Karakterisasi, Analisis Minyak Atsiri dan Antioksidan Adas (Foeniculum vulgare Mill.) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

KARAKTERISASI, ANALISIS MINYAK ATSIRI DAN
ANTIOKSIDAN ADAS (Foeniculum vulgare Mill.)
DI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU

WAHYUNINGSIH
A24090049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi, Analisis
Minyak Atsiri dan Antioksidan Adas (Foeniculum vulgare Mill.) di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Wahyuningsih
NIM A24090049

ABSTRAK
WAHYUNINGSIH. Karakterisasi, Analisis Minyak Atsiri dan Antioksidan Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI.
Adas merupakan salah satu komoditas herbal penting yang banyak
diperdagangkan di dunia karena penggunaannya yang luas di bidang kulinari,
industri kosmetik maupun farmasi. Di Indonesia, adas masih sedikit
dibudidayakan dan banyak tumbuh liar di daerah pegunungan di pulau Jawa.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) merupakan salah satu
kawasan yang ditumbuhi adas liar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013
hingga Januari 2014. Karakterisasi dilakukan di TN BTS, Jawa Timur dengan
metode pengambilan contoh acak bertahap. Kandungan minyak atsiri dianalisis
menggunakan GC-MS. Aktivitas antioksidan dianalisis menggunakan metode

DPPH. Hasil karakterisasi menunjukkan adas TN BTS memiliki karakter
morfologi dan agronomi yang mirip dengan adas yang telah dibudidayakan. Adas
TN BTS menghasilkan rendemen minyak atsiri sebesar 4.17% dengan kandungan
anethol 79.79%. Adas TN BTS memiliki kandungan antioksidan dengan IC50 10.4
mg mL-1 dan tingkat penghambatan radikal bebas mencapai 28.25%. Berdasarkan
kandungan fenchone yang tinggi pada biji adas (13.99%), adas TN BTS termasuk
kedalam varietas vulgare.
Kata kunci: adas, antioksidan, Foeniculum vulgare, karakterisasi, minyak atsiri

ABSTRACT
WAHYUNINGSIH. Characterization, Essential Oil and Antioxidant Analysis of
Fennel (Foeniculum vulgare Mill.) at Bromo Tengger Semeru National Park.
Supervised by ANI KURNIAWATI
Fennel is one of the important herbs commodities that traded in the world,
due to its extensive use in culinary, cosmetic and pharmaceutical industries.
Fennel is not wide cultivated in Indonesia and grows wild in many mountainous
areas in Java. Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP) is one area that
overgrown by wild fennel. The research had been conducting from March 2013
until January 2014. Characterization has done at Bromo Tengger Semeru National
Park, East Java by gradually-random sampling method, contains oil and

antioxidants were analyzed using GC-MS and DPPH method. The
characterization results showed fennel BTSNP has the morphological and
agronomic characters that similar to the fennel that had been cultivated. Fennel of
BTSNP has oil content reaches 4.17% and anethol content reaches 79.79%.
Fennel of BTSNP has an antioxidants with IC50 10.4 mg mL-1 with free radical
inhibition rate reachs 28.25%. Based on the high content of fenchone in fennel
fruits (13.99%), fennel of BTNSP included as varieties of vulgare.
Keywords: antioxidant, characterization, essential oils, fennel, Foeniculum
vulgare

KARAKTERISASI, ANALISIS MINYAK ATSIRI DAN
ANTIOKSIDAN ADAS (Foeniculum vulgare Mill.)
DI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU

WAHYUNINGSIH
A24090049
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Studi Nilai dan Distribusi Biodiversitas di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Ciliwung Hulu
Nama
: Sry Wahyuni
: A44090059
NIM

Disetujui oleh

Dr Syartinilia, SP, MSi
Pembimbing


MA r

Tanggal Lulus:

"D5 MAR

2014

Judul Skripsi : Karakterisasi, Analisis Minyak Atsiri dan Antioksidan Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru
Nama
: Wahyuningsih
NIM
: A24090049

Disetujui oleh

Dr. Ani Kurniawati, SP, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr.Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang berjudul “Karakterisasi, Analisis Minyak Atsiri dan Antioksidan Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru”
merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memperoleh gelar sarjana. Sebagian
hasil penelitian ini telah dipresentasikan dalam seminar Perhimpunan Hortikultura
Indonesia (Perhorti) pada tanggal 9 Oktober 2013 di IPB Convention Center.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ani Kurniawati selaku
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, serta
kepada Prof Dr Ir Soerjono Hadi Sutjahjo selaku pembimbing akademik yang
juga telah banyak membimbing serta memberi nasehat. Penulis juga

menyampaikan penghargaan kepada pihak Balai Besar Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (BBTN BTS) yang telah mengizinkan penulis melakukan
penelitian di kawasan taman nasional. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih juga kepada Ibu Wiji, Pak Tri dan seluruh keluarga di Malang yang
telah banyak membantu dan memberikan banyak kesan tidak terlupakan. Terakhir,
terima kasih untuk sahabat yang selalu memberi dukungan dan semangat, Hilda
Wahyuni dan Afidatus Sakinah, NAHDAN, Pelahab Buku, D’valu dan Socrates
46.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Wahyuningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Syarat Tumbuh dan Budidaya
Minyak Atsiri
Karakterisasi
Antioksidan
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Pelaksanaan

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Karakter Morfologi
Karakter Agronomi
Rendemen Minyak Atsiri
Profil Minyak Atsiri
Aktivitas Antioksidan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
3

3
3
4
5
6
7
7
7
7
9
9
9
10
13
15
15
17
18
18
18

18
18
22
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Karakterisasi morfologi adas TN BTS, Manoko dan Cepogo
Karakterisasi agronomi adas TN BTS, Manoko dan Cepogo
Rendemen minyak atsiri adas dari beberapa daerah
Komponen bioaktif minyak adas Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) pada uji GC-MS
5 Perbedaan kandungan anethol adas liar Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru dan adas budidaya

13
14
15
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Fenologi pembungaan adas (Bantain dan Chung 1994)
Batang tanaman adas
Daun adas
Bunga adas
Bentuk dan warna biji adas tua
Kromatogram minyak atsiri adas Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) hasil GC-MS

3
4
11
11
12
12
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Alat destilasi uap dan air
Peta kawasan TN BTS
Analisis contoh tanah di kawasan TN BTS
Data curah hujan bulanan selama dua tahun terakhir dari Pos hujan
Poncokusumo, stasiun klimatologi Karangploso, Malang

