Pendapatan dan produksi usahatani cabai kopay di kelurahan koto panjang dalam kota payakumbuh propinsi sumatera barat

PENDAPATAN DAN PRODUKSI USAHATANI CABAI KOPAY DI
KELURAHAN KOTO PANJANG DALAM KOTA PAYAKUMBUH
PROPINSI SUMATERA BARAT

OKTAVIOLA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan dan
Produksi Usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam Kota
Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini

saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Oktaviola Putri
NIM H44100013

ABSTRAK
OKTAVIOLA PUTRI. Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Kopay di
Kelurahan Koto Panjang Dalam Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat.
Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan HASTUTI.
Cabai Kopay merupakan varietas baru dari cabai merah keriting. Cabai
Kopay berasal dari Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kecamatan Lamposi Tigo
Nagori, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat. Cabai Kopay memiliki
karakteristik yang berbeda dengan cabai merah keriting lainnya, yaitu dari aspek
produktivitas, bentuk fisik cabai, daya tahan cabai, dan harga jual cabai. Tujuan
dari penelitian ini untuk melihat apakah usahatani Cabai Kopay menguntungkan
bagi petani, faktor apa yang dapat mempengaruhi produksi Cabai Kopay, dan
efisiensi ekonomi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan
usahatani, analisis fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi dengan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), dan analisis efisiensi

ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani Cabai Kopay dengan
status penguasaan lahan pemilik lebih menguntungkan daripada usahatani Cabai
Kopay dengan status penguasaan lahan sewa dan bagi hasil. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi Cabai Kopay adalah tanah, benih, dan pupuk kandang.
Usahatani Cabai Kopay berada pada increase return to scale, oleh karena itu
usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam belum efisien secara
ekonomi sehingga untuk menghasilkan output optimum yang memberikan
keuntungan maksimum maka penggunaan faktor produksi ditingkatkan sampai
titik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, sebaiknya petani Cabai Kopay
meningkatkan penguasaan lahan dengan status penguasaan lahan pemilik yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani Cabai Kopay. Petani Cabai
Kopay sebaiknya meningkatkan penggunaan luas lahan, benih, dan pupuk
kandang karena berdasarkan analisis faktor produksi bahwa luas lahan, benih dan
pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produksi Cabai Kopay, dan
selanjutnya untuk mengetahui daya saing Cabai Kopay maka perlu adanya
penelitian lanjutan mengenai analisis daya saing Cabai Kopay di Kelurahan Koto
Panjang Dalam.
Kata kunci: Analisis pendapatan, fungsi produksi Cobb-Douglas, efisiensi
ekonomi


ABSTRACT
OKTAVIOLA PUTRI. Income and Production of Kopay Chili Farming in Koto
Panjang Dalam, Payakumbuh, West Sumatera. Supervised by AHYAR ISMAIL
and HASTUTI.
Kopay chili is a new variety of red chili. Kopay chili comes from Koto
Panjang Dalam Lamposi Tigo Nagori, Payakumbuh, West Sumatra. Kopay chili is
different from other red chili such as aspect of productivity, its physical form, its
durability and its selling price. The purpose of this study was to see whether
Kopay chili farming profitable for farmers, what factors can affect the production
of Kopay chili, and economic efficiency Kopay chili farming in Koto Panjang
Dalam village. The analysis that used in this research is analysis of farm income,
analysis Cobb-Douglas production function which estimated using Ordinary Least
Square (OLS), and analysis of economic efficiency. The results showed that chili
farming Kopay with owners over land ownership more profitable than is farming
Kopay chili to lease land ownership and profit sharing. The factors that influence
the production of Kopay chili is land, seed, and manure. Kopay chili farming is on
the increase of returns to scale, so Kopay chili farming in Koto Panjang Dalam yet
economically efficient therefore to produce the optimum output that gives the
maximum benefit, the use of factors of production is increased to a certain point.
Based on the research results, chili farmers should increase tenure with the owner

of land ownership that aims to increase farmers' income Kopay chili. Kopay chili
farmers should increase the use of land, seed, and manure as a factor of
production that is based on the analysis of land, seed and manure significantly
affected the production of Kopay chili, and further to determine the
competitiveness of Kopay chili hence for further research on power analysis
Chili's competitiveness in Koto Panjang Kopay Dalam is needed.
Keywords: Income analysis, the Cobb-Douglas production function, economic
efficiency

PENDAPATAN DAN PRODUKSI USAHATANI CABAI KOPAY DI
KELURAHAN KOTO PANJANG DALAM KOTA PAYAKUMBUH
PROPINSI SUMATERA BARAT

OKTAVIOLA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan


DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
ekonomi pertanian, dengan judul Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai
Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera
Barat.
Terima kasih kepada Ayahanda Yusrizal dan Ibunda Syafwani atas segala
perhatian, dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Serta saudari penulis dr. Priska
Natalia dan Tri Juliani Syavitri terimakasih atas doa, dukungan, dan motivasi
yang diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail,
M.Agr dan Ibu Hastuti, S.P, M.P, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas
bimbingan, motivasi, saran, dan ilmu yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Novindra, S.P, M.Si dan
Ibu Nuva, S.P, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberi
saran dan masukannya. Terima kasih kepada pengurus beasiswa Karya Salemba
Empat (KSE) pusat beserta donatur yang telah banyak membantu dalam hal
materi dan telah memberikan pengalaman berharga kepada penulis. Terima kasih
kepada Kakak-kakak, Teman-teman dan Adik-adik di organisasi mahasiswa
daerah Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) yang telah bersedia menjadi
keluarga penulis di IPB. Terima kasih kepada Bapak Syahrul Yondri yang telah
membantu selama pengumpulan data dan membagi pengalaman berusahatani
Cabai Kopay.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Oktaviola Putri

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

I

II

PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang .....................................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................................

