Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara

DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN
APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA

WAQIF AGUSTA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kematangan
Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Waqif Agusta
F152130141

RINGKASAN
WAQIF AGUSTA. Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo
Menggunakan Parameter Sinyal Suara. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan I
DEWA MADE SUBRATA.
Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya
melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang
optimal. Penentuan waktu panen berdasarkan umur tanaman yang dilakukan
secara serentak menyebabkan tingginya keragaman mutu buah saat panen.
Metode evaluasi perubahan kekerasan buah secara nondestruktif
berdasarkan sinyal gelombang bunyi ketukan yang diterima oleh sensor
piezoelektrik, mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan
terhadap berbagai jenis buah selepas panen. Di indonesia, metode ini masih
terbatas pada kondisi konvensional yaitu dengan mengetuk buah menggunakan
telapak tangan atau benda tertentu. Secara umum, penelitian ini bertujuan
mengembangkan metode deteksi kematangan buah melon dengan gelombang
suara yang dihasilkan oleh getaran. Lebih khusus, penelitian ini bertujuan: (1)

Mempelajari hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan
parameter kematangan buah melon pada empat umur panen yang berbeda (46 hari
setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST), (2) Menentukan parameter
akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon dan mengklasifikasi buah
melon berdasarkan tingkat kematangannya.
Sifat fisikokimia buah melon pada empat umur panen yang berbeda, (46
hari setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST) menunjukkan adanya
perubahan. Kekerasan daging buah mengalami penurunan seiring dengan semakin
tua umur panen. Rata-rata nilai TPT buah melon mengalami peningkatan,
sedangkan rata-rata kadar air daging buah melon mengalami penurunan.
Sementara itu, pengamatan respon ketukan pada buah melon menunjukkan nilai
short term energy (E) yang variatif. Frekuensi puncak (f) pada sinyal-sinyal hasil
pengetukan buah melon cenderung mengalami penurunan pada umur panen 60
HST namun mengalami peningkatan pada umur 67 HST. Rata-rata nilai
magnitudo (M) sinyal suara pada umur panen buah melon yang berbeda
menunjukkan kecenderungan melemah seiring dengan semakin tua umur panen.
Sementara itu, nilai Mo juga menunjukkan pola hubungan yang sama.
Hasil analisis korelasi menunjukkan, karakter sinyal gelombang suara
berkorelasi terhadap umur panen buah melon dengan -0.500> r >0.500.
Berdasarkan hasil analisis diskriminan, parameter gelombang suara yang mampu

membedakan kematangan buah melon dengan baik adalah frekuensi (f), short
term energy (E), dan Mo. Klasifikasi ulang ke dalam empat kelompok umur panen
buah melon menggunakan fungsi diskriminan kuadratik menunjukkan kesalahan
pengelompokan sejumlah 33%. Kesalahan pengelompokan pada dua tingkat
kematangan berdasarkan nilai TPT sebesar 32%, dan kesalahan pengelompokan
berdasarkan kelompok buah matang (67 HST) dan buah belum matang (46, 53,
dan 60 HST) adalah sebesar 0%.
Kata kunci: melon, kematangan, suara, analisis diskriminan

SUMMARY
WAQIF AGUSTA. Ripeness Detection on Golden Apollo Melon Using Acoustic
Impulse Parameter. Supervised by USMAN AHMAD and I DEWA MADE
SUBRATA.
Increasing in production and demand for melons, particularly Golden
melon, has not been matched with the optimal harvest and postharvest handling.
Simultaneously harvesting method based on the age of the plant causing the high
diversity of fruit quality at harvest.
Non-destructive fruit firmness inspection by knocking the surface of fruit
and receiving the signal using piezoelectric sensor, microphone, and the
accelerometer devices has been carried out on various types of fruits after harvest.

In Indonesia, the application of these methods is still limited to conventional term
by tapping the fruit using hands or another particular object. This reseacrh aims to
develop a method to predict the ripeness stage of Golden Apollo melon using
audio signal parameters. More specifically, this research aims to (1) observe the
relationship between acoustic impulse response parameters and the ripeness
attributes of Golden Apollo melon at four different ages of harvest (46 DAP, 53
DAP, 60 DAP, and 67 DAP), (2) determine the acoustic parameters which well
affecting the formulation of classification function and the classification results.
The result showed that, flesh firmness has decreased in line with the age of
harvest. The average value of TSS increased in accordance with the age of
harvest. Water content changed inversely to the age of harvest. The older the age
of harvest, the lower water content available in flesh. While, the observation on
acoustic impulse response of melon demonstrating fluctuative short term energy
value. Frequency of the signal decreased in 60 DAP then raised up in 67 DAP.
The change of magnitud and Mo value has similar pattern during melon ripening.
They were decreased in line with the age of harvest.
The acoustic parameters correlated to the age of harvest (-0.500> r > 0.500).
Based on the discriminant analysis, acoustic parameters which could predict
melon ripeness well are the frequency (f), short-term energy (E), and Mo.
Regrouping result into four ages of harvest by quadratic discriminant function

showed 33% misclassification. While regrouping the samples into two groups,
ripe and unripe based on TSS concentration and age of harvest (DAP), showed
misclassification 32% and 0% respectively.
Keywords: melon, ripeness, acoustic, discriminant analysis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN
APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA

WAQIF AGUSTA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi:

Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2015 ini ialah evaluasi
nondestruktif produk pertanian, dengan judul “Deteksi Kematangan Buah Melon

Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
dan Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku pembimbing, serta Bapak Dr
Ir I Wayan Budiastra, MAgr yang telah banyak memberi saran. Tak lupa juga
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
menerima beasiswa BPPDN untuk pendidikan strata 2 (S2). Penghargaan penulis
sampaikan kepada para teknisi dan laboran Bapak Sulyaden dan Baskara EN dari
Laboratorium TPPHP TMB, staf Program Pascasarjana TMB Ibu Rusmawati dan
Bapak Ahmad Mulyawatullah serta rekan-rekan TPP 2013 yang telah membantu
dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ibu, almarhum ayah, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Waqif Agusta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

1
1
2
2


TINJAUAN PUSTAKA
Melon (Cucumis melo L.)
Syarat Mutu Buah Melon
Metode Respon Impuls Akustik
Analisis Diskriminan

3
3
5
6
10

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian

14

14
14
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon
Respon Impuls Akustik Buah Melon
Korelasi Hasil Uji Respon Impuls Akustik terhadap Hasil Pengukuran
Parameter Kematangan Buah Melon
Pengelompokan Tingkat Kematangan Buah Melon

