu yang drastis, selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas


(30)

metabolisme yang meningkatkan konsentrasi reaksi radikal bebas sebagai salah satu produk akhir metabolisme.

Menurut Siregar (1992) reaksi radikal bebas yang berkelanjutan akan membentuk reaksi berantai dan berlangsung terus menerus karena setiap reaksi menghasilkan radikal bebas baru yang mengakibatkan reaksi peroksida lipid baru, sehingga disebut reaksi rantai atau reaksi autokatalitik. Reaksi autokatalitik sebagai berikut:

Pencetusan : RH + OH● → R● + H2O Perambatan : R● + O2 → ROO●

ROO● + RH → ROOH + O2 Terminasi : R● + R● → R R●

ROO● + ROO● → ROOR + O2

Menurut Candra (2008) radikal bebas jika bereaksi dengan asam lemak tak jenuh akan menghasilkan lipit peroksida. Peroksidasi lipid tergantung pada konsentrasi oksigen. Peroksida lipid adalah kerusakan oksidatif dari minyak dan lemak yang mengandung ikatan karbon-karbon rangkap. Rizal dan Herdis (2010) mengatakan bahwa asam lemak tak jenuh merupakan komponen utama fosfolipida penyusun membran plasma sel dan protein yang memegang berbagai peranan penting sebagai enzim, reseptor, antibodi, pembentuk metriks, dan sitokeleton.

Jones dan Martin (1973) mengatakan bahwa reaksi peroksida lipid akan merubah struktur spermatozoa terutama pada bagian akrosom, kehilangan motilitas, perubahan metabolisme yang cepat, dan pelepasan komponen intraseluler dan menurut Alvarez dan Storey (1982) pada spermatozoa yang disimpan lama akan


(31)

22

dapat menurunkan daya tahan spermatozoa selama proses pengawetan berlangsung.

H. Antioksidan

Menurut Pazil (2009) antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menurut Winarno (1984) adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak dan adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Anggorodi (1994) mengatakan bahwa antioksidan yang efektif dapat menghalangi peroksida dengan menyediakan hidrogen kepada radikal bebas pertama yang terbentuk dan mengubah kembali ke asam lemak semula. Menurut Gordon (1990) reaksi penghambatan radikal bebas pertama oleh antioksidan (AH) adalah sebagai berikut :

Pencetusan : R● + AH → RH + A●

Perambatan : ROO● + AH → ROOH + A●

Vitamin C atau asam askorbat adalah vitamin yang tidak bisa diproduksi oleh tubuh. Anonim (2013) vitamin C sangat mudah larut dalam air dan termasuk golongan antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular, vitamin C memiliki karakteristik antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam.


(32)

Sumber: Anonim (2013)

Gambar 3. Struktur kimia asam askorbat

Winarno (1984) mengatakan bahwa peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler, oleh kerena itu vitamin C dapat digunakan untuk mempertahankan dan menjaga fungsi membran. Asam askorbat siap diabsorbsi oleh jaringan jika terdapat dalam jumlah yang kecil. Namun, menurut Beconi dkk., (1993) pada semen berkualitas baik penambahan vitamin C dan E terbukti dapat mengurangi kerentanan membran plasma terhadap peroksidasi, tetapi penambahanya pada Spermatozoa dengan kualitas jelek tidak memberikan pengaruh.


(33)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu didih dan penangas; timbangan elektrik; termometer; spatula; corong; gelas ukur dan tutupnya; kertas label dan kertas whatman; waterbath; object dan cover glass; spektrofotometer;

micropipet; beaker glass; mesin filling dan sealing; pH meter; boks tempat pre-freezing dan freezing; mikroskop; counter number, stopwatch, dan hairdrye;

kontainer; gunting; pinset; alat tulis; kamera; tisu.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen yang dikoleksi dari satu ekor pejantan Sapi Bali; susu skim bebas lemak (non fat); aquabidestilata;

penicilin dan streptomicyn; gliserol; kuning telur; glukosa; Vitamin C (Asam Askorbat); nitrogen cair (N2 cair), NaCl Fisiologis dan pewarna eosin 2%; air hangat untuk proses thawing.


(34)

C. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuaan penambahan dosis vitamin C dalam pengencer semen Sapi Bali. Setiap perlakuan akan diulang tiga kali, perlakuan yang diberikan sebagai berikut :

P1 : pengencer skim kuning telur tanpa penambahan vitamin C

P2 : pengencer skim kuning telur dengan penambahan 1,50 mM vitamin C P3 : pengencer skim kuning telur dengan penambahan 2,50 mM vitamin C P4 : pengencer skim kuning telur dengan penambahan 3,50 mM vitamin C P5 : pengencer skim kuning telur dengan penambahan 4,50 mM vitamin C

Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal (Steel dan Torrie 1993).

