Analisis Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Di Lingkungan Perusahaan (Studi Pada PT. Inalum Asahan)

(1)

ANALISIS HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL

PERUSAHAAN (

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

)

TERHADAP MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN

(STUDI PADA PT. INALUM ASAHAN)

TESIS

OLEH

PUTRA HALOMOAN HASIBUAN

107005078/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ANALISIS HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL

PERUSAHAAN (

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

)

TERHADAP MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN

(STUDI PADA PT. INALUM ASAHAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

PUTRA HALOMOAN HASIBUAN 107005078/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

TERHADAP MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN (STUDI PADA PT. INALUM ASAHAN)

Nama Mahasiswa : Putra Halomoan Hasibuan Nomor Pokok : 107005078/HK

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Ketua

)

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu kewajiban hukum perusahaan untuk mengeluarkan dana sosial dilingkungan perusahaan. Pemikiran yang mendasari CSR yang dianggap suatu etika bisnis bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. sebab Perusahaan menyadari bahwa kelancaran pembangunan dan keberhasilan operasi tidak dapat dipisahkan dari semua pemangku amanah.

Rapat Paripurna DPR RI ke 32 tentang Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas, selanjutnya diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai penjabaran dari Pasal 74 UUPT, sehingga pelaksanaan CSR merupakan kewajiban hukum setiap perseroan terbatas di Indonesia, kemudian pemerintah menyandingkan dengan PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, Kebijakan pemerintah Indonesia ini yang menyebabkan CSR diatur dalam Perundang-Undang Indonesia.

PT. INALUM dalam melakukan program-program CSR dengan menganggarkan dana pertahunnya sebanyak 5 % dari keuntungan perusahaan, yang meliputi berbagai bidang seperti pendidikan, pemberdayaan masyarakat, keagamaan, olahraga dan kebudayaan serta lingkungan. Untuk merealisasikan program-program CSR tersebut perusahaan memberi kewenangan kepada salah satu departemen yang berada dibawah divisi hubungan masyarakat dan CSR yakni public relation yang berada di Inalum Smelting Plant (ISP). Adapun teknis pelaksanaan program-program CSR membuat pembagian wilayah berdasarkan jarak kedekatan kegiatan perusahaan dengan wilayah disekitarnya, dalam hal ini dibagi dalam dua kategori, yakni daerah dan pemerintah.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh perusahaan PT. INALUM dalam melakukan CSR yakni ada 2, yakni hambatan dari internal maupun eksternal perusahaan hambatan internal yang sering dijumpai seorang pemimpin yang tidak peka terhadap lingkungan perusahaan serta tidak memperdulikan aktivitas sosial, sistem, manajemen, budaya perusahaan, kurangnya arahan dari produk hukum yang menunjang pelaksanaan CSR serta lemahnya penegakan hukum dalam pelaksanaan CSR. Hambatan eksternal yakni respon dari masyarakat atas kurang pedulinya dalam melakukan penjagaan dan pengawasan serta pandangan negatif dari sebagian masyarakat akan pelaksanaan CSR tersebut.


(5)

ABSTRACT

Corporate social responsibility is a legal obligation for companies to spend the social environment of the company. The underlying thought that CSR is considered a business ethics that companies not only have economic obligations but also the obligations of the parties concerned (stakeholders), because the company can not live, operate and profit from the others. Law as the norms of life in society is one of the instruments creating a better business activity. The business (company) and the community should create a harmonious relationship. In addition the company as a legal subject should also be a social creature who pay attention social environment so that the company was not perceived as something strange in the neigh borhood. PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) is one of the companies operating in the district of coal, which stands 1976, has operated for three decades, so if it is socially appropriate PT INALUM, considering to participate to improve the social and economic welfare of the community about the company , because the company recognizes that the smooth development and successful operation can not be separated from all stakeholders.

Plenary Session of the House of Representatives to 32 of the draft Law Company Limited, later reinforced by the decision of the Constitutional Court Number 53/PUU-VI/2008 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, as the elaboration of Article 74 of Company Law, so that the implementation of CSR the legal obligations of each limited liability company in Indonesia, then the government reconcile with the Government Regulation Number 47 Year 2012 About Social and Environmental Responsibility Company Limited, the Indonesian government policy is the cause of CSR is set in Indonesia Regulations Act.

PT. INALUM in conducting CSR programs with funds budgeted annually by 5% of corporate profits, which covers areas such as education, community, religious, sports and culture and the environment. To realize the CSR program authorizes the company to one of the divisions under the department of public relations and public relations that CSR is Inalum Smelting Plant (ISP). As for the technical implementation of CSR programs to make the division of territory based on proximity to the area surrounding the company's activities, in this case is divided into two categories, namely local and government.

Barriers experienced by the company PT. INALUM in conducting CSR that there are two, namely the resistance of the internal and external corporate internal barriers that often found a leader who is sensitive to the environment and ignore the company's social activities, systems, management, corporate culture, lack of direction from the laws that support the implementation of CSR as well as weak law enforcement in the implementation of CSR. External barriers to the response of the community cares about the conduct and supervision and maintenance of the negative view some people will be the implementation of the CSR.


(6)

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Ya Allah .... Ya Tuhanku

Sesungguhnya hambaMu ini memohon karinia Mudan sertakanlah iman yang sempurna Bagiku, rezki dan kesehatan lapangkanlah Hati ini,

berilah kemulian bagiku,

dan jadikan lidah ini selalu memuji asmamu, rezki yang halal, dan taubat sebelum mati,

dan rahmat sesudah mati dan tempatkanlah diriKu kesurgaMu dan selamatkan diriKu dari nerakaMu.

Dengan belasmu

Ya....Allah Yang maha Pengampun dan Maha pemurah Ya... Allah

Tambahkanlah ilmu kepadaku, dan masukkanlah aku kedalam golongan orang –orang yang baik seiring helaan nafas dan dtik-detik waktu yang berlalu.

Ya... Allah

Ampunkanlah segala dosanya, dan berilah rezki dan kesehatan serta ketabahan dalam mengarungi kehidupan ini,

berilah kesejahteraan bagi mereka, bahagiakan selalu hatinya,

dan berilah kedamaian teristimewa kepada Orang tuaku yang tercinta

*Himpun Hasibuan, S.P* *Sahrina Siregar*

Orang tuaku yang selalu mendo’akanKu, berilah segalanya buat mereka Serta saudara-Saudaraku yang berjuang membenahi keluarganya,

dan adik-adikku yang berjuang mencari ilmu untuk bekal mereka, berilah keringanan serta keberkahan dalam langkah mereka,

dan jauhilah dari segala mara bahaya yang menimpanya, jadikan mereka anak yang sholeh dan sholeha,

dan jadikan mereka generasi yang berguna bagi agama bangsa dan negara. Dan orang-orang yang berjasa bagiku, dosen,

teman dan semua orang yang turut membantuku,

berikanlah karunia serta HidayahMu sehingga mereka mencapai kebahagian dunia dan akhirat

Ya Allah perkenankan lah segala sesuatu yang telah saya inginkan dan jauhilah saya dari sifat yang takabbur dan yang mensekutukanmu, dan berilah dalam

langkahku kedamaian serta kemulian, dan jadikan diriku anak yang sholeh, dah berilah segalanya buatku, serta lancarkanlah segala urusanku


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dalam kesempatan yang berbahagia ini, serta suasana hati yang gembira, penulis ucapkan puji syukur yang sedalam-dalamnya kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya, serta atas kekuatan dan ketabahan yang sudah diberikannya selama penulis mengerjakan dan menyelesaikan tesis ini dari awal sampai akhir.

Dengan keseriusan dan kekuatan yang diberikan sehingga tesis yang berjudul

ANALISIS HUKUM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

(CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) TERHADAP MASYARAKAT DI

LINGKUNGAN PERUSAHAAN (STUDI PADA PT. INALUM, ASAHAN).

