Aplikasi Analisis Regresi Spasial Ensemble Pada Data Kemiskinan Di Pulau Jawa

APLIKASI ANALISIS REGRESI SPASIAL ENSEMBLE PADA
DATA KEMISKINAN DI PULAU JAWA

NURUL ROHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Analisis Regresi
Spasial Ensemble pada Data Kemiskinan di Pulau Jawa adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015
Nurul Rohmawati
NIM G152110061

RINGKASAN
NURUL ROHMAWATI. Aplikasi Analisis Regresi Spasial Ensemble pada Data
Kemiskinan di Pulau Jawa. Dibimbing oleh HARI WIJAYANTO dan AJI
HAMIM WIGENA.
Kemiskinan di Indonesia hingga saat ini masih menjadi masalah yang belum
sepenuhnya terselesaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menunjukkan
bahwa persentase penduduk miskin di Pulau Sumatera sebesar 11.53%, 10.98% di
Pulau Jawa, 14.49% di Pulau Bali dan Nusa Tenggara, 6.66% di Pulau
Kalimantan, 11.75% di Pulau Sulawesi serta 24.24% di Pulau Maluku dan Papua.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan persentase penduduk miskin terkecil kedua
setelah Pulau Kalimantan, namun jumlah penduduk miskinnya terbesar di
Indonesia.
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Faktor tersebut antara lain
tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses barang dan jasa, lokasi
geografis, serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor ini juga dipengaruhi oleh

kedekatan wilayah.
Pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi indikator
kemiskinan yang dipengaruhi oleh aspek wilayah sangat penting. Pada kasus
kemiskinan misalnya wilayah yang berdekatan dengan kota besar cenderung
memiliki tingkat kemiskinan yang rendah, sebaliknya wilayah yang berjauhan
dengan kota besar cenderung memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal ini
karena interaksi antar dua wilayah berupa keterkaitan spasial. Keterkaitan spasial
atau otokorelasi spasial dapat berakibat pendugaan tidak tepat karena asumsi
keacakan galat tidak dipenuhi.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan model regresi spasial. Beberapa
model regresi spasial yaitu model umum regresi spasial, model spasial otoregresif
dan model galat spasial. Model regresi spasial dibentuk dengan cara melibatkan
efek spasial dan pembobotan dalam bentuk matriks.
Data kemiskinan biasanya memiliki keragaman yang besar. Kondisi tersebut
mengakibatkan asumsi pada model sulit terpenuhi. Oleh karena itu ada suatu
metode yang bersifat kekar untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu dengan teknik
ensemble. Teknik ensemble regresi spasial merupakan suatu teknik untuk
menggabungkan � model regresi spasial. Penggabungan model regresi spasial
dilakukan dengan merata-ratakan koefisien pada model. Penggunaan model
regresi spasial ensemble mampu meningkatkan kemampuan pendugaan menjadi

lebih stabil dari suatu model standar dan bersifat kekar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji penerapan regresi spasial ensemble pada data kemiskinan di Pulau
Jawa dan menelaah faktor-faktor yang dijadikan indikator kemiskinan di Pulau
Jawa.
Data dalam penelitian ini adalah data kemiskinan BPS tahun 2011 di 118
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Hasil uji efek spasial menunjukkan bahwa model
spasial otoregresif dan model galat spasial dapat digunakan dalam pemodelan
regresi spasial. Pemilihan model terbaik untuk model regresi linier klasik, model
spasial otoregresif dan model galat spasial berdasarkan R . Semakin besar nilai R
semakin baik modelnya. Model spasial otoregresif lebih baik dari model galat

spasial dan model regresi linier klasik. Oleh karena itu, teknik ensemble
diterapkan untuk model spasial otoregresif.
Proses ensemble dilakukan dengan menambahkan noise (additive noise)
pada data. Noise dibangkitkan dari �~� , σ . Simpangan baku yang dipilih
untuk masing-masing noise adalah 1.55, 1.57, 1.59, 1.61, 1.63, 1.65, 1.67, 1.69,
1.71 dan 1.73. Setiap noise dilakukan pengulangan sebanyak 100 kali, sehingga
didapatkan 100 model spasial otoregresif. Teknik ensemble dilakukan dengan
merata-ratakan koefisien dari 100 model. Berdasarkan nilai RMSE, model spasial
otoregresif ensemble lebih baik daripada model spasial otoregresif tanpa

ensemble.
Faktor-faktor yang dijadikan indikator kemiskinan di Pulau Jawa
berdasarkan model spasial otoregresif ensemble adalah persentase angka melek
huruf penduduk miskin usia 15-55 tahun, persentase penduduk miskin yang
bekerja di sektor informal dan persentase rumah tangga penerima kartu
Jamkesmas.
Kata kunci: kemiskinan, regresi spasial, spasial otoregresif ensemble.

