Uji Tapis Talasemia Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013 Dengan Menggunakan Indeks Eritrosit

UJI TAPIS TALASEMIA PADA MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN
2013TAHUN 2013 DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS ERITROSIT

Oleh:
KEVIN MUHAMMAD NASUTION
100100018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

Universitas Sumatra Utara

2013UJI TAPIS TALASEMIA PADA MAHASISWA FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2013
TAHUN 2013 DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS ERITROSIT

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

KEVIN MUHAMMAD NASUTION
100100018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatra Utara

i

LEMBAR PENGESAHAN

Uji TapisTalasemia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2013 Tahun 2013 dengan Menggunakan Indeks
Eritrosit

Nama: Kevin Muhammad Nasution
NIM: 100100018


Pembimbing

Penguji I

(Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K)) (Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK., Ph.D.)
NIP 195303151979122001

NIP 195112021979021001

Penguji II

(dr. Rina Yunita, Sp.MK)
NIP 197906242003122003

Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, sp.PD-KGEH)

NIP: 195402201980111001

Universitas Sumatra Utara

ii

ABSTRAK

Saat ini Talasemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak di
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat
Talasemia sekitar 5-6 persen dari jumlah populasi. Bagi sebagian besar orang tua,
mempunyai anak yang menderita talasemia merupakan beban yang sangat berat,
baik moral maupun material. Sebab, selain harus terus memonitor tumbuh
kembang si anak, biaya yang dibutuhkan untuk transfusi darah juga tergolong
mahal, bisa menghabiskan jutaan rupiah tiap bulannya. Oleh karena itu,
diperlukanupaya pencegahan Talasemia yaitu dengan program penapisan agar
kemungkinan terjadinya penyakit Talasemia dapat dikurangi. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak sampel yang menderita talasemia
minor dan sebagai penapisan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2013 menggunakan indeks eritrosit.

Seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2013 yang berjumlah 480 orang menjadi sampel dengan metode total
sampling. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui besarnya
jumlah penderita talasemia minor. Waktu penelitian dilakukan pada semester
ganjil tahun ajaran 2013 dan pengambilan data dilakukan di Poliklinik Universitas
Sumatera Utara bagian rekam medis.
Dengan jumlah sampel sebanyak 480 orang, diperoleh hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa persentase mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2013 yang menderita suspek talasemia minor adalah
5,2% atau sebanyak 25 orang dari 480 orang. Dan sebanyak 14 orang (56%) dari
penderita talasemia minor adalah laki-laki dan sebanyak 11 orang (44%) adalah
perempuan.
Dari hasil penelitian ini, maka sebaiknya pasangan yang ingin menikah
terlebih dahulu melakukan penapisan darah untuk mengetahui apakah termasuk
golongan talasemia minor atau normal.
Kata Kunci : Mahasiswa, Penapisan, Pencegahan, Talasemia

Universitas Sumatra Utara

iii


ABSTRACT
Currently Thalassemia is the most prevalent hereditary disease in the
world, including Indonesia. In Indonesia, it is estimated the number of
Thalassemia-trait carrier is about 5-6 percent of the total population. For most
parents, having a Thalassemic child is a heavy burden, from moral side or
material side. The reasons are, beside the need to monitor the growth and
development of the child, the costs needed to undergo blood transfusion is very
expensive, it can cost millions of Rupiah every month. Therefore, it is important
to do prevention effort or screening to decrease the chance of Thalassemia. The
purpose of this research is to find out how many samples suffer Minor
Thalassemia and as a screening for USU medical college students of 2013 using
erythrocytes index.
All of USU medical college students of 2013 in total 480 become the
sample using total-sampling method. This research is descriptive, to find out how
many samples suffer Minor Thalassemia. Research time is in the second half of
2013 and data retrieval is conducter in the medical record room of USU
polyclinic.
With a total samples of 480, obtained results show that the percentage of
USU medical college students of 2013 who are suspected suffering Minor

Thalassemia is 5,2% or 25 of 480 people. And 14 people (56%) who is suspected
suffering Minor Thalassemia is male and 11 people (44%) is female.
From the results, it is recommended for couples to do a screening test
before marrying to find out whether you suffer Minor Thalassemia or not.
Key words : Medical Students, Screening, Prevention, Thalassemia

Universitas Sumatra Utara

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Uji
Tapis Talasemia pada Mahasiswa Fakultas Kedoktera Universitas Sumatera
Utara Angkatan 2013 Tahun 2013 dengan Menggunakan Indeks Eritrosit”.
Penelitian ini bisa diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak, kepada
mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, diantaranya:
1. Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan

penelitian ini,
2. Keluarga yang telah memberikan dukungan setiap saat baik secara
moril maupun materil.
Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penulisan
penelitian ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses
penyempurnaannya. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu kedokteran, menjadi masukan yang berarti, khususnya dalam
upaya preventif terhadap penyakit Talasemia. Semoga karya tulis ini dapat
berguna bagi kita semua

Medan, Desember 2013
Penulis

Kevin Muhammad Nasution
100100018

Universitas Sumatra Utara

v


DAFTAR ISI

HALAMANPERSETUJUAN..…………………………………..……

i

ABSTRAK....................................................................................... …..

ii

ABSTRACT......................................................................... .................

iii

KATA PENGANTAR………………………………………………….

iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………


v

DAFTAR TABEL................................................................ .................

vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………..........................

vii

DAFTAR SINGKATAN...................................................... .................

viii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………......…………………….