5

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................

6


1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................

7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

9

2.1 Cabai ....................................................................................................

9

2.2 Pendapatan Usahatani .......................................................................... 10
2.4 Fungsi dan Faktor Produksi .................................................................. 12
2.4 Efisiensi Usahatani ............................................................................... 15
2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 17

III KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................... 21
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 21
3.1.1 Analisis Usahatani ...................................................................... 21
3.1.1.1 Analisis pendapatan usahatani ........................................ 21
3.1.1.2 Analisis return cost ratio ................................................ 21
3.1.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas .................................................. 21
3.1.3 Marginal Physical Product, Average Physical Product, dan
Total Physical Product ................................................................ 23
3.1.4 Elastisitas Produksi ..................................................................... 24
3.1.5 Elasticity of Scale atau Return to Scale ...................................... 26
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................ 27
IV METODE PENELITIAN ......................................................................... 29
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 29

4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 29
4.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 29
4.4 Metode Analisis Data .......................................................................... 30
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani .................................................. 30
4.4.2 Analisis Faktor Produksi ............................................................ 33
4.4.2.1 Kriteria Uji Ekonomi ...................................................... 34

4.4.2.2 Kriteria Uji Statistika ..................................................... 34
4.4.2.3 Kriteria Uji Ekonometrika .............................................. 36
4.4.3 Analisis Efisiensi Produksi ........................................................ 37
V

GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................................... 41
5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 41
5.2 Keadaan Demografi ............................................................................. 42
5.3 Keadaan Ekonomi ............................................................................... 43
5.4 Lembaga Kemasyarakatan Bidang Pertanian ...................................... 44

VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 47
6.1 Karakteristik Responden Petani Cabai Kopay .................................... 47
6.1.1 Karakteristik Umum Petani Cabai Kopay .................................. 47
6.1.2 Karakteristik Usahatani Cabai Kopay ........................................ 50
6.2 Pendapatan Usahatani Cabai Kopay .................................................... 56
6.3 Faktor Produksi Usahatani Cabai Kopay ............................................ 59
6.4 Efisiensi Produksi Usahatani Cabai Kopay ......................................... 66
VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 69
7.1 Simpulan .............................................................................................. 69

7.2 Saran .................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 71
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 97

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Produksidan laju pertumbuhan subsektor hortikultura di Indonesia, tahun
2012 – 2013 .................................................................................................

1

2. Perkembangan produksi sayuran Indonesia tahun 2010 – 2012 .................

2

3. Perkembangan luas panen dan produksi cabai di daerah sentra produksi
di Indonesia tahun 2010 – 2012 ..................................................................

3

4. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Propinsi Sumatera Barat,
tahun 2009 – 2012 .......................................................................................

3

5. Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Kota Payakumbuh,
tahun 2009 – 2013 .......................................................................................

4

6. Realisasi panen, produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi
Tigo Nagori, tahun 2012 – 2014 .................................................................

5

7. Penelitian terdahulu ..................................................................................... 18
8. Populasi petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam .............. 30
9. Matriks metode analisis data ....................................................................... 30
10. Komponen pengeluaran usahatani Cabai Kopay berdasarkan
pengklasifikasian Doll dan Orazem ............................................................ 32
11. Jumlah penduduk Kelurahan Koto Panjang Dalam berdasarkan gender .... 42
12. Jumlah penduduk Kelurahan Koto Panjang Dalam berdasarkan umur ...... 43
13. Jumalah penduduk menurut mata pencaharian ........................................... 43
14. Data luas tanaman dan produksi tanaman pangan di Kelurahan Koto
Panjang Dalam pada tahun 2012 ................................................................. 44
15. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan jenis kelamin ............................ 47
16. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan kelompok umur kerja ............... 48
17. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan kelompok umur produktif ........ 48
18. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan tingkat pendidikan formal ......... 49
19. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan pendidikan non formal ............. 49
20. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan jumlah tanggungan keluarga .... 50
21. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan luas lahan .................................. 51
22. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan status kepemilikan lahan dan
penguasaan lahan ........................................................................................ 51
23. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan pengalaman bertani cabai ......... 52
24. Sebaran petani Cabai Kopay berdasarkan status usahatani ........................ 53

25. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto
Panjang Dalam per hektar per musim tanam . ............................................. 54
26. Rata-rata penggunaan pestisida oleh petani Cabai Kopay di Kelurahan
Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ..................................... 55
27. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani Cabai Kopay di
Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ................... 55
28. Biaya penyusutan alat pada usahatani Cabai Kopay di Keluarahan Koto
Panjang Dalam per hektar per musim tanam .............................................. 56
29. Rata-rata pendapatan usahatani Cabai Kopay ............................................ 57
30. Hasil estimasi fungsi produksi usahatani Cabai Kopay ............................. 60
31. Rasio NPM-BKM ....................................................................................... 66

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Fungsi produksi Neoklasik ......................................................................... 25
2. Skema kerangka pemikiran operasional ..................................................... 28
3. Peta Kecamatan Lamposi Tigo Nagori tahun 2013 .................................... 41
4. Kantor Lurah Koto Panjang Dalam ............................................................ 94
5. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kelautan Kecamatan
Lamposi Tigo Nagori .................................................................................. 95
6. Sekretariat Sub Terminal Agribisnis (STA) Kota Payakumbuh ................. 95
7. Ladang Cabai Kopay ................................................................................... 96
8. Cabai Kopay dan mistar 30 cm ................................................................... 96