SUMMARY
NURUL ROHMAWATI. Application of Spatial Regression Analysis Ensemble
on the Poverty Data in Java. Supervised by HARI WIJAYANTO and AJI
HAMIM WIGENA.
Poverty in Indonesia is still an issue that has not been fully resolved.
BPS_Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik) in 2013 showed that 11.53% of
poor people in Sumatra, 10.98% in Java, 14.49% in of Bali and Nusa Tenggara,
6.66% in Kalimantan, 11.75% in Sulawesi, and 24.24% in Maluku and Papua.
Java is an island with the second smallest percentage after Kalimantan, but the
largest number of poor people in Indonesia.
Poverty is a complex problem that is influenced by factors that are related to
each other. These factors include the level of income, education, health, access to

goods and services, geographic location, and environmental conditions. These
factors also influenced by the proximity of the area.
Regression modeling to determine the factors that serve as indicators of
poverty that are influenced by aspects of the region is very important. In the case
of poverty for example, an area adjacent to large cities tend to have lower poverty
levels, otherwise distant regions with large cities tend to have high levels of
poverty. This is because of interaction between the two regions, thus causing their
spatial relationship. Spatial linkages will cause spatial autocorrelation result in the
estimation becomes inaccurate because of the randomness assumption is not
fulfilled.
These problems can be overcome by using spatial regression models. Some
spatial regression models, namely spatial general model, spatial autoregressive
model and spatial error model. Spatial regression model is established by means
involving spatial effects and weighting in the form of a matrix.
Poverty data usually has a great heterogenity. These conditions lead to the
assumption in the model difficult to fulfil. Therefore, there is a method that is
robust to solve the condition and that is the ensemble technique. Ensemble
technique is a technique to combine k spatial regression models. Combining
spatial regression models is performed by averaging the coefficients of the
models. The use of ensemble spatial regression technique is expected to improve

the estimation that is more stable than the standard model and robust. This
research aims to assess the application of spatial regression ensemble on poverty
data in Java and examine the factors used as indicators of poverty in Java.
The data used in this study is the BPS poverty data in 2011. The area that is
used in this study is the districts / city in the island of Java, which consists of 118
districts / cities. The results of the spatial effect test showed that of spatial
autoregressive models and spatial error models can be used for spatial regression
modeling. The model selection among classical regression model, spatial
autoregressive model, and spatial error model is based on the values of the R .
The larger R values, the better models. The spatial autoregressive model is better
than spatial error model and linear regression. Furthermore, the ensemble
technique is applied to spatial autoregressive models.
Ensemble process is conducted by adding noise (additive noise) to the data.
Noise is generated from �~� , σ . The standard deviations for each noise are

1.55, 1.57, 1.59, 1.61, 1.63, 1.65, 1.67, 1.69, 1.71 and 1.73. Each noise is
simulated 100 times, and than we get 100 spatial autoregressive models.
Ensemble technique is conducted by averaging the coefficients of 100 models.
Based on the values of RMSE, ensemble spatial autoregressive model is better
than spatial autoregressive model without ensemble technique.

