Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen.

Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial.

Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

Produksi cabang usaha cabai merah dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Skala usaha cabang usahatani cabai merah adalah increasing return to scale, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,28533. Elastisitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika tingkat penggunaan seluruh faktor produksi digandakan 1 kali, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 1,28533


(3)

kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dikurangi, sehngga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah.


(4)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(5)

Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah

Nama : Eko Hendrawanto Nrp : A14105535

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto A 14105535


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober 1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989 hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4 tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah ”. Skripsi ini disusun sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor produksi.

Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara optimum.


(9)

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto A14105535


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi.

5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama penelitian.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan selama penelitian.

7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan informasi yang diberikan.


(11)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut. Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi. Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 15,41 persen.

Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2) analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi eksponensial.

Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman. Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah. Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

Produksi cabang usaha cabai merah dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Skala usaha cabang usahatani cabai merah adalah increasing return to scale, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,28533. Elastisitas tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika tingkat penggunaan seluruh faktor produksi digandakan 1 kali, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 1,28533


(13)

kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dikurangi, sehngga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah.


(14)

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH

Oleh :

EKO HENDRAWANTO

A14105535

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(15)

Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah

Nama : Eko Hendrawanto Nrp : A14105535

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 131 687 506

Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(16)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto A 14105535


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober 1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989 hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4 tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah ”. Skripsi ini disusun sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor produksi.

Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara optimum.


(19)

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto A14105535


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.

4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan administrasi.

5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama penelitian.

6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan selama penelitian.

7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan informasi yang diberikan.


(21)

8. Seluruh rekan seperjuangan Abdi Haris, Alam Lazuardi, Erwin Fahri, Kholid Samsurrizal, Tenri Wali, Dafri Aryadi, Yudistira Marfianda, Zaky Adnani, Akbar Zamani, Northa Idaman, Encep Zaky, Nelda Yesi Romauli Sitanggang, Rilian Sari, Amatu As Saheda, Ruri Kurnia Herlita, Marliana, Thia Anggraeni Nash atas segala dukungan, kritik, saran yang telah diberikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa mendatang dapat lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 25 Juni 2008

Eko Hendrawanto


(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... x DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 6 1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai ... 7 2.2. Penelitian Terdahulu ... 7 2.2.1. Pendapatan ... 7 2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi ... 8 2.3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ... 18 2.4. Analisis Cabang Usahatani ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21 3.1.1. Fungsi Produksi ... 21 3.1.2. Skala Usaha (Return To Scale) ... 27 3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum ... 29 3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani ... 31 3.1.5. Faktor-Faktor Produksi Yang Berpengaruh ... 34 3.1.6. Perumusan Hipotesis ... 35 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 40 4.2. Metode Pengambilan Contoh ... 41 4.3. Jenis Dan Sumber Data ... 42 4.4. Analisis Data ... 42

4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani ... 42 4.4.2. Analisis Produksi ... 46 4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani ... 48 4.4.4 Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum ... 46 4.4.5. Pengujian Hipotesis ... 53 4.5. Konsep Dan Pengukuran Peubah ... 55


(23)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih ... 59 5.2. Karakteristik Responden ... 59 5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha ... 66

VI. ANALISIS CABANG USAHATANI

6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah ... 68 6.1.1. Persiapan Lahan ... 68 6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman ... 69 6.1.3. Pemeliharaan Tanaman ... 70 6.1.4. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman ... 71 6.1.5. Panen ... 71 6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi ... 72 6.3. Biaya Cabang Usahatani ... 75 6.3.1. Biaya Tidak Tetap ... 76 6.3.2. Biaya Tetap ... 80 6.3.3. Biaya Sewa Lahan ... 82 6.3.4. Total Biaya ... 82 6.3.5. Biaya Rata-Rata ... 83 6.4. Penerimaan Cabang Usahatani ... 83 6.5. Pendapatan Cabang Usahatani ... 86 6.6. Efisiensi Cabang Usahatani ... 87 6.6.1. Produktivitas Per Hektar ... 88 6.6.2. Rasio Penerimaan Terhadap Pengeluaran ... 88

VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI

7.1. Pendugaan Fungsi Produksi ... 91 7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III ... 91 7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha ... 93

7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di Lokasi Penelitian ... 93 7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi

Penelitian ... 103 7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ... 107 7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat

Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ... 111

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan ... 114 8.2. Saran ... 114


(24)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa ... 2 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa

Barat, 2001-2005. ... 3 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di

Kabupaten Bogor, 2004-2006... 5 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Wilayah

Bogor Tengah ... 40 5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan

Cabai Merah pada Tahun 2007 ... 41 6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi. ... 47 7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. ... 54 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 ... 58 9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih ... 59 10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan

Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 66 11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas

Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 67 12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas

Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ... 67 13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis

Standar ... 73 14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai

Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 75 15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 77 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang

Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 79


(25)

17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 80 18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah

per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 81 19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007 ... 83 20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080

meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ... 84 21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden ... 89 22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III ... 92 23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi ... 93 24. Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi

Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 ... 95 25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa

Sukagalih, 2007 ... 104 26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya

Korbanan terhadap Nilai Produksi ... 107 27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang

Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007 ... 108 28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai

Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007 ... 112 1

29. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai Merah sebesar 22,23 Persen, 2007 ... 113


(26)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk ... 22 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 39 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 60 4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam

Kelompok Tani di Desa Sukagalih ... 60 5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 61 6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008 ... 62 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008 ... 63 8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah ... 64 9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden ... 65 10. Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa

Sukagalih (Rp/kg), 2007 ... 85 11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di

Desa Sukagalih (Kg), 2007 ... 85 12. Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg) ... 122 2. Penurunan Fungsi Produksi untuk Pendugaan Return To Scale ... 123 3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi ... 125 4. Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik

Responden ... 126 5. Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik

Responden ... 126 6. Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik

Responden ... 127 7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) ... 128 8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, Rupiah. ... 129 9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) ... 130 10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) ... 131 11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang

Usahatani Cabai (HKP) ... 132 12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada

Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. ... 133

 

13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai ... 134  14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa

Sukagalih, (Rupiah per kilogram) ... 135 15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di

Desa Sukagalih, ( Kilogram) ... 136 16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani ... 137 17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C ... 138 18. Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I. ... 139


(28)

19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I. ... 140 20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II. ... 141 21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II. ... 142

 

22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III. ... 143 23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III. ... 144

24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III. ... 145  25. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. ... 146 26. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2.080 meter persegi. ... 147

   


(29)

I. PENDAHULUAN  

1.1. Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan salah satu produsen sayuran terbesar di Indonesia. Kontribusi Pulau Jawa terhadap total produksi dan luas panen sayuran nasional tetap stabil, sekitar 60 persen selama tahun 1980 hingga 1993 (Ali, 2000). Sayuran di Indonesia hingga saat ini sebagian besar masih dihasilkan di Pulau Jawa. Sayuran yang dihasilkan Pulau Jawa rata-rata sebesar 63,54 persen dari total produksi nasional selama kurun 2001 hingga 2005. Produksi sayuran mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen pada tahun 2005. Produsen sayuran tersebar di enam Propinsi di Pulau Jawa.

Propinsi Jawa Barat merupakan produsen sayuran terbesar di Pulau Jawa. Kontribusi Propinsi tersebut antara tahun 2001 dan 2005 sekitar 54,25 persen dari total produksi sayuran di Pulau Jawa. Angka pertumbuhan produksi sayuran di Propinsi tersebut pada tahun 2005 adalah 9,31 persen. Pertumbuhan produksi relatif beragam antar Propinsi. Angka pertumbuhan produksi terbesar terjadi di DKI Jakarta yaitu 26,62 persen. Penurunan produksi sayuran terjadi di Banten pada tahun 2005 hingga sebesar 18,20 persen. Produksi sayuran di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.

Produktivitas sayuran menurut Propinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Kecenderungan yang terjadi selama tahun 2001 hingga 2005 adalah peningkatan produktivitas. Produktivitas sayuran di Pulau Jawa masih beragam seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Jawa Barat masih merupakan produsen sayuran terbesar, kondisi tersebut ditunjukkan oleh produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding propinsi lain. Produktivitas sayuran di Jawa Barat terus mengalami peningkatan sejak 2002 hingga 2005 dengan tingkat pertumbuhan


(30)

berbeda tiap tahun. Produktivitas mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,29 persen, 3,04 persen, 3,98 persen dan 7,81 persen.

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa

Propinsi Uraian Tahun (%)*

2001 2002 2003 2004 2005 DKI

Jakarta

Produksi 15.578 17.980 16.108 17.001 21.527 26,62 Produktivitas 3,53 4,05 4,71 3,94 5,85 48,56 Jawa Barat Produksi 2.609.922 2.484.256 2.781.359 2.929.585 3.202.413 9,31

Produktivitas 14,58 14,63 15,07 15,67 16,90 7,81 Jawa

Tengah

Produksi 830.131 906.317 1.147.627 1.315.286 1.230.025 -6,48 Produktivitas 7,93 7,78 8,45 9,07 9,50 4,81 DIY Produksi 64.600 81.069 100.376 90.153 89.616 -0,60

Produktivitas 7,45 7,85 9,39 8,23 8,46 2,89 Jawa Timur Produksi 955.871 860.561 1.029.065 1.129.913 1.086.133 -3,87

Produktivitas 7,96 7,92 8,35 8,72 8,88 1,81 Banten Produksi 140.454 132.262 180.160 228.745 187.104 -18,20

Produktivitas 6,51 6,21 9,15 9,83 9,41 -4,24

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura

Keterangan : * merupakan angka pertumbuhan tahun 2005 dari 2004

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia, cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dihasilkan. Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Cabai merah digunakan di bidang kuliner baik dalam bentuk segar maupun olahan. Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena dari segi harga yang berfluktuasi dan merupakan tanaman yang paling luas dibudidayakan.

Cabai merah di budidayakan di seluruh Indonesia, namun produsen terbesarnya adalah Propinsi Jawa Barat. Produksi cabai merah di Jawa Barat tahun 2005 sekitar 198.343 ton atau 9,97 persen dari produksi nasional. Produktivitas cabai merah tertinggi pada tahun 2005 sebesar 12,45 ton per hektar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. (Departemen Pertanian dan Direktorat Jenderal Hotikultura, 2006).

Produktivitas merupakan indikator kinerja budidaya sayuran, yaitu jumlah hasil panen yang dihasilkan untuk setiap luasan lahan. Produktivitas cabai merah


(31)

pada Tabel 2, dapat dilihat terdapat fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan tersebut digambarkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi dapat berupa masukan (input) produksi maupun faktor iklim. Masukan (input) seperti sarana produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani (Dillon, 1990).

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa Barat, 2001-2005.

Tahun

Cabai Merah Perubahan 1) (%)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas

(Ton/Ha) A

2)

B3) C4)

2001 16851 15983 9.48 - - -

2002 17867 150948 8.45 0.06 8.44 -0.11 2003 20304 2473 12.18 0.14 -0.98 0.44 2004 20246 21125 10.43 0.00 7.54 -0.14 2005 21473 267369 12.45 0.06 1.66 0.19

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura

Keterangan : 1) perubahan terhadap tahun sebelumnya, 2) luas panen, 3) produksi, 4) produktivitas

Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam usahatani. Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani, sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien. Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi tersebut.

