PENGATURAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PENAMBANGAN PANAS BUMI

(1)

ABSTRACT

SETTING PERMISSIONS GEOTHERMAL MINING BUSINESS ACTIVITIES

By

Gigih Suci Prayudhi

Indonesia is a country which has a wealth of new and renewable sources of energy are multi-faceted, one was geothermal. But for the memanfaatkanya required permissions for in the legislation of Indonesia No. 27 of 2003 about geothermal in article 9 paragraph (1) States that the Minister issued by IUP, Governor, district/city and in accordance with their respective authority and DND is set in Act No. 41 and its implementation is set out in Government Regulation No. 59 in 2007 about geothermal mining business activities. Problems in the research is How national energy policy direction about geothermal? How the authority of the Central Government and the regions geothermal mining permissions? How do the stages and requirements of mining activity permit spending hot Earth?. This research uses the normative legal research methods that study of the substance of the legislation, analyzed by descriptive-analytical approach to legislation. the results showed that. In the national energy policy made by the Government about the Earth's heat by 5% to meet national energy needs by 2025. The authority of the Central Government in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of geothermal mining region across the province. Provincial authorities in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of mining in the area of geothermal across district/city. Authorities of the district/city in the management of geothermal mining, namely the granting of permission and supervision of mining the Earth's heat in the district/city; community empowerment in or around work areas in the district/city. Terms and stages that must be prepared by a business entity in Act No. 27 of 2003 has been determining the stages of development of geothermal mining business activities: a preliminary Survey, exploration, feasibility study, Exploitation and utilization. The advice given is the policy researcher who made the Government in utilizing geothermal energy as a substitute for fossil energy should be higher by 10% geothermal energy in Indonesia so as to meet national energy needs.


(2)

ABSTRAK

PENGATURAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PENAMBANGAN PANAS BUMI

OLEH

Gigih Suci Prayudhi

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber energi baru dan terbarukan yang beraneka ragam, salah satunya adalah panas bumi. Namun untuk memanfaatkanya diperlukan perizinan karena dalam Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2003 tentang panas bumi dalam pasal 21 ayat (1) dinyatakan bahwa IUP dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing kemudian jg diatur dalam Undang-Undang No. 41 serta pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2007 tentang kegiatan usaha penambangan panas bumi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi?. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan penambangan panas bumi? Bagaimana tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha penambangan panas bumi?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelaahan terhadap substansi peraturan perundang-undangan, dianalisis secara deskriptif-analitis dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Dalam kebijakan energi nasional yang dibuat oleh pemerintah tentang panas bumi sebesar 5% untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada tahun 2025. Kewenangan pemerintah pusat dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi pada wilayah lintas provinsi. Kewenangan provinsi dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan panas bumi yaitu pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar wilayah kerja di kabupaten/kota. Persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan oleh badan usaha dalam UU No. 27 Tahun 2003 telah menentukan tahapan-tahapan pengembangan kegiatan usaha penambangan panas bumi: Survey pendahuluan, Eksplorasi, Studi kelayakan, Eksploitasi dan Pemanfaatan. Saran yang diberikan peneliti adalah kebijakan yang dibuat pemerintah dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai pengganti energi fosil seharusnya lebih tinggi sebesar 10 % energi panas bumi di Indonesia sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi nasional.


(3)

PENGATURAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA

PENAMBANGAN PANAS BUMI

Oleh

Gigih Suci Prayudi

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Gigih Suci Prayudhi : Anak pertama dari empat bersaudara lahir dari pasangan Syahrul, S.E. dan Tati Yudhawati, S.E. mengenyam pendidikan Tk Aisyah Bustanul Al-fath tahun, SD N 1 Metro Pusat, SD N 6 Metro Pusat, SMP N 4 Gunung Sugih, SMA N 1 Gunung Sugih dan Lulus tanggal 13 Juni 2009 selanjutnya penulis yang sejak SMP bercita-cita menjadi penegak Hukum untuk mencapai itu penulis mendaftarkan diri pada seleksi PTN tanggal 1-2 Juli 2009 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mencantumkan pilihan pertama pada Fakultas Hukum Universitas Lampung Alhamdulillah pada 1 Agustus 2009 penulis diterima sebagai Mahasiswa Unila Fakultas Hukum.

Selama menjalani pendidikan tinggi di Fakultas Hukum di kampus Universitas Lampung penulis aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa anggota MPM U periode 2012-2013, Wakil Ketua 1 DPM U KBM Unila periode 2012-2013, Asisten pengacara publik di biro BKBH (Bidang Konsultasi dan Bantuan HUKUM) 2012-sekarang, Anggota MPM (MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA) 2011-2012, Anggota DMPF (DEWAN MAHASISWA PERWAKILAN FAKULTAS) perwakilan Fakultas Hukum 2011-2012, Kepala Departemen kaderisasi FOSSI Fak Hukum2011-2012, Pimpinan Redaktur WEH (Wahana Ekspresi Hukum) Fakultas Hukum 2011-2012, Anggota bidang eksternal PSBH (PUSAT STUDI dan BANTUAN HUKUM) 2011-2012, Staf Ahli Dagri BEM U Unila 2010-2011, kepala Biro Usaha Mandiri Fossi Fak Hukum 2010-2010-2011, Anggota KMB (KORPS MUDA BEM Universitas Lampung) 2009-2010, Anggota BIM (BADAN INTELEKTUAL MUDA) BEM Fakultas Hukum 2009-2010, Anggota FOSSI Fakultas Hukum 2009-2011, Anggota Mahkamah 2009-2010, Anggota PSBH (PUSAT STUDI dan BANTUAN HUKUM) 2009-2010.

Sebagai mahasiswa aktif, pelatihan yang pernah di ikuti:

Peserta dialog Publik dengan Tema Perlindungan Dasar Bagi Pengguna Moda Transportasi dengan pengguna jalan lainnya 11 november 2011, Peserta pelatihan Klinis Keahlian Hukum Maha Siswa Fakultas Hukum angkatan 1 tgl 27 November 2011, Panitia LJF ( Lampung Job Fair) diselenggarakan BEM U KBM Unila 14- 21 April 2011, Peserta LKMMTM-SI ( latihan kepemimpinan manajemen Tingkat Menengah Se INDONESIA) 28 Maret- 3 April 2011, Panitia LKMMTM-SI (Latiahan Kepemimpinan Manajemen Tingkat Menengah Se INDONESIA) 28 Maret- 3 April 2011, Peserta Stadium General dengan tema Optimalisasi Potensi Pangan Lokal 10 maret 2011, Panita ABL (Aliansi Bem Lampung) 9-11 Maret 2011, Panitia DAK (Diklat Anti Korupsi Se-Lampung) 2-3 Maret 2011, Peserta LKMITM (Latihan kepemimpinan Islam Tingkat menengah dg tema (menyiapkan pemimpin peradaban yang profesional, bermoral, intelek,dan memiliki menejerial kepemimpinan yang unggul (Di Fak Ekonomi Tanggal 18-19 Desember 2010), Peserta Fundamental Hypnotherapy yang diadakan oleh better mind Indonesia dengan instruktur Hengki yulinsah, CH, C.HT. 4 desember 2010, Panitai seminar nasional dan rapat kerja nasional dengan tema (Wujudkan


(7)

Demokrasi Nirkekerasandalam Era Globalisasi (24 November 2010) di auditorium dam wisma atlet pahoman bandar lampung), Peserta TCT (Training Clon Tutor) dengan tema Tutor Berkualitas dan Berkomitmen Tinggi untuk membuat Generasi Qur'ani 2 Oktober 2010, Panitia seminar nasional seluruh indonesia dengan tema Korupsi Sebagai Bentuk Kejahatan Hak Asasi Manusia (17 Juni 2010), Lomba MCC (Mout Court Competition) di Universitas Indonesia/ peradilan semu nasional d universitas indonesia 05 Juni 2010 (saksi sandoro purba dan juru sumpah), Peserta FOR-CAP (Forum Calon Pemimpin dengan tema Kebersamaan Membangun Iklim Sosil Politik Dengan Generasi Muda Yang Fundamental, Berintelektual, Dan Bermasyarakat 14 Maret 2010, Peserta Surveyor dalam Pendataan Warga Dan Siswaa Miskin Bandar Lampung Yang Diadakan Oleh Walikota Bandar Lampung Drs.H. Herman HN, MM. 27 Desember 2010, Peserta PCM (Pesantren Cendikia Muslim) dengan tema Capai ketaqwaan dengan Al-quran 24-25 Desember 2009, Peserta Talk Show Pertamina Goes To Kampus Dengan Tema Cerdas Bersama Pertamina = Migas Untuk Negeri 28 Oktober 2009, Peserta OMMF (Orientasi Mujahid Muda Fossi Fak HUKUM) dengan tema Melalui Ommf Kita Kita Rekontruksi Paradigma Mahasiwa Menuju Generasi Yang Robbani 17 Oktober 2009, Panitia LKMMTM-SI (latihan kepimpinan menejemen tingkat menengah seluruh indonesia [lo]) 21 Maret 2009, Peserta LKMITD ( Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar) dengan tema Melalui LKMITD Kita Bentuk Pemimpin Yang Cerdas Dan Ber karakter 6-7 Maret 2010.