17
17
22

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran


37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

RIWAYAT HIDUP

61

29
31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Grup utama tanaman melon
Syarat mutu buah melon
Kesalahan klasifikasi diskriminan
Nilai koefisien korelasi Pearson antar parameter pengujian
Statistik uji multikolinieritas antarvariabel penduga
Hasil uji kesamaan matriks kovarian
Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada empat kelompok
umur panen yang berbeda
8 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok
kematangan yang berbeda berdasarkan nilai TPT
9 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok
kematangan yang berbeda berdasarkan umur panen

3
6
13
30
31
32
34
35
37

DAFTAR GAMBAR
1 Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan
nonklimakterik (Tadiello 2010)
2 Diagram alir prosedur penelitian
3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon
4 Sebaran data hasil pengukuran kekerasan daging buah melon Golden
Apollo pada umur panen yang berbeda
5 Rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur
panen yang berbeda
6 Sebaran data hasil pengukuran kandungan TPT buah melon Golden
Apollo pada umur panen yang berbeda
7 Rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo
pada umur panen yang berbeda
8 Rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo pada umur panen yang
berbeda
9 Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo
berdomain waktu
10 Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi
11 Rata-rata short term energy sinyal suara ketukan buah melon pada umur
panen yang berbeda
12 Rata-rata frekuensi dominan suara ketukan buah melon Golden Apollo
pada umur panen yang berbeda
13 Rata-rata Magnitudo maksimum suara ketukan buah melon pada umur
panen yang berbeda
14 Kurva power spectral density (PSD) dari sinyal suara ketukan buah
melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda
15 Rata-rata nilai Mo suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur
panen yang berbeda
16 Hubungan antara kekerasan daging buah melon Golden Apollo
terhadap magnitudo dan Mo
17 Plot kuantil khi-kuadrat

4
15
16
18
19
20
20
22
23
24
25
26
27
28
29
30
32

18 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan empat
umur panen berbeda
19 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan nilai TPT
20 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo pada dua tingkat
kematangan berdasarkan umur panen

34
35
36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur pembentukakn fungsi klasifikasi dengan analisis diskriminan
2 Diagram alir penghitungan nilai short term energi (E) sinyal suara
3 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan short term
energy sinyal (E) suara menggunakan Matlab
4 Diagram alir penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal
suara ketukan buah melon
5 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai magnitudo
(M) dan frekuensi (f) sinyal suara menggunakan Matlab
6 Diagram alir penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara
ketukan buah melon
7 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai zero
moment power (Mo) sinyal suara menggunakan Matlab
8 Statistik deskriptif hasil pengamatan
9 Analisis sidik ragam (ANOVA)
10 Hasil uji beda nyata Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf
kepercayaan 95%
11 Analisis diskriminan
12 Hasil validasi fungsi skor diskriminan menggunakan metode leave-oneout cross-validation

45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan buah dari suku labu-labuan atau
Cucurbitaceae. Buah melon cukup populer sebagai buah meja, yang dimakan
langsung atau sebagai bahan pengisi minuman. Ditinjau dari data produksi
nasional, hasil panen total komoditas ini terus mengalami peningkatan, dari 85161
ton pada 2010 hingga 150347 ton pada 2014, yang juga mengindikasikan semakin
meningkatnya jumlah permintaan pasar terhadap komoditas ini. Hal ini
menunjukkan tingginya potensi pengembangan agribisnis buah melon. Saat ini,
tersebar 94 varietas melon unggulan di Indonesia. Dari sejumlah varietas tersebut,
yang paling banyak dibudidayakan adalah buah melon Golden. Melon Golden
memiliki ciri: kulit luar tanpa jaring berwarna kuning cerah dan daging buah
berwarna putih. Keunggulan buah ini selain penampilan luar yang menarik,
bagian daging buah memiliki tekstur renyah dan rasa yang lebih manis.
Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya
melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang
optimal. Panen serentak berdasarkan umur tanaman menyebabkan keseragaman
tingkat kematangan buah saat panen masih sangat dipertanyakan. Kematangan
buah dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan sifat fisikokimianya. Salah satu
parameter penting dalam penentuan kematangan adalah tingkat kekerasan daging
buah. Seperti diketahui, daging buah akan semakin lunak seiring dengan
bertambahnya umur buah tersebut, apalagi setelah buah dipanen.
Metode sederhana seperti pengetukan menggunakan telapak tangan atau
benda lain, sering dilakukan oleh para petani. Namun, hal ini bersifat subjektif.
Metode ini disebut metode respon impuls akustik. Pengembangan metode ini telah
banyak dilakukan untuk meningkatkan akurasi pengamatan tingkat kematangan
buah. Sri et al. (2007) mendeteksi tingkat kematangan buah semangka merah
dengan menganalisis spektrum bunyi ketukan terhadap buah tersebut. Hasilnya
menunjukkan semakin matang daging buah, maka semakin rendah frekuensi
dominannya. Gomez et al. (2006) mengamati perubahan tingkat kematangan buah
jeruk mandarin berdasarkan perubahan kekerasan selama penyimpanan
menggunakan metode respon impuls akustik. Hasil penelitiannya
mengindikasikan bahwa metode ini mampu mengidentifikasi dengan baik tingkat
kematangan buah jeruk mandarin dan dapat dijadikan pengganti metode
pengukuran secara destruktif. Kusumaliski (2015) melakukan analisis respon
impuls akustik terhadap buah melon Cantaloupe pada dua umur panen yang
berbeda, 54 dan 60 hari setelah tanam. Namun, hasil penelitiannya menunjukkan
tidak terdapat perbedaan paramemeter kematangan pada kedua kelompok umur
panen tersebut, begitu pula dengan parameter respon impuls akustik yang
dihasilkan.
Clark (1975) mengembangkan instrumen untuk mengukur tingkat
kematangan buah semangka secara nondestruktif berdasakan hubungan antara
tingkat kematangan terhadap perubahan kecepatan transmisi gelombang yang
dipantulkan oleh buah semangka. Yamamoto (1980) menggunakan metode respon
impuls akustik untuk mengukur parameter mutu internal buah semangka dengan

