PELAKSANAAN CSR DALAM BENTUK PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI WUJUD TANGGUNG JAWAB EKSTERNAL PERUSAHAAN DI PTPN VII (PERSERO)

ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF CHECK AND BALANCES BETWEEN LOCAL
GOVERNMENT AND
LOCAL LEGISLATIVE AT LAMPUNG PROVINCE
BY
IHSAN SUBAKTI

Check and balances is systems of authority equalization between institution both
central government and local government. According acts number 32 in 2004, local
government is local government and legislative government. Check and balances
systems was meant both of institution in doing self authority are able to produce
politics system and local government system democratically.
Problem of research are how check and balances application are in implementation of
local government and how implementation checks and balances are between local
government and legislative government at Lampung province.
This research used normative juridical and empiric juridical. Data analyzed in this
research used qualitative descriptive. Qualitative descriptive analysis was done to
describe fact which is consists of arrangement explanations systematically so it will
get conclusion easily.
According to result research could be known that Indonesia local government is,
according to Acts number 32 in 2004 states pattern of local government and local

legislative relations have same authority, because they are the same as the elements of
local government. Relationship both of institutions is shown at duty, function, self
authority by check and balances principles. Specifically, in establishing of local
policy that is local regulation (Perda) and formalize revenue budget expenditure local
(APBD).
Implementation of check and balances between local government and legislative
government at Lampung province during 2009 – 2014 are not well. Authority
practices abuse still occurs during this period. For example, it is not proposed change
of formalize revenue budget expenditure local planning (RAPBD)2013 which causes
Lampung governor election delayed, so it neglect of people political rights ( Local
democracy instabilities Lampung).

Key words: Check and Balances, local government, and Legislative

ABSTRAK
Implementasi Check and Balances Antara Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Provinsi Lampung
Oleh:
IHSAN SUBAKTI
Checks and balances merupakan sistem perimbangan kekuasaan antara lembagalembaga negara dalam suatu pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 adalah
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sistem check and
balances dimaksudkan agar kedua lembaga dalam menjalankan kewenangannya
masing-masing mampu menghasilkan sistem politik dan sistem Pemerintahan
Daerah yang demokratis.
Permasalahan dalam tesis ini adalah bagimana penerapan checks and balance
dalam penyelenggraan Pemerintah Daerah di Indonesia dan bagimana
penyelenggaraan checks and balances antara Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat daerah di Provinsi Lampung.
Pembahasan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Analisis deksriptif kualitatif dilakukan untuk melukiskan kenyataan-kenyataan
yang ada berdasarkan penelitian yang berbentuk penjelasan-penjelasan tersusun
secara terperinci dan sistematis sehinggga akan mudah melakukan penarikan
terhadap suatu kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pemerintahan daerah di
Indonesia berdasrakan Undang-Undang No.32 tahun 2004 menegaskan pola
hubungan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berkedudukan sederjat, karena sama-sama sebagai unsur penyelenggrara
pemerintahan daerah. Pola hubungan kedua lembaga diletakan pada kerangka

tugas, fungsi, kewenangan masing-masing dengan prinsip check and balances.
khususnya dalam membuat kebijkan daerah berupa Peraturan Daerah (Perda) dan
merumuskan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) .
Implementasi checks and balances anatara Pemerintah Darah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah di Provinsi Lampung dalam kurun waktu 2009-2014,
belum sepenuhnya berjalan baik. Praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan
masih terjadi selama kurun waktu tersebut. Misalnya, tidak diajukannya RAPBD
Perubahan Tahun 2013 yang berakibat tertundanya Pilgub Lampung sehingga
berdampak pada diabaikannya hak-hak politik rakyat (instabilitas demokrasi lokal
Lampung).

Kata Kunci: Checks and Balances, Pemerintah Daerah, dan DPRD.

IMPLEMENTASI CHECK AND BALANCES ANTARA PEMERINTAH
DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DI PROVINSI LAMPUNG
Tesis
Senagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER HUKUM
Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum
Fakultas Hukum Universitas Lampung

Oleh
IHSAN SUBAKTI
1222011020

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

IMPLEMENTASI CHECK AND BALANCES ANTARA PEMERINTAH
DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DI PROVINSI LAMPUNG
(Tesis)

Oleh
IHSAN SUBAKTI
1222011020


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

Judul

Tesis

:

Mahasiswa

IMPLEMENTASI CHECX AND BALANCES
ANTARA PEMERINTAH DAERAH DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DI PROYINSI LAMPUNG


:

Ihsan Subakti

NomorPokok Mahasiswa

:

122241tA20

Program Kekhususan

:

Hukum Kenegaraan

:

Program Pascasarjana Magister Hukum


:

Hukum

Nama

Studi
Fakultas
Program

MENYf,TUJUI
Dosen Pembimbing

. Yuswanto, S.H.,
Nip 19620514 198703

,

LL.M., LL.D.


10104 200312 1 001

MEl\GETAHUI
Ketua Program
Program Studi Magister

sar]ana

um Fakultas Hukum
ampung

-{:$i[';:;;g
&iii:
i,*-r g*r

/"="1,;+'-,r

gsffi

.t


war, S.H., M.Hum.
314 198603 1 001

MENGESAHKAI{
1. Tim Penguji
Ketua Tim Penguji : Dr. Yuswanto, S.H., M.H,

SekretarisPenguji : Rudy, S.H., LL.M,, LL.D.

Penguji

: Dr. Muhammad Akib, S.If., M.Hum.

Penguji

: Dr" Yusnani l{aiyim ZumrS.H., il/LH

Penguji


: Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H.

S;;nf..#:
t.P$-FS
DTiIH{YIT

Itas Hukum

audio S.H., M.S.
09 198703 I 003

Program Pascasarjana

r. Sudjarwo, M.S.
30528 198103 1 002

4. Tanggal Lulus Ujian : 09 Oktober 2Al4

LEMBAR PERIYYATAANT
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:


l.

Tesis dengan judul Implementasi Checks and Balances Antaxa Pemerintah

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah

Di

Provinsi Lampung

adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan peqiiplakan atau
pengrrtipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai tata etika

ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut
plagiarisme.