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Kuesioner penelitian ................................................................................... 77
2. Karakteristik petani Cabai Kopay .............................................................. 82
3. Data produksi per hektar per musim tanam petani Cabai Kopay ................ 85
4, Data penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk buatan dan fungisida
pada usahatani Cabai Kopay per hektar per musim tanam ......................... 86
5. Data penggunaan tenaga kerja (HKP) dalam usahatani Cabai Kopay
di Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ............... 89
6. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani Cabai Kopay di
Kelurahan Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ................... 90
7. Biaya penyusutan alat pada usahatani Cabai Kopay di Kelurahan
Koto Panjang Dalam per hektar per musim tanam ...................................... 91
8. Pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan status penguasaan
lahan ........................................................................................................... 92
9. Uji normalitas produksi Cabai Kopay ........................................................ 93
10. Uji heteroskedastisitas produksi Cabai Kopay ........................................... 93
11. Rasio NPM-BKM ....................................................................................... 94
12. Dokumntasi ................................................................................................ 94

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang
secara nasional memberikan kontribusi positif terhadap indikator ekonomi makro.
Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor hortikultura pada tahun 2012 mencapai
103.80 triliun rupiah dan diproyeksikan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 120.00 triliun rupiah (Direktorat Jenderal Hortikultura 2013). Produksi
dan laju pertumbuhan subsektor hortikultura di Indonesia tahun 2010 – 2013
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi dan laju pertumbuhan sub subsektor hortikultura di Indonesia,
tahun 2010 – 2013
Subsektor
Hortikultura
Sayuran
(juta ton)
Buah
(juta ton)
Tanaman hias
(juta tangkai)
Tanaman obat
(juta ton)

Produksi
2010
10.80

2011
10.87

2012
10.94

2013
11.42

15.01

18.31

18.09

18.25

378.92

486.85

616.81

594.66

-

398.48

414.54

429.29

Laju Pertumbuhan
(%)
2010
2011 2012 2013
0.43 0.66 0.63
4.35
-16.36 21.98

-1.22

0.87

43.78 28.49 26.69

-3.59

-

-

4.03

3.56

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2014a), diolah

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 sub subsektor sayuran, buah
dan tanaman obat mengalami pertumbuhan positif, pada periode yang sama sub
subsektor sayuran memiliki laju pertumbuhan paling besar dibandingkan sub
subsektor buah dan tanaman obat yaitu sebesar 4.35 persen. Tahun 2012 laju
pertumbuhan sub subsektor sayuran hanya sebesar 0.63 persen, hal ini
mengindikasikan bahwa pada tahun 2012 secara keseluruhan komoditas yang ada
pada sub subsektor sayuran mengalami kenaikan hasil yang menurun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014a), pada tahun 2012 sebesar
0.55 persen dari sub subsektor sayuran mengalami laju pertumbuhan positif, salah
satunya komoditas cabai yang menunjukkan perkembangan yang baik dengan
peningkatan produksi sebesar 11.70 persen. Perkembangan produksi sub
subsektor sayuran di Indonesia tahun 2010 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Tabel 2 Perkembangan produksi sayuran Indonesia, tahun 2010 – 2012
Produksi (ribu ton)
Laju Prtumbuhan (%)
Komoditas Sub
Subsektor Sayuran
2010
2011
2012
2010
2011
2012
Bawang merah
1048.93
893.12
964.22
8.68 -14.85
7.96
Kentang
1060.81
955.49 1094.24
-9.82
-9.93 14.52
Kubis
1385.04 1363.74 1450.05
1.98
-1.54
6.33
*
Cabai
1328.86 1483.08 1656.62
-3.62
11.61 11.70
Sawi
583.77
580.97
594.93
3.72
-0.48
2.40
Wortel
403.83
526.92
465.53 12.80
30.48 -11.65
Bawang putih
12.30
14.75
17.64 -20.26
19.96 19.59
Daun bawang
541.37
526.77
596.82
-1.45
-2.70 13.30
Kembang kol
101.21
113.49
135.84
5.38
12.14 19.69
Lobak
32.38
27.28
39.05
8.81 -15.76 43.17
Kacang merah
116.40
92.51
93.42
5.77 -20.52
0.98
Kacang panjang
489.45
458.31
455.62
1.17
-6.36
-0.59
Semangka
348.63
497.65
515.54 -26.50
42.74
3.59
Tomat
891.62
954.05
893.50
4.52
7.00
-6.35
Terung
482.31
519.48
518.83
6.81
7.71
-0.13
Buncis
336.49
334.66
322.15 15.64
-0.55
-3.74
Ketimun
547.14
521.54
511.53
-6.17
-4.68
-1.92
Labu siam
369.85
428.20
428.08 15.21
15.78
-0.03
Kangkung
350.88
355.47
320.14
-2.80
1.31
-9.94
Bayam
152.33
160.51
155.12 -12.33
5.37
-3.36
Melon
85.16
103.84
125.47
-0.81
21.93 20.83
Blewah
30.67
62.93
57.92 -59.18 105.19
-7.96
Sumber : Badan Pusat Statistik (2014a)
*
Gabungan angka cabai besar dan cabai rawit

Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas unggulan yang dihasilkan
dan dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sentra produksi
cabai di Indonesia berada di 21 propinsi (Putranto et al. 2011). Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 3.
Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang menjadi sentra produksi
cabai. Propinsi Sumatera Barat memiliki permintaan cabai yang besar, hal ini
dikarenakan

makanan

khas

Propinsi

Sumatera

Barat

pada

umumnya

menggunakan cabai merah segar dalam jumlah banyak. Berdasarkan data Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2013 bahwa tingkat konsumsi cabai masyarakat
Propinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2010 adalah
1.61

kg/kapita/tahun,

kemudian

tahun

2011

meningkat

menjadi

1.75

kg/kapita/tahun dan tahun 2012 menjadi 1.77 kg/kapita/tahun (Kementerian
Pertanian 2013a).