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium UPTD-BIBD Lampung yang meliputi proses pembuatan pengencer skim kuning telur, pemeriksaan kualitas semen Sapi Bali segar, proses pembuatan semen beku Sapi Bali, dan pemeriksaan kualitas semen beku Sapi Bali berupa persentase motilitas spermatozoa dan persentase hidup spermatozoa.


(35)

26

1. Pembuatan pengencer semen

Pembuatan pengencer yang dilakukan yaitu pembuatan bufferskim, pembuatan

buffer antibiotik, pembuatan pengencer bagian A, dan pembuatan pengencer bagian B.

a. Pembuatan bufferskim

Cara pembuatan buffer skim yaitu dengan menyiapkan alat (penangas, labu didih,

beaker glass, corong, kertas saring, gelas ukur , spatula, termometer, timbangan analitik, dan tisu) dan bahan (skim bubuk, dan aquabidestilata); menimbang skim

bubuk; menyiapkan aquabidestilata dan memasukkan sebagian dalam labu didih; menyalakan pemanas listrik; mencairkan skim bubuk dengan sisa bagian

aquabidestilata; mengaduk rata sampai suhu mencapai 92oC; mematikan pemanas setelah suhu 92oC, kemudian menyaring larutan skim tersebut ke dalam gelas ukur perlahan-lahan; mendinginkan larutan skim dan selanjutnya menyimpan larutan dalam refigrator (BIB Ungaran, 2011).

Pemakaian bubuk susu skim yang dipanaskan dengan temperatur tinggi dipakai sebanyak 9%. Salisburry dan Van Denmark (1985) mengatakan bahwa pemakaian pengencer susu skim menghasilkan fertilitas yang sedikit lebih tinggi daripada kuning telur sitrat. Susu skim yang sudah diencerkan dipanaskan secara hati-hati pada suhu 92oC.


(36)

b. Pembuatan buffer antibiotik

Cara pembuatannya yaitu menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, pembuka tutup botol) dan bahan (penicillin 1 flc, streptomycin 3 flc, aquabidestilata, larutan

buffer skim); mencampur 3 flc streptomicyn dan 1 flc penicillin, kemudian ditambah aquabidestilata sampai volume 30 cc; menghomogenkan larutan, kemudian mencampur larutan tersebut dengan bufferskim, perbandingan 1 bagian

buffer antibiotik dengan 100 bagian buffer skim; menghomogenkan larutan (BIB Ungaran, 2011).

c. Pembuatan pengencer bagian A

Pengencer bagian A adalah pengencer semen yang terdiri atas 90% buffer skim

antibiotik dan kuning telur dengan persentase kuning telur sebanyak 10% dari total volume pengencer. Cara pembuatan 100 ml Pengencer bagian A yaitu menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, beaker glass, kertas saring, tissue, dan pinset) dan bahan (buffer antibiotik, telur ayam ras, dan alkohol); menuangkan

buffer antibiotik ke dalam gelas ukur sebanyak 90 ml; menyiapkan telur segar dan membersihkan cangkangnya dengan alkohol; menyiapkan kuning telur,

membersihkan kuning telur dari selaput fitelin menggunakan kertas saring, memecah kuning telur; memasukkannya ke dalam beaker glass; menuangkan kuning telur ke dalam gelas ukur yang berisi buffer antibiotik sebanyak 10 ml perlahan agar tidak terkena dinding tabung; menambahkan vitamin C dengan dosis 0 mM; 1,50 mM; 2,50 Mm; 3,50 mM; dan 4,50 mM ke dalam tabung yang berbeda; menghomogenkan larutan dengan cara dikocok selama 30 menit (BIB Ungaran, 2011). Pengencer bagian A ini digunakan untuk adaptasi spermatozoa


(37)

28

dalam proses pengenceran semen sebelum ditambahkannya pengencer bagian B yang mengandung lebih banyak energi.

d. Pembuatan pengencer bagian B

Pengencer bagian B merupakan pengencer A yang sudah ditambah gliserol dan glukosa. Pengencer B terdiri atas 72% buffer skim antibiotik, 10% kuning telur, 16% gliserol, dan 2% glukosa (BIB Ungaran, 2011).

