Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan Menurut Perspektif Gender

PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP
PENGEMBANGAN BAMBU DI KABUPATEN PEKALONGAN
MENURUT PERSPEKTIF GENDER

SUKMANDARI HERSANDINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Sikap
Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan Menurut
Perspektif Gender adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Sukmandari Hersandini
NIM E14100036

ABSTRAK
SUKMANDARI HERSANDINI. Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap
Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan Menurut Perspektif Gender.
Dibimbing oleh LETI SUNDAWATI.
Pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu
upaya pengelolaan hutan rakyat yang ditempuh pemerintah daerah untuk
membantu meningkatkan pendapatan masyarakat dan melestarikan salah satu
jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan di kabupaten tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi dan sikap masyarakat
terhadap pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan. Penelitian dilakukan di
Desa Kutorejo Kecamatan Kajen terhadap 73 rumah tangga petani peserta
program pengembangan bambu dengan komposisi responden 12 orang laki-laki
dan 61 orang perempuan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui tingkat persepsi

laki-laki baik dan perempuan sangat baik. Karakteristik responden yang
berkorelasi dengan persepsi laki-laki secara signifikan adalah jumlah anggota
keluarga, dan persepsi perempuan berkorelasi dengan pekerjaan, pendapatan, dan
kontribusi bambu bagi pendapatan. Tingkat sikap masyarakat laki-laki termasuk
kategori baik dan perempuan termasuk kategori sangat baik. Karakteristik luas
lahan yang dimiliki mempengaruhi pembentukan sikap laki-laki secara signifikan,
sedangkan untuk perempuan tidak ada karakteristik responden yang
mempengaruhi sikap secara signifikan.
Kata kunci: bambu, gender, persepsi, sikap

ABSTRACT
SUKMANDARI HERSANDINI. People’s Perception and Attitude about
Bamboo’s Development in The Regency of Pekalongan with Gender Perspective.
Supervised by LETI SUNDAWATI.
The Government of Pekalongan Regency is developing bamboo as one of
primary Non Timber Forest Product (NTFP), to improve community welfare and
conserve natural resources. The purpose of study is to analys perception and
attitude of people about bamboo’s development in Pekalongan Regency. Survey
has been conducted to 73 family who joint bamboo’s development programme
with respondent composition of 12 male and 61 female at Kutorejo Village, Kajen

District. The result of study shows that male respondent good and has while
female respondent very good perception. The characteristic of number of family
member significantly affect the male respondent perception and profesion,
income, and bamboo’s contribution for income of female respondent perception.
Beside that male respondent good and woman respondent very good attitude. The
characteristic of land area owned significantly affect the male respondent attitude,
while there is no factor affecting significantly in female respondent attitude.
Keywords: attitude, bamboo, gender, perception

PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP
PENGEMBANGAN BAMBU DI KABUPATEN PEKALONGAN
MENURUT PERSPEKTIF GENDER

SUKMANDARI HERSANDINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu di
Kabupaten Pekalongan Menurut Perspektif Gender
Nama
: Sukmandari Hersandini
NIM
: E14100036

Disetujui oleh

Dr Ir Leti Sundawati, MScFTrop
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah
perspektif gender dalam pengelolaan hutan, dengan judul Persepsi dan Sikap
Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan Menurut
Perspektif Gender.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Leti Sundawati, MScFTrop
selaku pembimbing, serta pihak lain yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, seluruh
keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Sukmandari Hersandini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Kerangka Pikir

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Alat dan Bahan Penelitian


3

Pemilihan Daerah Contoh dan Jumlah Responden

3

Jenis Data yang Dikumpulkan

4

Uji Validitas dan Reliabilitas

4

Pengolahan dan Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


8

Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Pekalongan

8

Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan

9

Karakteristik Responden

12

Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu

15

Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan

Bambu

18

Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap Masyarakat
terhadap Pengembangan Bambu
18
SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA


21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Tingkat Reliabilitas Metode Alpha Cronbach
Skor pertanyaan pada persepsi
Kategori tingkat persepsi

4
5
5

Skor pertanyaan pada sikap
Kategori tingkat sikap

6
6

Data dan pengolahan karakteristik responden
Luasan hutan rakyat tahun 2009−2013 di Kabupaten Pekalongan
Luasan lahan kritis tahun 2009 dan 2013 di Kabupaten Pekalongan
Sebaran potensi bambu di Kabupaten Pekalongan
Distribusi responden berdasarkan umur
Distribusi responden berdasarkan pendidikan
Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama
Distribusi responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki
Distribusi responden berdasarkan pendapatan per tahun
Distribusi responden berdasarkan kontribusi bambu bagi pendapatan
Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu menurut
jenis kelamin
Rata-rata tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu
Tingkat sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu menurut
jenis kelamin
Rata-rata tingkat sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu
Korelasi persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu
Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi
Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap

7
8
9
10
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kerangka pikir penelitian
Bambu di pekarangan rumah
Bambu di pinggiran sungai
Kegiatan pelatihan usaha ekonomi produktif/kreatif berbasis kehutanan
bagi masyarakat di sekitar hutan
5 Kegiatan keterampilan para ibu dalam memanfaatkan bambu

2
9
9
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran luasan hutan rakyat beserta jenis tanamannya di Kabupaten
Pekalongan tahun 2013
2 Lahan kritis Kabupaten Pekalongan tahun 2013
3 Peta Desa Kutorejo Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan tahun
2013
4 Jenis bambu di Indonesia beserta kegunaannya
5 Uji validitas dan reliabilitas kuisioner