22
22
23
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sepuluh tahun terakhir, 80% penduduk di negara berkembang
mengandalkan obat berbasis tanaman (herbal) untuk kebutuhan perawatan
kesehatan (FAO 2004). Permintaan global untuk berbagai jenis herbal terus
meningkat, apalagi penggunaannya yang semakin bervariasi dalam makanan dan
industri aromatik. Hal ini terungkap dari meningkatnya impor herbal yaitu dari
3 486 916 ton pada tahun 2009 menjadi 3 927 649 ton pada tahun 2011 (CAC
2012).
Adas (Foeniculum vulgare Mill.) merupakan salah satu komoditi yang
banyak diperdagangkan di dunia sebagai bumbu maupun herbal. Pada tahun 2008,
produksi global mencapai 90 000 ton dengan 64.5% diproduksi oleh India. Ratarata permintaan global mencapai 20 000 ton dengan negara pengimpor terbesar
adalah Amerika (Swani 2008). Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor
biji adas. Menurut data FAO (2013) ekspor biji adas beserta ketumbar dan
kembang lawang dari Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 612 ton dan pada
tahun 2011 turun menjadi 62 ton. Sentra produksi adas di Indonesia diantaranya
adalah daerah Lembang dan Boyolali.
Tanaman adas dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Daun dapat
dijadikan untuk saus ikan, garnis, lalap, salad, atau olahan sayur lain yang
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Minyak atsiri dari biji adas biasa
digunakan sebagai tambahan dalam pembuatan parfum, sabun, industri farmasi
dan kosmetik. Minyak adas (Fennel oil) juga biasa digunakan sebagai penambah
cita rasa pada daging, es krim, permen, kue, minuman tanpa alkohol dan pasta gigi
(HSA 2005). Biji adas sebagai obat tradisional biasa digunakan untuk
memperbaiki rasa obat (corrigens), sebagai antiinflamasi, analgesik, karminatif,
diuretik, antispasmodik, antidiabetik dan memiliki efek estrogenik serta
menyembuhkan penyakit lainnya (Choi dan Hwang 2004; HSA 2005; El-Soud et
al. 2011; Soegiarso dan Evacuasiany 1998).
Menurut hasil penelitian Gulfraz et al. (2008) minyak adas dan ekstrak
etanol maupun methanol biji adas kaya akan senyawa trans-anethole yang efektif
untuk melawan bakteri Candida albican, Escherichia coli dan Pseudomonas
putida serta organisme lain yang sejenis. Di masa depan, ekstrak biji adas dan
minyaknya dapat digunakan sebagai pengganti anti bakteri sintesis. Selain sebagai
antimikroba, adas diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Ekstrak air
dan etanol biji adas sebanyak 100 mg menunjukan 99.1% dan 77.5%
penghambatan perokdasi dalam sistem asam linoleat. Nilai ini lebih besar dari
pada antioksidan standar α-tocopherol (36.17%) pada dosis yang sama (Oktay et
al. 2002).
Berdasarkan nilai dan manfaat tanaman ini, adas memiliki potensi besar
untuk dikembangkan, namun terkendala pada skala usahanya yang masih sempit.
Prioritas penelitian untuk komoditas dengan skala usaha yang sempit adalah
mendapatkan varietas unggul dan teknik budidaya yang baik (Pribadi 2009).
Upaya pengembangan varietas unggul masih terkendala pada terbatasnya
informasi keragaman adas sebagai materi pemuliaan.

2
Informasi keragaman tanaman dapat diperoleh melalui identifikasi dan
karakterisasi pada tingkat morfologi maupun agronomi. Karakterisasi tanaman
pada tingkat morfologi diperlukan terutama untuk keperluan identifikasi fenotipe
dan perubahannya terkait dengan ekotipe atau perubahan-perubahan lingkungan
(Marzuki et al. 2008).
Identifikasi dan dokumentasi plasma nutfah adas sebelumnya telah
dilakukan oleh Bermawie dan Azizah (1996) pada adas asal Cepogo, Jawa Tengah
(400-1400 m dpl) dan adas asal Manoko (1200 m dpl), Jawa Barat. Selain daerah
tersebut, diketahui bahwa adas tumbuh secara liar dan massive di kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur (2100-2200 m dpl). Karakterisasi
pada adas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diperlukan untuk melengkapi
informasi keragaman tanaman adas. Identifikasi dan karakterisasi yang lengkap
sangat berguna dalam upaya perlindungan plasma nutfah, pengembangan varietas,
dan perlindungan indikasi geografis atau ekotipe tanaman (Marzuki et al. 2008).
Selain keragaman morfologi dan agronomi, potensi lain adas juga perlu
diketahui sebagai bahan seleksi pemuliaan dalam pengembangan varietas unggul.
Potensi yang dimiliki adas adalah sebagai penghasil minyak atsiri dan sebagai
antioksidan. Tanaman dengan kandungan minyak atsiri dan aktivitas antioksidan
yang tinggi juga dapat digunakan sebagai tetua untuk memperoleh variatas unggul.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan karakter morfologi dan agronomi tanaman adas di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru.
2. Mendapatkan rendemen dan profil minyak atsiri biji adas di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru.
3. Membandingkan karakter morfologi dan agronomi serta rendemen minyak
atsiri adas liar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan adas yang
sudah dibudidayakan.
4. Mengidentifikasi tingkat aktivitas antioksidan ekstrak biji adas dari Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani
Tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.) dari famili Umbelliferae
merupakan tanaman yang berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania.
Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies yaitu F. vulgare (adas), F. azoricum
(adas bunga digunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (adas manis digunakan juga
sebagai sayuran). F. vulgare mempunyai sub spesies yaitu F. vulgare var. dulce
dan F. vulgare var. vulgare (Rusmin dan Melati 2007). Adas merupakan
tanaman herba tahunan. Tinggi tanaman yang telah berbunga mencapai 2 m.
Batang berbentuk galah dengan alur sejajar. Daun berbentuk jarum yang tersebar,
berwarna hijau sampai biru dengan panjang 1-14 cm, pelepah daun berbentuk
silinder terbuka dengan panjang 2-15 cm. Perbungaan terminal berbentuk payung
berganda, diameter hingga 20 cm tetapi biasanya lebih kecil. Panjang tangkai
bunga mencapai 24 cm, tangkai pokok 5-70 tiap payung. Buah bulat telur sampai
silindris, warna buah hijau, kuning hingga cokelat (Ruma 2001). Bentuk
perbungaan tanaman adas diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Adas (Foeniculum vulgare Mill.)

Syarat Tumbuh dan Budidaya
Tanaman adas dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi
(10–1800 m dpl). Adas ditanam di pulau Jawa pada daerah dengan ketinggian
600–2400 m dpl. Adas memerlukan cuaca sejuk dan cerah (15 0C–20 0C) untuk
menunjang pertumbuhannya dengan curah hujan sekitar 2500 mm/tahun. Adas
banyak ditemukan di tepi sungai, danau atau tanggul daerah pembuangan dan
merupakan tanaman khas di palung sungai. Adas akan tumbuh baik pada tanah
berlempung, tanah yang cukup subur dan berdrainase baik, berpasir atau liat
berpasir dan berkapur dengan pH 6.5–8.0 (Kridati et al. 2012; Rusmin dan Melati
2007).

4
Tanaman adas diperbanyak secara generatif (benih). Benih dipanen dari
buah yang sudah masak dengan kriteria berwarna hijau terang (masak fisiologis).
Perlakuan irigasi penuh meningkatkan produksi minyak sebesar 115%
dibandingkan tanpa irigasi. Irigasi penuh terutama dilakukan pada stadia akhir
pembungaan, dimana irigasi pada stadia ini berkontribusi pada 80% hasil produksi
minyak (Bantain dan Chung 1994) (Gambar 2).

