Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Desa di Kabupaten Majalengka
ANALISIS REGRESI LOGISTIK SPASIAL UNTUK
MENDUGA STATUS KEMISKINAN DESA DI KABUPATEN
MAJALENGKA
HENDRA JANUAR ANDRIANA
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Regresi
Logistik Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Desa di Kabupaten
Majalengka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Hendra Januar Andriana
NIM G14080061
ABSTRAK
HENDRA JANUAR ANDRIANA. Analisis Regresi Logistik Spasial untuk
Menduga Status Kemiskinan Desa di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh
ANIK DJURAIDAH dan DIAN KUSUMANINGRUM.
Status kemiskinan desa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan antara satu desa dengan desa yang lain. Pemodelan dengan regresi
logistik spasial diperlukan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
hotspot kemiskinan desa yang bersifat spasial. Pengkategorian desa menjadi desa
hotspot (1) dan desa bukan hotspot (0) dilakukan dengan metode pendeteksian
hotspot Upper Level Set (ULS) Scan Statistic dan dihasilkan sebanyak 187 desa
hotspot dan 149 desa bukan hotspot. Kelompok desa hotspot memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan kelompok desa bukan hotspot pada
berbagai aspek. Model regresi logistik dengan peubah spasial memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi logistik tanpa peubah spasial
dalam menduga status kemiskinan desa di Kabupaten Majalengka. Model regresi
logistik dengan peubah Spasial memiliki nilai ketepatan klasifikasi (CCR) lebih
tinggi dibandingkan dengan model regresi logistik tanpa peubah Spasial. Peubah
penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan desa adalah
peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan peubah Spasial.
Kata kunci: status kemiskinan desa, regresi logistik, regresi logistik spasial,
metode hotspot, Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
ABSTRACT
HENDRA JANUAR ANDRIANA. Spatial Logistic Regression Analysis to
Estimate The Status of Rural Poverty in Majalengka Regency. Supervised by
ANIK DJURAIDAH and DIAN KUSUMANINGRUM.
Rural poverty status is influenced by several factors that are correlated
between one rural area and the other. Logistic regression modeling with spatial
weights is needed to determine the factors that affect rural poverty hotspots that
are spatially correlated. Categorization of rural areas into hotspot (1) and non
hotspot (0) was based on a hotspot Upper Level Set (ULS) Scan Statistic method
which obtained 187 hotspot rural areas and 149 rural non hotspot. Rural hotspot
areas have characteristics similar to non rural hotspot areas in various
aspects. Logistic regression models with Spatial variable enhances logistic
regression model without Spatial variable in predicting the status of rural poverty
areas in Majalengka. Logistic regression models with Spatial variable has a higher
correct classification rate (CCR) compared to logistic regression without Spatial
variable. The explanatory variables that have a significant influence towards the
status of rural poverty are Percentage of Farm Worker Families variable and
Spatial variable.
Keywords: rural poverty status, logistic regression, spatial logistic regression,
hotspot method, Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
ANALISIS REGRESI LOGISTIK SPASIAL UNTUK
MENDUGA STATUS KEMISKINAN DESA DI KABUPATEN
MAJALENGKA
HENDRA JANUAR ANDRIANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menduga Status
Kemiskinan Desa di Kabupaten Majalengka
Nama
: Hendra Januar Andriana
NIM
: G14080061
Disetujui oleh
Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS
Pembimbing I
Dian Kusumaningrum, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah
berjudul ”Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan
Desa di Kabupaten Majalengka”. Karya ilmiah ini penulis susun sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak lepas dari
dukungan, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi
penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS dan Ibu Dian Kusumaningrum S.Si, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan
dan arahan selama penulisan karya ilmiah ini.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah membantu penulis dalam
menyediakan data penelitian.
3. Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
beberapa masukan dan arahan kepada penulis.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang
serta dorongan baik moril maupun materil kepada penulis.
5. Yayasan Beasiswa Karya Salemba Empat yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
6. Teman-teman seperjuangan statistika khususnya statistika angkatan 45
yang telah membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.
Bogor, Mei 2013
Hendra Januar Andriana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pendeteksian Hotspot dengan Upper Level Set(ULS) Scan Statistic
Regresi Logistik
Uji Signifikansi Model
Interpretasi Koefisien
Regresi Logistik Spasial
METODE
Bahan
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Regresi Logistik
Model tanpa Peubah Spasial
Model dengan Peubah Spasial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
3
4
5
5
6
6
7
8
8
13
13
14
17
17
18
18
19
24
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan peubah penjelas berskala rasio
2 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik tanpa peubah Spasial
3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10%
4 Nilai rasio odds model penuh regresi logistik dengan peubah Spasial
5 Ketepatan klasifikasi desa model penuh regresi logistik dengan peubah
Spasial
6 Hasil regresi logistik dengan peubah Spasial pada taraf nyata 10%
7 Ketapatan klasifikasi desa model regresi logistik dengan peubah Spasial
9
14
14
15
16
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan dan penyebaran desa hotspot dan bukan hotspot
2 Perbandingan peubah Pemberantasan Buta Aksara dan SMP pada aspek
pendidikan, Pendidikan Paket A/B/C dan PAUD pada aspek program
pemerintah, Pasar pada aspek pangan, dan Puskesmas pada aspek
kesehatan di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
3 Perbandingan peubah Sumber Penghasilan pada aspek ketenagakerjaan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
4 Perbandingan peubah Bahan Bakar yang Digunakan pada aspek
perumahan di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
5 Perbandingan peubah Tempat Buang Air Besar pada aspek perumahan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
6 Perbandingan peubah Sumber Air Minum pada aspek perumahan di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
7 Perbandingan peubah Tipe Jalan pada aspek infrastruktur desa di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
8
10
11
11
12
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian
Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
Korelasi Pearson peubah penjelas
Analisis deskriptif peubah penjelas
Proses perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu
19
20
21
21
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat
perhatian di negara manapun termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan bahwa pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia
adalah sebanyak 29.89 juta jiwa atau 12.36% dari total penduduk Indonesia.
Mayoritas 63.37% penduduk miskin tersebut diketahui adalah penduduk miskin
yang tinggal di pedesaan (BPS 2011). Banyak faktor yang membuat tingkat
kemiskinan di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah faktor pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan,
ketenagakerjaan, ekonomi dan program pemerintah (BPS 2010). Faktor-faktor
tersebut secara langsung atau tidak terjadi di pedesaan dan saling berhubungan
antara satu desa dengan desa yang lain. Dengan kata lain, faktor-faktor tersebut
bersifat spasial.
Penelitian terdahulu mengenai status kemiskinan desa telah dilakukan oleh
Thaib (2008) tentang pemodelan regresi logistik spasial dengan pendekatan
matriks contiguity dan Solimah (2010) tentang analisis regresi logistik spasial
untuk status kemiskinan desa di Kabupaten/Kota Cirebon. Majalengka sebagai
salah satu kabupaten di Jawa Barat merupakan kabupaten yang sedang
berkembang dengan berbagai potensi daerah yang terus ditingkatkan. Akan tetapi,
Majalengka masuk ke dalam lima besar kabupaten dengan persentase penduduk
miskin terbanyak di Jawa Barat (BPS 2010). Oleh karena itu, perlu adanya
perhatian khusus untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
di Majalengka dengan melihat daerah-daerah mana saja yang berpotensi
menyebabkan tingkat kemiskinan di Majalengka menjadi tinggi. Daerah-daerah
yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dapat dikatakan sebagai suatu hotspot.
Pemodelan dengan regresi logistik spasial diperlukan untuk menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan desa yang bersifat spasial
atau saling berhubungan. Model yang dihasilkan dari analisis ini dapat digunakan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka untuk mengetahui kesejahteraan
masyarakatnya dengan melihat status kemiskinan desa beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan menjadikannya acuan untuk dapat melakukan
pembangunan masyarakat secara merata khususnya dalam upaya mengentaskan
masalah kemiskinan.
Perumusan Masalah
Status kemiskinan desa penting untuk diperhatikan terkait dengan
pembangunan suatu daerah. Dengan pengelompokkan desa menjadi desa hotspot
dan desa bukan hotspot, pemerintah dapat lebih mudah untuk mengatasi masalah
kemiskinan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan suatu
desa terdiri dari beberapa aspek dan secara langsung ataupun tidak akan saling
mempengaruhi satu desa dengan desa yang yang lain. Analisis regresi logistik
spasial dapat digunakan untuk menduga status kemiskinan desa tersebut. Oleh
2
karena itu, perlu dilakukan analisis regresi logistik spasial untuk mendapatkan
model status kemiskinan desa dan faktor apa saja yang sebenarnya mempengaruhi
status kemiskinan desa.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi status kemiskinan desa di Kabupaten Majalengka dengan
menggunakan analisis regresi logistik spasial.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendeteksian Hotspot dengan Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
Hotspot didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak biasa, menyimpang atau
area kritis (Patil dan Taillie 2004). Sedangkan menurut Haran et al. (2006) hotspot
merupakan lokasi atau wilayah yang memiliki tingkat kekonsistenan tinggi dalam
suatu kejadian (seperti jumlah kemiskinan, pengangguran, atau orang yang
menderita kekurangan makanan/kelaparan) dan memiliki ciri yang berbeda dari
daerah sekitar. Metode pendeteksian hotspot terdiri dari tiga komponen, yaitu
identifikasi calon hotspot, evaluasi nilai hotspot yang signifikan, dan menduga
peubah bebas yang berhubungan dengan hotspot.
ULS merupakan metode statistika yang dapat digunakan untuk mendeteksi
hotspot. Secara umum metode ini mengelompokkan area-area sebagai suatu
gerombol dan memeriksanya sebagai suatu hotspot atau tidak dengan
menggunakan uji Rasio Kemungkinan (Kulldorff 1997). Di dalam ULS, Z
dinotasikan sebagai zona yang merupakan bagian dari area G
. Masingmasing area yang berada dalam zona memiliki peluang p sebagai anggota
gerombol dan area yang berada di luar zona memiliki peluang q. Peluang area
tersebut adalah saling bebas satu sama lain. Hipotesis yang diuji adalah H0: p=q
(area bukan hotspot) dan H1: p>q (area hotspot).
Misal nZ dinotasikan sebagai jumlah kasus yang diamati pada zona Z dan nG
adalah jumlah total kasus. NZ dinotasikan sebagai total populasi di zona Z dan NG
dinotasikan sebagai total keseluruhan populasi. Fungsi kemungkinan untuk model
Bernoulli dituliskan sebagai:
Untuk menemukan zona yang paling mirip sebagai sebuah gerombol, kita
mencari zona ̂ yang memaksimumkan fungsi kemungkinan. Langkah pertama
adalah memaksimumkan fungsi kemungkinan yang dikondisikan pada Z:
3
=
ketika
lainnya
Kemudian mencari solusi ̂
kesimpulan secara statistik.
dan menarik
dan statistik uji rasio
Misal
kemungkinan (λ) dapat ditulis:
̂
Nilai λ yang dihasilkan dari uji rasio kemungkinan pada masing-masing
gerombol (Z) tidak perlu semuanya dibandingkan dengan hasil simulasi Monte
Carlo. Hanya gerombol (Z) yang disebut sebagai calon hotspot saja yang nilai λ
nya dapat dibandingkan dengan simulasi Monte Carlo. Resiko Relatif (RR)
merupakan suatu metode untuk mengevaluasi apakah suatu gerombol merupakan
,
calon hotspot atau tidak. Resiko Relatif dapat dihitung sebagai
dengan nz jumlah kasus yang diamati, E(c) adalah nilai harapan kasus yang ada di
area dan dihitung dengan
dengan Nz adalah jumlah populasi di
gerombol yang diamati, nG dan NG berturut-turut adalah jumlah total kasus dan
jumlah total populasi (Kulldorff 2006). Suatu gerombol (W) disebut sebagai calon
hotspot jika memiliki nilai resiko relatif lebih dari satu.
Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan analisis statistika yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara peubah respon yang berskala kategorik dengan satu
atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau numerik. Pada model
regresi logistik tidak diperbolehkan adanya multikolinearitas (Hosmer dan
Lemeshow 2000).
Misal data pengamatan memiliki p peubah penjelas yaitu x1, x2,…xp dan
peubah respon (Y). Peubah respon ini mempunyai dua kemungkinan yaitu Y=0
yang berarti respon tidak memiliki kriteria yang ditentukan dan Y=1 yang berarti
respon memiliki kriteria yang ditentukan. Oleh karena itu Y akan mengikuti
sebaran Bernoulli dengan fungsi peluang:
4
Pada regresi logistik peubah respon (Y) akan mengikuti sebaran Binomial
jika kejadian Y berjumlah n, peluang setiap kejadian sama dan setiap kejadian
saling bebas satu sama lain. Model umum dari regresi logistik yaitu:
dengan π(x) = E(Y|x) adalah kondisi rataan bersyarat dari Y jika x diketahui
menggunakan regresi logistik. Dengan menggunakan transformasi logit diperoleh:
(
)
dimana g(x) = 0+ 1x1+…+ pxp merupakan penduga logit yang berperan
sebagai fungsi linear dari peubah penjelas. Karena fungsi penghubung yang
digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan
disebut sebaran logistik (Hosmer dan Lemeshow 2000)
Uji Signifikansi Model
Pengujian signifikansi model regresi logistik dilakukan dengan dua tahap.