Harga cabai merah di tingkat petani cenderung mengalami fluktuasi, kecenderungan tersebut terjadi setiap bulan. Harga cabai merah di Jawa Barat antara tahun 1999 hingga 2005 dapat disimak pada Lampiran 1. Harga rata-rata


(32)

mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut. Harga rata-rata terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu Rp 536 894,71 per 100 kilogram.

Harga tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu Rp 1 336 580,77 per 100 kilogram. Fluktuasi harga terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,23 persen. Harga cabai merah bulanan pada tahun 2004 dapat dikatakan paling stabil selama periode 1999 hingga 2005. Stabilitas harga pada tahun 2005 mengalami penurunan, kondisi ini ditunjukkan dengan tingkat fluktuasi harga sebesar 35,48 persen.

Fluktuasi harga tersebut diduga berpengaruh terhadap penerimaan cabang usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen penerimaan cabang usahatani selain hasil panen. Fluktuasi harga cabai merah diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi.

Produksi maupun harga cabai merah masih cenderung mengalami fluktuasi, sehingga efisiensi ekonomi produksi perlu ditingkatkan. Efisiensi tersebut diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi cabang usahatani dapat dilihat dari beberapa pendekatan, antaralain efisiensi teknis, efisiensi harga, ekonomi skala usaha.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat didekati dari produktivitas tanaman. Produktivitas cabai merah tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2005 yaitu 8,63 ton per hektar, kemudian turun hingga 15,41 persen pada tahun 2006. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan dengan peningkatan produksi dan luas panen tahun 2006. Data tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat disimak pada Tabel 3. Produktivitas seperti telah dikemukakan sebelumnya diduga dipengaruhi oleh faktor produksi yang digunakan. Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan


(33)

adalah apakah semua faktor produksi cabang usahatani cabai merah berpengaruh nyata terhadap produksi?.

Produktivitas yang cenderung mengalami penurunan mungkin berdampak pada penurunan penerimaan cabang usahatani, sehingga cabang usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi cabang usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran (R/C). Ukuran efisiensi yang lebih spesifik dapat didekati dengan efisiensi harga terhadap alokasi faktor produksi. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi cabang usahatani cabai merah?

Tabel 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor, 2004-2006.

Tahun Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ton/Ha)

2004 3 726 713 5,23

2005 6 391 741 8,63

2006 6 880 943 7,30

Simpangan Baku 1 698 125 491 1,713 Rata – rata 5 666 799 000 7,053 Koefisien Variasi 0,30 0,16 0,24

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, diolah

Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama kurun tahun 1999 hingga 2005, data tersebut selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Perubahan harga cabai merah tersebut diduga akan berpengaruh terhadap efisiensi cabang usahatani. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi harga, yaitu tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi tersebut? pengaruh perubahan harga tersebut diharapkan dapat dianalisis dalam penelitian ini.


(34)

2 Bagaimana tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah?

3 Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah?

4 Bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi harga (allocative efficiency)?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah.

2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale)cabang usahatani cabai merah.

3. Menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapan dapat berguna bagi tiga pihak, yaitu :

1. Pihak petani, peneltitan ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan cabang usahatani.

2. Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang cabang usahatani cabai merah.

3. Pihak peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cabai

Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Usahatani cabai dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri pengolahan. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang dapat dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan (Santika, 2001). Sifat cabai dapat dilihat dari aroma dan rasa. Cabai merupakan bahan pangan yang sangat penting di berbagai negara. Cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin C bahkan dapat digunakan sebagai tanaman obat (Rubatzky,1999).

Cabai merupakan tanaman asli daerah tropika dan subtropika Amerika. Penyebaran cabai ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran pedagang Spanyol dan Portugis (Rubatzky,1999). Cabai adalah tanaman hortikultura yang banyak ditanam di Pulau Jawa. Cabai dalam perdagangan internasional dibedakan berdasarkan tingkat kepedasannya menjadi tiga kelompok, yaitu sangat pedas, sedang hingga kurang pedas dan yang terakhir adalah paprika (Santika, 2001).

2.2. Penelitian Terdahulu 2.2.1. Pendapatan

Hasil analisis pendapatan yang dilakukan oleh Nurliah (2002) diketahui bahwa usahatani cabai kerinting sudah efisien dan menguntungkan. Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17 131 413 per hektar dan rasio R/C 2,14. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah 30 orang, responden tersebut dipilih secara sengaja. Biaya usahatani cabai keriting sebagian besar diserap oleh upah tenaga kerja non keluarga dan


(36)

pembelian pestisida. Biaya tenaga kerja dan pestisida yang dikeluarkan mencapai 26,86 persen dan 22,49 persen dari biaya total rata-rata sebesar Rp 14 311 487 per hektar.

Pendapatan usahatani cabai merah menurut Saragih (2001) dipengaruhi oleh teknologi budidaya yang digunakan. Tiga puluh petani cabai merah dipilih secara purposive oleh Saragih (2001), kemudian dibedakan menjadi masing-masing lima belas petani tradisional dan modern. Usahatani secara tradisional maupun modern pada kondisi normal tetap menguntungkan, dengan indikator keuntungan bernilai positif dan rasio R/C lebih besar dari satu. Pendapatan usahatani cabai merah modern relatif lebih tinggi, karena jumlah produksi dan harga jual yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani modern dan tradisional masing-masing mencapai Rp 33 351 614,7 per hektar dan Rp 26 823 849,4 per hektar. Usahatani modern dengan penggunaan plastik mulsa ternyata lebih efisien, hal ini ditunjukkan rasio R/C mencapai 2,2 sedangkan usahatani tradisional hanya mencapai rasio R/C 1,9.