2
mengidentifikasi frekuensi alami buah menggunakan tumbukan bola pendulum
berbahan kayu. He et al. (1994) mengembangkan pendulum sederhana untuk
mempelajari spektrum gelombang dari buah semangka. Dalam penelitian tersebut,
power spectral density dianalisis mengguakan metode transformasi fourier (FFT).
Stone et al. (1996) mengembangkan alat ukur portabel berbasis teknik impedansi
sinyal akustik untuk menentukan tingkat kematangan buah semangaka di lahan.
Sistem perekaman data dan komponen sensornya terdiri dari: sebuah probe
silinder sebagai penerima sinyal akustik, amplifier, filter, unit akuisisi data, PC,
dan batang pegangan. Dalam sistem ini, digunakan elemen keramik piezoelektrik
sebagai sensor penerima sinyal.
Sugiyama et al. (1998) juga telah mengembangkan alat ukur portabel untuk
mengidentifikasi kekerasan buah melon. Parameter yang diukur adalah kecepatan
rambat gelombang pada buah yang diketuk menggunakan plunyer. Pada alat ini
digunakan dua buah mikrofon sebagai penerima sinyal suara. Lü (2003) dan Rao
et al. (2004) telah mengembangkan suatu sistem untuk pemutuan buah semangka
berbasis teknologi akustik. Sinyal suara diterima oleh mikrofon dan
ditransformasi menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik tersebut dikuatkan
dan difilter oleh suatu sistem sirkuit dan sebuah papan akuisisi data. Papan
akuisisi data yang digunakan adalah PCL-1800. Lestari dan Prawito (2013) juga
telah merancang detektor kematangan buah melon menggunakan modul sensor
suara LM386, mikrokontroler At-Mega 8535, dan program Labview 2011 untuk
menampilkan data yang dihasilkan oleh sensor. Parameter yang diukur dalam
sistem ini adalah amplitudo dan kecepatan rambat gelombang.
Di Indonesia, pengembangan metode ini masih terbatas. Penelitianpenelitian sebelumnya dilakukan untuk mendeteksi kematangan dan kelainan
yang terjadi dalam daging buah setelah buah dipanen. Metode ini cukup baik
untuk mendeteksi kondisi tersebut dan sangat membantu untuk kegiatan sortasi
buah setelah panen. Bagaimana pun, untuk kelompok buah nonklimakterik, ketika
buah dipanen pada kondisi belum matang optimum tentu akan merugikan
produsen maupun konsumen. Sehingga sangat penting dilakukan pengembangan
metode deteksi kematangan kelompok buah-buahan nonklimakterik yang lebih
objektif dan cepat di lahan untuk menentukan waktu panen yang tepat.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu: (1) Penentuan kematangan buah
melon masih dilakukan secara subjektif yaitu dengan mengetuk buah
menggunakan tangan dan secara fisik (warna kulit dan aroma buah) (2)
Pengetukan pada permukaan buah melon akan menghasilkan bunyi yang khas,
dan (3) Metode respon impuls akustik diasumsikan mampu menduga sifat
fisikokimia buah melon dari karakter transmisi gelombang yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan metode deteksi
kematangan buah melon dengan gelombang suara yang dihasilkan oleh getaran.

3
Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari
hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan parameter
kematangan buah melon pada umur yang berbeda, (2) Menentukan parameter
akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon Golden Apollo dan
mengklasifikasi buah melon Golden Apollo berdasarkan tingkat kematangannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Melon (Cucumis melo L.)
Tanaman melon termasuk famili Cucurbitaceae. Spesies ini memiliki
keragaman yang tinggi dan banyak ditanam di wilayah tropis maupun subtropis
(Nayar dan Singh 1994). Varietas melon dikelompokkan menjadi enam grup, di
antaranya: Cantaloupensis (true cantaloupe melon), Reticulatus (netted melon),
Inodorus (winter melon), Flexosus, Conomon, Dudain, dan Momordica (Robinson
dan Decker-Walters 1999; Barlow 2007). Namun, dari enam grup tersebut,
varietas melon dapat dikelompokkan menjadi tiga grup utama, yaitu:
Cantaloupensis, Inodorus, dan Reticulatus (Saltveit 2011). Ketiga grup tersebut
semuanya dapat dijumpai di Indonesia (Suwarno dan Sobir 2007). Tabel 1
menunjukkan karakteristik dan contoh spesies dari ketiga grup utama tanaman
melon.

Nama ilmiah
Cantaloupensis
Inodorus

Reticulatus

Tabel 1 Grup utama tanaman melon
Karakteristik
Permukaan kulit kasar dan berjala. Contoh: European
cantaloupe dan Algerian melon
Permukaan kulit halus tanpa jala. Canary melon, Casaba,
Kolkhoznitsa melon, Hami melon, honeydew, Navajo
Yellow, Piel de Sapo/Santa Claus, sugar melon, tigger
(tiger) melon, dan Japanese melon
Muskmelon, dengan jala pada permukaan kulit. Contoh:
Bailan melon, North American cantaloupe, Galia, Ogen,
Persian, Sharlyn melons, varietas baru hasil persilangan,
seperti: Crenshaw (Casaba X Persian), Crane (Japanese
X North American cantaloupe)

Cantaloupensis memiliki buah berukuran sedang dan berjala, daging buah
umumnya berwarna jingga, namun beberapa ada yang berwarna hijau. Buahnya
lepas dari tangkainya ketika sudah masak. Buah melon Reticulatus memiliki jala
pada permukaan kulitnya, aromanya tidak terlalu kuat, dan memilki daya simpan
yang lebih lama dari grup Cantaloupensis. Sementara itu, Inodorus umumnya
memiliki buah berukuran besar dengan daya simpan yang lebih lama, tidak berjala,
daging buah berwarna putih atau hijau. Buah tidak lepas dari tangkainya ketika
masak (Robinson dan Decker-Walters 1999; Barlow 2007). Secara umum,
klasifikasi ilmiah tanaman melon adalah sebagai berikut:

4
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantarum
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dikotil
: Sympetalae
: Cucurbitales
: Cucurbitaceae
: Cucumis
: Cucumis melo L.