3
Tabel 3 Perkembangan luas panen dan produksi cabai di daerah sentra produksi
di Indonesia tahun 2010 – 2012
Propinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Gorontalo
Indonesia

2010

2011

2012

Luas
Produksi
Panen
(ton)
(ha)
9 112
64 149
21 711
196 347
7 051
46 222
3 166
11 942
3 676
17 919
8 204
34 060
9 429
58 529
8 424
38 602
26 087
245 597
36 917
194 971
2 830
15 095
57 706
213 674
1 725
7 435
3 854
25 286
4 687
18 870
2 198
6 765
1 630
8 201
3 269
14 620
2 812
10 231
6 405
24 898
2 517
17 233

Luas
Produksi
Panen
(ton)
(ha)
8 612
49 525
22 608
233 258
8 083
58 981
3 523
15 833
4 560
28 790
6 927
18 638
5 758
41 495
8 593
62 739
24 045
300 620
36 572
184 358
3 287
16 575
61 947
255 483
1 632
6 418
4 243
31 503
6 211
26 128
2 572
9 456
1 504
9 197
2 999
12 698
2 691
10 077
7 308
37 278
2 065
11 082

Luas
Produksi
Panen
(ton)
(ha)
8 133
90 030
22 129
245 773
8 196
65 108
3 488
15 909
3 025
14 903
7 329
23 033
6 957
41 618
7 959
56 748
22 927
291 907
38 895
215 129
3 391
18 780
63 185
343 714
1 379
11 528
4 502
29 827
5 247
36 883
2 203
7 580
1 410
7 686
3 145
12529
2 749
10 652
8 234
43 254
2 406
12 205

237 105

239 770

242 366

1 328 864

1 483 079

1 656 615

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2014b)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan bahwa luas
panen komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari
tahun 2009 – 2012 (Tabel 4), hal tersebut mengindikasikan potensi
pengembangan komoditas cabai di Propinsi Sumatera Barat masih dapat
ditingkatkan dari aspek ketersediaan lahan.
Tabel 4 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Propinsi Sumatera
Barat, tahun 2009 – 2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Luas panen
(ha)
6 861
7 051
8 083
8 196

Produksi
(ton)
41 522
46 222
58 981
65 108

Produktivitas
(ton/ha)
6.05
6.56
7.30
7.94

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Dilihat dari aspek budidaya, Kota Payakumbuh memiliki varietas baru dari

4
tanaman cabai merah keriting yaitu Cabai Kopay. Cabai Kopay merupakan
singkatan dari cabai Kota Payakumbuh. Tahun 2010 Walikota Payakumbuh
menjadikan Cabai Kopay sebagai icon dari Kota Payakumbuh dengan sentra
produksi berada di Kelurahan Koto Panjang Dalam. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (2014b) bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor
pertanian atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Kota Payakumbuh
2013 meningkat sebesar 6.07 persen dibandingkan tahun 2012 dengan kontribusi
sektor pertanian terhadap PDRB atas harga berlaku sebesar 9.85 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih potensial menjadi alternatif mata
pencaharian penduduk di Kota Payakumbuh. Perkembangan luas panen, produksi
dan produktivitas cabai di Kota Payakumbuh dari tahun 1999-2004 dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas panen, produksi, dan produktivitas cabai di Kota Payakumbuh,
tahun 2009 – 2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Luas Panen
(ha)
441.00
492.40
519.78
555.00
625.60

Produksi
(ton)
2779.00
4161.73
5400.91
5850.60
8165.10

Produktivitas
(ton/ha)
6.30
8.45
10.39
10.54
13.05

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Payakumbuh (2013)

Tabel 5 menunjukkan bahwa tahun 2012 produktivitas cabai Kota
Payakumbuh mencapai 10.54 ton per hektar, lebih besar daripada produktivitas
cabai di Propinsi Sumatera Barat yang sebesar 7.94 ton per hektar. Produktivitas
cabai di Kota Payakumbuh menunjukkan trend yang meningkat. Luas panen dan
produksi cabai di Kota Payakumbuh dari tahun 2009 – 2013 mengalami
peningkatan.
Cabai Kopay berasal dari Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kecamatan
Lamposi Tigo Nagori. Tahun 2011 Gubernur Propinsi Sumatera Barat menjadikan
Kelurahan Koto Panjang Dalam sebagai kelurahan percontohan untuk tanaman
Cabai Kopay. Data statistik Kelurahan Koto Panjang Dalam (2014) menyatakan
bahwa sebesar 73.54 persen penduduk di Kelurahan Koto Panjang Dalam bekerja
di sektor pertanian, 42.39 persen bekerja sebagai petani/pekebun dan 31.15 persen
bekerja sebagai buruh tani. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan luas lahan di

5
Kelurahan Koto Panjang Dalam. Sebesar 75.88 persen dari luas lahan di
Kelurahan Koto Panjang Dalam digunakan sebagai sawah dan ladang, salah
satunya sebagai ladang Cabai Kopay.
Cabai Kopay potensial untuk dikembangkan kerena memiliki produktivitas
yang tinggi dibandingkan dengan cabai merah keriting lainnya. Luas panen,
produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori pada tahun
2012 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas panen, produksi dan produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi
Tigo Nagori, tahun 2012 – 2014
Tahun
2012
2013
2014*

Luas Panen
(ha)
64.97
69.38
78.20

Produksi
(ton)
771.56
835.80
1088.68

Produktivitas
(ton/ha)
11.88
12.05
13.92

Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Lamposi Tigo Nagori (2013)
*
Keterangan : Angka sementara sampai April 2014

Berdasarkan Tabel 6, maka dapat terlihat bahwa bulan April 2014 luas
panen komoditas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori mengalami kenaikan
sebesar 8.82 hektar dengan kenaikan produksi sebesar 252.88 ton dari tahun 2013.
Produktivitas cabai di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori dari tahun 2013 hingga
April 2014 mengalami peningkatan yaitu dari 12.05 ton/ha menjadi 13.92 ton per
hektar.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan wawancara mendalam (depth-interview) dengan penemu Cabai
Kopay (Syahrul Yondri) mengatakan bahwa, “Pendapatan usahatani Cabai Kopay
dapat mencapai Rp 200 000 000 per hektar per periode.” Berdasarkan informasi
yang ada di lapangan bahwa hingga tahun 2014 pendapatan petani Cabai Kopay di
Kelurahan Koto Panjang Dalam belum mencapai Rp 200 000 000 per hektar per
periode.
Cabai Kopay memiliki karakteristik yang berbeda dari cabai merah keriting
lainnya maka penggunaan faktor produksi pada usahatani Cabai Kopay juga
berbeda dengan usahatani cabai merah keriting lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor produksi yang mempengaruhi
produksi Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam.