The factors as indicators of poverty in Java are the literacy rate percentage of
poor people aged 15-55 years, the percentage of poor people who work in the
informal sector, and the percentage of households receiving public health
insurance (Jamkesmas) card.
Keywords: poverty, spatial regression, spatial autoregressive ensemble.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

APLIKASI ANALISIS REGRESI SPASIAL ENSEMBLE PADA
DATA KEMISKINAN DI PULAU JAWA

NURUL ROHMAWATI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan
arahan dari berbagai pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto,
M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih untuk Bapak Dr. Ir.
Budi Susetyo, MS selaku penguji tesis dan Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si. selaku
Ketua Program Studi Statistika Terapan S2. Disamping itu, penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf administrasi Rektorat dan staf
Program Studi Statistika yang telah turut membantu kelancaran administrasi
dalam penyelesaian tesis ini.
Ungkapkan terimakasih terkhusus penulis sampaikan kepada Bapak
(Jamingan, S.Ag), Ibu (Bintari) dan adik (Ivana Hastuti, S.Pd), serta seluruh
keluarga atas do’a yang tulus, pengorbanan yang tak ternilai, dukungan dan
kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk teman-teman Statistika (S1, S2, dan
S3) dan Statistika Terapan (S2) atas bantuan, saran, dan ilmu yang positif.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tesis ini dan karya
ilmiah secara utuh. Semoga tesis ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Nurul Rohmawati


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2


TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Klasik
Matriks Pembobot Spasial
Indeks Moran
Model Regresi Spasial
Model Spasial Otoregresif
Model Galat Spasial
Teknik Ensemble
Kemiskinan

3
3
3
4
5
7
9
10
11

METODE PENELITIAN
Sumber Data
Metode Analisis

11
12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Identifikasi Otokorelasi Spasial
Model Regresi Klasik
Uji Efek Spasial
Model Spasial Otoregresif
Model Galat Spasial
Model Regresi Spasial Ensemble

16
16
17
18
20
21
23
24

KESIMPULAN DAN SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nilai antar wilayah pada matriks pembobot spasial Queen
Standarisasi matriks pembobot spasial Queen
Peubah-peubah dalam penelitian
Pendugaan model regresi klasik
Hasil uji pengganda Lagrange pada model regresi spasial
Nilai dugaan model spasial otoregresif
Nilai dugaan model galat spasial
Model spasial otoregresif ensemble
Perbandingan nilai RMSE

4
4
12
18
20
21
23
25
26

DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi gambar wilayah
2. Skema tahapan model regresi spasial
3. Skema tahapan model regresi spasial ensemble
4. Plot dataYdan data Y+noise
5. Plot pencaran Moran pada data persentase penduduk miskin.
6. Plot kenormalan sisaan model regresi linier
7. Plot kehomogenan sisaan model regresi linier
8. Plot kenormalan sisaan model spasial otoregresif
9. Plot kehomogenan sisaan model spasial otoregresif
10. Plot kenormalan sisaan model galat spasial
11. Plot kehomogenan sisaan model galat spasial

3
14
15
17
18
19
20
22
22
24
24

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta sebaran persentase penduduk miskin Pulau Jawa
2. Plot persentase kemiskinan berbagai ukuran σ dengan 100 ulangan
model spasial otoregresif
3. Sintaks pemograman model spasial otoregresif dan model galat
spasial
4. Sintaks pemograman model spasial otoregresif ensemble

28
29
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan di Indonesia hingga saat ini masih menjadi masalah yang belum
sepenuhnya terselesaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menunjukkan
bahwa persentase penduduk miskin di Pulau Sumatera sebesar 11.53%, 10.98% di
Pulau Jawa, 14.49% di Pulau Bali dan Nusa Tenggara, 6.66% di Pulau
Kalimantan, 11.75% di Pulau Sulawesi serta 24.24% di Pulau Maluku dan Papua.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan persentase penduduk miskin terkecil kedua
setelah Pulau Kalimantan, namun jumlah penduduk miskinnya terbesar di
Indonesia. Jumlah penduduk miskin bulan September 2013 di Pulau Jawa
mencapai 15.55 juta orang.
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat
(BAPPENAS, 2004). Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Faktor
tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses barang dan
jasa, lokasi geografis, serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor ini juga dipengaruhi
oleh kedekatan wilayah.
Pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi indikator
kemiskinan yang dipengaruhi oleh aspek wilayah sangat penting. Berdasarkan
hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam
Anselin (1988) yang berbunyi: “Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan
yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada
sesuatu yang jauh”. Pada kasus kemiskinan misalnya wilayah yang berdekatan
dengan kota besar cenderung memiliki tingkat kemiskinan yang rendah,
sebaliknya wilayah yang berjauhan dengan kota besar cenderung memiliki tingkat
kemiskinan yang tinggi. Hal ini karena interaksi antar dua wilayah berupa
keterkaitan spasial. Keterkaitan spasial atau otokorelasi spasial dapat berakibat
pendugaan yang tidak tepat karena asumsi keacakan galat tidak dipenuhi.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan model regresi spasial. Model
regresi spasial merupakan suatu analisis yang mengevaluasi hubungan antara satu
peubah dengan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial.
Model regresi spasial dibentuk dengan cara melibatkan efek spasial dan
pembobotan dalam bentuk matriks. Beberapa model regresi spasial yaitu model
umum regresi spasial, model spasial otoregresif dan model galat spasial. Model
regresi spasial dapat diterapkan di berbagai bidang, antara lain kesehatan, sosial,
klimatologi, hidrologi, dan lain-lain.
Ketepatan dalam memilih model menjadi penting untuk menelaah faktorfaktor yang dijadikan indikator kemiskinan di Pulau Jawa. Terpenuhinya asumsi
pada model biasanya akan menghasilkan model yang tepat. Data kemiskinan
biasanya memiliki keragaman yang besar. Kondisi tersebut mengakibatkan asumsi
pada model sulit terpenuhi. Oleh karena itu ada suatu metode yang bersifat kekar
untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu dengan teknik ensemble. Pada kondisi ini
teknik yang akan digunakan adalah regresi spasial ensemble dengan