Prosedur pembuatannya 100 ml pengencer bagian B yaitu menyiapkan alat (gelas ukur bertutup, timbangan analitik, beaker glass, kertas saring, tissue, pinset) dan bahan (buffer antibiotik, telur ayam ras, glukosa, gliserol, dan alkohol 70 %); menuang buffer antibiotik ke dalam gelas ukur sebanyak 72 ml; menuang gliserol ke dalam gelas ukur berisi buffer antibiotik sebanyak 16 ml; menyiapkan kuning telur, membersihkan kuning telur dari putih telur menggunakan kertas saring, memecah selaput kuning telur dan diambil kuning telurnya kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass; menambahkan kuning telur ke dalam gelas ukur yang berisi buffer antibiotik dan gliserol sebanyak10 ml perlahan agar tidak terkena dinding tabung; menambahkan glukosa sebanyak 2 gr; menghomogenkan larutan dengan cara dikocok selama 30 menit (BIB Ungaran, 2011).

2. Penampungan semen

Pejantan donor harus dipancing terlebih dahulu dengan teaser untuk

meningkatkan libido. Ridwan ( 2009) mengatakan bahwa pengekangan (false mount) bertujuan untuk menambah libido agar ereksi terjadi secara sempurna.


(38)

Cara ini mampu meningkatkan konsentrasi Spermatozoa 50% dan dua kali false mount konsentrasi sperma meningkat dua kali lipat.

Semen dapat segera ditampung menggunakan artivicial vagina (AV) pada saat terjadi ejakulasi, penis harus masuk tepat pada AV dan semen jangan sampai tercecer di luar. Hafez (1987) mengatakan bahwa dengan menggunakan vagina buatan dapat merangsang kopulasi secara normal sehingga tidak mengakibatkan

stress pada sapi dan hasil ejakulasinya cukup baik, oleh karena itu penggunaan vagina buatan sangat dianjurkan dalam penapungan semen.

3. Evaluasi semen segar

Semen segar yang telah ditampung segera dibawa ke laboratorium uji untuk dilakukan penilaian secara makroskopis (warna, bau, volume, konsistensi, dan pH) dan penilaian mikroskopis (gerakan massa, persentase motil progresif, konsentrasi spermatozoa, dan persentase spermatozoa hidup).

4. Pengenceran semen

Penambahan pengencer yang dilakukan pada semen segar tidak dapat dilakukan secara langsung karena akan menimbulkan coldshock yang dapat menurunkan kualitas semen. Ada tiga tahapan penambahan pengencer yang dilakukan, pemberian pengenceran A dibagi dalam dua kali pemberian yaitu pengencer A1 (Part A primer) dan pengenceran A2 (Part A Extra), serta pengenceran B yang diberikan kemudian. Volume pengencer yang ditambahkan sesuai dengan output


(39)

30

diberikan yaitu 1:1. Pemberian pengencer A1, pengencer A2, dan pengencer B ditentukan dengan rumus berikut:

Pengencer A (Part A) = 0,5 x pengencer total Pengencer A1 (Part A primer) = berkisar 5--10 ml

Pengencer A2 (Part A Extra) = pengencer A – pengencer A1 Pengencer B (Part B) = 0,5 x pengencer total

Cara pencampurannya yaitu mempersiapkan alat (cool top, water bath, dan gelas ukur) dan bahan (pengencer A1 diletakkan di dalam water bath bersuhu 27oC); mengambil semen segar hasil evaluasi; mempersiapkan pengencer (volume pengencer sesuai output dari spektrofotometer); menghitung kompisisi pengencer dengan rumus; mencampur semen segar dengan pengencer A1; memasukkan tabung ke dalam beaker glass yang berisi air bersuhu 27oC (water jacket); memasukkan tabung yang telah dilindungi water jacket ke dalam cooltop; melepaskan water jacket setelah 35 menit; menuangkan pengencer A2 dalam tabung 50 menit setelah water jacket dilepas, dan menghomogenkan hasil kerja; setelah 15 menit, pengencer B diberikan 4 tahap dengan selang waktu 15 menit; melakukan proses ekulibrasi selama 4 jam di dalam cool top (BIB Ungaran, 2011).

5. Ekuilibrasi

Proses ekuilibrasi dilakukan setelah sampel semen dicampur dengan masing-masing bahan pengencer. Toelihere (1993) menjelaskan bahwa ekuilibrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh Spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelum


(40)

dilakukan pembekuan sehingga kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dicegah. Ekuilibrasi dilakukan dengan cara menempatkan straw pada temperatur 5oC dalam cooltop selama 4 jam.

6. Pemeriksaan setelahekuilibrasi

Aminasari (2009) mengatakan bahwa pemeriksaan setelahekuilibrasi, atau biasa disebut dengan uji Before Freezing (BF) adalah pemeriksaan terhadap semen segar yang telah ditambahkan pengencer dan didinginkan pada temperatur 5°C selama 1--2 jam. Dalam pemeriksaan BF kualitas yang akan dinilai adalah persentase motilitas dan persentase hidup. Aminasari (2009) melanjutkan bahwa motilitas semen yang telah didinginkan pada suhu 5°C tidak boleh berada di bawah 55%.