Perkembangan buah melon diawali setelah terjadinya penyerbukan. Pola
Perkembangannya mengikuti pola kurva sigmoid sederhana seperti ditunjukkan
pada Gambar 1. Pembelahan sel terjadi secara seragam pada arah sumbu lateral
sehingga dihasilkan buah berbentuk lonjong hingga bundar. Perkembangan
ukuran sel menyebabkan perubahan ukuran buah dari waktu ke waktu.
Perkembangan yang seragam ini menyebabkan penyebaran mineral terjadi secara
merata pada setiap bagian buah, sehingga ketika terjadi kelainan fisiologis selama
perkembangan buah, gejala yang muncul akan tampak tersebar di permukaan kulit
buah secara merata (Saltveit 2011).
100

Perubahan relatif

Perkembangan
buah

50
klimakterik
respirasi
respirasi
0
Pembelahan
sel

Perkembangan sel
Fase pematangan

nonklimakterik

klimakterik
senescence

Waktu
Gambar 1

Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan
nonklimakterik (Tadiello 2010)

Kematangan buah melon ditandai dengan penurunan laju pertambahan
ukuran dan bobot segar hingga mencapai ukuran dan bobot maksimum.
Bersamaan dengan itu, terjadi peningkatan berat kering buah karena adanya

5
penurunan translokasi gula saat buah mendekati kondisi matang penuh. Pada grup
Cantaloupensis dan Reticulatus akan muncul lapisan absisi pada tangkai buah
yang menyebabkan buah terlepas dari tangkainya saat matang. Namun hal ini
tidak terjadi pada grup Inodorus. Absisi fisiologis ini dapat terjadi pada semua
jenis melon akibat dari tereduksinya fungsi sistem pembuluh (floem dan xylem)
pada tangkai buah saat buah mencapai ukuran maksimum dan mulai matang.
Kemudahan memisahkan buah melon dari zona absisi merupakan salah satu
indikator untuk menentukan buah telah siap dipanen atau belum. Kondisi ini tidak
terjadi pada grup Inodorus. Ketiadaan zona absisi pada grup ini, mungkin
menjelaskan keberagaman tingkat kematangan buah saat pemanenan. Cukup sulit
untuk menduga kematangan buah melon grup Inodrus di lahan hanya dengan
mengandalkan pengamatan visual (Saltveit 2011).
Buah melon memiliki ciri kematangan yang sangat variatif, hal ini terkait
genotip termasuk sifat klimakterik dan nonklimakterik pada buah tersebut (Flores
et a.l 2002; Beaulieu 2005). Secara komersial, buah melon yang menunjukkan
perilaku klimakterik memiliki umur simpan yang lebih singkat dan menghasilkan
aroma yang lebih kuat dibandingkan buah melon yang bersifat nonklimakterik,
karena komponen aroma diproduksi hanya pada proses yang bergantung pada
keberadaan etilen. Biasanya, melon dari grup Cantaloupensis dan Reticulatus
merupakan jenis melon yang bersifat klimakterik, sedangkan jenis melon dari
grup Inodorus bersifat nonklimakterik. Kebanyakan melon bersifat klimakterik
memiliki daging buah berwarna jingga, aroma yang kuat, dan pelunakan daging
buah yang cepat selama pematangan. Melon nonklimakterik biasanya berdaging
putih kehijauan, aroma yang lemah, dan perubahan kekerasan daging yang lambat
selama penyimpanan, sehingga melon jenis ini memiliki umur simpan yang lebih
panjang dibandingkan varietas klimakterik (Wang et al. 2011).
Melon Golden Apollo merupakan salah satu dari varietas honeydew melon
yang termasuk dalam grup Inodorus. Dalam perdangangan internasional, lebih
dikenal sebagai Golden Honeydew melon. Golden Honeydew merupakan varietas
hibrida yang merupakan hasil persilangan antara Canary melon dengan Honeydew
melon (USDA 2006). Keduanya termasuk dalam grup Inodorus yang bersifat
nonklimakterik.

Syarat Mutu Buah Melon
Buah melon dipanen berdasarkan tingkat kematangannya, bukan
berdasarkan ukuran. Meskipun ukuran buah sangat berpengaruh terhadap daya
pemasaran, kandungan padatan terlarut (contoh: gula) merupakan faktor utama
penentu tingkat kematangan buah (Saltveit 2011). Kandungan gula dalam daging
buah melon yang telah dipanen tidak mengalami peningkatan karena pada saat
dipanen, buah yang telah matang tidak memiliki cadangan pati yang dapat
dihidrolisis menjadi gula.
Adapun syarat mutu melon secara umum antara lain: utuh, kompak (firm),
penampilan segar, bentuk dan warna sesuai dengan karakteristik varietas, layak
dikonsumsi, bersih, bebas dari kerusakan mekanis, dan bebas hama penyakit
(BSN 2013). Buah melon yang digemari oleh masyarakat atau konsumen adalah
buah melon yang memiliki kemanisan yang tepat. Buah melon di pasaran

6
dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas mutu, sehingga dapat diketahui masingmasing persyaratan dari kelas mutu tersebut. Syarat mutu melon disajikan pada
Tabel 2. Untuk syarat mutu internal honeydew melon, California Grade Standard
US menentukan batas minimum total padatan terlarut dalam daging buah sebesar
10 oBriks saat buah melon dipanen.

Kelas mutu
Kelas super
Kelas 1
Kelas 2

Tabel 2 Syarat mutu buah melon
Persyaratan
Bebas dari kerusakan
Kerusakan maksimum 10% dari total permukaan dan tidak
memengaruhi isi buah
Kerusakan maksimum 15% dari total permukaan dan tidak
memengaruhi isi buah

Sumber: BSN: SNI 7783 (2013)

Metode Respon Impuls Akustik
Sejumlah peneliti telah mencoba untuk memverifikasi metode yang
mempelajari tanggapan dari buah-buahan yang mengalami impuls akustik. Ada
dua metode dasar yang telah dieksplorasi yaitu menggunakan frekuensi dan
kecepatan suara (Sugiyama et al. 2005). Mizrach (1989) menyatakan bahwa
kecepatan suara dapat digunakan untuk klasifikasi kematangan beberapa buah dan
sayuran. Buah-buahan banyak mengandung air, dan air memiliki sifat
merambatkan suara. Jumlah air yang dilalui gelombang suara akan memengaruhi
waktu dan bunyi yang dihasilkan.
Dalam penanganan pascapanen melon, petani telah memiliki pengalaman
dalam mengevaluasi kualitas melon secara fisik, namun dengan metode tersebut
kurang diperoleh tingkat akurasi yang tinggi. Penyortiran secara manual
membutuhkan waktu yang relatif lama. Beberapa peneliti telah memerhatikan
permasalahan tersebut dan telah melakukan banyak riset pada pengukuran kualitas
internal melon tanpa merusak buah dan dengan waktu yang lebih cepat. Metode
pengukuran kualitas melon tersebut terdiri dari beberapa metode, antara lain:
teknologi akustik, teknologi dinamis, teknologi listrik dan magnetik, x-ray and
computed tomography, dan near infrared (NIR) spectroscopy. Metode-metode
tersebut jika dibandingkan dengan metode manual dapat mengurangi biaya
produksi, mempersingkat waktu, dan menghasilkan akurasi yang tinggi (Sun et al.
2010). Metode pengukuran akustik pertama kali dilakukan oleh Drake (1963)
sedangkan untuk pengukuran akustik mekanik dilakukan oleh Duizer (2001) dan
Roudaut et al. (2002). Menurut Taniwaki et al. (2010), kecepatan pemasakan buah
melon jenis Miyabi-Haruaki dengan metode getaran akustik nondestruktif
didasarkan atas indeks elastisitas (IE), dirumuskan dengan f2 m2/3, f adalah
frekuensi kedua dari sampel dan m adalah massa sampel. Kecepatan pemasakan
didefinisikan sebagai ΔIE/HST dengan nilai 0.36 x 104 kg2/3 Hz2 d-1. Penentuan
kematangan secara nondestruktif ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
kematangan optimum suatu buah untuk estimasi waktu panen.
Metode evaluasi perubahan kekerasan buah secara nondestruktif
berdasarkan impuls gelombang bunyi yang diterima oleh sensor piezoelektrik,