2. Hak intelektual

atas karya saya

ini sepenuhnya diserahkan kepada

Universitas Lampung.

Atas pemyataan

ini apabila di kemudian hari temyata adanya ketidak benaran,

sayabersediamenanggung akibat dan sanksi yang diberikan sesuai dengan hukum
yang berlaku

Bandar Lampung, 9 Oktober 2014
Pembuat Pemyataa,n

NPM: l222Ol7O2O

DAFTAR ISI

ABSTRACT .................................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
PERSETUJUAN ............................................................................................. iv
PENGESAHAN ............................................................................................. v
PERNYATAAN ............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTO ............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................

1

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan Penilitian ............................................................

9

2. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian .......................................................................

9

2. Kegunaan Penelitian ..................................................................

10

D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori ..........................................................................

10

2. Kerangka Konseptual ................................................................

15

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemerintah dan Pemerintahan ........................................................

18

B. Kedudukan DPRD dalam Sistem Pemerintahan Indonsia ...........

20

C. Tugas dan Wewenang Kepala Daerah dan DPRD
Dalam Sistem Pemerintahan ............................................................

49

D. Tata Hubungan Kerja Anatara Pemerintah Daeah
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD .........................................

53

III. METODE PENELITIAN
1.

Pendekatan Masalah ........................................................................

56

2.

Sumber Data .....................................................................................

57

3.

Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data .......................

57

4.

Analisis Data .....................................................................................

58

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSASN
A. Peranan Checks and Balances Dalam Sistem Pemerintahan
Pemerintahan Daerah di Indonesia................................................

60

B. Penyelenggaraan Checks and Balances antara Pemerintah
Daerah dan DPRD
1.

Check and Balance Dalam Legislasi .......................................

70

2.

Check and balances Dalam Hal Anggaran ............................

91

V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 99
B. Saran ................................................................................................. 101

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Daftar Perda/Raperda yang ditetapkan, sedan
dan akan dibahas DPRD Provinsi Lampung ........................................

72

2. Tabel 1.2 Perda yang ditetapkan pada Tahun 2009 .............................

77

3. Tabel 1.3 Perda yang ditetapkan pada Tahun 2010 ............................

80

4. Tabel 1.4 Perda yang ditetapkan pada Tahun 2011 .............................

81

5. Tabel 1.5 Perda yang ditetapkan pada Tahun 2012 .............................

82

6. Tabel 1.6 Perda yang ditetapkan pada Tahun 2013 .............................

82

7. Tabel 1.7 APBD Tahun 2010 ..............................................................

94

8. Tabel 1.8 APBD Tahun 2012 ..............................................................

95

9. Tabel 1,9 APBD Perubahan Tahun 2012 ............................................

96

KATA PENGAI\TTAR

Assalamu'alaikum, Wr.Wb.

puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

:

Implementasi

Check ond Balances antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di Provinsi LamPung.

Dalam menyeleaikan tesis Penulis tidak sedikit mendap4tkan kendala Namun,
berkat bantuan dan keterlibatan berbagai pihak yang telah men-rberikan bantuao,

dorongan, bimbingan, serta kritik dan saran sehingga penulis dapat melaluinya
dengan baik.

Di samping itu, Penulis mcnyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

pihak
sempurnA oleh karenanya saran dan kdtik yang membangun dari semua
akan meqiadi masukan yang sangat berharga.

Pada kesempatan

ini

dengan segela kerendahan hati Penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

l.

Bapak

Dr. Heryandi, s.H., M.S, selaku Dekan Fakdtas Hukum

Universitas LamPmg.
2. Bapak Dr.Khaidir

Anwar, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Hul(llm

Kenegaraan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
J.

Bapak Dr. Yuswanto, s.H., M.H, selaku PD I Fakultas Hukumuniversitas

Lampung sekaligus pembimbing

I

yang telah memberi masukan dalam

mengatasi kendala bagi penyelesaian tesis

ini'

4.

Bapak Rudy, SH., LL.M., LL.D, selaku pembimbing

tr yang telah

meberikan banyak bimbingan dan saran tentang sistematika penulisan
dalam penyusunan tesis ini.
5.

Seluruh statr administrasi, dosen dan karyawan akademik Program Pasca
Sarjana yailg telah banyak membantu penyelesain tesis ini-

Bapak Zulfikar, s.H., M.H., selaku Kasubag Perundang-undangan
Sekertariat DPRD Provinsi l,ampung yang banyak naembantu dalam
memberikan data yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini7.

Ayah dan Ibu yang telah mendidikkq n0emberikan banyak doa

dan

semangirt kepada Penulis selama ini.
Sahabat sahabatku seperjuangan

di Kelas Reg. A Prograa Pasca Sarjana

Magrster Hukum iJnir"rsitus Lampung angkatarr 2012: Noveka Wati,
Indra ZR, Aris Husein, Rita Laslubiati, Butet Vera Dina Andmeni, Dina
Sukardi, Tora Yuliana, Dedi Femando, Andrika Feroza Nisa Yulvina,

Feni Andrimi,

Winni

Feriana, Harina Hayati,

yl. lainal Alifi4

Meria

Mrqphi, Ria Melinda Dury, Maliki, Muhamad Suhendra" umiraul
HalimalL Puhi Musda dan Muhtadi.