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Solawat beriringkan salam kita handiahkan ke Ruh Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan hingga kealam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.

Penulis menyadari bahwa tesisi ini banyak kekurangannya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca dalam upaya menambah khasanah pengetahuan dan bobot demi kesempurnaan tesis ini.

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H,M.Sc (CTM),Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof.Dr.Runtung,SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan banyak arahan, motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(8)

4. Dr.Mahmul Siregar,SH,M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan banyak arahan, motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Prof.Dr.Bismar Nasution,SH,MH, selaku ketua komisi pembimbing penulis yang telah memberikan banyak arahan, motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Hasim Purba,SH,M.Hum, selaku komisi penguji penulis yang telah memberikan banyak arahan,saran, motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. Jelly Leviza,SH,M.Hum, selaku komisi penguji penulis yang telah memberikan banyak arahan,saran, motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Ayah dan Ibundaku tercinta Himpun Hasibuan S.P dan Sahrina Siregar yang telah memberiak motivasi, dan selalu mendo’akan penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

9. Saudaraku abang dan adik-adikku, Restu Pinayungan, Nova Hisana, Zulfi Addoha, Rahyana, M. Togar, Sahban, Aman Saleh, dan Jerni Rodiah, yang selalu mendo’akan serta memberi motivasi bagi penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

10. Kepada rekan-rekan angkatan 2010 di kelas reguler B, dan rekan-rekan di kelas Hukum Bisnissemoga kekompakan diantara kita tidak pernah terputus.

11. Kepada seluruh Dosen dan Staff Administrasi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Seluruh kawan-kawan saya seperjuangan di Himpunan Mahasiswa Islam, baik di HMI Komisariat FH USU, HMI Cabang Medan dan Badko Sumatera Utara. Terlebih kepada Hazrul Aswat Siregar sebagai ketua tim pemenangan saya sewaktu kandidat ketua umum HMI Cabang Medan.

13. Ibu kost dan Seluruh kawan Kost yang telah memberi motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

Akhirnya semua jasa dan budi baik yang penulis terima dari orang yang berjasa, semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Dan semoga semua ilmu yang penulis peroleh dapat diaplikasikan serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan mengabdi pada agama, bangsa dan negara.

Amin Ya Robbal Alamiiiin...

Medan, 19 September 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….…. i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI ………. iv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Permasalahan……….………... 8

C. Tujuan Penelitian……….. 9

D. Manfaat Penelitian……… 9

E. keaslian Penelitian………. 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……… 13

G. Metode penelitian………. 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian ……… 23

2. Sumber Data……… 25

3. Teknik Pengumpulan Data……….. 26

4. Analisis Data……… 27

BAB II ALASAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DICANTUMKAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA……….. 28

A. Latar Belakang CSR……….………. 28


(11)

2. Risalah Rapat Paripurna DPR-RI ke 32 tentang Rancangan

Undang-Undang Perseroan Terbatas ……… 34

3. Putusan Mahkamah Konstitusi RI tentang CSR………. 44

B. Pergeseran Paradigma Tanggung Jawab Perusahaan…………..…. 46

C. Pengaturan CSR Dalam Peraturan perundang-undangan…………. 51

BAB III PENERAPAN CSR PT INALUM DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN ………. 70

A. Gambaran PT INALUM………..……. 70

B. Pedoman Implementasi CSR pada PT INALUM……… 74

C. Pelaksanaan CSR PT INALUM di Lingkungan Perusahaan…….. 85

1. Pelaksanaan secara Internal……… 91

2. Pelaksanaan Secara Eksternal……… 97

D. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan CSR PT INALUM………… 104

E. Manfaat Pelaksanaan Bentuk CSR Oleh PT INALUM…………. 105

BAB IV HAMBATAN PT INALUM DALAM MENERAPKAN CSR DI LINGKUNGAN PERUSAHAAN ………. 110

A.Kendala dan Hambatan Dalam Penerapan CSR……….. 110

B. Hambatan Pelaksanaan CSR Pada PT INALUM…...………….. 116

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 122

A. Kesimpulan………... 122

B. Saran……….. . 124


(12)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu kewajiban hukum perusahaan untuk mengeluarkan dana sosial dilingkungan perusahaan. Pemikiran yang mendasari CSR yang dianggap suatu etika bisnis bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. sebab Perusahaan menyadari bahwa kelancaran pembangunan dan keberhasilan operasi tidak dapat dipisahkan dari semua pemangku amanah.

Rapat Paripurna DPR RI ke 32 tentang Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas, selanjutnya diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagai penjabaran dari Pasal 74 UUPT, sehingga pelaksanaan CSR merupakan kewajiban hukum setiap perseroan terbatas di Indonesia, kemudian pemerintah menyandingkan dengan PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, Kebijakan pemerintah Indonesia ini yang menyebabkan CSR diatur dalam Perundang-Undang Indonesia.

PT. INALUM dalam melakukan program-program CSR dengan menganggarkan dana pertahunnya sebanyak 5 % dari keuntungan perusahaan, yang meliputi berbagai bidang seperti pendidikan, pemberdayaan masyarakat, keagamaan, olahraga dan kebudayaan serta lingkungan. Untuk merealisasikan program-program CSR tersebut perusahaan memberi kewenangan kepada salah satu departemen yang berada dibawah divisi hubungan masyarakat dan CSR yakni public relation yang berada di Inalum Smelting Plant (ISP). Adapun teknis pelaksanaan program-program CSR membuat pembagian wilayah berdasarkan jarak kedekatan kegiatan perusahaan dengan wilayah disekitarnya, dalam hal ini dibagi dalam dua kategori, yakni daerah dan pemerintah.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh perusahaan PT. INALUM dalam melakukan CSR yakni ada 2, yakni hambatan dari internal maupun eksternal perusahaan hambatan internal yang sering dijumpai seorang pemimpin yang tidak peka terhadap lingkungan perusahaan serta tidak memperdulikan aktivitas sosial, sistem, manajemen, budaya perusahaan, kurangnya arahan dari produk hukum yang menunjang pelaksanaan CSR serta lemahnya penegakan hukum dalam pelaksanaan CSR. Hambatan eksternal yakni respon dari masyarakat atas kurang pedulinya dalam melakukan penjagaan dan pengawasan serta pandangan negatif dari sebagian masyarakat akan pelaksanaan CSR tersebut.


(13)

ABSTRACT

Corporate social responsibility is a legal obligation for companies to spend the social environment of the company. The underlying thought that CSR is considered a business ethics that companies not only have economic obligations but also the obligations of the parties concerned (stakeholders), because the company can not live, operate and profit from the others. Law as the norms of life in society is one of the instruments creating a better business activity. The business (company) and the community should create a harmonious relationship. In addition the company as a legal subject should also be a social creature who pay attention social environment so that the company was not perceived as something strange in the neigh borhood. PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) is one of the companies operating in the district of coal, which stands 1976, has operated for three decades, so if it is socially appropriate PT INALUM, considering to participate to improve the social and economic welfare of the community about the company , because the company recognizes that the smooth development and successful operation can not be separated from all stakeholders.

Plenary Session of the House of Representatives to 32 of the draft Law Company Limited, later reinforced by the decision of the Constitutional Court Number 53/PUU-VI/2008 of Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, as the elaboration of Article 74 of Company Law, so that the implementation of CSR the legal obligations of each limited liability company in Indonesia, then the government reconcile with the Government Regulation Number 47 Year 2012 About Social and Environmental Responsibility Company Limited, the Indonesian government policy is the cause of CSR is set in Indonesia Regulations Act.

PT. INALUM in conducting CSR programs with funds budgeted annually by 5% of corporate profits, which covers areas such as education, community, religious, sports and culture and the environment. To realize the CSR program authorizes the company to one of the divisions under the department of public relations and public relations that CSR is Inalum Smelting Plant (ISP). As for the technical implementation of CSR programs to make the division of territory based on proximity to the area surrounding the company's activities, in this case is divided into two categories, namely local and government.