Tahap pertama yaitu melakukan Uji Rasio Kemungkinan atau Uji G untuk
mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara simultan.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: = =…=
=0
H1: paling sedikit ada satu ≠0, i=1,2,…,p
Statistik uji-G didefinisikan sebagai:
⌈
⌉
dengan L0 adalah fungsi kemungkinan maksimum tanpa peubah penjelas, dan Lp
merupakan fungsi kemungkinan maksimum dengan p peubah penjelas. Hipotesis
nol ditolak jika G > χ2p(α) (Hosmer dan Lemeshow 2000).
Tahap kedua yaitu melakukan Uji Wald untuk menguji pengaruh masingmasing peubah penjelas. Hipoteisi yang diuji adalah:
H0: = 0
H1: ≠ 0; i=1,2,…,p
Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut:
̂
̂
5
̂ adalah nilai galat baku
dengan ̂ adalah nilai dugaan parameter ke-i dan
dari penduga parameter ke-i. Keputusan menolak H0 diambil jika | | > Zα/2
(Hosmer dan Lemeshow 2000).
Interpretasi Koefisien
Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik adalah rasio oddsnya. Ψ
yang didefinisikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak
sukses dari peubah penjelas terhadap peubah respon. Nilai odds dapat dituliskan
sebagai berikut:
Untuk peubah penjelas yang memiliki dua kategori yaitu x1 dan x2 dan memiliki
nilai x1=1 dan x2=0, maka rasio odds:
⁄
dapat disederhanakan menjasi
Rasio odds untuk peubah kategorik menjelaskan bahwa kategori x=1
memiliki kecenderungan untuk terjadi y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan kategori
x=0. Sedangkan jika peubahnya berskala numerik, maka interpretasinya setiap
kenaikan satu satuan pada peubah x maka kecenderungan untuk terjadinya y=1
akan naik sebesar Ψ kali (Hosmer dan Lemeshow 2000).
Regresi Logistik Spasial
Regresi logistik spasial merupakan regresi logistik dengan memasukkan
pengaruh spasial ke dalam modelnya. Pengaruh spasial yang dimaksud adalah
dengan membentuk suatu peubah baru yang disebut peubah Spasial. Peubah
Spasial ini dibentuk dari matriks pembobot spasial yang dikalikan dengan vektor
peubah respon (Y). Matriks pembobot spasial diperoleh dari matriks
kebertetanggaan (Contiguity).
Matriks kebertetanggan merupakan matriks yang dapat menggambarkan
hubungan kedekatan antar daerah. Kedekatan suatu daerah dihitung berdasarkan
Kriterian ratu. Kriteria ratu adalah gerakan langkah ratu pada pion catur yaitu
menunjukan daerah yang menghimpit pion catur ke arah kanan, kiri, atas dan
bawah. Matriks ini menunjukan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah
lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika daerah-i bertetangga
langsung dengan daerah-j, dan nilai 0 diberikan jika daerah-i tidak bertetangga
langsung dengan daerah-j. Matriks ini juga disebut dengan matriks biner, dan juga
disebut matriks penghubung, yang dinotasikan dengan C dan cij merupakan nilai
dalam matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai cij adalah 1 jika antar daerah-i
6
bertetangga dengan daerah-j dan cij bernilai 0 jika daerah-i tidak bertetangga
dengan daerah-j. nilai pada matriks ini akan digunakan untuk perhitungan matriks
pembobot spasial W. Isi dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i dan kolom
ke-j adalah wij . Nilai wij pada penelitian ini yaitu
.
∑
Persamaan dari regresi logistik spasial dapat dituliskan sebagai berikut:
dengan
(
) ,
(
) W merupakan matriks
pembobot spasial berukuran nxn,
adalah vektor peubah respon
dan adalah koefisien spasial otoregressif. Persamaan tersebut diperoleh dari
penggabunagn dua model linear. Model yang pertama adalah model non spasial
dengan data spasial yang setara dengan asumsi
dan dapat didefinisikan
sebagai berikut:
i
Sedangkan model linear kedua merupakan model linear spasial dengan data
spasial yang murni otoregressif. Model tersebut memiliki asumsi bahwa peubah
non spasial X=0 atau tidak ada peubah penjelas yang berpengaruh terhadap respon.
Respon hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Model tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut:
i
METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik yaitu data Potensi Desa (PODES) Kabupaten
Majalengka tahun 2011 dan Peta Dasar Kabupaten Majalengka. Data pengamatan
dalam penelitian ini adalah data 336 desa di Kabupaten Majalengka dengan
peubah respon rasio antara banyaknya keluarga miskin terhadap jumlah keluarga
di masing-masing desa yang kemudian digunakan untuk mengkategorikan desa
menjadi desa hotspot dan desa bukan hotspot. Banyaknya keluarga miskin adalah
diasumsikan sama dengan banyaknya surat miskin di masing-masing desa. Peubah
penjelas yang digunakan merupakan bagian dari data Potensi Desa (PODES) yang
meliputi aspek pendidikan, ketenagakerjaan, pangan, kesehatan, perumahan,
program pemerintah, ekonomi dan infrastruktur desa (Lampiran 1).
7
Prosedur Analisis Data
Prosedur yang dilakukan dalam peneltian ini adalah dimulai dengan
mengelompokkan desa menjadi desa hotspot (1) dan desa bukan hotspot (0).
Pengelompokan desa dilakukan dengan menggunakan metode Upper Level Set
(ULS) Scan Statistic dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Hitung rasio antara jumlah keluarga miskin dengan jumlah keluarga pada
masing-masing desa (336 desa) dan urutkan dari yang terbesar sampai
terkecil.
b. Tentukan desa yang memiliki rasio jumlah keluarga miskin terhadap
jumlah keluarga terbesar. Hitung jumlah desa tetangga yang dimiliki desa
tersebut.
c. Ulangi langkah (b) sesuai urutan rasio yang diperoleh pada langkah (a)
d. Dalam area suatu desa beserta desa tetangganya atau yang disebut
gerombol (Z) hitung jumlah kasus (nZ) dan ukuran populasinya (NZ)
e. Ulangi langkah (d) untuk masing-masing area
f. Nilai (nZ,NZ) pada masing-masing area kemudian dimasukan ke uji Rasio
Kemungkinan menurut persamaan yang telah ditentukan dan
menghasilkan suatu nilai yang dilambangkan dengan λ. Nilai λ tersebut
kemudian dibandingkan dengan suatu nilai hasil dari simulasi Monte Carlo
untuk menguji suatu gerombol (Z) merupakan suatu hotspot atau bukan.
g. Gerombol hotspot yang terbentuk merupakan kumpulan dari berbagai area
(desa) yang dikategorikan sebagai desa hotspot.
Setelah diperoleh sejumlah desa yang berstatus hotspot dan bukan hotspot maka
langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Memilih peubah-peubah penjelas yang akan digunakan berdasarkan studi
literatur mencakup aspek-aspek yang mempengaruhi kemiskinan desa.
2. Membuat matriks kebertetanggaan (contiguity) antar desa.
3. Membuat matriks pembobot spasial (W).
4. Membentuk peubah spasial yaitu dengan mengalikan matriks pembobot
spasial (W) dengan vektor respon (Y).
5. Memeriksa asumsi multikolinearitas pada regresi logistik dengan melihat
nilai korelasi antar peubah penjelas.
6. Membuat model regresi logistik tanpa peubah spasial dan dengan peubah
spasial.
7. Melihat peubah-peubah penjelas mana saja yang berpengaruh terhadap
respon dengan uji signifikansi, baik secara serentak (Uji G) maupun secara
parsial (Uji Wald).
8. Interpretasi model logit yang terbentuk dengan melihat nilai rasio odds
peubah penjelas yang berpengaruh.
9. Menghitung kesesuaian masing-masing model dengan melihat nilai
Correct Classification Rate (CCR) yang merupakan persentase ketepatan
nilai dugaan dengan pengamatannya. Perhitungan CCR menggunakan
persamaan:
8
Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan maka tingkat akurasi yang
dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan Lemeshow 2000). Software yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2007, software statistika
dan software pemetaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Metode pendeteksian hotspot dengan cara Upper Level Set (ULS) Scan
Statistic mengkategorikan desa menjadi desa hotspot (1) dan desa bukan hotspot
(0). Metode ini menghasilkan 187 desa hotspot dan 149 desa bukan hotspot. Desa
hotspot tersebar di beberapa zona hotspot. Setiap zona memiliki jumlah desa
hotspot yang beragam. Ada zona yang hanya memiliki satu desa, dua desa, dan
bahkan ada yang memiliki lebih dari 50 desa hotspot. Hal ini disebabkan oleh
setiap desa hotspot dapat masuk ke dalam lebih dari satu zona hotspot.
Perbandingan dan penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di Kabupaten
Majalengka dapat dilihat pada Gambar 1.
44%
56%
Gambar 1 Perbandingan dan penyebaran desa hotspot ( ) dan bukan hotspot ( )
Penyebaran desa hotspot dan berstatus bukan hotspot terjadi di seluruh
kecamatan di Kabupaten Majalengka. Kecamatan yang memiliki desa hotspot
lebih banyak daripada desa bukan hotspot adalah Kecamatan Bantarujeg, Cikijing,
Cingambul, Banjaran, Majalengka, Cigasong, Sindang, Rajagaluh, Leuwimunding,
Jatiwangi, Kasokandel, Panyingkiran, Kadipaten, Kertajati dan Sumberjaya.
Sedangkan kecamatan yang memiliki desa bukan hotspot lebih banyak daripada
desa hotspot adalah Kecamatan Malausma, Argapura, Maja, Sindangwangi,
Palasah, Dawuan, Jatitujuh dan Ligung. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa
seluruh desa di Kecamatan Talaga dan Sukahaji tidak ada yang berstatus hotspot.
Hal ini terjadi karena seluruh desa di Kecamatan Talaga dan Sukahaji memiliki
nilai rasio jumlah keluarga miskin per jumlah keluarga yang sangat kecil.
9
Penyebaran desa hotspot dan bukan hotspot yang seimbang terjadi di Kecamatan
Lemahsugih. Sebaran desa hotspot dan bukan hotspot untuk tiap kecamatan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Perbandingan kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat bahwa kelompok desa hotspot memiliki nilai
ragam yang lebih tinggi pada peubah Jumlah Industri Kecil dan Mikro (X17) dan
memiliki nilai rataan yang lebih tinggi pada peubah Jumlah Sekolah Dasar (X1),
Keluarga Pengguna Listrik (X9) dan Persentase Keluarga Pertanian (X16).
Sementara itu, kelompok desa bukan hotspot memiliki nilai ragam yang lebih
tinggi pada peubah Jumlah Sekolah Dasar (X1) dan peubah Keluarga Pengguna
Listrik (X9) serta memiliki nilai rataan lebih besar pada peubah Persentase
Keluarga Buruh Tani (X5), Jumlah Toko/Warung Kelontong (X6), Penerima
Jamkesda/nas (X13), Jumlah Industri Kecil dan Mikro (X17) dan Jarak ke
Kecamatan (X19). Dari Tabel 1 terlihat desa hotspot memiliki nilai rataan
Persentase Keluarga Buruh Tani yang lebih kecil dibandingkan desa bukan
hotspot. Nilai tersebut berbeda dari keadaaan yang seharusnya yaitu desa hotspot
cenderung memiliki rataan Persentase Keluarga Buruh Tani yang lebih tinggi.
Selain itu, terlihat juga bahwa desa dengan Persentase Keluarga Pertanian yang
lebih tinggi cenderung masuk ke dalam kelompok desa hotspot. Seperti pada
kenyataannya ,desa yang sebagian besar masyrakatnya bermatapencaharian pada
bidang pertanian akan cenderung dekat dengan masalah kemiskinan.
Tabel 1 Perbandingan peubah penjelas berskala rasio
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Peubah
Rataan
St.dev
Rataan
St.dev
X1
2.679
1.263
2.550
1.317
X3
0.018
0.024
0.018
0.021
X5
0.377
0.230
0.427
0.226
X6
37.935
50.793
38.114
80.068
X9
0.880
0.117
0.878
0.127
X13
0.252
0.204
0.257
0.191
X16
0.500
0.272
0.492
0.235
X17
42.315
94.885
63.751
149.248
X19
4169.412
3703.119
4326.040
2648.464
Kelompok desa hotspot memiliki karakteristik atau ciri yang hampir sama
dengan kelompok desa bukan hotspot pada berbagai aspek. Hal ini disebabkan
oleh penentuan kriteria keluarga miskin yang hanya menggunakan Surat Miskin.
Banyaknya surat miskin di suatu desa belum dapat menggambarkan banyaknya
keluarga miskin yang ada. Penentuan keluarga miskin itu sendiri sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dan menggunakan kriteria garis kemiskinan yaitu jika suatu rumah
tangga memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan maka rumah
tangga tersebut dinyatakan sebagai kelurga miskin (BPS 2011).