2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi

Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif (laktasi dan kering).

Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah bebas secara serempak berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha


(37)

ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha.

Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan atas harga masukan (αi) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan

terhadap keuntungan (PSi). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada

kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat penggunaannya yang masih terlampau rendah.

Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991) mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena perbedaan produktivitas masukan usahatani.

Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan penelitian tersebut meliputi analisis pendapatan usahatani, efisiensi faktor-faktor produksi hingga optimalisasi faktor–faktor produksi yang digunakan. Metode


(38)

penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi.

Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktor–faktor produksi yang dipilih. Faktor–faktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai.

Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nur’iman (2001) terhadap petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi faktor-faktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal. Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54 dan 1,42. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah resiko produksi petani


(39)

anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani.

Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman, pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale. Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II.

Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan 95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan tenaga kerja berpengaruh nyata sedangkan pupuk SP-36, obat padat dan cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor produksi yang digunakan


(40)

kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu.

Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas. Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal.

Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005) dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan pendapatan atas biaya total Rp – 520 854. Usahatani padi ladang kurang menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01).

Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah.

Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi udang tambak, tingkat


(41)

efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan.

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik pada selang kepercayaan 90 persen.

Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Total faktor produktivitas sebesar -9,26 persen, berarti secara agregat tidak terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun sebaliknya terjadi penurunan.

Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan oleh Retmawati (2005) terhadap petani padi sawah dan padi ladang. Penelitian tersebut dilakukan agar diperoleh suatu gambaran perbandingan usahatani padi


(42)

sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas.

Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar, sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar. Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg.

Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar 1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat. Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja. Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja.

Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis tingkat pendapatan, skala pengembalian ekonomi dan


(43)

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat diketahui.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849 506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi penggunaan faktor produksi harus diubah agar efisiensi ekonomi dicapai.


(44)

Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004). Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat pendapatan peternak plasma ayam.

Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C.

Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorov–smirnov model Cobb Douglas mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079, hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi. Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R2 99,4 persen dan secara statistik faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi.

Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC, pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK). Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen. Faktor produksi pemanas gasolec


(45)

dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu.

Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien. Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi 7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja. Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal. Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi masing-masing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346.

Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas, dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan, benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.

Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan, analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,92 dan rasio R/C atas biaya diperhitungkan


(46)

sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani.

Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP. Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi benih nyata pada α = 1 %, pupuk urea nyata pada α = 10 % dan pupuk TSP nyata pada α = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1 persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga kerja 35 HOK.

2.3. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi usahatani telah banyak dilakukan sebelumnya. Hasil dari setiap penelitian sangat beragam, namun terdapat kesamaan pada metode analisis yang digunakan. Kesamaan yang lain adalah jenis data yang digunakan dalam penelitian usahatani yaitu data cross section pada waktu tertentu. Perubahan dapat terjadi karena pengaruh waktu, harga input dan output usahatani mungkin telah mengalami perubahan sejak penelitian dilakukan. Pendapatan dan efisiensi ekonomi mungkin telah mengalami perubahan sebagai akibat perubahan harga tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh suatu gambaran pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi cabang usahatani khususnya cabai merah pada saat penelitian dilakukan.


(47)

Penelitian tentang pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai merah yang dilakukan mempunyai persamaan dengan penelitian–penelitian terdahulu. Persamaan yang dimaksud adalah pendekatan yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi ekponensial. Perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada waktu dan tempat penelitian dilakukan.

2.4. Analisis Cabang Usahatani

Sifat produksi pertanian menurut Gumbira et. al (2004) antaralain musiman, pasokan produk bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah produksi sulit ditentukan dan bervariasi antar pusat produksi secara geografis.

Produksi pertanian bersifat musiman dan berfluktuasi sehingga dikenal adanya musim panen raya dan paceklik. Produksi pertanian tidak semua bersifat musiman, masih ada sebagian yang dapat berproduksi terus-menerus. Jumlah produksi pertanian juga bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi tersebut menurut Gumbira et. al (2004) disebabkan oleh tanggapan petani terhadap tingkat harga, kebijakan pemerintah tentang pengembangan komoditas, dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan (Force majeur). Variasi jumlah tersebut berakibat pada terjadinya variasi harga produk.

Pusat-pusat produksi pertanian dipengaruhi oleh kesesuaian geografis untuk budidaya pertanian. Pusat produksi sayuran pada umumnya terdapat didaerah dataran tinggi, karena suhu rendah sesuai dengan komoditas sayuran. Daerah dataran rendah sesuai untuk budidaya komoditas yang lain, misalnya kelapa dan sagu. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk budidaya komoditas tertentu akan berbeda antar daerah. Perbedaan tersebut dipengaruhi berbagai faktor salah satunya efisiensi produksi antar daerah berbeda-beda (Gumbira et. al, 2004).


(48)

Gambaran keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang akan datang dari suatu tindakan dapat diketahui dari analisis pendapatan. Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani juga dapat dilihat dari analisis pendapatan ini. Ukuran keberhasilan usahatani ditentukan dari kemampuan untuk membayar semua biaya pembelian sarana produksi, bunga modal dan depresiasi modal, sewa lahan hingga upah tenaga kerja (Soeharjo dan Patong, 1973).

Pendapatan merupakan balas jasa dari dari faktor-faktor produksi usahatani. Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan usahatani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan. Sisa pendapatan dapat digunakan untuk penambahan faktor produksi atau dialokasikan pada kegiatan di sektor lain (Soeharjo dan Patong, 1973).

