Perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandangan hukum islam : studi kasus di kec.Banuhampu Sumatera Barat

PERKA WINAN SATU SUKU DALAM MASYARAKAT
MINANGKABAU MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Kecamatan Banuhampu Sumatera Barat)

Oleh:
RAHMAT HIDAYAT

103044128042

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
JURUSAN AHW AL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007 M/1428 H

PERKAWINANSATUSUKUDALAMMASYARAKAT
MINANGKABAU MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM
(Studi Kasus Di Kecamatan Banuhampu Sumatera Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi
syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:
RAHMAT HIDAYAT
103044128042

Prof. Dr. H. Mulfammad Amin Suma. SH., MA., MM
NIP : 150 210 422

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
2007 M/1428 H

PENGESAHAN PANITIA lJlAN

Skripsi yang berjudu! "])crka\Yinan Satu Sul{u dalan1 Mas:yarak.at Minangl


'

'

,,

Y.:.:: Cr. l\i I

t セ|@

,,

ryv-'-' セ@ ,-

,,

,,

セ@,,


,,

セM\BGZ@

,,

,..

cMセBャ@

r

if
セ@
|セ@

ゥヲIセ@

....-o


';II

Artinya : Dari Abdullah bin masud r.a ia berkata : Rosullullah bersabda kepada
kami: " hai kawn pemuda, apabila diantara kaum kuasa untuk kawin,
hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata
dan kemaluan: dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa,
karena berpuasa. arena puasa itu penjaga baginya. Mutafaqun Alaih
(H. R Bukhari clan Muslim)
Hadits di atas sangat jelas untuk menyatakankan bahwa menikah itu wajib
hukumnya bagi seseorang yang telah mempunyai kemauan clan kemampuan,
khususnya telah sanggup memberikan sanclang pangan dan papan untuk
kelangsungan hidup rumah tangganya kelak. Pernikahan yang clilakukan clengan
niat untuk menjaclikan sebagai ibadah clan agar menclapatkan keluarga sakinah
mawaddah clan rahmah merupakan esensi dari penikahan yang clianjurkan clalam
Islam. Dari sebuah pernikahan kita banyak belajar bagaimana kita menyayangi
wanita, memimpin keluarga, bagaimana kita bersikap bijak clalam menghaclapi
persoalan keluarga.
1


Al Hatidh lbnu Hajar al-Asqalani, Bu/ugul Maram, terjemah H. Moh Rifai dan Al Quasasy
Misbah, (Semarang: Wicaksona, 1989), h.356

3

Secara fitrah, rnenikah akan mernberikan ketenangan bagi setiap rnanusia,
asalkan pernikahannya dilakukan sesuai dengan aturan Allah Swt., Zat Yang
mencurahkan cinta dan kasih-sayang kepada rnanusia. 2
Harnpir

setiap

Mukmin

mernpunym

harapan

yang


sarna

tentang

keluarganya, yaitu ingin bahagia; sakinah mawaddah warahrnah. Narnun,
sebagian orang rnenganggap bahwa menciptakan keluarga yang sakinah
rnawaddah warahmah serta langgeng adalah hal yang ticlak garnpang. Fakta-fakta
buruk kehidupan rurnahtangga yang te1jacli di masyarakat seolah makin
rnengokohkan asumsi sulitnya rnenjalm1i kehiclupan rumahtm1gga. Bahkan, ticlak
Jarang,

sebagian

orang

menjacli

enggan

menikah


atau

menuncla-nuncla

pernikahannya.
Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkm1, hanya
mernerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar ticlak
rnenimbulkan penyesalan. Sebagai risalah yang syamil (menyeluruh) clan kamil
(sempurna), Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang
harus clipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya aclalah agar pernikahan itu berkah
dan bernilai ibaclah serta benar-benar rnernberikan ketenangan bagi suarni-istri.
Dengan itu akan terwujucl keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih
jika pernikahan itu clibangun atas clasar pernahaman Islam yang benar. 3
Menikah henclaknya cliniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah Saw.,
2