7
mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan terhadap
berbagai jenis buah selepas panen, seperti: apel (Yamamoto et al. 1980; Chen H
dan De Baerdemaeker 1993; Chen P et al. 1992), tomat (Duprat et al. 1997),
alpukat (Peleg et al. 1990; Galili et al. 1998), pir (Wang 2004; Wang et al. 2004).
Schotte et al. (1999) menggunakan respon impuls akustik untuk
menganalisis kekerasan dan perubahan kekerasan buah tomat selama
penyimpanan. Data yang dihasilkan melalui analisis tersebut lebih objektif
dibandingkan kemampuan orang yang ahli dalam pengukuran fisik berdasarkan
hubungan logaritmik. Metode ini memungkinkan untuk mengetahui tingkat
kematangan tomat saat penyimpanan dan pengemasan serta untuk mengetahui
terjadinya kerusakan pada tomat selama kegiatan produksi.
Mizrach et al. (1994) mengevaluasi sifat fisikokimia buah melon, seperti:
kekerasan, berat kering, dan total padatan terlarut (TPT) berdasarkan karakter
akustik buah melon tersebut. Hayashi et al. (1992) menemukan bahwa bentuk
impuls gelombang akustik dapat digunakan untuk menduga tingkat kematangan
buah melon dengan nilai korelasi (r) antara kecepatan transmisi gelombang
terhadap kekerasan buah sebesar 0.83. Sugiyama et al. (1994) mempelajari
hubungan antara kecepatan transmisi gelombang terhadap kekerasan buah melon.
Hasil penelitian menunjukkan, kecepatan transmisi gelombang mengalami
penurunan ketika buah melon semakin matang. Sementara itu, Kuroki et al.
(2006) mengembangkan instrumen berbasis teknik getaran akustik untuk
mengevaluasi kematangan buah melon di dalam rumah kaca. Melon yang matang
ditunjukkan dengan menurunnya kecepatan transmisi. Saat gelombang akustik
mengenai produk pertanian, gelombang yang ditransmisikan bergantung pada
karakteristik akustik dari produk pertanian. Karakteristik akustik antara lain
koefisien atenuasi, kecepatan transmisi, impedansi akustik, dan frekuensi yang
diperoleh dari transmisi gelombang akustik tersebut (Sun et al. 2010).
Haryanto (2002) melaporkan bahwa sifat akustik dapat membedakan tingkat
ketuaan buah durian. Hal ini dilakukan melalui pengembangan model empiris
untuk menentukan tingkat kematangan durian unggul secara nondestruktif
menggunakan gelombang ultrasonik. Dari penelitiannya, disimpulkan bahwa sifat
kecepatan gelombang dan atenuasi dapat digunakan untuk membedakan durian
muda dan durian tua. Beberapa parameter sifat akustik berhubungan lebih erat
dengan tingkat kekerasan. Atenuasi berbanding lurus terhadap ketuaan buah (3.1
dB/mm sampai 5.2 dB/mm) sedangkan kecepatan gelombangnya berbanding
terbalik terhadap ketuaan buah (501 m/s sampai 422 m/s). Zerro Moment Power
(Mo) akan menurun sejalan dengan bertambahnya kematangan dan rusaknya buah
durian.
Maspanger (2008) menggunakan gelombang ultrasonik untuk mengetahui
karakteristik koagulum karet alam, dengan transduser piezoelektrik 2 MHz. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar kotoran dengan penurunan
kadar air menyebabkan peningkatan modulus Young dari 0.295 MPa menjadi
1.120 MPa. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan atenuasi dari 504 dB/m
menjadi 1520 dB/m dan turunnya kecepatan gelombang dari 1516 m/s menjadi
1441 m/s. Diperoleh indikasi bahwa sifat elastik (E), kadar air (ka), dan kadar
karet kering (K3) dapat diprediksi dengan persamaan matematik sebagai fungsi
densiti, atenuasi, dan kecepatan rambat gelombang.

8
Juansah (2006) membuat rancang bangun sistem pengukuran gelombang
ultrasonik untuk penetuan mutu buah manggis. Kecepatan gelombang yang
diperoleh sebesar 1125 m/s hingga 1350 m/s. Buah manggis yang telah matang
memiliki kekerasan yang rendah, total padatan terlarut yang tinggi dan atenuasi
yang rendah. Atenuasi yang diperoleh sebesar 0.08110 dB/mm hingga 0.08124
dB/mm. Nasution (2006) melakukan pengembangan sistem evaluasi manggis
dengan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambat gelombang menurun seiring
bertambahnya tingkat ketuaan maupun jumlah total padatan terlarut.
Djamila (2010) berhasil menggunakan metode ultrasonik untuk pengukuran
buah naga merah super pada aspek mutu fisikokimianya. Hasilnya, kecepatan
rambat gelombang berkorelasi positif dengan kekerasan buah dan total kandungan
asam sedangkan untuk total gula berkorelasi negatif. Bila dilihat dari umur panen
maka kecepatan rambat gelombang ultrasonik akan menurun dengan
meningkatnya umur panen. Sementara itu, koefisien atenuasi ikut meningkat.
Atenuasi yang diperoleh sebesar 57.71 dB/m sampai 62.22 dB/mm sedangkan
kecepatan rambat gelombangnya 614 m/s sampai 680 m/s.
Dalam analisis sinyal suara, terdapat beberapa fitur yang menunjukkan sifat
dari sinyal tersebut. Beberapa fitur dapat dianalisis dari sinyal berdomain waktu,
seperti short term energy (E), zero-crossing rate (ZCR), dan entropi. Untuk
analisis lebih lanjut, spektrum sinyal berdomain waktu biasanya ditranformasi
menggunakan metode transformasi fourier untuk memperoleh spektrum sinyal
berdomain frekuensi. Beberapa fitur yang bisa dianalisis dari bentuk sinyal
tersebut, antara lain: frekuensi (f), zero moment power (Mo), Spectral Centroid
(Ci), Spectral Spread (Si), dan lain-lain.
Short Term Energy (E)
Energi merupakan fitur audio berdomain waktu (Giannakopoulos dan
Pikrakis 2014). Fitur ini bisa diperoleh dari sinyal tanpa proses transformasi.
Untuk menghitung nilai energi sinyal, digunakan Persamaan 1 dan 2.
i