Dua keterangan pokok diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani agar mempunyai arti praktis. Dua hal tersebut adalah keadaan penerimaan dan pengeluaran dalam batasan waktu tertentu, misalnya satu musim atau satu tahun (Soeharjo dan Patong, 1973). Keuntungan yang diperoleh dari suatu usahatani dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu tertentu.


(49)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi

Proses produksi pertanian merupakan proses yang kompleks dan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi baru. Fungsi produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan dengan keluaran produksi. Hubungan tersebut digambarkan sebagai tingkat transformasi masukan menjadi keluaran produksi (Doll dan Orazem, 1984). Pindyck dan Rubinfeld (2001) menyatakan bahwa keluaran terbesar untuk setiap kombinasi masukan tertentu ditunjukkan oleh fungsi produksi.

Fungsi produksi klasik merupakan pendekatan ekonomi paling dasar. Fungsi produksi merupakan cara sistematis untuk menggambarkan hubungan antara perbedaan jumlah masukan yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk (Kay. et. al, 2004). Fungsi dan keterkaitannya dengan produk rata-rata (Average Physical Product) maupun produk marjinal (Marginal Physical Product) dapat digambarkan dalam grafik.

Hubungan antara TPP dengan MPP dan APP berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa selama TPP meningkat dengan tingkat semakin bertambah maka MPP dan APP akan mengalami peningkatan secara bersamaan. Titik maksimum MPP terjadi ketika pertambahan TPP mencapai titik balik, yaitu dari tingkat semakin bertambah menjadi semakin berkurang. Produk marjinal (MPP) kemudian mengalami penurunan secara berkelanjutan hingga titik nol ketika TPP mencapai maksimum. Keterkaitan antara APP dengan MPP yaitu ketika MPP lebih tinggi dari APP, maka APP akan mengalami peningkatan dan demikian sebaliknya (Kay. et. al., 2004)


(50)

Increasing marginal return

Output

Output

Decreasing marginal return

APP MPP

Input

Negative marginal return

TPP Stage I Stage II Stage III

Input Ep > 1 1> Ep > 0 Ep < 0

Keterangan : APP : AveragePhysical Product

MPP : Marginal Physical Product

TPP : Total Physical Product

Sumber : Snodgrass and Wallace, 1964 dan Kay . et. al, 2004.

Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk

Hubungan antara TPP, APP dan MPP biasanya digunakan untuk membedakan fungsi produksi menjadi tiga daerah. Daerah I dimulai dari titik awal dimana tidak ada input yang digunakan hingga titik APP maksimum tepat berpotongan dengan MPP. Daerah I jika dikaitkan dengan tujuan petani untuk mencapai keuntungan maksimum, maka daerah tersebut merupakan daerah produksi yang tidak rasional. Produksi (TPP) yang lebih besar masih berpeluang untuk dicapai jika jumlah input yang digunakan ditingkatkan, maka menjadi tidak rasional jika jumlah input yang digunakan dipertahankan pada titik tersebut. Produktivitas input tetap mengalami peningkatan pada daerah tersebut (Kay. et. al., 2004).

Daerah produksi yang selanjutnya adalah daerah II yang dimulai dari titik perpotongan MPP dengan APP (maksimum APP) hingga titik nol MPP. Efisiensi tertinggi dari input tidak tetap yang digunakan tercapai ketika MPP berpotongan


(51)

dengan APP, yaitu tepat pada garis batas antara daerah I dengan II. Produk marjinal (MPP) juga mengalami penurunan hingga titik nol pada daerah II. Daerah II merupakan daerah produksi yang rasional. Daerah produksi yang terakhir adalah daerah III yang ditunjukkan oleh penurunan produksi (TPP) dan marjinal produk (MPP) bernilai negatif. Daerah tersebut merupakan daerah produksi yang tidak rasional (Kay. et. al., 2004).

Daerah produksi dapat dikaitkan dengan rekomendasi ekonomi bagi produsen atau petani. Daerah pertama yaitu ketika produk marjinal lebih besar dari produk rata-rata, maka jumlah alokasi faktor produksi sebaiknya ditingkatkan hingga titik maksimum produk marjinal tercapai. Efisiensi faktor produksi tidak tetap terjadi pada daerah kedua, dimana produk rata-rata mencapai puncak dan mulai mengalami penurunan. Daerah yang ketiga dimana produk rata-rata lebih besar dari produk marjinal, maka tidak rasional untuk menambah faktor produksi (Doll dan Orazem, 1984).

Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (masukan (input)). Fungsi produksi menurut Murbayanto (1989), Wallace and Snodgrass (1964), Buse and Bromley (1975), Doll and Orazem (1984) serta Heady and Dillon (1961) dapat dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut:

(

,...Xn

)

2 X , 1 X f

Y = ... (1) Keterangan Y = hasil produksi fisik

X1...Xn = faktor-faktor produksi

Fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi linier, kuadratik, eksponensial, transcendental, translog dan Constant Elasticity of Substitution

(Soekartawi,1984). Fungsi produksi juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi spillman, fungsi hiperbolik dan sebagainya. Pendekatan yang sudah banyak


(52)

digunakan untuk analisis fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk umum adalah sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) :

b aX

Y = ... (2)

Peubah yang dinotasikan sebagai X adalah masukan (input) produksi yang diukur, Y adalah output produksi, a merupakan konstanta dan b merupakan elastisitas produksi. Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal tersebut merupakan gambaran peningkatan jumlah hasil produksi, karena masukan (input) produksi yang digunakan ditambah satu unit. Produk marjinal dapat diturunkan dari fungsi produksi pada persamaan (2) dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut Heady dan Dillon (1961) :

X b baX 1 -b baX dX dY

=

= ... (3)

Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (2) adalah fungsi produksi eksponensial. Fungsi produksi tersebut mempunyai nilai eksponen (koefisien regresi) yang merupakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi tersebut dapat digunakan langsung untuk menduga skala usaha (Return to Scale). Kondisi tersebut dibuktikan sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) :

Y X X

b baX Y X ) 1 -b (baX

Ep= = ⋅ ... (4)

Nilai Y dari persamaan fungsi produksi (Y = aXb) disubstitusikan kedalam persamaan tersebut maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y X X bY


(53)

Elastisitas produksi merupakan koefisien b (eksponen) dari fungsi produksi, seperti dapat dilihat dari persamaan tersebut bahwa Ep= b. Elastisitas

produksi merupakan perubahan output yang disebabkan perubahan input. Skala Usaha dapat diketahui dari koefisien elastisitas produksi tersebut (Haedy dan Dillon, 1961).