Atfiir kat4 Psnulis

mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis

ini

dapat

berguna bagi kita semua-

Bandar Lamprmg, g Oktober 2014

[ffx

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrahim
Tesis ini saya persembahkan kepada Alamamater saya Program Studi Pasca
Sarjana Magister Hukum Universitas Lampung
Istriku Kristina dan Anak-anakku tercinta Farid Abdurrahman Ghifari, Fathiyah
Q.A, M. Fakhri Ali, dan Fayza Aulia Izzatunnisa
Keluarga Besar Program Pasca Sarjana Magister Hukum Khususnya Kelas Reg.A
Angkatan 2012 Universitas Lampung

MOTO

“ Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”
(Q.S. Almaidah 5: 8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Waygalih, Kecamatan Candipuro
Lampung Selatan, pada tanggal 12 April Tahun 1971 sebagai
anak ke enam dari sembilan bersaudara dari Bapak H.M. Fajri
(alm) dan Hj.Suryati.
Pendidikan Sekolah Dasar di selesaikan di SDN I Bulok Kalianda, Lampung
Selatan pada Tahun 1984, Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTS) di tempuh di
MTS Cintamulya, Candipuro Lampung Selatan, diselesaikan pada Tahun 1987,
dan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Tanjung Karang diselesaikan pada
Tahun 1990. Tahun 1992 penulis terdaftar pada Fakultas Syari’ah Universitas
Islam Indonesai (UII) Yogyakarta diselesaikan pada Tahun 1998. Dan pada Tahun
2012 terdaftar sebagai Mahasiswa Program Pasca sarjana Magister Hukum
Universitas Lampung.

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Terkonsentrasinya kekuasaan hanya pada satu tangan (eksekutif) pernah
dipraktikan pada Pemerintahan Orde Baru sedemikian lama (30 tahun). Dengan
sistem penyelenggrakan kekuasaan pemerintahan yang sentralistik bisa dipastikan
tidak ada sistem yang menjamin adanya perimbangan kekuasaan (checks and
balances).
Tumbangnya Orde Baru dan kemenangan gerakan reformasi yang berhasil
melaukan perubahan (amandemen) UUD 1945, berdampak pada perubahan sistem
Ketatanegaraan Indonesia secara fundamental dari pembagian kekuasaan
(distribution of power) menjadi pemisahan kekuasaan dengan prinsip check and
balances. Dengan demkian merubah pula pola hubungan antar lembaga-lembaga
negara seperti MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara,

termasuk pada

hubungan pemerintah pusat dan daerah serta mekanisme checks and balances di
daerah.1
Berlakunya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pemerintah Daerah pada masa Orde
Baru, yang memperlihatkan bagaimana dominasi pusat atas daerah sangat masif.
Hal tersebut berkaitan dengan ketentuan yang memberikan keleluasaan kepada
pusat untuk menentukan kepala daerah/wilayah tanpa terikat pada peringkat hasil

1

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
Hlm,60.

2

pemilihan oleh DPRD. DPRD hanya dijadikan mesin politik pusat untuk
mencalonkan kepala daerah/wilayah.
Kepala Daerah selain sebagai organ di daerah juga sebagai aparat pusat dan
berkedudukan sebagai penguasa tunggal

di daerah yang memegang kekuasaan

eksekutif sekaligus legislatif, sehingga posisi DPRD menjadi lemah. DPRD hanya
dijadikan justifikasi dari berbagai kebijakan yang datang dari eksekutif (kepala
daerah)2
Lahirnya UU No.22 Tahun 1999

merupakan produk hukum baru di awal

reformasi tentang Pemerintah Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1974 yang
sentralistik. UU yang baru ini justru kebalikannya menempatkan posisi DPRD
menjadi sangat kuat. Lembaga ini bukan lagi menjadi bagian dari pemerintah
daerah melainkan menjadi lembaga legislatif daerah yang dapat meminta,
menerima, dan menolak serta menjatuhkan mosi kepada kepala daerah. DPRD
berwenang memilih secara final kepala daerah untuk kemudian mengawasi,
meminta laporan pertanggungjawaban, bahkan bisa menjatuhkannya.3
Perubahan fundamental dari sistem lama yang sentralistik menjadi desentarlistik
ternyata dalam pelaksanaannya menimbulkan banyak persolan besar. Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) bukan semakin hilang melainkan semakin subur di
bawah sisitem baru tersebut. Dalam setiap pemilihan kepala daerah selalu muncul
isu politik uang dalam bentuk pembelian suara anggota-anggota DPRD. Ada juga

2
3

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm, 103.
Op.Cit, Hlm, 229

3

pemerasan

terhadap

kepala

daerah

dengan

menjadikan

laporan

pertanggungjawaban tahunan sebagai alatanya.
Atas dasar itulah kemudian UU No. 22 Tahun 1999, direvisi dan dirubah menjadi
UU No.32 Tahun 2004. UU yang baru menyatakan hubungan antara Pemrintah
Daerah dan DPRD sebagai mitra sejajar, karena

kedua lembaga sama-sama

sebagai unsur peneyelenggraan pemerintahan daerah.
Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 19 ayat (2) bahwa penyelenggara
pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Pemerintah Daerah Provinsi dipimpin oleh Gubernur yang
mempunyai kedudukan sebagai Kepala Daerah dan sekaligus sebagai Kepala
Wilayah mewakili Pemerintah Pusat. Sedangkan DPRD di Provinsi maupun di
kabupaten/kota pada umumnya disebut lembaga yang menjalankan kekuasaan
legislatif. Namun, fungsi legislatif di daerah tidaklah sepenuhnya berada pada
tangan DPRD seperti fungsi

DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden.

Sebagi contoh, kewenangan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
berada di tangan Gubernur dengan persetujuan DPRD. Dengan demkian, dapat
dikatakan bahwa Gubernur tetap merupakan pemegang kekuasaan eksekutif dan
sekaligus legislatif. Meskipun demikian, jika setelah Raperda disetujui bersama
Gubernur tidak menetapkannya sebagai Perda, Perda tetap sah dan diundangkan
melalui lembaran daerah.
Kedudukan DPRD di daerah sebagaimana ditegaskan pada Pasal 40 UU No.32
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah

dan berkedudukan sebagai unsur

4

penyelenggaraan pemerintah daerah. Selain itu, pada Pasal 41

DPRD juga

mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dengan demikian
hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD adalah hubungan kemitraan atau
sederajat saling mengntrol satu sama lain.
Hal lain, yang sangat prinsipil terdapat dalam UU No.32 Tahun 2004, tentang
Pemrintah Daerah

menyangkut pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara

langsung. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung dinilai lebih bersifat
demokratis karena sesuai amanat konstitusi. Selain itu, sistem pemilihan kepala
daerah langsung ini memberikan kesempatan luas kepada rakyat untuk memilih
sendiri kepala daerah dan wakilnya secara demokratis yaitu berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia jujur, dan adil.4
Pemilihan secara langsung yang diamanatkan oleh Undang-Undang No.32 tahun
2004, berdampak pada pola hubungan antara DPRD dan pemerintah daerah.
Sebagimana ditegaskan pada Pasal 19 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 diuraikan di
atas, bahwa paraktik penyelenggraan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah sebagi unsur penyelenggran pemerinatahan
daerah.
Dengan demikian posisi antara Pemerintah Daerah dan DPRD semestinya sejajar,
tidak saling membawahi atau saling menjatuhkan. Berdasarkan pengertian ini,
bermakna bahwa penyelenggraan pemerintah daerah, fungsi dan peran tersebut