3

Miftah Farid!, 150 Ma.rnlah Nikah dan Ke/uarga, (Jakarta: Gema lnsani Press, 1999), h. JO


M. Nipan Abdul Halim, Membahagiakan lstri Sejak Ma/am Pertama, (Yogyakai1a: Mitra
Pustaka, 1999), h. 5

4

melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya
ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, clan menjaga kehormatan.
Pernikahan merupakan sarana clakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga
dakwah

terhaclap

keluarga

keduanya,

karena

pernikahan


berarti

pula

mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan
dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana clakwah juga bertambah.
Pacla skala yang lebih luas, pernikahan Islami yang sukses tentu akan menjadi
pilar penopang clan pengokoh pe1juangan dakwah Islam, sekaligus tempat
bersemainya kader-kader pe1juangan dakwah masa depan. 4
Islam

menganjurkan

umatnya

untuk

melangsungkan


perkawinan

sebagaimana yang telah dicontohkan nabi Muhammad Saw. Pensyari'atan
perkawinan itu penting karena melihat beberapa kebutuhan sebagai berikut :
I. Sebagai salah satu bentuk pengabclian pada Allah yang berl\jung pada ridha
Allah clan perolehan pahala.
Dengan menikah dan menghasilkan keturunan, maka kedua orang tua
yang mencliclik ketunmannya dengan baik akan memperoleh pahala dari
kebaikan yang clilakukan oleh keturunannya, baik semasa orang tua hidup
maupun setelah meninggal clunia. Jika kedua orang tua diberi umur panjang,
akan menuai hasil pencliclikan yang baik clari keturunan mereka berdua. Anak
cucu pasti akan berbakti dan berbuat baik pada kedua orang tua dan tak akan
menelantarkan kedua orang tua. Anak akan merasa bahwa budi kedua orang
4

lbnu Mahalli Abdullah Umar, Menyonsong Kehidupan Baru Penuh Dengan Berkah,
(Yogyakarta: Media Insani, tth) h. 6

5


tua padanya tak akan pernah terbalas. Belum lagi pahala yang menunggu di
akherat sebagai hasil kebaikan anak yang diperbuat akibat didikan orang tua.
Selain itu anak-anak yang terdidik clengan baik akan selalu mencloakan keclua
orang tua, baik semasa hiclup maupun setelah meninggal clunia. Sebuah
kesempatan untuk menambah pahala setelah meninggal clunia.
2. Sebagai penyaluran hasrat biologis manusia clalam rangka menclapatkan
keturunan.
3. Menjaga stabilitas sosial masyarakat.
Dengan aclanya pernikahan maka masyarakat akan te1jaga clari bencana
yang acla akibat

エ・セェ。」ャゥョケ@

perzinaan. Karena jika ticlak acla penyaluran nafsu

biologis di jalan yang seharusnya maka yang terjacli aclalah perzinaan. Seclang
perzinaan akan mengakibatkan bencana yang luar biasa clahsyatnya bagi
kemanusiaan. Oleh karena itu Allah menetapkan bahwa berzina aclalah closa
besar yang ketiga, setelah syirik clan membunuh manusia tanpa acla alasan
syar'i. Jika kita perhatikan, menyebarnya perzinaan akan merusak pribacli
yang berakibat rusaknya tatanan sosial masyarakat.
4. Menclapatkan ketenangan bagi jiwa manusia, sebagaimana firman Allah QS.
Ar-Rum ayat 21. Dalam ayat ini jelas clisebutkan bahwa ketenangan akan
terwujucl setelah aclanya istri. Seclangkm1 yang clisebut istri aclalah seorang

6

wanita yang menikah dengan seorang pria5 . Tanpa pernikahan tak alcan pernah
ada ketenangan jiwa walaupun hasrat biologis terpenuhi. Ini sekali lagi
mernbuktikan bahwa tujuan pernikahan tidak hanya sekedar rnenyalurkan
hasrat biologis.
Perkawinan rnerupakan suatu kebutuhan yang tak dapat dipungkiri dan hak
bagi setiap orang, Islam sebagai sebuah agama yang diwahyukan Allah melalui
nabi Muhammad Saw, telah rnenetapkan batasan-batasan tertentu tentang sesuatu
yang boleh dike1jakan dan yang harus dihindarkan, khususnya dalam rnasalah
perkawinan 6
Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun,
perkawinan

rnemerlukan

penyesuaian

dalam

banyak

ha!.