Sept

Okt

Penanaman

Pertumbuhan

Nov

Des

Inisiasi
Pembungaan

Jan

Feb

Anthesis
payung
primer

Masa
pembentukan
bunga

Awal
pembungaan

Maret April

Anthesis
payung
sekunder

Masak

Akhir
pembungaan

Irigasi penuh

Gambar 2 Fenologi pembungaan adas (Bantain dan Chung 1994)

Pemupukan diberikan dengan mempertimbangkan hara makro yang diserap
oleh tanaman. Penelitian Rivale dan Sudiarto (1998) di tanah andosol K.P
Manoko, Lembang menunjukkan bahwa pada tingkat hasil panen 600-900 kg ha-1
tahun-1, hara makro yan terangkut adalah 18.31-27.46 kg N, 6.59-9.88 kg P2O5,
16.85-25.27 kg K2O, dan 9.99-14.99 kg CaO. Sedangkan untuk pembentukan
seluruh bagian vegetatif tanaman dengan bobot panen basah 900 g per tanaman,
adalah 56.68 kg N, 11.73 kg P2O5, 63.32 K2O dan 30 kg CaO ha-1. Hasil
penelitian Januwati dan Pitono (1998) menunjukan bahwa pemberian fosfor
dengan dosis 300 kg TSP ha-1 dan kalium yang berdosis 300 kg KCl ha-1
cenderung akan menghasilkan pertumbuhan lebih baik.

Minyak Atsiri
Komposisi minyak atsiri tergantung pada faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi tanaman seperti: kondisi lingkungandan iklim; musim koleksi;
umur tanaman; tahap pematangan buah atau data genetik (Aprotosaie et al. 2010).
Minyak atsiri adas terdapat pada berbagai bagian tanaman, tapi pada tanaman
dewasa 95% minyaknya terdapat pada buah. Hidrodestilasi buah adas
menghasilkan minyak 1.9-9.3% (Ruma 2001).
Minyak atsiri yang paling penting dari varietas dulce adalah anethol
(50-80%), limone (5%), fenchone (5%), estragole (methyl-chavicol), safrol,
alfphapinene (0.50%), champene, beta-pinene, beta-myrcene, dan beta p-cymen.

5
Varietas vulgare yang tidak dibudidayakan kadang-kadang mengandung lebih
banyak minyak atsiri, tetapi karena mengandung fenchone (12-22%) harganya
lebih murah dibandingkan varietas dulce (Hasanah 2004).
Gulfraz et al. (2008) menemukan sebanyak 33 senyawa dalam minyak adas
menggunakan GC-MS. Trans-anthole adalah komponen utama minyak (70.1%)
diikuti oleh fenchone (6.9%) dan metilchavicol (4.8%), namun kadar senyawa
lainnya rendah. Analisis ekstrak etanol dan methanol buah adas menunjukkan
asam linoleat (56.0%) diikuti oleh asamoleat (5.2%), sedangkan senyawa lainnya
terdapat dalam konsentrasi rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Stefanini et al. (2006) pada adas varietas
vulgare, menemukan bahwa periode terbaik untuk mendapatkan senyawa transanethole adalah dalam biji kering di musim panas (78.25%), limonene dalam
batang atau daun di musim semi (42.30%), dan fenchone dalam biji hijau di
musim gugur (16.98%) diikuti musim panas (15.08%). Sementara pada adas
varietas dulce, buah harus dipetik saat masih hijau untuk mendapatkan kandungan
minyak yang banyak (15.4%), karena saat biji masih hijau merupakan stadia
perkembangan di mana terdapat biomassa terbesar kadar minyak atsiri terbanyak.
Damayanti dan Setyawan (2012) telah mengekstraksi adas tipe Cepogo, asal
Boyolali menggunakan steam destilation dan menghasilkan dua jenis minyak
yaitu minyak adas keruh dan jernih. Tiga komponen utama dari sampel minyak
yang jernih adalah anethole (47.51%), estragole (22.41%), dan α-fensone
(21.92%) sedangkan komponen sampel minyak adas keruh adalah anethole
(52.38%), estragole (21.37%), dan α-fensone (15.74%).
Karakterisasi
Karakterisasi adalah mendiskripsikan plasma nutfah tanaman. Karakterisasi
menentukan ekspresi karakter morfologi atau agronomi yang diwariskan melalui
protein biji atau penanda molekuler. Karakterisasi plasma nutfah sangat penting
untuk memberikan informasi tentang ciri-ciri aksesi, menjamin pemanfaatan yang
maksimum dari koleksi plasma nutfah ke pengguna akhir. Pencatatan dan
penyusunan data karakteristik penting yang membedakan aksesi dalam suatu
spesies, memungkinkan suatu fenotip dapat dibedakan dengan mudah dan cepat.
Hal ini memungkinkan pengelompokan aksesi secara sederhana, pengembangan
koleksi inti, identifikasi plasma nutfah yang berharga untuk program pemuliaan
dan menambah wawasan yang lebih baik mengenai komposisi koleksi dan
keragaman genetik (CGIAR 2011).
Koleksi merupakan salah satu kegiatan pemuliaan yaitu mengumpulkan dan
mengidentifikasi sumber genetik yang ada di suatu wilayah untuk bahan perakitan
genetik maupun perbanyakan secara langsung sesuai sifat karakter yang
diinginkan. Pendataan akurat terhadap sumber daya genetik diperlukan untuk
pengembangan kultivar unggul yang penting dalam pemenuhan kebutuhan
manusia (Widyastuti 2009).