1

1.1. Latar Belakang………………………………………..........


1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………….

2

1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………...

2

1.4. Manfaat Penelitian………………………………………….

2

1.4.1. Bagi Objek Penelitian……………………………

2

1.4.2. Bagi FK USU……………………………………


3

1.4.3. Bagi Peneliti……………………………………… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………..… 4
2. Talasemia……………………………………………………… 4
2.1. Definisi………………………………………………… 4
2.2. Epidemiologi………………………………………… 4
2.3. Etiologi………………………………………………… 5
2.4. Klasifikasi dan Patogenesis…………………………… 6
a) Talasemia β……………………………………… 6
b) Talasemia α……………………………………… 7
2.5. Patofisiologi…………………………………………… 7
a) Talasemia β……………………………………… 8
b) Talasemia α…………….……………………… 9

Universitas Sumatra Utara

v

2.6. Manifestasi Klinis……………………………………. 9
a) Talasemia β mayor……………………………… 9
b) Talasemia β intermedia ……………………...... 10
c) Talasemia β minor……………………….……… 10
d) Talasemia α……………………………………… 11
2.7. Diagnosis……………………………………………… 11
2.8. Pemeriksaan Laboratorium…………………………… 11
a) Talasemia α……………………………………… 11
b) Hb H Disease…………………………………… 11
c) Talasemia β minor……………………………… 11
d) Talasemia β mayor……………………………… 12
2.9 Penatalaksanaan……………………………………… 12
2.10. Prognosis……………………………………….…

13

2.11. Pencegahan………………………………………… 13
a) Penapisan (Sccreening)………………………… 14
b) Diagnosis Prenatal……………………………… 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...… 18
3.1. Kerangka Konsep……………………………………………… 18
3.2. Variabel dan Definisi Operasional…………………………… 18
3.2.1.Variabel……………………………………………… 18
3.2.2. Definisi Operasional………………………………

19

BAB 4 METODE PENELITIAN………………………………………… 20
4.1. Jenis Penelitian…………………………………………………20
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………… 20
4.3. Populasi dan Sampel………………………………………… 20
4.3.1. Populasi……………………………………………

20

4.3.2. Sampel…………………………………................

20

4.4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………… 20
4.5. Pengolahan dan Analisis Data……………………………….. 21

Universitas Sumatra Utara

v

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................

22

5.1. Hasil Pembahasan........................................................... ......

22

5.1.1. Deskripsi Karakteristik Sampel.............................

22

5.1.2 Hasil Analisis Data...............................................

22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN............................................ ......

25

6.1. Kesimpulan..................................................................... ......

25

6.2. Saran.............................................................................. ......

25

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

26

LAMPIRAN

Universitas Sumatra Utara

vi

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman
5.1.

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

22

5.2.

Data Penderita Talasemia Minor

23

5.3.

Distribusi Jenis Kelamin Pada Penderita Talasemia Minor

24

5.4

Perbandingan Jumlah Penderita Talasemia Minor dan Orang

24

Normal

Universitas Sumatra Utara

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1.

Epidemiologi Talasemia β

4

2.2.

Epidemiologi Talasemia α

5

2.3.

Pola penurunan sifat Talasemia

6

3.1.

Kerangka Konsep Penelitian

18

Universitas Sumatra Utara

viii

DAFTAR SINGKATAN

ARMS

Amplification Refractory Mutation System

CVS

Corion Villus Sampling

DNA

Deoxyribonucleic Acid

fL

Flash

Hb

Hemoglobin

MCH

Mean Corpuscular Hemoglobin

MCV

Mean Corpuscular Volume

MRNA

Messenger Ribonucleic Acid

PCR

Polymerase Chain Reaction

RBC

Red Blood Cell

RELP

Restriction Fragment Length Polymorphism

Universitas Sumatra Utara

ii

ABSTRAK

Saat ini Talasemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak di
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat
Talasemia sekitar 5-6 persen dari jumlah populasi. Bagi sebagian besar orang tua,
mempunyai anak yang menderita talasemia merupakan beban yang sangat berat,
baik moral maupun material. Sebab, selain harus terus memonitor tumbuh
kembang si anak, biaya yang dibutuhkan untuk transfusi darah juga tergolong
mahal, bisa menghabiskan jutaan rupiah tiap bulannya. Oleh karena itu,
diperlukanupaya pencegahan Talasemia yaitu dengan program penapisan agar
kemungkinan terjadinya penyakit Talasemia dapat dikurangi. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak sampel yang menderita talasemia
minor dan sebagai penapisan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2013 menggunakan indeks eritrosit.
Seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2013 yang berjumlah 480 orang menjadi sampel dengan metode total
sampling. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui besarnya
jumlah penderita talasemia minor. Waktu penelitian dilakukan pada semester
ganjil tahun ajaran 2013 dan pengambilan data dilakukan di Poliklinik Universitas
Sumatera Utara bagian rekam medis.
Dengan jumlah sampel sebanyak 480 orang, diperoleh hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa persentase mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2013 yang menderita suspek talasemia minor adalah
5,2% atau sebanyak 25 orang dari 480 orang. Dan sebanyak 14 orang (56%) dari
penderita talasemia minor adalah laki-laki dan sebanyak 11 orang (44%) adalah
perempuan.
Dari hasil penelitian ini, maka sebaiknya pasangan yang ingin menikah
terlebih dahulu melakukan penapisan darah untuk mengetahui apakah termasuk
golongan talasemia minor atau normal.
Kata Kunci : Mahasiswa, Penapisan, Pencegahan, Talasemia