4

Op.Cit, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Hlm, 234.

5

tidak hanya diemban oleh kepala daerah

dan perangkat daerah saja, namun

lembaga DPRD juga terlibat dalam penyelenggraan tugas pemerintahan tersebut.5
Kepala Daerah memimpin penyelenggraan pemerintah daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala
daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada DPRD. Berdasarkan Suarat Edaran
(SE) No.120/1306/SJ tanggal 7 Juli 2005, Kepala Daerah hanya menyampaikan
informasi

yang bersifat laporan

kepada DPRD. Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban (LKPj) tentang pelaksanaan tugas-tugas dalam satu tahun
terakhir atau laporan pada masa akhir jabatan. DPRD tidak dapat menolak dan tak
harus menerima LKPj, oleh karenanya DPRD tidak dapat menjatuhkannya. DPRD
hanya boleh memberi catatan starategis yang dituangkan dalam keputusan DPRD
untuk ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah dalam melaksanakan pemerintahan ke
depan.
Berdasarkan UU tersebut di atas terjadi perimbangan kekuasaan antar Pemda dan
DPRD. Checks and Balances antara pemerintah daerah dan DPRD dalam
menjalankan

pemerintahanan

daerah

berdasarkan

fungsi,

tugas,

dan

kewenangnnnya masing-masing mestinya menjadi sistem perimbangan kekuasaan
agar tidak terjadi perbuatan sewenang-wenang (abuse of power). Apalagi
konstitusi memberikan kewenangan yang sangat besar kepada daerah berupa hak
desentralisasi dan otonomi. Oleh karenanya, checks and balances

antara

Pemerintah daerah (kepala daerah) dengan DPRD sangat diperlukan agar praktikpraktik kekuasaan yang menindaas seperti yang dialami sistem lama yang
5

Op.Cit, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, , Hlm, 6.

6

tersentralisasi, tidak

muncul dalam bentuk otoritarianisme pemerintahaan

daerah.6
Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung sebagai bagian dari NKRI dalam
penyelenggraaan pemerintahannya berdasarkan UU No.32 Tahun 2004. Pola
hubungan antara Pemerintah Daerah dan DPRD Provinsi Lampung adalah samasama unsur penyelenggra pemerintahan daerah. Pola hubungan yang demikian
memungkinkan kedua lembaga bisa “bekerjasama” dan melakukan checks and
balances.
Hal ini, berbeda ketika berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, yang menempatkan
Pemerintah Daerah berhadapan secara diameteral dengan DPRD. DPRD bukan
bagian dari Pemerintah Daerah, tetapi sebuah lembaga legislatif daerah yang
mempunyai kedudukan yang kuat karena dapat meminta, menerima, menolak
serta menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kepala daerah (impachement).
Hal itu sebagai konsekuensi dari kepala daerah dipilih oleh DPRD. Dalam hal
legislasi misalnya, DPRD sebagai badan legislatif daerah juga berfungsi
sebagaimana fungsi DPR RI. Dengan demikian, berlakuanya UU No. 22 Tahun
1999 dipandang tidak bisa menciptakan stabilitas pemerintahan daerah, karena
sewaktu-waktu pemerintah daerah karena sesuatu dan lain hal, seperti mosi tidak
percaya misalnya, bisa dijatuhkan oleh DPRD. Seperti juga dialami Pemerintahan
Daerah Provinsi Lampung sebelumnya, hubungan antara Pemerintah dan DPRD
selalui diwarnai konflik.

6

Op.Cit, Konstitusi dan konstitusionalisme di Indonesia, Hlm, 228.

7

Oleh karenanya, berlakunya UU No.32 Tahun 2004 dipandang suatu yang ideal
dalam konteks penyelenggraan pemerintahan daerah karena menempatkan DPRD
dan Pemerintah daerah dalam poisisi yang seimbang, tidak saling membawahi dan
tidak bisa menjatuhkannya. Pemerintahan Daerah cenderung stabil, hal ini karena
dalam UU tersebut diadopsinya pemilihan kepala daerah langsung. Sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 3, 4, dan UU No.32 Tahun 2004 bahwa pemberhentian
kepala daerah karena melanggar hukum misalnya, melalui proses yang panjang:
proses hukum di Mahkamah Agung dan proses politik di DPRD sendiri .
Meskipun demikian,

ada juga yang berpandangan UU No.32 Tahun 2004,

tersebut menempatkan posisi DPRD menjadi lemah, karena berada dalam satu
“kotak” yang sama: sama-sama