∑x n
n

Dalam perhitungannya, energi dinormalkan dengan membaginya terhadap
panjangnya frame sampel untuk menghindarkan adanya pengaruh panjang frame
dalam analisis. Sehingga persamaannya menjadi:
i

∑x n
n

dimana:

E(i) = Energi sinyal jangka pendek
x n = Urutan sampel frame sinyal ke-i, n = 1, . . ., WL
WL = Panjang frame sinyal

9
Short term energy digunakan dalam membedakan energi sinyal audio secara
cepat. Fitur ini diharapkan mampu dengan cepat menangkap dan membedakan
variasi tingkat energi sinyal dalam setiap pengambilan sampel.
Zero-Crossing Rate (ZCR)
Zero-crossing rate dari sebuah frame audio didefinisikan sebagai tingkat
perubahan tanda dari sinyal pada frame tersebut. Dengan kata lain, ZCR jumlah
dari berapa kali sinyal mengalami perubahan nilai, dari positif ke negatif dan
sebaliknya, dibagi dengan panjang frame gelombang. Zerro-crossing rate dapat
diinterpretasikan sebagai ukuran gangguan dari sinyal. Nilai ZCR didefinisikan
berdasarkan Persamaan 3 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).
i

∑ sgn[x n ] sgn[x n
n

]

dimana sgn ( ∙ ) adalah fungsi tanda atau fungsi signum, sebagai contoh:
sgn x n

x n
x n

{

Entropi
Entropi jangka pendek dari suatu energi sinyal dapat diinterpretasikan
sebagai pengukuran terhadap perubahan tingkat energi secara drastis yang terjadi
pada suatu sinyal suara. Entropi, H(i), dapat dihitung menggunakan Persamaan 5
(Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).
i

∑ ej ∙ log ej
j

dimana
ej

su

r me

short r me

short r me



short r me

Ketiga fitur di atas merupakan fitur audio berdomain waktu, berikut adalah
fitur audio berdomain frekuensi.
Frekuensi Maksimum (f) dan Magnitudo (M)
Penentuan frekuensi maksimum merupakan metode analisis spektrum
gelombang suara yang paling sederhana. Frekuensi maksimum atau disebut juga
frekuensi dominan, ditentukan saat amplitudo/magnitudo mencapai nilai tertinggi

10
pada spektrum hubungan antara amplitudo terhadap frekuensi (Yamamoto et al.
1980).
Zero Moment Power (Mo)
Dengan mengetahui nilai Mo, kita dapat mengetahui besarnya jumlah energi
yang dapat ditransmisikanm pada bahan yang dirambatkan gelombang. Nilai Mo
ditentukan dari jumlah luasan di bawah kurva PSD (power spectral density) yang
dapat dihitung menggunakan integrasi numerik. Power spectral density adalah
hasil transformasi hubungan antara amplitudo dengan waktu perambatan
gelombang suara (Haryanto 2002; Warji 2008). Ketika gelombang suara
dirambatkan ke dalam medium, data sinyal gelombang (amplitudo terhadap waktu
rambat) direkam, kemudian dianalisis dan diolah menggunakan metode FFT (Fast
Fourier Transform) dengan bantuan program Matlab.
Spectral Centroid (Ci) dan Spectral Spread (Si)
Spectral centroid dan Sectral spread merupakan perhitungan sederhana
terhadap posisi dan bentuk dari spektrum gelombang. Spectral centroid
merupakan titik pusat spektrum. Nilai dari spectral centroid (Ci) dari frame audio
ke-i dinyatakan dengan Persamaan 8 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).

i

∑k

∑k

f

k
f

k

i

k

i

Spectral spread merupakan sebaran spektrum di sekitar sentroid. Untuk
menghitung nilai spectral spread, harus dihitung deviasi spektrum dari spectral
centroid menggunakan Persamaan 9.

i


√ k

f

∑k

k
f

i

i
i

k

k

Semakin tinggi nilai spectral centroid menunjukkan suara yang semakin
jelas. Sementara itu, Spectral spread menunjukkan bagaimana pola distribusi
spektrum di sekitar specral centroid.

Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan teknik multivariat yang berkaitan dengan
pemisahan objek dalam kelompok yang berbeda dan mengalokasikan objek
tersebut ke dalam suatu kelompok yang telah ditetapkan sebelumnya (Kurniasari
et al. 2014). Pengelompokan dengan analisis diskriminan ini terjadi karena ada
pengaruh satu atau lebih variabel lain yang merupakan variabel independen.
Kombinasi linier dari variabel-variabel ini akan membentuk suatu fungsi
diskriminan (Hair et al. 1998). Analisis diskriminan bertujuan mengklasifikasikan
suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan
menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas (Mattjik dan Sumertajaya

11
2011). Ada dua asumsi utama yang harus dipenuhi pada analisis diskriminan ini,
yaitu: (1) Sejumlah p variabel penjelas harus terdistribusi normal multivariat, (2)
Matriks varian-kovarian variabel penjelas berukuran p x p pada kedua kelompok
harus sama.
Model dasar analisis diskriminan dilambangkan dengan d. Model analisis
diskriminan merupakan sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi
linier dari berbagai variabel independen yang ditunjukkan pada Persamaan 10.
d = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + …… +
dimana:

nxn

(10)

d = skor diskriminan
b = koefisien diskriminan atau bobot (0, 1, 2, ..., n)
x = prediktor atau variabel independen (1, 2, 3, ..., n)

