BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SUKU SASAK

BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SUKU SASAK

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Antropologi Hukum

Disusun oleh:
Nanang Qosim Masruhin

NIM : 201710110311001

Fesabilly Martha S.P.

NIM : 201710110311004

M. Ali Wardhana

NIM : 201710110311010

Faradita Edsa Zahra

NIM : 201710110311014


Kemal Juniardi

NIM : 201710110311017

Shafira Salsabila

NIM : 201710110311019

Aulia Yasminar

NIM : 201710110311025

Vinny Yulian D.

NIM : 201710110311029

Saugi

NIM : 201710110311032


Gufron Tri Handoko

NIM : 201710110311033

Akbar Fanis Ananda

NIM : 201710110311050

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Kasus Pidana Kawin Lari di Suku Sasak..............................7
B. Penyelesaian Sengketa Hukum Waris di Suku Sasak.................................10
C. Penyelesaian Sengketa Tata Negara di Suku Sasak....................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku Sasak adalah suku yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Populasi suku Sasak diperkirakan lebih dari tiga juta orang. Menurut para
peneliti, suku Sasak termasuk salah satu suku tertua di Indonesia. Suku Sasak
berasal dari kelompok Proto Malayan yang bermigrasi ke wilayah ini sekitar
5000-2000 tahun Sebelum Masehi.
a. Bahasa Suku Sasak
Bahasa Sasak dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi antara bahasa Bali dan bahasa Jawa.

Bahasa Sasak serumpun dengan bahasa Sumbawa.
Bahasa Sasak biasanya dibagi menjadi lima dialek yang berbeda menurut
wilayahnya, yaitu
1.

Kuto-Kute (Utara),

2.

Ngeto-Ngete (Timur laut)

3.

Meno-Mene (Tengah)

4.

Ngeno-Ngene (Timur tengah, Barat tengah)

5.


Meriaq-Mriku (selatan tengah)

b. Sistem Pengetahuan Suku Sasak

Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun temurun dari
nenek moyang mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka
khususnya rumah adat mereka atau dengan kata lain sistem pengetahuan pada
Suku Sasak erat kaitanya dengan pengetahuan yang berkaitan dengan adat dan
kebudayaan suku Sasak. Seperti contoh dalam lantai rumah mereka dibuat dari
tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran tanah
liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen.

c. Sistem Kemasyarakatan Suku Sasak
Di daerahLomboksecaraumumterdapat 3 macamlapisansosialmasyarakat,
yaitu :
1) GolonganNingrat

Golonganinidapatdiketahuikeningratannya


darisebutannamadepan.

Namadepankeningratan “lalu” untuk orang-orang ningratpria yang
belummenikah.
Sedangkanapabilamerekatelahmenikahmakanamakeningratannyaadala
h“mamiq”.Untukwanitaningrat

yang

belummenikahnamadepannyaadalah“lale”,sedangkan

yang

telahmenikahdisebut ”mamiqlale”.
2) GolonganPruangse

Kriteriakhususyang

dimilikiolehgolonganiniadalahsebutan


“bape“untukkaumlaki–lakipruangse

yang

Sedangkanuntukkaumpruangse
belummenikahtakmemilikisebutan

telahmenikah.
yang

lain

kecualinamakecilmereka,

Misalnyaseorangdarigolonganinilahirdengannamasi ”A” maka ayah
darigolonganpruangseinidisebut”BapeA“

sedangkanibunyadipanggil

”Inaq A”.

3) GolonganBuluKetujur

Golonganiniadalahmasyarakatbiasa

yang

konondahuluadalahhulubalang sang raja yang pernahberkuasa di
Lombok.

Kriteriakhususgolonganiniadalahsebutan

”amaq”

bagikaumlaki–lakiyang
telahmenikahsedangkanperempuanadalah”inaq“.
Sistemkekerabatan

di

tolotdanLombokselatanpadaumumnyaberdasarkanprinsip


TolotBilateral

yaitumenghitunghubungankekerabatanmelaluipriadanwanita.Kelompokterkeci
ladalahkeluargabatih yang terdiridari Ayah, Ibu, danAnak.
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Suku Sasak
1) Rumah adat

Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari
beberapa

macam,

Berugag/Sekepat,

diantaranya

adalah Bale

Sekenam,


Bale

Tani,

Bale

Bonter,

Bale

Jajar,
Beleq

Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan
dengan fungsi dari masing-masing tempat.
a) Bale Tani : Bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat

Sasak yang berprofesi sebagai petani
b) Bale Jajar : Bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan


ekonomi menengan ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama
dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalem
balenya.
c) Sekepat

: Tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan

orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Sekupat
juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk
menerima pemuda yang datang midang (melamar).
d) Sekenam : Tempat kegiatan belajar mengajar tata krama,

penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan
internal keluarga.
e) Bale Bonter

: Ternopat pesangkepan / persidangan adat,

seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat,
dan sebagainya. Umumnya bangunan ini dimiliki oleh
para perkanggo /Pejabat Desa, Dusun/kampung.
f)

Bale Beleq Becingah

: Tempat kegiatan besar Kerajaan

sehingga sering juga disebut “Becingah”.
g) Bale Tajuk:

Tempat

pertemuan

keluarga

besar

dan

pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata
krama.
h) Bale Gunung Rate

yang

tinggal

di

: Biasanya dibangun oleh masyarakat
lereng

pegunungan,

sedangkan bale

balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari banjir, oleh
karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

2) Benda – benda
a) Sabuk Belo : Warisan turun temurun masyarakat Lombok.
b) Gendang Beleq : Alat musik gendang berbentuk bulat

berfungsi untuk mengiringi rombongan pengantin atau
menyambut tamu kehormatan.
c) Ende : Perisai yang digunakan dalam kesenian bela diri
periseian
d) Peralatan Untuk Bekerja : Pacul (tambah), bajak (tenggalae),
alat untuk meratakan tanah (rejak), parang, kodong, ancok dan
lain sebagainya
e) Peralatan Untuk Membangun Rumah : Jerami dan alang-alang
yang digunakan untuk membuat atap rumah, bedek (anyaman
dari bambu yang digunakan untuk membuat dinding), kayukayu penyangga, getah pohon kayu bantem dan bajur, kotoran
kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan
lantai,

abu

jerami

yang

digunakan

sebagai

campuran

mengeraskan lantai.
e. Sistem Mata Pencaharian Suku Sasak
Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar
orang Sasak adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian
mereka bertanam padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang
tanah, kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan kebun kelapa,
tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan.
Mereka beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha
kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran,
tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai
mereka juga menjadi nelayan.

f. Sistem Religi Suku Sasak
Sebagian

besar

penduduk

pulau

Lombok

terutama suku

Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini
adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan Bali yang
berjumlah

sekitar

15%

dari

seluruh

populasi

di

sana.

Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan
terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang
bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah
Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga
pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga
perguruan tinggi.
g. Sistem Kesenian Suku Suku Sasak
Hasil karya kesenian suku Sasak antara lain :
1. Tari gandrung
2. Gendang beleg
3. Presean

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat kami rumuskan masalah
penulisan yaitu :
1.

Bagaimana penyelesaian kasus pidana kawin lari di suku Sasak?

2.

Bagaimana penyelesaian sengketa hukum warisdi suku Sasak?

3.

Bagaimana penyelesaian sengketa tata negara di suku Sasak?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Kasus Pidana Kawin Lari di Suku Sasak
Suku sasak merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih sangat
melestarikan kultur budaya mereka. Masyarakat sasak mengenal salah satu
cara melangsungkan perkawinandengan kawin lari atau yang biasa mereka
sebut dengan istilah merarik. Merarik merupakan jenis perkawinan yang
pelaksanaannya dengan cara masing-masing calon yang sudah berniat untuk
menikah bersama-sama meninggalkan orang tua dan keluarganya.
Adapun ketentuan cukup umur dalam perkawinan merarik antara lain :
a. Kencak
b. Genem
c. Itik
d. Tomot
e. Tome
Tahapan perkawinan merarik
1. Saling kenal
2. Menarih
3. Perkawinan merarik
4. Sejati
5. Peradang
6. Selabar
7. Sorong serah dan nyongkolan
8.