Universitas Sumatra Utara

iii

ABSTRACT
Currently Thalassemia is the most prevalent hereditary disease in the
world, including Indonesia. In Indonesia, it is estimated the number of
Thalassemia-trait carrier is about 5-6 percent of the total population. For most
parents, having a Thalassemic child is a heavy burden, from moral side or
material side. The reasons are, beside the need to monitor the growth and
development of the child, the costs needed to undergo blood transfusion is very
expensive, it can cost millions of Rupiah every month. Therefore, it is important
to do prevention effort or screening to decrease the chance of Thalassemia. The
purpose of this research is to find out how many samples suffer Minor
Thalassemia and as a screening for USU medical college students of 2013 using
erythrocytes index.
All of USU medical college students of 2013 in total 480 become the
sample using total-sampling method. This research is descriptive, to find out how
many samples suffer Minor Thalassemia. Research time is in the second half of
2013 and data retrieval is conducter in the medical record room of USU
polyclinic.
With a total samples of 480, obtained results show that the percentage of
USU medical college students of 2013 who are suspected suffering Minor
Thalassemia is 5,2% or 25 of 480 people. And 14 people (56%) who is suspected
suffering Minor Thalassemia is male and 11 people (44%) is female.
From the results, it is recommended for couples to do a screening test
before marrying to find out whether you suffer Minor Thalassemia or not.
Key words : Medical Students, Screening, Prevention, Thalassemia

Universitas Sumatra Utara

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Saat ini Talasemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak di
dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat
Talasemia sekitar 5-6 persen dari jumlah populasi. Jumlah pembawa sifat ini
berbeda-beda dari satu propinsi ke propinsi lain. Yang tertinggi, Palembang; 10
persen. Menyusul kemudian, Ujung Pandang; 7,8 persen, Ambon; 5,8 persen,
Jawa; 3-4 persen, Sumatera Utara; 1-1,5 persen. Bagi sebagian besar orang tua,
mempunyai anak yang menderita talasemia merupakan beban yang sangat berat,
baik moral maupun material. Sebab, selain harus terus memonitor tumbuh
kembang si anak, biaya yang dibutuhkan untuk transfusi darah juga tergolong
mahal, bisa menghabiskan jutaan rupiah tiap bulannya. (Tamam, 2009)
Talasemia merupakan masalah serius di negara-negara yang dulunya
mempunyai prevalensi malaria yang tinggi. Upaya pencegahan dan

tindakan

pengendalian yang lebih intens dilakukan pada tahun 70-an di Siprus dan di
negara-negara dengan prevalensi talasemia yang tinggi lainnya, sehingga
menurunkan jumlah kelahiran bayi yang terkena talasemia secara drastis. Hal ini
menghemat sumber daya yang bisa digunakan untuk meningkatkan perawatan
bagi pasien yang sudah lebih dulu menderita talasemia, sehingga meningkatkan
tingkat kelangsungan hidup mereka. Tetapi, hal ini hanya berlaku di Eropa. Di
benua lain, hal ini masih merupakan masalah besar karena banyaknya jumlah
penderita

talasemia

dan

sedikitnya

program

pencegahan.(Thalassemia

International Federation, 2008)
Penyakit genetik sudah sering terjadi di dunia ini, banyak manusia yang
telah menjadi penderita penyakit keturunan. Seringkali hal ini terjadi tanpa
pencegahan ataupun penanganan dengan ilmu yang benar, terutama pada
masyarakat kelas menengah ke bawah. Beberapa penyakit genetik yang paling
umum (Talasemia, Cystic Fibrosis, penyakit darah dan Phenylketonuria) dapat
dikelola dengan cukup sukses. Pendekatan pencegahan yang efektif untuk

Universitas Sumatra Utara

2

penyakit genetik telah dibuktikan di negara-negara di mana gen abnormal yang
diwarisi dapat diidentifikasi. Misalnya di Siprus, Yunani dan Italia, penapisan
(screening) untuk Talasemia merupakan praktek nasional yang standar. Pada
pasangan yang berisiko ditawarkan diagnosis dini pada kehamilan pertama,
sebagian besar di antaranya yang menggunakan layanan ini akan menghasilkan
keturunan yang sehat. (World Health Organization, 2005)
Karena di Indonesia diperkirakan jumlah pembawa sifat talasemia sekitar
5-6 persen dari jumlah populasi , maka peneliti tertarik untuk melihat seberapa
tinggi jumlah pembawa sifat talasemia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2013. Sampel ini dipilih karena peneliti
tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk mengambil darah responden, karena
datanya sudah tersedia di Universitas Sumatera Utara, dan juga jumlah sampel
tidak terlalu banyak karena peneliti merasa tidak memiliki waktu yang cukup
untuk melakukan penelitian jika jumlah sampel terlalu banyak.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian
untuk mengetahui seberapa tinggi jumlah pembawa sifat talasemia pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013.

1.3. Tujuan Penelitan
Untuk memperoleh data mengenai indeks eritrosit mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1. Bagi Objek Penelitian dan Masyarakat Umum
Menumbuhkan kesadaran agar melakukan penapisan darah terlebih dahulu
sebelum menikah . Untuk mengetahui apakah objek merupakan pembawa sifat
talasemia dan kedepannya bisa menghindari perkawinan dengan orang lain

Universitas Sumatra Utara

3

pembawa sifat talasemia juga, agar tidak menghasilkan keturunan yang menderita
talasemia atau pembawa sifat talasemia

1.4.2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di Fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.4.3. Bagi Peneliti
Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Program sebagai
prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran.