Dipenghujung karir mahasiswa penulis dipercaya sebagai anggota Perekam Sidang Tipikor oleh Tim dosen dimotori oleh Pak Zazili, S.H., M.H, yang bekerja sama Dengan KPK RI. Membuat penulis semakin paham dalam beracara di Pengadilan Membantu Tim Dosen untuk membuat Naskah akademik tentang TV Kabel berlangganan yang bekerjasama antara Tim dosen Unila dengan Pemda Provinsi Lampung sehingga semakin mempertajam skil menulis. Selain dalam kegiatan internal kampus, penulis juga mengikuti kegiatan eksternal kampus. Penulis menjadi staf Consultan di Lembaga Consultan Logis sampai sekarang.


(8)

MOTO

“Teruslah Bergerak Buat Sejarah, Karena Diam Itu Bagiku Mati” (Gigih Suci Prayudhi)


(9)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:

Kedua orang tuaku Syahrul, S.E. dan Tati Yudhawati, S.E. Adik-Adikku tersayang Icar Minzarly, Alifia Anggeraini, Tasya Putri Puan Faisol Rustam, Pakwan Saifullah, S.E., Ibutuan Haryati Putri, S.E., serta Alm iyang Agung Zubirman Hasan bin Rustam dan iyang edo Samsiah

Terimakasih untuk semua doa dan dukungannya dalam setiap langkah yang kupilih.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji Bagi Allah SWT, Rabb semesta alam, Sang Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya, Maha suci Allah, Dzat pemilik atas seluruh ilmu tanpa batas. Dia-lah Penetap atas hukumnya yang Maha Adil, Rabb yang Maha Mulia dan memuliakan kita diatas makhluk-Nya yang lain. Rabb yang memberi kita jalan keluar dari keputusasaan.. Rabb yang Maha Pengasih dan Penyayang...Yang menguasai segala sesuatu...Yang Maha Berhendak... Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan hamba-hamba yang dikehendaki-NYA.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.?? (Ar

-Rahman:13) shalawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda

Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang senantiasa mengikuti jalan petunjuk-Nya. Amin. Hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaturan Perizinan Kegiatan Usaha Penambangan Panas Bumi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Bila masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.


(11)

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Hieronymus Soerjatisnanta, S.H., M.H., selaku Pembimbing Satu atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Dr. M. Akib, S.H., M.H., selaku Pembahas Satu, yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini; 6. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini; 7. Bapak F.X. Sumarja, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik, yang

telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(12)

8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi; 9. Segenap Murabbi tarbiyahku, Azmi Rahman Arif. S.H, Mochtar Hadi Saputra.

S.H, Prawoto. Spd, Agung Wibawa. S.Sos.I, M.Si., Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si., yang telah mengajarkanku begitu banyak tentang Ilmu Tauhid, Aqidah dan Fiqih Islam selama ini. Semoga Allah membalas dengan memberikan kepada kalian Jannahnya.

10.Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ibu Tati Yudhawati, S.E. dan Bapak Syahrul, S.E. yang telah menjadi pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya melelahkan diri memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

11.Kepada Puan Faisol Rustam, Pakwan Saifullah, S.E., Ibutuan Haryati, S.E, terimakasih atas segalanya semoga kelak dinda dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;

12.Adik-adikku tersayang Icar Minzarli, Alifia Anggeraini dan Tasya Putri yang telah memberikan semangat dan motivasi serta untuk keceriaannya, tawa dan tangis kecilnya. Semoga menjadi anak-anak yang bermanfaat dalam melanjutkan estafet kebaikan untuk keluarga dimasa depan;

13.Sepupu-sepupuku Ajeng ayu saifa pratiwi, Nadia Febiola Pratiwi, Muhammad Bintang, Geral muhammad Ginta, Nanggom ragani, Ratu Fairuz, Alfarel, Boy,


(13)

alfurqon, yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya selama ini. Semoga kelak kalian bisa menjadi anak-anak berguna bagi keluarga; 14.Kawan-Kawan SMP N 4 Gunung Sugih Yogi, ikbal, luther, aji, arif, hendri,

sunarto, andri, yulia, anis, alvi, arum, nova, novi kalian adalah kawan yang memotivasi dalam menyelesaikan skripsi;

15.Kawan-kawan SMA N 1 Gunung Sugih agung, anjas, riko, andri, herul, dini, rizki maysa, dwi vianida, siti mariani mutiara prima setia kalian adalah kawan-kawan terbaik;

16.Teman seperjuangan Mabes Crew sekaligus Keluarga besar UKMF FOSSI FH UNILA 2009, SM. Munawar Harun Alrasyid. S.H, Saputro Prayitno. S.H, Muhammad Amin Putra. S.H, Sofyan Jailani. S.H, Syukri Romadhon. S.H, Andhika Prayoga. S.H, Garda Arian Gunawan. S.H, Muhammad Yudho Safei, S.H., Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Muhammad Gribaldi. S.H, Hidayat Fadilah, Handi Alifta Mahendra, Riki Indra, Muhammad Faisal SF, Raden Permata, M Tajudin, Ridho Abdilah Husin dan seluruh teman-teman Fakultas Hukum’09 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses. Serta teruntuk Keluarga besar UKMF FOSSI FH UNILA 2010-2013 serta para alumninya yang telah banyak memberi inspirasi selama pendidikan di Fakultas Hukum ini;

17.Seluruh teman-teman KKN Tematik di Desa Negeri jumanten, Lampung Timur, Winda yunika. S.H., Ita mayasari efendi, S.H, Handi Sihotang, S.H. Agung, Dio, Gusti, Laili, Nuri, Dan, santoso;

18.Rekan-rekan seperjuangan di Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Periode 2012/2013 “Terhebat Seantero jagat”: Andika Prayoga, Harun


(14)

Alrasyid, Nurul Hidayati, Nofra, Nanik Pravita Sari, Dwi Guntoro, Dian Arisetya, Ensya, Neneng, Roni Septian Maulana, Nurul Latifah, Ely Ulfa Sari, Martini, Riko, Muhammad Yudho Syafe’i, Rulio, Chusna Nasution, Analia, Wirna, Kartika, Ensya, Gamal Rizki, Gamal Rizki, Nur Halimah;

19.Keluarga besar UKMF PSBH, FOSSI FH UNILA, serta alumni pengurus BEM UNILA “Kabinet Maju dan Berkarya”, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

20.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 14 November 2013 Penulis,


(15)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 6

1.3 Tujuan dan... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan teoritis tentang perizinan... 9

2.1.1 Pengertian Perizinan ... 9

2.1.2 Unsur-Unsur Perizinan.……… 13

2.1.3 Objek Perizinan ……….... 14

2.1.4 Fungsi dan Tujuan Pemberian Izin ... 16

2.3.4 Bentuk dan Isi Izin ……….. 16

2.2 Energi Baru Terbarukan Panas Bumi... 18

2.2.1 Sumber Energi ... 18

2.2.2 Manfaat Energi Terbarukan Panas Bumi ... 20

2.2.3 Kelemahan dari Energi Terbarukan Panas Bumi ... 20


(16)

iii

2.3.1 Definisi Kegiatan Usaha Panas Bumi ... 24

2.3.2 Arah Kebijakan Energi Panas Bumi ...……….. 25

2.3.3 Kebijakan Energi Panas Bumi ...………... 27

2.3.4 Kedaulatan Energi Panas Bumi ……….. 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Metode Penelitian ... 32

3.3 Sumber Data ... 33

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

3.5 Analisis Data ...………. 33

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Arah Kebijakan Energi Nasional Tentang Panas Bumi... 36