Aspek pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kemajuan suatu daerah termasuk di pedesaan. Pada Gambar 2 terlihat bahwa baik
pada kelompok desa hotspot maupun kelompok desa bukan hotspot,
Pemberantasan buta aksara dan keberadaan SMP hanya ada di beberapa desa saja.
10
Dalam mewujudkan Kabupaten Majalengka yang lebih baik, pemerintah
daerah Kabupaten Majalengka juga melaksanakan beberapa program seperti
pendidikan paket A/B/C dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Gambar 2
memperlihatkan program Pendidikan paket A/B/C belum banyak dilaksanakan di
kedua kelompok desa. Akan tetapi, sebagian besar desa di kelompok desa hotspot
dan di kelompok desa bukan hotspot sudah memiliki PAUD
Keberadaan pasar dan toko atau warung kelontong sangatlah penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di desa. Akan tetapi, keberadaan pasar
baik di kelompok desa hotspot maupun kelompok desa bukan hotspot masih
jarang, hanya sebagian kecil saja desa yang memiliki pasar (Gambar 2).
Pelayanan kesehatan di suatu desa secara tidak langsung akan
mempengaruhi kemajuan suatu desa. Dengan adanya pelayanan dan fasilitas
kesehatan yang baik, masyarakat suatu desa akan lebih produktif dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan pada akhirnya dapat membangun desa tempat tinggalnya.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa di Kabupaten Majalengka keberadaan Puskesmas
masih jarang ditemukan baik di kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa
bukan hotspot.
80%
Persentase Desa
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pemberantasan
buta aksara
SMP
Pendidikan
Paket A/B/C
PAUD
Pasar
Puskesmas
Gambar 2 Perbandingan peubah Pemberantasan Buta Aksara dan SMP pada aspek
pendidikan, Pendidikan Paket A/B/C dan PAUD pada aspek program
pemerintah, Pasar pada aspek pangan, dan Puskesmas pada aspek
kesehatan di kelompok desa hotspot ( ) dan kelompok desa bukan
hotspot ( )
Di aspek ketenagakerjaan, sebagian besar sumber penghasilan masyarakat di
desa baik di kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa bukan hotspot
adalah berasal dari pertanian. Gambar 3 menunjukan bahwa hanya sebagian kecil
desa yang sumber penghasilan masyaraktnya di luar pertanian, seperti industri
pengolahan, perdagangan besar/eceran dan rumah makan dan lainnya. Terlihat
juga kelompok desa hotspot memiliki jenis sumber penghasilan yang lebih
beragam dibandingkan dengan kelompok desa bukan hotspot.
Persentase Desa
11
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pertanian
Industri pengolahan
Perdagangan besar/eceran dan
rumah makan
Lainnya
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 3 Perbandingan peubah Sumber Penghasilan pada aspek ketenagakerjaan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Di aspek perumahan, sebagian besar desa di kelompok desa hotspot maupun
di kelompok desa bukan hotspot sudah menggunakan LPG sebagai bahan bakar
(Gambar 4) dan sudah memiliki jamban sendiri sebagai tempat buang besar
(Gambar 5). Untuk memenuhi kebutuhan air minum, sebagian besar desa di
kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa bukan hotspot terlihat masih
banyak yang memanfaatkan mata air sebagai sumber air minum. Akan tetapi,
sudah banyak juga desa yang menggunakan sumur dan pompa listrik/tangan
sebagai sumber air minum (Gambar 6).
100%
90%
Persentase Desa
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 4 Perbandingan peubah Bahan Bakar yang Digunakan pada aspek
perumahan, LPG ( ) dan kayu bakar ( ) di kelompok desa hotspot dan
kelompok desa bukan hotspot
12
90%
80%
Persentase Desa
70%
Jamban sendiri
60%
50%
Bukan jamban
40%
30%
Jamban
umum/bersama
20%
10%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 5 Perbandingan peubah Tempat Buang Air Besar pada aspek perumahan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Persentase Desa
40%
35%
Pompa listrik/tangan
30%
Sumur
Mata air
25%
Lainnya
20%
15%
10%
5%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 6 Perbandingan peubah Sumber Air Minum pada aspek perumahan di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Kemiskinan suatu desa tidak lepas pengaruhnya dari faktor infrastruktur
desa. Fasilitas jalan di desa tentu akan mempengaruhi akses atau kemudahan
transportasi dalam menjalankan perekonomian desa. Gambar 7 menunjukan
sebagian besar desa di kelompok desa hotspot dan di kelompok desa bukan
hotspot sudah memiliki infrastruktur jalan yang terbuat dari aspal/beton.
13
120%
Persentase Desa
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 7 Perbandingan peubah Tipe Jalan pada aspek infrastruktur desa,
Aspal/beton ( ) dan diperkeras/kerikil ( ) di kelompok desa hotspot
dan kelompok desa bukan hotspot
Regresi Logistik
Model tanpa Peubah Spasial
Sebelum melakukan analisis regresi logistik, pemeriksaan korelasi
(Lampiran 3) diantara peubah penjelas yang digunakan dilakukan untuk
menghindari terjadinya multikolinearitas. Hasil pemeriksaan korelasi
menunjukkan bahwa nilai korelasi di antara peubah penjelas relatif kecil (kurang
dari 0.5) sehingga disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
Model regresi logistik tanpa peubah spasial yang dihasilkan memiliki nilai
rasio kemungkinan atau Uji G sebesar 25.770 dengan nilai p=0.420. Nilai tersebut
menujukan bahwa keputusan yang diambil adalah tidak tolak H0, artinya tidak ada
peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan desa pada taraf
nyata 10%. Hal ini terjadi karena dalam penentuan peubah respon (Y) sendiri
didasarkan pada ketergantungan spasial antar desa yang diamati. Oleh karena itu,
model regresi logistik yang dihasilkan akan menjadi tidak nyata jika tidak
memasukan peubah spasial.
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat nilai ketepatan klasifikasi atau Correct
Classification Rate (CCR) untuk model regresi logistik tanpa peubah spasial
adalah sebesar 61.0%. Nilai tersebut menunjukan bahwa sebesar 61.0% desa di
Kabupaten Majalengka diprediksi dengan tepat menjadi desa hotspot dan desa
bukan hotspot.
14
Tabel 2 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik tanpa peubah Spasial
Prediksi
Ketepatan
Aktual
klasifikasi
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
113
74
60.4
Hotspot
Desa Bukan
57
92
61.7
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
61.0
Model dengan Peubah Spasial
Model regresi logistik yang ditambahkan dengan peubah spasial memiliki
nilai Uji G sebesar 39.053 dan nilai p = 0.048. Nilai ini menunjukkan bahwa
keputusan yang diambil adalah menolak H0 , yaitu setidaknya ada satu peubah
penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan desa. Dari hasil Uji Wald
pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa peubah penjelas yang berpengaruh signifikan
terhadap status kemiskinan desa adalah peubah X5 atau peubah Persentase
Keluarga Buruh Tani, peubah X16 atau Persentase Keluarga Pertanian, dan peubah
WY atau peubah Spasial.
Tabel 3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10%
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
Konstanta
19.760
1.962E4
0.000
0.999
X1
0.055
0.117
0.221
0.638
X2(1)
0.029
0.290
0.010
0.921
X3
2.721
5.479
0.247
0.619
X4(1)
-20.553
1.962E4
0.000
0.999
X4(2)
-19.613
1.962E4
0.000
0.999
X4(3)
-19.530
1.962E4
0.000
0.999
X5
-1.007
0.599
2.824
0.093*
X6
-0.004
0.002
2.576
0.108
X7(1)
-0.094
0.500
0.035
0.851
X8(1)
-0.138
0.447
0.096
0.757
X9
0.495
1.028
0.232
0.630
X10
0.292
0.426
0.471
0.493
X11(1)
0.069
0.498
0.019
0.890
X11(2)
0.247
0.647
0.146
0.703
X12(1)
-0.267
0.585
0.209
0.648
X12(2)
-0.377
0.598
0.397
0.529
X12(3)
-0.289
0.603
0.229
0.632
X13
0.158
0.648
0.059
0.807
X14(1)
-0.120
0.273
0.194
0.659
X15(1)
0.286
0.260
1.204
0.273
X16
1.018
0.598
2.898
0.089*
15
Tabel 3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10% (lanjutan)
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
X17
0.000
0.001
0.826
0.363
X18(1)
0.080
0.265
0.090
0.764
X19
0.000
0.000
0.961
0.327
X20(1)
-0.774
0.642
1.453
0.228
WY
1.885
0.530
12.663
0.000*
*nyata pada α=0.10
Uji kebaikan model untuk model penuh regresi logistik dengan peubah
spasial memiliki nilai Khi Kuadrat sebesar 6.885 dan nilai p = 0.549. Nilai ini
menunjukan bahwa model telah cukup baik untuk menjelaskan data. Interpretasi
model dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio odds masing-masing peubah
penjelas. Peubah penjelas dan nilai rasio odds dapat dilihat di Tabel 4.
Peubah Spasial (WY) memiliki rasio odds tertinggi yaitu sebesar 6.587 yang
disusul dengan peubah Persentase Keluarga Pertanian (X16) dan Persentase
Keluarga Buruh Tani (X5). Nilai rasio odds pada peubah spasial berarti bahwa jika
ada suatu desa yang dinyatakan sebagai desa hotspot, maka desa-desa lain yang
menjadi tetangga desa hotspot tersebut akan memiliki kecenderungan menjadi
desa hotspot 6.814 kali dibandingan dengan desa-desa lain yang bukan
tetangganya. Peubah X16 atau Persentase Keluarga Pertanian memiliki nilai rasio
odds 2.768, artinya setiap peningkatan Persentase Keluarga Pertanian sebesar satu
persen maka kecenderungan desa dikategorikan hotspot naik sebesar 2.768 kali.
Peubah X5 atau Persentase Keluarga Buruh Tani memiliki nilai rasio odds 0.365,
artinya bahwa setiap Peningkatan Persentase Keluarga Buruh Tani sebesar satu
persen maka kecenderungan desa untuk dikategorikan hotspot akan turun sebesar
1/0.365 kali atau 2.739 kali. Nilai tersebut menunjukkan desa lebih cenderung
dikategorikan sebagai desa bukan hotspot.
Tabel 4 Nilai rasio odds model penuh regresi logistik dengan peubah Spasial
SK 90%
Peubah penjelas
Rasio odds
Batas bawah
Batas atas
X5
0.365
0.136
0.979
X16
2.768
1.035
7.405
WY
6.587
2.756
15.745
Untuk model penuh regresi logistik dengan peubah spasial memiliki nilai
ketepatan klasifikasi (CCR) sebesar 63.7%. Nilai tersebut menunjukan bahwa
sebesar 63.7% desa diprediksi dengan tepat menjadi desa hotspot atau desa bukan
hotspot (Tabel 5).
16
Tabel 5 Ketepatan klasifikasi desa model penuh regresi logistik dengan peubah
Spasial
Prediksi
Ketepatan
klasifikasi
Aktual
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
122
65
65.2
Hotspot
Desa Bukan
57
92
61.7
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
63.7
Peubah-peubah yang signifikan pada hasil regresi logistik model penuh
kemudian diregresikan kembali untuk mendapatkan suatu model yang lebih
sederhana. Model ini memiliki nilai Uji G sebesar 21.808 dan nilai p = 0.000.
Nilai ini menunjukan bahwa keputusan yang diambil adalah menolak H0 , yaitu
setidaknya ada satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan
desa. Hasil regresi logistik yang sudah disederhanakan dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Nilai p yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah yang berpengaruh
signifikan adalah peubah X5 atau peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan
WY atau peubah Spasial.
Interpretasi model dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio odds masingmasing peubah penjelas. Peubah penjelas dan nilai rasio odds dapat dilihat di
Tabel 6. Peubah Spasial (WY) memiliki rasio odds tertinggi yaitu sebesar 6.814
yang berarti bahwa jika ada suatu desa yang dinyatakan sebagai desa hotspot,
maka desa-desa lain yang menjadi tetangga desa hotspot tersebut akan memiliki
kecenderungan menjadi desa hotspot 6.814 kali dibandingan dengan desa-desa
lain yang bukan tetangganya. Peubah X5 atau Persentase Keluarga Buruh Tani
memiliki nilai rasio odds 0.396, artinya bahwa setiap peningkatan Persentase
Keluarga Buruh Tani sebesar satu persen maka kecenderungan desa untuk
dikategorikan hotspot turun sebesar 1/0.396 kali atau 2.525 kali. Nilai tersebut
menunjukkan desa lebih cenderung dikategorikan sebagai desa bukan hotspot.
Peubah X16 memiliki nilai rasio odds sebesar 1.683 yang berarti bahwa setiap
kenaikan Persentase Keluarga Pertanian sebesar satu persen maka kecenderungan
desa dikategorikan hotspot naik sebesar 1.683 kali. Akan tetapi, secara statistik
peubah Persentase Keluarga Pertanian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap
status kemiskinan desa. Hal ini terjadi karena peubah Persentase Keluarga
Pertanian belum cukup menggambarkan kesejahteraan keluarga pertanian yang
sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilihat juga faktor-faktor lain seperti
kepemilikan luas lahan dan faktor lain dalam hal pertanian di desa.