6
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang melindungi sel melawan kerusakan akibat
spesies oksigen reaktif, seperti oksigen singlet, superoksida, radikal peroksil,
radikal hidroksil dan peroxynitrite. Ketidakseimbangan antara antioksidan dan
spesies oksigen reaktif menghasilkan stress oksidatif yang menyebabkan
kerusakan sel. Stres oksidatif telah dikaitkan dengan kanker, penuaan,
aterosklerosis, cederaiskemik, peradangan dan penyakit neurodegeneratif seperti
parkinson dan alzheimer (Buhler dan Miranda 2000).
Terdapat dua jenis uji yang digunakan secara luas untuk studi antioksidan
yang berbeda. Salah satunya adalah uji terkait dengan peroxidasi lipid, termasuk
uji asam thiobarbituric (TBA), malonaldehyde/uji kromatografi cair (MA/HPLC),
malonaldehyde/ uji gas kromatografi (MA/GC), uji pemutihan β-karoten dan uji
diena terkonjugasi. Uji lain yang terkait dengan penangkapan elektron atau
radikal, termasuk uji 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), uji 2,2 '-azinobis (3ethylbenzothiazoline-6-sulfonat) (ABTS), uji antioksidan listrik(FRAP), uji besi
oksidasi-xylenol orange (FOX), uji tiosianat (FTC) besi, dan aldehida/uji asam
karboksilat (ACA) (Moon dan Shibamoto 2009). Thaipong et al. (2006) juga
menggunakan uji ORAC (Oxygen Radical Absorption capasity) untuk
menentukan kapasitas antioksidan pada ekstrak buah jambu.
Sebuah metode yang cepat, sederhana dan murah untuk mengukur kapasitas
antioksidan adalah dengan penggunaan radikal bebas 2,2-Diphenyl-1pikrilhidrazil (DPPH). DPPH secara luas digunakan untuk menguji kemampuan
senyawa untuk bertindak sebagai penangkap radikal bebas atau donor hidrogen,
dan mengevaluasi aktivitas antioksidan dari makanan. Metode DPPH dapat
digunakan untuk sampel padat atau cair dan tidak spesifik untuk komponen
antioksidan tertentu, tetapi berlaku untuk seluruh kapasitas antioksidan pada
contoh (Prakash et al. 2012).
Sumber antioksidan alami banyak terdapat pada tanaman buah dan sayuran.
Suhendra dan Arnata (2009) menemukan bahwa biji adas memiliki potensi
aktivitas antioksidan. Penelitian mereka menemukan bahwa aktivitas antioksidan
biji adas dengan menggunakan pelarut etil asetat lebih baik dibanding
menggunakan pelarut etanol pada pengujian dengan metode TBA dan DPPH.
Aktivitas tertinggi diperoleh pada konsentrasi pelarut 90%.
Conforti et al. (2006) meneliti tentang perbandingan kapasitas antioksidan
dan kandungan fenol antara Laurus nobilis dan Foeniculum vulgare subsp.
Piperitum liar dengan yang sudah dibudidayakan. Mereka menemukan bahwa
Foeniculum vulgare subsp. Piperitum liar menunjukan aktivitas penangkapan
radikal bebas yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibudidayakan.

7

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Januari 2014.
Karakterisasi dilakukan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, IPB. Analisis rendemen minyak atsiri dilakukan di Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Identifikasi profil
minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta. Analisis
contoh tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman adas dan biji adas dari kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Alat yang digunakan adalah meteran,
penggaris, timbangan analitik, plastik, label, GPS, oven, alat penggiling, peralatan
destilasi (Lampiran 1), Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

Pelaksanaan
Karakterisasi
Penelitian menggunakan metode survei, yaitu karakterisasi pada beberapa
tanaman adas yang dilakukan secara in situ pada habitat aslinya di TN BTS.
Pengambilan contoh dilakukan secara acak multitahap, yaitu kawasan habitat adas
dibagi menjadi tiga blok, setiap blok diambil 15 tanaman contoh yang telah
berbunga secara acak sehingga jumlah sampel adalah 45 tanaman contoh yang
mewakili populasi seluruh kawasan. Tanaman contoh yang terpilih dikarakterisasi
menggunakan penanda morfologi tanaman yang mengacu pada hasil penelitian
Bermawie dan Azizah (1996) serta UPOV (2001).
Karakter tanaman yang diamati adalah karakter morfologi dan agronomi.
Karakter morfologi yang diamati diantaranya: bentuk batang, warna batang tua
dan muda, warna daun tua dan muda, letak daun, lekukan ujung daun, posisi
benang sari terhadap putik, warna mahkota, warna putik dan benang sari, jumlah
mahkota, jumlah putik dan benang sari, ukuran bunga tunggal, bunga jantan steril,
warna biji muda dan tua. Karakter agronomi yang diamati diantaranya: jumlah
ruas, tinggi tanaman, jumlah batang per rumpun, jumlah cabang produktif per
batang utama, jumlah tandan bunga besar per batang utama, jumlah individu
bunga per tandan kecil, jumlah rangkaian tandan kecil per tandan besar, diameter
tandan bunga besar, panjang ibu tangkai bunga, panjang anak tangkai bunga dan
berat 1000 biji.

8
Rendemen Minyak Atsiri
Rendemen minyak atsiri didapatkan menggunakan cara destilasi uap dan air.
Sebanyak 2.4 kg biji adas kering dihancurkan kemudian dikukus di dalam ketel
menggunakan api langsung dengan tekanan uap sama dengan tekanan udara luar,
yaitu 1 atm.
Profil Minyak Atsiri
Sebanyak 1 µl sampel minyak adas digunakan untuk analisis komponen
dengan GC-MS. Instrumen yang digunakan adalah Agilent 6890 GC dengan auto
sampler dan detector Agilent 5973 MSD. Kondisi GC: Kolom kapiler HP WAX
(dimensi 25 m x 0.25 mm x 0.25 µm), injeksi split, gas pembawa Helium dengan
laju alir 0.6 µl menit-1 (konstan), suhu program 60 oC selama 1 menit kemudian
dinaikan 3 oC menit-1 hingga 150 oC selama 2 menit, suhu akhir dinaikan 15 oC
menit-1 hingga 240 oC selama 20 menit, suhu injector 250 oC, suhu interface 280
o
C. Kondisi MS: Energi ionisasi 70 eV, suhu sumber ion 230 oC.
Uji Aktivitas Antioksidan
Biji adas yang telah dipanen dioven pada suhu 40 oC hingga massa konstan
atau kadar air 7%. Setelah dioven, biji kemudian digiling hingga ukuran 60-80
mesh (Stefanini et al. 2006). Buffer asetat 100 mM (pH 5.5) sebanyak 1.5 mL
ditempatkan pada tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2.85 ml etanol PA, 1 mL
DPPH 10 mM dalam metanol dan 0.045 mL ekstrak biji adas. Campuran
dicampur dengan vortex dan disimpan pada ruang gelap dengan suhu kamar
selama 20 menit.Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai
standar digunakan asam askorbat dengan konsentrasi 25; 50; 100; 200; 400 mg
mL-1. satuan aktivitas antioksidan dinyataakan dalam AEAC (Ascorbic acid
Equivalent Antioxidant) (Kubo et al 2002). Aktivitas penangkapan radikal bebas
dihitung sebagai persentase berkurangnya warna DPPH dengan menggunakan
persamaan :
-

]x

Aktivitas antioksidan ekstrak ditentukan oleh besarnya hambatan serapan
radikal DPPH melalui perhitungan persentase inhibisi serapan DPPH dengan
menggunakan rumus:

Keterangan: A kontrol: Serapan radikal DPPH pada 517 nm
A sampel: Serapan radikal DPPH yang tersisadi dalam serum pada 517 nm

Berdasarkan harga persen inhibisi yang diperoleh, dibuat kurva antara
persen inhibisi terhadap konsentrasi larutan uji sehingga diperoleh persamaan
regresi linier. Berdasarkan persamaan regresi linear tersebut dapat ditentukan nilai
IC50, yaitu konsentrasi inhibisi larutan uji yang mampu menangkal 50% radikal
bebas.