4.1.1 Perkembanagan Kebijakan Energi Nasional ... 41

4.1.2 Gambaran Umum Mengenai Potensi Panas Bumi... 47

4.1.3 Peluang dan Kendala Pengembanagn Panas Bumi... 52

4.1.4 Dampak Terhadap Terus Menerus di Eksplorasi Panas Bumi ... 55

4.1.5 Urgensi Perubahan Terhadap UU No. 27 Tahun 2003 ... 59

4.1.5.1 Kelemahan yang Terdapat dalam UU Panas Bumi ... 59

4.1.5.2 Bagian yang Harus di Revisi Dalam UU Panas Bumi ... 61

4.2 Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Pemberian Izin Kegiatan Usaha Penambangan Panas Bumi ... 64

4.2.1 Sinkronisasi Antara UU Panas Bumi Dengan UU Pemda... 64

4.2.2 Sinkronisasi UU Panas Bumi Dengan UU Perlindungan Lingkungan Hidup ... 71


(17)

iv

4.2.3 Akibat Ketidak Sinkronan Kewenangan Dalam Memberikan Izin

Penambangan Panas Bumi... 74 4.2.4 Langkah Yang Harus Dilakukan Pemerintah guna memperbaiki sistem

Perizinan Panas Bumi ... 78 4.3 Persyaratan dan Tahapan Pengajuan Perizinan Kegiatan Usaha

Penambanagan Panas Bumi ... 82 4.3.1 Kelembagaan dalam perizinan kegiatan usaha penambangan

panas bumi ... 82 4.3.2 Persyaratan Umum Bagi Badan Usaha Dalam Mendapatkan Izin

Penambangan Panas Bumi ... 84 4.3.3 Alur Administrasi Dalam Pinjam Dan Pakai Kawasan Hutan

Untuk Survey dan Eksplorasi... ... 89 4.3.3.1 Persyaratan administrasi dalam peminjaman kawasan hutan

Untuk survey dan eksplorasi panas bumi... 90 4.3.3.2 Persyaratan Teknis Dalam Peminjaman Kawasan Hutan

Untuk Survey Dan Eksplorasi Panas Bumi ... 91 4.3.3.3 Prosedur Dalam Peminjaman Kawasan Hutan

Untuk Survey Dan Eksplorasi Panas Bumi... 91 4.3.3.4 Waktu dan biaya dalam peminjaman kawasan hutan

Untuk survey dan eksplorasi Panas Bumi... 92 4.3.4 Tahapan Pengajuan Pengembangan Panas Bumi ... .. 95 4.3.4.1 Tahapan Survey Pendahuluan ... 100

4.3.4.2 Tahapan Panitia Lelang Dalam Melelang Daerah Wilayah


(18)

v

4.3.4.3 Tahapan Eksplorasi Panas Bumi Oleh Badan Usaha ... 107

4.3.4.4 Tahapan Eksploitasi Panas Bumi Oleh Badan Usaha ... 108

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 109

5.1 Kesimpulan ... 109

5.2 Saran ... 111


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Potensi Energi Terbarukan yang ada di Indonesia ... 41

2. Status potensi energi panas bumi indonesia pada November 2009 .... 47

3. Data lokasi dan potensi panas bumi di provinsi lampung ... 49

4. Data Potensi Panas Bumi yang belum dimanfaatkan di Provinsi Lampung... 51

5. Tahapan Kegiatan Pengembangan Potensi PanasBumi di Provinsi Lampung... 57

6. Sinkronisasi Kewenangan memberikan Izin Berdasarkan UU 27 Tahun 2003... 66

7. Sinkronisasi Kewenangan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 – PP 38 Tahun 2007... 67

8. Wilayah penugasan Survey Pendahuluan... 92

9. Matriks klasifikasi potensi energi panas bumi ... 97


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Konsep kebijakan energi nasional dan pembangunan nasional... 47 2. Status eksplorasi Lapangan panas bumi Indonesia tahun 2009.... 48 3. Alur pinjam pakai kawasan hutan untuk Kegiatan survey dan

eksplorasi... 90 4. Alur Kegiatan Operasional ... 94 5. Alur kegiatan penelitian dan Pengembangan Panas Bumi... 96 6. Alur pengusahaan Panas Bumi menurut UU No. 27 Tahun 2003

yang kegiatan Eksplorasi dilakukan oleh Pemerintah ... 99 7. Alur pengusahaan Panas Bumi menurut UU No. 27 Tahun 2003

yang kegiatan Eksplorasi dilakukan oleh badan usaha ... 99


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia oleh para ahli energi diprediksi akan habis kurang lebih 20 tahun lagi.1 Untuk itu perlu adanya alternative energi baru. Panas bumi adalah salah satu energi baru yang sedang dikembangkan oleh para ahli, Panas Bumi adalah sebuah sumber energi panas yang terdapat dan terbentuk di dalam kerak Bumi. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.2

Indonesia memiliki potensi sumber daya panas bumi sebesar 40% dari potensi panas bumi yang ada di dunia yaitu berkisar 27.710 Mwe atau setara dengan 219 Milyar barrel minyak bumi. Hingga saat ini dalam skala bauran energi

1

Siti sundari rangkuti, hukum lingkungan dan kebijaksanaan lingkungan nasional, airlangga university, surabaya, 2005, hlm 12-13

2

Sumber :Kementerian Energi dan sumber daya mineral republik indonesiadirektorat jendral Energi baru terbarukan dan konservasi energi


(22)

2

(energi mix) nasional, pemanfaatan panas bumi terutama untuk keperluan listrik masih sangat kecil realisasi pengusahaannya yaitu sebesar 1.189 Mwe (sekitar 4,3 %), sedangkan target road map panas bumi sebesar 9.500 MW pada tahun 2025.3 Namun pemanfaatannya masih rendah, masih banyak pemikiran masyarakat awam bahwa panas bumi itu berbahaya padahal justru sebaliknya energi panas bumi merupakan energi bersih dan tidak mencemari lingkungan.

Dari total 29 gigawatt energi yang bisa dihasilkan, baru sekitar 1,2 gigawatt atau sekitar 4% yang baru dimanfaatkan oleh pemerintah. pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu perwujudannya, dan pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi dan bahan tambang lainnya. Penyelenggaraan kegiatan pertambangan Panas Bumi menganut asas manfaat, efisiensi, keadilan, kebersamaan, optimasi ekonomis dalam pemanfaatan sumber daya, keterjangkauan, berkelanjutan, percaya dan mengandalkan pada kemampuan sendiri, keamanan dan keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta kepastian hukum termuat dalam Pasal 2 UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Penyelenggaraan kegiatan pertambangan Panas Bumi yang juga termuat dalam Pasal 3 UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi bertujuan:

3


(23)

3

a. mengendalikan pemanfaatan kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan nilai tambah secara keseluruhan; dan

b. meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional demi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Panas Bumi sebagai sumber daya alam yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Panas Bumi Indonesia merupakan kekayaan nasional, yang dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan Pertambangan Panas Bumi oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Semua data dan informasi yang diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam IUP merupakan data milik negara dan pengaturan pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerintah.

Sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, kewenangan pemerintah pusat hanya menyediakan Wilayah Kerja Penambangan (WKP) panas bumi untuk seterusnya diserahkan kepada pemda untuk melakukan tender dan menetapkan pemenangnya. Berdasarkan UU panas Bumi, jika lapangan panas bumi berada di kabupaten/kota maka WKP tersebut menjadi kewenangan bupati. Sedangkan jika berada di antara dua kabupaten/kota (lintas kabupaten/kota), maka menjadi kewenangan gubernur. Jika lapangannya berada di lintas provinsi, maka menjadi kewenangan pemerintah pusat.4

4

http://www.esdm.go.id/berita/panas-bumi/45-panasbumi/6160-panas-bumi-jalan-keluar-persoalan-pasokan-energi-.html. tanggal 9-7-2013


(24)

4

Kegiatan operasional Panas Bumi meliputi:

a. Survei Pendahuluan;

b. Eksplorasi;

c. Studi Kelayakan;

d. Eksploitasi; dan

e. Pemanfaatan.