Universitas Sumatra Utara

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. TALASEMIA
2.1. Definisi
Sindrom talasemia adalah kelompok heterogen dari anemia bawaan yang
ditandai oleh cacatnya sintesis satu atau lebih subunit rantai globin yang
merupakan bagian dari tetramer hemoglobin. (Hoffman, 2005)
Istilah talasemia pertama kali digunakan pada anemia yang sering
dijumpai pada orang-orang dari pantai Italia dan Yunani (Mediterania). Dalam
bahasa Yunani, Thalasa berarti laut. (Hoffman, 2005)

2.2. Epidemiologi
Talasemia β terdistribusi secara luas pada populasi Mediterania, Timur
Tengah, bagian India dan Pakistan, dan seluruh Asia Tenggara. Penyakit ini
umum dijumpai di bagian selatan bekas Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.
Talasemia β jarang dijumpai di Afrika, kecuali di beberapa daerah di Afrika Barat,
terutama Liberia, dan di beberapa bagian Afrika Utara. Namun, talasemia β dapat
dijumpai secara sporadis di semua kelompok ras dan telah diamati dalam keadaan
homozigot pada orang-orang keturunan Anglo-Saxon murni. Dengan demikian,
latar belakang ras pasien tidak mempengaruhi diagnosis. (Lichtman, et al., 2007)

Gambar 2.1. Epidemiologi Talasemia β

Universitas Sumatra Utara

5

Talasemia α terjadi secara luas di seluruh Afrika, negara-negara
Mediterania, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Talasemia α° paling sering
ditemukan pada populasi Mediterania dan Oriental tetapi sangat jarang ditemukan
di Afrika dan populasi Timur Tengah. Namun, talasemia α+ bentuk delesi
dijumpai dalam frekuensi tinggi di Afrika Barat, Mediterania, Timur Tengah, dan
Asia Tenggara. Sampai dengan 80 persen dari populasi beberapa bagian di Papua
Nugini adalah pembawa sifat talasemia α+betuk delesi. Alasan kenapa talasemia
non delesi bisa dijumpai cukup banyak dalam populasi tertentu tidak diketahui
secara pasti, tetapi talasemia non delesi dilaporkan cukup banyak terdapat di
beberapa populasi Mediterania, Asia Tenggara, dan Timur Tengah. (Lichtman, et
al., 2007)

Gambar 2.2. Epidemiologi Talasemia α
2.3. Etiologi
Talasemia adalah penyakit yang diturunkan secara genetik pada satu atau
lebih dari gen globin yang terletak pada kromosom 11 dan 16. Lesi bisa berupa
delesi total atau point mutationyang mengganggutranskripsi, pemrosesan, atau
translasimRNAglobin.(Hoffman, 2005)

Universitas Sumatra Utara

6

Gambar 2.3. Pola penurunan sifat Talasemia

2.4. Klasifikasi dan Patogenesis
Secara klinis talasemia bisa dibagi menjadi:
1. Talasemia mayor
2. Talasemia minor
3. Talasemia intermedia.
Secara genetik talasemia bisa diklasifikasikan menjadi talasemia α dan
talasemia β. Talasemia β biasanya disebabkan oleh point mutation pada satu atau
dua gen globin β (kromosom 11). Talasemia α biasanya disebabkan oleh delesi
pada satu atau dua gen globin α. Varian genetiknya bisa dilihat dibawah ini.
a) Talasemia β
1. Talasemia β0: Tidak terdeteksinya sintesis rantai β karena absennya βchain mRNA

Universitas Sumatra Utara

7

2. Talasemia β+ : Berkurangnya sintesis rantai β karena berkurangnya βchain mRNA
3. Talasemia δβ : Terdelesinya gen rantai δ dan rantai β
4. Talasemia E β : Terdelesinya hemoglobin E dan gen rantai β
5. Hb Lepore : Globin yang bergabung yang disebabkan oleh crossover
yang tidak setara antara gen globin β dan δ.
b) Talasemia α
1. Talasemia α silent carrier : Terdelesinya satu gen globin α
2. Talasemia α trait : Terdelesinya dua gen globin α
3. Hb Constant Spring : Varian rantai α abnormal yang diproduksi
sedikit, sehingga terlihat seperti defisiensi gen α
4. HbH disease : Terdelesinya tiga gen globin α, yang mengakibatkan
berkurangnya sintesis rantai α secara signifikan
5. Hydrops fetalis : Terdelesinya empat (seluruh) gen globin α; tidak ada
produksi hemoglobin sama sekali. (Lanzkowsky, 2005)

2.5. Patofisiologi
Lesi primer pada semua bentuk talasemia adalah berkurangnya atau tidak
adanya produksi satu atau lebih rantai globin. Dampak yang paling besar terjadi
jika lesi ini mempengaruhi rantai α atau β yang diperlukan untuk sintesis
hemoglobin. Salah satu konsekuensi dari berkurangnya produksi rantai globin
adalah berkurangnya produksi dari tetramer hemoglobin yang fungsional.
Akibatnya, karakteristik dari semua penderita talasemia adalah mikrositosis dan
hipokromia. (Hoffman, 2005)
Konsekuensi kedua dari gangguan biosintesis globin adalah

tidak

seimbangnya sintesis subunit α dan subunit β. Tetramer hemoglobin sangat larut
dan memiliki sifat mengangkut oksigen yang reversibel yang sangat sesuai untuk
transportasi dan pengiriman oksigen dalam kondisi fisiologis. Rantai globin α, β,
dan γ yang tidak berpasangan sangat tidak larut atau membentuk homotetramer
yang tidak mampu melepaskan oksigen secara normal dan relatif tidak stabil dan
mengendap bila usia sel sudah tua. Untuk alasan yang kurang dipahami, tidak ada