Barriers experienced by the company PT. INALUM in conducting CSR that there are two, namely the resistance of the internal and external corporate internal barriers that often found a leader who is sensitive to the environment and ignore the company's social activities, systems, management, corporate culture, lack of direction from the laws that support the implementation of CSR as well as weak law enforcement in the implementation of CSR. External barriers to the response of the community cares about the conduct and supervision and maintenance of the negative view some people will be the implementation of the CSR.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat merupakan salah satu sumber utama faktor produksi terpenting bagi kegiatan dan eksistensi perusahaan. Tanpa masyarakat, maka perusahaan tidak akan pernah eksis dan mampu berkembang. Oleh sebab itu, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap keberadaan masyarakat di lingkungan perusahaannya. Kesetaraan sosial dan ekonomi seluruh masyarakat akan berpengaruh sangat positif terhadap seluruh kegiatan perusahaan serta eksistensi perusahaan, sebab masyarakat merupakan penyedia tenaga kerja sekaligus sebagai pasar dari seluruh hasil produksi perusahaan. Masyarakat yang sejahtera dan memiliki kesetaraan sosial ekonomi akan mampu menyediakan tenaga kerja yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi. Pada saat yang sama kesejahteraan sosial ekonomi akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang dipasarkan perusahaan.1

Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan

1

Heka Hertanto, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Ekonomi Rakyat, http://www.arthagrahapeduli.org/, terakhir kali diakses tanggal 26 Januari 2012.


(15)

perusahaan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, dapat memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi bidang sosial, ekonomi dan lingkungan.2 Selanjutnya Nurcholis Madjid juga menyimpulkan etika subjektif seseorang akan terefleksikan dalam aktivitas bisnisnya. Dengan kata lain, etika bisnis seseorang merupakan perpanjangan sikap-sikap tingkah lakunya atau tindakan-tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu.3

Banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang melakukan CSR antara lain dapat mempertahankan dan menaikkan reputasi dan brand image perusahaan sehingga muncul citra yang positif dari masyakarat. Upaya CSR mampu meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya ini yang sering disebut

corporate social perfomance (kinerja sosial perusahaan). Perusahaan tidak hanya mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Perusahaan menyadari masih ada hal yang perlu diperhatikan daripada memperoleh laba sebesar mungkin yakni mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di sekitar pabrik dan dengan masyarakat umum.4

Pada mulanya, tingkat kepedulian sosial perusahaan-perusahaan di Indonesia masih memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya: Pertama, kesadaran para pelaku bisnis di Indonesia dalam menerapkan CSR relatif baru, yaitu awal 1990. Setelah mereka menyadari bahwa memperhatikan lingkungan

2

Manuel G. Velasquez, Business Ethics: Concepts and Cares (Fifth Edition), (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2002), hal. 13.

3

Erni R. Ernawan, Business Ethics: Etika Bisnis, (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), hal. 12.

4

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 301.


(16)

sosial dan masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak dalam bisnis, dan oleh karena itu harus diintegrasikan dalam manajemen. Sementara di Barat, konsep mengenai tanggungjawab sosial bisnis sudah relatif lama. Peter Drucker, misalnya, awal tahun 1970-an sudah mengintrodusir wacana keterlibatan dunia bisnis dalam permasalahan-permasalahan sosial seperti kemiskinan, wabah, bencana alam, dan sebagainya. Kedua, masih banyak anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat “cost-centre” alias buang-buang biaya; bukannya dipahami sebagai “investment center.” Padahal, perhatian perusahaan terhadap lingkungan sosialnya mestinya harus dipahami sebagai investasi jangka panjang. 5

Banyak contoh perusahaan-perusahaan yang justru harus rugi atau keluar biaya lebih banyak lagi, karena demo masyarakat, karyawan mogok, dan sebagainya yang mengakibatkan proses produksi terhenti, akibat mereka abai terhadap aspek sosial ini. Ketiga, ini masih berhubungan dengan dengan faktor kedua, situasi ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Indonesia, misalnya karena banyaknya pungli, korupsi, dan sejenisnya; menyebabkan perusahaan tidak mau lagi dipusingkan dengan persoalan “biaya” tambahan untuk merespon berbagai persoalan sosial di sekitar usahanya. Keempat, tidak ada insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha yang terbukti mempunyai praktik CSR yang baik. Padahal, insentif misalnya berupa pengurangan pajak (tax deduction) bagi perusahaan yang memberikan donasi sosial, diyakini banyak pihak akan mendorong semakin masifnya praktik CSR di

5

“CSR Untungkan Perusahaan”, http://corpsocialresp.blogspot.com/. Diakses tanggal 26 Januari 2011.


(17)

Indonesia.6 Adanya anggapan para pelaku bisnis di Indonesia bahwa tanggung jawab sosial dipandang sebagai aktivitas yang bersifat buang-buang biaya. Padahal program CSR justru memberikan banyak keuntungan pada perusahaan.7

Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, dimana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.

8

Selain itu perusahaan sebagai subjek hukum seyogyanya juga menjadi mahluk sosial yang pemperhatikan lingkungan sosialnya sehingga perusahaan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang asing di lingkungannya. Hal ini sangat penting, terutama jika kita berbicara tentang perusahaan raksasa yang terkadang merupakan “negara dalam negara” karena besarnya. Banyak perusahaan raksasa yang justru berprilaku sebagai penguasa daerah dan mendikte pemerintah daerah. Satu dan lain hal karena pemerintahan daerah sangat bergantung pada perusahaan raksasa tersebut,

6

Ibid

7

Fajar Nursahid, “Tanggungjawab Sosial BUMN” www.masyarakatmandiri.org. Diakses tanggal 26 Jauari 2012.

8

I Nyoman Tjager, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia), (Jakarta: PT. Prehalindo, 2002), hal. 142.


(18)

baik itu pajak, retribusi, lapangan kerja, realisasi maupun pembangunan masyarakat

(Community Development).9

Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai CSR diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 74 ayat (1) disebutkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tangung jawab sosial dan lingkungannya. Ayat (2) berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat (3) menyatakan perseroan yang tidak melaksanaan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa CSR, sangat dipandang perlu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari korporasi.

Perseroan Terbatas (PT) sebagai korporasi yang melakukan kegiatan bisnis dan berorientasi pada profit wajib dalam mengimplementasikan CSR berdasarkan UUPT. Jenis PT yang diwajibkan untuk melaksanaakan CSR ini dibatasi oleh jenis kegiatan bisnis PT itu sendiri yaitu PT yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.10

9

Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, diakses pada tanggal 26 Januari 2012.

10


(19)

Di Indonesia sendiri, perusahaan yang melakukan CSR masih sangat sedikit dan pemahaman mengenai CSR pun masih belum merata. Mewujudkan CSR memang tidak semudah dalam ucapan. Di Indonesia, konsep ini masih dianggap sebagai hal yang ideal. Hal ini diperkuat oleh penelitian Chambers dan kawan-kawan terhadap pelaksanaan CSR di tujuh Negara Asia, yakni India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.11

Namun demikian, berbagai perusahaan di Indonesia berupaya untuk bisa menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) adalah salah satu perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Batu Bara dan memiliki berkontribusi dalam meningkatkan kualitas masyarakat di lingkungan perusahaannya melalui penerapan Corporate Social Responsibility.

Dari masing-masing negara diambil 50 perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002, lalu dikaji implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah penetrasi pelaksanaan CSR dan derajat keterlibatan komunitasnya.

Sebagai satu-satunya pabrik peleburan aluminium di Indonesia yang telah dioperasikan selama 3 dekade ini, tepat sekali jika secara sosial PT INALUM yang telah berdiri sejak tahun 1976, mempertimbangkan untuk berperan serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat sekitar Perusahaan, sebab Perusahaan menyadari bahwa kelancaran pembangunan dan keberhasilan operasi tidak dapat dipisahkan dari semua pemangku amanah. Keberhasilan

11

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik: Fascho Publishing, 2007), hal. 72.