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

Daerah bersama Pemerintah Daerah.
Namun demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah prinsip checks
and balances

antara Pemerintah Daerah dan DPRD secara tegas dinyatakan

dalam kerangka tugas, fungsi, dan wewenang kedua lembaga : Pasal 25 dan 42
UU No.3 2 Tahun 2004.
Meskipun, UU No. 32 Tahun 2004 sebagai dasar hukum penyelenggaraan
pemerintah daerah sudah didasarkan pada prinsip check and balances termasuk di
Provinsi Lampung, tetapi apakah dalam praktiknya sudah berjalan dengan baik?
Sebagaimana yang sudah diketahui bersama pada Pemerintahan Daerah Provinsi
Lampung

yang dipimpin Sjachroerdin Z.P (2009-2014) terjadi kisruh Pilgub

Lampung. Pada transisi pemerintahan baru tersebut prosesnya tidak berjalan

8

dengan lancar hingga tertunda tiga kali, meskipun pada akhirnya Pilgub
terselenggara di Tahun 2014.
Polemik

bermula ketika Gubernur tidak mengajukan

Rancangan Anggaran

Pendapatan Belanja Darah (APBD) Perubahan 2013. Padahal,

berdasarkan Surat

Edaran Menteri Dalam Negeri yang berlaku di seluruh daerah di Indonesia
menginstruksikan bagi Kepala Daerah yang habis masa jabatannya di tahun 2014,
termasuk Lampung, maka Pilkada dipercepat dan dilaksanakan di Tahun 2013.
Namun, Gubernur menolak Pilkada dipercepat di Tahun 2013, karena alasan
APBD Tahun 2013 sudah berjalan dan mengalami defisit. Dari polemik yang
demikian lama tersebut tidak saja menaikkan suhu perpolitikan Lampung dan
menimbulkan konflik vertikal dan horizontal, tetapi juga dari sisi subtansinya
bahwa sepenjang sejarah kemerdekaan Indonesia baru pertama kali ini ada
pemerintahan daerah

menolak pilkada dengan dalih ketiadaan dana. Padahal

Pilkada

perwujudan

merupakan

sebagaimana tujuan lahirnya

kedaulatan

rakyat

(Demokrasi)

lokal,

UU tentang Pemerintahan daerah adalah dalam

rangka otonomi luas dan demokratisasi.
Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan dan latar belakang di atas, maka penulis
tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam bentuk tesis yang berjudul, “
Implementasi Checks and Balances Antara Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Provinsi Lampung .”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1.

Permasalahan Penelitian

9

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaiamanakah Penerapan Checks and Balances dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah di Indonesia?
b. Bagaimanakah Implementasi Checks and Balances antara Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Provinsi Lampung ?
2.

Ruang Lingkup Penelitian
Agar dalam penelitian tidak terjadi perluasan yang menyimpang dari judul,
maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian dari dua sisi: Pertama,
ruang lingkup subtansi penelitian dibatasi pada Hubungan antara Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua, ruang lingkup wilayah
penelitian dibatasi pada Pemerintahan Provinsi Lampung Priode 2009-2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan dalam tesis ini adalah:
a.

Menganalisis penerapan

checks and balances dalam penyelenggaraan

Pemerintah Daerah di Indonesia.
b.

Menganalisis Implementasi Checks and Balances antara Pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Provinsi Lampung

10

2.

Kegunaan Penelitian
Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberi kegunaan:
a. Secara Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembaca tesisi ini, minimal dapat memahamai bagaimana sebenarnya
penyelenggaraan
Dewan

checks and balances antara Pemerintah Daerah dan

Perwakilan

Daerah

sebagai

instrumen

penting

dalam

mewujudkan kemandirian daerah dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan secara praktis pembaca dapat mendiskripsikan
mengenai Penyelenggaraan cheks and balances antara Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Daerah yang sesungguhnya sehingga mampu
memberikan konstribusi yang positif atau solusi terhadap berlangsungnya
proses penyelengaraan pemerintahan daerah sesuai dengan semangat dan
cita-cita yang tertuang dalam Undang-Undang 1945.
D. Kerangka Teori dan Konseptual
1.

Kerangka Teori
Dalam menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini,
digunakan beberapa teori berikut ini:
a. Teori Hubungan Pusat dan Daerah

11

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah
provinsi dan provinsi dibagi atas kabupaten kota yang masing-masing
mempunyai pemerintahan daerah. Daerah provinsi disamping memilki
status sebagai daerah otonom, juga berkedudukan sebagai wilayah
adiminstrasi.
Berdasarkan Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, kewenangan daerah
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali pada
beberapa bidang kewenangan yang dikecualikan, yaitu dalam politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter daan fiskal nasioanl, dan
urusan agama.
Segala kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam
rangka desentralisasi

disertai dengan kewenangan yang diserahkan

tersebut. Kewenangan yang diserahkan kepada Gubernur dalam rangka
dekonsentrasi harus disertai pula

dengan pembiayaan sesuai dengan

kewenangan yang dilimpahkan.
Dengan demikian, pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya mengalihkan
beban dan tanggung jawab ke daerah, tetapi juga mengalihkan beragai
kewenangan dan hak-hak yang dikuasai oleh pusat kepada daerah. Bahkan,
untuk melaksanakan agenda otonomi tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakat daerah diberdayakan dengan fasilitas dan dana yang
diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kebijakan otonomi daerah
tersebut sebagaimana mestinya.7

7

Op.CIt, Konstitusu dan Konstitusionalisme Indonesai, Hlm, 223.

12

b. Teori Kewenangan
Teori ini menyatakan kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan
yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau
dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri
dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang
tertentu atau kekuasaan suatu bidang pemerintahan.8 Kewenangan
dibedakan dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak
untuk berbuat atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus
berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan
otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur
sendiri (zelfreglen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti
kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Secara vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam
suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.9
Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari perundang-undangan
diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu:10
1. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan yang
beradsal dari undang-undang
2. Delegasi adalah pemindahan/pengalihan kewenangan yang ada atau
dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat
diwahnya dengan dibarengi pemindahan tanggungjawab
3. Mandat dalam hal ini tidak ada sama sekali pengakuan kewenngan atau
pengalihan kewengan, yang ada hanya janji kerja intern antara
pengusaha dan pegawai.
c. Teori Otonomi
8

S.Prajudi Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo, Jakarta, 1994, Hlm,78
Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1994
10
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Kharisma Putra Utama, Jakarta 2006.Hlm 101.