Universitas Sumatra Utara

8

mekanisme kompensasi dimana gangguan sintesis satu subunit globin tidak
menyebabkan penyesuaian produksi rantai globin pasangannya pada tetramer
hemoglobin. Dengan demikian, pada penderita talasemia β, terjadi pengendapan
rantai α yang tidak berfungsi, sedangkan pada penderita talasemia α, akan
terbentuk Hb H dari kelebihan rantai β yang tidak berfungsi. (Hoffman, 2005)
Keadaan yang abnormal ini menyebabkan berbagai kekacauan fisiologis.
Pada bentuk talasemia yang parah, penumpukan dari rantai globin yang tidak
berpasangan inilah yang mendominasi patofisiologi dari penyakit ini, daripada
sekedar rendahnya produksi tetramer hemoglobin yang fungsional. Komplikasi
yang pasti dari fenomena patofisiologis ini beragam dan tergantung pada jumlah
dan identitas dari akumulasi berlebihan rantai globin. (Hoffman, 2005)
Talasemia α cenderung lebih simptomatik pada janin dan pada bayi baru
lahir, sedangkan Talasemia β asimtomatik hingga usia 4 sampai 6 bulan.
Perbedaan dalam timbulnya ekspresi fenotipe muncul karena rantai α diperlukan
pada pembentukan Hb F (Fetal Hemoglobin) dan Hb A (Adult Hemoglobin),
sedangkan rantai β diperlukan hanya pada pembentukan Hb A. (Hoffman, 2005)
a) Talasemia β
Secara

biokimia,

tanda

dari

talasemia

β

adalah

berkurangnya biosintesis subunit globin β dari Hb A (α2β2),
mengakibatkan

sel

darah

merah

menjadi

mikrositik

dan

hipokromik. Pada talasemia β heterozigot (trait talasemia β),
akumulasi globin α relatif sedikit. Produksi satu gen globin β
normal yang tersisa mampu mendukung pembentukan Hb A,
sehingga mencegah akumulasi rantai globin α yang berbahaya.
Dengan demikian, bisa ditemukan mikrositosis hipokromik, namun
dengan sedikit bukti klinis anemia, hemolisis, atau eritropoiesis
yang tidak efektif.(Hoffman, 2005)
Pada talasemia β homozigot (talasemia β mayor), terjadi
akumulasi dan pengendapan rantai

globin α

yang tidak

berpasangan, membentuk badan inklusi yang menyebabkan
kerusakan membran oksidatif sel drah merah dan penghancuran

Universitas Sumatra Utara

9

eritroblas yang belum dewasa di sumsum tulang. Akibatnya,
sedikit eritrosit yang terlepas ke aliran darah. Eritrosit yang
jumlahnya sedikit yang terlepas ke aliran darah mengandung badan
inklusi. Sel-sel retikuloendotelial di limfa, hati, dan sumsum tulang
menghancurkan

sel-sel

abnormal

ini

sebelum

waktunya,

menghasilkan anemia hemolitik. (Hoffman, 2005)
Cacat pada sintesis globin β menghasilkan 3 efek yang
berbeda namun saling berhubungan dalam fungsi darah untuk
mengangkut oksigen: (1) eritropoiesis yang tidak efektif, yang
merusak pembentukan sel darah merah baru; (2) anemia hemolitik,
yang memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah yang
diproduksi sedikit; (3) hipokromia dengan mikrositosis, yang
mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen pada sedikit sel darah
merah yang bertahan. Dalam bentuk yang paling parah, ketiga
faktor tersebut bersama-sama menjadi anemia yang mematikan.
(Hoffman, 2005)
b) Talasemia α
Talasemia α lebih sulit untuk didiagnosis, karena tidak
terjadi peningkatan Hb A atau Hb F seperti pada kasus talasemia β.
Empat sindrom talasemia α klasik adalah : (1) α-thalassemia-2
trait, dimana satu dari empat lokus gen globin rusak; (2) αthalassemia-1 trait, dimana dua lokus gen globin rusak; (3) Hb H
disease, dimana tiga lokus gen globin rusak; (4) hydrops fetalis
dengan Hb Bart’s, dimana semua lokus gen globin rusak.
(Hoffman, 2005)
2.6. Manifestasi Klinis
a) Talasemia β mayor
1. Gagal tumbuh pada anak usia dini
2. Anemia
3. Jaundice, biasanya sedikit; batu empedu
4. Hepatosplenomegaly; Hypersplenism

Universitas Sumatra Utara

10

5. Retardasi pertumbuhan, pubertas tertunda, amenore primer pada
perempuan, dan gangguan endokrin lainnya
6. Borok, luka pada kaki
7. Kulit memerah
Jika tidak ditangani, 80% pendertia talasemia β mayor meninggal pada
dekade pertama usianya. (Lanzkowsky, 2005)
b) Talasemia β intermedia
1. Penderita umumnya tidak memerlukan transfusi darah, pertahankan
hemoglobin antara 7-10 g/dL
2.