6
Petani subsisten pada umumnya mengukur efisiensi usahatani dari sudut
pandang besarnya hasil produksi, bukan pada rendahnya biaya untuk
memproduksi hasil tersebut (Hanafie 2010). Produktivitas merupakan salah satu
faktor penting pada usahatani (Soekartawi 2002). Berdasarkan data Kelurahan
Koto Panjang Dalam (2014) bahwa produksi Cabai Kopay di Kelurahan Koto
Panjang Dalam tahun 2013 adalah 90 ton dengan luas panen sebesar 15 hektar
sehingga produktivitas Cabai Kopay adalah 6 ton per hektar, namun berdasarkan
wawancara mendalam (depth-interview) dengan penemu Cabai Kopay bahwa
produktivitas rata-rata Cabai Kopay seharusnya mencapai 10 ton per hektar.
Rendahnya

produktivitas

cabai

di

Kelurahan

Koto

Panjang

Dalam

mengindikasikan bahwa usahatani Cabai Kopay belum efisien, sehingga untuk
mengetahui penggunaan input yang menghasilkan output optimum pada usahatani
Cabai Kopay di Kelurahan Koto Panjang Dalam maka penelitan ini perlu
dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian meliputi:
1.

Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan
status penguasaan lahan di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota
Payakumbuh.

2.

Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani Cabai Kopay
di Kelurahan Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

3.

Bagaimana efisiensi ekonomi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto
Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan

dari penelitian yaitu:
1.

Membandingkan pendapatan usahatani Cabai Kopay berdasarkan status
penguasaan lahan pemilik, sewa dan bagi hasil.

2.

Menganalisis faktor-faktor produksi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan
Koto Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

3.

Menganalisis efisiensi ekonomi usahatani Cabai Kopay di Kelurahan Koto
Panjang Dalam, Kota Payakumbuh.

7
1.4 Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat:
1.

Bagi para pelaku usahatani cabai, khususnya Cabai Kopay, diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan

memperbaiki

kombinasi

penggunaan

faktor

produksi

usahatani Cabai Kopay.
2.

Bagi pemerintah, terutama pemerintah Kota Payakumbuh, diharapkan hasil
penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan
yang berkaitan dengan pengembangan usahatani Cabai Kopay.

3.

Bagi penulis, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di
bangku pendidikan perguruan tinggi untuk menganalisis keadaan nyata di
lapang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada petani Cabai Kopay di Kelurahan Koto

Panjang Dalam, Kecamatan Lamposi Tigo Nagori, Kota Payakumbuh, Propinsi
Sumatera Barat. Analisis produksi dan pendapatan dilakukan dalam satu periode
yang dikonversikan dalam satuan hektar, dalam satu hektar terdapat 10 000 titik
tanam dimana satu titik tanam ditanami 2 – 3 batang bibit. Status penguasaan
lahan pada usahatani Cabai Kopay di lokasi penelitian dibedakan menjadi pemilik,
penyewa dan bagi hasil. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan
membandingkan
penguasaan

pendapatan usahatani

lahan.

Faktor

produksi

Cabai
usahatani

Kopay berdasarkan
Cabai

Kopay

status

dianalisis

menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan diestimasi dengan metode
Ordinary Least Squares (OLS). Efisiensi ekonomi usahatani diperoleh dengan
membandingkan Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal
(BKM).

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cabai
Cabai memilki varietas yang beragam. Ada cabai besar (Capsicum annuum),
diantaranya cabai merah (Capsicum annuum var longum) seperti cabai keriting
dan paprika. Varietas lain dari cabai yaitu cabai kecil (Capsicum frustencens)
seperti cabai rawit. Semua cabai besar merupakan tanaman perdu semusim artinya
tanaman cabai besar hanya hidup satu musim selama empat bulan, sedangkan
cabai kecil dapat berproduksi sampai umur tiga tahun (Putranto et al. 2011).
Salah satu varietas cabai merah keriting yaitu Cabai Kopay. Karakteristik
Cabai Kopay berbeda dengan kerakteristik cabai merah keriting lainnya yaitu dari
segi produktivitas, bentuk fisik cabai, daya tahan cabai, dan harga jual cabai.
Penemu Cabai Kopay yaitu Bapak Syahrul Yondri mengatakan,
“Pemanenan Cabai Kopay dapat dilakukan selama 3.5 bulan sampai 4 bulan
dengan frekuensi pengambilan sebanyak 27 kali dalam 14 minggu. Satu kali
periode usahatani Cabai Kopay menghasilkan antara 1 kilogram sampai 1.5
kilogram cabai per batang tanaman. Rata-rata produktivitas Cabai Kopay
mencapai 10 ton per hektar. Cabai Kopay memiliki panjang berkisar 35
centimeter sampai 40 centimeter sehingga dalam satu kilogram terdiri dari 90
sampai 95 buah. Daya tahan Cabai Kopay pasca panen dapat mencapai 10 hari.”
Berdasarkan penelititan Siregar (2011) bahwa pemanenan cabai merah
keriting lainnya dilakukan 17 kali dalam 9 minggu, dalam satu kali periode hanya
menghasilkan 4 ons sampai 7 ons cabai per batang tanaman. Rata-rata
produktivitas cabai merah keriting lainnya hanya 3.5 ton per hektar. Cabai merah
keriting lainnya memiliki panjang maksimum 15 centimeter sehingga dalam satu
kilogram terdiri dari 250 buah dengan daya tahan pasca panen hanya 3 hari
sampai 5 hari.
Bentuk dan ukuran dari Cabai Kopay membuat harganya lebih tinggi
daripada cabai merah keriting lainnya. Berdasarkan informasi pelaku usahatani
cabai pada bulan Agustus 2013, Cabai Kopay dijual dengan harga Rp 24 000 per
kilogram sedangkan cabai merah keriting lainnya dijual dengan harga Rp 20 000
per kilogram.