9

13

Teori ini menyatakan bahwa hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Otonomi bukan hanya pemencaran
penyelanggaraan pemerintahan untuk efesiensi dan efektivitas saja,
melainkan otonomi adalah sebuah tatanan administrasi negara. Oleh sebab
itu, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan
organisasi negara.11
d. Teori Pembatasan Kekuasaan Negara
Teori ini menegaskan salah satu ciri negara hukum ditandai dengan
pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
Pembatasan ini dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide
dasar paham konstitusionalisme modern.

12

Hadirnya ide pembatasan

kekuasaan tidak terlepas dari pengalaman penumpukan semua cabang
kekuasaan negara dalam satu tangan orang sehingga menimbulkan
kekuasaan yang absolut. Misalnya perekembangan sejarah ketatanegaraan
Inggris, raja pernah begitu berkuasa karena menggabungkan tiga cabang
kekuasaan negara (law-giver, the executor of the law, and the judge) dalam
satu tangan. Karena itu, sejarah pembagian kekuasaan negara bermula dari
gagasan pemisahan kekuasaan ke dalam berbagai organ agar tidak terpusat
di tangan seorang monarki (raja absolut).13

11

Yuswanto, Hukum Desentraliasi Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, Hlm, 1-7.
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Sekertariat Jenderal Kapniteraan RI, Jakarta
2006, Hlm 11.
13
Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rieneka Cipta, Bandung,
2001, Hlm, 72.

12

14

Berhubungan dengan pembatasan kekuasaan ini, Mariam Budiarjo dalam
buku “Dasar-dasar Ilmu Politik” membagi kekuasaan secara vertikal dan
horizontal. Secara Vertikal, kekuasan dibagi berdasarkan tingkatan atau
hubungan antartingkatan pemerintahan. Sementara secara horizontal,
kekuasaan menurut fungsinya yaitu dengan membedakan fungsi-fungsi
pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif.14
Berdasarkan sejarah perkembangan pemikiran ketatanegaraan, gagasan
pemisahan kekuasaan secara horizontal pertama kali dikemukan oleh John
Locke dalam buku “Two Treaties of Cicil Government”. Dalam buku
tersebut John Locke membagi kekuasaan dalam sebuah negara menjadi
tiga cabang

kekuasaan yaitu, kekuasaan legislatif (legislative power),

kekuasan eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative
power). Dari ketiga cabang kekuasaan itu: legislatif adalah kekuasaan
membentuk undang-undang, eksekutif adalah melaksanakan undangundang, dan federatif adalah kekuasaan untuk melakukan hubungan
dengan negara lain.15

14

Mariam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1989, Hlm
138.
15
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam sistem
Presidensial Indonesia, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2010, Hlm, 74.

15

2.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan susunan dari berbagai konsep sebagai satu
kebulatan utuh, sehingga terbentuk wawasan untuk dijadikan landasan, acuan,
dan pedoman dalam penelitian dan penulisan.16 Konseptual merupakan
gambaran dari konsep-konsep khusus dalam bentuk istilah-istilah kunci yang
digunakan dalam penelitian atau penulisan. Adapun istilah-istilah yang
digunakan dalam penulisan tesisi ini adalah:
a.

Check and Balances
Secara etimologis, checks and balances memiliki dua suku kata, yakni
checks dan balances. Komponen pertama mengandung arti adanya hak
untuk ikut memeriksa / menilai / mengawasi / mencari informasi dan
konfirmasi terhadap suatu keadaan (the right to check); sedangkan
komponen kedua merujuk pada alat untuk keseimbangan (the means to
actively balance out imbalances). Instrumen ini dinilai sangat penting
mengingat secara alamiah manusia yang mempunyai kekuasaaan
cenderung menyalahgunakan, dan manusia yang mempunyai kekuasaan
tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya (power tends to corrupt,
absolute power corrupt absolutely).
Secara tersirat dapat ditangkap bahwa esensi pokok dari prinsip checks
and balances ini adalah menjamin adanya kebebasan dari masing-masing
cabang kekuasaan negara sekaligus menghindari terjadinya interaksi atau

16

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hal.78.

16

campur tangan dari kekuasaan yang satu terhadap kekuasaan lainnya.
Dengan kata lain, inti gagasan demokrasi konstitusional adalah
menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial politik. Namun, upaya
menciptakan keseimbangan tersebut tidak dilakukan dengan melemahkan
fungsi, mengurangi independensi, atau atau mengkooptasi kewenangan
lembaga lain yang justru akan mengganggu kinerja lembaga yang
bersangkutan.
Dengan demikian, checks and balances sesungguhnya bukanlah tujuan
dari penyelenggaraan entitas politik bernama negara (nation-state).
Konsep ini lebih merupakan elemen pemerintahan demokratis untuk
mewujudkan cita-cita besar membangun sosok pemerintahan yang
demokratis (democratic and egalitarian), bersih dan kuat (good and
strong),

serta

mendorong

perwujudan

good

society,

melalui

penyempurnaan tata hubungan kerja yang sejajar dan harmonis diantara
pilar-pilar kekuasaan dalam negara.17
b. Pemerintah Daerah
Berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 yat (2) UU No. 32 Tahun 2004,
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya

dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksudkan dalam UndangUndang dasar Republik Indonsea Tahun 1945.
17

http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/11/menyimak kembali check and balances, diunduh
pada tanggal 15 Maret 2013

17

c.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Berdasarkan pasal 40, UU No.32 Tahun 2004, adalah merupakan
lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan

pemerintah

daerah.

Selanjutnya,

DPRD

mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan (pasal 41).

juga

18

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
Dalam

percakapan

sehari-hari

penggunaan

istilah

“pemerintah”

dan

“pemeritahan”, sering dicampuradukkan. Sekan-akan keduanya mempunyai arti
yang sama, padahal keduanya mempunyai arti berbeda. Secara etimologis,
menurut Victor M.Situmorang dan Cormentyna Sitanggang1 mendifiniskan
pemerintah sebgai berikut:
“Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh melakukan
sesuatu, sehingga dapatlah dikatakan bahwa:
1.

Pemerintah adalah kekuasaan tertinggi untuk memerintah dalam suatu negara.
Pemerintah adalah

nama subyek yang berdiri sendiri, sebagai contoh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2.