23
24
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumberdaya alam berupa hamparan lahan dengan
didominasi pohon yang saling berinteraksi satu sama lain. Semakin pesatnya laju
pertumbuhan penduduk membuat laju kerusakan hutan semakin meningkat, untuk
itu dibutuhkan sebuah pengelolaan hutan yang lebih baik dan lestari agar fungsi
hutan tetap terjaga. Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan dalam hal ini
melalui Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) khususnya sub
bidang kehutanan terus melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Adapun
salah satu cara yang dilakukan dengan pengembangan hutan rakyat di 19
kecamatan yang ada. Upaya pengembangan hutan rakyat ini sejalan dengan
pendapat Suharjito (2000) bahwa beberapa faktor yang mendorong budidaya
hutan rakyat di Jawa adalah faktor ekologis, ekonomi, dan budaya.
Hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan mampu mengurangi laju kerusakan
hutan dan lahan di Kabupaten Pekalongan terlihat dari kenaikan luasan hutan
rakyat sebesar 2% pada lima tahun terakhir, tahun 2009 luasnya sebesar 17 993.45
ha menjadi 18 360.31 ha pada tahun 2013. Megalina (2009) berpendapat bahwa
hutan rakyat sebagai alternatif untuk mengatasi masalah lahan kritis dan
meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam pengelolaannya masih dilakukan
secara sederhana dan belum memperhatikan prinsip ekonomi sehingga manfaat
yang diperoleh belum optimal, karena lebih mengandalkan faktor alam dengan
teknik budidaya yang minim serta kurang memperhatikan kelestarian hasil.
Pengelolaan hutan rakyat hingga kini terus dibenahi, dikembangkan dan
ditingkatkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan. Berbagai program
terkait pengembangan hasil hutan juga terus dijalankan, seperti yang sedang
berjalan sekarang yaitu pengembangan bambu. Pengembangan bambu di
Kabupaten Pekalongan merupakan langkah strategis yang diambil karena potensi
bambu yang masih baik dan bambu mempunyai berbagai manfaat. Bambu selain
dikenal sebagai tanaman pencegah erosi juga dapat membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat dengan menjadikannya sebagai bahan baku berbagai
jenis kerajinan, dan apabila dikembangkan lebih jauh tanaman bambu dapat
dijadikan sebagai komoditas substitusi kayu, rotan, dan plastik. Program ini
didorong juga dengan adanya rencana pembentukan sentra Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) 2013 wilayah kerja BPDAS Pemali Jratun yang menjadikan
Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Demak sebagai sentra HHBK bambu di
Jawa Tengah.
Menganalisis kebutuhan kebijakan program pengembangan bambu yang
tepat sasaran diperlukan studi terkait kondisi masyarakat serta karakteristik yang
akan membentuk persepsi dan sikapnya. Sehingga tingkat persepsi dan sikap
masyarakat terhadap pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan menurut
perspektif gender ini perlu dikaji, sebagai salah satu bahan acuan dalam
mewujudkan kelancaran dan keberhasilan program pengembangan bambu dan
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan yang semakin baik
kedepannya serta terwujudnya keadilan gender dalam pengelolaan hutan di
Kabupaten Pekalongan.

2
Kerangka Pikir
Semakin pesatnya kenaikan laju kerusakan hutan di Kabupaten Pekalongan
mendorong Pemerintah daerah melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan.
Dalam hal ini banyak dibangun dan dikembangkan hutan rakyat di Kabupaten
Pekalongan dengan sistem pengelolaan hutan yang lestari. Berbagai program
pengembangan hasil hutan juga terus dilaksanakan yang salah satunya adalah
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan.
Demi keberlangsungan program ini diperlukan peran serta masyarakat yang
dilihat menurut perspektif gender, demi terwujudnya pengelolaan hutan rakyat
dan pembangunan kehutanan yang berkeadilan gender. Analisis persepsi dan
sikap laki-laki dan perempuan dilihat berdasarkan karakteristik responden berupa
umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, luas lahan yang
dimiliki, pendapatan keluarga, dan kontribusi bambu bagi pendapatan keluarga.
Berdasarkan pemikiran ini dapat dibentuk kerangka pemikiran secara sederhana
yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Peningkatan Laju Kerusakan Hutan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Hutan Rakyat
Pengelolaan Hutan Rakyat
Pemanfaatan Hasil Hutan
Program Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (Bambu)
Pemerintah

Masyarakat

Laki-laki

Perempuan

Karakteristik responden

Karakteristik responden

Persepsi

Persepsi

Sikap

Sikap

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3
Tujuan Penelitian
Menganalisis persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu
di Kabupaten Pekalongan menurut perspektif gender, dan menganalisis hubungan
karakteristik responden dengan persepsi dan sikap masyarakat terhadap
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan.

Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan memberikan gambaran tindakan
bagi para pengambil keputusan dalam program pengembangan bambu yang
berwawasan gender.
2. Menyediakan data terpilah jenis kelamin sebagai acuan untuk menyusun
program-program selanjutnya dalam pengelolaan hutan rakyat yang responsif
gender.
3. Sebagai bahan informasi bagi penelitian selanjutnya.

METODE
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
sebagai interview guide disertai alat tulis dan alat rekam untuk wawancara di
lapangan, kamera untuk keperluan dokumentasi, kalkulator, laptop, Microsoft
Excel, IBM SPSS (Statistical Program for Social Science) Statistics 22 dan
Microsoft Word untuk pengolahan data.

Pemilihan Lokasi dan Jumlah Responden
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai bulan Juni 2014 di
Desa Kutorejo Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu desa sasaran program
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan dengan potensi bambu yang
masih cukup baik. Sasaran penelitian ini yaitu rumah tangga petani peserta
program pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan, yang terdiri dari petani
dan pengrajin bambu. Sampel yang diteliti terdiri dari laki-laki dan perempuan
dengan jumlah yang dihitung berdasarkan metode Slovin (Rahayu 2005), yaitu
dengan rumus:
N
n=
1+Ne²

Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas toleransi kesalahan (10%)

4
Jumlah populasi petani dan pengrajin bambu laki-laki dan perempuan
keseluruhan (N) sebanyak 267 jiwa, maka diperoleh nilai n sebesar 72.75 atau 73
orang untuk keseluruhan responden laki-laki dan perempuan. Jumlah responden
laki-laki (n1) dan responden perempuan (n2) ditentukan secara random
berdasarkan perbandingan komposisi laki-laki 45 orang dan perempuan 222 orang
(17 : 83) di daerah tersebut, sehingga didapatkan nilai n1 sebanyak 12 orang dan
n2 sebanyak 61 orang.

Jenis Data yang Dikumpulkan
Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian, yaitu: jenis data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara, yang terdiri dari:
 Identitas responden (nama, jenis kelamin, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan dan jumlah anggota keluarga, pendapatan, kontribusi bambu
terhadap pendapatan)
 Persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu di Kabupaten
Pekalongan (Pengenalan dan pengetahuan bambu, manfaat bambu bagi
kehidupan masyarakat, pengembangan bambu)
 Sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan
(ketertarikan, kesetujuan, dukungan, dan kesediaan untuk dilibatkan dalam
program pengembangan bambu)
 Saran terhadap pengembangan bambu dan pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Pekalongan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen, arsip, laporan dari
instansi dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Data yang diambil
berupa kondisi umum lokasi penelitian, data potensi bambu, sebaran hutan rakyat
di Kabupaten Pekalongan dan data-data lainnya.

Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan sebelum kuisioner digunakan di
lapangan untuk menentukan keabsahan dan konsistensi alat ukur/kuisioner yang
digunakan dalam penelitian ini, sehingga dapat digunakan berulang-ulang kepada
kelompok yang sama dan hasil data yang sama. Uji reliabilitas menggunakan
metode koefisien alpha cronbach pada software SPSS 17.0 (Sarwono 2006). Jika
ri positif dan nilainya mendekati 1 (mempunyai alpha cronbach lebih dari 0.6)
maka pengukuran yang digunakan reliabel (Tabel 1).
Tabel 1 Tingkat reliabilitas metode alpha cronbach
Alpha
Tingkat reliabilitas
0.00 − 0.20
Kurang reliabel
> 0.20 − 0.40
Agak reliabel
> 0.40 − 0.60
Cukup reliabel
> 0.60 − 0.80
Reliabel
> 0.80 − 1.00
Sangat reliabel

5
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas menggunakan program IBM
SPSS (Statistical Program for Social Science) Statistic 22, diketahui dari 10
pertanyaan penduga persepsi jumlah pertanyaan yang valid sebanyak 7 pertanyaan
dengan nilai reliabilitas (Cronbach’s Alpha) sebesar 0.591 sehingga dapat
disimpulkan pertanyaan tersebut valid dan cukup reliabel. Adapun untuk
pertanyaan penduga sikap dari 6 pertanyaan jumlah pertanyaan yang valid adalah
4 pertanyaan dengan nilai reliabilitas sebesar 0.747 sehingga pertanyaan penduga
sikap tersebut dapat disimpulkan valid dan reliabel.

Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan pengolahan dan analisis
data:
1. Sistem pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan
Data yang didapatkan diolah dan dianalisis secara deskriptif disajikan dalam
bentuk tabulasi untuk mendapatkan gambaran sistem pengelolaan hutan rakyat
di Kabupaten Pekalongan.
2. Pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan
Data yang didapatkan diolah dan dianalisis secara deskriptif disajikan dalam
bentuk tabulasi dan gambar untuk mendapatkan gambaran program
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan.
3. Persepsi masyarakat menurut perspektif gender
Persepsi masyarakat laki-laki dan perempuan terhadap pengembangan
bambu di Kabupaten Pekalongan diukur berdasarkan jumlah skor dari 7
pertanyaan persepsi dalam kuisioner dengan menggunakan skala Likert. Skor
dari masing-masing pertanyaan tertera pada Tabel 2 dan untuk
mengkategorikan tingkat persepsinya bisa dilihat pada Tabel 3.

Kategori
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju

Kategori
Sangat baik
Baik
Cukup
Tidak baik
Sangat tidak baik

Tabel 2 Skor pertanyaan pada persepsi
Skor
3
2
1
Tabel 3 Kategori tingkat persepsi
Skor
18.2 ≤ X < 21.0
15.4 ≤ X < 18.2
12.6 ≤ X < 15.4
9.8 ≤ X < 12.6
7 ≤ X < 9.8

4. Sikap masyarakat menurut perspektif gender
Sikap masyarakat laki-laki dan perempuan terhadap pengembangan bambu
di Kabupaten Pekalongan diukur berdasarkan jumlah skor dari 4 pertanyaan
sikap dalam kuisioner dengan menggunakan skala Likert. Skor dari masing-

6
masing pertanyaan tertera pada Tabel 4 dan untuk mengkategorikan tingkat
persepsinya bisa dilihat pada Tabel 5.

Kategori
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju

Kategori
Sangat baik
Baik
Cukup
Tidak baik
Sangat tidak baik

Tabel 4 Skor pertanyaan pada sikap
Skor
3
2
1
Tabel 5 Kategori tingkat sikap
Skor
10.4 ≤ X < 12.0
8.8 ≤ X < 10.4
7.2 ≤ X < 8.8
5.6 ≤ X < 7.2
4 ≤ X < 5.6

5. Karakteristik responden
Karakteristik responden yang dapat mempengaruhi masyarakat baik lakilaki maupun perempuan dalam membentuk persepsi dan sikap terhadap
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan diukur dengan menggunakan
skala Likert seperti tercantum dalam Tabel 6.

7
Tabel 6 Data dan pengolahan karakteristik responden
Variabel

Umur (tahun)

Tingkat pendidikan

Jumlah anggota
keluarga (orang)

Pekerjaan

Luas lahan yang
dimiliki (ha)

Pendapatan keluarga
(Rp/tahun)

Kontribusi bambu bagi
pendapatan keluarga
(%)

Kategori
15 – 25
26 – 36
37 – 47
48 – 58
> 59
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Diploma
2–4
5–7
8 – 10
> 10
Ibu/Bapak rumah tangga
Buruh/Karyawan swasta
PNS
Wirausaha
Petani
0 − 0.25
0.26 − 0.50
0.51 − 0.75
0.76 – 1
>1
< 500 000
500 000 − < 1 000 000
1 000 000 − < 5 000 000
5 000 000 − 10 000 000
> 10 000 000
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 – 100

Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Dasar pengukuran

Sebaran contoh

Sebaran contoh

Sebaran contoh

Sebaran contoh

Sebaran contoh

Sebaran contoh

Sebaran contoh

6. Uji korelasi dan hubungan antar peubah
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
integratif, yaitu gabungan antara metode kuantitatif deskriptif dan metode

8
kualitatif. Pada analisis kuantitatif digunakan uji korelasi peringkat Spearman
untuk melihat besarnya hubungan antar peubah yang digunakan dalam
menduga karateristik responden yang mempengaruhi tingkat persepsi dan sikap
masyarakat terhadap pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan.
Digunakan program Microsoft Excel dan IBM SPSS Statistics 22.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Pekalongan
Hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan kondisinya 5 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan yang cukup baik seperti yang tertera pada Tabel 7. Hutan
rakyat tersebut tersebar di 19 kecamatan, yaitu: Bojong, Buaran, Doro, Kajen,
Kandangserang, Karanganyar, Karangdadap, Kedungwuni, Kesesi, Lebakbarang,
Paninggaran, Petungkriyono, Siwalan, Sragi, Talun, Tirto, Wiradesa, Wonokerto,
dan Wonopringgo. Tabel 7 memperlihatkan bahwa dari tahun 2009 luas hutan
rakyat 17 933.45 ha dan menjadi 18 360.31 ha pada tahun 2013.
Tabel 7 Luasan hutan rakyat tahun 2009−2013 di Kabupaten Pekalongan
Tahun
Luas hutan rakyat (ha)
Persentase kenaikan (%)
2009
17 993.45
2010
19 096.24
5.77
2011
18 089.77
-5.56
2012
18 167.31
0.43
2013
18 360.31
1.05
Sumber: DPPK Kabupaten Pekalongan 2013

Peningkatan luasan hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan terjadi setelah
terlaksananya berbagai program terkait pengembangan dan pengkayaan hutan
rakyat yang terus dibuat dan dilaksanakan oleh Pemerintah daerah dalam hal ini
melalui Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten
Pekalongan. Program tersebut diantarnya adalah kegiatan pemberian bantuan bibit
kepada masyarakat dan penyuluhan akan pentingnya serta manfaat pembangunan
hutan rakyat. Upaya ini terus dilakukan agar bisa mengurangi lahan kritis dan bisa
membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Pekalongan.
Tabel 8 memperlihatkan perbandingan dan perubahan luasan setiap kondisi lahan
kritis di Kabupaten Pekalongan tahun 2009 dengan tahun 2013.