Tabel 6 Hasil regresi logistik dengan peubah Spasial pada taraf nyata 10%
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
Konstanta
-0.721
0.403
3.205
0.073*
X5
-0.925
0.540
2.939
0.086*
X16
0.521
0.481
1.171
0.279
WY
1.919
0.486
15.609
0.000*
*nyata pada α=0.10
Rasio
odds
0.486
0.396
1.683
6.814
17
Uji kebaikan model untuk model regresi logistik dengan peubah Spasial
memiliki nilai Khi Kuadrat sebesar 7.830 dan nilai p = 0.450. Nilai ini
menunjukan bahwa model telah cukup baik untuk menjelaskan data. Model logit
dari regresi logistik dengan peubah Spasial berdasarkan Tabel 6 adalah:
Model yang dihasilkan memperlihatkan bahwa faktor pertanian adalah
faktor yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan suatu desa setelah faktor
spasial. Namun dalam penelitian ini diperoleh bahwa nilai rasio odds dari peubah
Persentase Keluarga Buruh Tani pada model yang dihasilkan menunjukkan
kecenderungan desa dikategorikan menjadi desa bukan hotspot. Hal ini dapat
terjadi karena adanya kemungkinan bahwa masyarakat buruh tani di desa
mempunyai sumber penghasilan lain di luar buruh tani seperti buruh pabrik, kuli
bangunan, pedagang kecil, beternak dan lain-lain (Loesasi 2012).
Model regresi logistik dengan peubah spasial memiliki nilai ketepatan
klasifikasi (CCR) sebesar 61.9%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebesar
61.9% desa di Kabupaten Majalengka diprediksi dengan tepat menjadi desa
hotspot atau desa bbukan hotspot (Tabel 7).
Tabel 7 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik dengan peubah spasial
Prediksi
Ketepatan
klasifikasi
Aktual
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
113
74
60.4
Hotspot
Desa Bukan
54
95
63.8
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
61.9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelompok desa hotspot memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
kelompok desa bukan hotspot ada beberapa aspek. Perbedaan yang paling
menonjol adalah dalam hal pertanian yaitu pada peubah Persentase Buruh Tani
dan peubah Persentase Keluarga Pertanian. Dalam penelitian ini terbukti bahwa
faktor spasial sangat berpengaruh dalam menduga status kemiskinan desa di
Kabupaten Majalengka. Model regresi logistik dengan peubah Spasial memiliki
nilai ketepatan klasifikasi (CCR) lebih besar daripada model regresi logistik tanpa
peubah Spasial. Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap status
kemiskinan desa adalah peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan peubah
Spasial. Dari peubah yang berpengaruh tersebut diketahui bahwa peubah Spasial
paling berpengaruh terhadap status kemiskinan desa.
18
Saran
Penentuan keluarga yang dinyatakan sebagai keluarga miskin sebaiknya
tidak melihat dari Surat Miskin yang diperoleh karena banyaknya surat miskin di
suatu desa tidak mencerminkan banyaknya keluarga miskin. Penentuan suatu
keluarga dinyatakan miskin akan lebih baik jika menggunakan aturan Garis
Kemiskinan yang telah ditetapkan BPS atau Bank Dunia. Penambahan peubah
penjelas disarankan terutama peubah yang berhubungan dengan faktor pertanian
seperti peubah luas kepemilikan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten
Kota 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro
Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Haran M, Molineros J, Patil GP. 2006. Large Scale Plant Disease Forecasting:
Case Study of Fusarium Head Blight. DGO 2006 Converence.
Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. Edisi ke-2. New
York : John Wiley and Sons.
Kulldorff M. 1997. A Spatial Scan Statistic. Communications in Statistics: Theory
and Method. [Internet]. [diunduh 24 Feb 2013]. 26:1481-1496. Tersedia pada:
http://www.satscan.org/papers/k-scanbook1999.pdf
Kulldorff M. 2006. SaTScanTM User Guide for version 6.1. [Internet]. [diunduh
24 Feb 2013]. Tersedia pada: http://www.satscan.org/ cgi-bin /satscan
/register.pl/Current%20Version:%20SaTScan%20v9.1.1%20released%20Mar
ch%209%202011.?todo=process_userguide_download.
Loesasi AR. 2012. Pengaruh Mekanisasi Pertanian Padi Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja di Desa Sukowiyono Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
[Internet]. [diunduh 17 Mei 2013]. Tersedia pada: http:// ejournal. unesa.ac.id
/article/1897/40/article.pdf
Solimah. 2010. Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menelaah Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Status Kemiskinan Desa [Tesis]. Bogor: Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Taillie C, Patil GP. 2004. Upper Level Set Scan Statistc for Detecting Arbitrarily
Shaped Hotspots. New York: Kluwer Academic Publishers.
Thaib Z. 2008. Pemodelan Regresi Logistik Spasial dengan Pendekatan Matriks
Contiguity [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Institut Pertanian Bogor.
19
Lampiran 1 Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian
Kode
X1
X2
X3
X4
X5
Nama Peubah
Aspek
Jumlah Sekolah
Dasar (SD)
Pemberantasan
Buta Aksara
Tenaga Kerja
Indonesia (TKI)
Sumber
Penghasilan
Pendidikan
Skala
Pengukuran
Rasio
-
Pendidikan
Nominal
Ketenagakerjaan Rasio
Ketenagakerjaan Nominal
X7
Persentase
Ketenagakerjaan Rasio
Keluarga Buruh
Tani
Jumlah Toko /
Pangan
Rasio
Warung Kelontong
Pasar
Pangan
Nominal
X8
Puskesmas
Kesehatan
Nominal
X9
Keluarga
Pengguna Listrik
Bahan Bakar yang
Digunakan
Perumahan
Rasio
Perumahan
Nominal
X11
Tempat Buang Air
Besar
Perumahan
Nominal
X12
Sumber Air
Minum
Perumahan
Nominal
X13
Penerima
Jamkesda/nas
Pendidikan Paket
A/B/C
PAUD
Program
pemerintah
Program
pemerintah
Program
pemerintah
Rasio
X6
X10
X14
X15
Nominal
Nominal
Keterangan
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Pertanian
2 = Industri
pengolahan
3 = Perdagangan
besar/eceran dan
rumah makan
4 = Lainnya
-
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = LPG
2 = Kayu bakar
3 = Lainnya
1 = Jamban sendiri
2 = Bukan jamban
3 = Jamban
umum/bersama
1 = Pompa
listrik/tangan
2 = Sumur
3 = Mata air
4 = Lainnya
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Ada
2 = Tidak ada
20
Lampiran 1 Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian (lanjutan)
Kode
Nama Peubah
X16
Ekonomi
Ekonomi
Rasio
-
Pendidikan
Nominal
Infrastruktur
desa
Infrastuktur
desa
Rasio
1 = Ada
2 = Tidak ada
-
X20
Persentase
Keluarga Pertanian
Jumlah Industri
Kecil dan Mikro
Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
Jarak ke
Kecamatan
Tipe Jalan
Skala
Pengukuran
Rasio
-
WY
Peubah Spasial
Spasial
Rasio
X17
X18
X19
Aspek
Nominal
Keterangan
1 = Aspal/beton
2 = Diperkeras
/kerikil
-
Lampiran 2. Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
Kecamatan
Lemahsugih
Bantarujeg
Malausma
Cikijing
Cingambul
Talaga
Banjaran
Argapura
Maja
Majalengka
Cigasong
Sukahaji
Sindang
Rajagaluh
Sindangwangi
Leuwimunding
Palasah
Jatiwangi
Dawuan
Kasokandel
Panyingkiran
Kadipaten
Kertajati
Jatitujuh
Ligung
Desa Hotspot
8
9
3
10
7
0
12
5
7
11
8
0
6
11
4
10
6
14
5
6
5
6
11
5
8
Desa
Bukan Hotspot
8
4
7
5
6
16
1
9
11
3
2
13
1
2
6
4
7
2
6
4
4
1
3
10
11
Total
16
13
10
15
13
16
13
14
18
14
10
13
7
13
10
14
13
16
11
10
9
7
14
15
19
21
Lampiran 2. Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
(lanjutan)
Kecamatan
Desa
Bukan Hotspot
3
149
Desa Hotspot
Sumberjaya
Total
10
187
Total
13
336
Lampiran 3. Korelasi Pearson peubah penjelas
X1
X3
X5
X6
X9
X13
X16
X17
X19
WY
X1
X3
X5
X6
X9
X13
X16
X17
X19
WY
1.000
-0.119
-0.191
0.473
0.054
0.037
-0.257
-0.006
-0.130
0.115
1.000
0.105
-0.068
0.002
0.018
0.137
-0.033
0.077
-0.114
1.000
-0.231
0.152
-0.049
0.373
0.042
0.251
-0.146
1.000
0.062
0.098
-0.194
-0.047
-0.158
0.159
1.000
-0.037
-0.007
0.042
0.060
0.082
1.000
-0.127
-0.044
0.045
-0.064
1.000
-0.090
0.301
-0.046
1.000
-0.060
-0.136
1.000
0.032
1.000
X1 = Jumlah Sekolah Dasar (SD)
X3 = Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
X5 = Persentase Keluarga Buruh Tani
X6 = Jumlah Toko / warung kelontong
X9 = Keluarga Pengguna Listrik
X13 = Penerima Jamkesda/nas
X16 = Persentase Keluarga Pertanian
X17 = Jumlah Industri kecil dan mikro
X19 = Jarak ke Kecamatan
WY = Peubah Spasial
Lampiran 4. Analisis deskriptif peubah penjelas
Peubah penjelas dengan skala pengukuran nominal
Peubah
Pemberantasan buta aksara
Ada
Tidak ada
Sumber penghasilan
Pertanian
Industri pengolahan
Perdagangan besar/eceran
Lainnya
Pasar
Ada
Tidak ada
Persentase Desa
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
45%
55%
46%
54%
85%
6%
7%
2%
94%
3%
3%
0%
10%
90%
10%
90%
22
Lampiran 4. Analisis deskriptif peubah penjelas (lanjutan)
Peubah penjelas dengan skala pengukuran nominal
Peubah
Puskesmas
Ada
Tidak ada
Bahan bakar
LPG
Kayu bakar
Tempat buang air besar
Jamban sendiri
Bukan jamban
Jamban bersama
Sumber air minum
Pompa listrik/tangan
Sumur
Mata air
Lainnya
Pendidikan paket A/B/C
Ada
Tidak ada
PAUD
Ada
Tidak ada
SMP
Ada
Tidak ada
Tipe jalan
Aspal/beton
Diperkeras/kerikil
Persentase Desa
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
10%
90%
9%
91%
89%
11%
86%
14%
84%
10%
6%
82%
11%
7%
28%
30%
34%
7%
27%
32%
37%
5%
30%
70%
31%
69%
67%
33%
59%
41%
39%
61%
36%
64%
93%
7%
97%
3%
23
Lampiran 5. Proses perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu
Matriks Kebertetanggaan (Contiguity)
No
Desa
1
2
3
4
5
.
.
.
.
.
.
331
332
333
334
335
336
1
1
1
1
2
3
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
5
.
.
.
.
.
.
331
332
334
335
336
1
1
1
4
4
5
5
5
.
.
.
.
.
.
6
7
7
5
4
7
336
∑Wij
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
333
334
1
1
∑Cij
1
1
1
Matriks Pembobot Spasial
No
Desa
1
2
3
4
5
.
.
.
.
.
.
331
332
333
334
335
336
1
0.25
0.2
0.2
2
3
0.25
0.25
0.25
0.2
0.2
0.2
4
0.25
0.2
0.2
5
.
.
.
.
.
331
332
335
0.25
0.25
0.2
0.2
0.1
0.1
0.2
0.1
0.1
0.2
0.25
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.25
0.1
0.25
0.1
1
1
1
1
1
.
.
.
.
.
.
1
1
1
1
1
1
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 10 Januari 1990 sebagai anak
pertama kembar dari lima bersaudara dari pasangan Eja Susteja dan Ema Ratmala.
Penulis semenjak kecil tinggal di Majalengka dan sebelum memasuki perguruan
tinggi berhasil menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Majalengka, SLTPN 3
Majalengka, dan SDN Majalengka Kulon II. Penulis memasuki perguruan tinggi
pada tahun 2008 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan memilih
mayor Statistika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif sebagai Badan Pengawas
Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta sebagai anggota, pengurus Asrama
Mahasiswa Sylvasari IPB sebagai Kepala Departemen PSDM, dan terakhir
sebagai Pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) IPB sebagai
Kepala Divisi Community Devel
MENDUGA STATUS KEMISKINAN DESA DI KABUPATEN
MAJALENGKA
HENDRA JANUAR ANDRIANA
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Regresi
Logistik Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Desa di Kabupaten
Majalengka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Hendra Januar Andriana
NIM G14080061
ABSTRAK
HENDRA JANUAR ANDRIANA. Analisis Regresi Logistik Spasial untuk
Menduga Status Kemiskinan Desa di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh
ANIK DJURAIDAH dan DIAN KUSUMANINGRUM.