Estimasi fungsi produksi menurut Heady dan Dillon (1964) meliputi dua fase, yaitu pengumpulan data dan analisis data tersebut. Data tersebut dapat diperoleh dari sumber percobaan maupun selain percobaan. Pendugaan fungsi produksi eksponensial relatif lebih rumit dibanding metode pendugaan regresi sederhana. Kendala tersebut dapat diatasi dengan transformasi sehingga parameternya berbentuk linier. Model tersebut dapat ditranformasi dalam bentuk logaritma menjadi persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1988).

n lnX n b .... 3 lnX 3 b 2 lnX 2 b 1 lnX 1 b a ln

lnY = + + + + + ... (6)

* n X * n b .... * 3 X * 3 b * 2 X * 2 b * 1 X * 1 b * a *

Y = + + + + + ... (7)

 

Keterangan : Y* = Y

a*, b1*, b2*, b3*,bn* = a, b1, b2, b3,bn

X1*, X2*, X3*, Xn* = X1, X2, X3, Xn

Peubah-peubah dalam persamaan (6) bagian atas dapat didefinisikan kembali, maka diperoleh persamaan (7). Model persamaan (7) tidak ubahnya seperti model regresi linier dengan peubah dan parameter berbentuk linier. Parameter atau koefisien regresi dari model tersebut dapat diduga dengan pendekatan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) (Gujarati, 1988).

Teknik penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglas dengan dilogaritmakan dan diubah menjadi fungsi linier. Fungsi produksi dengan teknik transformasi tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, 2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap


(54)

pengamatan, 3) setiap variabel X adalah perfect competition, dan 4) perbedaan lokasi seperti iklim tercakup dalam faktor kesalahan, u (Soekartawi,1984).

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Fungsi Cobb-douglas sudah banyak digunakan dalam penelitian.

2. Cov (ui , uj)= 0, i≠j. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan uj.

3. Var (ui) = σ2 (homoskedastisitas) yaitu besar varian ui sama untuk setiap i.

4. Fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasi kedalam bentuk linier melalui transformasi logaritma, sehingga metode OLS dapat digunakan (Heady dan Dillon, 1961), (Gujarati, 1988).

5. Masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi dengan transformasi logaritma (Nachrowi dan Usman, 2006). Heterokedastisitas adalah varians dari residual atau error tidak konstan. Analisis regresi dengan metode pendugaan OLS dapat dilakukan jika error mempunyai varians yang konstan (homoskedastis). 6. Elastisitas produksi dari masukan (input) yang bersangkutan (Xi) dapat

langsung diketahui dari parameter penduga (bi) (Heady dan Dillon, 1961),

(Gujarati, 1988).

7. Skala usaha (Return to Scale) merupakan elastisitas dari fungsi produksi yang diduga. Elastisitas fungsi produksi merupakan penjumlahan dari elastisitas masing-masing faktor produksi. Proses produksi pada skala menurun jika nilai Σ b < 1, jika Σ b = 1 maka produksi pada skala konstan sedangkan jika Σ b > 1 berarti proses produksi pada skala meningkat (Heady dan Dillon, 1961).

Estimasi koefisien regresi dilakukan dengan metode OLS. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006) : 1. Multikolinier tidak ada, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata


(1)

Lampiran 23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III

LN PRODUKSI LN TK LN BENIH LN KAPUR LN TK 0.631

0.000

LN BENIH -0.038 -0.119 0.843 0.531

LN KAPUR 0.243 0.365 -0.260 0.195 0.047 0.166

LN UREA 0.849 0.617 0.045 0.237 0.000 0.000 0.812 0.207 LN SP 36 0.887 0.653 -0.101 0.427 0.000 0.000 0.594 0.019 LN KCL 0.777 0.489 -0.062 0.250 0.000 0.006 0.743 0.184 LN PUKAN 0.410 0.065 -0.469 -0.010 0.024 0.732 0.009 0.960 LN NILAI OBA 0.459 0.610 -0.315 0.488 0.011 0.000 0.090 0.006

LN UREA LN SP 36 LN KCL LN PUKAN LN SP 36 0.773

0.000

LN KCL 0.550 0.720 0.002 0.000

LN PUKAN 0.307 0.144 0.299 0.099 0.447 0.108

LN NILAI OBA 0.485 0.521 0.459 0.331 0.007 0.003 0.011 0.074

Cell Contents: Pearson correlation P-Value


(2)

Lampiran 24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III

 

Fit t ed Value

R

e

s

id

u

a

l

9.75 9.50

9.25 9.00

8.75 8.50

0.15

0.10

0.05

0.00

-0.05

Residuals Versus the Fitted Values

(response is LN PRODUKSI)

Plot Uji Heteroskedastisitas Sisaan

 

RESI 1

P

e

rc

e

n

t

0.15 0.10

0.05 0.00

-0.05 -0.10

99

95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5

1

Mean

0.207 -4.50010E-15 StDev 0.04518

N 30

AD 0.488

P-Value

uji kenormalan sisaan

Normal

 