(20)

Perusahaan dan kemandirian masyarakat sekitar diharapkan dapat tercipta dan tumbuh bersama-sama. Di samping itu, kesejahteraan sosial dan perkembangan ekonomi regional merupakan fasilitas bagi Perusahaan untuk mencapai misi, visi dan nilai-nilainya. Oleh karena itu, sejak awal berdiri, kebijakan tanggung jawab sosial kepada pemangku amanah masih mendapat perhatian dan dukungan dari Perusahaan.

Sebagai salah satu perusahaan terbesar di Sumatera Utara bahkan di Indonesia yang telah berorientasi internasional, PT INALUM merupakan penyumbang dana pajak yang besar kepada pemerintah. Selain kepada masyarakat setiap tahun PT INALUM juga berkontribusi dalam pemberian dana lingkungan hidup kepada pemerintah Indonesia. Tentu saja nilai tersebut belum sebanding dengan namanya yang go international. Tak hanya itu, PT INALUM juga berjasa besar terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar perusahaan. Setiap bulan PT INALUM banyak melaksanakan kegiatan CSR yang dimotori departemen Public Relations-nya yang sudah sejak tahun 1976, seperti merekrut masyarakat sekitar menjadi karyawan PT INALUM. Selain itu, PT INALUM sendiri sudah beberapa kali menerima sertifikasi dan penghargaan dari dalam dan luar negeri seperti QMS-ISO 9002 pada tahun 1994 dari UKAS (United Kingdom Accredittation Service), QMS-ISO 9002 pada tahun 1996 tentang Environmental Management System dari SGS International, SMK3 (Bendera Emas) tahun 2003 dari Depnakertrans RI dan lain sebagainya.12

12

Miranda Agustien, Program Corporate Social Responsibility dan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Korelasional Peranan Program Corporate Social Responsibility Bidang Pemberdayaan Masyarakat PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka), Skripsi, Fak. ISIP USU, 2010, hal. 5.


(21)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmanakah aspek hukum tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) terhadap masyarakat di lingkungan perusahaan, khususnya di PT. INALUM, Asahan, Sumatera Utara).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa konsep Coraporate Social Responsibility dicantumkan dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia?

2. Bagaimanakah PT. INALUM menerapkan Coraporate Social Responsibility

di lingkungan perusahaan?

3. Apa hambatan yang dialami PT. INALUM dalam menerapkan Coraporate Social Responsibility di lingkungan perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menerapkan konsep Coraporate Social Responsibility

diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

2. Untuk mengetahui konsep, kebijakan dan pelaksanaan Corporate Social Responsibility di lingkungan perusahaan yang dilakukan PT. INALUM

3. Untuk mengetahui hambatan yang dialami PT. INALUM dalam menerapkan


(22)

D. Manfaat Penelitian

1. Teoretis

Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta informasi dan pemahaman yang lebih mendalam dalam pelaksanaan CSR sehingga dapat dijadikan masukan bagi pelaku bisnis dan pemerintah dalam pelaksanaan CSR serta dalam pembuatan regulasi yang lebih spesifik sehingga memberikan kemudahan dalam pelaksanaan CSR.

2. Praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan. b. Sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha,

pemegang saham, dan komisaris) bahkan investor untuk memahami pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan serta melaksanakannya sebagai kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. Sebagai informasi dan rujukan bagi LSM, masyarakat umum dan

stakeholders lainnya sehingga mampu bersikap sebagai informan, promotor sekaligus pengontrol perkembangan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia.


(23)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat di Lingkungan Perusahaan (Studi pada PT. INALUM, Asahan) belum pernah dilakukan. Namun penelitian yang membahas tentang Corporate Social Responsibility sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, namun permasalahan dan pembahasan penelitian-penelitian tersebut jelas berbeda dengan permasalahan dan pembahasan dalam penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Adapun penelitian-penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Edi Syahputra/ 067005088 dengan judul Implementasi Corporate Social

Responsibility (CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun). Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN?

b. Bagaimanakah implementasi Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?

c. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility

terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir


(24)

2. Siti Zaleha/ 067003039 yang berjudul Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. INALUM Divisi PLTA. Siguragura terhadap Pengembangan Sosio Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah:

a. Bagaimana format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan oleh PT. Inalum (Divisi PLTA)?

b. Bagaimana CSR berperan terhadap peningkatan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kecamatan Pintu Pohan Meranti?

c. Bagaimana korelasi CSR terhadap perkembangan pasar lokal di Kecamatan Pintupohan Meranti?

3. Ika Safithri/ 067005033 yang berjudul Analisis Hukum terhadap Pengaturan

Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan?

b. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility

(CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? c. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU


(25)

4. Miranda Agustein/ 060904089 yang berjudul Program Corporate Social Responsibility dan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Korelasional Peranan Program Corporate Social Responsibility Bidang Pemberdayaan Masyarakat PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka). Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility oleh PT. INALUM bidang kesejahteraan masyarakat?

b. Bagaimana implementasi Corporate Social Responsibility dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat oleh PT. INALUM ?

c. Bagaimana korelasional peranan Corporate Social Responsibility PT. INALUM bidang kesejahteraan masyarakat di Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.13

13


(26)

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,14 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.15 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.16

Kerangka teori tesis ini mengunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos= tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.17

Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatestnumber). Artinya, bahwa hal ini benar didefinisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism (dari kata utilis berarti manfaat) sering

15

M. Hisyam & J.J.J.M Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

15

Ibid, hal. 16.

16

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

17

K. Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 67.


(27)

disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berpotensi pada hasil perbuatan.18

Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam pergaulan hidup manusia, kepentingan-kepentingan manusia bisa senantiasa bertentangan satu dengan yang lain. Maka tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan itu.19

Menurut Muchsin sebenarnya hukum bukanlah sebagai tujuan tetapi dia hanyalah sebagai alat. Yang mempunyai tujuan adalah manusia, maka yang di maksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan itu.

Kepentingan-kepentingan manusia itu bermacam-macam, seperti kepentingan untuk menikmati apa yang menjadi haknya, kepentingan untuk mendapatkan perlindungan hukum, kepentingan untuk mendapatkan kebahagian hidup lahir dan batin, dan sebagainya.

20

18

Erni R. Ernawan, Op. cit., hal. 93.

Secara umum, Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai. Maksudnya hukum menghendaki perdamaian, yang semuanya bermuara kepada suasana damai. Rudolf Von Jhering mengatakan bahwa tujuan hukum ialah untuk memelihara keseimbangan antara berbagai kepentingan. Van Kant mengatakan tujuan hukum ialah untuk menjamin kepastian hukum (Rechtszekerheid, Law Certainty), yakni mengenai hak dan kewajiban di dalam pergaulan hidup masyarakat. Aristoteles mengatakan tujuan hukum itu ialah untuk memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi anggota

19

Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983), hal. 11.

20


(28)

masyarakat sebanyak-banyaknya, sedangkan Roscoe Pound mengatakan tujuan hukum ialah sebagai alat untuk membangun masyarakat (law is tool of social engineering).

Menurut Satjipto Raharjo dalam bukunya “Ilmu Hukum” mengatakan bahwa: Teori Kegunaan Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh karena itu ia bekerja dengan memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan berupa norma (aturan-aturan hukum).21

Menurut teori utilitas, suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya merupakan tanggung jawab moril individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama

Pada dasarnya peraturan hukum yang mendatangkan kemanfaatan atau kegunaan hukum ialah untuk terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat, karena adanya hukum tertib (rechtsorde).