Hepatosplenomegaly,

gagal

tumbuh,

kelainan

wajah,

dan

hiperbilirubinemia terjadi bila pasien tidak ditransfusi secara adekuat
3. Penderita umumnya sehat jika ditatalaksana seperti pada talasemia
mayor. (Lanzkowsky, 2005)
c) Talasemia β minor
Asimtomatik (pemeriksaan fisik normal)
1. Ditemukan pada pemeriksaan darah rutin: hemoglobin sedikit turun,
MCV yang rendah, RDW normal
2. Ditemukan pada pemeriksaan riwayat keluarga yang menderita
talasemia β mayor atau intermedia
3. Dikonfirmasi dengan elektroforesis hemoglobin: hemoglobin A turun
sedikit, hemoglobin A2 menigkat, hemoglobin F meningkat sedikit pada
50% kasus. (Lanzkowsky, 2005)
d) Talasemia α
1. α-thalassemia-2 trait: tidak dijumpai anemia, tidak dijumpai
mikrositosis, terdeteksi melalui interaksi genetik dan studi molekuler
2. α-thalassemia-1 trait: mikrositosis, hipokromia, anemia ringan
3. Hb H disease: anemia hemolitik dengan tingkat keparahan yang
bervariasi, eritropoiesis tidak efektif dijumpai relatif sedikit, tidak
diperlukan transfusi
4. Hydrops fetalis: meninggal di dalam rahim atau segera setelah
kelahiran. (Lanzkowsky, 2005)

Universitas Sumatra Utara

11

2.7. Diagnosis
Terdapat empat diagnosis utama jika seseorang menderita thalassemia.
Pertama, terdapat gambaran sel darah merah mikrositik sehingga nilainya jatuh
kepada diagnosis anemia. Kedua, dari anamnesa terdapat riwayat keluarga yang
menderita penyakit yang sama. Ketiga, gambaran sel darah merah yang abnormal
yakni mikrositik, acanthocytes dan terdapat sel target. Keempat, untuk talasemia
beta, terdapat peningkatan hemoglobin α2 atau F. (Lichtman, et al., 2007)
2.8. Pemeriksaan Laboratorium
a) Talasemia α
Pasien dengan talasemia α trait menderita anemia ringan, dengan
nilai hematokrit antara 28% sehingga 40%. MCV rendah yaitu antara 6075 fL dan hitung darah tepi normal. Hapusan darah tepi menunjukkan
abnormalitas yang ringan yaitu terdapat gambaran mikrositik, hipokromik,
target sel, dan acantocytes (sel yang mempunyai bentuk irregular). Hitung
retikulosit

dan

nilai

besi

dalam

batas

normal.

Elektroforesis

hemoglobinmenunjukkan tidak ada peningkatan pada hemoglobin A2 atau
F dan hemoglobin H.
b) Hb H disease
Pasien menderita anemia hemolotik yang berat, dengan nilai
hematokrit antara 22% sehingga 32%. Nilai MCV yang rendah yaitu
antara 69-70 fL. Hapusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan
mikrositosis, hipokromik, sel target dan poikilositosis. Hitung retikulosit
meningkat. Elektroforesis hemoglobinmenunjukkan terdapat hemoglobin
H sebanyak 10-40% dari hemoglobin total.
c) Talasemia β minor
Seperti pasien yang menderita talasemia α, pasien dengan
talasemia β juga menderita anemia ringan. Nilai hematokrit antara 2840%. MCV sekitar 55-75 fL dan hitung sel darah merah normal. Hapus
darah tepi sedikit abnormal dengan terdapat gambaran mikrositosis,

Universitas Sumatra Utara

12

hipokromik dan ada sel target. Bedanya dengan penderita talasemia α,
pasien dengan talasemiaβ dijumpai basophilic stippling. Hitung retikulosit
dalam batas normal atau nilainya sedikit meningkat. Elektroforesis
hemoglobinmenunjukkan terdapat peningkatan hemoglobin A yaitu 4-8%
dan peningkatan hemoglobin F yaitu 1-5%.
d) Talasemia β mayor
Pasien dengan talasemia β mayor menderita anemia yang berat
sehingga mengancam nyawa. Jika tidak ditransfusi, hematokrit akan jatuh
hingga dibawah 10%. Hapusan darah tepi menunjukkan adanya
poikilocytosis yang berat, mikrositosis, hipokromik, basophilic stippling,
dan ada nukleus pada sel darah merah. Hemoglobin A menunjukkan nilai
yang sedikit atau tidak ada. Hemoglobin yang banyak adalah hemoglobin
F. (Lichtman, et al., 2007)

2.9. Penatalaksanaan
Pasien dengan talasemia ringan (talasemia α trait atau talasemia β minor)
secara klinis tampak normal dan tidak memerlukan pengobatan. Pasien yang perlu
pengobatan yang serius merupakan pasien yang menderita anemia berat seperti
talasemia β mayor.(Lichtman, et al., 2007)
Pasien talasemia β mayor harus mendapatkan transfusi darah yang teratur,
mengurangi komplikasi anemia dan eritropoiesis yang tidak efektif, membantu
pertumbuhan dan perkembangan selama masa anak-anak dan memperpanjang
ketahanan hidup pada talasemia mayor. Keputusan untuk memulai program
transfusi didasarkan pada kadar hemoglobin input besi). (Lanzkowsky, 2005)