10
2.2 Pendapatan Usahatani
Menurut Widodo (2008), usahatani merupakan kegiatan manusia dengan
alam sehingga menghasilkan makanan dan bahan mentah. Usahatani adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara petani mengelola faktor produksi dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produk yang tinggi (Rahim dan Hastuti
2007). Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan
sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
masukan (input). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani merupakan cara hidup (way of life) manusia dalam mengalokasikan
sumberdaya alam yang terbatas untuk memaksimumkan pencapaian tujuan.
Selanjutnya Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan usahatani
merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Analisis
pendapatan usahatani memerlukan informasi data tentang penerimaan dan biaya,
selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), biaya
usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalam mengelola
usahanya dalam mendapatkan hasil maksimal.
Menurut

Hanafie

(2010),

dalam

jangka

pendek

biaya

produksi

dikelompokan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).
Biaya tetap adalah semua biaya yang besar-kecilnya tidak tergantung pada besarkecilnya produksi. Misalnya sewa tanah berupa uang atau pajak yang
penentuannya berdasarkan luas lahan bukan berdasarkan persentase hasil
produksi. Biaya variabel adalah semua biaya yang besar-kecilnya berhubungan
langsung dengan besar-kecilnya produksi. Misalnya biaya benih, pupuk, pestisida,
dan tenaga kerja. Biaya tetap dapat berubah menjadi biaya variabel dalam jangka
panjang, diantaranya karena sewa tanah dapat berubah sejalan meningkatnya nilai
tanah, alat-alat pertanian yang ditambah karena telah melampaui umur ekonomis,
serta bangunan yang harus diperbaiki karena sudah tidak layak.

11
Selanjutnya menurut Hanafie (2010), dalam proses produksi ada yang
dinamakan dengan biaya rata-rata (average cost), biaya marjinal (marginal cost),
dan biaya total (total cost). Biaya rata-rata (average cost) adalah biaya produksi
total dibagi dengan jumlah produksi. Perhitungan biaya rata-rata tidak dapat
digunakan sebagai bahan penyusun kebijakan yang realistis karena terdapatnya
perbedaan antara petani yang satu dengan petani lainnya dalam satu daerah. Biaya
marjinal (marginal cost) adalah tambahan biaya untuk memproduksi satu unit
tambahan hasil produksi. Biaya marjinal akan menurun apabila semakin banyak
produk yang dihasilkan, sampai pada titik tertentu kemudian biaya marjinal mulai
meningkat kembali. Biaya total (total cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan produksi.
Doll dan Orazem (1984) mengelompokkan komponen biaya usahatani
berdasarkan cara pengeluarannnya yaitu berupa biaya tunai (cash cost) dan biaya
diperhitungkan (noncash cost). Biaya tunai merupakan biaya yang secara riil
dikeluarkan oleh petani. Meliputi: pembayaran tunai sarana produksi pertanian
seperti pembelian benih, pupuk, obat-obatan (pestisida), beban biaya sewa dibayar
dimuka seperti sewa lahan garapan, sewa alat mesin pertanian, dan biaya tenaga
kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan merupakan biaya yang tidak termasuk
ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Meliputi: nilai tenaga
kerja dalam keluarga, pembayaran sumberdaya yang dimiliki petani dan
penyusutan peralatan pertanian.
Nilai depresiasi dapat ditentukan dengan metode garis lurus (straight line
method) dengan asumsi bahwa pengurangan nilai aset terjadi secara linear
terhadap waktu atau umur aset. Depresiasi terdistribusi secara merata pada harga
pokok produk yang dihasilkan, sehingga harga jual produk relatif tetap dari waktu
ke waktu (Pujawan 2009). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa alat yang dipergunakan dalam usahatani menyusut dalam besaran yang
sama setiap tahunnya. Secara matematis biaya penyusutan yaitu (Weston dan
Copeland 1995):
�� =

�� − �

Keterangan:

................................................................................................... (2.1)

12
Dt

= Depresiasi pada tahun ke-t

Db

= Depreciation base (Nilai awal)

S

= Salvage value (Nilai sisa)

N

= Umur ekonomis
Nilai awal (depreciation base) merupakan harga awal dari suatu

properti/aset yang terdiri dari harga beli, biaya transportasi dan biaya lainnya
sampai properti/aset siap dipakai. Nilai sisa merupakan nilai perkiraan suatu
properti/aset pada akhir umur depresiasinya. Nilai sisa pada alat pertanian
diasumsikan tidak ada. Artinya nilai perkiraan alat pertanian pada akhir umur
ekonomisnya dianggap sama dengan nol. Umur ekonomis merupakan lamanya
suatu properti/aset dapat digunakan dengan kualitas yang sama seperti awal
pembelian (Weston dan Copeland 1995).
2.3 Fungsi dan Faktor Produksi
Soekartawi (2002) menyatakan fungsi produksi merupakan hubungan fisik
antara faktor produksi dan hasil produksi. Analisis fungsi produksi melihat
hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas
(independent variable). Analisis fungsi produksi dilakukan untuk mendapatkan
tingakat efisien penggunaan sumberdaya yang terbatas seperti lahan, tenaga kerja,
dan modal sehingga dapat dikelola dengan baik agar hasil produksi maksimum.
Fungsi produksi juga dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontrol manusia. Oleh
karena itu, terdapat faktor ketidaktentuan (uncertainity) dan resiko (risk) dalam
fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi yang baik yaitu fungsi produksi yang
menjelaskan permasalahan yang muncul dalam peristiwa ekonomi. Analisis yang
dipilih tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
Ada tiga bentuk aljabar yang sering digunakan dalam melakukan analisis
fungsi produksi yaitu fungsi produksi kuadratik, fungsi produksi linear sederhana,
dan

fungsi

produksi

Cobb-Douglas.