Plot Uji Normalitas Sisaan


(3)

Lampiran 25. Uji Skala Usaha (

Return to

Scale)

H

0

: Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8 = 1

H

1

: Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8

1

(

)

14,60

0,059756

0,87245

20

1,19512

1

1,19512

2,06757

k

n

UR

RSS

m

UR

RSS

R

RSS

Fhitung

=

=

=

=

Wilayah kritik : F hitung>F

α(k-1, n-k)

: tolak H

0

; F hitung<F

α(k-1, n-k)

: tidak tolak H

0

F

tabel (1,20) ; α 5%

= 4,45

Karena Fhitung > F tabel, maka H

0

dapat ditolak

Keterangan : JKR

R

= Jumlah kuadrat regresi pada model restriksi

JKS

UR

= Jumlah kuadrat sisaan pada model tanpa restriksi

m = Jumlah restriksi linier, pada model restriksi digunakan 1 restriksi.

n = Jumlah observasi


(4)

Lampiran 26. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi.

 

Responden Produksi (Kg/Ha)

Tenaga Kerja (HKP/Ha)

Benih (g/Ha)

Kapur (Kg/Ha)

Urea (Kg/Ha)

SP36 (Kg/Ha)

KCl (Kg/Ha)

Pukan (Kg/Ha)

O Padat (Kg/ha)

O Cair (Lt/Ha)

Nilai Obat-obatan (Rp)

Ujang 11302,08 1031,77 104,17 1041,67 208,33 156,25 208,33 31250,00 72,92 15,63 7 500 000, 00

Kosasih 8906,25 894,66 104,17 1041,67 182,29 156,25 104,17 23437,50 52,08 10,42 6 822 916, 67

Ajud 8406,25 586,81 208,33 694,44 173,61 138,89 104,17 20833,33 52,08 6,94 4 513 888, 89

Nurdin 10347,22 686,28 208,33 694,44 208,33 156,25 104,17 20833,33 34,72 3,47 2 604 166, 67

Mahmur 10885,42 607,29 104,17 1041,67 208,33 156,25 156,25 31250,00 62,50 10,42 5 833 333, 33

Usup 8515,63 610,94 104,17 1041,67 182,29 156,25 104,17 23437,50 52,08 5,21 3 802 083, 33

Sulaiman 9817,71 955,08 104,17 1041,67 208,33 156,25 156,25 23437,50 41,67 10,42 6 666 666, 67

Udin 8368,06 805,38 104,17 694,44 173,61 104,17 104,17 24305,56 41,67 6,94 3 680 555, 56

Sarin 2 8354,17 725,83 208,33 1041,67 208,33 125,00 125,00 21875,00 62,50 6,25 5 937 500, 00

Banan 10416,67 838,02 138,89 694,44 243,06 138,89 104,17 31250,00 41,67 13,89 7 777 777, 78

Eman 8307,29 673,96 104,17 520,83 182,29 130,21 130,21 23437,50 41,67 10,42 6 250 000, 00

Sukatma 8229,17 515,89 104,17 1041,67 182,29 130,21 130,21 23437,50 41,67 10,42 4 583 333, 33

Dede Rahman 16875,00 1195,31 104,17 1041,67 312,50 312,50 312,50 31250,00 125,00 20,83 10 625 000, 00

Parman 10989,58 711,98 104,17 520,83 208,33 156,25 156,25 31250,00 41,67 10,42 4 322 916, 67

Baban 10833,33 1282,29 104,17 1041,67 312,50 208,33 104,17 20833,33 125,00 20,83 10 729 166, 67

Sarin 1 11145,83 1308,85 104,17 1041,67 208,33 208,33 208,33 20833,33 104,17 20,83 10 000 000, 00

Juli 8333,33 627,43 104,17 694,44 208,33 104,17 104,17 24305,56 41,67 6,94 3 541 666, 67

Umar 8854,17 903,32 208,33 781,25 195,31 117,19 117,19 23437,50 52,08 7,81 4 687 500, 00

Dadang 8166,67 801,09 208,33 1041,67 208,33 125,00 125,00 21875,00 93,75 6,25 6 781 250, 00

Dahrimi 8333,33 728,65 208,33 651,04 195,31 130,21 104,17 19531,25 39,06 2,60 2 994 791, 67

Saobarudin 7847,22 720,49 104,17 694,44 173,61 104,17 104,17 31250,00 69,44 13,89 7 638 888, 89

Suhaemi 10711,81 690,63 208,33 868,06 208,33 156,25 156,25 20833,33 52,08 13,89 7 986 111, 11

Daman 11041,67 856,51 104,17 1041,67 208,33 156,25 104,17 31250,00 62,50 10,42 7 708 333, 33

Yanto 10763,89 941,23 208,33 694,44 208,33 156,25 156,25 20833,33 52,08 6,94 5 555 555, 56

Irwan 9791,67 1024,22 104,17 1041,67 208,33 156,25 104,17 23437,50 52,08 10,42 6 770 833, 33

Saefuloh 8645,83 716,15 208,33 651,04 208,33 130,21 117,19 23437,50 39,06 7,81 5 078 125, 00

Apud 11111,11 950,35 138,89 694,44 243,06 138,89 138,89 31250,00 41,67 13,89 5 763 888, 89

Upah 10416,67 631,60 138,89 694,44 243,06 138,89 138,89 31250,00 55,56 13,89 6 805 555, 56

Pahru 4756,94 502,43 104,17 694,44 104,17 69,44 69,44 20833,33 41,67 6,94 4 236 111, 11

Sarip A 10937,50 866,23 208,33 694,44 208,33 156,25 156,25 20833,33 34,72 10,42 4 166 666, 67


(5)

Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi.