9
Tabel 8 Luasan lahan kritis tahun 2009 dan 2013 di Kabupaten Pekalongan
Tahun

Kondisi
Sangat kritis (ha)
Kritis (ha)
Agak kritis (ha)
Potensial kritis (ha)

2009
733.02
2316.67
4184.89
8329.19

2013
0
607.430
9105.267
9452.023

Perubahan
-733.02
-1709.24
4920.40
1122.80

Sumber: DPPK Kabupaten Pekalongan 2013

Hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan pada umumnya memiliki pola tanam
sistem agroforestri, di mana tidak hanya ditanami dengan jenis kayu-kayuan saja
namun di bawahnya juga ditanami dengan jenis tanaman seperti ketela pohon,
jagung, lengkuas, dan nilam. Jenis pohon yang ditanam kebanyakan merupakan
jenis yang cepat tumbuh seperti sengon, ada pula jenis yang menghasilkan buah
dan HHBK lain seperti durian, petai, rambutan, jengkol, bakau, pinus, dan damar,
serta beberapa juga ada yang menanam jenis mahoni, suren, dan jati. Manfaat dari
hutan rakyat di Kabupaten Pekalongan ini bisa langsung dirasakan oleh
masyarakat, selain hasilnya dijual untuk menambah pendapatan juga bisa
digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Pengembangan Bambu di Kabupaten Pekalongan
Bambu merupakan tanaman masyarakat Indonesia yang sudah dikenal
secara luas dan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Bambu juga memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan,
antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk
dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu, bambu
juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak
ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan (Rahmawati 2009). Gambar 2 dan 3
memperlihatkan lokasi tanaman bambu di Kabupaten Pekalongan yang berada di
pekarangan rumah dan di pinggiran sungai.

Gambar 2 Bambu di pekarangan rumah

Gambar 3 Bambu di pinggiran sungai

Melimpahnya sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Pekalongan
terutama di sektor kehutanan, memicu pemerintah daerah dengan melalui DPPK
mengembangkan beberapa program yang salah satunya adalah pengembangan
bambu. Program ini mengacu pada Surat Keputusan Bupati No. 522/412/Tahun

10
2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Penetapan Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) Unggulan di Kabupaten Pekalongan, yaitu: durian, getah pinus, jamur
tiram, dan bambu. Adanya program ini selain bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dari hasil budidaya bambu baik berupa penjualan
langsung maupun hasil olahan kerajinan bambu, juga demi menyukseskan rencana
pembentukan sentra bambu di Kabupaten Pekalongan. Berikut data sebaran
potensi bambu di Kabupaten Pekalongan tertera pada Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran potensi bambu di Kabupaten Pekalongan
Kecamatan
Kesesi
Kajen
Talun
Karanganyar
Kandangserang
Paninggaran
Doro
Lebak Barang
Petung Kriyono
Jumlah

Luas (ha)
45.0
45.0
40.0
683.6
30.0
45.0
40.0
40.0
25.0
993.6

Potensi
Jenis
tanaman
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal
Lokal

Perkiraan produksi
(batang/ha/tahun)
500
500
500
4150
500
500
500
500
500
8150

Sumber: DPPK Kabupaten Pekalongan 2013

Perkiraan potensi bambu yang cukup baik untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat baik dalam produksi maupun memasarkan bambu dan
produk olahan bambu lainnya di Kabupaten Pekalongan, jika dilihat dari perkiraan
produksi 8150 batang/ha/tahunnya dan luas lahan bambu 993.6 ha dengan harga
jual bambu Rp 7000 per batangnya, maka setiap tahun dapat diperkirakan
menghasilkan pendapatan Rp 56 684 880 000. Masyarakat perlu dibekali dengan
penyuluhan dan berbagai pelatihan terkait budidaya dan pembuatan olahan
kerajinan bambu agar nantinya bambu bisa terus dilestarikan serta berdampak
positif bagi kehidupan masyarakat. Menurut Nadeak (2009) bambu juga
merupakan bahan baku yang cukup tersedia dan murah untuk membuat alat-alat
dan perabotan rumah tangga, bahan bangunan, pipa untuk distribusi air, instrumen
musik, dan keperluan keagamaan. Selain itu, beberapa jenis bambu merupakan
tanaman hias maupun pengolah penyaring limbah dan pencegah erosi. Bambu
tergolong ke dalam hasil hutan non kayu yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti kayu.
Program pengembangan bambu sudah dimulai sejak Oktober 2013, namun
kegiatan yang sudah terlaksana baru seputar pendataan potensi, seminar, diskusi,
dan pelatihan kerajinan bambu bagi masyarakat yang diikuti oleh 30 orang
perwakilan petani bambu dari masing-masing kecamatan di Kabupaten
Pekalongan.