9
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari beberapa lokasi dan hasil penelitian
sebelumnya. Data kondisi agroklimat kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru diperoleh dari Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Data
curah hujan bulanan diperoleh dari pos hujan Poncokusumo, stasiun klimatologi
Karangploso, Malang. Data hasil rendemen minyak atsiri dan kandungan anethol
adas dari daerah lain dikutip dari beberapa penelitian sebelumnya. Rendemen
minyak dan kandungan anethol adas dari Boyolali dikutip dari hasil penelitian
Damayanti dan Setyawan (2012). Rendemen minyak atsiri adas dari Semarang
dan Salatiga dikutip dari hasil penelitian Kridati et al. (2012), sedangkan
rendemen minyak atsiri dan kandungan anethol adas dari Cipanas, Lembang dan
daerah Jawa dikutip dari hasil penelitian Risfaheri dan Ma’mun (1998).
Analisis Data
Data karakter morfologi dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu
menggambarkan keadaan morfologi tanaman sesuai data hasil karakterisasi. Data
karakter agronomi, rendemen minyak atsiri, profil minyak atsiri dan aktivitas
antioksidan dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Data
karakterisasi morfologi dan agronomi yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan data karakterisasi dua tipe adas yang sudah diteliti oleh Bermawie dan
Azizah (1996). Data rendemen dan kadar anethol minyak atsiri adas dibandingkan
dengan data sekunder.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan di sebagian padang savana kawasan gunung Bromo,
Jawa Timur. Lokasi padang savana gunung Bromo adalah dasar lava dari kaldera
Tengger. Kaldera tersebut berdiameter kurang lebih 10 km dan di dalamnya
terdapat beberapa buah gunung, yaitu gunung Bromo, gunung Batok, gunung
Kursi, gunung Watangan dan gunung Widodaren. Lokasi ini merupakan bagian
dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) yang secara
geografis terletak antara 7.54o dan 8.13o LS, dan antara 112.51o dan 113.04o BT.
Secara administrasi pemerintahan termasuk ke dalam empat wilayah kabupaten,
yaitu kabupaten Malang, Probolinggo, Lumajang dan Pasuruan.
Tanaman adas tumbuh pada zona Montana pada ketinggian 2100 m dpl.
Adas tumbuh mengelompok di sebelah timur gunung Bromo mulai dari daerah
Jemplang hingga Adasan (Lampiran 2), dimana kawasan ini tidak terganggu oleh
aktivitas gunung Bromo. Tanah di kawasan berwarna abu-abu kehitaman dengan
tekstur pasir 54%, pH masam, kandungan bahan organik tinggi, kandungan fosfor
sangat tinggi dan kapasitas tukar kation yang juga tinggi. Contoh tanah dari
kawasan tersebut telah dianalisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah,
Bogor (Lampiran 3).

10
Data curah hujan dua tahun terakhir dikutip dari Pos hujan Poncokusumo,
stasiun klimatologi Karangploso, Malang. Data menunjukan terjadi bulan kering
selama enam bulan antara bulan Mei hingga bulan Oktober, dan enam bulan basah
antara bulan November hingga April. Rata-rata curah hujan selama dua tahun
terakhir sekitar 1900 mm tahun-1 (Lampiran 4). Suhu kawasan berkisar antara
3-20 oC.
Adas tumbuh di lahan terbuka sehingga penerimaan cahaya matahari tidak
terganggu oleh adanya vegetasi lain. Populasi vegetasi yang cukup mendominasi
adalah alang-alang (Imperata cylindrica Beauv.) dan tanaman paku (Pteris sp.).
Soejono (1998) telah menginventarisasi vegetasi lain yang tumbuh di TN BTS,
yaitu Blume lacera (Burm.f.) DC, Sporobolus sp., Boraginaceae, Emilia sp.,
Polygala sp., Herminium lanceum (Thunb. ex Swartz) J.Vuyk, dan Microtis
uniflora (Forst.f) Rchb.f.

Karakter Morfologi
Keragaman karakter tanaman yang terbentuk pada suatu ekosistem
dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya.
Keragaman karakter di lapangan merupakan sumber materi genetik yang dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat tanaman (Tapsi 2013). Adas biasanya
dibudidayakan di pulau Jawa pada ketinggian 1600-2400 m dpl. Adas juga dapat
tumbuh liar dan biasa ditemukan di tepi sungai, danau atau tanggul daerah
pembuangan dan merupakan tanaman khas di palung sungai (Rusmin dan Melati
2007). Adas liar ditemukan tumbuh cukup massive di padang savana kawasan TN
BTS. Hasil identifikasi karakter morfologi tanaman adas liar yang tumbuh di
kawasan TN BTS diuraikan sebagai berikut:
1. Batang
Batang adas merupakan batang basah (herbaeous) berbentuk bulat dan tegak
lurus (erect) (Gambar 3). Batang tua berwarna hijau kekuningan pada bagian
pangkal hingga tengah batang, kemudian berwarna hijau tua pada bagian
ujungnya. Batang paling bawah (lima hingga sepuluh ruas pertama) berwarna
cokelat. Batang muda berwarna hijau pucat yang dilapisi oleh sejenis lilin
berwarna putih. Batang adas berbuku-buku. Jarak antar empat buku hingga
sepuluh buku pertama pada pangkal batang lebih rapat dibandingkan jarak antar
buku pada bagian tengah hingga ujung batang. Pada setiap buku muncul cabang
daun atau cabang bunga. Satu rumpun tanaman adas terdiri dari beberapa batang
yang menyerupai anakan, anakan ini sebenarnya merupakan percabangan yang
tumbuh pada bagian pangkal batang utama yang kemudian berkembang dan dapat
mencapai ukuran yang sama dengan batang ibunya (Bermawi dan Azizah 1996).

11

Gambar 3 Batang tanaman adas
Daun
Daun adas muncul dari setiap buku dengan letak daun membentuk sudut.
Daun berbentuk jarum (acerosus) yang menyebar dan mengeluarkan bau aromatis
(Gambar 4). Pangkal daun berupa pelapah berbentuk silinder terbuka. Daun muda
berwarna hijau muda terang sedangkan daun tua berwarna hijau gelap. Ujung
daun membentuk sedikit lekukan.

Gambar 4 Daun adas
Bunga
Perbungaan adas berupa bunga payung majemuk/payung berganda (double
inflorescene). Bunga berupa payung (umbel) dimana pada satu ibu tangkai bunga
(peduncle) terangkai beberapa anak tangkai bunga (pedicle) dengan panjang
hampir sama. Anak tangkai bunga ini muncul dari tengah-tengah ibu tangkai
bunga (rachis). Pada ujung anak tangkai bunga, muncul lagi anak tangkai bunga
kedua yang mengulang dengan pola dasar yang sama (Gambar 5).
Pertumbuhan bunga adas berupa pertumbuhan tidak terbatas (indeterminate)
atau pertumbuhan monopodial. Pucuk ibu tangkai bunga tumbuh terus, bungabunga mekar dari bawah ke atas, dan tidak memiliki bunga terminal yang sejati.
Adas memiliki struktur bunga yang lengkap, yaitu terdiri dari kelopak, mahkota,
putik, dan benang sari. Bunga berukuran ± 2 mm. Kelopak tidak terlihat jelas.
Putik terletak di bagian tengah berwarna kuning terang mengkilat. Mahkota
berwarna kuning cerah, berjumlah lima helai, mengelilingi putik. Benang sari
berjumlah lima helai, muncul di antara mahkota dan berwarna kuning. Posisi
benang sari lebih tinggi daripada putik. Satu rangkaian tandan kecil bunga adas
memiliki beberapa bunga individu. Individu-individu bunga ini tidak mekar
secara serentak. Pada satu rangkaian tandan besar maupun tandan kecil, bungabunga terluar akan mekar terlebih dahulu kemudian diikuti bunga-bunga
selanjutnya yang berada di tengah.