7. Filling, sealing dan printing

Filling, sealing, dan printing merupakan proses pengisian semen cair yang telah lolos pemeriksaan post ekuilibrasi atau before freezing ke dalam straw

menggunakan mesin otomatis di dalam cool top.

8. Prefreezing

Proses prefreezing dilakukan dengan cara meletakan straw pada permukaan nitrogen cair (4 cm di atas permukaan) yang bersuhu -110 -- -120ºC selama sembilan menit.


(41)

32

9. Pemeriksaan setelah prefreezing

Setelah proses prefreezing selama sembilan menit dilakukan pemeriksaan kualitas

spermatozoa yang meliputi penilaian persentase motilitas dan persentase hidup

spermatozoa.

10. Freezing

Proses freezing dilakukan dengan cara merendam straw yang telah melalui proses

prefreezing kedalam nitrogen cair yang bersuhu -196 ºC.

11. Penilaian Post Thawing Motility

Setelah semen sapi dibekukan pada suhu - 196ºC maka untuk menilai kualitasnya dilakukan pemeriksaan PTM atau Post Thawing Motility, dalam PTM ini kualitas

spermatozoa yang dinilai adalah persentase motilitas dan persentase hidup setelah mengalami pencairan. Post Thawing Motility dilakukan pada air sumur bersuhu 37ºC selama 29 detik. SNI (2005) yang menyatakan bahwa sperma sapi yang motil progresif minimal 40% dan gerak maju individu spermatozoa minimal 2 +.


(42)

E. Peubah yang Diamati

1. Persentase motilitas spermatozoa

Persentase motilitas spermatozoa dihitung dengan cara menilai gerakan individu

spermatozoa. Penilaian ini menggunakan standar yang dilakukan Rice dkk., (1975), yaitu dengan menggunakan penilaian persentase pergerakan spermatozoa

yang ditunjukan dengan angka 0--100%.

2. Persentase spermatozoa hidup

Persentase spermatozoa hidup dilihat pada preparat ulas yang dibuat dengan cara meneteskan satu tetes eosin 2% pada ujung object glass, meneteskan semen dengan ukuran yang sama pada object glass tersebut, menempelkan ujung cover glass pada kedua cairan sehingga tercampur, kemudian dorong ke ujung object glass sehingga terbentuk lapisan tipis, mengeringkannya menggunakan hairdryer. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40.

Spermatozoa dihitung dengan cara berurutan atau zik-zak sampai sepuluh lapang pandang (200 spermatozoa). Spermatozoa yang hidup tidak berwarna atau berwarna merah muda dan yang telah mati akan berwarna merah pada bagian kepalanya.

Persentase spermatozoa hidup dapat ditentukan dengan rumus :

Spermatozoa hidup (%) =

x 100

(Mumu, 2009)


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian kualitas semen beku Sapi Bali dengan penambahan berbagai dosis vitamin C dalam pengencer skim kuning telur dapat disimpulkan bahwa dosis penambahan vitamin C yang berbeda (0 mM; 1,50 mM; 2,50 mM; 3,50 mM; 4,50 mM) dalam pengencer susu skim kuning telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukanya penelitian lebih lanjut terhadap dosis penambahan vitamin C yang berbeda dalam berbagai jenis pengencer semen terhadap motilitas spermatozoa dan spermatozoa hidup.


(44)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……….………... i

DAFTAR TABEL………... ii

DAFTAR GAMBAR……… ii

I. PENDAHULUAN……...………..…. 1

A. Latar Belakang……...……… 1

B. Tujuan Penelitian…...……… 4

C. Keguanaan Penelitian.……… 4

D. Kerangka Pemikiran...……… 5

E. Hipotesis…….……… 7

II. TINJAUAN PUSTAKA……….……….….… 8

A. Sapi Bali…….………. 8

B. Semen……….……….... 10

C. Struktur Spermatozoa……….……….... 11

D. Proses Pembuatan Semen Beku…….………... 12

1. Penampungan………..… 13

2. Pengenceran semen……...………..…. 13

3. Ekuilibrasi………..……….…. 15


(45)