11

(a)
(b)
Gambar 4 Kegiatan pelatihan usaha ekonomi produktif/kreatif berbasis kehutanan
bagi masyarakat di sekitar hutan (a) pemaparan materi dan (b) para
peserta pelatihan
Gambar 4 memperlihatkan kegiatan pelatihan usaha ekonomi
produktif/kreatif berbasis kehutanan bagi masyarakat di sekitar hutan yang telah
dilaksanakan pada tanggal 20 hingga 21 Mei 2014 di Hotel Indonesia Pekalongan.
Materi pelatihan disampaikan oleh 3 pihak pada Gambar (a) yaitu dari DPPK
Kabupaten Pekalongan, Balai pengendali pemanfaatan hasil hutan wilayah III, dan
Pusat penelitian dan pengembangan keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil
hutan Bogor. Pada Gambar (b) para peserta pelatihan dibekali wawasan seputar
bambu dan pelatihan usaha bambu baik kerajinan, pengawetan, hingga produkproduk kreatif bambu lain hasil penelitian badan penelitian dan pengembangan
(LITBANG) seperti pembuatan bambu lamina. Pada bulan Oktober 2014
kegiatannya akan berlanjut dengan penerapan di lapangan, pemerintah akan
memberikan bantuan bibit bambu kultur jaringan sebanyak 7400 bibit dan pisau
pembelah bambu sebanyak 120 buah kepada beberapa desa pada kecamatan yang
sebelumnya telah didata potensinya, yaitu Desa Batursari, Sengare, dan
Karangasem (Kecamatan Talun), Desa Tambakroto, Kutorejo, dan Linggoasri
(Kecamatan Kajen), Desa Tenogo dan Lambanggelun (Kecamatan Paninggaran),
Desa Wangkelang (Kecamatan Kandangserang), Desa Gutomo dan Pedawang
(Kecamatan Kesesi).
Desa Kutorejo berada di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan, dengan
mata pencaharian utama sebagian besar penduduknya sebagai petani. Komoditas
utama dari desa ini berdasarkan buku profil desa tahun 2013 adalah padi dengan
luasan sawah padi hingga bulan November 2013 tercatat 72 ha, selain itu ada
komoditas lain berupa tebu dan bambu. Bambu di Desa Kutorejo umumnya
merupakan warisan atau peninggalan dari orang tua yang di tanam di pekarangan
rumah warga dan banyak juga yang tumbuh secara alami di pinggiran sungai.
Jenis bambu yang ditanam diantaranya bambu tali, wulung, dan kasap, namun
sebagian besar yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jenis bambu tali.
Jenis bambu tali inilah yang hampir setiap hari dimanfaatkan oleh sebagian besar
masyarakat untuk membuat kerajinan berupa anyaman kotak/tempat nasi atau
yang lebih sering disebut masyarakat dengan istilah “besek”. Masyarakat Desa
Kutorejo sudah mengenal kerajinan ini sejak tahun 1972 yang dipelopori oleh
seorang warga pendatang asal Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem,
Kabupaten Batang. Adanya keterampilan ini bagi sebagian besar masyarakat

12
terutama para perempuan merasa terbantu, selain bisa menambah penghasilan
juga pengalaman dan keterampilan ilmu baru seperti terlihat pada Gambar 5.

(a)
(b)
Gambar 5 Kegiatan keterampilan para ibu dalam memanfaatkan bambu (a)
keterampilan menyayat bambu secara manual dan (b) keterampilan
menganyam bambu
Masyarakat Desa Kutorejo telah dikenal oleh masyarakat dari berbagai
kecamatan terutama di Kabupaten Pekalongan sebagai pengahasil kerajinan besek
yang bagus. Keluhan masyarakat akhir-akhir ini adalah semakin sulitnya mencari
bahan baku dan mahalnya harga bambu tali di Desa Kutorejo sehingga
menurunkan produksi besek, karena dinilai tidak sebanding dengan harga jualnya.
Kondisi demikian yang menjadikan masyarakat mempunyai berbagai persepsi dan
sikap akan hal ini.

Karakteristik Responden
Umur
Responden laki-laki dan perempuan di Desa Kutorejo Kecamatan Kajen
terdiri dari berbagai tingkatan umur. Responden laki-laki didominasi oleh
kelompok umur 48 hingga 58 tahun yaitu sebesar 58.33%, sedangkan responden
perempuan didominasi oleh kelompok umur 37 hingga 47 tahun sebesar 50.82%.
Distribusi responden berdasarkan umur tertera pada Tabel 10.
Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan umur
Responden
Kelompok umur
(tahun)
15 – 25
26 – 36
37 – 47
48 – 58
> 59
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
0
0.00
0
0.00
3
25.00
7
58.33
2
16.67
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
1
1.64
11
18.03
31
50.82
16
26.23
2
3.28
61
100.00

13
Pendidikan
Pendidikan responden di Desa Kutorejo Kecamatan Kajen baik laki-laki
maupun perempuan didominasi oleh kelompok dengan tingkat pendidikan terakhir
SD yaitu sebesar 58.33% dan 49.18%. Distribusi responden berdasarkan tingkat
pendidikan terakhir tertera pada Tabel 11.
Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan pendidikan
Responden
Kelompok
pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Diploma
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
1
8.33
7
58.33
3
25.00
1
8.33
0
0.00
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
11
18.03
30
49.18
14
22.95
5
8.20
1
1.64
61
100.00

Jumlah Anggota Keluarga
Dalam karakteristik jumlah anggota keluarga responden laki-laki didominasi
dengan 5 hingga 7 orang sebanyak 58.33%, sedangkan responden perempuan
didominnasi dengan 2 hingga 4 orang sebanyak 50.82%. Distribusi responden
menurut jumlah anggota keluarga tertera pada Tabel 12.
Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Responden
Jumlah anggota keluarga
(orang)
2–4
5–7
8 – 10
> 10
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
3
25.00
7
58.33
2
16.67
0
0.00
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
31
50.82
28
45.90
1
1.64
1
1.64
61
100.00

Pekerjaan
Pekerjaan responden laki-laki lebih didominasi sebagai petani sebesar
58.33%, sedangkan responden perempuan lebih didominasi sebagai ibu rumah
tangga yaitu sebesar 36.92%. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan tertera
pada Tabel 13.

14
Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama
Responden
Kelompok pekerjaan
Ibu/Bapak rumah tangga
Petani
Wirausaha
Buruh/Karyawan swasta
PNS
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
0
0.00
7
58.33
2
16.67
2
16.67
1
8.33
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
24
39.34
11
18.03
11
18.03
14
22.95
1
1.64
61
100.00

Luas Lahan
Luas lahan yang dimiliki oleh responden laki-laki dan perempuan
didominasi dengan 0 hingga 0.25 ha sebesar 41.67% dan 85.25%. Distribusi
berdasarkan luas lahan yang dimiliki responden tertera pada Tabel 14.
Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki
Responden
Luas lahan (ha)
0 – 0.25
0.26 – 0.50
0.51 – 0.75
0.76 – 1
>1
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
5
41.67
0
0.00
2
16.67
1
8.33
4
33.33
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
52
85.25
5
8.20
4
6.56
0
0.00
0
0.00
61
100.00

Pendapatan
Responden laki-laki didominasi oleh pendapatan sebesar lebih dari Rp 10
000 000 per tahun, sedangkan responden perempuan didominasi oleh pendapatan
sebesar Rp 1 000 000 hingga kurang dari Rp 5 000 000 per tahunnya. Distribusi
pendapatan per tahun responden tertera pada Tabel 15.