Bales onos nae

Meskipun pada awalnya hukum ini menjelaskan bahwa yang membawa
lari adalah orang terdekat atau kepercayaan si laki-laki supaya tidak terjadi
perseteruan antara laki-laki dan perempuan sebelum pernikahan. Tetapi
sekarang telah terjadi pergeseran, si laki-laki yang langsung membawa lari
kekasihnya. ( Widodo Dwi Putro,2011:225)

Menurut hukum nasional yang berlaku di Indonesia, Pasal 332(2) Ayat 1
ke-1 KUHP yang berbunyi “Bersalah melarikan wanita diancam dengan
pidanapenjara : paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang
wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya
tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan
terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.” UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan ( mengenai batasan umur ), pasal 7 ayat 1 :
Perkawinan hanya diizinkan pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita mencapai umur 16 tahun.
Contoh kasusnya adalah Zainal alias Kacung, duda usia 45 tahun dan Ernawati
berumur 17 tahun, mereka telah berpacaran selama setahun. Kedua orang tua
Ernawati tidak menyetujui hubungan mereka dikarenakan selisih umur mereka
yang terpaut sangat jauh. Akhirnya Ernawati meminta Kacung untuk
melaksanakan merariq(kawin lari) bersamanya, kemudian Kacung membawa
Ernawati pergi dan dititipkan juga disembunyikan di desa tetangga. Permasalahan
terus terjadi yang hingga akhirnya Kacung membawa Ernawati ke Pulau Bali dan
melangsungkan pernikahannya disana. Atas dasar itulah kemudian orang tua Erna
melaporkan Kacung ke pihak yang berwajib yang kemudian berujung pada
penangkapan kacung dengan dijerat pasal 332 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kasus kacung membawa erna untuk kemudian dinikahi , sudah sesuai dengan
prosedur

adat

merarik.

Dimanasiperempuamdibawalariatasdasarsukasamasukauntukdinikahi tanpa harus
memint

izin

orang

tuanya.

Erna

pun

tidakdibawalangsungkerumahkacungmelainkandibawakekampungtentanggayakni
dusunlingkoklemdesasetilingdarisegiumurketentuan

yang

dijelaskanolehhukumadatmerariktidaksecaraspesifikdijelaskanbatasanumurberapa
melainkandijelaskandengamberbagaitanda-tanda yang diperlihatkanoleh di lakilakimaupun di perempuan yang di anggapsudahmampumelakukanperkawinan .

Dalam Undang - UndangNomor 1 Tahun 1974 Bab 2 Pasal 7 Ayat 1,
Perkawinanhanya di izinkan bila pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak

wanita

sudah

mencapai

umur

16

tahun.

TentukasuskacungtelahmemenuhisyaratuntukmelakukanperkawinanbersamaErnad
imanaKacungberusia

45

tahundanErna

syaratperkawinanUUNo.

17tahun,

1

dilihatdarisyarat

Tahun

-

1974

tentangperkawinankeduacalonmempelaisudahmemenuhisyaratmelangsungkanper
kawinansehinggatidakadaalasan UU maupunhukumadatuntukmencegahnya.
Jikadilihatdaribunyipasal

322

KUHP

"barangsiapamembawapergiseorangwanita

ayat

1

diatasterdapatkalimat

yang

belumdewasa"

kalimatbelumdewasainimenjadirancu yang manadalam UU No.1 tahun 1974
tentangbab 2 pasal 7 ayat 1 tentangperkawinan di izinkanapabilawanita minimal
sudahberusia

16

tahun,

sedangkandalamkasuskacungsepertidiketahuibahwaernaberusia 17 tahun. Jadi,
penjeratan pasal 332 ayat 1 terhadap kacung telah melanggar ketetapan UU No.1
tahun 1974
Timpangtindihantarpasal

dalam

UU

menjadikanhukumadatsemakintidakjelaskekuatankedudukannya.Padahal

ini
hukum

adat merupakan hukum yang jelas-jelas hidup di masyarakat itu sendiri. Hal
initentuakanmembentukkekuatandalammasyarakat, agar melaksanakantradisinya.
Hukum - hukum yang selama ini mereka sakralkan akan semakin hilang dengan
adanya kriminalisasi yang tidak dilakukan oleh hukum nasional jika masyarakat
sasak melakukan malarik seperti kacung dijerat pidana itu mengindikasikan
bahwa hukum adat tersebut identik dengan kejahatan dari hukum formal . Padahal
disisi lain dia adalah hukum yang hidup dimasyaraat. Terdapat kecurigaan pula
bahwa adanya rekayasa sosial yang mencoba mengubah perilaku tradisional
masyarakat menjadi Perilaku yang lebih modern.