21


(29)

sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan.22 Persoalannya adalah apakah perusahaan dengan sukarela atau dengan ikhlas menciptakan perubahan dalam lingkungan masyarakat di tempat perusahaan itu berada. Karena pada dasarnya dunia usaha memegang teguh adagium-bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya. Di sinilah pentingnya moralitas dalam kegiatan ekonomi menurut Adam Smith dalam bukunya “Theory of Moral Sentiments”, mengungkapkan bahwa kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, maka perusahaan harus dapat mengimplementasikan nilai keadilan dalam kebijakan perusahaan karena negara hanya berlaku sebagai “impartialspectator”.23

Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan yang kadang saling bertentangan. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat, ini akan menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat.24

22

K. Bertens, Op. cit, hal. 67.

Pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat dalam kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi perusahaan dapat terjadi karenanya hukum diperlukan untuk melindungi hak masyarakat tersebut. Roscoe Pound menyatakan bahwa tugas pokok pemikiran modern adalah “rekayasa sosial”. Untuk memudahkan dan menguatkan tugas

23

Ibid, hal. 66.

24

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2004, hal. 1.


(30)

rekayasa sosial, Roscoe Pound menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial, untuk kesinambungan hukum yang berkembang melalui daftar kepentingan yang mengalami perkembangan, sehingga tiga kepentingan harus dilindungi, yaitu, kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi.25

Pada dasarnya, tanggung jawab sosial perusahaan dibedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab: tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial. Tetapi perlu dicatat hal ini hanya berlaku untuk sektor swasta. Jika Milton Friedman menyebut peningkatan keuntungan perusahaan sebagai tanggung jawab sosialnya, sebetulnya ia berbicara tentang tanggung jawab ekonomis saja, bukan tanggung jawab sosial. Namun perlu diakui, tanggung jawab ekonomis ini mempunyai aspek sosial yang penting dan mungkin terutama aspek itulah yang mau digarisbawahi oleh Friedman. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada kinerja ekonomi nasional sebuah negara. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi nasional, dengan sendirinya ia memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat.26 Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau

Corporate Social Responsibility.27

25

Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme dan Problem Keadilan, Jilid 2 (terjemahan Achmad Nasir Budiman dan Sulemen Daqib) (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hal. 140.

26

Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN: Analisis terhadap Model Kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang, Vol. 1 No. 2, Januari 2006, hal. 7.

27

Apoan Simanungkalit, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi


(31)

Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain:28

a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share)

b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened and brand positioning)

c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (enhanced corporate image and clout)

d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan (increased ability to attract, motivate, and retain employees)

e. Menurunkan biaya operasional perusahaan (decreasing operating cost)

f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (increased appeal to investors and financial analysts)

Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1.

28

Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, (New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2005), hal. 10-11.


(32)

Pada dasarnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan investasi jangka panjang karena adanya asas manfaat (utilitas) untuk menciptakan kesenangan atau kebahagiaan yang bersifat mutualisme.

Untuk mendukung teori utilitas di atas, maka penelitian ini juga menggunakan konsep stakeholder theory sebagai pisau analisis. Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggung jawab terhadap para pemilik (shareholders), tetapi bergeser menjadi lebih luas, yaitu sampai pada ranah sosial kemasyarakatan (stakeholders) yang selanjutnya disebut sebagai CSR. Fenomena seperti itu terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi. Perusahaan hendaknya memerhatikan stakeholders karena mereka adalah pihak yang memengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan oleh perusahaan. Jika perusahaan tidak memerhatikan stakeholders, bukan tidak mungkin akan menuai protes dan membuat citra perusahaan (corporate image) menjadi negatif.29

Berdasarkan asumsi dasar dari teori stakeholder, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Adapun citra (image) negatif yang akan terbentuk jika perusahaan tidak memerhatikan stakeholders-nya. Setelah melakukan segala proses manajemen Public Relations untuk aktivitas program CSR, maka akan terjadi feedback (tanggapan balik) dari publik yang bersangkutan dengan program CSR yang dilaksanakan. Tanggapan balik yang diberikan oleh publik akan membentuk citra perusahaan (corporate image). Image positif dari para pemangku

29

Nor Hadi, Stakeholder Theory VS CSR Perusahaan, http://logikanoorhadi.blogspot. com/2009/06/ stakeholders-theory-vs-csr-perusahaan.html. Diakses tanggal 26 Januari 2011.


(33)

kepentingan (stakeholders) dapat dirasakan, serta membantu dalam pembangunan berkelanjutan.30

Akhirnya kegiatan Corporate Social Responsibilty di perusahaan tersebut dapat dikelola secara profesional dan transparan sehingga CSR sebagai salah satu implementasi good corporate governance dapat segera terwujud dan yang terlebih penting citra (image) positif perusahaan dapat terbentuk.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.31

1. Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara terus menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/ atau laba.

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

32

30

Ibid

31

Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.

32

Abdul R Saliman, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), (Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2005), hal. 100.


(34)

2. Corporate Sosial Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.33 3. Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup

bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempuyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan manusia tersebut.34

4. Community Development adalah kegiatan pengembangan atau pembangunan masyarakat (komunitas) yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pengembangan sebelumnya.

Masyarakat dalam penelitian ini diartikan sebagai masyarakat yang berada di sekitar tempat kedudukan atau lokasi usaha PT. INALUM.

35

5. Pemangku kepentingan (stakeholder) adalah segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak

33

K. Bertens, Op. cit, hal. 296-297.

34

Paul B. Horton dan C. Hunt dalam Ridwan Effendy dan Elly Malihah, Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi, (Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek, 2007), hal. 46.

35

Perkembangan teknologi: suatu ketergantungan berlebih, http://dumalana.com/2011/ 12/03/perkembangan-teknologi-suatu-ketergantungan-berlebih-2/. Diakses tanggal 10 Februari 2012.


(35)

buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya.36

G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.37 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.38 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.39 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian

yuridis-normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum positif. Menyangkut tentang bahan-bahan yang mengatur atau berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap

36

Pemangku Kepentingan, http://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan. Diakses tanggal 10 Februari 2012.

37

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.

38

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1

39


(36)

masyarakat di lingkungan perusahaan, yakni dengan memperoleh penjelasan dan mengetahui hal-hal mengenai tanggungjawab sosial perusahaan, serta kendala-kendala yang dihadapi.

Sifat penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analitis, yaitu merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, fakta-fakta yang ada dalam aspek hukum tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) secara sistematis.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.40 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Ronald Dworkin, menyebutkan penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).41

40

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.

41

Bismar Nasution, Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU,Tanggal 18 Februari 2003, hal. 1.


(37)

2. Sumber Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yakni dengan melakukan pendekatan penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologis yaitu pandangan,sikap, atau persepsi pelaku usaha mengenai tanggung jawab sosial, disamping itu juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Data sekunder yang diteliti adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yakni dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.42

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan.

, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

c. Bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan field research untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat dari informan, laporan-laporan

42

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.


(38)

perusahaan, dan lain-lain yang relevan dengan objek telaah penelitian ini.43 Oleh karena itu, penelitian ini juga didukung dengan data wawancara dengan pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) terhadap Masyarakat di Lingkungan Perusahaan PT. INALUM.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen untuk mengumpulkan bahan hukum primer yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan, dan bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

b. Teknik wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara (guide interview) sebagai instrumen pengumpulan data, wawancara dilakukan secara terarah dan mendalam tentang aspek hukum tanggung jawab

Coporate Social Responsibility perusahaan, yang dalam hal ini dilakukan

43

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982) hal.24


(39)

dengan Public Relation Manager PT. INALUM, Asahan, Sumatera Utara. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan besar yang keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif terhadap masyarakat sekitar.

4. Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif,44 yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, dilanjutkan dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi sehingga dapat menjadi acuan dan pertimbangan hukum dalam mengatasi suatu permasalahan. sehingga didapat kesimpulan tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang berkaitan dengan pengentasan masalah-masalah sosial kemasyarakatan di sekitar PT. INALUM.