Status kemiskinan desa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan antara satu desa dengan desa yang lain. Pemodelan dengan regresi
logistik spasial diperlukan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
hotspot kemiskinan desa yang bersifat spasial. Pengkategorian desa menjadi desa
hotspot (1) dan desa bukan hotspot (0) dilakukan dengan metode pendeteksian
hotspot Upper Level Set (ULS) Scan Statistic dan dihasilkan sebanyak 187 desa
hotspot dan 149 desa bukan hotspot. Kelompok desa hotspot memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan kelompok desa bukan hotspot pada
berbagai aspek. Model regresi logistik dengan peubah spasial memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi logistik tanpa peubah spasial
dalam menduga status kemiskinan desa di Kabupaten Majalengka. Model regresi
logistik dengan peubah Spasial memiliki nilai ketepatan klasifikasi (CCR) lebih
tinggi dibandingkan dengan model regresi logistik tanpa peubah Spasial. Peubah
penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan desa adalah
peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan peubah Spasial.
Kata kunci: status kemiskinan desa, regresi logistik, regresi logistik spasial,
metode hotspot, Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
ABSTRACT
HENDRA JANUAR ANDRIANA. Spatial Logistic Regression Analysis to
Estimate The Status of Rural Poverty in Majalengka Regency. Supervised by
ANIK DJURAIDAH and DIAN KUSUMANINGRUM.
Rural poverty status is influenced by several factors that are correlated
between one rural area and the other. Logistic regression modeling with spatial
weights is needed to determine the factors that affect rural poverty hotspots that
are spatially correlated. Categorization of rural areas into hotspot (1) and non
hotspot (0) was based on a hotspot Upper Level Set (ULS) Scan Statistic method
which obtained 187 hotspot rural areas and 149 rural non hotspot. Rural hotspot
areas have characteristics similar to non rural hotspot areas in various
aspects. Logistic regression models with Spatial variable enhances logistic
regression model without Spatial variable in predicting the status of rural poverty
areas in Majalengka. Logistic regression models with Spatial variable has a higher
correct classification rate (CCR) compared to logistic regression without Spatial
variable. The explanatory variables that have a significant influence towards the
status of rural poverty are Percentage of Farm Worker Families variable and
Spatial variable.
Keywords: rural poverty status, logistic regression, spatial logistic regression,
hotspot method, Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
ANALISIS REGRESI LOGISTIK SPASIAL UNTUK
MENDUGA STATUS KEMISKINAN DESA DI KABUPATEN
MAJALENGKA
HENDRA JANUAR ANDRIANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menduga Status
Kemiskinan Desa di Kabupaten Majalengka
Nama
: Hendra Januar Andriana
NIM
: G14080061
Disetujui oleh
Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS
Pembimbing I
Dian Kusumaningrum, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah
berjudul ”Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan
Desa di Kabupaten Majalengka”. Karya ilmiah ini penulis susun sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak lepas dari
dukungan, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti bagi
penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS dan Ibu Dian Kusumaningrum S.Si, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan
dan arahan selama penulisan karya ilmiah ini.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah membantu penulis dalam
menyediakan data penelitian.
3. Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
beberapa masukan dan arahan kepada penulis.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang
serta dorongan baik moril maupun materil kepada penulis.
5. Yayasan Beasiswa Karya Salemba Empat yang telah memberikan
beasiswa kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
6. Teman-teman seperjuangan statistika khususnya statistika angkatan 45
yang telah membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.
Bogor, Mei 2013
Hendra Januar Andriana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pendeteksian Hotspot dengan Upper Level Set(ULS) Scan Statistic
Regresi Logistik
Uji Signifikansi Model
Interpretasi Koefisien
Regresi Logistik Spasial
METODE
Bahan
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Regresi Logistik
Model tanpa Peubah Spasial
Model dengan Peubah Spasial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
3
4
5
5
6
6
7
8
8
13
13
14
17
17
18
18
19
24
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan peubah penjelas berskala rasio
2 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik tanpa peubah Spasial
3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10%
4 Nilai rasio odds model penuh regresi logistik dengan peubah Spasial
5 Ketepatan klasifikasi desa model penuh regresi logistik dengan peubah
Spasial
6 Hasil regresi logistik dengan peubah Spasial pada taraf nyata 10%
7 Ketapatan klasifikasi desa model regresi logistik dengan peubah Spasial
9
14
14
15
16
16
17
DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan dan penyebaran desa hotspot dan bukan hotspot
2 Perbandingan peubah Pemberantasan Buta Aksara dan SMP pada aspek
pendidikan, Pendidikan Paket A/B/C dan PAUD pada aspek program
pemerintah, Pasar pada aspek pangan, dan Puskesmas pada aspek
kesehatan di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
3 Perbandingan peubah Sumber Penghasilan pada aspek ketenagakerjaan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
4 Perbandingan peubah Bahan Bakar yang Digunakan pada aspek
perumahan di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
5 Perbandingan peubah Tempat Buang Air Besar pada aspek perumahan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
6 Perbandingan peubah Sumber Air Minum pada aspek perumahan di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
7 Perbandingan peubah Tipe Jalan pada aspek infrastruktur desa di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
8
10
11
11
12
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian
Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
Korelasi Pearson peubah penjelas
Analisis deskriptif peubah penjelas
Proses perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu
19
20
21
21
23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat
perhatian di negara manapun termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan bahwa pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Indonesia
adalah sebanyak 29.89 juta jiwa atau 12.36% dari total penduduk Indonesia.
Mayoritas 63.37% penduduk miskin tersebut diketahui adalah penduduk miskin
yang tinggal di pedesaan (BPS 2011). Banyak faktor yang membuat tingkat
kemiskinan di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah faktor pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan,
ketenagakerjaan, ekonomi dan program pemerintah (BPS 2010). Faktor-faktor
tersebut secara langsung atau tidak terjadi di pedesaan dan saling berhubungan
antara satu desa dengan desa yang lain. Dengan kata lain, faktor-faktor tersebut
bersifat spasial.
Penelitian terdahulu mengenai status kemiskinan desa telah dilakukan oleh
Thaib (2008) tentang pemodelan regresi logistik spasial dengan pendekatan
matriks contiguity dan Solimah (2010) tentang analisis regresi logistik spasial
untuk status kemiskinan desa di Kabupaten/Kota Cirebon. Majalengka sebagai
salah satu kabupaten di Jawa Barat merupakan kabupaten yang sedang
berkembang dengan berbagai potensi daerah yang terus ditingkatkan. Akan tetapi,
Majalengka masuk ke dalam lima besar kabupaten dengan persentase penduduk
miskin terbanyak di Jawa Barat (BPS 2010). Oleh karena itu, perlu adanya
perhatian khusus untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
di Majalengka dengan melihat daerah-daerah mana saja yang berpotensi
menyebabkan tingkat kemiskinan di Majalengka menjadi tinggi. Daerah-daerah
yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dapat dikatakan sebagai suatu hotspot.
Pemodelan dengan regresi logistik spasial diperlukan untuk menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan desa yang bersifat spasial
atau saling berhubungan. Model yang dihasilkan dari analisis ini dapat digunakan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka untuk mengetahui kesejahteraan
masyarakatnya dengan melihat status kemiskinan desa beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan menjadikannya acuan untuk dapat melakukan
pembangunan masyarakat secara merata khususnya dalam upaya mengentaskan
masalah kemiskinan.
Perumusan Masalah
Status kemiskinan desa penting untuk diperhatikan terkait dengan
pembangunan suatu daerah. Dengan pengelompokkan desa menjadi desa hotspot
dan desa bukan hotspot, pemerintah dapat lebih mudah untuk mengatasi masalah
kemiskinan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan suatu
desa terdiri dari beberapa aspek dan secara langsung ataupun tidak akan saling
mempengaruhi satu desa dengan desa yang yang lain. Analisis regresi logistik
spasial dapat digunakan untuk menduga status kemiskinan desa tersebut. Oleh
2
karena itu, perlu dilakukan analisis regresi logistik spasial untuk mendapatkan
model status kemiskinan desa dan faktor apa saja yang sebenarnya mempengaruhi
status kemiskinan desa.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi status kemiskinan desa di Kabupaten Majalengka dengan
menggunakan analisis regresi logistik spasial.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendeteksian Hotspot dengan Upper Level Set (ULS) Scan Statistic
Hotspot didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak biasa, menyimpang atau
area kritis (Patil dan Taillie 2004). Sedangkan menurut Haran et al. (2006) hotspot
merupakan lokasi atau wilayah yang memiliki tingkat kekonsistenan tinggi dalam
suatu kejadian (seperti jumlah kemiskinan, pengangguran, atau orang yang
menderita kekurangan makanan/kelaparan) dan memiliki ciri yang berbeda dari
daerah sekitar. Metode pendeteksian hotspot terdiri dari tiga komponen, yaitu
identifikasi calon hotspot, evaluasi nilai hotspot yang signifikan, dan menduga
peubah bebas yang berhubungan dengan hotspot.
ULS merupakan metode statistika yang dapat digunakan untuk mendeteksi
hotspot. Secara umum metode ini mengelompokkan area-area sebagai suatu
gerombol dan memeriksanya sebagai suatu hotspot atau tidak dengan
menggunakan uji Rasio Kemungkinan (Kulldorff 1997). Di dalam ULS, Z
dinotasikan sebagai zona yang merupakan bagian dari area G
. Masingmasing area yang berada dalam zona memiliki peluang p sebagai anggota
gerombol dan area yang berada di luar zona memiliki peluang q. Peluang area
tersebut adalah saling bebas satu sama lain. Hipotesis yang diuji adalah H0: p=q
(area bukan hotspot) dan H1: p>q (area hotspot).
Misal nZ dinotasikan sebagai jumlah kasus yang diamati pada zona Z dan nG
adalah jumlah total kasus. NZ dinotasikan sebagai total populasi di zona Z dan NG
dinotasikan sebagai total keseluruhan populasi. Fungsi kemungkinan untuk model
Bernoulli dituliskan sebagai:
Untuk menemukan zona yang paling mirip sebagai sebuah gerombol, kita
mencari zona ̂ yang memaksimumkan fungsi kemungkinan. Langkah pertama
adalah memaksimumkan fungsi kemungkinan yang dikondisikan pada Z:
3
=
ketika
lainnya
Kemudian mencari solusi ̂
kesimpulan secara statistik.
dan menarik
dan statistik uji rasio
Misal
kemungkinan (λ) dapat ditulis:
̂
Nilai λ yang dihasilkan dari uji rasio kemungkinan pada masing-masing
gerombol (Z) tidak perlu semuanya dibandingkan dengan hasil simulasi Monte
Carlo. Hanya gerombol (Z) yang disebut sebagai calon hotspot saja yang nilai λ
nya dapat dibandingkan dengan simulasi Monte Carlo. Resiko Relatif (RR)
merupakan suatu metode untuk mengevaluasi apakah suatu gerombol merupakan
,
calon hotspot atau tidak. Resiko Relatif dapat dihitung sebagai
dengan nz jumlah kasus yang diamati, E(c) adalah nilai harapan kasus yang ada di
area dan dihitung dengan
dengan Nz adalah jumlah populasi di
gerombol yang diamati, nG dan NG berturut-turut adalah jumlah total kasus dan
jumlah total populasi (Kulldorff 2006). Suatu gerombol (W) disebut sebagai calon
hotspot jika memiliki nilai resiko relatif lebih dari satu.
Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan analisis statistika yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara peubah respon yang berskala kategorik dengan satu
atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau numerik. Pada model
regresi logistik tidak diperbolehkan adanya multikolinearitas (Hosmer dan
Lemeshow 2000).
Misal data pengamatan memiliki p peubah penjelas yaitu x1, x2,…xp dan
peubah respon (Y). Peubah respon ini mempunyai dua kemungkinan yaitu Y=0
yang berarti respon tidak memiliki kriteria yang ditentukan dan Y=1 yang berarti
respon memiliki kriteria yang ditentukan. Oleh karena itu Y akan mengikuti
sebaran Bernoulli dengan fungsi peluang:
4
Pada regresi logistik peubah respon (Y) akan mengikuti sebaran Binomial
jika kejadian Y berjumlah n, peluang setiap kejadian sama dan setiap kejadian
saling bebas satu sama lain. Model umum dari regresi logistik yaitu:
dengan π(x) = E(Y|x) adalah kondisi rataan bersyarat dari Y jika x diketahui
menggunakan regresi logistik. Dengan menggunakan transformasi logit diperoleh:
(
)
dimana g(x) = 0+ 1x1+…+ pxp merupakan penduga logit yang berperan
sebagai fungsi linear dari peubah penjelas. Karena fungsi penghubung yang
digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan
disebut sebaran logistik (Hosmer dan Lemeshow 2000)
Uji Signifikansi Model
Pengujian signifikansi model regresi logistik dilakukan dengan dua tahap.