12

Gambar 5 Bunga adas liar

Biji
Biji adas adalah buah yang telah mengering (Bermawi dan Azizah 1996).
Biji berbentuk bulat lonjong (Gambar 6). Satu buah adas terdapat dua biji yang
setangkup. Biji muda berwarna hijau sedangkan biji tua berwarna abu-abu
kehijauan. Biji berwarna cokelat kopi setelah mengering. Biji memiliki bau
aromatis.

6 mm

Gambar 6 Bentuk dan warna biji adas tua

Karakter morfologi adas liar di TN BTS yang telah diidentifikasi memiliki
karakter yang sama dengan karakter adas tipe Manoko (Jawa Barat) dan tipe
Cepogo (Jawa Tengah) yang telah dikarakterisasi oleh Bermawi dan Azizah
(1996) pada ketinggian 1200 m dpl. Hal ini menunjukan bahwa perbedaan
lingkungan tumbuh tidak mempengaruhi terjadinya keragaman pada karakter
morfologi tanaman adas, sehingga dapat dikatakan adas memiliki kestabilan
karakter morfologi yang cukup tinggi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bernath
et al. (1996) yang menunjukan bahwa karakter morfologi adas dari 13 daerah
berbeda di Hungaria memiliki kestabilan yang juga tinggi. Karakteristik morfologi
tanaman adas yang tumbuh di TN BTS dengan dua tipe adas lainnya
selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

13
Tabel 1 Karakteristik morfologi adas TN BTS, Manoko dan Cepogo
No

TN BTS

Manoko1

Cepogo1

bulat
hijau
kekuningan
hijau muda
pucat

bulat
hijau kekuningan

hijau gelap
hijau muda terang

bersudut
weak

hijau gelap
hijau muda
terang
tidak diketahui
tidak diketahui

lebih tinggi

lebih tinggi

lebih tinggi

kuning
kuning terang,
mengkilat
kuning cerah
5 helai
1 buah
5 helai
2 mm
tidak ada

kuning cerah
kuning
pucat/muda
kuning cerah
5 helai
1 buah
5 helai
2.8-3.4 mm
tidak diketahui

kuning cerah
kuning
pucat/muda
kuning cerah
5 helai
1 buah
5 helai
2.8-3.4 mm
tidak diketahui

hijau muda
coklat kopi

hijau muda
coklat kopi

Hijau muda
Coklat kopi

1
2

Karakter
Batang
Bentuk
Warna batang tua

3

Warna batang muda

bulat
hijau
kekuningan
hijau pucat

4
5

Daun
Warna daun tua
Warna daun muda

hijau gelap
hijau muda

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Letak daun
Lekukan ujung daun
Bunga
Posisi benang sari
terhadap putik
Warna mahkota
Warna putik
Warna tepung sari
Jumlah mahkota
Jumlah putik
Jumlah tepung sari
Ukuran bunga tunggal
Bunga jantan steril
Biji
Warna biji muda
Warna biji tua
1

hijau muda pucat

tidak diketahui
tidak diketahui

Hasil penelitian Bermawie dan Azizah (1996)

Karakter Agronomi
Karakter agronomi merupakan karakter penting yang dapat mempengaruhi
produksi tanaman. Karakter agronomi menjadi salah satu target seleksi untuk
mendapatkan varietas baru yang diharapkan. Tanaman liar biasanya memiliki
karakter yang tidak lebih baik dibandingkan tanaman budidaya karena tidak
adanya pemeliharaan. Tanaman adas liar di TN BTS sendiri memiliki rata-rata
tinggi tanaman setinggi 221.37 cm. Rata-rata jumlah ruas adalah 19.80 ruas per
batang utama.Rata-rata jumlah batang per rumpun adalah 39.36 batang. Rata-rata
jumlah cabang produktif per batang utama adalah 7.24 cabang. Rata-rata jumlah
tandan bunga per batang utama adalah 16.47 tandan. Rata-rata individu bunga per
tandan kecil 30.04 buah. Jumlah rangkain tandan kecil per tandan besar rata-rata
26.71 tandan. Rata-rata diameter bunga per tandan utama adalah 12.20 cm. Ratarata panjang ibu tangkai bunga adalah 7.65 cm dan rata-rata panjang anak tangkai
bunga adalah 2.91 cm. Perbandingan karakter agronomi tanaman adas TN BTS
dengan dua tipe adas lainnya yang telah dibudidayakan secara lengkap disajikan
pada Tabel 2.

14
Tabel 2 Karakter agronomi dari adas TN BTS, Manoko dan Cepogo
No

Karakter

1
2
3

Jumlah ruas
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah batang per
rumpun
Jumlah cabang
produktif per batang
utama
Jumlah tandan bunga
besar per batang utama
Jumlah individu bunga
per tandan kecil
Jumlah rangkaian
tandan kecil per tandan
besar
Diameter tandan bunga
besar (cm)
Panjang ibu tangkai
bunga (cm)
Panjang anak tangkai
bunga (cm)
Berat 1000 biji (g)

4

5
6
7

8
9
10
11

TN BTS
Manoko1
Cepogo1
Rataan Kisaran Rataan
Kisaran Rataan Kisaran
19.8
15-27
18.26
13-25 16.94
9-21
221.37
179-281 123.47
76-210 151.67
70-220
39.36
11-117
49.58
10-94 7.28
5-10
7.24

5-11

7.08

5-10 7.28

5-10

16.47

6-23

15.80

5-53 29.54

14-54

30.04

20-47

36.59

22-54 31.88

22-50

26.71

14-38

30.06

15-47 31.74

15-42

12.2

8-24

12.34

8.75-17.5 10.68

7.5-14.0

7.65

4.5-12.5

9.93

6.0-16.0 9.55

4.5-16.5

2.91

1.5-4.5

5.87

3.5-9.5 5.39

3.5-8.0

3.39

-

3.81

-

4.00

-

1

Hasil penelitian Bermawie dan Azizah (1996)

Data menunjukkan bahwa tanaman adas TN BTS memiliki karakter jumlah
ruas paling banyak dan tinggi tanaman paling tinggi diantara dua tipe adas lainnya,
sedangkan karakter agronomi untuk organ generatif (komponen hasil), rata-rata
memiliki nilai yang lebih kecil dari dua tipe adas lainnya. Hal ini dapat
disebabkan kondisi lingkungan di TN BTS sangat mendukung perkembangan
vegetatif tanaman, yaitu kadar N dalam tanah pada kawasan taman nasional yang
cukup tinggi hingga mencapai 0.35%. Menurut Kridati et al. (2012) kondisi
lingkungan yang menyebabkan fase vegetative lebih dominan daripada fase
generatif pada tanaman adalah jumlah kadar N dalam tanah yang melebihi normal,
yaitu lebih dari 0.1%.
Adas yang telah dibudidayakan memiliki nilai komponen hasil yang lebih
baik disebabkan tumbuh pada kondisi lingkungan yang telah dimodifikasi.
Pemupukan dan pengairan diberikan sesuai kebutuhan pada setiap stadia
perkembangan tanaman, sehingga perkembangan fase vegetatif dan generatif lebih
setimbang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah faktor genetik tanaman,
namun hal ini masih perlu dipastikan dengan penelitian lebih lanjut.