15
Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan pendapatan per tahun
Responden
Pendapatan keluarga
(Rp/tahun)
< 500 000
500 000 – < 1 000 000
1 000 000 – < 5 000 000
5 000 000 – 10 000 000
> 10 000 000
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
0
0.00
0
0.00
2
16.67
1
8.33
9
75.00
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
1
1.64
3
4.92
24
39.34
13
21.31
20
32.79
61
100.00

Kontribusi Bambu bagi Pendapatan
Responden laki-laki maupun perempuan didominasi oleh karakteristik
kontribusi bambu bagi pendapatan sebesar 0 hingga 20% yaitu sebesar 91.67%
dan 55.74%. Distribusi kontribusi bambu bagi pendapatan tertera pada Tabel 16.
Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan kontribusi bambu bagi pendapatan
Responden
Kontribusi bambu bagi
pendapatan (%)
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 – 100
Jumlah

Laki-laki
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
11
91.67
0
0.00
0
0.00
1
8.33
0
0.00
12
100.00

Perempuan
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
34
55.74
2
3.28
0
0.00
0
0.00
25
40.98
61
100.00

Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu
Persepsi
Wade dan Tavris (2007) mendefinisikan persepsi sebagai sekumpulan
tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi satu pola
bermakna. Persepsi terbagi kedalam persepsi obyek dan persepsi sosial, persepsi
obyek diartikan sebagai kesan yang diberikan pada suatu obyek atau benda yang
melibatkan proses diantaranya pemberian nama, penggambaran dan pemberian
makna pada dunia di sekeliling kita.
Pengukuran tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu di
Kabupaten Pekalongan dilihat dari skor total 7 pertanyaan valid penduga persepsi

16
yang diukur dengan skala Likert seperti yang tercantum dalam Tabel 17 dan ratarata tingkat persepsinya tertera pada Tabel 18 dibawah ini.
Tabel 17 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu menurut
jenis kelamin
Kategori

Skor

Sangat baik
18.2 ≤ X < 21.0
Baik
15.4 ≤ X < 18.2
Cukup
12.6 ≤ X < 15.4
Tidak baik
9.8 ≤ X < 12.6
Sangat tidak baik
7 ≤ X < 9.8

Laki-laki
n1
%
6 50.00
4 33.33
2 16.67
0
0.00
0
0.00

Perempuan
n2
%
40
65.57
15
24.59
4
6.56
2
3.28
0
0.00

Total
N
46
19
6
2
0

%
63.01
26.03
8.22
2.74
0.00

Tabel 18 Rata-rata tingkat persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu
Responden
Laki-laki
Perempuan
Total

Skor rata-rata
17.8
18.7
18.3

Tingkat persepsi
Baik
Sangat baik
Sangat baik

Persepsi masyarakat laki-laki dan perempuan Desa Kutorejo Kecamatan
Kajen terhadap pengembangan bambu di Kabupaten pekalongan dapat
disimpulkan termasuk dalam kategori sangat baik dengan skor rata-rata 18.3.
Namun jika dilihat menurut jenis kelamin memiliki perbedaan skor rata-rata, nilai
persepsi perempuan lebih tinggi dengan skor rata-rata 18.7 termasuk dalam
kategori sangat baik, dibandingkan laki-laki yang nilai skor rata-ratanya 17.8
termasuk dalam kategori baik. Simpulan ini sejalan dengan hasil penelitian
Baskoro (2010) mengenai persepsi masyarakat terhadap fungsi hutan sebagai
pengendali banjir, yang menyatakan bahwa faktor karakteristik responden yang
mempengaruhi terhadap persepsi adalah jenis kelamin.
Umumnya masyarakat Desa Kutorejo Kecamatan Kajen Kabupaten
Pekalongan menganggap bambu penting dan mempunyai dampak positif bagi
kehidupannya, karena dapat menambah penghasilan dan memberikan lapangan
pekerjaan bagi ibu-ibu. Adanya pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan
dinilai dapat meningkatkan penghasilan tambahan, menambah wawasan dan
pengetahuan baru terkait tanaman bambu dan berbagai kerajinannya, serta mampu
memberikan lapangan pekerjaan tambahan/sambilan.

Sikap
Menurut Baron dan Byrne (2004) sikap merupakan evaluasi terhadap
berbagai aspek dalam dunia sosial. Para psikolog sosial memandang sikap sebagai
sesuatu yang penting, karena sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial dan
sering mempengaruhi tingkah laku manusia. Sikap ini terbentuk dari 3 komponen
yaitu pertama beliefs atau keyakinan dan pengetahuan terkait obyek sikap, kedua

17
affective perasaan senang atau tidak senang, dan ketiga konatif atau psikomotorik
yaitu kesiapan untuk merespon.
Pengukuran tingkat sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu di
Kabupaten Pekalongan dilihat dari skor total 4 pertanyaan valid penduga sikap
yang diukur dengan skala Likert seperti yang tercantum dalam Tabel 19 dan ratarata tingkat sikapnya tertera pada Tabel 20 dibawah ini.
Tabel 19 Tingkat sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu menurut jenis
kelamin
Kategori

Skor

Sangat baik
10.4 ≤ X < 12.0
Baik
8.8 ≤ X < 10.4
Cukup
7.2 ≤ X < 8.8
Tidak baik
5.6 ≤ X < 7.2
Sangat tidak baik
4 ≤ X < 5.6

Laki-laki
n1
%
9 75.00
1
8.33
0
0.00
0
0.00
2 16.67

Perempuan
n2
%
52 85.25
8 13.11
0
0.00
1
1.64
0
0.00

Total
N
%
61 83.56
9 12.33
0
0.00
1
1.37
2
2.74

Tabel 20 Rata-rata tingkat sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu
Responden
Laki-laki
Perempuan
Total

Skor rata-rata
10.3
11.4
11.2

Tingkat sikap
Baik
Sangat baik
Sangat baik

Sikap masyarakat keseluruhan baik laki-laki maupun perempuan terhadap
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan berada pada tingkat sangat baik
dengan skor rata-rata 11.2. Namun jika diliat berdasarkan jenis kelamin tingkat
sikapnya berbeda antara laki-laki dan perempuan, nilai sikap perempuan lebih
tinggi dengan skor rata-rata 11.4 yang termasuk dalam kategori sangat baik,
dibandingkan dengan laki-laki dengan skor rata-rata 10.3 yang termasuk dalam
kategori baik. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rahayu (2010) tentang
persepsi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap kelestarian hutan di Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor, yang menyimpulkan bahwa jenis kelamin
berpengaruh negatif terhadap sikap. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan dalam
obyek yang diteliti dan karakteristik responden laki-laki dan perempuannya.
Masyarakat Desa Kutorejo Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan
umumnya memiliki sikap setuju, bersedia mendukung dan dilibatkan dengan
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan, karena bagi masyarakat
program ini dinilai positif dapat memajukan desa secara khusus dan Kabupaten
Pekalongan secara umumnya.