2.10. Prognosis
Pada umumnya kasus Hb H mempunyai prognosis baik, jarang
memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Talasemia α
dengan fenotip yang normal dan talasemia β minor pada umumnya juga
mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Pasien
hydrops fetalis biasanya meninggal di dalam rahim atau segera setelah lahir.
Talasemia β mayor umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan
pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga
umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju
dengan fasilitas transfuse yang cukup dan perawatan dengan chelating agents
yang baik, usia dapat mencapai dekade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih
baik.(Lichtman, et al., 2007)

2.11. Pencegahan
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan
dan penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat talasemia.
Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah.
Konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai

Universitas Sumatra Utara

14

seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang
wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus
diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya
memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada
anak (khususnya talasemia β mayor) maka penting untuk menawarkan
penegakkan diagnosis antenatal.
a) Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari talesemia:
1. Karena karier talasemia β bisa diketahui dengan mudah,
penapisan populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan.
Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir,
pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan
tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan,
dilakukan penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah
anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun
tertulis mengenai hasil penapisan talasemia. (Pernomo, et al., 2010)
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda
berdasarkan ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit,
bila MCV dan MCH sesuai gambaran Thalassemia, perkiraan
kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada talasemia β.
Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan talasemia
αodan talasemia α+, pada kasuspasien tidak memiliki risiko
mendapat keturunan talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang
dimana gambaran darah memperlihatkan talesemia β heterozigot
dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya
adalah talasemia α non delesi atau talassemia β dengan HbA2

Universitas Sumatra Utara

15

normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan
analisa DNA. Penting untuk memeriksa elektroforesishemoglobin
pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural
Hb. (Pernomo, et al., 2010)

b) Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Thalassemia, dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis
rantai globin pada sampel darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat
kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah
banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel
villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu.
Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan
pada janin. (Pernomo, et al., 2010)
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik
CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis
pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin
menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs),
dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi.
Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR)
untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh
enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai
bentuk α dan β dari Thalassemia secara langsung dengan analisis DNA
janin.

Perkembangan

PCR

dikombinasikan

dengan

kemampuan

oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan
bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan
deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan
hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk
memperbesarregion gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi
dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat

Universitas Sumatra Utara

16

dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2
jam. (Pernomo, et al., 2010)
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis
prenatal. Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation
system),

berdasarkan

pengamatan

bahwa

pada

beberapa

kasus,

oligonukleotida. (Pernomo, et al., 2010)
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini,
kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA
janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP
linkage analysis. (Pernomo, et al., 2010)
Karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi
hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan talasemia
terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (screening) pembawa sifat
talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat talasemia langsung dari
populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan
pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita talasemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang
optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas
dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara
berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih
mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.(Tamam,
2009)
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau
sudah kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan
informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai
anak (Tamam, 2009).

Universitas Sumatra Utara

17

Dalam rangka pencegahan penyakit Thalassemia, ada beberapa masalah
pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah : (1) bahwa pembawa
sifat Thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya; (2) bentuk Thalassemia
mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat
mahal dan sering diakhiri kematian; (3) kelahiran bayi Thalassemia dapat
dihindarkan (Tamam, 2009).
Karena penyakit ini adalah penyakit keturunan, maka kemungkinan
penderitanya akan terus bertambah dari tahun ke tahunnya. Oleh karena itu,
pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan untuk
mencegah bertambahnya penderita talasemia ini. Sebaiknya semua orang
Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat
talasemia. Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat : (1) ada
saudara sedarah yang menderita Thalassemia, (2) kadar hemoglobin relatif rendah
antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi,
(3) ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal
(Tamam, 2009).

Universitas Sumatra Utara

18

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep
Hb

MCV

Mikrositik

Normositik

Makrositik

Anemia
Defisiensi
Besi
Indeks
Mentzer

Talasemia
Minor
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1. Variabel
Variabel independen (bebas) pada penelitian ini adalah indeks eritrosit,
sedangkan variable dependen (terikat) pada penelitian ini adalah talasemia minor.

Universitas Sumatra Utara

19

3.2.2. Definisi Operasional

Istilah

Defenisi

Talasemia minor

Penyakit yang ditandai dengan index mentzer < 13

MCV

Ukuran dari volume sel darah merah rata-rata sebagai
bagian dari hitung darah lengkap

Sel darah merah

Sel darah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh
dan karbon dioksida keluar dari sel-sel tubuh

Index Mentzer

Hasil bagi antara MCV dengan eritrosit

Varabel

Alat Ukur

Skala Ukur

MCV

Data Rekam Medis

Nominal

RBC

Data Rekam Medis

Nominal

Indeks Mentzer

Data Rekam Medis

Nominal

MCV < 80  Mikrositik

Indeks Mentzer 13  Anemia

MCV >97  Makrositik

Jika dijumpai mikrositosis (ukuran sel darah merah yang lebih kecil dari
normal), yaitu MCV< 80 fl, maka dibedakan apakah talasemia minor atau anemia
defisiensi besi dengan menggunakan Indeks Mentzer. Jika hasil bagi antara MCV
(mean corpuscular volume) dengan RBC (red blood cell) kurang dari 13,
talasemia lebih mungkin. Jika hasil bagi antara MCV dengan RBC lebih dari 13,
anemia defisiensi besi lebih mungkin.

Universitas Sumatra Utara

20

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
tinggi pembawa sifat talasemia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjll tahun ajaran 2013. Tempat
penelitian dilakukan di rumah peneliti untuk menginterpretasikan apakah sampel
merupakan pembawa sifat talasemia atau bukan.

4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang baru diterima sebagai mahasiswa
Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 480 orang.