Tahap pertama yaitu melakukan Uji Rasio Kemungkinan atau Uji G untuk
mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara simultan.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: = =…=
=0
H1: paling sedikit ada satu ≠0, i=1,2,…,p
Statistik uji-G didefinisikan sebagai:
⌈
⌉
dengan L0 adalah fungsi kemungkinan maksimum tanpa peubah penjelas, dan Lp
merupakan fungsi kemungkinan maksimum dengan p peubah penjelas. Hipotesis
nol ditolak jika G > χ2p(α) (Hosmer dan Lemeshow 2000).
Tahap kedua yaitu melakukan Uji Wald untuk menguji pengaruh masingmasing peubah penjelas. Hipoteisi yang diuji adalah:
H0: = 0
H1: ≠ 0; i=1,2,…,p
Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut:
̂
̂
5
̂ adalah nilai galat baku
dengan ̂ adalah nilai dugaan parameter ke-i dan
dari penduga parameter ke-i. Keputusan menolak H0 diambil jika | | > Zα/2
(Hosmer dan Lemeshow 2000).
Interpretasi Koefisien
Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik adalah rasio oddsnya. Ψ
yang didefinisikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak
sukses dari peubah penjelas terhadap peubah respon. Nilai odds dapat dituliskan
sebagai berikut:
Untuk peubah penjelas yang memiliki dua kategori yaitu x1 dan x2 dan memiliki
nilai x1=1 dan x2=0, maka rasio odds:
⁄
dapat disederhanakan menjasi
Rasio odds untuk peubah kategorik menjelaskan bahwa kategori x=1
memiliki kecenderungan untuk terjadi y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan kategori
x=0. Sedangkan jika peubahnya berskala numerik, maka interpretasinya setiap
kenaikan satu satuan pada peubah x maka kecenderungan untuk terjadinya y=1
akan naik sebesar Ψ kali (Hosmer dan Lemeshow 2000).
Regresi Logistik Spasial
Regresi logistik spasial merupakan regresi logistik dengan memasukkan
pengaruh spasial ke dalam modelnya. Pengaruh spasial yang dimaksud adalah
dengan membentuk suatu peubah baru yang disebut peubah Spasial. Peubah
Spasial ini dibentuk dari matriks pembobot spasial yang dikalikan dengan vektor
peubah respon (Y). Matriks pembobot spasial diperoleh dari matriks
kebertetanggaan (Contiguity).
Matriks kebertetanggan merupakan matriks yang dapat menggambarkan
hubungan kedekatan antar daerah. Kedekatan suatu daerah dihitung berdasarkan
Kriterian ratu. Kriteria ratu adalah gerakan langkah ratu pada pion catur yaitu
menunjukan daerah yang menghimpit pion catur ke arah kanan, kiri, atas dan
bawah. Matriks ini menunjukan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah
lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika daerah-i bertetangga
langsung dengan daerah-j, dan nilai 0 diberikan jika daerah-i tidak bertetangga
langsung dengan daerah-j. Matriks ini juga disebut dengan matriks biner, dan juga
disebut matriks penghubung, yang dinotasikan dengan C dan cij merupakan nilai
dalam matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai cij adalah 1 jika antar daerah-i
6
bertetangga dengan daerah-j dan cij bernilai 0 jika daerah-i tidak bertetangga
dengan daerah-j. nilai pada matriks ini akan digunakan untuk perhitungan matriks
pembobot spasial W. Isi dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i dan kolom
ke-j adalah wij . Nilai wij pada penelitian ini yaitu
.
∑
Persamaan dari regresi logistik spasial dapat dituliskan sebagai berikut:
dengan
(
) ,
(
) W merupakan matriks
pembobot spasial berukuran nxn,
adalah vektor peubah respon
dan adalah koefisien spasial otoregressif. Persamaan tersebut diperoleh dari
penggabunagn dua model linear. Model yang pertama adalah model non spasial
dengan data spasial yang setara dengan asumsi
dan dapat didefinisikan
sebagai berikut:
i
Sedangkan model linear kedua merupakan model linear spasial dengan data
spasial yang murni otoregressif. Model tersebut memiliki asumsi bahwa peubah
non spasial X=0 atau tidak ada peubah penjelas yang berpengaruh terhadap respon.
Respon hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Model tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut:
i
METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik yaitu data Potensi Desa (PODES) Kabupaten
Majalengka tahun 2011 dan Peta Dasar Kabupaten Majalengka. Data pengamatan
dalam penelitian ini adalah data 336 desa di Kabupaten Majalengka dengan
peubah respon rasio antara banyaknya keluarga miskin terhadap jumlah keluarga
di masing-masing desa yang kemudian digunakan untuk mengkategorikan desa
menjadi desa hotspot dan desa bukan hotspot. Banyaknya keluarga miskin adalah
diasumsikan sama dengan banyaknya surat miskin di masing-masing desa. Peubah
penjelas yang digunakan merupakan bagian dari data Potensi Desa (PODES) yang
meliputi aspek pendidikan, ketenagakerjaan, pangan, kesehatan, perumahan,
program pemerintah, ekonomi dan infrastruktur desa (Lampiran 1).
7
Prosedur Analisis Data
Prosedur yang dilakukan dalam peneltian ini adalah dimulai dengan
mengelompokkan desa menjadi desa hotspot (1) dan desa bukan hotspot (0).
Pengelompokan desa dilakukan dengan menggunakan metode Upper Level Set
(ULS) Scan Statistic dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Hitung rasio antara jumlah keluarga miskin dengan jumlah keluarga pada
masing-masing desa (336 desa) dan urutkan dari yang terbesar sampai
terkecil.
b. Tentukan desa yang memiliki rasio jumlah keluarga miskin terhadap
jumlah keluarga terbesar. Hitung jumlah desa tetangga yang dimiliki desa
tersebut.
c. Ulangi langkah (b) sesuai urutan rasio yang diperoleh pada langkah (a)
d. Dalam area suatu desa beserta desa tetangganya atau yang disebut
gerombol (Z) hitung jumlah kasus (nZ) dan ukuran populasinya (NZ)
e. Ulangi langkah (d) untuk masing-masing area
f. Nilai (nZ,NZ) pada masing-masing area kemudian dimasukan ke uji Rasio
Kemungkinan menurut persamaan yang telah ditentukan dan
menghasilkan suatu nilai yang dilambangkan dengan λ. Nilai λ tersebut
kemudian dibandingkan dengan suatu nilai hasil dari simulasi Monte Carlo
untuk menguji suatu gerombol (Z) merupakan suatu hotspot atau bukan.
g. Gerombol hotspot yang terbentuk merupakan kumpulan dari berbagai area
(desa) yang dikategorikan sebagai desa hotspot.
Setelah diperoleh sejumlah desa yang berstatus hotspot dan bukan hotspot maka
langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Memilih peubah-peubah penjelas yang akan digunakan berdasarkan studi
literatur mencakup aspek-aspek yang mempengaruhi kemiskinan desa.
2. Membuat matriks kebertetanggaan (contiguity) antar desa.
3. Membuat matriks pembobot spasial (W).
4. Membentuk peubah spasial yaitu dengan mengalikan matriks pembobot
spasial (W) dengan vektor respon (Y).
5. Memeriksa asumsi multikolinearitas pada regresi logistik dengan melihat
nilai korelasi antar peubah penjelas.
6. Membuat model regresi logistik tanpa peubah spasial dan dengan peubah
spasial.
7. Melihat peubah-peubah penjelas mana saja yang berpengaruh terhadap
respon dengan uji signifikansi, baik secara serentak (Uji G) maupun secara
parsial (Uji Wald).
8. Interpretasi model logit yang terbentuk dengan melihat nilai rasio odds
peubah penjelas yang berpengaruh.
9. Menghitung kesesuaian masing-masing model dengan melihat nilai
Correct Classification Rate (CCR) yang merupakan persentase ketepatan
nilai dugaan dengan pengamatannya. Perhitungan CCR menggunakan
persamaan:
8
Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan maka tingkat akurasi yang
dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan Lemeshow 2000). Software yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2007, software statistika
dan software pemetaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Metode pendeteksian hotspot dengan cara Upper Level Set (ULS) Scan
Statistic mengkategorikan desa menjadi desa hotspot (1) dan desa bukan hotspot
(0). Metode ini menghasilkan 187 desa hotspot dan 149 desa bukan hotspot. Desa
hotspot tersebar di beberapa zona hotspot. Setiap zona memiliki jumlah desa
hotspot yang beragam. Ada zona yang hanya memiliki satu desa, dua desa, dan
bahkan ada yang memiliki lebih dari 50 desa hotspot. Hal ini disebabkan oleh
setiap desa hotspot dapat masuk ke dalam lebih dari satu zona hotspot.
Perbandingan dan penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di Kabupaten
Majalengka dapat dilihat pada Gambar 1.
44%
56%
Gambar 1 Perbandingan dan penyebaran desa hotspot ( ) dan bukan hotspot ( )
Penyebaran desa hotspot dan berstatus bukan hotspot terjadi di seluruh
kecamatan di Kabupaten Majalengka. Kecamatan yang memiliki desa hotspot
lebih banyak daripada desa bukan hotspot adalah Kecamatan Bantarujeg, Cikijing,
Cingambul, Banjaran, Majalengka, Cigasong, Sindang, Rajagaluh, Leuwimunding,
Jatiwangi, Kasokandel, Panyingkiran, Kadipaten, Kertajati dan Sumberjaya.
Sedangkan kecamatan yang memiliki desa bukan hotspot lebih banyak daripada
desa hotspot adalah Kecamatan Malausma, Argapura, Maja, Sindangwangi,
Palasah, Dawuan, Jatitujuh dan Ligung. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa
seluruh desa di Kecamatan Talaga dan Sukahaji tidak ada yang berstatus hotspot.
Hal ini terjadi karena seluruh desa di Kecamatan Talaga dan Sukahaji memiliki
nilai rasio jumlah keluarga miskin per jumlah keluarga yang sangat kecil.
9
Penyebaran desa hotspot dan bukan hotspot yang seimbang terjadi di Kecamatan
Lemahsugih. Sebaran desa hotspot dan bukan hotspot untuk tiap kecamatan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Perbandingan kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
dapat dilihat pada Tabel 1. Terlihat bahwa kelompok desa hotspot memiliki nilai
ragam yang lebih tinggi pada peubah Jumlah Industri Kecil dan Mikro (X17) dan
memiliki nilai rataan yang lebih tinggi pada peubah Jumlah Sekolah Dasar (X1),
Keluarga Pengguna Listrik (X9) dan Persentase Keluarga Pertanian (X16).
Sementara itu, kelompok desa bukan hotspot memiliki nilai ragam yang lebih
tinggi pada peubah Jumlah Sekolah Dasar (X1) dan peubah Keluarga Pengguna
Listrik (X9) serta memiliki nilai rataan lebih besar pada peubah Persentase
Keluarga Buruh Tani (X5), Jumlah Toko/Warung Kelontong (X6), Penerima
Jamkesda/nas (X13), Jumlah Industri Kecil dan Mikro (X17) dan Jarak ke
Kecamatan (X19). Dari Tabel 1 terlihat desa hotspot memiliki nilai rataan
Persentase Keluarga Buruh Tani yang lebih kecil dibandingkan desa bukan
hotspot. Nilai tersebut berbeda dari keadaaan yang seharusnya yaitu desa hotspot
cenderung memiliki rataan Persentase Keluarga Buruh Tani yang lebih tinggi.
Selain itu, terlihat juga bahwa desa dengan Persentase Keluarga Pertanian yang
lebih tinggi cenderung masuk ke dalam kelompok desa hotspot. Seperti pada
kenyataannya ,desa yang sebagian besar masyrakatnya bermatapencaharian pada
bidang pertanian akan cenderung dekat dengan masalah kemiskinan.
Tabel 1 Perbandingan peubah penjelas berskala rasio
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Peubah
Rataan
St.dev
Rataan
St.dev
X1
2.679
1.263
2.550
1.317
X3
0.018
0.024
0.018
0.021
X5
0.377
0.230
0.427
0.226
X6
37.935
50.793
38.114
80.068
X9
0.880
0.117
0.878
0.127
X13
0.252
0.204
0.257
0.191
X16
0.500
0.272
0.492
0.235
X17
42.315
94.885
63.751
149.248
X19
4169.412
3703.119
4326.040
2648.464
Kelompok desa hotspot memiliki karakteristik atau ciri yang hampir sama
dengan kelompok desa bukan hotspot pada berbagai aspek. Hal ini disebabkan
oleh penentuan kriteria keluarga miskin yang hanya menggunakan Surat Miskin.
Banyaknya surat miskin di suatu desa belum dapat menggambarkan banyaknya
keluarga miskin yang ada. Penentuan keluarga miskin itu sendiri sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) dan menggunakan kriteria garis kemiskinan yaitu jika suatu rumah
tangga memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan maka rumah
tangga tersebut dinyatakan sebagai kelurga miskin (BPS 2011).
Aspek pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kemajuan suatu daerah termasuk di pedesaan. Pada Gambar 2 terlihat bahwa baik
pada kelompok desa hotspot maupun kelompok desa bukan hotspot,
Pemberantasan buta aksara dan keberadaan SMP hanya ada di beberapa desa saja.