18
Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pengembangan
Bambu
Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengembangan bambu
hubungannya dilihat dengan menggunakan uji korelasi Spearman dengan taraf
kepercayaan 99%, 95% dan 90%. Tabel 21 menyajikan hasil uji antara persepsi
dan sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengembangan bambu di Kabupaten
Pekalongan.
Tabel 21 Korelasi persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengembangan
bambu
Responden
Koefisien Korelasi
sig. (2-tailed)
Laki-laki
0.824***
0.001
Perempuan
0.286**
0.026
Total
0.390***
0.001
* Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.1 (2-tailed); ** Korelasi signifikan pada taraf
nyata 0.05 (2-tailed); *** Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.01 (2-tailed)

Persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu berpengaruh nyata
terhadap sikapnya dengan tingkat keeratan hubungan sebesar 0.824 pada laki-laki
dengan taraf kepercayaan 99%, sebesar 0.286 pada perempuan dengan taraf
kepercayaan 95%, dan sebesar 0.390 untuk hubungan total persepsi dan sikap
responden baik laki-laki maupun perempuan dengan taraf kepercayaan 99%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik persepsi masyarakat terhadap
pengembangan bambu, maka sikap masyarakat tersebut akan semakin baik pula
terhadap pengembangan bambu.

Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap
Masyarakat terhadap Pengembangan Bambu
Tabel 22 dan 23 menyajikan hasil uji antara karakteristik responden yang
mempengaruhi persepsi dan sikap laki-laki dan perempuan terhadap
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan menggunakan uji korelasi
Spearman dengan taraf kepercayaan 99%, 95% dan 90%.

19
Tabel 22 Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi
Persepsi
Karakteristik
Responden
Umur
Tingkat pendidikan
Jumlah anggota
keluarga
Pekerjaan
Luas lahan
Pendapatan
Kontribusi bambu bagi
pendapatan

Laki-laki
Koefisien
sig. (2Korelasi
tailed)
-0.288
0.364
0.044
0.892

Perempuan
Koefisien
sig. (2Korelasi
tailed)
-0.187
0.148
0.179
0.168

0.594**
0.160
0.379
0.121

0.042
0.620
0.224
0.708

-0.073
-0.351***
0.075
-0.387***

0.578
0.006
0.564
0.002

0.266

0.404

0.284**

0.026

* Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.1 (2-tailed); ** Korelasi signifikan pada taraf
nyata 0.05 (2-tailed); *** Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.01 (2-tailed)

Terlihat untuk laki-laki karakteristik jumlah anggota keluarga berpengaruh
nyata dengan tingkat keeratan hubungan sebesar 0.594 berpengaruh terhadap
pembentukan persepsi. Laki-laki dengan jumlah anggota keluarga 2 hingga 4
orang, 5 hingga 7 orang, dan 8 hingga 10 orang memiliki perbedaan dalam
membentuk persepsinya terhadap pengembangan bambu. Hal ini disebabkan oleh
semakin banyak jumlah anggota keluarga semakin banyak pula pengeluaran yang
dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga membuat laki-laki yang
berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga mempunyai persepsi yang lebih
tinggi terhadap pengembangan bambu karena dinilai bisa menghasilkan tambahan
pendapatan. Sedangkan untuk perempuan karakteristik pekerjaan, pendapatan, dan
kontribusi bambu bagi pendapatan yang berpengaruh nyata dengan tingkat
keeratan hubungan sebesar 0.351 dengan arah hubungan negatif, 0.387 dengan
arah hubungan negatif dan 0.284 berpengaruh terhadap pembentukan persepsi.
Perempuan sebagai ibu rumah tangga, petani, wirausaha, buruh/karyawan swasta,
dan PNS mempunyai perbedaan dalam membentuk persepsi terhadap
pengembangan bambu. Perempuan sebagai ibu rumah tangga memiliki waktu
luang yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang bekerja. Ibu
rumah tangga lebih cenderung mencari kesibukan untuk mengisi waktu luangnya
berkumpul dengan para tetangga dengan membuat kerajinan dari bambu, selain
hasil pendapatannya bisa untuk membantu tambahan pendapatan suami sebagai
uang jajan anak juga untuk ikut arisan. Sehingga kontribusi bambu bagi
pendapatan dari ibu rumah tangga yang menekuni keterampilan bambu juga
mencapai 100% dan hal inilah yang membuat persepsi perempuan sebagai ibu
rumah tangga lebih tinggi.

20
Tabel 23 Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap
Sikap
Karakteristik Responden
Umur
Tingkat pendidikan
Jumlah anggota keluarga
Pekerjaan
Luas lahan
Pendapatan
Kontribusi bambu bagi
pendapatan

Laki-laki
Koefisien
sig. (2Korelasi
tailed)
-0.019
0.953
-0.119
0.713
0.470
0.123
0.043
0.893
0.527*
0.078
0.247
0.438
0.283

0.374

Perempuan
Koefisien
sig. (2Korelasi
tailed)
0,024
0.853
-0,075
0.566
0,032
0.809
-0,075
0.566
0,090
0.491
-0,205
0.113
0,139

0.284

* Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.1 (2-tailed)

Pada Tabel 23 terlihat untuk laki-laki karakteristik luas lahan yang dimiliki
berpengaruh nyata dengan tingkat keeratan hubungan sebesar 0.527 berpengaruh
terhadap pembentukan sikap. Laki-laki dengan kepemilikan lahan 0 hingga 0.25
ha, 0.51 hingga 0.75 ha, 0.76 hingga 1 ha dan lebih dari 1 ha memiliki perbedaan
dalam membentuk sikapnya terhadap pengembangan bambu. Semakin luas lahan
yang dimiliki membuat laki-laki mempunyai sikap lebih peduli dan mendukung
adanya pengembangan bambu, karena dengan luasan lahan yang dimiliki dinilai
akan membawa dampak dan hasil yang baik jika pengembangan bambu
dilaksanakan. Sedangkan untuk perempuan tidak ada karakteristik responden yang
berpengaruh nyata terhadap sikap secara signifikan, karena tidak adanya
keragaman tingkat sikap terhadap karakteristik responden perempuan yang diuji
dalam penelitian ini. Karakteristik responden yang mempengaruhi pembentukan
sikap perempuan mungkin dipengaruhi oleh karakteristik lain diluar karakteristik
yang diteliti.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Persepsi masyarakat terhadap pengembangan bambu di Kabupaten
Pekalongan berbeda antara laki-laki dan perempuan, tingkat persepsi laki-laki
termasuk kategori baik dan perempuan termasuk kategori sangat baik.
Karakteristik responden yang mempengaruhi persepsi secara signifikan adalah
jumlah anggota keluarga pada laki-laki, serta pekerjaan, pendapatan dan
kontribusi bambu bagi pendapatan pada perempuan. Tingkat sikap masyarakat
laki-laki termasuk kategori baik dan perempuan termasuk kategori sangat baik.
Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap secara signifikan adalah luas
lahan yang dimiliki pada laki-laki dan untuk perempuan tidak ada karakteristik
responden yang mempengaruhi sikap secara signifikan. Masyarakat bersedia