Fungsi

produksi

Cobb-Douglas

diperkenalakan oleh Charler W. Cobb dan Paul H. Douglas pada tahun 1928
melalui artikel yang berjudul “A Theory of Production”. Artikel tersebut pertama
kali dimuat di majalah American Economic Review 18 (Suplement), halaman 139165. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu persamaaan yang melibatkan dua atau

13
lebih variabel (variabel dependen dan variabel independen). Penyelesaian
hubungan antara variabel dependen dan independen dilakukan dengan cara
regresi, yaitu variasi dari variabel dependen akan dipengaruhi oleh variasi dari
variabel independen. Fungsi Cobb-Douglas bukan hanya digunakan pada fungsi
produksi, tetapi juga digunakan pada model pendugaan yang lain, misalnya pada
fungsi keuntungan Cobb-Douglas dan fungsi biaya Cobb-Douglas (Soekartawi
2002).
Menurut Soekartawi (1991), faktor produksi usahatani merupakan semua
korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan
menghasilkan dengan baik. Faktor produksi memiliki pengaruh terhadap hasil
produksi.

Menurut

Rahim dan Hastuti (2007),

faktor

produksi

yang

mempengaruhi produksi pertanian dijelaskan sebagai berikut:
1.

Lahan pertanian
Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari luas lahan, tetapi

juga dari jenis lahan, topografi lahan, dan kesuburan lahan. Luas lahan pertanian
akan mempengaruhi skala usahatani, yang pada akhirnya akan menentukan
usahatani yang dijalankan efisien atau tidak efisien. Semakin luas lahan usahatani
maka akan semakin tidak efisien lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa penggunaan lahan yang luas mengakibatkan upaya yang
dilakukan menjadi tidak efisien karena lemahnya pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi seperti (benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja),
terbatasnya persedian tenaga kerja sehingga mempengaruhi produktivitas
usahatani, dan terbatasnya modal untuk membiayai usahatani skala luas.
Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu kecil akan menghasilkan usahatani
yang tidak efiisien pula. Menentukan tanaman yang dapat diusahakan dilahan
dapat dilihat dari jenis lahan, seperti lahan sawah sangat cocok untuk menanam
padi sedangkan lahan tegalan cocok untuk menanam palawija atau tanaman yang
tidak memerlukan banyak pengairan. Pembagian penggunaan lahan menurut
topografi sangat penting karena mencirikan karakteristik usahatani di daerah
tersebut. Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman.
Lahan yang subur akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan
dengan tingkat kesuburan yang rendah.

14
2.

Modal
Modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan,

baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Modal
berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan
modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang tidak habis dalam satu kali
proses produksi, contohnya tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian.
Modal tidak tetap yaitu modal yang dikeluarkan setiap satu kali proses produksi,
misalnya benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja.
3.

Tenaga kerja
Skala usaha akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Usahatani skala kecil biasanya akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga
dan tidak memerlukan tenaga kerja ahli (skill labor). Usahatani skala besar akan
membutuhkan tenaga kerja luar keluarga, sehingga ada biaya tenaga kerja berupa
upah yang harus dibayarkan. Upah tenaga kerja tergantung pada kualitas tenaga
kerja, jenis kelamin, umur tenaga kerja, dan lama waktu bekerja.
4.

Pupuk
Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman untuk mencapai pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal. Pemberian pupuk dengan dosis yang tepat dapat
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. Pupuk terbagi menjadi dua jenis
yaitu pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian sisa-sisa
tanaman dan hewan, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau dan pupuk kompos.
Pupuk anorganik merupakan pupuk yang dibuat oleh industri atau pabrik yang
mengandung bahan kimia, misalnya pupuk TSP, NPK, dan ZA.
5.

Pestisida
Pestisida dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan

penyakit. Pestisida ada yang bersifat organik dan anorganik. Pestisida organik
terbuat dari bahan alami seperti daun-daunan sehingga tidak merusak unsur dan
kandungan hara dalam tanah. Pestisida anorganik terbuat dari bahan kimia.
Penggunaan yang melebihi dosis akan mengakibatkan resisten terhadap hama dan
penyakit. Disamping itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (tanah, air,

15
dan udara) dan berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen.
7.

Benih
Benih yang digunakan dalam usahatani menentukan kualitas dari suatu

komoditas. Benih unggul lebih tahan terhadap penyakit dan menghasilkan
komoditas dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan komoditas lain,
sehingga harga komoditas dapat bersaing di pasar.
8.

Teknologi
Adanya perlakuan teknologi terhadap usahatani dapat meningkatkan

efisiensi dalam usahatani.
9.

Manajemen
Peran manajemen sangat penting untuk mencapai efisiensi produksi. Jika

faktor produksi lahan, modal, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan benih tidak
dikelola dengan baik maka produksi optimum tidak akan tercapai. Faktor produksi
manajemen sangat jarang menjadi variabel independen dalam analisis fungsi
produksi karena variabel manajemen sulit diukur. Kesulitan dalam pengukuran
variabel manajemen dalam analisis ekonomi pertanian dibuktikan denngan adanya
multikolonearitas antara variabel manajemen dengan variabel independen yang
lain.
2.4 Efisiensi Usahatani
Menurut Hanafie (2010), efisiensi merupakan upaya penggunaan input
sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi
digolongkan menjadi tiga (Widodo 2008):
1.