10
Dalam mewujudkan Kabupaten Majalengka yang lebih baik, pemerintah
daerah Kabupaten Majalengka juga melaksanakan beberapa program seperti
pendidikan paket A/B/C dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Gambar 2
memperlihatkan program Pendidikan paket A/B/C belum banyak dilaksanakan di
kedua kelompok desa. Akan tetapi, sebagian besar desa di kelompok desa hotspot
dan di kelompok desa bukan hotspot sudah memiliki PAUD
Keberadaan pasar dan toko atau warung kelontong sangatlah penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di desa. Akan tetapi, keberadaan pasar
baik di kelompok desa hotspot maupun kelompok desa bukan hotspot masih
jarang, hanya sebagian kecil saja desa yang memiliki pasar (Gambar 2).
Pelayanan kesehatan di suatu desa secara tidak langsung akan
mempengaruhi kemajuan suatu desa. Dengan adanya pelayanan dan fasilitas
kesehatan yang baik, masyarakat suatu desa akan lebih produktif dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan pada akhirnya dapat membangun desa tempat tinggalnya.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa di Kabupaten Majalengka keberadaan Puskesmas
masih jarang ditemukan baik di kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa
bukan hotspot.
80%
Persentase Desa
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pemberantasan
buta aksara
SMP
Pendidikan
Paket A/B/C
PAUD
Pasar
Puskesmas
Gambar 2 Perbandingan peubah Pemberantasan Buta Aksara dan SMP pada aspek
pendidikan, Pendidikan Paket A/B/C dan PAUD pada aspek program
pemerintah, Pasar pada aspek pangan, dan Puskesmas pada aspek
kesehatan di kelompok desa hotspot ( ) dan kelompok desa bukan
hotspot ( )
Di aspek ketenagakerjaan, sebagian besar sumber penghasilan masyarakat di
desa baik di kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa bukan hotspot
adalah berasal dari pertanian. Gambar 3 menunjukan bahwa hanya sebagian kecil
desa yang sumber penghasilan masyaraktnya di luar pertanian, seperti industri
pengolahan, perdagangan besar/eceran dan rumah makan dan lainnya. Terlihat
juga kelompok desa hotspot memiliki jenis sumber penghasilan yang lebih
beragam dibandingkan dengan kelompok desa bukan hotspot.
Persentase Desa
11
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pertanian
Industri pengolahan
Perdagangan besar/eceran dan
rumah makan
Lainnya
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 3 Perbandingan peubah Sumber Penghasilan pada aspek ketenagakerjaan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Di aspek perumahan, sebagian besar desa di kelompok desa hotspot maupun
di kelompok desa bukan hotspot sudah menggunakan LPG sebagai bahan bakar
(Gambar 4) dan sudah memiliki jamban sendiri sebagai tempat buang besar
(Gambar 5). Untuk memenuhi kebutuhan air minum, sebagian besar desa di
kelompok desa hotspot maupun di kelompok desa bukan hotspot terlihat masih
banyak yang memanfaatkan mata air sebagai sumber air minum. Akan tetapi,
sudah banyak juga desa yang menggunakan sumur dan pompa listrik/tangan
sebagai sumber air minum (Gambar 6).
100%
90%
Persentase Desa
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 4 Perbandingan peubah Bahan Bakar yang Digunakan pada aspek
perumahan, LPG ( ) dan kayu bakar ( ) di kelompok desa hotspot dan
kelompok desa bukan hotspot
12
90%
80%
Persentase Desa
70%
Jamban sendiri
60%
50%
Bukan jamban
40%
30%
Jamban
umum/bersama
20%
10%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 5 Perbandingan peubah Tempat Buang Air Besar pada aspek perumahan
di kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Persentase Desa
40%
35%
Pompa listrik/tangan
30%
Sumur
Mata air
25%
Lainnya
20%
15%
10%
5%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 6 Perbandingan peubah Sumber Air Minum pada aspek perumahan di
kelompok desa hotspot dan kelompok desa bukan hotspot
Kemiskinan suatu desa tidak lepas pengaruhnya dari faktor infrastruktur
desa. Fasilitas jalan di desa tentu akan mempengaruhi akses atau kemudahan
transportasi dalam menjalankan perekonomian desa. Gambar 7 menunjukan
sebagian besar desa di kelompok desa hotspot dan di kelompok desa bukan
hotspot sudah memiliki infrastruktur jalan yang terbuat dari aspal/beton.
13
120%
Persentase Desa
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
Kelompok Desa
Gambar 7 Perbandingan peubah Tipe Jalan pada aspek infrastruktur desa,
Aspal/beton ( ) dan diperkeras/kerikil ( ) di kelompok desa hotspot
dan kelompok desa bukan hotspot
Regresi Logistik
Model tanpa Peubah Spasial
Sebelum melakukan analisis regresi logistik, pemeriksaan korelasi
(Lampiran 3) diantara peubah penjelas yang digunakan dilakukan untuk
menghindari terjadinya multikolinearitas. Hasil pemeriksaan korelasi
menunjukkan bahwa nilai korelasi di antara peubah penjelas relatif kecil (kurang
dari 0.5) sehingga disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
Model regresi logistik tanpa peubah spasial yang dihasilkan memiliki nilai
rasio kemungkinan atau Uji G sebesar 25.770 dengan nilai p=0.420. Nilai tersebut
menujukan bahwa keputusan yang diambil adalah tidak tolak H0, artinya tidak ada
peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan desa pada taraf
nyata 10%. Hal ini terjadi karena dalam penentuan peubah respon (Y) sendiri
didasarkan pada ketergantungan spasial antar desa yang diamati. Oleh karena itu,
model regresi logistik yang dihasilkan akan menjadi tidak nyata jika tidak
memasukan peubah spasial.
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat nilai ketepatan klasifikasi atau Correct
Classification Rate (CCR) untuk model regresi logistik tanpa peubah spasial
adalah sebesar 61.0%. Nilai tersebut menunjukan bahwa sebesar 61.0% desa di
Kabupaten Majalengka diprediksi dengan tepat menjadi desa hotspot dan desa
bukan hotspot.
14
Tabel 2 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik tanpa peubah Spasial
Prediksi
Ketepatan
Aktual
klasifikasi
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
113
74
60.4
Hotspot
Desa Bukan
57
92
61.7
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
61.0
Model dengan Peubah Spasial
Model regresi logistik yang ditambahkan dengan peubah spasial memiliki
nilai Uji G sebesar 39.053 dan nilai p = 0.048. Nilai ini menunjukkan bahwa
keputusan yang diambil adalah menolak H0 , yaitu setidaknya ada satu peubah
penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan desa. Dari hasil Uji Wald
pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa peubah penjelas yang berpengaruh signifikan
terhadap status kemiskinan desa adalah peubah X5 atau peubah Persentase
Keluarga Buruh Tani, peubah X16 atau Persentase Keluarga Pertanian, dan peubah
WY atau peubah Spasial.
Tabel 3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10%
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
Konstanta
19.760
1.962E4
0.000
0.999
X1
0.055
0.117
0.221
0.638
X2(1)
0.029
0.290
0.010
0.921
X3
2.721
5.479
0.247
0.619
X4(1)
-20.553
1.962E4
0.000
0.999
X4(2)
-19.613
1.962E4
0.000
0.999
X4(3)
-19.530
1.962E4
0.000
0.999
X5
-1.007
0.599
2.824
0.093*
X6
-0.004
0.002
2.576
0.108
X7(1)
-0.094
0.500
0.035
0.851
X8(1)
-0.138
0.447
0.096
0.757
X9
0.495
1.028
0.232
0.630
X10
0.292
0.426
0.471
0.493
X11(1)
0.069
0.498
0.019
0.890
X11(2)
0.247
0.647
0.146
0.703
X12(1)
-0.267
0.585
0.209
0.648
X12(2)
-0.377
0.598
0.397
0.529
X12(3)
-0.289
0.603
0.229
0.632
X13
0.158
0.648
0.059
0.807
X14(1)
-0.120
0.273
0.194
0.659
X15(1)
0.286
0.260
1.204
0.273
X16
1.018
0.598
2.898
0.089*
15
Tabel 3 Hasil regresi logistik model penuh dengan peubah Spasial pada taraf
nyata 10% (lanjutan)
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
X17
0.000
0.001
0.826
0.363
X18(1)
0.080
0.265
0.090
0.764
X19
0.000
0.000
0.961
0.327
X20(1)
-0.774
0.642
1.453
0.228
WY
1.885
0.530
12.663
0.000*
*nyata pada α=0.10
Uji kebaikan model untuk model penuh regresi logistik dengan peubah
spasial memiliki nilai Khi Kuadrat sebesar 6.885 dan nilai p = 0.549. Nilai ini
menunjukan bahwa model telah cukup baik untuk menjelaskan data. Interpretasi
model dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio odds masing-masing peubah
penjelas. Peubah penjelas dan nilai rasio odds dapat dilihat di Tabel 4.
Peubah Spasial (WY) memiliki rasio odds tertinggi yaitu sebesar 6.587 yang
disusul dengan peubah Persentase Keluarga Pertanian (X16) dan Persentase
Keluarga Buruh Tani (X5). Nilai rasio odds pada peubah spasial berarti bahwa jika
ada suatu desa yang dinyatakan sebagai desa hotspot, maka desa-desa lain yang
menjadi tetangga desa hotspot tersebut akan memiliki kecenderungan menjadi
desa hotspot 6.814 kali dibandingan dengan desa-desa lain yang bukan
tetangganya. Peubah X16 atau Persentase Keluarga Pertanian memiliki nilai rasio
odds 2.768, artinya setiap peningkatan Persentase Keluarga Pertanian sebesar satu
persen maka kecenderungan desa dikategorikan hotspot naik sebesar 2.768 kali.
Peubah X5 atau Persentase Keluarga Buruh Tani memiliki nilai rasio odds 0.365,
artinya bahwa setiap Peningkatan Persentase Keluarga Buruh Tani sebesar satu
persen maka kecenderungan desa untuk dikategorikan hotspot akan turun sebesar
1/0.365 kali atau 2.739 kali. Nilai tersebut menunjukkan desa lebih cenderung
dikategorikan sebagai desa bukan hotspot.
Tabel 4 Nilai rasio odds model penuh regresi logistik dengan peubah Spasial
SK 90%
Peubah penjelas
Rasio odds
Batas bawah
Batas atas
X5
0.365
0.136
0.979
X16
2.768
1.035
7.405
WY
6.587
2.756
15.745
Untuk model penuh regresi logistik dengan peubah spasial memiliki nilai
ketepatan klasifikasi (CCR) sebesar 63.7%. Nilai tersebut menunjukan bahwa
sebesar 63.7% desa diprediksi dengan tepat menjadi desa hotspot atau desa bukan
hotspot (Tabel 5).
16
Tabel 5 Ketepatan klasifikasi desa model penuh regresi logistik dengan peubah
Spasial
Prediksi
Ketepatan
klasifikasi
Aktual
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
122
65
65.2
Hotspot
Desa Bukan
57
92
61.7
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
63.7
Peubah-peubah yang signifikan pada hasil regresi logistik model penuh
kemudian diregresikan kembali untuk mendapatkan suatu model yang lebih
sederhana. Model ini memiliki nilai Uji G sebesar 21.808 dan nilai p = 0.000.
Nilai ini menunjukan bahwa keputusan yang diambil adalah menolak H0 , yaitu
setidaknya ada satu peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status kemiskinan
desa. Hasil regresi logistik yang sudah disederhanakan dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Nilai p yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah yang berpengaruh
signifikan adalah peubah X5 atau peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan
WY atau peubah Spasial.
Interpretasi model dapat dilakukan dengan melihat nilai rasio odds masingmasing peubah penjelas. Peubah penjelas dan nilai rasio odds dapat dilihat di
Tabel 6. Peubah Spasial (WY) memiliki rasio odds tertinggi yaitu sebesar 6.814
yang berarti bahwa jika ada suatu desa yang dinyatakan sebagai desa hotspot,
maka desa-desa lain yang menjadi tetangga desa hotspot tersebut akan memiliki
kecenderungan menjadi desa hotspot 6.814 kali dibandingan dengan desa-desa
lain yang bukan tetangganya. Peubah X5 atau Persentase Keluarga Buruh Tani
memiliki nilai rasio odds 0.396, artinya bahwa setiap peningkatan Persentase
Keluarga Buruh Tani sebesar satu persen maka kecenderungan desa untuk
dikategorikan hotspot turun sebesar 1/0.396 kali atau 2.525 kali. Nilai tersebut
menunjukkan desa lebih cenderung dikategorikan sebagai desa bukan hotspot.
Peubah X16 memiliki nilai rasio odds sebesar 1.683 yang berarti bahwa setiap
kenaikan Persentase Keluarga Pertanian sebesar satu persen maka kecenderungan
desa dikategorikan hotspot naik sebesar 1.683 kali. Akan tetapi, secara statistik
peubah Persentase Keluarga Pertanian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap
status kemiskinan desa. Hal ini terjadi karena peubah Persentase Keluarga
Pertanian belum cukup menggambarkan kesejahteraan keluarga pertanian yang
sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilihat juga faktor-faktor lain seperti
kepemilikan luas lahan dan faktor lain dalam hal pertanian di desa.