2
menambahkan noise. Regresi spasial ensemble merupakan suatu teknik untuk
menggabungkan � model regresi spasial. Penggunaan model regresi spasial
ensemble diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pendugaan menjadi lebih
stabil dari suatu model standar serta model yang dihasilkan bersifat kekar.
Arisanti (2010) meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kemiskinan di Jawa Timur dengan penelitian tersebut menggunakan model regresi
spasial. Matriks pembobot yang digunakan adalah matriks pembobot spasial
Queen. Amelia (2012) mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh
terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan
pendekatan analisis regresi spasial yaitu model spasial otoregresif dan model galat
spasial. Rohimah (2011) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh secara
spasial dan non spasial terhadap jumlah penderita gizi buruk dengan
menggunakan model SAR Poisson di Propinsi Jawa Timur.
Zhu (2008) menyatakan bahwa teknik ensemble menjadi salah satu teknik
penting dalam peningkatan kemampuan prediksi dari berbagai model standar.
Prinsip teknik ensemble adalah menggabungkan hasil estimasi dari banyak model
menjadi satu buah estimasi akhir. Berbagai penelitian yang terkait dengan
ensemble diantaranya adalah Mevik et al. (2005) yang mencoba teknik ensemble
pada data dengan menambahkan noise sehingga dapat membuat partial least
square regression (PLSR) menjadi kekar terhadap jenis noise yang ditambahkan.
Friedmen dan Popescu (2008) melakukan studi simulasi dan mendapatkan bahwa
teknik ensemble memberikan ketepatan dugaan yang umumnya lebih tinggi
dibandingkan pohon tunggal. Berrocal et al. (2006) menyatakan bahwa ensemble
Bayesian model averaging (EBMA) lebih unggul dan menunjukkan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan Bayesian model averaging (BMA) dan
geostatistical output perturbation (GOP).
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi spasial
ensemble. Regresi spasial ensemble digunakan untuk mengkaji penerapan pada
data kemiskinan di Pulau Jawa dan menelaah faktor-faktor yang dapat dijadikan
indikator kemiskinan di Pulau Jawa. Data yang digunakan yaitu data kemiskinan
BPS di Pulau Jawa tahun 2011. Teknik ensemble dilakukan dengan menambahkan
noise pada data persentase penduduk miskin. Data persentase penduduk miskin
yang telah ditambahkan noise kemudian dimodelkan dengan menggunakan regresi
spasial. Teknik penggabungan model dilakukan dengan merata-ratakan koefisien
dari � model regresi spasial. Pada penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan
model bersifat kekar serta mampu menelaah faktor-faktor yang dijadikan indikator
kemiskinan di Pulau Jawa.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji penerapan regresi spasial ensemble pada data kemiskinan di Pulau
Jawa
2. Menelaah faktor-faktor yang dijadikan indikator kemiskinan di Pulau Jawa