Distribusi Normal Multivariat
Asumsi normal multivariat diperlukan untuk pengujian signifikansi dari
variabel diskriminan dan fungsi diskriminan. Jika data tidak terdistribusi normal
multivariat, maka hasil klasifikasi juga akan terpengaruh (Sharma 1996). Johnson
dan Wichern
7 meny t k n p d k sus multiv ri t vektor peu h c k ‟
[X1, X2, ... Xp] mengikuti fungsi densitas probabilitas.
fk x

p

| |

e

(

x

| |

x

)

dimana -∞ < xk < ∞, k = 1, 2, ..., p yang diberi notasi Np( , ).
Metode untuk menilai normalitas dari sekumpulan data didasarkan pada
kuadrat jarak tergeneralisasi
dij

xij x i

i

xij x i i

… l j

… ni

dimana ni adalah jumlah objek pada populasi ke-i. Prosedur ini tidak terbatas pada
kasus bivariat, tetapi dapat digunakan untuk semua p
ngk h-langkah untuk
membuat plot khi-kuadrat adalah:
1. Mengurutkan
dari yang terkecil hingga terbesar seperti di ≤ di ≤ di ...
≤ di ni .
2. Membuat plot pasangan (qc p ( jkuantil 100 j-

ni ) dij dimana qc p ( j-

ni ) adalah

ni untuk distribusi khi-kuadrat dengan derajat bebas p.

Kuantil qc p ( j-

ni ) berkaitan dengan presentil atas dari distribusi khi-

kuadrat. Secara khusus qc p ( j-

ni ) = xp ( j-

ni ). Plot harus menyerupai

garis lurus. Pola yang melengkung menunjukkan penyimpangan normalitas.

12
Kesamaan Matriks Varian-kovarian
Asumsi kesamaan matriks varian-kovarian dalam analisis diskriminan linier
harus terpenuhi. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap
signifikansi dan hasil klasifikasi. Ketika asumsi kesamaan matriks varian kovarian
ditolak, dapat digunakan fungsi diskriminan kuadratik untuk fungsi klasifikasi
(Sharma 1996; Johnson dan Wichern 2007). Uji yang digunakan untuk
mengetahui kesamaan matriks varian-kov ri n d l h uji Box‟s M sebagai
berikut:
Hipotesis:

Statistik uji:

l

l

u

ln|

u ∑ ni

pooled |

i

dimana:

ln| i |

∑ ni
i

l
pooled

∑li

l

u

[∑
i

ni

ni

∑li

∑ ni

i

i

ni

][

p + p
p+ l

]

p adalah jumlah variabel dan l adalah jumlah kelompok. Jika nilai C <
xp p+ gatau nilai sig > , maka H0 diterima. Artinya, matriks variankovarian dari g kelompok adalah homogen, sehingga fungsi yang dibentuk
merupakan fungsi diskriminan linier. Jika C > xp p+ gatau sig <
rtiny
H0 ditolak, maka matriks varian-kovarian dari g kelompok adalah heterogen
sehingga fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan kuadratik.
Uji Vektor Nilai Rataan
Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dapat dilakukan
dengan hipotesis sebagai berikut:
… g
sedikitnya ada sepasang kelompok yang vektor nilai rataannya berbeda
terhadap kelompok lain.
Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis
variansi multivariat (MANOVA). Uji statistik ini digunakan untuk menghitung
signifikansi perbedaan rataan secara bersama antar kelompok dengan dua atau
lebih variabel terikat. Statistik uji yang digunakan dalam analisis MANOVA,
antara lain: Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest
Root.

13
Evaluasi Hasil Klasifikasi
Cara penting untuk menilai kinerja dari setiap prosedur klasifikasi adalah
dengan menghitung tingkat kesalahan atau probabilitas kesalahan klasifikasi
(Johnson dan Wichern 2007). Metode yang digunakan untuk menghitung
probalitas kesalahan klasifikasi adalah apparent error rate (APER). Tingkat
kesalahan dihitung menggunakan matriks confusion atau tabel kesalahan
klasifikasi. Matriks ini menunjukkan jumlah keanggotaan aktual dan jumlah
keanggotaan prediksi. Untuk n1 pengamatan dari 1 dan n2 pengamatan dari 2,
matriks kesalahan klasifikasinya ditunjukkan oleh Tabel 3.
Tabel 3 Kesalahan klasifikasi diskriminan
Keanggotaan prediksi
Keanggotaan aktual
1

n1c
n2M = n2 – n2c

1
2

Jumlah

2

n1M = n1 – n1c
n2c

n1
n2

Apparent error rate (APER) dihitung menggunakan Persamaan 16.
n

+n
n +n

n∙c merupakan jumlah klasifikasi tepat, n∙M merupakan jumlah kesalahan
klasifikasi sampel, sedangkan n1 dan n2 merupakan jumlah sampel pada masingmasing kelompok.
Validasi Fungsi Diskriminan
Untuk menguji ketepatan pengelompokan oleh fungsi diskriminan yang
telah terbentuk, digunakan metode validasi silang (cross validation). Metode
validasi silang merupakan metode validasi yang paling sederhana dan banyak
digunakan untuk memperkirakan kesalahan dari suatu model dibandingkan
metode validasi lainnya (Hastie et al. 2008). Metode ini baik digunakan untuk
kondisi ketersediaan data yang terbatas. Validasi silang dilakukan dengan
membagi rata sejumlah data menjadi K kelompok. Salah satu kelompok data
digunakan untuk validasi terhadap model yang dibentuk oleh kelompok data yang
tersisa. Iterasi dilakukan sebanyak K kelompok. Prosedur seperti ini disebut Kfold cross validation. Ketika membagi data menjadi 5 kelompok (K = 5), maka
prosedur validasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1

2

3

4

5

Train

Train

Validasi

Train

Train

Untuk kelompok data ke-k (ke-3), dibentuk model menggunakan kelompok
data yang lain (K-1) dan dihitung besarnya kesalahan prediksi oleh model ketika
meprediksi nilai ke-k dari kelompok data ke-3. Iterasi dilakukan untuk k = 1, 2, ...,
K. Jika k : {1, ..., N} → {1, ..., K}, fk i xi adalah fungsi yang tebentuk dengan
menghilangkan kelompok ke-k, dan yi adalah fungsi yang terbentuk dari

14
keseluruhan data, maka nilai total kesalahan pediksi ditentukan menggunakan
Persamaan 17
f


i

yi fk i xi

Pemilihan jumlah K biasanya adalah 5 atau 10. Ketika jumlah K = N, maka
metode validasi silang ini disebut leave-one-out cross valodation. Pada kondisi ini
k(i) = i dan untuk validasi data ke-i dibentuk fungi atau model menggunakan
sejumlah N data kecuali data ke-i (Hastie et al. 2008).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor
pada Juni hingga Agustus 2015.