Perkawinan

menimbulkan hubungan baru tidak saja antara kedua mempelai, tetapi juga antara
kedua keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik
asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain
sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan,
kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak.
Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watal( masing-masing pribadi
dan keluarganya penting sekali untuk rnemperoleh keserasian atau keharmonisan
dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian. Perkawinan juga menuntut
5

Departe1nen Pendidikan dan I- \Iセ@

\"°"':

/

t |NAセェ@

,,.

Pセj@

,.-.J.

"

"'

J ,,.

,,.

c.? :W\ セ@ ;...l. _rll o\JJ) :!Jl:i.;' G.;)
JJJI
, ,
Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a Nabi bersabda: wanita itu dinikahi

karena 4 faktor: karena hartanya, karena keturunannya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah
yang beragama mudah-mudahan engkau akan diberkati".
(Riwayat Tirmidzi)
6) J elas ia seorang perempuan
7) Tertentu orangnya
8) Ia sedang tidak menge1:jakan ihram. 31
c. Syarat bagi wali nikah
1) Baligh

2) Berakal (tidak gila)
3) Laki-laki
4) Seorang muslim
5) Ia tidak sedang ihram
'°Al-Hafiz Bin Hajar al-Asqalani, Op.Cit
31

Asmin, Status Perkawinan Anlar Agama, (Jakarta: PT Dian Karya, 1986), h. 32

31

6) Barus adi1 32
Wali adalah orang yang mengakadkan nikah menjadi sah, nikah tanpa
wali adalah tidak sah. Wali adalah ayah dan seterusnya.
Wali dalam pernikahan rnerupakan suatu ha! yang harns dipenuhi
bagi calon rnernpelai wanita yang hendak rnenikah atau memberi izin
pernikahannya. Wali dapat langsung melaksanakan akad nikah atau
mewaki lkannnya kepada orang Iain. Yang be1iindak sebagai wali adalah
seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukurn agarna seperti yang telah
disebutkan di atas sebagai syarat-syarat wali. 33
Ada beberapa macam wali yang bertindak sebagai wali:
I) Wali mujbir, yaitu: Ayah, kakek dan seterusnya rnenurut patrilineal
dari perempuan yang akan dinikahkan itu. Adapun wali mujbir adalah
yang dapat memaksa anaknya nntuk menikah.
2) Wali nasab, yaitu orang laki-laki yang mempunyai lrnbungan keluarga
dengan anak perempuan yang akan dinikahkan menurut garis
patrilineal (saudara laki-Jaki sebapak beserta keturunam1ya yang lakilaki dan paman ( kandung/sebapak) beserta keturunannya).
3) Wali hakim, yaitu orang yang ditunjuk dengan persetujuan kedua
belah pihak.

32

Ahmad Rafiq, Hukum ls/am di Indonesia, (Jakmta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 71

B

Djaman Nur, Op.Cit, h. 65.

32

d. Syarat syarat saksi:

1) Baligh
2) Seorang muslim
3) Laki-laki
4) Merdeka

5) Adil
6) Tidak tuli
7) Tidak buta
8) Tidak bisu
9) Mengerti maksud ijab qabul

I 0) Tidak ghafil (pikun)
11) Berakal baik (tidak gila)
12) Tidak ditentukanjadi wa!i 34
Sayyid Sabiq mengatakan syarat untuk menjadi saksi harus berakal
sehat, dewasa dan mendengarkan pembicaraan dari kedua belah pihak
yang berakad tersebut dan mengetahui bahwa ucapan-ucapan itu
maksudnya sebagai ijab qabul pernikahan. Jika yang menjadi saksi anakanak atau orang gila atau orang yang sedang mabuk, maka pernikahannya
tidak sah, sebab mereka dipanclang ticlak acla. 35 Allah swt berfirman:

,., Ahmad Rafiq, Op.Cit., h. 72
35

M. Thalib, Fiqh Sunnah, (Te1j), (Bandung: al-Ma'arif, 1990), h. 10

33

A1iinya:

"Dan adakanlah dua orang ウ。ォセゥ@
dari saksi laki-laki
kalanganmu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka cukup
seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu sukai
untuk menjadi saksi ". (Q.S.Al-Baqaarah/2: 282)

D. Perkawinan yang Dilarang dalam Hukum Islam

Allah menganjurkan kepada kita untuk menikah, dan memberikan kepada
kita berbagai anugerah berupa tempat tinggal, keharmonisan, anak, dan pahala
setiap kali seseorang "mendatangi" istrinya. Tetapi Allah tidak membiarkan untuk
kita perkara ini menjadi sia-sia dan tanpa aturan. Bahkan Dia melarang kita dru·i
berbagai jenis jenis pernikahan yang pernah ada di masa Jahiliyyah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KI-II) dijelaskan tentang larang
perkawinan, terdapat pada pasal 39 yang berbunyi 36 :
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita disebabkan:
1. Karena pe1ialian nasab:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya;
b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.
36

Departe1nen Aga111a, Op.Cit., h.26-27

34

2. Karena pertalian kerabat semenda:
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
b. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menunmkannya;
c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali
putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al
dukhul;
d. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.
3. Karena pertalian sesusuan:
a. Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke
bawah;
c. Dengan seorang wanila saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke
bawah;
d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
e. Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya
Sedangkan perkawinan yang terlarang menurut Islam, di antaranya adalah
beberapa berikut ini:
1.

Perkawinan dilarang karena Melanggar Tnjuan Penetapan/Ketentuan
Allah.

a. Nikah Syighar
Nikah Syighar ialah nikah timbal balik. Misalnya, seseorang
berkata:

35

"Alrn nikahkah anak perempuan aim dengan engkau dengan syarat
engkau nikahkan pula anak perempuanmu denganku". Pernikahan yang
semacam ini tidak sah karena maskawinnya tidak ada, sedangkan
maskawin adalah bagi perempuan yang dinikahi. Dalam nikah syighar ini
maskawinnya ialah perempuan yang dinikahi itu. 37 Perkawinan semacam
ini dilarang sebagaimana hadits Rasulullah saw:

1A(l£Jb:01 o\JJ)

jiセ@

,

1: セGNA@

セI@

セ|@

,

Artinya: "Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw. telah melarang Syighar

dalam berakad, dan yang dimaksud dengan sighar ialah
seseorang yang menikahkan anak perempuan dengan
perjanjian dinikahinya pula anak perempuan dari laki-/aki yang
menikahkan anaknya, dan tidak ada maskawin antara
keduanya" (H.R. Buhkari).
Berdasarkan hadits di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa
perkawinan tidak dibenarkan, karena itu hukumnya batal. Tetapi Abu
Hanifah berpendapat bahwa kawin syighar itu sah, hanya saja bagi tiaptiap perempuan yang bersangkutan wajib mendapatkan mahar yang
sepadan dari masing-masing suaminya, karena kedua laki-laki yang
menjadikan pertukaran anak perempuannya sebagai mahar tidaklah tepat,
sebab wanita itu bukanlah sebagai barang yang dapat dipertukarkm1
37

H. lbnu Mas'ud, H. Zainal Abidin, S, Fiqhi Mazhab Syafi'i, (Bandung: Pustaka Selia,

2000), h.300.
38

Muhammad bin lsma'il Abu Abdullah Al-Buhkhari Al-Ju'fi, Shahih Al-Bukhari, (Beirut:

Darr lbnu Katsir, 1987/1407),juz 5, h.1966.

36

sesama mereka. Dalam perkawinan ini yang batal adalah dilihat dari segi
maharnya, bukan pada akad nikahnya sebagaimana kal