3

TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Klasik
Model regresi klasik secara umum dapat dimodelkan dengan rumus sebagai
berikut:
(2.1)
= �+�

(2.2)
�~� , σ �
Dengan merupakan vektor pengamatan peubah tak bebas berukuran n × 1,
merupakan matriks peubah bebas berukuran n × (p+1) , � merupakan vektor
koefisien regresi berukuran (p+1) × 1 dan � merupakan vektor galat berukuran
n × 1.
Metode untuk menduga parameter � pada model regresi klasik
menggunakan metode kuadrat terkecil adalah sebagai berikut:
̂= T − T


Asumsi yang harus dipenuhi model regresi klasik pada persamaan (2.1) adalah
nilai harapan sisaan sama dengan nol atau E �� = dan ragam sisaan sama
dengan konstanta ragam serta sisaan tidak berkorelasi satu dengan yang lainnya
E(� , � ) = , i ≠ j atau cov(� , � ) = , i ≠ j, untuk i = , , … , n (Draper dan
Smith 1992).
Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial merupakan matriks simetris dengan diagonal
utama bernilai nol dan berisi hubungan ketetanggaan antar setiap pengamatan.
Matriks pembobot spasial
berukuran n × n , dengan n adalah jumlah
pengamatan. Pada penelitian ini digunakan matriks pembobot spasial Queen yaitu
wilayah yang berimpit ke arah kanan, kiri, atas, bawah serta diagonal
didefinisikan sebagai wilayah yang berdekatan. Elemen-elemen dari matriks
pembobot spasial Queen didasarkan pada hubungan ketetanggaan geografis w
yaitu wilayah i dan j. Gambar 1 merupakan ilustrasi wilayah untuk membentuk
matriks pembobot spasial Queen.
A

B

C

D

E

F

G

H

F

Gambar 1. Ilustrasi gambar wilayah

4
Berdasarkan aturan matriks pembobot spasial Queen, w = 1 jika antara dua
wilayah bertetangga secara langsung dan w = 0 jika antara dua wilayah tidak
saling bertetangga. Pemberian nilai pada wilayah yang berdekatan didasarkan
pada kasus tertentu, misal pada kasus kemiskinan pemberian nilai antar wilayah
memperhatikan adanya akses antar wilayah. Jika ada akses langsung antar wilayah
yang berdekatan maka bernilai satu dan jika tidak ada akses langsung antar
wilayah yang berdekatan maka bernilai nol. Selanjutnya, masing-masing baris
pada matriks pembobot spasial Queen dijumlahkan. Baris dan kolom pada Tabel 1
menunjukkan hubungan antar wilayah pada matriks pembobot spasial Queen
sebagai berikut:
Tabel 1 Nilai antar wilayah pada matriks pembobot spasial Queen

A
B
C
D
E
F
G
H
I

A

B

C

D

E

F

G

H

I

0
1
0
1
1
0
0
0
0

1
0
1
1
1
1
0
0
0

0
1
0
0
1
1
0
0
0

1
1
0
0
1
0
1
1
0

1
1
1
1
0
1
1
1
1

0
1
1
0
1
0
0
1
1

0
0
0
1
1
0
0
1
0

0
0
0
1
1
1
1
0
1

0
0
0
0
1
1
0
1
0

∑w
3
5
3
5
8
5
3
5
3

Proses standarisasi matriks pembobot spasial Queen dilakukan dengan cara
membagi unit spasial dengan jumlah total dari masing-masing baris sehingga jika
dijumlahkan untuk tiap baris sama dengan satu. Hasil standarisasi matriks
pembobot spasial Queen ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2 Standarisasi matriks pembobot spasial Queen
A
B
C
D
E
F
G
H
I

A
0
1/5
0
1/5
1/8
0
0
0
0

B
1/3
0
1/3
1/5
1/8
1/5
0
0
0

C
0
1/5
0
0
1/8
1/5
0
0
0

D
1/3
1/5
0
0
1/8
0
1/3
1/5
0

E
1/3
1/5
1/3
1/5
0
1/5
1/3
1/5
1/3

F
0
1/5
1/3
0
1/8
0
0
1/5
1/3

G
0
0
0
1/5
1/8
0
0
1/5
0

H
0
0
0
1/5
1/8
1/5
1/3
0
1/3

I
0
0
0
0
1/8
1/5
0
1/5
0

Indeks Moran
Indeks Moran adalah salah satu statistik yang digunakan untuk menghitung
otokorelasi spasial. Indeks Moran dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan
dari keacakan spasial. Permulaan dari keacakan spasial mengindikasikan adanya
pola seperti berkelompok atau menyebar terhadap ruang. Menurut Ward dan
Gleditsch (2008), indeks Moran dapat diukur dengan menggunakan persamaan