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah buah melon Golden Apollo yang
diperoleh dari petani di daerah Sragen, Jawa Tengah. Buah melon yang digunakan
terdiri dari empat umur panen, yaitu: 46 HST (hari setelah tanam), 53 HST, 60
HST, dan 67 HST dengan jumlah masing-masing 55 buah.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah mikrofon, bandul,
notebook, rheometer, refractometer, timbangan digital, pita ukur, tali pengikat.
ikrofon
4” hands free clip on mini lapel merek OEM tipe CM031 untuk
menerima sinyal suara. Bandul yang berfungsi sebagai alat pengetuk berbentuk
bola yang terbuat dari bahan akrilik berdiameter 4 cm dengan bobot 18 g, sebuah
notebook dengan prosesor Intel Core i3 2.2 GHz, rheometer tipe CR-300 untuk
mengukur kekerasan daging buah. Refractometer merk Atago tipe PR-210 untuk
mengukur kandungan total padatan terlarut (TPT) dalam daging buah melon.
Timbangan digital merek Mettler untuk mengukur bobot sampel. Penggaris
ukuran 60 cm dan ukuran 20 cm, dan pita ukur sebagai alat ukur dimensi buah.
Tali pengikat digunakan sebagai pengikat mikrofon, bandul, dan buah melon.

15
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan
Sebelum dilakukan pengamatan di laboratorium, buah melon telah disortasi
di lahan saat pemanenan. Sortasi dilakukan dengan memilih melon yang memiliki
bobot 1 kg hingga 2 kg. Bobot buah melon yang relatif seragam diharapkan
mampu mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali.
Hal ini menyesuaikan dengan umur panen yang diinginkan, yaitu 46 HST, 53
HST, 60 HST, dan 67 HST. Masing-masing waktu panen diambil sebanyak 55
buah melon sebagai sampel. Prosedur penelitian secara ringkas disajikan pada
Gambar 2.

Buah melon
Sortasi
Pengangkutan
Pengukuran dimensi dan
bobot
Perekaman suara

Analisis spektrum
gelombang

Pengukuran parameter
kematangan buah melon
(TPT, kekerasan, kadar air)
Analisis data

Fungsi klasifikasi

Selesai
Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian
Pengujian Respon Impuls Akustik
Untuk memperoleh parameter sinyal gelombang akustik pada masingmasing waktu panen, dilakukan perekaman suara ketukan terhadap buah melon.
Setiap buah melon diketuk menggunakan bandul. Buah melon dan bandul diikat
menggantung pada rangkaian besi dengan jarak 25 cm. Pengetukan dilakukan
pada jarak 40 cm dengan pengulangan masing-masing sebanyak tiga kali. Ujung

16
mikrofon diletakkan 2 cm dari permukaan buah. Bandul dijatuhkan manual sesuai
jarak yang sudah diatur untuk menghasilkan kekuatan pengetukan yang seragam.
Pengukuran jarak dilakukan dengan cara mengetahui besarnya sudut pada busur
derajat yang dipasang di atas bandul pengetuk atau sekitar 90°. Skema pengujian
respon impuls akustik buah melon ditunjukkan oleh Gambar 3.

Mikrofon
notebook
40 cm
Buah melon Bandul

Gambar 3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon
Perekaman suara hasil pengetukan dibantu oleh perangkat lunak Audacity
2.0.5 dengan project rate 44.1 kHz. Sinyal suara hasil pengetukan terhadap setiap
sampel direkam dalam satu project. Sehingga dalam satu spektrum gelombang
yang ditampilkan oleh komputer terdapat tiga sinyal suara sebagai hasil dari tiga
kali pengetukan oleh bandul. Untuk memudahkan analisis spektrum gelombang,
sinyal-sinyal suara tersebut dipisahkan dan masing-masing disimpan dalam
ekstensi file .wav.
Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon
Kekerasan buah
Kekerasan daging buah melon diukur menggunakan rheometer. Bagian
yang diukur adalah daging buah. Buah melon dibelah pada posisi membujur.
Sebesar 1/10 bagian daging buah diambil untuk diukur kekerasannya. Sebelum
digunakan, alat diatur pada kondisi mode: 20; R/H (hold): 10.00 mm; P/T (Press):
60 mm/m; Rep.1: 1 x 60h; Max 10 kg. Dengan menggunakan probe nomor 38 (Ø
= 5 mm). Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga titik pada setiap bagian
daging buah dengan lokasi di area pangkal, area tengah, dan area ujung buah
melon.
Total padatan terlarut
Total padatan terlarut dalam daging buah diukur menggunakan digital
refractometer, dimana daging buah melon dihaluskan terlebih dahulu dengan cara
ditumbuk, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya
sampel dituangkan di atas gelas objek yang terdapat pada refractometer, hingga
nilai total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display, skala
pembacaan dalam satuan oBriks.

17
Kadar air (AOAC 2000)
Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven,
didinginkan kemudian ditimbang. Sampel daging buah melon sebanyak 5 gram
ditimbang dalam cawan, lalu dikeringkan dalam oven pada kisaran suhu 105 oC
sampai 110 oC hingga berat bahan kering mencapai kondisi konstan. Kadar air
bahan dihitung menggunakan Persamaan 11.
d r ir
dimana:

B

x

A = Bobot cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g)
B = Bobot cawan dan bahan setelah dikeringkan (g)
C = Bobot bahan sebelum dikeringkan (g)

Analisis Data
Analisis spektrum gelombang suara
Data suara hasil perekaman dianalisis dengan bantuan perangkat lunak
Matlab untuk mendapatkan nilai parameter-parameter sinyal suara, sepeti: short
term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo).
Nilai short term energy (E) dihitung langsung dari data suara yang ada, sedangkan
nilai frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo) dihitung setelah
dilakukan transformasi spektrum menggunakan metode transformasi fourier.
Diagram alir penghitungan nilai short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo
(M), dan zero moment power (Mo) serta kode pemrogramannya disajikan pada
Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 6.
Pembentukan fungsi klasifikasi
Pembentukan fungsi klasifikasi dilakukan dengan metode analisis
diskriminan. Analisis diskriminan dilakukan untuk mengelompokkan data hasil
pengukuran pada masing-masing kelompok umur panen. Dalam analisis
diskriminan, variabel penduga yang digunakan adalah hasil pengu