Tabel 6 Hasil regresi logistik dengan peubah Spasial pada taraf nyata 10%
Galat baku
Peubah
Koefisien
Wald
Nilai p
koefisien
Konstanta
-0.721
0.403
3.205
0.073*
X5
-0.925
0.540
2.939
0.086*
X16
0.521
0.481
1.171
0.279
WY
1.919
0.486
15.609
0.000*
*nyata pada α=0.10
Rasio
odds
0.486
0.396
1.683
6.814
17
Uji kebaikan model untuk model regresi logistik dengan peubah Spasial
memiliki nilai Khi Kuadrat sebesar 7.830 dan nilai p = 0.450. Nilai ini
menunjukan bahwa model telah cukup baik untuk menjelaskan data. Model logit
dari regresi logistik dengan peubah Spasial berdasarkan Tabel 6 adalah:
Model yang dihasilkan memperlihatkan bahwa faktor pertanian adalah
faktor yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan suatu desa setelah faktor
spasial. Namun dalam penelitian ini diperoleh bahwa nilai rasio odds dari peubah
Persentase Keluarga Buruh Tani pada model yang dihasilkan menunjukkan
kecenderungan desa dikategorikan menjadi desa bukan hotspot. Hal ini dapat
terjadi karena adanya kemungkinan bahwa masyarakat buruh tani di desa
mempunyai sumber penghasilan lain di luar buruh tani seperti buruh pabrik, kuli
bangunan, pedagang kecil, beternak dan lain-lain (Loesasi 2012).
Model regresi logistik dengan peubah spasial memiliki nilai ketepatan
klasifikasi (CCR) sebesar 61.9%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebesar
61.9% desa di Kabupaten Majalengka diprediksi dengan tepat menjadi desa
hotspot atau desa bbukan hotspot (Tabel 7).
Tabel 7 Ketepatan klasifikasi desa model regresi logistik dengan peubah spasial
Prediksi
Ketepatan
klasifikasi
Aktual
Desa
Desa
(%)
Hotspot
Bukan Hotspot
Desa
113
74
60.4
Hotspot
Desa Bukan
54
95
63.8
Hotspot
Ketepatan klasifikasi keseluruhan (CCR) (%)
61.9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelompok desa hotspot memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
kelompok desa bukan hotspot ada beberapa aspek. Perbedaan yang paling
menonjol adalah dalam hal pertanian yaitu pada peubah Persentase Buruh Tani
dan peubah Persentase Keluarga Pertanian. Dalam penelitian ini terbukti bahwa
faktor spasial sangat berpengaruh dalam menduga status kemiskinan desa di
Kabupaten Majalengka. Model regresi logistik dengan peubah Spasial memiliki
nilai ketepatan klasifikasi (CCR) lebih besar daripada model regresi logistik tanpa
peubah Spasial. Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap status
kemiskinan desa adalah peubah Persentase Keluarga Buruh Tani dan peubah
Spasial. Dari peubah yang berpengaruh tersebut diketahui bahwa peubah Spasial
paling berpengaruh terhadap status kemiskinan desa.
18
Saran
Penentuan keluarga yang dinyatakan sebagai keluarga miskin sebaiknya
tidak melihat dari Surat Miskin yang diperoleh karena banyaknya surat miskin di
suatu desa tidak mencerminkan banyaknya keluarga miskin. Penentuan suatu
keluarga dinyatakan miskin akan lebih baik jika menggunakan aturan Garis
Kemiskinan yang telah ditetapkan BPS atau Bank Dunia. Penambahan peubah
penjelas disarankan terutama peubah yang berhubungan dengan faktor pertanian
seperti peubah luas kepemilikan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten
Kota 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro
Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Haran M, Molineros J, Patil GP. 2006. Large Scale Plant Disease Forecasting:
Case Study of Fusarium Head Blight. DGO 2006 Converence.
Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression. Edisi ke-2. New
York : John Wiley and Sons.
Kulldorff M. 1997. A Spatial Scan Statistic. Communications in Statistics: Theory
and Method. [Internet]. [diunduh 24 Feb 2013]. 26:1481-1496. Tersedia pada:
http://www.satscan.org/papers/k-scanbook1999.pdf
Kulldorff M. 2006. SaTScanTM User Guide for version 6.1. [Internet]. [diunduh
24 Feb 2013]. Tersedia pada: http://www.satscan.org/ cgi-bin /satscan
/register.pl/Current%20Version:%20SaTScan%20v9.1.1%20released%20Mar
ch%209%202011.?todo=process_userguide_download.
Loesasi AR. 2012. Pengaruh Mekanisasi Pertanian Padi Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja di Desa Sukowiyono Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
[Internet]. [diunduh 17 Mei 2013]. Tersedia pada: http:// ejournal. unesa.ac.id
/article/1897/40/article.pdf
Solimah. 2010. Analisis Regresi Logistik Spasial untuk Menelaah Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Status Kemiskinan Desa [Tesis]. Bogor: Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Taillie C, Patil GP. 2004. Upper Level Set Scan Statistc for Detecting Arbitrarily
Shaped Hotspots. New York: Kluwer Academic Publishers.
Thaib Z. 2008. Pemodelan Regresi Logistik Spasial dengan Pendekatan Matriks
Contiguity [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Institut Pertanian Bogor.
19
Lampiran 1 Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian
Kode
X1
X2
X3
X4
X5
Nama Peubah
Aspek
Jumlah Sekolah
Dasar (SD)
Pemberantasan
Buta Aksara
Tenaga Kerja
Indonesia (TKI)
Sumber
Penghasilan
Pendidikan
Skala
Pengukuran
Rasio
-
Pendidikan
Nominal
Ketenagakerjaan Rasio
Ketenagakerjaan Nominal
X7
Persentase
Ketenagakerjaan Rasio
Keluarga Buruh
Tani
Jumlah Toko /
Pangan
Rasio
Warung Kelontong
Pasar
Pangan
Nominal
X8
Puskesmas
Kesehatan
Nominal
X9
Keluarga
Pengguna Listrik
Bahan Bakar yang
Digunakan
Perumahan
Rasio
Perumahan
Nominal
X11
Tempat Buang Air
Besar
Perumahan
Nominal
X12
Sumber Air
Minum
Perumahan
Nominal
X13
Penerima
Jamkesda/nas
Pendidikan Paket
A/B/C
PAUD
Program
pemerintah
Program
pemerintah
Program
pemerintah
Rasio
X6
X10
X14
X15
Nominal
Nominal
Keterangan
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Pertanian
2 = Industri
pengolahan
3 = Perdagangan
besar/eceran dan
rumah makan
4 = Lainnya
-
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = LPG
2 = Kayu bakar
3 = Lainnya
1 = Jamban sendiri
2 = Bukan jamban
3 = Jamban
umum/bersama
1 = Pompa
listrik/tangan
2 = Sumur
3 = Mata air
4 = Lainnya
1 = Ada
2 = Tidak ada
1 = Ada
2 = Tidak ada
20
Lampiran 1 Peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian (lanjutan)
Kode
Nama Peubah
X16
Ekonomi
Ekonomi
Rasio
-
Pendidikan
Nominal
Infrastruktur
desa
Infrastuktur
desa
Rasio
1 = Ada
2 = Tidak ada
-
X20
Persentase
Keluarga Pertanian
Jumlah Industri
Kecil dan Mikro
Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
Jarak ke
Kecamatan
Tipe Jalan
Skala
Pengukuran
Rasio
-
WY
Peubah Spasial
Spasial
Rasio
X17
X18
X19
Aspek
Nominal
Keterangan
1 = Aspal/beton
2 = Diperkeras
/kerikil
-
Lampiran 2. Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
Kecamatan
Lemahsugih
Bantarujeg
Malausma
Cikijing
Cingambul
Talaga
Banjaran
Argapura
Maja
Majalengka
Cigasong
Sukahaji
Sindang
Rajagaluh
Sindangwangi
Leuwimunding
Palasah
Jatiwangi
Dawuan
Kasokandel
Panyingkiran
Kadipaten
Kertajati
Jatitujuh
Ligung
Desa Hotspot
8
9
3
10
7
0
12
5
7
11
8
0
6
11
4
10
6
14
5
6
5
6
11
5
8
Desa
Bukan Hotspot
8
4
7
5
6
16
1
9
11
3
2
13
1
2
6
4
7
2
6
4
4
1
3
10
11
Total
16
13
10
15
13
16
13
14
18
14
10
13
7
13
10
14
13
16
11
10
9
7
14
15
19
21
Lampiran 2. Penyebaran desa hotspot dan desa bukan hotspot di tiap kecamatan
(lanjutan)
Kecamatan
Desa
Bukan Hotspot
3
149
Desa Hotspot
Sumberjaya
Total
10
187
Total
13
336
Lampiran 3. Korelasi Pearson peubah penjelas
X1
X3
X5
X6
X9
X13
X16
X17
X19
WY
X1
X3
X5
X6
X9
X13
X16
X17
X19
WY
1.000
-0.119
-0.191
0.473
0.054
0.037
-0.257
-0.006
-0.130
0.115
1.000
0.105
-0.068
0.002
0.018
0.137
-0.033
0.077
-0.114
1.000
-0.231
0.152
-0.049
0.373
0.042
0.251
-0.146
1.000
0.062
0.098
-0.194
-0.047
-0.158
0.159
1.000
-0.037
-0.007
0.042
0.060
0.082
1.000
-0.127
-0.044
0.045
-0.064
1.000
-0.090
0.301
-0.046
1.000
-0.060
-0.136
1.000
0.032
1.000
X1 = Jumlah Sekolah Dasar (SD)
X3 = Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
X5 = Persentase Keluarga Buruh Tani
X6 = Jumlah Toko / warung kelontong
X9 = Keluarga Pengguna Listrik
X13 = Penerima Jamkesda/nas
X16 = Persentase Keluarga Pertanian
X17 = Jumlah Industri kecil dan mikro
X19 = Jarak ke Kecamatan
WY = Peubah Spasial
Lampiran 4. Analisis deskriptif peubah penjelas
Peubah penjelas dengan skala pengukuran nominal
Peubah
Pemberantasan buta aksara
Ada
Tidak ada
Sumber penghasilan
Pertanian
Industri pengolahan
Perdagangan besar/eceran
Lainnya
Pasar
Ada
Tidak ada
Persentase Desa
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
45%
55%
46%
54%
85%
6%
7%
2%
94%
3%
3%
0%
10%
90%
10%
90%
22
Lampiran 4. Analisis deskriptif peubah penjelas (lanjutan)
Peubah penjelas dengan skala pengukuran nominal
Peubah
Puskesmas
Ada
Tidak ada
Bahan bakar
LPG
Kayu bakar
Tempat buang air besar
Jamban sendiri
Bukan jamban
Jamban bersama
Sumber air minum
Pompa listrik/tangan
Sumur
Mata air
Lainnya
Pendidikan paket A/B/C
Ada
Tidak ada
PAUD
Ada
Tidak ada
SMP
Ada
Tidak ada
Tipe jalan
Aspal/beton
Diperkeras/kerikil
Persentase Desa
Desa Hotspot
Desa Bukan Hotspot
10%
90%
9%
91%
89%
11%
86%
14%
84%
10%
6%
82%
11%
7%
28%
30%
34%
7%
27%
32%
37%
5%
30%
70%
31%
69%
67%
33%
59%
41%
39%
61%
36%
64%
93%
7%
97%
3%
23
Lampiran 5. Proses perhitungan matriks pembobot spasial dengan langkah ratu
Matriks Kebertetanggaan (Contiguity)
No
Desa
1
2
3
4
5
.
.
.
.
.
.
331
332
333
334
335
336
1
1
1
1
2
3
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
5
.
.
.
.
.
.
331
332
334
335
336
1
1
1
4
4
5
5
5
.
.
.
.
.
.
6
7
7
5
4
7
336
∑Wij
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
333
334
1
1
∑Cij
1
1
1
Matriks Pembobot Spasial
No
Desa
1
2
3
4
5
.
.
.
.
.
.
331
332
333
334
335
336
1
0.25
0.2
0.2
2
3
0.25
0.25
0.25
0.2
0.2
0.2
4
0.25
0.2
0.2
5
.
.
.
.
.
331
332
335
0.25
0.25
0.2
0.2
0.1
0.1
0.2
0.1
0.1
0.2
0.25
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.25
0.1
0.25
0.1
1
1
1
1
1
.
.
.
.
.
.
1
1
1
1
1
1
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 10 Januari 1990 sebagai anak
pertama kembar dari lima bersaudara dari pasangan Eja Susteja dan Ema Ratmala.
Penulis semenjak kecil tinggal di Majalengka dan sebelum memasuki perguruan
tinggi berhasil menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Majalengka, SLTPN 3
Majalengka, dan SDN Majalengka Kulon II. Penulis memasuki perguruan tinggi
pada tahun 2008 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dengan memilih
mayor Statistika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif sebagai Badan Pengawas
Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta sebagai anggota, pengurus Asrama
Mahasiswa Sylvasari IPB sebagai Kepala Departemen PSDM, dan terakhir
sebagai Pengurus Paguyuban Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) IPB sebagai
Kepala Divisi Community Devel