Bintang mahaputra utama buat Prof. Dr. Harun Nasution

BINTANG MAHAPUTRA UTAMA BUAT PROF. DR. HARUN NASUTION1
Oleh SUWITO
Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena saat ini dapat mengikuti acara syukuran dalam
rangka penerimaan Tanda Kehormatan Negara Republik Indonesia (TKNRI) berupa Bintang
Mahaputra Utama kepada alm. Prof. Dr. Harun Nasution. Lebih bersyukur lagi karena saya
berkesempatan diminta oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendampingi Sumarso
anak angkat Pak Harun sejak dari proses pengurusan dan 2 kali penerimaan tanda jasa buat Pak
Harun Nasution.
Pada tanggal 2 Oktober 2014, Prof. Dr. Harun Nasution diberikan Tanda Kehormatan Kelas
Bintang Budaya Parama Dharma yang disematkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Muhammad Nuh kepada Sumarso mewakili alm. Prof. Dr. Harun Nasution di Gedung Pusat
Perfilman H Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan dan pada tanggal 13 Agustus 2015 Pak
Harun diberikan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama oleh Presiden RI Joko Widodo di
Istana Negara berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 83/TK/Tahun 2015 karena ia
dinilai sebagai tokoh di bidang pengembang budaya moderat.
Kita patut berterima kasih yang banyak kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra karena penerimaan
tanda kehormatan dari Negara yang diberikan kepada Pak Harun tersebut adalah jasa Pak
Azyumardi. Prof. Azyumardi adalah orang yang mengusulkan agar Pak Harun diberikan tanda
kehormatan seperti yang disebut di atas karena Pak Azyumardi termasuk salah seorang anggota
tim yang dipercaya Pemerintah untuk menyeleksi calon yang akan diberikan tanda kehormatan
oleh Negara. Oleh Prof. Azyumardi saya diminta melengkapi hal-hal yang diperlukan pihak

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena Pak Azyumardi memposisikan saya sebagai
orang yang pernah dibimbing Pak Harun untuk menyelesaikan program doktor, pernah juga
sebagai Asisten Direktur Fakultas/Program Pascasarjana ketika Pak Harun menjabat sebagai
Direktur, asisten Pak Harun sebagai Dosen di beberapa Program Pascasarjana, dan sebagai
Deputi Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.
Terdapat 46 orang yang menerima tanda kehormatan dari Presiden RI pada tanggal 13 Agustus
2015 tersebut2. Empat (4) orang menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana3,
18 orang menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputra Utama4, 13 orang menerima tanda
1

Diinformasikan pada acara Refleksi Pemikiran dan Kontribusi Harun Nasution di Indonesia dalam
Rangka Penerimaan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama kepada alm. Prof. Dr. Harun Nasution yang
diselenggarakan di Ruang Diorama Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat 21 Agustus
2015.
2

Lihat pada Profil Penerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra, Bintang Jasa, Bintang Penegak
Demokrasi, dan Bintang Budaya Parama Dharma dalam Rangka Acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-70
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2015 diterbitkan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan Republik Indonesia, Sekretariat Dewan, Tahun 2015.

3

Mereka adalah Hamdan Zoelva, Moeldoko, Sutanto, dan H.S. Bimantoro.

4

Mereka adalah Achmad Shodiki, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Marsetio, Ida
Bagus Putu Dunia, Harbrinderjit Singh Dillon, Muhammad Busyro Muqaddas, Haryono Umar, M, Thahir Saimima,

1

kehormatan Bintang Jasa Utama5, 1 orang menerima tanda kehormatan Bintang Jasa Pratama6,
2 orang menerima tanda kehormatan Bintang Penegak Demokrasi 7, dan 8 orang menerima tanda
kehormatan Bintang Budaya Parama8.
Dalam kesempatan yang baik ini, tidak salah jika kita menyelenggarakan kegiatan yang identik
dengan “Harun Nasution Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” sebagaimana juga Pak Harun pernah
memberikan judul bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”. Oleh sebab itu, sebelum
dilanjutkan, kita patut berterima kasih banyak kepada Prof. Dr. Abd. Gani Abdullah, SH, seorang
Hakim Agung, Alumni Fakultas (sekarang Sekolah) Pascasarjana IAIN (sekarang UIN) Jakarta,
dan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, serta Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang

telah ikut serta mensponsori kegiatan ini selain tentunya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh
karena itu kita ucapkan terima kasih banyak kepada para Pimpinan dan Staf UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas sigapnya dalam penyelenggaraan syukuran ini.
Kembali ke masalah Harun Nasution Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Pada tahun 1970an, pola
pikir umat Islam Indonesia sangat tradisional dan cenderung cepat mengkafirkan orang lain
dalam persoalan agama. Hubungan antar umat beragama khususnya Islam kurang harmonis.
Kehadiran Harun Nasution dalam perkuliahan Pengantar Ilmu Agama pada tingkat Sarjana Muda
banyak membuat gusar pada mahasiswa. Bahasa Indonesia para mahasiswa ketika itu (terutama
saya) dinilai oleh Pak Harun kurang lurus sehingga pola pikirnya juga tidak lurus. Mubtada’
khabarnya sering tidak jelas. Apabila Pak Harun selalu mengoreksi bahasa Indonesia secara lisan
kepada para mahasiswa tingkat Sarjana Muda, maka Pak Harun mengoreksi bahasa Indonesia
para mahasiswa Program Pascasarjana secara tertulis dan lisan pada penulisan makalah dan
seminar.
Permasalahan awal yang dikomentari Pak Harun ketika mengoreksi makalah adalah 3 aspek
yaitu isi, bahasa, dan teknik penulisan. Dalam beberapa makalah Pak Harun pernah berkomentar
sebagai berikut: Isi dalam uraian terasa kekacauan dalam pikiran Anda. Uraian kurang mulus.
Dari sisi bahasa, Pak Harun juga sering memberikan komentar sebagai berikut: Bahasa masih
belum lurus, dan ini menjadi salah satu sebab mengapa pendapat Anda kurang jelas. Adapun
dari sisi teknik penulisan, Prof. Harun Nasution memberi komentar Teknik penulisan masih
terdapat di dalamnya kesalahan-kesalahan. Pak Harun memang sangat rajin mengoreksi

makalah mahasiswa dan hasil koreksian diserahkan kepada mahasiswa sehingga para mahasiswa
sangat merasakan manfaatnya. Oleh karenanya makalah wajib diberikan kepada Pak Harun dan
Mustafa Abdullah, Zainal Arifin, Soekotjo Soeparto, Sabam Sirait, A. Syafi’i Ma’arif, Frans Magnis Suseno, (alm}
Harun Nasution, dan Surya Paloh.
5

Mereka adalah Dato Sri Tahir, Mochtar Riady, Burhan Muhammad, Stepanus Malak, Christiany
Eugenia Paruntu, Cornelis, Ganjar Pranowo, Achmad Heryawan, Frans Lebu Raya, Didin Hafidhuddin Maturidi,
Shoighiro Toyoda, Tosihiro Nikai, dan Tri Rismaharini.
6

Yaitu (alm) Heri Listyawati Burhan.

7

Yaitu Husni Kamil Manik dan Muhammad.

8

Mereka adalah KH. A. Mustafa Bisri, Goenawan Susatyo Mohammad, (alm) Petrus Josephus

Zoetmulder, (alm) Wasi Jolodoro (Ki Tjokro Wasito), (alm) Hoesein Djajadiningrat, (alm) Nursjiwan Tirtaatmaja,
(alm) Hendra Gunawan, dan (alm) Soejoedi Wirjoatmojo

2

para mahasiswa lainnya setidaknya 1 pekan sebelum makalah didiskusikan sehingga sempat
dikoreksi dan dikomentari. Kebiasaan seperti ini saya kira masih penting dilakukan oleh kita para
dosen.
Permasalahan berikutnya adalah penggunaan referensi. Pak Harun sering mengingatkan kepada
para mahasiswa agar setiap argumen harus didasarkan kepada referensi yang otoritatif. Pak
Harun sangat menghargai pendapat yang berbeda dengannya apabila didasarkan pada argumen
rasional dan referensi yang otoritatif. Argumen qîla wa qâla “katanya” tidak diijinkan dalam
pemikiran dan penulisan. Analisis yang komprehensif dalam penulisan makalah sangat ia tekankan. Kita
diajari agar kita memahami pola pikir orang/kelompok lain. Dalam kasus perbedaan pemikiran teologi
Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariah, dan Maturidiah misalnya, kita ditekankan mampu memahami
pola pikir masing-masing sehingga tidak mudah begitu saja menyalahkan atau membenarkan. Pemikiran
bidang lain-lain seperti bidang fiqh, filsafat, teologi, dan lainnya berlaku pola pikir yang sama bahwa
setiap adanya perbedaan kita harus berupaya memahami sudut pandang masing-masing. Melalui
kemampuan berfikir yang demikian komprehensif pada akhirnya muncul pemahaman dan pemikiran yang
moderat.

Pada bulan-bulan awal perkuliahan, para mahasiswa sering ada yang kebingungan dan bahkan tidak
nyenyak tidur dalam beberapa hari karena pemikirannya terusik oleh pola pikir Pak Harun. Lama
kelamaan para mahasiswa dapat memahami yang dimaksudkan Pak Harun. Apabila mereka pada awalnya
yakin bahwa Pak Harun termasuk “kafir”, “liberal”, dan label negatif lainnya maka biasanya pada tahun
kedua ketika hari perpisahan karena selesai program magister maka mereka minta maaf karena Pak Harun
tidak seperti orang yang diduga sebelumnya. Pak Harun hanya tersenyum mendengar kesan dan pesan
para mahasiswa dalam acara perpisahan yang sering dilaksanakan di rumahnya tersebut.

Berdasarkan uraian sederhana di atas dapat dipahami bahwa semakin kita berpikir secara
komprehensif maka semakin moderat dalam berpikir dan berperilaku.

3