44


(40)

BAB II

CORAPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Latar belakang CSR

1. Sejarah CSR

Corporate social responsibility merupakan suatu elemen yang penting dalam kerangka sustainability, yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Corporate social responsibility merupakan proses penting dalam pengelolaan biaya dan keuntungan kegiatan bisnis dengan stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan perusahaan lain), dimana tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, akan tetapi merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antar stakeholders. Adapun alasan penting mengapa harus melakukan Corporate Social Responsibility, yaitu untuk mendapatkan keuntungan sosial, mencegah konflik dan persaingan yang terjadi, kesinambungan usaha/bisnis, pengelolaan sumber daya alam serta pemberdayaan masyarakat dan sebagai License to Operate. Jadi implementasi Corporate Social Responsibility


(41)

sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan serta mencegah terjadinya konflik.45

Isu CSR adalah suatu topik yang berkenaan dengan etika bisnis. Pada umumnya, implementasi dari etika bisnis yang berkembang sekarang ini diwujudkan dalam bentuk CSR, yaitu suatu bentuk kepekaan, kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan untuk ikut memberikan manfaat terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi.46

CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya. di wilayah Asia, konsep-konsep CSR berkembang sejak tahu 1998, tetapi pada waktu tersebut belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang konsep CSR. Sementara itu, di Indonesia konsep CSR mulai menjadi isu yang hangat sejak tahun 2001, dimana banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Perkembangan tentang konsep CSR pun pada dasarnya semakin meningkat lebih baik, ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas.47

Buku karangan Bowmen yang berjudul Social Responsibility of Businesman

dapat dianggap sebagai dari awal permulaan CSR modern. Dalam buku tersebut

45

Arif Budimanta, Corporate Social Responsibility : Realita dan Perkembangan

http://www.megawati-institute.org/pemikiran/corporate-social-responsibility-realita-dan-perkembangan.html. Diakses tanggal 10 April 2012.

46

Implementasi CSR Untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin,

http://lateralbandung.wordpress.com/2007/08/22implementasi-csr-untuk-pemberdayaan-masyarakat-miskin/, Diakses tanggal 10 April 2012.

47


(42)

Bowmen memberikan defenisi awal dari CSR sebagai; ”... obligation of businessman to pursue these policies, to make those decision or to follow those line of action which are diserable in term of objectives and valuses of our society”. Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris dikalangan dunia usaha pada era 1950-1960, atas prestasi tersebut pada saat itu Bowmen disebut sebagai bapak CSR. Sejak saat itu banyak refrensi ilmiah lain yang diterbitkan diberbagai negara yang mengacu pada prinsip-prinsip tanggung jawab dunia usaha kepada masyarakat yang telah dijabarkan oleh Bowmen. Ide dasar yang dikemukan Bowmen adalah mengenai “Kewajiban-kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat ditempat perusahaan tersebut beroperasi”. Bowmen menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusana financial perusahaan.48

Dalam dekade 1960- an pemikiran Bowmen terus dikembangkan oleh bebagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Law of Social Responsibility. Keith mengungkapakn bahwa penekanan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki koneksi positif dengan ukuran atau besarnya perusahaan. Studi ilmiah yang dilakukan Keith menemukan bahwa semakin tinggi dampak suartu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, maka semakin tinggi pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan iu pada masyarakat. Dalam periode 1970-1980, defenisi CSR lebih diperluas lagi oleh Archi Carrol yang

48

Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 37.


(43)

sebelumnya telah merilis bukunya tentang perlunya dunia usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar menjadi penunjang eksistensi perusahaan.49

Pada dekade ini juga makin banyak perusahaan mulai mengeser konsep filantropisnya kearah Community Development (CD) yang mana inti kegiatan kedermawanaan yang sebelumnya kental dengan pola kedermawanan ala Robin Hood makin berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat semisal pengembangan kerja sama, memberikan ketrampilan, pembukaan akses pasar, dan sebagainya.50

Gagasan Community Development (CD) dapat ditelusuri sejak sekitar tahun 1925. Ketika itu pernah berhasil dipraktekkan oleh Inggris di beberapa negeri jajahannya sampai tahun 1948. Bila ditelusur lebih lanjut ke masa sebelumnya, sebenarnya sejak akhir dekade tahun 1870-an di Amerika Serikat juga telah ada implementasi gagasan senada,. Selanjutnya lebih berkembang sejak Undang-undang Smith Lever diundangkan tahun 1914. Di Uni Soviet, sesuai dengan asas komunisme, menyelenggarakan pembangunan dengan perencanaan dan pengendalian yang sentralistik sejak tahun 1920.51

Perkembangan CD menjadi CSR didasari oleh adanya kesadaran terhadap situasi dan waktu yang telah berubah. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan mendukungnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya, perusahaan menimbulkan

49

Ibid.

50

Yusuf Wibisono, Op. cit,. hal. 6.

51

Sumardjo, Sejarah, Perkembangan dan Alternatif Pendekatan Comdev di Indonesia.


(44)

berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan maupun biaya sosial. Keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat merupakan kemanfaatan sosial ,sedangkan degradasi potensi sumberdaya lingkungan limbah dan pencemaran membawa biaya sosial. Salah satu kesalahan dari pandangan lama (pandangan ekonomis) adalah tentang waktu yaitu mereka hanya memikirkan perolehan laba perusahaan dalam jangka pendek, sehingga tidak peduli terhadap dampak sosial lingkungannya. Akibatnya tidak sedikit perusahaan menjadi tidak aman karena respon masyarakat terhadap dampak negatif yang dialami akibat keberadaan suatu perusahaan. Dalam jangka panjang ternyata perusahaan yang memperhatikan kepentingan sosial, seperti memberi beasiswa kepada anak-anak tidak mampu, membangun sekolah dan tempat ibadah, memasang peralatan penyaring udara dan atau pembersih limbah, serta menerapkan program-program pengembangan masyarakat, ternyata menunjukkan eksistensi yang semakin mengemuka. Hal ini terjadi karena tanggung jawab sosial perusahaan tersebut menciptakan citra dan simpati bagi perusahaan dari masyarakat luas.52

Dekade 1990 adalah merupakan periode dimana CSR mendapat pengembangan makna dan jangkauan. Banyak bermunculan model CSR seperti

Corporate Social Performance (CSP), Business ethics Theory (BET), dan Corporate Citizenship. Pada periode ini CSR telah menjadi tradisi baru dalam dunia usaha. Meskipun banyak terdapat istilah atau model-model CSR pada saat itu, pada dasarnya keseluruhan konsep CSR tersebut dapat diklasifikasikan kedalam 2 konsep dasar yaitu Cause Branding dan Venture Philantrophy. Cause Branding adalah pendekatan

52


(45)

secara top-down, artinya perusahaan menentukan masalah sosial apa yang perlu dibenahi oleh perusahaan. Branding mendesain program sosial yang berkaitan dengan

branding product yang tujuannya membuat masyarakat lebih akrab dengan merek dagang, untuk jangka panjang model ini bermanfaat bagi perusahaan membenahi diri untuk memperkuat eksistensi. Sedangkan Venture Philantrophy merupakan pendekatan bottom-up, dimana perusahaan membantu pihak-pihak non-profit dalam masyarakat. Perusahaan membantu masyarakat untuk menciptakan sendiri sumber-sumber penghidupan baru dan tidak sekedar menyalurkan bantuan sosial atau financial kepada masyarakat.53

Pada saat sekarang ini, CSR tidak hanya menjadi suatu tradisi yang dilaksanakan oleh perusahaan. Konsep dan eksistensi CSR telah mulai diangkat kedalam posisi yang lebih tinggi, tidak hanya di ruang lingkup privat perusahaan tetapi juga telah menjadi perhatian oleh sektor publik yakni pemerintah. Hal ini dapat dicermati dari adanya isu hangat dunia mengenai pentingnya kontribusi perusahaan dan pemerintah dalam perbaikan, pengembangan dan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat yang dicetuskan dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Perkembangan CSR pada dekade ini pun diikuti dengan diperkuatnya eksistensi CSR tersebut kedalam kewajiban yang bersifat normatif diberbagai negara. Meskipun baru hanya beberapa negara yang berani untuk mengambil tindakan tersebut dimana Indonesia termasuk

53


(46)

salah satu negara didalamnya, hasil ini merupakan perkembangan yang sangat positif bagi CSR itu sendiri.