5

I=

−̅ ( −̅)
n∑ ∑ ≠ w


(∑ ≠ w )
−̅ 2

(2.3)

dengan n adalah banyak pengamatan, w adalah elemen matriks pembobot spasial,
y adalah nilai pada lokasi ke i , y adalah nilai pada lokasi ke j dan y̅ adalah nilai
rata-rata dari n lokasi.
Nilai pada indeks Moran sama dengan nilai pada korelasi yaitu antara -1 dan
1. Nilai indeks Moran bernilai nol mengindikasikan data tidak berkelompok, nilai
indeks Moran yang positif mengindikasikan otokorelasi spasial yang positif dan
nilai indeks Moran yang negatif mengindikasikan otokorelasi spasial yang negatif.
Hipotesis pada uji indeks Moran sebagai berikut:
• H : I = ; Tidak terdapat otokorelasi spasial
• H : I > ; Terdapat otokorelasi spasial positif (wilayah yang berdekatan mirip
dan cenderung bergerombol dalam suatu wilayah)
• H : I < ; Terdapat otokorelasi spasial negatif (wilayah yang berdekatan tidak
mirip dan membentuk pola seperti papan catur)
Statistik uji indeks Moran merupakan hasil dari selisih antara nilai indeks
Moran dengan nilai harapan indeks Moran terhadap akar nilai ragam indeks
Moran
Z I =

[I−E I ]

√Va I

(2.4)

dengan Z I adalah nilai statistik uji indeks Moran, E I adalah nilai harapan
indeks Moran dan V�r I adalah nilai ragam indeks Moran. Jika kondisi H benar
statistik uji Z I pada persamaan 2.4 lebih besar dari Z α atau kurang dari −Z α
maka keputusan menolak H pada taraf nyata α . Penolakan H pada α berarti
terdapat otokorelasi spasial positif atau otokorelasi spasial negatif. Lee dan Wong
(2001) menyebutkan bahwa plot pencaran Moran adalah salah satu cara untuk
menginterpretasikan statistik indeks Moran. Plot pencaran Moran merupakan alat
untuk melihat hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi
dengan nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi.

Model Regresi Spasial
Model regresi spasial merupakan model regresi linier yang mendapatkan
pengaruh spasial. Bentuk umum model regresi spasial adalah sebagai berikut
(Anselin 1988):
=
+ �+�
(2.5)
�=λ �+�
�~� , σ �
dengan merupakan vektor peubah tak bebas berukuran n × , merupakan
matriks peubah bebas berukuran n × k + , � merupakan vektor parameter
koefisien regresi berukuran k + × ,
merupakan parameter koefisien
korelasi spasial otoregresif, λ merupakan parameter koefisien korelasi galat
spasial, � merupakan vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi
berukuran n × , � merupakan vektor galat berukuran n × ,
merupakan

6
matriks pembobot spasial berukuran n × n, n merupakan banyaknya amatan atau
lokasi dan k merupakan banyaknya peubah bebas.
Model yang dapat dibentuk dari persamaan (2.5) adalah sebagai berikut:
1. Jika ≠ dan λ = maka persamaan (2.5) menjadi model spasial
otoregresif.
2. Jika = 0 dan λ ≠ maka persamaan (2.5) menjadi model galat spasial.
3. Jika λ ≠ dan ≠ maka persamaan (2.5) menjadi model umum spasial.
4. Jika = 0 dan λ = 0 maka persamaan (2.5) menjadi model regresi linier
sederhana tanpa efek spasial.
Metode untuk menduga parameter model regresi spasial yaitu metode
kemungkinan maksimum. Perhitungan dalam menduga parameter model regresi
spasial menggunakan fungsi log kemungkinan dinotasikan dengan ℓ pada
persamaan (2.6), dengan memisalkan A = � −
dan B = � − λ
fungsi log
kemungkinan dapat dinyatakan sebagai berikut:
n
n
| + ln |� − λ |
ℓ �, λ, , σ ; = − ln − lnσ + ln|� −
′ ′ ′