4.3.2. Sampel
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini adalah total sampling.

4.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder penelitian ini adalah data hasil pemeriksaan kesehatan mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 yang diperoleh
dari poliklinik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatra Utara

21

4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Pengelolaan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS
(Statistical Package for the Social Science) for Windows dan Windows Excel.

Universitas Sumatra Utara

22

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pembahasan
Data didapat dari rekam medis hasil pemeriksaan kesehatan mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 yang diperoleh
dari poliklinik Universitas Sumatera Utara.

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yang berjumlah 480 orang.
Dari seluruh sampel yang ada, gambaran karakterisitiknya adalah jenis
kelamin, yang dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini.

Tabel 5.1
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Frekuensi (f)

Persen (%)

L

187

39

P

213

61

Jumlah

480

100

Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa persentase perempuan (61%) dan
laki-laki (39%).

5.1.2 Hasil Analisis Data
Dari hasil analisis data, didapatkan 25 dari 480 orang menderita suspek
talasemia minor seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.2 dibawah ini.

Universitas Sumatra Utara

23

Tabel 5.2
Data Penderita Suspek Talasemia Minor
No

J.kel

RBC (mm3)

MCV (fl)

MI

1

L

6,17

72,6

11,767

2

L

6,85

74

10,803

3

L

5,66

48,7

8,6042

4

L

6,1

74

12,131

5

P

6,22

61

9,8071

6

P

5,41

63

11,645

7

P

5,54

70

12,635

8

L

6,67

75

11,244

9

L

6,04

78

12,914

10

P

6,04

64

10,596

11

L

5,89

75

12,733

12

L

6,79

87

12,813

13

L

6,27

77,2

12,313

14

P

8,03

87

10,834

15

P

5,99

64

10,684

16

L

5,88

74

12,585

17

L

5,66

68

12,014

18

P

5,49

67

12,204

19

P

5,65

62,7

11,097

20

P

5,78

68

11,765

21

P

5,4

68

12,593

22

P

5,45

69

12,661

23

L

6,84

66

9,6491

24

L

6,01

72,9

12,13

25

L

5,88

71

12,075

Universitas Sumatra Utara

24

Dari data penderita suspek talasemia minor diatas, dapat diketahui
persentase laki- laki dan perempuan yang menderita suspek talasemia minor,
seperti ditunjukkan pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3
Distribusi Jenis Kelamin Pada Penderita Suspek Talasemia Minor
Jenis Kelamin

Frekuensi (f)

Persentase (%)

L

14

56

P

11

44

Jumlah

25

100

Dari tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa persentase perempuan penderita
suspek talasemia minor (44%) dan laki-laki penderita suspek talasemia minor
(56%).
Persentase jumlah penderita suspek talasemia minor dengan orang normal
dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4
Perbandingan Jumlah Penderita Suspek Talasemia Minor & Orang Normal
Keadaan

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Suspek Talasemia Minor

25

5,2

Normal

455

94,8

Jumlah

480

100

Dari tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa persentase penderita suspek
talasemia minor (5,2%) dari keseluruhan populasi dan persentase orang normal
(94,8%) dari keseluruhan populasi.

Universitas Sumatra Utara

25

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, didapati jumlah penderita suspek
talasemia minor pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
angkatan 2013 sebanyak 25 orang (5,2%) dan jumlah orang yang normal
sebanyak 455 orang (94,8%). Dan sebanyak 14 orang (56%) dari penderita
talasemia minor adalah laki-laki dan sebanyak 11 orang (44%) adalah perempuan.

6.2 Saran
Hasil dari penelitian ini tidak bisa dijadikan patokan satu-satunya untuk
mendiagnosis talasemia minor, karena untuk mendiagnosis talasemia minor
dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan serum ferritin.
Saran dari penulis adalah melakukan uji tapis darah terlebih dahulu sebelum
menikah. Jika kita adalah penderita talasemia minor, maka sebaiknya hindarilah
menikah dengan penderita talasemia minor yang lain, sebab kemungkinan anak
kita menderita talasemia mayor bisa sangat besar.

Universitas Sumatra Utara

26

DAFTAR PUSTAKA
Hoffman, R., 2005. Thalassemia Syndromes. In: B. G. Forget & A. R. Cohen, eds.
Hematology: Basic Principles and Practice. 4th ed. Philadelphia: Elsevier
Inc..

Lanzkowsky, P., 2005. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 4th ed.
s.l.:Elsevier Academic Press.

Lichtman, M. A. et al., 2007. Williams Hematology. 7th ed. s.l.:The McGraw-Hill
Companies.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. 1st ed. Jakarta: Rineka
Cipta.

Pernomo, B. et al., 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.

Tamam, M., 2009. Bagaimana mencegah penyakit Thalassemia pada keturunan
kita?.

[Online]

Available

at:

http://www.rotary-cegah-

thalassaemia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=15:
[Accessed 29 May 2013].

Thalassemia

International

Available

Federation,

at:

2008.

History

of

TIF.

[Online]

http://www.thalassaemia.org.cy/history-of-tif/

[Accessed 29 May 2013].

Wahyuni,

A.

S.,

2007.

Statistika

Kedokteran.

Jakarta:

Bamboedoea

Communication.

Universitas Sumatra Utara

World Health Organization, 2005. Control of genetic diseases. [Online]
Available

at:

http://apps.who.int/gb/archive/pdf_files/EB116/B116_3-

en.pdf
[Accessed 29 May 2013].

Universitas Sumatra Utara

DAFTAR RIWA