E. Pemeriksaan Semen Beku…..……….………...….. 17

F. Pengaruh Pembekuan Terhadap Spermatozoa……...…….………... 19

G. Radikal Bebas dan Peroksida Lipid...………...………..…….. 20

H. Antioksidan………..…. 23

III. BAHAN DAN METODE……..……….. 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian……… 24

B. Alat dan Bahan Penelitian…..……… 24

C. Metode Penelitian…...……… 25

D. Prosedur Penelitian….……… 25

1. Pembuatan pengencer...………. 26

a. Pembuatan buffer skim………………. 26

b. Pembuatan buffer antibiotik..……….. 27

c. Pembuatan pengencer bagian A……….. 27

d. Pembuatan pengencer bagian B………... 28

2. Penampungan semen…...………... 28

3. Evaluasi semen segar…..……….. 29

4. Pengenceran semen…….……….. 29

5. Ekuilibrasi………. 30

6. Pemeriksaan setelahekuilibrasi……………. 31

7. Felling, sealing, dan printing………………. 31

8. Prefreezing……...………. 31

9. Pemeriksaan setelah prefreezing……….……..………..…….. 32


(46)

E. Peubah yang Diamati………... 33

1. Persentase motilitas spermatozoa……….……….……….. 33

2. Persentase spermatozoa hidup………….……….…… 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.……….……… 34

A. Penilaian Kualitas Semen Segar Sapi Bali….……….……… 34

B. Pengaruh Penambahan Vitamin C Terhadap Motilitas Spermatozoa Semen Beku………...……… 38

C. Pengaruh Penambahan Vitamin C Terhadap Persentase Spermatozoa Hidup Semen Beku……….………….……… 42

V. SIMPULAN DAN SARAN…...………. 46

A. Simpulan………. 46

B. Saran……….………. 46

DAFTAR PUSTAKA……...……… 47


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Alvarez, J.G. and B.T Storey. 1982. Spontaneous lipid peroxidation in rabbit epididymal spermatozoa: its effect on sperm motility. Biol. Reprod. 22:1102--1108

Asada, K. 1992. Ascorbate Peroxidase-Hydrogen Peroxydescavenging Enzyme in Plants dalam: Physiologia Plantarum. 85:23--24

Aminasar, D.P. 2009. Pengaruh umur pejantan terhadap kualitas semen beku sapi limousin.

http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/21674/1/Pengaruh-umur-pejantan-terhadap-kualitas-semen-beku-sapi-limousin.pdf .akses 9 September 2013

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum, Edisi ke Lima. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anonim. 2009. Struktur Spermatozoa Sapi.

https://figures.boundless.com/3690/raw/ified-spermatozoon-diagram.svg. Akses November 2013

Anonim. 2013. Data statistik Indonesia.

http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_proyeksi&task=show&Itemi d=172. Akses November 2013

Anonim. 2013. Vitamin C. http://id.wikipedia.org/wiki/Vitamin C. Akses November 2013

Bandini. 1999. Sapi Potong . Penebar Swadaya. Jakarta

Beconi, M.T., C.R. Francia, N.G. Mora, and M.A. Affranchino. 1993. Effect of natural antioxidants on frozen bovine semen preservation.

Theriogenology. 40: 841--851

Blakely, D. dan D. H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan, Edisi Lima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta


(48)

BIB Ungaran. 2011. Instruksi Kerja. Balai Inseminasi Buatan Ungaran. Jawa Tengah

BSN. 2005. Semen Beku Sapi (SNI.01-4869-2005). Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Butar, E. 2009. Efektifitas Frekuensi Exercise Terhadap Peningkatan Kualitas Semen Sapi Simmental. http://repository.usu.ac.id/bitstream/1/09E00898.pdf . Diakses pada 5 November 2013

Candra, K.P. 2008. Kerusakan oksidatif (peroksidasi) minyak dan lemak. THP, Faperta UNMUL.

http://krishnapcandra.files.wordpress.com/2012/04/11-th-lecture.pdf. Akses 7 November 2013

Cole, H.H. and P.T Cupps. 1977. Reproduction On Domestic Animal, 3th Ed. Academic Press. New York

Connors, K.A.G. C.Amidon, and J.J Stella. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi Terjemahan Didik Gunawan Jilid 1 Edisi 2 IKIP. Semarang Press. Semarang

Direktorat Jendral Peternakan. 2000. SNI DI. 4869.1.2005 Semen Beku Sapi. Jakarta

Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Petunjuk teknis produksi dan distribusi semen beku. Jakarta

Djanuar. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dody. 2008. Bangsa-bangsa sapi.

http://dodee88.wordpress.com/2008/10/10/bangsa-bangsa-sapi/. Akses 19 November 2013

Evans, G.W. and M.C Maxwell. 1987. Salamons Artificial Insemination Of Sheep and Goats.Butterworths. London

Farstadt, W. 1996. Semen cryopreservation in dogs and foxs. Anim. Reprod. 70: 218--219