B. Penyelesaian Sengketa Hukum Waris di Suku Sasak

Dalam hal mewaris bagi wanita, masyarakat Sasak tunduk pada tiga sistem
hukum : Hukum Adat, Hukum Islam yang bersumber kepada Quran dan Hadist,
serta hukum negara yang bersumber pada putusan hakim Pengadilan Negeri yang
dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Sebagian besar

masyarakat Sasak mengikuti hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan
Hadist. Karena mayoritas Suku Sasak beragama Islam, banyak masyarakat Sasak
yang menggunakan hukum Islam untuk membagi warisan. Dasar penggunaan
hukum waris Islam bersumber pada Surat An-Nisa ayat 11 yang pada artinya:
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) anak-anakmu, bagian
anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”
Dalam bahasa Sasak, bagian wanita dikatakan sebagai “sepersonan” yaitu
barang yang dijunjung di atas kepala perempuan. Bagian laki-laki adalah
“sepelembah” atau dua pikulan yang diletakkan di atas bahu. Maka dikatakan
dalam bahasa daerah sasak bagian laki-laki dan wanita adalah “Sapelembah
sepersonan”yaitu dua berbanding satu. Wanita menjunjung satu bakul di
kepalanya, sedangkan laki-laki membawa pikulan di bahunya yang terdiri dari dua
bakul keranjang.
Anak laki-laki mendapatkan dua bagian warisan dan perempuan satu
bagian mengikuti sepelembah sepersonan. Jika tidak ada anak laki-laki maka
semua warisan tersebut jatuh pada anak perempuan. Jika anak perempuan lebih
dari satu orang, harta warisan dibagi sama diantara mereka. Warisan tersbut tidak
tidak dibagikan kepada saudara laki-laki dari almarhum bapaknya. Bila anak
perempuan hanya satu-satunya semua harta warisan jatuh kepada anak perempuan
satu-satunya tersebut. Untuk membagi warisan, masyarakat menyerahkan segala
urusan pembagiannya pada Tuan Guru, Pemimpin Agama Islam di desa di Sasak.
Namun tidak jarang pula sengketa waris diselesaikan oleh Pengadilan Agama dan
diselesaikan dengan Hukum Islam. Telah terjadi pergeseran nilai dalam Hukum
Waris Adat khususnya tentang kedudukan anak dan wanita. Jika menurut hukum
adat yang lama, anak wanita bukan ahli waris serta tidak berhak untuk mewaris

barang-barang tidak bergerak seperti tanah, maka kini dalam perkembangannya
sudah diakui dimana kedudukan wanita sebagai ahli waris dan berhak pula
memperoleh harta warisan peninggalan orang tuanya bersama-sama dengan
saudara laki-lakinya.
Keadaan di atas mau tidak mau harus ditafsirkan bahwa telah terjadi
pergeseran pola pikir di kalangan warga suku ini ke arah kemajuan (modernisasi).
Dari realita-realita yang terjadi dalam masyarakat, maka secara filosofis dapat
dibaca bahwa persamaan status hak dan kedudukan antara anak laki-laki dengan
anak wanita selama ini telah berjalan. Anak wanita tidak lagi sebagai selalu
berada di belakang keutamaan anak laki-laki. Tetapi keduanya mempunyai harkat
dan martabat yang sama.Situasi dan kondisi saat ini telah berubah dan sangat
berbeda. Dalam realita di tengah-tengah masyarakat adat dalam suku ini telah
timbul nilai-nilai hukum baru yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Dirasakan tidak adil lagi jika anak wanita
dianggap sebagai bukan ahli waris. Anak wanita sekarang sudah diakui sebagai
ahli waris. Oleh karena itu, kensekuensi logisnya, wanita harus mendapatkan
bagian sebagai ahli waris dari orang tuanya yang telah meninggal.
Sebagai

contoh,

Putusan

Pengadilan

Agama

Praya,

No.

306/Pdt.G/2007/PA.PRA, 17 Maret 2008. 11 warisan berupa 2 bidang tanah
kebun seluas 6 ha. Orang tua Nursaid sendiri meninggal pada tahun 1950. Pada
waktu Amaq Nawiyah meninggal dunia Le Putrahimah masih kecil sehingga
tanah kebun seluas 6 ha tersebut dikuasai oleh Amaq Itriawan. Setelah Amaq
Itriawan meninggal dunia tanah itu dikuasai oleh Nursaid beserta saudarasaudaranya. Pengadilan Agama Mataram berpendapat antara lain, bahwa batasbatas tanah yang menjadi obyek sengketa tidak dapat dibuktikan oleh penggugat,
sedangkan tergugat telah menunjukkan pipil garuda sebagai tanda bukti hak milik
tergugat. Oleh karena itu Pengadilan Agama Mataram menolak gugatan pengugat.
C. Penyelesaian Sengketa Tata Negara di Suku Sasak