Pemerintahan dilihat dari segi bahasa berasal dari kata pemerintah,
merupakan subyek yang mendapat akhiran an. Artinya pemerintah sebagai
subyek melakukan tugas/kegiatan. Sedangkan cara melakukan tugas/kegiatan
itu disebut pemrintahan. Atau dengan kata lain pemerintahan disebut juga
perbuatan memerintah. Sedangkan tambahan akhiran an dapat juga diartikan
sebagai bentuk jamak atau dapat diartikan lebih dari satu pemerintahan.
Selanjutnya dalam kepustakaaan Inggris dijumpai perkataan “government”

1

Victor M.Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan, Sinar
Grafika, Jakarta, 1995.

19

yang acapkalai diartikan baik sebagai “pemerintah” maupun “pemerintahan”.
Pengertian Pemerintahan yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mariun2:
“Istilah pemrintahan menunjuk kpada tugas pekerjaan atau fungsi. Sedangkan
istilah pemerintah menunjuk kepada badan, organ, atau alat perlengkapan
yang menjalankan fungsi atau bidang tugas pekerjaan. Dapat dikatakan kalau
pemerintahan menunjuk kepada obyek, sedangkan istilah pemerintah
menunjuk kepada subyek.
Pemerintahan Daerah memiliki tugas untuk mengurus segala urusan rumah
tangga di daerah masing-masing demi tujuan meningkatkan kualitas dan
kuantitas pembangunan daerah demi mensejahterakan masyarakat.
Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) mengamanatkan:
“Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah da n DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan perinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Tahun 1945.”
Selain itu, pada Pasal 18 ayat (5) juga mengamantkan bahwa,” pemerintahan
daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan
pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur
kewengan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

2

Mariun, Asas-Asas Ilmu Pemerintahan, UGM Press, Yogyakarta, 1969 hal.6

20

Pemerintahan Daerah memilki hubungan dengan pemerintah pusat

dan

dengan pemrintahan daerah lainnya dalam menyelenggrakan urusan
pemerintahan, yang meliputi wewenang, keuangan, pelayan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan seumber
daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan tersebut diats
menimbulkan

hubungan

administrasi

dan

kewajiban

antar

susunan

pemerintahan.
Pelaksanaan Pemerintah Daerah yang seharusnya di dalam prakteknya sesuai
dengan asas legalitas. Pemerintah Daerah harus bertindak sesuai dengan
kewenangan yang berlaku. Pemerintah daerah tidak boleh bertindak dengan
menyalahgunakan wewenang dengan melampaui wewenang atau tanpa
wewenang, sehingga dengan demikian dapat mewujudkan Negara Sejahtera
(welfare state).

B. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Sisitem
Pemerintahan Indonesia
1. Kedudukan DPRD dalam Sistem Pemerintahan Indonesia
Perubahan penting yang terjadi pada amandemen UUD 1945 antara lain
adalah digantinya paradigma pemencaran kekuasaan pemerintahan secara
horizontal, yang semula menggunakan paradigma pembagian kekuasaan
(distribution of power) menjadi paradigma kekuasaan (separation of power

21

atau division of power), mengikuti model Trias Politica-nya Montesqiue,
meskipun tidak sepenuhnya.3
Pada UUD 1945 yang asli, Presiden merupakan satu-satunya mandataris
MPR, sehingga kekuasaan bertumpuk pada satu tangan. Kalimat dalam
Penjeasan Butir IV UUD 1945 (Asli) yang berbunyi : “Dalam menjalankan
pemerintahkan Negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan
Presiden. Adanya pemusatan kekuasaan dan tanggung jawab di tangan
presiden akan mendorong presiden menjadi otoriter. Begitu juga penjelasan
bahwa “Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas”, menunjukkan sangat
luasnya kekuasaan presiden, baik sebagai kepala pemerintahan maupun
sebagai kepala Negara.
Sejarah pemerintahan telah memberikan bukti yang nyata pada masa
pemerintahan masa Soekarno maupun Soeharto, yakni mengenai luasnya
kekuasaan presiden yang kemudian pada akhirnya menunjukkan anomalyanomali yang membawa kesengsaraan bagi rakyat karena menderita
kemiskinan maupun konflik antar anak bangsa. Sebagai satu-satunya
mandataris MPR, presiden melakukan intervensi kekuasaan pada cabangcabang pemerintahan lainnya seperti cabang legislatif (DPR), yudikatif
(Mahkamah Agung) maupun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Intervensi
tersebut diperkuat oleh pasal-pasal di dalam UUD 1945 yang asli.
Pada pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (Asli) dikemukakan bahwa : “Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR”.

3

Op.Cit, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Hlm 60.

22

Padahal kekuasaan membentuk undang-undang adalah kekuasaan legislatif
yang seharusnya menjadi kekuasaan DPR. Sejarah pemerintahan kemudian
membrikan bukti bahwa pada masa itu hamper semua undang-undang datang
dari pihak pemerintah. DPR sebagai penyelenggara fungsi legislasi hanya
lebih banyak berposisi sebagai pembahas terhadap rancangan undang-undang
yang datang dari Pemerintah. Terlebih pada waktu itu ada hegemoni satu
partai (yakni Golkar) sehingga sebagian besar anggota DPR tidak berani
bersuara vokal, khawatir direcall oleh partainya.
Dikaitkan dengan sistem pemerintahan, perubahan paradigma pemerintahan
dari paradigma pembagian kekuasaan ke paradigma pemisahan kekuasaan
menimbulkan berbagai konsekuensi logis. Pertama, yakni penguatan peran
DPR sebagai lembaga legislatif. Hal ini terlihat pada Pasal 20 ayat (1) UUD
1945 (Amandemen) yang berbunyi : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk undang-undang”. Implementasinya kemudian dapat
dilihat dari banyaknya inisiatif DPR dalam pembuatan undang-undang.
Rencana kerja DPR dalam pembuatan undang-undang tertuangdalam
Program Legislasi Peraturan Perundang-undangan yang berasal dari inisiatif
DPR, rakyat diberi kebebasan yang luas untuk berpatisipasi dalam
pelaksanaan kebijakan publik, tetapi tidak pernah terlibat dalam perumusan
maupun evaluasi kebijakan publik.
2. Kedudukan DPRD Dalam Sistem Pemerintah Daerah
Dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa NKRI adalah Negara yang
berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip

23

kerakyatan

yang

dipimpin

permusyawaratan/perwakilan.

oleh
Untuk

hikmat
mewujudkan

kebijaksanaan
hal

tersebut

dalam
maka

dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga perwakilan
rakyat daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi; menjamin
keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya;
serta mengembangkan mekanisme check and balances antara DPRD dan
Pemerintah Daerah; serta meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja
anggota DPRD demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan rakyat,
dilakukan pemilihan wakil rakyat melalui proses pemilihan umum yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap
lima tahun sekali.
3. DPRD Sebagai Salah Satu Unsur Penyelenggara Pemerintahan
Daerah
Sebagian besar undang-undang mengenai pemerintahan daerah di Indonesia
seperti UU Nomor 1 Tahun 1957, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5
Tahun 1974 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 menempatkan DPRD sebagai
salah satu komponen penyelenggara pemerintahan daerah. Penempatan
kedudukan DPRD seperti itu berangkat dari pemikiran bahwa apa yang
diselenggarakan di daerah dalam rangka otonomi merupakan derivasi atau
turunan urusan pemerintahan bidang eksekutif yang dipancarkan oleh

24

presiden. Dengan demikian, apa yang dikerjakan oleh pemerintah daerah dan
DPRD merupakan ranah eksekutif. Cabang-cabang pemerintahan lainnya
seperti legislatif dan yudikatif tidak pernah memancarkan kekuasaannya
untuk didesentralisasikan kepada otonomi daerah.
Kerancuan kedudukan DPRD dalam sistem pemerintahan daerah dan sistem
pemerintahan negara timbul karena tiga hal. Pertama, nama yang digunakan
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD sehingga berkonotasi
seperti DPR-nya daerah otonom, sehingga pengaturannya disamakan dengan
DPR. Hal tersebut terlihat dari pengaturan mengenai susunan, kedudukan,
tugas dan wewenang DPRD selalu menjadi satu dalam undang-undang yang
mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas dan wewenang DRP. Kedua,
proses pengisian anggota DPRD yang dilakukan melalui pemilihan umum
bersama-sama dengan pemilihan anggota DPR, sehingga para anggota DPRD
merasa seperti anggota DPR di tingkat daerah.
Hal tersebut secara tegas diatur pada Pasal 23E ayat (2) UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa : Pemilihan Umum adalah pemilihan untuk memilih
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Ketiga, fungsi-fungsi
yang dijalankan DPRD sama dengan fungsi-fungsi yang dijalankan DPR
hanya berbeda cakupannya saja, sehingga memperkuat anggapan bahwa
DPRD adalah DPR-nya daerah otonom.
Produk yang dihasilkan DPRD bersama-sama Kepala Daerah bukanlah
undang-undang (law), melainkan peraturan daerah (local regulation).

25

Peraturan daerah tersebut apabila bertentangan dengan perundang-undangan
yag lebih tinggi tingkatannya atau bertentangan dengan kepentingan umum
dibatalkan oleh Presiden, bukan oleh Mahkamah Agung. Hal ini semakin
mempertegas bahwa

apa yang dikerjakan oleh Pemerintahan Daerah

merupakan derivasi dari kekuasaan eksekutif di tingkat nasional.

4. DPRD Sebagai Badan Legislatif Daerah
Berdasarkan Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004, 4Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan

sebagai

unsur

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah.

Selnjutnya pada Pasal 41 disebutkan lembaga ini juga mempunyai fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan.
1. Fungsi Legislasi
Secara umum yang dimaksudkan dengan fungsi legislasi adalah fungsi
untuk membuat peraturan daerah. Hal ini ditegaskan pada Pasal 42, UU
No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa :
a. DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk peraturan daerah
yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan
bersama.
b. DPRD membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang
APBD bersama dengan Kepala Daerah.

4

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
Laksana, Yogyakarta, 2012.

26

Melalui fungsi legislasi ini sesungguhnya menempatkan DPRD pada posisi yang
sangat strategis dan terhormat, karena DPRD ikut menentukan keberlangsungan
dan masa depan daerah. Hal ini juga harus dimaknai sebagai amanah untuk
memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.5
Fungsi legislasi adalah suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan
para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana
pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Oleh karena itu fungsi ini dapat
mempengaruhi karakter dan profil daerah melalui peraturan daerah sebagai
produknya. Disamping itu, sebagai

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran I Medan Di Lingkungan XII Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat

5 51 139

Efektivitas Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusaan PT.Riau Andalan Pulp And Paper Di Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak

4 101 177

Analisis Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Di Lingkungan Perusahaan (Studi Pada PT. Inalum Asahan)

20 335 133

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PTPN VII PERSERO) DALAM PERSFEKTIF ETIKA BISNIS PERUSAHAAN

0 9 19

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PTPN VII PERSERO) DALAM PERSFEKTIF ETIKA BISNIS PERUSAHAAN

0 21 86

PELAKSANAAN CSR DALAM BENTUK PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI WUJUD TANGGUNG JAWAB EKSTERNAL PERUSAHAAN DI PTPN VII (PERSERO)

0 17 94

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN BUMN PTPN VII (PERSERO) DI BANDAR LAMPUNG

0 12 65

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN BUMN PTPN VII (PERSERO) DI BANDAR LAMPUNG

1 7 75

IMPLEMENTASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN SEBAGAI WUJUD TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN KEPADA STAKEHOLDERS DI PERUSAHAAN PERTAMINA UPMS V SURABAYA.

0 2 122

IMPLEMENTASI DAN PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN SEBAGAI WUJUD TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN KEPADA STAKEHOLDERS DI PERUSAHAAN PERTAMINA UPMS V SURABAYA

0 0 20