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan Survei Pendahuluan dan/atau Pemerintah dapat menugasi pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Eksplorasi dapat dilakukan oleh Pemerintah bisa juga dilakukan oleh Badan Usaha. Namun untuk studi kelayakan dan eksploitasi sesuai pasal 10 UU No. 27 Tahun 2003 harus dilakukan oleh badan usaha. Untuk Pemanfaatan Langsung yang berkaitan dengan pemanfaatan energi Panas Bumi diatur dengan peraturan pemerintah sedangkan Pemanfaatan tidak langsung yang berkaitan dengan pemanfaatan energi Panas Bumi untuk pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum atau kepentingan sendiri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagalistrikan.5

Ketentuan mengenai luas Wilayah Kerja yang dapat dipertahankan pada tahap Eksploitasi dan perubahan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Panas

5


(25)

5

Bumi pada setiap tahapan Usaha Pertambangan Panas Bumi diatur dengan peraturan pemerintah No 59 Tahun 2007.6

Data dari Menteri ESDM menyatakan sekitar 80% lokasi panas bumi di Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif, seperti Sumatera sebanyak 81 lokasi, Jawa 71 lokasi, Bali dan Nusa Tenggara 27 lokasi, Maluku 15 lokasi, dan Sulawesi Utara tujuh lokasi. Sedangkan yang berada di lingkungan nonvulkanik aktif, yaitu di Sulawesi sebanyak 43 lokasi, Bangka Belitung tiga lokasi. Kalimantan tiga lokasi, dan Papua dua lokasi. Pemanfaatan Kecil Jika ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat kecil, yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Sebagian besar PLTP pun masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%).

Issue di sektor pertambangan dan energi antara Lain : a. Krisis kekurangan daya listrik

b. Rendahnya minat investor untuk menanamkan modal di bidang pertambangan dan energi

c. Konflik/ kepentingan lahan antar sektor serta masyarakat

d. Persepsi masyarakat terhadap pengusahaan sumberdaya mineral adalah merusak.

e. Lingkungan binaan masyarakat pada daerah rawan air dan rawan bencana alam geologi.

f. Menurunnya daya dukungan lingkungan dalam pengembangan wilayah .

6


(26)

6

g. Pemberdayaan masyarakat dalam Pemanfaatan Energi dan sumber Mineral belum maksimal

Selain issue diatas badan usaha juga mengalami hambatan dalam hal perizinan penambangan panas bumi pemerintah berencana merevisi undang-undang panas bumi nomor 27 tahun 2003 dilakukan karena DPR ingin menghilangkan kata pertambangan dalam Undang-undang. Jika kata "Pertambangan" masih ada, maka Kementerian Kehutanan masih memiliki hak penuh terhadap izin lahan pengembangan panas bumi. saat ini Kementerian kehutana masih memiliki kewenangan memberikan izin dan pelarangan terhadap pihak yang akan melakukan eksploitasi pertambangan, sehingga dirasakan banyaknya hambatan perizinan dengan dasar pasal 30 dalam Undang-undang Kehutanan No 41 Tahun 2009, sedangkan menteri ESDM pun berhak meberikan izin untuk mengeksploitasi dengan kewenangannya yang termuat dalam pasal 5 Undang-undang No 27 tahun 2003. Dengan adanya dua kewenangan pada dua kementerian yang berbeda regulasi antara kementerian Energi Sumber Daya Mineral dengan menteri Kehutanan dirasa semakin mempersulit dan membingungkan Badan usaha dalam mendapatkan izin. Akibatnya eksploitasi Panas bumi menjadi terhambat sehingga percepatan memperoleh energi alternative pun semakin lama.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan terlebih dahulu, maka penulis memberi judul “Pengaturan Perizinan Kegiatan Usaha Penambangan

Panas Bumi” untuk penelitian ini.

1.2Rumusan masalah dan Ruang Lingkup : 1.2.1 Rumusan masalah:


(27)

7

1. Bagaimanakah arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi? 2. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan

penambangan panas bumi?

3. Bagaimana tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha penambangan panas bumi?

1.2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah arah kebijakan energi nasional tentang panasbumi yan tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) panas bumi sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional, kewenangan pemerintah pusat yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2003 dan pemerintah daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditingkat daerah khususnya Provinsi Lampung, serta tahapan dan persyaratan pengeluaran izin kegiatan usaha penambangan panas bumi baik dalam UU No. 32 Tahun 2009 dan meliputi keilmuan bidang hukum yaitu Hukum Administrasi Negara.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui arah kebijakan energi nasional tentang panas bumi b. Untuk mengetahui pembagian kewenangan pemerintah pusat yang tertera dalam UU No. 27 Tahun 2003 Tentang panas bumi dan pemerintah daerah dengan UU No 32 Tahun 2004 dalam pemberian izin penambangan panas bumi.

c. Untuk mengetahui bagaimana tahapan dan persyaratan dikeluarkannya izin kegiatan usaha penambangan penambangan panas bumi oleh pemerintah dalam hal ini yang akan dikelola oleh badan usaha yang perusahaannya bergerak pada


(28)

8

bidang pertambangan sesuai UU No. 27 tahun 2003, UU No. tentang panas bumi, peraturan pemerintah Nomor 59 tahun 2007 tentang kegiatan usaha panas bumi, peraturan menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 02 tahun 2009 tentang pedoman penugasan survey pendahuluan.

1.4 Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai prosedur/ tahapan pengajuan perizinan oleh Badan Usaha sampai dengan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengeluarkan izin pertambangan panas bumi dan akan mengetahui secara detail prosedur dikeluarkannya pengelolaan izin pertambangan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

1.4.2 kegunaan praktis

Penelitian ini akan memberikan pengetahuan bagi semua pihak terutama terhadap kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan izin pertambangan panas bumi dan sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang hukum pertambangan Indonesia terutama fakultas hukum untuk menambah wawasan dalam suatu kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan izin pertambangan panas bumi.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan Teoritis Tentang Perizinan

2.1.1 Pengertian Perizinan

Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum.Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang.Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin. Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa


(30)

10

persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan1.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang. Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan masyarakat dengan \ Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

A). Perizinan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Dalam pengertian umum berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, perizinan diartikan sebagai hal pemberian izin. Sedangkan izin itu sendiri, dalam kamus tersebut izin diartikan sebagai pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb); persetujuan membolehkan. Dengan demikian, secara umum perizinan dapat diartikan sebagai hal pemberian pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb) atau persetujuan membolehkan.2

Dalam konteks yang lebih khusus yaitu dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.

1

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm 57

2 Pusat Bahasa Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Hal : 447


(31)

11

b). Perizinan Menurut Undang-Undang

Di dalam Undang-undang no 32 tahun 2009 pada bab 1 tentang ketentuan umum pada pasal 1 angka 35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalamrangka perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.3

c). Perizinan Menurut Doktrin

1. N.M.Spelt dan J.B.J.M.Ten Berge, menyatakan bahwa secara umum izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Berdasarkan pendapat tersebut, dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan atau diberi izin. Artinya, kemungkinan seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.4

2. Van der Pot, menyatakan bahwa izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.5

3Di dalam Undang-undang no 32 tahun 2009 hal 7 pada bab 1 angka 35 dan 36

4

Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 7

5


(32)

12

3. Prajudi Atmosudirjo, menyatakan bahwa izin (vergunning) adalah penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal unadng-undang yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin dan seterusnya.” Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang pelu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.6

4. Syahran Basah, menyatakan bahwa izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kongkrit berdasarkan persyaratan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.7

5. Bagir Manan, menyatakan bahwa izin dalam arti luas berarti persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.8 6. Ateng Syafrudin, menyatakan bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa kongkrit.9

6

Atmosudirjo, Prayudi. 1983. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal : 94.

7

Ibid hal : 94 8

Ibid hal : 94 9


(33)

13

2.1.2 Unsur-unsur perizinan

a. Instrumen yuridis

Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya;

b. Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan per UUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah10.

c. Organ pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin;

d. Peristiwa kongkret

Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,

10


(34)

14

peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu , tempat tertentu dan fakta hukum tertentu11;

e. Prosedur dan persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional, konstitutif, karena ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi12.

2.1.3 Objek Perizinan

1. BUMN

BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh

11

Ibid Koesnadi Hardjasoemantri hal 59 12


(35)

15

seorang Menteri BUMN. BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan13.

2. BUMD

BUMD Adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom14.

3. SWASTA

Swasta dalam ekonomi suatu negara terdiri dari segala bidang yang tidak dikuasai oleh pemerintah. Baik organisasi nirlaba maupun laba dapat termasuk swasta, antara lain perusahaan, korporasi, bank, dan organisasi non-pemerintah lainnya, termasuk juga karyawan yang tidak bekerja untuk pemerintah. Dalam sektor ini, faktor-faktor produksi dimiliki oleh individual atau pribadi.

4. Koperasi/ Kelompok Masyarakat

Suatu perkumpulan yang beranggotakan orang- orang atau badan- badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar menjadi anggota, dengan kerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan anggotanya 15.