Fathul.F. Liman, N. Purwaningsih, dan S.Tantalo. 2013. Pengetahuan Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung Feradis. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan

Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan pada Domba St. cronix. Disertasi. IPB. Bogor


(49)

49

__________. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung Garner, D.L., and E.S.E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In

Reproduction in Farm Animal. Hafez E.S.E. and B. Hafez (eds.) 7th ed. Lippincott & Williams. Baltimore, Marryland. USA

Goldman, E.E. J.E Ellington. F.B Farrel. and R.H Foote. 1991. Use of fresh and frozen thawed bull sperm in vitro. Theriogenology 35: 20--24 Gordon, M.H. 1990. The Mechanism Of Antioxidants Action In Vitro. Elvesier

Applied Science. London

Hafez, E.S.E. 1987. Reproduction In Farm Animal. 5th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia

Hafez, E.S.E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. 7th edition. Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland. USA

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapang. PT Gramedia Widiasarana Aksara Indonesia. Jakarta

Hartono, M. S. Suharyati. dan P.E Santosa. 2008. Penuntun Praktikum Teknologi Reproduksi Ternak. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hasnawati,M. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Servic Per

Conception pada Sapi Potong di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung Hammerstedt, R.H. l993. Maintenance of bioenergetic balance in sperm and

prevention of lipid peroxidation A review of the effects on design and storage preservation system. Reprod. 5: 675--690

Herdis. 2005. Optimalisasi Inseminasi Buatan Melalui Aplikasi Teknologi Laserpunktur pada Domba Garut (Ovis aries). Makalah Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hertoni, N. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motilitas Spermatozoa Semen Beku Sapi Pada Berbagai Inseminator Di Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung Jadmiko, Y. 2001. Pengaruh Berbagai Waktu Penambahan Nitrogen Cair

Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(50)

Jones, R.C. and I.C.A Martin. 1973. The effects of dilution, egg yolk and cooling to 5ºC on the ultrastructure of ram spermatozoa. J Reprod. Fertil.

35: 311--320

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta Maxwell, W.M.C and P.F. Watson. 1996. Recent progress in the preservation of

ram semen. J. Anim. Reprod. Sci 42: 55--65

Muhilal. 1991. Teori Radikal Bebas dalam Gizi dan Kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran

Mumu, M. I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simmental yang Dibekukan Menggunakan Krioprotektal Gliserol. Skripsi. Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah

Nursyam. 2007. Perkembangan iptek bidang reproduksi ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak.

http//:www.unlam.ac.id./journal/pdf_file. Diakses pada 5 November 2013 Park J.E. and J.K Graham. 1992. Effects of cryopreservation procedur on sperm

membranes. Theriogenology. 38: 209--222

Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta

Pazil, S.N.BT. 2009. Perbandingan Aktifitas Antioksidan Ekstrak Daging Pisang Raja (Musa AAB ‘Pisang Raja’)dengan Vitamin A, Vitamin C, dan Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia

Purwasih, Y. S. Ondho. dan Sutopo. 2013. Efektivitas prefreezing semen Sapi Jawa sebagai parameter keberhasilan processing semen beku. Jurnal Ilmiah. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj. 2: 44--50

Ridwan. 2009. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Kambing Lokal Pada Penyimpanan Suhu 5ºC. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako

Rizal, M. dan Herdis. 2010. Peranan antioksidan dalam meningkatkan kualitas semen beku. Makalah Ilmiah. Jakarta

Rice, V.A, F.N Andrews, E.J Warwick, and J.E Legates. 1957. Breeding and Improvement Of Farm Animals. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York

Rochmiati, E. 1997. Pemeriksaan dan Pengujian Semen Beku. Diktat Pelatihan dan Penampungan Semen Beku. Balai Inseminasi Buatan Lembang. Bandung


(51)

51

Salisbury, G.W.N.L. dan VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sanjaya. 1976. Penggunaan katalase dalam produksi semen dingin sapi.

pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan. Bogor 4-5 Agustus 2004

Sauberlich, H.A. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Siregar, P. 1992. Metabolit Oksigen Radikal Bebas dan Kerusakan Jaringan. Cermin Dunia Kedokteran. 80: 112—115

Siswono, 2005. Konsumsi protein hewani di bawah standar. http://www.republika.co.id/. Diakses 01 Maret 2014

Steel,R.G.D, dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Pustaka Benua. Banjarmasin

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status

Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus Galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. Skripsi Universitas Dipenogoro. Semarang

Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology. Universitas Brawijaya Press. Malang Sumarsono, T. 1998. Peningkatan Kualitas Spermatozoa Kerbau Lumpur dengan