2. Pertimbangan hukum CSR dalam Perundang-Undangan

Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tanggal 15 April 2009, dengan pemohon Muhamad Sulaiman Hidayat,dkk yang mengajukan uji materil dan formil Pasal 74 ayat (1,2,3), yang dianggap oleh pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.54

Dengan demikian berdasarkan putusan hakim setelah melakukan pengkajian dan proses persidangan maka hakim memutuskan dengan Amar putusan:

1. Menyatakan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III tidak dapat diterima;

2. Menyatakan permohonan pengujian formil Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI terhadap Pasal 74 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta penjelasannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) ditolak; 3. Menyatakan menolak permohonan pengujian materiil Pemohon IV, Pemohon

V, dan Pemohon VI untuk seluruhnya;

54

Agus Pranki Pasaribu, S.H, Studi komparatif antara uu no. 1 tahun 1995 dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Dimensi Hukum Perusahaan, diakses pada tanggal 30 Mei 2012


(47)

4. Menyatakan Pasal 74 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta penjelasannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi antara lain:55

1. Bahwa Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III tidak dirugikan secara langsung oleh berlakunya Pasal 74 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta penjelasannya karena para Pemohon hanya merupakan wadah dan himpunan pengusaha sedangkan subjek hukum yang diatur dalam Pasal 74 ayat (1) adalah perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.

2. Bahwa Pasal 74 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) beserta Penjelasannya UU 40/2007 menimbulkan ketidakpastian hukum, karena rumusan TJSL dalam Pasal a quo yang menjadi kewajiban hukum (legal obligation) tidak sejalan dengan prinsip CSR yang bersifat etis, moral, dan sukarela (voluntary). TJSL dalam Pasal a quo dapat dikualifikasikan sebagai pemungutan ganda yang harus ditanggung perusahaan di samping pajak, dan TJSL secara implisit telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sektoral dengan sanksi yang

55


(48)

cukup ketat. Oleh karena itu pengaturan TJSL dalam UU 40/2007 dengan kewajiban hukum adalah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 3. Bahwa harus dibedakan antara pungutan pajak oleh negara dan dana

perusahaan untuk TJSL. Uang pungutan pajak digunakan untuk pembangunan secara nasional, sedangkan dana TJSL dipergunakan bagi masyarakat sekitar perusahaan dan pemulihan lingkungan dimana perusahaan berada, sehingga terhadap kedua hal tersebut tidak dapat digeneralisir. Bahwa TJSL menurut ketentuan Pasal 74 ayat (2) UU 40/2007 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan “yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. Dengan demikian tidak memungkinkan terjadinya pungutan ganda sebab biaya yang dikeluarkan untuk TJSL akan diperhitungkan sebagai biaya perseroan dan pelaksanaannya didasari oleh kemampuan perusahaan, dimana TJSL dalam pelaksanaan operasionalnya diatur dengan Peraturan Pemerintah;Bahwa dengan telah diatur TJSL berdasarkan Pasal 74 ayat (4) UU No 40/2007 maka sudah jelas pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan Peraturan Daerah yang berkenaan dengan JSL, sebab perintah Undang-Undang berdasarkan Pasal 74 ayat 94) bersifat imperative yaitu hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Bahwa dengan telah diatur TJSL berdasarkan Pasal 74 ayat (4) UU 40/2007 maka sudah jelas pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan Peraturan Daerah yang berkenaan dengan TJSL, sebab perintah Undang-Undang


(49)

berdasarkan Pasal 74 ayat (4) bersifat imperatif yaitu hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

5. Penerapan kewajiban TJSL kepada perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam tidak dapat dianggap sebagai perlakuan diskriminatif karena berkaitan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sehingga Negara berhak untuk mengatur secara berbeda. 6. Mahkamah berpendapat prinsip dasar perekonomian di Indonesia adalah

bersifat kerakyatan. Pengaturan CSR dengan suatu kewajiban hukum merupakan suatu cara Pemerintah untuk mendorong perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi masyarakat sehingga penormaan CSR dengan kewajiban hokum telah sejalan dan tidak bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 khususnya pada frasa efisiensi berkeadilan.

Terhadap putusan tersebut, terdapat tiga hakim yang mempunyai alasan berbeda

(dissenting opinions) yaitu Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, dan M. Arsyad Sanusi, yang pada pokoknya menyatakan:56

1. Bahwa pengaturan CSR menjadi suatu kewajiban akan berdampak pada tidak maksimalnya penerapan CSR di masyarakat. Penerapan CSR tidak dapat dibakukan dalam suatu Undang-Undang, karena permasalahan dan kebutuhan tiap daerah berbeda-beda. Dalam kenyataannya CSR di Indonesia telah berlangsung lama dan bersifat sukarela, karena merupakan tradisi dimana taggung jawab sosial merupakan tanggung jawab semua unsur masyarakat,

56


(50)

sektor swasta dan Pemerintah. CSR merupakan kegiatan komplementer dan bukan menggantikan kewajiban Pemerintah.

2. Bahwa ketentuan dalam Pasal 74 ayat (3) yang menyatakan ”dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, adalah rumusan yang tidak pasti (masih umum) dan tidak menunjuk pada peraturan perundang-undangan yang dimaksud, sehingga pengenaan sanksi tersebut dapat dilaksanakan secara membabi-buta. Ketentuan dalam ayat (3) ini juga dapat menjadi tidak terbatas, karena dalam Penjelasan ayatnya dirumuskan bahwa ”yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait”.

Dalil hukum di atas Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat berbeda sehingga, MK menolak permohonan uji materiil tersebut dan menyatakan bahwa Pasal 74 UU PT tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) jo Pasal 28I ayat (2) jo Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.57

57

Mahkamah Konstitusi, above no.4, bagian Amar Putusan

Dikatakan oleh para hakim MK bahwa, pertama, menjadikan TJSL sebagai suatu kewajiban hukum melalui rumusan Pasal 74 merupakan kebijakan hukum dari pembentuk UU untuk mengatur dan menerapkan TJSL dengan suatu sanksi, dan hal ini adalah benar, karena:


(51)

1. Secara faktual, kondisi sosial dan lingkungan telah rusak di masa lalu ketika perusahaan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan sehingga merugikan masyarakat sekitar dan lingkungan pada umumnya.58

2. Budaya hukum di Indonesia tidak sama dengan budaya hukum negara lain, utamanya negara industri maju tempat konsep CSR pertama kali diperkenalkan di mana CSR bukan hanya merupakan tuntutan bagi perusahaan kepada masyarakat dan lingkungannya tetapi juga telah dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja perusahaan dan syarat bagi perusahaan yang akan go public. Dengan kata lain, MK tampaknya berpendapat bahwa sesuai kultur hukum Indonesia, penormaan TJSL sebagai norma hukum yang diancam dengan sanksi hukum merupakan suatu keharusan demi tegaknya TJSL atau CSR.59

3. Menjadikan TJSL sebagai kewajiban hukum dinilai oleh MK justru untuk memberikan kepastian hukum sebab dapat menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda-beda tentang TJSL oleh perseroan sebagaimana dapat terjadi bila TJSL dibiarkan bersifat sukarela. Hanya dengan cara memaksa tersebut akan dapat diharapkan adanya kontribusi perusahaan untuk ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.60

Kedua, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 74 tidak menjatuhkan pungutan ganda kepada perseroan sebab biaya perseroan untuk melaksanakan TJSL

58

Mahkamah Konstitusi, above no.4, Bagian 3. Pertimbangan Hukum, subbagian Pendapat Mahkamah, nomor 3.19, hal. 91.