13

Dikutip dari I Made Arya Uatama, Sistem Hukum perizinan lingkungan Berwawasan

Lingkungan Hidup dalam Mewujudkan pembangunan Daerah yang berkelanjutan Disertasi, Unpad Bandung 2006, Hlm. 68

14

Ibid I Made Arya Uatama Hlm 69 15


(36)

16

2.1.4 Fungsi dan Tujuan pemberian izin

Selaku instrument pemerintah izin berfugsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makur itu dijelmakan. Mengenai tujuan perizinan secara umum adalah sebagai berikut : f. Keinginan mengarahkan (mengendalikan sturen) aktivitas-aktivitas terentu

(misalnya izin bangunan);

g. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan);

h. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang,izin membongkar pada monumen-monumen);

i. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk);

j. Izin memberikan pengarahan,dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet” dimana pengurus harus

memenuhi syarat-syarat tertentu).16

2.1.5 Bentuk dan Isi Izin

sesuai dengan sifnya,yang merupakan bagian dari ketetapan,izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai tersebut17:

1. Organ yang berwenang

dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandantangan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin.

16Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. Hal : 11

17


(37)

17

2. Yang dialamatkan

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan, biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu, oleh karena itu keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin.

3. Dictum

Keputusan yang memuat izin,demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum, yang merupakan inti dari keputusan, memuat hak-hak dan kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.

4. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat

Ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Pembatasan-pembatsan dalam izin member, memungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, pembatasan ini merujuk batas-batas dalam waktu, tempat dan cara lain. Juga terdapat syarat, dengan menetapkan syarat akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa dikemudian hari yang belum pasti, dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan.


(38)

18

5. Pemberi alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan UU, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta18.

6. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan

Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan. mungkin saja juga merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana sebaiknya bertidak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan kebijaksanaannya sekarang atau dikemudian hari.

2.2 Energi Baru Terbarukan Panas Bumi

Secara sederhana, energi adalah hal yang membuat segala sesuatu di sekitar kita terjadi - kita menggunakan energi untuk semua hal yang kita lakukan. Energi ada di semua benda: manusia, tanaman, binatang, mesin, dan elemen-elemen alam (matahari, angin, air dsb). secara lebih ilmiah, energi menentukan kapasitas di mana semua obyek yang ada harus melakukan tugasnya19.

2.2.1 Sumber Energi

Ada banyak sumber-sumber energi utama dan digolongkan menjadi dua kelompok besar :

18

Ibid Pudyatmoko, Y. Sri Hal 37

19

Evita legowo, dirjen minyak dan gas bumi kementerian energi dan sumber daya mineral, jakarta 2010


(39)

19

1. Energi konvensional adalah energi yang diambil dari sumber yang hanya tersedia dalam jumlah terbatas di bumi dan tidak dapat diregenerasi. Sumber-sumber energi ini akan berakhir cepat atau lambat dan berbahaya bagi lingkungan. 2. Energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari sumber alami seperti matahari, angin, dan air dan dapat dihasilkan lagi dan lagi. Sumber akan selalu tersedia dan tidak merugikan lingkungan.

Sumber-sumber energi konvensional tidak dapat tergantikan dalam waktu singkat, itulah mengapa disebut dengan tidak terbarukan. Sumber-sumber energi konvensional tidak ramah lingkungan; karena menimbulkan polusi udara, air, dan tanah yang berdampak kepada Penurunan tingkat kesehatan dan standar hidup. Energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang bisa habis secara alamiah. Energi terbarukan berasal dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari, angin, sungai, tumbuhan dsb20.

Energi terbarukan merupakan sumber energi paling bersih yang tersedia di planet ini. Ada beragam jenis energi terbarukan, namun tidak semuanya bisa digunakan di daerah daerah terpencil dan perdesaan. Tenaga Surya, Tenaga Angin, Biomassa danTenaga Air adalah teknologi yang paling sesuai untuk menyediakan energi di daerahdaerah terpencil dan perdesaan. Energi terbarukan lainnya termasuk Panas Bumi dan Energi Pasang Surut adalah teknologi yang tidak bisa dilakukan di semua tempat. Indonesia memiliki sumber panas bumi yang melimpah; yakni sekitar 40% dari sumber total dunia. Akan tetapi sumber-sumber ini berada di tempat-tempat yang spesifik dan tidak tersebar luas.

20


(40)

20

Teknologi energi terbarukan lainnya adalah tenaga ombak, yang masih dalam tahap pengembangan21.

2.2.2 Manfaat energi terbarukan A. Tersedia secara melimpah B. Lestari tidak akan habis

C. Ramah lingkungan (rendah atau tidak ada limbah dan polusi) D. Sumber energi bisa dimanfaatkan secara

cuma-cuma dengan investasi teknologi yang sesuai

E. Tidak memerlukan perawatan yang banyak dibandingkan dengan

sumber-sumber energi konvensional dan mengurangi biaya operasi.

F. Membantu mendorong perekonomian dan menciptakan peluang kerja G. 'Mandiri' energi tidak perlu mengimpor bahan bakar fosil dari negara

ketiga

H. Lebih murah dibandingkan energi konvensional dalam jangka panjang

Bebas dari fluktuasi harga pasar terbuka bahan bakar fosil

I. Beberapa teknologi mudah digunakan di tempat-tempat terpencil

J. Distribusi Energi bisa diproduksi di berbagai tempat, tidak tersentralisir22. 2.2.3 Kendala dari energi terbarukan

a. Biaya awal besar

b. Kehandalan pasokan Sebagian besar energi terbarukan tergantung kepada kondisi cuaca.

c. Saat ini, energi konvensional menghasilkan lebih banyak volume yang bisa digunakan dibandingkan dengan energi terbarukan.

21

Ibid evita legowo hlm 59 22


(41)

21

d. Energi tambahan yang dihasilkan energi terbarukan harus disimpan, karena infrastruktur belum lengkap agar bisa dengan segera menggunakan energi yang belum terpakai, dijadikan cadangan di negara-negara lain dalam bentuk akses terhadap jaringan listrik.

e. Kurangnya tradisi/pengalaman Energi terbarukan merupakan teknologi yang masih berkembang

f. Masing-masing energi terbarukan memiliki kekurangan teknis dan sosialnya send23

2.3 Sejarah Pertambangan Panas Bumi

Pertambangan Indonesia telah mengalami perkembangan dari berbagai macam zaman, ada baiknya penulis terlebih dahulu memapaparkan secara singkat sejarah Pertambangan Indonesia. Penetapan Hari Jadi Pertambangan dan Energi diputuskan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) DESDM yang berlangsung pada tanggal 1 Nopember 2007 di Badan Geologi Bandung. diikuti oleh para Pejabat Eselon I dan II DESDM dipimpin oleh Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral. Berdasarkan hasil penetapan tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyampaikan surat kepada Presiden No. 1349/04/ME~LS/2008 tanggal 26 Pebruari 2008 mengusulkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi untuk ditetapkan dalam Keputusan Presiden. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Repub1ik Indonesia Nomor 22 tahun 2008 tanggal 27 September 2008 ditetapkan Hari Jadi Pertambangan dan Energi adalah tanggal 28 September.24

23

Ibid evita legowo hlm 61

24

http://www.esdm.go.id/departemen-energi-dan-sumber-daya-mineral/sejarah.html . diakses 16 april 2013. Pukul 8.37 wib


(42)

22

Sejarah pertambangan dan energi sendiri di Indonesia dimulai dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan secara tradisional oleh penduduk dengan seizin penguasa setempat atau tuan tanah. seperti, Raja, ataupun Sultan. Pada tahun 1602 Pemerintah Kolonial Belanda membentuk VOC, mereka selain menjual rempah-rempah juga mulai melakukan perdagangan hasil pertambangan, pada tahun 1652 mulailah dilakukan penyelidikan berbagai aspek ilmu kealaman oleh para ilmuwan dari Eropa.25 Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Dienst van het Mijnwezen (Mijnwezenn-Dinas Pertambangan) yang berkedudukan di Batavia untuk lebih mengoptimalkan penyelidikan geologi dan pertambangan menjadi lebih terarah.26

Menjelang tahun 1920, sesuai dengan rencana Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Bandung sebagai ibukota Hindia Belanda, maka dilakukan persiapan untuk memindahkan kantor Mijnwezen ke Bandung. Departement Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) yang membawahi Mijnwezen dan menempati Gedung Sate.27 Pada tahun 1922, lembaga Mijnwezen ini berganti nama menjadi Dienst van den Mijnbouw.28 Pada Tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun gedung Geologisch Laboratorium yang terletak di jalan Wilhelmina Boulevard untuk kantor Dienst van den Mijnbouw dan diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929. selanjutnya gedung ini dipergunakan untuk penyelenggaraan sebagian dari acara Pacific Science Congress ke IV. Gedung ini sekarang bernama Museum Geologi, yang berlamat di jalan Diponegoro No. 57

25

Perhapi. Mining Law Essentials. Perhapi, jakarta. 2011. Hlm. 4

26

Ibid hlm 5

27

Ibid hlm 6

28


(43)

23

Bandung.29 Dengan melewati berbagai zaman dengan segala kelebihan dan kekurangannya pertambangan Indonesia sendiri memiliki corak pengelolaan yang khas, seperti yang hak untuk mengelola lebih diberikan pada pihak asing dan bangsa Indonesia sendiri hanya mendapatkan sedikit dari manfaat kekayaan perut bumi Indonesia ini.