15
Rendemen Minyak Atsiri
Adas menghasilkan komoditas utama berupa minyak atsiri. Rendemen
minyak atsiri yang terkandung dalam biji menjadi salah satu faktor utama untuk
mendapatkan varietas unggul. Hasil destilasi adas TN BTS diperoleh rendemen
minyak sebesar 4.17%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya pada adas dari daerah lain (Tabel 3). Penelitian Damayanti
dan Setyawan (2012) pada penyulingan adas asal Boyolali (400-1400 m dpl)
menghasilkan rendemen minyak atsiri sebesar 2.02%. Penelitian Kridati et al.
(2012) pada adas budidaya di daerah Semarang (900-1000 m dpl) dan Salatiga
(620 m dpl) menghasilkan rendemen minyak atsiri masing-masing sebesar 3.10%
dan 3.57%.
Risfaheri dan Ma’mun (1998) menganalisis karakteristik minyak adas dari
dua varietas berbeda, yaitu varietas vulgare (adas pahit) yang diperoleh dari
daerah Cipanas (1500 m dpl), Lembang (1200 m dpl) dan daerah Jawa serta
varietas dulce yang diperoleh dari pedagang (adas manis). Hasil penelitiannya
menunjukan rendemen minyak adas verietas vulgare dari Cipanas dan Lembang
menghasilkan rendemen minyak atsiri masing-masing sebesar 3.83% dan 3.23%,
sedangkan rendemen minyak varietas dulce menghasilkan rendemen sebesar
2.23%. Menurut Hasanah (2004) adas varietas vulgare yang tidak dibudidayakan
menghasilkan rendemen minyak atsiri lebih tinggi. Jumlah rendemen minyak
atsiri juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan waktu pemanenan. Semakin
tinggi tempat tumbuh semakin besar kandungan minyaknya (Risfaheri dan
Ma’mun 1998). Waktu pemanenan yang baik adalah pada siang hari saat
fotosintesis sedang berlangsung maksimal sehingga biosintesis minyak atsiri juga
berlangsung optimal (Kridati et al. 2012).
Tabel 3 Rendemen minyak atsiri adas dari beberapa daerah
Asal adas
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Boyolali1
Semarang2
Salatiga2
Cipanas3
Lembang3

Rendemen minyak (%)
4.17
2.02
3.10
3.57
3.83
3.23

1

Hasil penelitian Damayanti dan Setyawan (2012)
Hasil penelitian Kridati et al. (2012)
3
Hasil penelitian Risfaheri dan Ma’mun (1998)
2

Profil Minyak Atsiri
Minyak atsiri pada adas dapat diperoleh dari beberapa organ tanaman
(batang, daun dan bunga), tetapi hasil minyak tertinggi diperoleh dari biji
(Stefanini et al. 2006). Minyak dari biji adas berwarna kuning jernih. Komponen
utama minyak atsiri pada adas adalah trans-anethol, fenchone, estragole dan
limonene (Aprotosoaie et al. 2010; Afify et al. 2011).

16
Komponen kimia diidentifikasi berdasarkan retention time (RT). Hasil
kromatogram minyak astsiri adas TN BTS dari GC-MS ditunjukan pada gambar 7.

Gambar 7 Kromatogram minyak atsiri adas Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) hasil GC-MS

Hasil kromatogram pada minyak atsiri adas menunjukan adanya enam
komponen utama (Tabel 4). Anethol merupakan komponen dengan kadar paling
tinggi (79.79%), diikuti fenchone (13,99%) dan estragole (2.77%), sedangkan
komponen lain memiliki kadar yang rendah. Anethol dan fenchone merupakan
komponen penting yang menentukan kualitas minyak adas. Kandungan anethol
pada adas varietas vulgare berkisar antara 61-70% dan kandungan fenchone dapat
mencapai 20%, sedangkan kandungan anethol pada adas varietas dulce berkisar
antara 84-90% dengan kandungan fenchone kurang dari 5% (Bernath et al. 1996).
Fenchone merupakan sejenis keton yang berbau seperti kamfer dan menyebabkan
rasa pahit pada minyak adas (Risfaheri dan Ma’mun 1998), hal ini yang
menyebabkan adas varietas vulgare disebut adas pahit (bitter fennel). Berdasarkan
kadar fenchone yang cukup tinggi (13.99%), maka adas liar di TN BTS termasuk
adas varietas vulgare.
Tabel 4 Komponen bioaktif minyak adas Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) pada uji GC-MS
Puncak
1
2
3
4
5
6

Retention time
4.234
8.339
15.916
29.997
38.721
49.035-56.064

Area (%)
1.17
0.46
13.99
2.77
79.79
1.81

Komponen
α-pinene
limonene
fenchone
estragole
anethol
cholesterol

17
Kandungan anethol pada adas TN BTS lebih tinggi dibandingkan dengan
adas dari daerah lain yang telah diidentifikasi oleh Damayanthie dan Setyawan
(2012) serta Risfaheri dan Ma’mun (1998) (Tabel 5). Hasil ini sejalan dengan
penelitian Conforti et al. (2006) dimana adas liar memiliki kandungan anethol
lebih tinggi dibandingkan dengan adas yang telah dibudidayakan. Faktor yang
mempengruhi kualitas minyak atsiri pada adas adalah kondisi iklim dan
penyimpanan. Suhu atmosfer dan suhu permukaan tanah yang rendah serta curah
hujan yang tinggi pada awal fase vegetatif tanaman menentukan tingginya jumlah
monoterpene pada minyak atsiri adas (Aprotosaie et al. 2010). Penyimpanan biji
adas selama tiga bulan pada suhu kamar menyebabkan komponen anethol
mengalami oksidasi dan reduksi menjadi p-anisaldehid, anis keton dan benzyl
metilketon (Agusta dan Harapini 1998).