PENERIMAAN

Panen Ke- Hasil Harga Penerimaan

1 51,00 5 783, 33 294 950, 00

2 84,70 5 706, 67 483 354, 67

3 142,50 5 776, 67 823 175, 00

4 195,17 5 600, 00 1 092 933, 33

5 282,33 5 891, 67 1 663 413, 89

6 337,33 6 190, 00 2 088 093, 33

7 302,00 6 533, 33 1 973 066, 67

8 235,67 6 986, 67 1 646 524, 44

9 157,83 7 443, 33 1 174 806, 11

10 95,00 7 830, 00 743 850, 00

11 27,17 10 050, 00 273 025, 00

12 16,00 10 050, 00 160 800, 00

Total 1923,20 12 393 734, 32

II BIAYA TIDAK TETAP

BIAYA TENAGA KERJA

No Kegiatan Biaya

Per HKP

Hari Kerja

TKLK (HKP)

TKDK

(HKP) Tunai Diperhitungkan Total Biaya

1 Pembukaan Lahan 40 000, 00 2,25 6,27 2,25 250 800, 00 90 000, 00 340 800, 00

2 Pengolahan Tanah dan Pembentukan Bedengan 40 000, 00 2,60 5,18 2,60 207 306, 67 104 000, 00 311 306, 67

3 Pengapuran 40 000, 00 0,70 0,45 0,70 17 838, 89 28 166, 67 46 005, 56

4 Pemupukan (Pupuk Kandang) 40 000, 00 0,83 0,88 0,83 35 111, 11 33 333, 33 68 444, 44

5 Pemupukan (Pupuk Dasar) 40 000, 00 0,70 0,33 0,72 13 144, 44 28 917, 78 42 062, 22

6 Penyemaian 40 000, 00 0,28 0,00 0,28 - 11 166, 67 11 166, 67

7 Pembibitan 40 000, 00 13,23 0,00 13,23 - 529 333, 33 529 333, 33

8 Pembuatan Lubang Tanam 40 000, 00 0,93 0,78 0,87 31 111, 11 34 844, 44 65 955, 56

9 Penanaman 40 000, 00 0,86 1,00 1,24 39 826, 67 49 668, 89 89 495, 56

Penyulaman 40 000, 00 0,52 0,37 0,64 14 880, 00 25 626, 67 40 506, 67

10 Perampelan 40 000, 00 2,57 1,90 3,80 75 973, 33 151 946, 67 227 920, 00

11 Pemasangan Ajir 40 000, 00 0,96 0,42 1,01 16 611, 11 40 377, 78 56 988, 89

12 Pemupukan Susulan 40 000, 00 2,65 0,87 3,20 34 626, 67 127 906, 67 162 533, 33

13 Penyemprotan 40 000, 00 4,08 0,41 4,08 16 333, 33 163 333, 33 179 666, 67

14 Penyiangan 40 000, 00 3,63 2,74 5,23 109 484, 44 209 280, 00 318 764, 44

15 Pemanenan 40 000, 00 15,37 21,21 26,33 848 240, 00 1 053 128, 89 1 901 368, 89


(6)

Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi (Lanjutan).

BIAYA SARANA PRODUKSI

No Sarana Produksi Harga (Rp / Unit) Volume

1 Benih 8 550, 00 34,17 292 125, 00 0, 00 292 125, 00

2 Kapur 307, 67 206,67 63 584, 44 0, 00 63 584, 44

3 Pupuk Urea 1 446, 67 41,50 60 036, 67 0, 00 60 036, 67

5 Pupuk Kcl 2 063, 33 28,50 58 805, 00 0, 00 58 805, 00

6 Pupuk Sp-36 1 980, 00 26,00 51 480, 00 0, 00 51 480, 00

8 Pupuk Kandang 166, 67 4850,00 808 333, 33 0, 00 808 333, 33

9 Obat-Obatan Padat 60 000, 00 11,03 662 000, 00 0, 00 662 000, 00

10 Obat-Obatan Cair 252 833, 33 1,80 455 100, 00 0, 00 455 100, 00

12 Ajir 135, 83 4200,00 570 500, 00 0, 00 570 500, 00

13 Tali 16 500, 00 3,67 60 500, 00 0, 00 60 500, 00

Total 3 082 464, 44 0, 00 3 082 464, 44

Total Biaya Tidak Tetap 4 793 752, 22 2 681 031, 11 7 474 783, 33

III BIAYA TETAP

Biaya Penyusutan Alat

No Alat Nilai Beli Umur Nilai Sisa Jumlah Penyusutan

1 Cangkul 31 000,00 5,60 0,00 1,93 10 702, 38 0, 00 3 660, 61 3 660, 61

2 Sabit 10 166,67 5,73 0,00 0,70 1 241, 28 0, 00 424, 56 424, 56

3 Sprayer 368 166,67 3,70 109 166,67 1,40 98 000, 00 0, 00 33 519, 63 33 519, 63

Total 109 943, 66 0, 00 37 604, 80 37 604, 80

Bobot 0,34

Total Biaya Tetap 0, 00 37 604, 80  37 604, 80 

Biaya Sewa dan Bunga

Lahan 0,208 Ha 0, 00 307 733, 33 307 733, 33

Total Biaya Sewa 0, 00 307 733, 33 307 733, 33

IV TOTAL BIAYA 4 793 752, 22 3 026 369, 25 7 820 121, 47

V PENDAPATAN

Pendapatan Kerja Petani 4 597 870, 97

Pendapatan Kerja Keluarga 7 278 902, 09

Rasio R/C atas Biaya Tunai 2,59