Beranjak pada paradigma baru kegiatan industri pertambangan modern dewasa ini ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan bemawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.

Indonesia berada di sabuk mineral (Rim of Fire) dengan potensi mineral yang tinggi. Dan jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia memimpin dalam produksi tembaga, emas, perak, nikel, timah dan batu bara. Berdasarkan hasil Survey Pertambangan Indonesia yang dilakukan oleh PWC (Price Waterhouse Coopers) tahun 2011, diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu 2007 sampai 2011, secara umum produksi pertambangan Indonesia mengalami kenaikan,30 Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang rneliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan

29

Loc.Cit. Perhapi. Hlm. 6

30


(44)

24

penjualan, serta kegiatan pascatambang.31 Menurut Pasal 34 Undang-undang Noomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, usaha pertambangan dikelompokkan atas :32

1. pertambangan batubara.

2. Pertambangan mineral radioaktif; 3. Pertambangan mineral logam;

4. Pertambangan mineral bukan logam; dan 5. Pertambangan batuan.

Sektor pertambangan, khususnya pertambangan mineral dan batubara, mengalami bonanza atau masa puncak kejayaan pada era 2006 sampai dengan akhir 2011 seiring dengan melambungnya harga minyak bumi dan motivasi dari berbagai pihak untuk mencari dan memaksimalkan sumber energi selain minyak dan gas bumi.33

2.4 Definisi Kegiatan Usaha Panas Bumi

Kegiatan usaha panas bumi adalah suatu kegiatan untuk menemukan sumber daya panas bumi sampai dengan pemanfaatannya baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi kegiatan eksplorasi, studi kelayakan dan eksploitasi.

31

Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan.

32

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

33

Nandang Sudrajat. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka


(45)

25

2.5 Arah Kebijakan Energi panas Bumi

Pemerintah melalui menteri Energi Sumber Daya Mineral telah menentukan Pokok-pokok Kebijakan Energi Nasional meliputi, arah kebijakan energi minyak dan gas bumi, batubara, energi terbarukkan, energi terbarukkan bahan bakar nabati (BBN), panas bumi, energi terbarukan surya, PLT tenaga laut dan arah kebijakan energi terbarukan nuklir.

Lebih Khusus Pokok-pokok Kebijakan Energi Panas Bumi yaitu:

2. Meningkatkan ekplorasi panas bumi dan membuat perkiraan biaya yang layak pada lokasi yang berbeda-beda.

3. Memastikan status tataguna lahan di hutan-hutan yang memiliki potensi panas bumi.

4. Mengkaji implementasi peraturan perundang-undangan di sektor panas bumi untuk mendekatkan sektor hulu dan hilir.

5. Melakukan penyempurnaan di dalam pengelolaan dan persyaratan tender panas bumi, yang antara lain meliputi : Pendelegasian kepada PLN untuk melaksanakan tender, pembagian resiko yang menguntungkan antara PLN dan pengembang, harga jual dan mekanismenya serta pembinaan untuk skala kecil dan penyehatan BUMN.

6. Meningkatkan kemampuan dalam negeri untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan industri pendukung kelistrikan.


(46)

26

2.6 Kebijakan Energi Panas Bumi

Pengembangan sumber panas bumi di Indonesia sebenarnya tergolong sudah lama dilakukan. Berdasarkan catatan pengembangan sudah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Pengembangan yang pertama dilakukan adalah terhadap sumber panas bumi Kamojang, Garut, Jawa Barat. Hingga saat ini, sumber panas bumi Kamojang masih bisa dimanfaatkan. Secara umum pengembangan sumber panas bumi di Indonesia bisa dikelompokan ke dalam era sebelum kemerdakaan, pra UU nomor 27 tahun 2003 dan era atau setelah terbitnya UU nomor 27 tahun 2003. Saat usai kemerdekaan RI, pengembangan sumber panas bumi bisa dikatakan berhenti atau tidak ada kegiatan.

Hal ini bisa dimaklumi karena, bangsa Indonesia ketika itu tengah mengalam peperangan mempertahankan kemerdekaan. Pengembangan panas bumi mulai dilakukan lagi pada tahun 1970-an atau era pra UU nomor 27 tahun 2003. Kegiatan pengembangan panas bumi berlangsung cukup intensif dengan dikeluarkannya Keppres nomor 16 tahun 1974. Keppres ini menugaskan Pertamina (saat itu belum ada UU Migas) untuk melaksanakan survei dan eksplorasi sumber daya panas bumi khususnya di Jawa dan Bali. Sedang untuk survei dan eksplorasi di luar Jawa-Bali dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi. Survei dilakukan di pegunungan Kerinci Jambi dan Lahendong, Sulawesi Utara. Kemudian pada tahun 1981 dikeluarkan Keppres nomor 22 tahun 1981 dan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 10/P/M/MENTAMBEN/81 serta Keppres nomor 23 tahun 1981.


(47)

27

Berdasarkan ketentuan ini Pertamina diberi Kuasa Pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh Indonesia untuk membangkitkan listrik dan wajib menjual energi listrik yang dihasilkan kepada PT PLN (Persero). Selain itu juga berlaku pula UU No. 44 Tahun 1960 dan UU No. 8 Tahun 1971. Pengeculian adalah dalam hal Pajak Perseroan dan Pajak Bunga, Deviden dan Royalty. Ketentuan ini juga mengatur pajak pengusahaan sumber daya panas bumi yaitu pajak 46 persen dari penerimaan bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi. Pada saat ini Pertamina bersama kontraktor tergolong intensif melakukan eksplorasi sumber panas bumi. Pada tahun 1991, pemerintah mengeluarkan Keppres No. 45 Tahun 1991 sebagai penyempurnaan Keppres No. 22 Tahun 1981. Selain itu juga dikeluarkan Keppres No. 49 tahun 1991 yang mencabut Keppres No. 22 Tahun 1981.

Berdasarkan ketentuan ini Pertamina dapat menjual energi uap atau listrik hasil pengusahaan sumber daya panas bumi kepada PT PLN (Persero), instansi lain, badan usaha nasional lain yang berstatus badan hukum termasuk koperasi. Adapun pajak pengusahaan sumber daya panas bumi sebesar 34 persen dari penerimaan bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi. Selanjutnya pada tahun 2000 dikeluarkan Keppres No. 76 Tahun 2000 yang mencabut Keppres nomor 22 tahun 1981 dan Keppres No. 45 Tahun 1991. Ketentuan yang lahir di era reformasi ini mencabut monopoli pengusahaan panas bumi oleh Pertamina. Perlakuan sama terhadap semua pelaku bisnis geothermal di Indonesia. Sedang untuk pajak masih berlaku ketentuan lama sebelum ada ketentuan baru (iuran eksplorasi) dan pajak pengusahaan.


(48)

28

Sebelum diberlakukan UU No. 27 Tahun 2003 diawali dengan diterbitkannya KUBE tahun 1998 yang mengatur diversifikasi energi dan intensifikasi pencarian sumber energi. Berdasarkan KUBE 1998 dilahirkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2003. Pada sisi pengaturan Kebijakan Industri Hulu dilakukan dengan meningkatkan inventarisasi dan evaluasi potensi melalui eksplorasi secara intensif untuk mengubah status potensi sumber daya spekulatif dan hipotetik menjadi cadangan terduga, mungkin dan terbukti. Pada tahun 2003 DPR dan Pemerintah berhasil menyelesaikan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Materi penting dari UU ini adalah memberikan kewenangan, peran aktif dan peluang yang lebih besar kepada daerah untuk dapat mengelola sumber daya panas bumi (aspek legislasi, perijinan dan pengawasan). Selain itu juga diatur melalui peraturan turannnya bahwa pengusahaan sumber melalui proses lelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) sebelum mendapat Ijin Usaha Pengusahaan (IUP).34

2.7 Kedaulatan Energi Panas Bumi

Pada tahun 2003 DPR dan Pemerintah berhasil menyelesaikan UU nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Materi penting dari UU ini adalah memberikan kewenangan, peran aktif dan peluang yang lebih besar kepada daerah untuk dapat mengelola sumber daya panas bumi (aspek legislasi, perijinan dan pengawasan). Selain itu juga diatur melalui peraturan turannnya bahwa pengusahaan sumber melalui proses lelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) sebelum mendapat Ijin Usaha Pengusahaan (IUP).