59

Ibid hal. 92

60


(52)

berbeda dengan pajak.61

Demikian pula tentang sanksi bagi perseroan yang tidak melaksanakan TJSL, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 74 ayat (3) yang merujuk pada sanksi hukum yang terdapat pada perundang-undangan sektoral merupakan rumusan yang tepat dan justru memberikan kepastian hukum, bila dibandingkan kalau UU PT menetapkan sanksi tersendiri.

Lebih jauh, disebutkan oleh MK bahwa pelaksanaan TJSL didasari oleh kemampuan perusahaan, dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran, yang pada akhirnya akan diatur lebih lanjut oleh PP.

62

Ketiga, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa norma hukum yang mewajibkan pelaksanaan TJSL oleh perusahaan tidak berarti meniadakan konsep demokrasi ekonomi yang berintikan pada efisiensi berkeadilan seperti diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dan tidak akan membuat TJSL sekedar formalitas perusahaan saja, sebab:

Jadi, Mahkamah Konstitusi tidak sependapat dengan para pemohon yang mengatakan adanya berbagai pasal dalam perundang-undangan yang juga mengatur tentang TJSL mengakibatkan ketidak-pastian hukum dan tumpang tindih sehingga tidak dapat mewujudkan TJSL yang efisien berkeadilan.

1. prinsip demokrasi ekonomi memberi kewenangan kepada Negara untuk tidak hanya menguasai dan mengatur sepenuhnya kepemilikan dan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam, serta untuk memungut pajak semata, melainkan

61

Ibid, hal. 94

62


(1)

ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait”. Selanjutnya sejarah CSR ini mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder

2. Corporate Social Responsibility merupakan suatu konsep dimana perusahaan menyatukan nilai-nilai sosial dan lingkungan hidup dengan kepentingan utama sebuah perusahaan yakni mencari laba. PT. INALUM yang merupakan salah satu perusahaan industri bidang aluminium di Indonesia tidak lupa bahwa keberlanjutan perusahaan sampai saat ini merupakan kontribusi dari komitmen perusahaan untuk terus menjaga harmonisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Hal ini di diwujudkan dengan program-program CSR PT. INALUM dalam berbagai bidang seperti pendidikan, pemberdayaan masyarakat, keagamaan, olahraga dan kebudayaan serta lingkungan. Untuk merealisasikan program-program CSR tersebut perusahaan tiap tahunnya menganggarkan miliyaran rupiah dan pelaksanaannya dilakukan salah satu departemen yang berada dibawah divisi hubungan masyarakat dan , nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan.


(2)

tersebut telah banyak mendapatkan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup RI yakni program penilaian perusahaan (PROPER) tentang kerja lingkungan hidup perusahaan dimana PT. INALUM mendapatkan bendera biru yang berarti bahwa perusahaan mampu mengendalikan lingkungan dari ancaman operasi perusahaan, dan penghargaan ini diraih pada tahun 2005.

3. Hambatan-hambatan yang dialami oleh perusahaan PT. INALUM dalam melakukan CSR yakni ada 2 berupa hambatan yang datang dari internal perusahaan maupun yang datang dari eksternal perusahaan itu sendiri, Hambatan eksternal yang sering ditemukan dalam pelaksanaannya, yakni respon dari masyarakat, serta kurang pedulinya masyarakat dalam melakukan pengawasan serta menjaganya serta pandangan negatif dari sebagian masyarakat akan pelaksanaan CSR tersebut. Hambatan internal yakni juga sangat berpengaruh terhadap penerapan CSR tersebut antara lain pemimpin yang tidak peka terhadap lingkungan perusahaan serta tidak memperdulikan aktivitas sosial, sistem manajemen serta budaya perusahaan yang tidak memperdulihan akan hal itu, kurangnya arahan dari produk hukum yang menunjang pelaksanaan CSR serta lemahnya penegakan hukum dalam pelaksanaan CSR.


(3)

B. Saran

1. Pelaksanaan CSR yang di tuangkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat (3) yang pelaksanaannya dikaitkan dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung J awab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, sudah baik dimana perusahaan yang bergerak dibidang sumber daya alam, harus tetap melakukan pelestarian dan penjagaaan terhadap bumi dan masyarakat sosial, namun seharusnya lebih di pertegas lagi sanksi terhadap perusahaan yang tidak melakukan CSR, serta perlu dibentuk lembaga pengawasan terhadap pelaksanaan CSR tersebut karena dalam Peraturan pemerintah tersebut juga tidah mengatur lebih terperinci tentang sanksi tersebut.

2. Bentuk penerapan dan pelaksanaan yang dilakukan PT. INALUM sudah baik dimana program-programnya terealisasi dan terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Perlu peningkatan dan mempertahankan serta menambah program baru yang lebih untuk menjaga eksistensinya terhadap masyarakat khususnya disekitar lingkungan perusahaan, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidupnya.


(4)

pelaksanaannya sehingga targetan dapat dicapai, dan lebih meperbanyak jaringan dalam pengawasan serta audit terhadap segala sesuatunya yang menyangkut tentang pelaksanaan CSR tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya: 21), Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Buku

_________, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, Yogyakarta: Kanisius, 1989.

Dirjosisworo, Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983.

Effendy, Ridwan dan Malihah, Elly, Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi, Bandung: CV. Yasindo Multi Aspek, 2007.

Ernawan, Erni R, Business Ethics: Etika Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta, 2007.

Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Idealisme dan Problem Keadilan, Jilid 2 (terjemahan Achmad Nasir Budiman dan Sulemen Daqib) Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Hisyam, M & Wuisman, J.J.J.M, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: FE UI, 1996.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM Press, 2007.

Kamello, Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs USU. Kotler, Philip dan Lee, Nancy, Corporate Social Responsibility: Doing the Most

Good for Your Company and Your Cause, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc., 2005.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.


(6)

Saliman, Abdul R, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2005.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2006.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982.

Tjager, I Nyoman, et al, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia), Jakarta: PT. Prehalindo, 2002.

Velasquez, Manuel G, Business Ethics: Concepts and Cares (Fifth Edition), New Jersey: Pearson Education, Inc., 2002.

Wibisono, Yusuf, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing, 2007.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung J awab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas,

Apoan Simanungkalit, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan.

Jurnal

Fajar Nussahid, Praktik Kedermawanan Sosial BUMN: Analisis terhadap Model Kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang, Vol. 1 No. 2, Januari 2006.

http://www.arthagrahapeduli.org/, terakhir kali diakses tanggal 26 Januari 2012. Internet

Todung Mulia Lubis, Corporate Responsibility, http://www.com.id.org, diakses pada tanggal 26 Januari 2012.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

10 119 140

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

8 121 130

Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat (Studi Pada PT Tirta Investama)

4 73 131

Analisis Yuridis Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility – CSR) Berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan MK RI NO. 53/PUU-VI/2008)

0 54 155

Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh PT. Lafarge Cement Indonesia Terhadap Masyarakat Lhoknga Provinsi Aceh

10 126 163

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Kesejahteraan Karyawan Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan.

1 58 88

Analisis Yuridis Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Masyarakat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Studi Penelitian di PT INALUM di Kabupaten Batu Bara)

0 36 134

Program Corporate Social Responsibility dan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Korelasional Peranan Program Corporate Social Responsibility Bidang Pemberdayaan Masyarakat PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat De

1 27 152

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Pt. Perkebunan Nusantara Iiidalam Pemberdayaan Umkm Kabupaten Asahan (Studi Pada Program Kemitraan Pt. Perkebunan Nusantara Iiidistrik Asahan)

4 63 140

Pengaruh pengungkapan corporate social responsibility terhadap profitabilitas dana reputasi perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia)

0 14 133