Tabel 5 Perbedaan kandungan anethol adas liar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) dengan adas budidaya
Asal adas
Kadar anethol (%)
TN BTS
Boyolali1
Cipanas 2
Lembang 2

79.79
47.51
43.10
28.30

1

Hasil penelitian Damayanti dan Setyawan (2012)
Hasil penelitian Risfaheri dan Ma’mun (1998)

2

Aktivitas Antioksidan
Selain menghasilkan minyak atsiri, beberapa penelitian menunjukan bahwa
biji adas memiliki tingkat aktivitas antioksidan yang tinggi. Berdasarkan hasil
pengujian aktivitas antioksidan ekstrak biji adas menggunakan metode DPPH,
diperoleh nilai IC50 sebesar 10.4 mg mL-1 dengan tingkat penghambatan radikal
bebas sebesar 28.25%. Nilai ini termasuk sangat kecil dibandingkan dengan hasil
penelitian Anwar et al. (2009) pada ekstrak biji adas asal Pakistan dimana
diperoleh nilai IC50 0.023-0.026 mg mL-1, dengan tingkat penghambatan
mencapai 70.35%. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya
tingkat aktivitas antioksidan ini adalah jenis varietas adas. Penelitian Shahat et al.
(2011) menunjukan bahwa adas varietas vulgare memiliki tingkat aktivitas
antioksidan yang sangat kecil dibandingkan dengan varietas dulce dan azoricum.

18
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Tanaman adas liar di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki
karakter morfologi yang mirip dengan adas yang telah dibudidayakan, namun
memiliki karakter agronomi (komponen hasil) yang lebih kecil. Adas memiliki
kestabilan karakter morfologi yang tinggi. Adas Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru memiliki kuantitas dan kualitas minyak atsiri yang baik. Berdasarkan
kandungan anethol dan fenchone pada minyaknya, adas Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru termasuk kedalam varietas vulgare.
Saran
Eksplorasi tanaman adas diseluruh wilayah Indonesia masih perlu dilakukan
untuk mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber genetik yang ada.
Karakterisasi pada tingkat genetik diperlukan untuk memastikaan adanya
keragaman pada semua tipe adas secara genetik. Pengujian kandungan minyak
atsiri masih diperlukan dengan menggunakan lebih banyak contoh dan
perbandingan sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Pengujian aktivitas
antioksidan menggunakan beberapa metode lainnya juga diperlukan untuk
mengklarifikasi ulang hasil yang telah didapatkan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Balai Besar Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS) selaku badan pengelola taman nasional atas
izin yang diberikan untuk mengadakan penelitian di kawasan taman nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Afify AEMR, El-Beltagi HS, Hamama HSE, Sidky MM, Mostafa OFA. 2011.
Distribution of trans-anethole and estragole in fennel (Foeniculum
vulgareMill) of callus induced from different seedling parts and fruits. Not
Sci Biol. 3(1):79-86.
Agusta A, Harapini M. 1998. Perubahan komposisi komponen kimia minyak adas
(Foeniculum vulgare Mill.) karena penyimpanan. Warta Tumbuhan
Indonesia. 4(1): 16-18
Anwar F, Ali M, Hussaina AI, Shahida M. 2009. Antioxidant and antimicrobial
activities of essential oil and extracts of fennel (Foeniculum vulgare Mill.)
seeds from Pakistan. Flavour Fragr. J. 24:170-176.

19
Aprotosoaie AC, Spac A, Hancianu M, Miron A, Tanasescu VF, Dorneanu V,
Stanescu U. 2010. The chemical profile of essential oils obtained from
fennel fruits (Foeniculum vulgare Mill.). Farmacia. 58(1):46-53.
Bantain M, Chung B. 1994. Effects of irrigation and nitrogen on the yield
components of fennel (Foeniculum vulgare Mill.). Aust. J. Exp. Agric.
34(6): 845-849. doi: 10.1071/EA9940845.
Bermawie N, Azizah N. 1996. Karakterisasi dan dokumentasi plasma nutfah adas
(Foeniculum vulgare MILL.).Laporan Bagian Proyek Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Cimanggu (ID): Balitro.
Bernath J, Nemeth E, Kattaa A, Hethelyi E. 1996. Morphological and chemical
evaluation of fennel (Foeniculum vulgare Mill.) population of different
origin.J. Essent. Oil Res. 8:247-253.
Buhler DR, Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. Linus Pauling
Institute. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 25]; hlm 1. Tersedia pada
http://lpi.oregonstate.edu/f-w00/flavonoid.html
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2012. Join FAO/WHO Food Standart
Programme Codex Alimentarius Commission. Rome (IT): CAC.
[CGIAR] Consultative Group on International Agriculture Research. 2011.
Characterization. [Internet]. Montpellier (FR): SGRP. hlm 1; [diunduh 2013
Jan 4]. Tersedia pada http://cropgenebank.sgrp.cgiar.org/index.php?
option=comcontent&view=article&id=47&Itemid=205
Choi EM, Hwang JK. 2004. Anti imflamatory, analgesic and antioxidant activities
of the fruit of Foeniculum vulgare. Fitoterapia. 75(6):557-556.
Conforti F, Statti G, Uzunov D, Menichini F. 2006. Compartive chemical
composition and antioxidant activities of wild and cultivated Laurus nobilis
L. leaves and Foeniculum vulgare subsp. piperitum (Ucria) coutinho seeds.
Biol. Pharm. Bull. 29(10):2056-2064.
Damayanti A, Setyawan E. 2012. Essential oil extraction of fennel seed
(Foeniculum vulgare) using steam distillation. Int. J. Sci. Eng. 3(2):12-14.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2004. Trade in Medical Plants. Rome
(IT): FAO Corporate Document Repository.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2013. Crops and Livestock Products,
Trade (FAOSTAT) Dataset. [Internet]. Rome (IT): FAO. [diunduh 2014 Feb
20]. Tersedia pada http://data.fao.org/dataset-data-filter?entryId=88ac1019febf-4771-a89b7af36f595024&tab=data&type=Dimensionmember&uuidRe
source=99319968-793d-4c6d-a86a-43abe5a12873
El-Soud NA, El-Laithy N, El-Saeed G, Wahby MS, Khalil M, Morsy F, Shaffie N.
2011. Antidiabetic activities of Foeniculum vulgare Mill. Essential oil in
streptozocin induced diabetic rats. Maced J Med Sci. doi.10.3889/
MJMS.1957-5773.2011.0173.
Gulfraz M, Mahmood S, Minhas N, Jabeen N, Kausar R, Jabeen K, Arshad G.
2008. Composition and antimicrobial properties of essential oil of
Foeniculum vulgare. Afr J Biotechnol. 7(24):4364-4368.
Hasanah M. 2004. Perkembangan teknologi budidaya adas (Foeniculum vulgare
Mill.). J Litbangtan. 23(4):139-144.
[HSA] Herb Society of America. 2005. Fennel. Kirtland (US): HSA.
Januwati M, Pitono J. 1998. Pengaruh pupuk P dan K terhadap pertumbuhan
tanaman adas. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 4(1):27-29.

20
Kridati EM, Prihastanti E, Haryanti S. 2012. Rendemen minyak atsiri dan
diameter organ serta ukuran sel minyak tanaman adas (Foeniculum vu