21
mendukung dan dilibatkan dengan program pengembangan bambu di Kabupaten
Pekalongan, karena bagi masyarakat program ini dinilai positif dan banyak
manfaat yang bisa dirasakan. Selain dapat menambah penghasilan, menambah
ilmu dan wawasan baru, menambah lapangan pekerjaan, serta dapat memajukan
Desa Kutorejo, Kecamatan Kajen dan Kabupaten Pekalongan.
Saran
1. Pemerintah Kabupaten Pekalongan perlu melakukan kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat peserta program pengembangan bambu untuk
memberikan wawasan, motivasi dan ajakan melestarikan bambu sebagai salah
satu HHBK unggulan.
2. Dalam melaksanakan program pengembangan bambu kedepannya perlu
mempertimbangkan kebutuhan dari masyarakat (laki-laki dengan jumlah
anggota keluarga yang lebih banyak perlu mendapatkan tambahan
penghasilan dan perempuan sebagai ibu rumah tangga perlu ditingkatkan
keterampilannya) agar bisa berjalan lancar dan tepat sasaran.
3. Segera menindaklanjuti rencana pembuatan sentra bambu di Kabupaten
Pekalongan agar masyarakat termotivasi menghasilkan kerajinan bambu yang
lebih kreatif sehingga lebih bernilai jual, dan mempermudah pemasaran
produknya.
4. Diperlukan penelitian lanjutan terkait partisipasi masyarakat terhadap
pengembangan bambu di Kabupaten Pekalongan menurut perspektif gender.

DAFTAR PUSTAKA
Baron RA, Byrne D. 2004. Psikologi Sosial Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.
Baskoro T. 2010. Persepsi dan sikap masyarakat Kota Jakarta terhadap fungsi
hutan di daerah hulu dalam pengendalian banjir [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Megalina PI. 2009. Peran hutan rakyat dalam pereknomian masyarakat desa (studi
kasus di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Propinsi
Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nadeak NM. 2009. Deskripsi budidaya dan pemanfaatan bambu di Kelurahan
Balumbang Jaya (Kecamatan Bogor Barat) dan Desa Rumpin (Kecamatan
Rumpin), Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nuriyatin N. 2000. Studi analisa sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan
penggunaan [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Rahayu S. 2005. Aplikasi SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung
(ID): CV. Alvabeta
Rahayu WM. 2010. Persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap kelestarian
hutan (studi kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan

22
Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rahmawati R. 2009. Peningkatan nilai estetika anyaman bambu melalui finishing
teknik batik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sarwono J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Bandung (ID):
Andi Media.
Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Bogor (ID): CV. Dewi Sri Jaya.
Wade C, Tavris C. 2007. Psikologi. Jakarta (ID): Erlangga

Lampiran 1 Sebaran luasan hutan rakyat beserta jenis tanamannya di Kabupaten Pekalongan tahun 2013
Kecamatan
Luas (Ha)
Jumlah tanaman/Ha
Jenis tanaman atas
Jenis tanaman bawah
Bojong
613.080
350 Jati, mahoni, sengon
Ketela pohon, jagung, lengkuas
Buaran
19.821
250 Jati, sengon
Ketela pohon
Doro
2 657.446
400 Sengon, mahoni, durian, pete
Ketela pohon, jagung
Kajen
2 158.666
375 Jati, mahoni, sengon
Ketela pohon, jagung
Kandangserang
1 846.008
400 Sengon, suren, mahoni, pete, pinus
Ketela pohon, nilam, jagung
Karanganyar
2 032.232
280 Sengon, pete, durian, rambutan
Ketela pohon, jagung
Karangdadap
637.657
250 Sengon, mahoni
Ketela pohon
Kedungwuni
254.877
250 Sengon, mahoni
Ketela pohon
Kesesi
824.603
300 Jati, mahoni, sengon
Ketela pohon, jagung, lengkuas
Lebakbarang
434.732
400 Sengon, pinus, durian, suren
Ketela pohon, jagung
Paninggaran
3.551.844
385 Sengon, pinus, damar, suren
Ketela pohon, jagung, lengkuas
Petungkriyono
505.864
400 Sengon, pete, jengkol, pinus
Ketela pohon, jagung, lengkuas
Siwalan
48.075
275 Sengon, bakau
Ketela pohon
Sragi
190.415
280 Sengon, jati, mahoni
Ketela pohon
Talun
2 196.427
400 Senngon, rambutan, durian, pete, jengkol
Ketela pohon, jagung
Tirto
156.665
250 Sengon
Katela pohon
Wiradesa
57.122
250 Sengon, mahoni, jati
Ketela pohon
Wonokerto
39.564
280 Sengon, bakau
Ketela pohon
Wonopringgo
135.215
250 Sengon, jati, mahoni
Ketela pohon, jagung
JUMLAH
18 360.313
Sumber: DPPK Kabupaten Pekalongan 2013

23

24
24

Lampiran 2 Lahan kritis Kabupaten Pekalongan tahun 2013
Kecamatan
Bojong
Buaran
Doro
Kajen
Kandangserang
Karanganyar
Karangdadap
Kedungwuni
Kesesi
Lebakbarang
Paninggaran
Petungkriyono
Siwalan
Sragi
Talun
Tirto
Wiradesa
Wonokerto

Dokumen yang terkait

Determinan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

2 60 151

Tayangan Iklan Layanan Masyarakat Dan Sikap Siswa Mengenai Program Generasi Berencana(Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Iklan Layanan Masyarakat “ Dua Anak Lebih Baik” di Televisi Terhadap Sikap Siswa Mengenai Program Generasi Berencana di SMA Kemala

1 57 123

Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Penyakit Filariasis di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005

0 35 181

Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Tindakan Penanggulangan Kasus Demam Berdarah Di Kecamatan Medan Baru Tahun 2004

0 40 87

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Masyarakat Terhadap Kejadian Filariasis Di Desa Pardamean Kecamatan Muara Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2009

1 39 105

Persepsi, Sikap, dan Partisipasi Masyarakat Sekitar terhadap Pengelolaan Hutan Kota Srengseng, Jakarta Barat menurut Perspektif Gender

0 3 46

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN PEKALONGAN

0 5 85

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA SKIZOFRENIA DI SURAKARTA Hubungan Persepsi Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia Di Surakarta.

0 2 14

HUBUNGAN ANATARA PERSEPSI DENGAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN KOMPLEMENTER DI KECAMATAN Hubungan Antara Persepsi Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Pengobatan Komplementer Di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 1 17

Sikap Terhadap Pengembangan Karir Ditinjau dari Gender

0 0 7