Ketika hukum formal tidak mampu menyelesaikan persoalan masyarakat,
maka

hukum

adatlah

yang

dapat

digunakan

untuk

menyelesaikan

permasalahan tersebut selama tidak bertentangan dengan hukum pemerintah.
Prinsip hukum adat yang dikembangkan bersifat universal, sehingga sampai
saat ini Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tetap menerapkan hukum
adat dalam membangun nilai-nilai kesetikawanan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sebagai contoh penyelesaian masalah hukum melalui hukum adat, yaitu
pada kasus Desa Sukrarare. Di desa ini, administrasi pemerintah desa
dilaksankaan oleh pemeritnah desa, akan tetapi penyelesaian masalah hukum
diselesaikan melalui hukum adat oleh kelembagaan adat. Penyelesaian
permasalahan melalui hukum adat tersebut dilakukan di Balai Adat. Semua
keputusan hukum dilahirkan melalui Balai Adat, sehingga seluruh masyarakat
dapat hadir untuk melihat dan memberikan saran yang pada akhirnya
pengusung, penghulu dan pemangku memutuskan melalui upacara adat
apabila aspek hukum dipandang benar dan perlu mendapat perhatian secara
seksama. Hukum adat di NTB tidak menghendaki keputusan salah atau benar.
Akan tetapi harus mengarah pada perdamaian yang diselesaikan dengan
musyawarah mufakat. Dalam penyelesaian permasalahan itu terjaga perasaan
masing-masing pihak yang bermasalah.
Balai Adat dibangun atas swadaya masyarakat dan dapat digunakan untuk
kegiatan-kegiatan

kemasyarakatan.

Selain

sebagai

tempat

untuk

menyelesaikan permasalahan warga, Balai Adat juga digunakan untuk
pelestarian dan penanam nilai budaya. Melalui Balai Adat ini diharapkan adat
istiadat Suku Sasak mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa harus
mengalami pelunturan nilai budaya. Melalui Balai Adat ini terbangun
komitmen, bahwa budaya bukan sesuatu yang tertutup, akan tetapi diharapkan
mampu diterapkan sebagai bagian dari kehidupan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suku sasak adalah suku terbesar yang menempati Lombok, Nusa Tenggara
Barat.

Di

daerahLomboksecaraumumterdapat

3

macamlapisansosialmasyarakat yaitu golonganNingrat, golonganPruangse,
dan

golonganBuluKetujur.Sebagian

besar

penduduk

pulau

Lombok

terutama suku Sasak menganut agama Islam. Berdasarkan pembahasan diatas,
dapat disimpulkan bahwa budaya hukum suku Sasak tergolong masih sangat
kental dengan adat istiadatnya.Adat istiadat suku sasak dapat dilihat pada adat
perkawinan suku Sasak yang disebut dengan istilah "Merarik" atau "Selarian"
serta dalam menyelesaikan sengketa pembagian warisan suku Sasak masih
digunakan hukum adat yang berlaku. Hukum adat di suku Sasak masih
berjalan dan berperan dengan sangat baik dan tidak jarang balai adat ikut
membantu segala urusan pemerintah daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat
yang tidak bisa diselesaikan secara hukum pada umumnya.
B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat membantu pembelajaran pada mata kuliah
pengantar antropologi hukum khususnya untuk mengetahui budaya hukum di
suku Sasak. Sebagai warga negara yang baik, kita harus menghargai
perbedaan – perbedaan budaya hukum yang ada di setiap suku di Indonesia
karena Indonesia memiliki beragam ras dan suku yang berbeda – beda, serta
kita harus bisa menghargai, menjaga, dan melestarikan budaya dan adat yang

ada di Indonesia agar terwujudnya Indonesia yang damai, sejahtera dan tidak
terpecah belah.

DAFTAR PUSTAKA
http://arismansomantri.blogspot.co.id/2014/09/suku-sasak-di-lihat-dari-7unsur.html
http://www.matadunia.id/2016/02/peraturan-daerah-dan-hukumadat_50.html
https://prezi.com/jfcjkdqeesbv/adat-suku-sasak-lombok/