34


(49)

29

Pada tahun 2005, melalui Strategi Pengelolaan Energi pada Pengembangan Industri Energi Nasional 2005 ditegaskan mengenai peningkatan keamanan pasokan energi. Selain itu juga ditetapkannya target peningkatan kontribusi sumber daya panas bumi dalam sasaran bauran energi nasional dari 2 persen pada tahun 2005 menjadi 5 persen (9500 Mwe) pada tahun 2025. Kemudian, berbagai ketentuan dikeluarkan pemerintah untuk mendorong pengembangan potensi sumber daya panas bumi. Seperti Permen ESDM nomor 005/2007 dan Permen ESDM No. 2/2009 mengenai penugasan Survei Pendahuluan oleh Menteri kepada badan usaha yang dilaksanakan atas biaya dan resiko sendiri. Permen ESDM No. 11/2008 tentang Tata Cara Penetapan WKP Panas Bumi. Permen ESDM No.14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari PLTP. Permen ESDM No. 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya PokokPenyediaan Tenaga Listrik tahun 2008 yang disediakan oleh PT PLN. Permen ESDM No. 05/2009 mengenai Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN dari Koperasi atau badan usaha lain. Serta Permen ESDM nomor 11/2009 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi.

Secara umum, berdasarkan UU Panas Bumi dan beberapa Permen tersebut memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Baik itu menyangkut perijinan maupun aspek legilasi. Oleh sebab itu pemerintah daerah dituntut menyiapkan Sumber Daya Manusia yang memadai guna menjalankan pengawasan maupun pembinaan. Sedang pada Permen ESDM No. 11/2009 memuat mengenai jaminan kesungguhan yang besarnya sebesar 10 miliar dolar AS. Jaminan kesungguhan adalah salah satu persyaratan untuk mendapat IUP bagi


(50)

30

perusahaan yang mengajukan ijin untuk mengembangkan panas bumi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan Survei Pendahuluan (termasuk eksplorasi), perijinian, pembinaan dan pengawasan usaha panas bumi sesuai kewenangan masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang dijadikan dasar penetapan WKP Oleh Menteri ESDM. Selanjutnya, WKP inilah yang proses pelelangannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Untuk WKP yang berada di lokasi Kabupaten/Kota dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk yang berlokasi di antara wilayah Kabupaten/Kota dilakukan Pemerintah Provinsi. Selanjutnya untuk yang berlokasi diantara dua Provinsi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Secara umum Penetapan WKP Panas bumi sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No. 11 tahun 2008 meliputi tingkat penyelidikan dan status lahan. Tingkat penyelidikan bertujuan untuk mendapatkan data sudah dapat mendeliniasi gambaran awal sistem panas bumi yang meliputi sumber panas, reservoir (luas dan kedalaman), batuan tertutup, sifat fisik dan kimia fluida (temperatur dan unsur kimia) dan daerah recharge dan discharge. Mengenai status lahan (tata ruang dan penggunaan lahan) bahwa diluar kawasan konservasi (Taman Nasional) dan daerah terlarang lainnya menurut Undang-Undang yang berlaku.

Selain melakukan Survei Pendahuluan, pemerintah juga memiliki hak untuk menugaskan pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Pada dasarnya Survei Pendahuluan ini merupakan right Pemerintah, artinya bisa diberikan kepada pihak lain atau dilakukan sendiri. Beberapa indikasi sumber daya panas bumi di beberapa daerah telah diberikan kepada pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Sebenarnya, berdasarkan Survei Pendahuluan


(51)

31

berupa Survei Geologi, Geokimia dan Geofisika bisa didapatkan gambaran awal sistem panas bumi. Baik itu mengenai dimensi reservoir, suhu atau temperatur fluida dsbnya. Ini menunjukan bahwa manifestasi permukaan merupakan path finder tentang keberadaan reservoir. Artinya, keberadaan sumber panas bumi ditandai beberapa manifestasi dipermukaannya. Misalnya, jika ada sumber air panas permukaan maka besar kemungkinan dibawah permukaan terdapat sumber panas bumi.

Oleh sebab itu keberadaan sumber panas bumi sangat berbeda dengan minyak dan gas bumi. Umumnya, keberadaan sumber daya migas lebih sulit di duga dibanding sumber panas bumi. Antara terbentuk, terkumpul maupun keberadaan migas memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk mencarinya dibanding sumber panas bumi. Asal sumber panas bumi tergolong dewasa, tidak muda dan tidak tua, bisa diduga dibawah permukaan terdapat sumber panas bumi.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. JenisPenelitian

Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang belaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum.1 Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memutuskan menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk meneliti dan menulis pembahasan skripsi ini sebagai metode penelitian hukum. Penggunaan metode penelitian normatif dalam upaya penelitian dan penulisan skripsi ini dilatari kesesuaian teori dengan metode penelitian yang dibutuhkan penulis.

3.2. Metode Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

1

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hal. 52


(53)

33

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statue aproach).2 Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

3.3. Sumber Data

Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan atau materi yang berkaitan dan menjelaskan mengenai permasalahan dari bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku dan literature-literatur terkait Pertambangan Panas Bumi khususnya.

3. 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca,menelaah, mencatat membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya kegiatan usaha pertambangan panas bumi.

3. 5. Analisis Data

2


(54)

34

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data dilakukan dengan cara mesistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarati membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.3 Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian hukum normatif dengan cara data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung. Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Hasil analisa bahan hukum akan diinterpretasikan menggunakan metode interpretasi (a) sistematis; (b) gramatikal; dan (c) teleologis.4 Pemilihan interpretasi sistematis ditujukan untuk menetukan struktur hukum dalam penelitian ini. Interpretasi sistematis (systematische interpretatie, dogmatische interpretatie) adalah menafsirkan dengan memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Jika ditafsirkan adalah pasal-pasal suatu undang-undang, ketentuan yang sama apalagi satu asas dalam peraturan lainnya juga harus dijadikan acuan. Dalam penafsiran ini mencari ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya saling berhubungan sekaligus apakah hubungan tersebut menentukan makna selanjutnya. Akan tetapi, dalam hubungan tatanan hukum yang tidak terkodifikasi, merujuk pada sistem dimungkinkan sepanjang karakter sistematis dapat diasumsikan (diandaikan). Selanjutnya interpretasi gramatikal (what does it linguitically mean?) yaitu metode penafsiran hukum pada makna teks yang di dalam kaidah

3

Soejono Soekantor dan Sri Mamudji. Hal. 251-252

4

Interpretasi dibedakan menjadi interpretasi berdasarkan kata-kata undang-undang (leterlijk), interpretasi gramatikal, interpretasi berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interpretasi sistematis, interpretasi historis, interpretasi sosiologis, interpretasi sosio-historis, interpretasi filosofis, interpretasi teleologis, interpretasi holistik dan interpretasi holistik tematis-sistematis. Lihat Jimly Asshiddiqie. 1997. Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara.


(55)

35

hukum dinyatakan. Penafsiran dengan cara demikian bertitik tolak pada makna menueut pemakaian bahasa sehari-hari atau makan teknis-yuridis yang lazim atau dianggap sudah baku.5 Interpretasi gramatikal dalam penelitian ini terkait dengan makna teks dalam tujuan pemberian izin pertambangan panas bumi sedangkan, interpretasi teleologis(what does the articles would like to archieve) yang merupakan yang metode penafsiran yang difokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Tekanan tafsiran pada fakta bahwa kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan atau asas tersebut memengaruhi interpretasi. Dalam penafsiran demikian juga diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang aktual.6 Menurut Hoft, penafsiran teleologis memiliki fokus perhatian bahwa fakta pada norma hukum mengandung tujuan untuk melindungi kepentingan tertentu sehingga ketika ketentuan tersebut diterapkan maksud tersebut harus dipenuhi, penafsiran ini selanjutnya memperhitungkan konteks kemasyarakatan aktual. Cara ini tidak terlalu diarahkan untuk menemukan pertautan pada kehendak dari pembentuk undang-undang saat membentuknya dan kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis guna memperoleh kejelasan penyelesaian lalu ditarik kesimpulan guna menjawab permasalah penelitian secara deduktif yaitu dari hal yang bersifat umum menunju yang hal bersifat khusus.7

5

Ph. Visser’t Hoft. 2001. Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding, Penerjemah B.