Penambahan Asam Askorbat dalam Pengencer Semen Beku. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sorenson Jr., A.M. 1979. Laboratory Manual for Animal Reproduction. 4 th Ed. American Press. Boston. USA

Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan . Jurnal Litbang Pertanian, 28: 29--37

Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. CV Sagung Seto. Jakarta

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. _______________. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung


(52)

_______________. 2006. Pokok-pokok pikiran tentang perkembangan (bio) teknologi reproduksi di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dalam menunjang pembangunan peternakan di Indonesia. Makalah Ilmiah Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

UPTD BIBD Lampung. 2013. Standar Oprasional Pemberian Pakan Pejantan. Bandar Lampung

Wahyuni. D. 2000. Populasi sapi bali dan pemenuhan daging.

http://suharjawanasuria.tripod.com/sapi_potong_01.htm. akses: 9 Maret 2014

Werdhany, I.W., M.R. Toelihere, I. Supriatna, dan I.K. Sutama. 2000. Efek pemberian berbagai konsentrasi a-tokoferol sebagai antioksidan dalam pengencer Tris sitrat terhadap motilitas sperma kambing peranakan Etawah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor, 18-19 Oktober 1999. Hlm 244-252. Whit, I.G. 1993. Lipids and calcium uptake of sperm in relation to cold shock

and preservation: A Review. Repod. Fertil. Dev. 5: 639--658 Widiastuti, E. 2001. Kualitas Semen Beku Sapi FH dengan Penambahan

Antioksidan Vitamin C dan E. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Widjaja, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bandung Raya. Bandung

Wijaya, A. 1996. Radikal bebas dan parameter status antioksidan.forum diagnostikum no.1.Lab. Klinik Prodia. Jakarta

Witarsa, A. 1997. Pemindahan semen beku. Diklat Pelatihan dan Penanganan Semen Beku. Balai Inseminasi Lembang. Bandung

_______________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Winarno F.G. dan S.L.B Jenie. 1984. Kerusakan Bahan Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(53)

(54)

Tabel 4. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah ekuilibrasi

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 5. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah prefreezing

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 6. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali PTM (Post Thawing Motility)

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 23013,33 5753,333 0,76062tn 3,48 5,99 Galat 10 18910 7564

Total 14 41923,33

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 15757,04 3939,259 0,755226tn 3,48 5,99 Galat 10 13040 5216

Total 14 28797,04

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 12343,33 3085,833 0,750446tn 3,48 5,99 Galat 10 10280 4112


(55)

55

Tabel 7. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah ekuilibrasi

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 8. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah

prefreezing

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 9. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali PTM (Post Thawing Motility)

Keterangan :

SK : Sumber keragaman Db : Derajat bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 26236,93 6559,233 0,759733tn 3,48 5,99 Galat 10 21584 8633,6

Total 14 47820,93

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 23498,93 5874,733 0,759449tn 3,48 5,99 Galat 10 19338,8 7735,52

Total 14 42837,73

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan 4 20412,33 5103,081 0,760111tn 3,48 5,99 Galat 10 16784 6713,6


(1)

50

Jones, R.C. and I.C.A Martin. 1973. The effects of dilution, egg yolk and cooling to 5ºC on the ultrastructure of ram spermatozoa. J Reprod. Fertil.

35: 311--320

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta Maxwell, W.M.C and P.F. Watson. 1996. Recent progress in the preservation of

ram semen. J. Anim. Reprod. Sci 42: 55--65

Muhilal. 1991. Teori Radikal Bebas dalam Gizi dan Kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran

Mumu, M. I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simmental yang Dibekukan Menggunakan Krioprotektal Gliserol. Skripsi. Universitas Tadulako. Sulawesi Tengah

Nursyam. 2007. Perkembangan iptek bidang reproduksi ternak untuk meningkatkan produktivitas ternak.

http//:www.unlam.ac.id./journal/pdf_file. Diakses pada 5 November 2013 Park J.E. and J.K Graham. 1992. Effects of cryopreservation procedur on sperm

membranes. Theriogenology. 38: 209--222

Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta

Pazil, S.N.BT. 2009. Perbandingan Aktifitas Antioksidan Ekstrak Daging Pisang Raja (Musa AAB ‘Pisang Raja’) dengan Vitamin A, Vitamin C, dan Katekin Melalui Penghitungan Bilangan Peroksida. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia

Purwasih, Y. S. Ondho. dan Sutopo. 2013. Efektivitas prefreezing semen Sapi Jawa sebagai parameter keberhasilan processing semen beku. Jurnal Ilmiah. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj. 2: 44--50

Ridwan. 2009. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Kambing Lokal Pada Penyimpanan Suhu 5ºC. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako

Rizal, M. dan Herdis. 2010. Peranan antioksidan dalam meningkatkan kualitas semen beku. Makalah Ilmiah. Jakarta

Rice, V.A, F.N Andrews, E.J Warwick, and J.E Legates. 1957. Breeding and Improvement Of Farm Animals. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York

Rochmiati, E. 1997. Pemeriksaan dan Pengujian Semen Beku. Diktat Pelatihan dan Penampungan Semen Beku. Balai Inseminasi Buatan Lembang. Bandung


(2)

Salisbury, G.W.N.L. dan VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sanjaya. 1976. Penggunaan katalase dalam produksi semen dingin sapi.

pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan. Bogor 4-5 Agustus 2004

Sauberlich, H.A. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Siregar, P. 1992. Metabolit Oksigen Radikal Bebas dan Kerusakan Jaringan. Cermin Dunia Kedokteran. 80: 112—115

Siswono, 2005. Konsumsi protein hewani di bawah standar. http://www.republika.co.id/. Diakses 01 Maret 2014

Steel,R.G.D, dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Pustaka Benua. Banjarmasin

Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status

Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus Galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. Skripsi Universitas Dipenogoro. Semarang

Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology. Universitas Brawijaya Press. Malang Sumarsono, T. 1998. Peningkatan Kualitas Spermatozoa Kerbau Lumpur dengan

Penambahan Asam Askorbat dalam Pengencer Semen Beku. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sorenson Jr., A.M. 1979. Laboratory Manual for Animal Reproduction. 4 th Ed. American Press. Boston. USA

Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan . Jurnal Litbang Pertanian, 28: 29--37

Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. CV Sagung Seto. Jakarta

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. _______________. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung


(3)

52

_______________. 2006. Pokok-pokok pikiran tentang perkembangan (bio) teknologi reproduksi di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dalam menunjang pembangunan peternakan di Indonesia. Makalah Ilmiah Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

UPTD BIBD Lampung. 2013. Standar Oprasional Pemberian Pakan Pejantan. Bandar Lampung

Wahyuni. D. 2000. Populasi sapi bali dan pemenuhan daging.

http://suharjawanasuria.tripod.com/sapi_potong_01.htm. akses: 9 Maret 2014

Werdhany, I.W., M.R. Toelihere, I. Supriatna, dan I.K. Sutama. 2000. Efek pemberian berbagai konsentrasi a-tokoferol sebagai antioksidan dalam pengencer Tris sitrat terhadap motilitas sperma kambing peranakan Etawah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor, 18-19 Oktober 1999. Hlm 244-252. Whit, I.G. 1993. Lipids and calcium uptake of sperm in relation to cold shock

and preservation: A Review. Repod. Fertil. Dev. 5: 639--658 Widiastuti, E. 2001. Kualitas Semen Beku Sapi FH dengan Penambahan

Antioksidan Vitamin C dan E. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Widjaja, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bandung Raya. Bandung

Wijaya, A. 1996. Radikal bebas dan parameter status antioksidan.forum diagnostikum no.1.Lab. Klinik Prodia. Jakarta

Witarsa, A. 1997. Pemindahan semen beku. Diklat Pelatihan dan Penanganan Semen Beku. Balai Inseminasi Lembang. Bandung

_______________. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Winarno F.G. dan S.L.B Jenie. 1984. Kerusakan Bahan Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(4)

(5)

54

Tabel 4. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah ekuilibrasi

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 5. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali setelah prefreezing

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 6. Hasil analisis ragam motilitas spermatozoa Sapi Bali PTM (Post Thawing Motility)

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 23013,33 5753,333 0,76062tn 3,48 5,99

Galat 10 18910 7564

Total 14 41923,33

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 15757,04 3939,259 0,755226tn 3,48 5,99

Galat 10 13040 5216

Total 14 28797,04

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 12343,33 3085,833 0,750446tn 3,48 5,99

Galat 10 10280 4112


(6)

Tabel 7. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah ekuilibrasi

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 8. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali setelah prefreezing

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 9. Hasil analisis ragam persentase spermatozoa hidup Sapi Bali PTM (Post Thawing Motility)

Keterangan :

SK : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

JK : Jumlah Kuadrat

KT : Kuadrat Tengah

tn : Tidak berbeda nyata (P>0,05)

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 26236,93 6559,233 0,759733tn 3,48 5,99

Galat 10 21584 8633,6

Total 14 47820,93

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 23498,93 5874,733 0,759449tn 3,48 5,99 Galat 10 19338,8 7735,52

Total 14 42837,73

SK Db JK KT F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 20412,33 5103,081 0,760111tn 3,48 5,99

Galat 10 16784 6713,6