Technical efficiency (efisiensi teknis), faktor produksi yang digunakan
menghasilkan produksi yang maksimum.

2.

Allocative efficiency (efisiensi alokatif), jika nilai produk marjinal sama
dengan biaya korbanan marjinal dari masing-masing faktor produksi.

3.

Economic efficiency (efisiensi ekonomi), suatu keadaan pada penggunaan
sumberdaya yang memberikan hasil sesuai dengan tujuan secara maksimum.
Efisiensi ekonomi tercapai jika usahatani mencapai efisiensi teknis dan
efisiensi alokatif.

16
Menurut Doll dan Orazem (1984), efisiensi ekonomi mengacu pada
penggunaan input yang memaksimumkan tujuan individu maupun sosial.
Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi ekonomi yaitu
syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient
condition). Menurut Tasman (2006), syarat keharusan (necessary condition)
terjadi ketika derivasi atau turunan pertama dari fungsi keuntungan (profit
function) harus bernilai sama dengan nol yang dijabarkan pada persamaan (2.2).
Turunan pertama dari fungsi keuntungan disebut dengan the first-order
conditions. Kondisi ini menunjukkan bahwa garis singgung fungsi keuntungan
berada pada titik optimal (titik kritis) yang merupakan suatu garis horizontal.
Tidak semua turunan pertama yang bernilai nol adalah titik optimal, namun titik
optimal harus memenuhi syarat keharusan tetapi belum cukup untuk menyatakan
nilai maksimum atau minimum.
π

= PY . Y – Px . X – TFC

��
=0

.

.








,

−0=0
=

= �� � ......................................................................... (2.2)

Menurut Tasman (2006), syarat kecukupan (sufficient condition) untuk

kasus maksimum terjadi ketika turunan kedua dari fungsi keuntungan (profit
function) bernilai negatif yang dijabarkan pada persamaan (2.3). Turunan kedua
dari fungsi keuntungan disebut dengan the second-order conditions. Kondisi ini
menunjukkan bahwa garis singgung memiliki kemiringan negatif.
�2 �

� 2

< 0 ....................................................................................................... (2.3)
Perbedaan hasil produksi terjadi karena adanya berbagai kendala yang

sering mempengaruhi usahatani. Beberapa kendala yang mengakibatkan senjang
produktivitas (yield gap) diklasifikasikan Soekartawi (2002) menjadi dua:

17
1.

Kendala yang mempengaruhi yield gap I
Yield gap I merupakan perbedaan hasil antara produksi di balai percobaan

dan produksi potensial usahatani (experimental and potential farm yield). Hal ini
disebabkan oleh kendala yang sulit diatasi manusia, seperti teknologi yang sulit
untuk ditransfer dan diadopsi karena adanya perbedaan lingkungan (iklim).
2.

Kendala yang mempengaruhi yield gap II
Yield gap II merupakan perbedaan hasil antara produksi potensial usahatani

dan produksi aktual yang dihasilkan petani (potential farm and actual farm yield).
Hal ini disebabkan oleh variabel teknis-biologis (bibit, pupuk, pestisida, dan
lahan) dan variabel sosial-ekonomi (harga, resiko, ketidakpastian, kredit modal,
dan adat).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait produksi, efisiensi, dan pendapatan
usahatani yang dapat dijadikan referensi adalah penelitian Basmah (2013), Azizah
(2012), Poetryani (2011), Finanda (2011), Amri (2011) dan Sumiyati (2006) yang
dapat dilihat pada Tabel 7.
Penelitian ini memiliki perbedaan dibandingkan penelitian Basmah (2013),
Azizah (2012), Poetryani (2011), Finanda (2011), Amri (20

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis pendapatan dan produksi usahatani cabai merah keriting (Kasus tiga desa di kecamatan Sukaraja, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

1 22 134

Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah

3 12 177

Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran talas di kelurahan Situgede, kecamatan Bogor Barat, kota Bogor

20 109 103

JENIS-JENIS JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN CABAI KOPAY (Capsicum annuum. L. kultivar kopay) DI KELURAHAN KOTO PANJANG LAMPASI, KECAMATAN PAYAKUMBUH UTARA SUMATERA BARAT.

0 0 9

Proses Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Padat (Studi Kasus di Kelurahan Koto Tangah Kota Payakumbuh).

0 0 8

Peran ninik mamak Dalam Pemberdayaan Masyarakat Untuk Pengembangan Kelurahan Siaga di Kota Payakumbuh. Studi Kasus di Kelurahan Koto Tangah Kecamatan Payakumbuh Barat, Kelurahan Padang Kaduduk Kecamatan Payakumbuh Utara dan Kelurahan Balai Jaring Kecamata

0 0 6

SIFAT-SIFAT KUALITATIF AYAM KAMPUNG DI KELURAHAN KOTO PANJANG IKUR KOTO KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG.

0 1 7

Mempelajari Proses Untuk Mendapatkan Cabai Kopay Serta Analisa Perbandingan Pendapatan Dan Keuntungan Usahatani Cabai Kopay Dengan Cabai Lokal (Studi Kasus : Kelompok Tani Tunas Baru Kelurahan Koto Panjang Dalam Kecamatan Lampasi Tigo Nagari Kota Payakumb

0 3 6

PENDAMPINGAN PENDIRIAN SEKOLAH MASYARAKAT (COMMUNITY SCHOOL) DI KENAGARIAN KOTO NAN GADANG KOTA PAYAKUMBUH SUMATERA BARAT.

0 0 12