Arief Shidarta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan. Hal. 25

6 Ibid.

Hal. 30

7

B. Arief Sidharta (Penerjemah). 2009. Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu


(56)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

4.1

Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap data-data dan informasi dalam hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut :

1. Dalam kebijakan energi nasional yang dibuat oleh pemerintah tentang panas bumi pemerintah mebuat kebijakan energi nasional panas bumi indonesia mengambil kebijakan pemanfaatan energi panas bumi sebesar 5% untuk memenuhi kebutuhan energi nasional pada tahun 2025

2. Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pertambangan panas bumi meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan panas bumi, pembuatan kebijakan nasional; pembinaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan panas bumi pada wilayah lintas provinsi; pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi pada wilayah lintas provinsi; pengelolaan informasi geologi dan potensi panas bumi; inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan panas bumi nasional. Kewenangan provinsi dalam pengelolaan pertambangan panas bumi meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan panas bumi; pembinaan pengusahaan dan pengawasan pertambangan panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota; pemberian izin


(57)

109

dan pengawasan pertambangan panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota; pengelolaan informasi geologi dan potensi panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota; inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan panas bumi di provinsi. Kewenangan provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan panas bumi meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pembinaan dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pengelolaan informasi geologi dan potensi panas bumi di kabupaten/kota; inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar wilayah kerja di kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

3. Persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan oleh badan usaha dalam UU No. 27 Tahun 2003 telah menentukan tahapan-tahapan pengembangan kegiatan usaha penambangan panas bumi yaitu : Survey pendahuluan; Eksplorasi; Studi kelayakan; Eksploitasi; Pemanfaatan.

4.2

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran yang sekiranya dapat dijadikan suatu wacana untuk mengadakan pembaharuan hukum sebagai berikut:

1. Kebijakan yang dibuat pemerintah dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai pengganti energi fosil seharusnya lebih tinggi sebesar 10 %


(1)

109

dan pengawasan pertambangan panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota; pengelolaan informasi geologi dan potensi panas bumi di wilayah lintas kabupaten/kota; inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan panas bumi di provinsi. Kewenangan provinsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan panas bumi meliputi pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah di bidang pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pembinaan dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberian izin dan pengawasan pertambangan panas bumi di kabupaten/kota; pengelolaan informasi geologi dan potensi panas bumi di kabupaten/kota; inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan panas bumi di kabupaten/kota; pemberdayaan masyarakat di dalam ataupun di sekitar wilayah kerja di kabupaten/kota. Kewenangan kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

3. Persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan oleh badan usaha dalam UU No. 27 Tahun 2003 telah menentukan tahapan-tahapan pengembangan kegiatan usaha penambangan panas bumi yaitu : Survey pendahuluan; Eksplorasi; Studi kelayakan; Eksploitasi; Pemanfaatan.

4.2

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran yang sekiranya dapat dijadikan suatu wacana untuk mengadakan pembaharuan hukum sebagai berikut:

1. Kebijakan yang dibuat pemerintah dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai pengganti energi fosil seharusnya lebih tinggi sebesar 10 %


(2)

110

mengingat begitu efisien dan melimpahnya energi panas bumi di Indonesia sehingga dapat memenuhi kekurangan pasokan energi;

2. Perlunya dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Panas bumi di Indonesia dengan menyesuaikan dengan instrumenasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang kontemporer;

3. Perlunya mengembangkan suatu kerangka peraturan perundang-undangan yang komprehensif yang mencakup semua aspek yaitu keselamatan, keamanan (safeguard) dan pertanggung jawaban kerugian serta aspek komersialnya;

4. Menjadikan instrumen lingkungan hidup sebagai acuan penambangan panas bumi di Indonesia sehingga prospek pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Muhammad. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Holistik-Ekologis.

Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung

Atmosudirjo, Prayudi.. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1983 Asshiddiqie , Jimly .Konstitusi, Konstitualisme Indonesia. Jakarta:Konstitusi Press. 2006

B. Arief Sidharta (Penerjemah). Meuwissen tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Bandung. PT Rafika Aditama. 2009

Basah, Sjachran. 1995. Pencabutan Izin Salah Suatu Sanksi Hukum Administrasi Negara,Surabaya. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

C.F.G. Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Bandung: Alumni .1991

Hardjosoemantri, Koesnadi.“Pengantar Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia” Bahan Penataran Nasional Hukum Lingkungan, (Eks) Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, Surabaya: FH Universitas Airlangga, 9-14 Januari 1995 HR, Ridwan. 2011.Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Press

Koesrijanti, Atik, Soeryo Adiwibowo dan Triarko Nurlambang. 2008. Arah Kebijakan Lingkungan Strategis di Indonesia. Environmental Sector Program (ESP) 1 Indonesia State Ministry of the Environment and DANIDA

Kusumaatmaja, Mochtar. Agustus 1972. Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa Pemikiran dan Saran. Padjadjaran. Majalah Ilmu Hukum dan Pengetahuan Masyarakat. Jilid IV. Nomor 1

L. Woltgens & Th. G. Drupssten. 1992. Hukum Perizinan Lingkungan, Bahan Penataran Hukum Lingkungan, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda. Surabaya: Fakultas Hukum Unair

Manan, Bagir. “Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-Undangan”. Makalah Penataran Dosen Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum BKS-PTN Bidang Hukum Sewilayah Barat, Fakultas Hukum Universitas Lampung. 1994.


(4)

Marzuki, Peter Mahmud.Penelitian Hukum. Cet 2. Jakarta: Kencana. 2008

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2004

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung,2001.

Sudrajat, Nandang. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka Yusticia, Sleman, 2010.

Ph. Visser’t Hoft. Penemuan Hukum (Judul Asli: Rechtvinding, Penerjemah B. Arief Shidarta. Bandung: Laboratorium Hukum FH Universitas Parahiyangan. 2001

Pusat Bahasa Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Pudyatmoko, Y. Sri.. Perizinan. Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta : Grasindo. 2009

Salim HS. S.H.,M.S. Hukum Pertambangan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. 2007 Subekti, Muhammad. 2010.Strategi Menghadapi Krisis Energi Nasional. Artikel. Jakarta

Peraturan perundang-undangan:

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Keempat.

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Undang-Undang perlindungan lingkungan hidup

Undang- Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Kehutanan;

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi


(5)

Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya;

Peraturan pemerintah RI No. 38 Tahun 2007 tentang perimbangan keuangan Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 59 Tahun 2007 tentang kegiatan Usaha Panas Bumi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 132

Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 11 Tahun 2008 tentang tata Cara Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi.

Permen ESDM nomor 005/2007 dan Permen ESDM No. 2 Tahun 2009 mengenai penugasan Survei Pendahuluan oleh Menteri kepada badan usaha yang dilaksanakan atas biaya dan resiko sendiri.

Permen ESDM No. 05 Tahun 2009 mengenai Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN dari Koperasi atau badan usaha lain.

Permen ESDM nomor 11 Tahun 2009 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi.


(6)

Permen ESDM No.14 Tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari PLTP.

Permen ESDM No. 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya PokokPenyediaan Tenaga Listrik tahun 2008 yang disediakan oleh PT PLN.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0211 K/30/MEM/2009 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Daerah Gunung Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 2478 K/30/MEM/2009 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Daerah Suoh - Sekincau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung.

Website :

1. http://m.aktual.co/energi/154604kemenhut-lelet-keluarkan-izin-dpr-akan-revisi-uu-panas-bumi oleh Vicky Anggriawan1 Apr 2013 pukul16:09:33 di unduh tanggal 2 april 2013 pukul 05:48

2. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/03/19/mjwcqf-menhut-pastikan-tak-persulit-izin-eksplorasi-panas-bumi Reporter : Muhammad Iqbal Redaktur : Nidia Zuraya di unduh tanggal 3 april 2013 jam 06:36 3.

http://economy.okezone.com/read/2013/03/18/19/777303/pembangunan-pembangkit-panas-bumi-di-lampung-tunggu-izin-kemenhut di unduh pada tanggal 3 april 2013 jam 06:41

4. http://www.esdm.go.id/departemen-energi-dan-sumber-daya-mineral/sejarah.html . diakses 16 april 2013. Pukul 8.37 wib

5. http://www.esdm.go.id/departemen-energi-dan-sumber-daya-mineral/sejarah.html