− �′ ′ ′

+ �′ ′ ′




(2.6)
σ2
Persamaan (2.7) merupakan penduga � yang diperoleh dengan memaksimumkan
fungsi log kemungkinan pada persamaan (2.6) yaitu
− ′
̂ = ′ �−λ ′ �−λ
(2.7)

X �−λ ′ �−λ
�−

Pemodelan regresi spasial membutuhkan identifikasi dengan melakukan
uji efek spasial. Uji efek spasial dapat dibagi menjadi dua yaitu otokorelasi spasial
dan keragaman spasial (Anselin 1988). Otokorelasi spasial terjadi akibat adanya
ketergantungan pada data spasial. Keragaman spasial terjadi akibat adanya
perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Menguji adanya
ketergantungan spasial dan keragaman spasial pada model regresi spasial sangat
penting karena mengabaikan kedua uji tersebut akan menyebabkan penduga
menjadi tidak efisien dan hasil yang diperoleh tidak tepat. Pada model spasial
otoregresif dan model galat spasial uji ketergantungan yang digunakan adalah
pengganda Lagrange.
Hipotesis yang diuji pada model spasial otoregresif adalah:
H :

=

dan H :



(2.8)

dengan adalah parameter koefisien korelasi lag spasial. Hipotesis nol pada
persamaan (2.8) menjelaskan tidak adanya ketergantungan lag spasial dan
hipotesis satu menjelaskan adanya ketergantungan lag spasial. Statistik uji
pengganda Lagrange dapat dinyatakan sebagai berikut:

dengan
D = [(

̂ )′[� −


L� = [�′ y⁄ �′�⁄� ] ⁄D




′](

̂ )⁄�

̂ ] + tr

(2.9)


+

(2.10)

� adalah vektor galat dari metode kuadrat terkecil berukuran n × , tr adalah
operasi teras matriks yang menyatakan jumlah elemen pada diagonal matriks,
̂ dan �
menyatakan matriks pembobot spasial berukuran n × n, �
̂ diperoleh dari
model kuadrat terkecil (Anselin 2009). Dibawah kondisi H benar, statistik uji

7

L� pada persamaan (2.10) akan mendekati sebaran χ dengan derajat bebas q.
Dengan demikian keputusannya adalah menolak H pada α jika L� > χ
.
Penolakan H pada α berarti bahwa terdapat ketergantungan lag spasial.
Hipotesis yang diuji pada model galat spasial adalah:
H : λ = dan H : λ ≠

(2.11)

dengan λ adalah parameter koefisien korelasi galat spasial. Hipotesis nol pada
persamaan (2.11) menjelaskan tidak adanya ketergantungan galat spasial dan
hipotesis satu menjelaskan adanya ketergantungan galat spasial. Anselin (2009)
menyatakan bahwa statistik uji pengganda Lagrange pada model galat spasial
sebagai berikut:
L�λ =

[�′

t [

2

�⁄(�′ �⁄N)]


+

]

(2.12)

dengan � adalah vektor galat dari model regresi klasik berukuran n × , tr adalah
operasi teras matriks yang menyatakan jumlah elemen pada diagonal matriks,
menyatakan matriks pembobot spasial berukuran n × n . Dibawah kondisi H
benar, statistik uji L�λ pada persamaan (2.12) akan mendekati sebaran χ dengan
derajat bebas q. Dengan demikian keputusannya adalah menolak H pada α, jika
L�λ > χ
. Penolakan H pada α berarti bahwa terdapat ketergantungan galat
spasial.
Uji efek spasial selanjutnya adalah uji keragaman spasial. Pada penelitian
ini uji keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin 1988).
Hipotesis yang diuji adalah:
H : σ = σ = ⋯ = σn = σ

dan H : minimal ada satu σ ≠ σ

(2.13)

dengan σ adalah ragam dari wilayah. Hipotesis nol pada persamaan 2.13
menjelaskan adanya keseragaman antar wilayah dan sebaliknya H menjelaskan
adanya keragaman antar wilayah. Statistik uji keragaman spasial dapat ditulis
dengan persamaan sebagai berikut:

� − �
Breusch-Pagan (BP) =

(2.14)
dengan elemen vektor h adalah:


=
σ
ε adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan z adalah vektor y berukuran
n × yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan. Dibawah kondisi
H benar, statistik uji �P pada persamaan (2.14) akan mendekati sebaran χ
dengan derajat bebas p. Dengan demikian keputusannya adalah menolak H pada
α, jika �P > χ
. Penolakan H pada α berarti bahwa terdapat keragaman antar
wilayah.
Model Spasial Otoregresif
Pada model spasial otoregresif terdapat fungsi dari peubah tak bebas pada
lokasi j yang digunakan sebagai peubah bebas untuk memprediksi nilai dari

8
peubah bebas pada lokasi ke i . Bentuk persamaan model spasial otoregresif
sebagai berikut (Anselin 1988):
=
+ �+�
(2.15)
�~� , σ �
dengan adalah vektor peubah tak bebas berukuran n × , adalah parameter
koefisien korelasi spasial otoregresif,
adalah matriks pembobot spasial
berukuran n × n, � adalah vektor parameter koefisien regresi berukuran k +
× , adalah matriks peubah bebas berukuran n × k + dan � adalah vektor
galat berukuran n × . Pada model spasial otoregresif galat pada lokasi i ε ,
diasumsikan nilai harapan sisaan sama dengan nol atau E ε = dan ragam
sisaan sama dengan konstata ragam serta sisaan tidak berkorelasi satu dengan
yang lainnya E(ε , ε ) = , i ≠ j atau cov(ε , ε ) = , i ≠ j. Pendugaan parameter
� dilakukan dengan menggunakan pendekatan kemungkinan maksimum. Pada
persamaan (2.15) � dapat dinyatakan sebagai berikut:
�= �−
− �
(2.16)
Pada persamaan (2.16), ε diasumsikan menyebar normal, sehingga diperoleh
fungsi kepekatan peluang bersama n peubah acak dari ε dengan i = 1, 2,…, n
sebagai berikut:
�′ �
exp −
f � =
n⁄ σn
σ

Hubungan � dan

pada persamaan (2.16) diperoleh nilai Jacobian

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas
∂ℇ
f
=f � | |
f

=



n⁄2 σn

exp −

�′ �

σ2

∂ℇ


sebagai berikut:

|� −

=

dengan memisalkan A = � −
L �, λ, , σ ;

=

n⁄

n⁄2 σn

× |� −

maka

σn

exp −

exp (−
|



( �−

− �

− �) ( �−
σ2



σ

|.

|

Selanjutnya, fungsi kemungkinan untuk peubah tak bebas adalah:
�′ �
|� −
|
L �, λ, , σ ; =
exp −
n⁄ σn
σ
L �, λ, , σ ;

= |� −

− �

− �)

|� −

)

| .

Penduga parameter diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang
ekuivalen dengan memaksimumkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada
persamaan (2.17) sebagai berikut:
n
n
|
ℓ = L �, λ, , σ ; = − ln − lnσ + ln|� −

9


+ ′ �′ �
.
σ
Pendugaan untuk β diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan
pada persamaan (2.18) sebagai berikut:
̂ = ′ �−

′ −


′ ′



′ ′

Model Galat Spasial

Model galat spasial merupakan model regresi linier yang pada bentuk
sisaannya terdapat korelasi spasial. Bentuk persamaan model galat spasial sebagai
berikut:
= �+ �
(2.19)
�= λ �+ �
dengan, adalah vektor peubah tak bebas berukuran n × , λ adalah parameter
koefisien korelasi spasial otoregresif,
adalah matriks pembobot spasial
berukuran n × n, � adalah vektor parameter koefisien regresi berukuran k +
× , adalah matriks peubah bebas berukuran n × k + , � adalah vektor
galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi berukuran n × dan � adalah
vektor galat berukuran n × . Pendugaan parameter � dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kemungkinan maksimum.
�= �−λ


= �+ �−λ

�= − � �−λ
(2.20)

dengan memisalkan B = � − λ
maka � = − � . Persamaan (2.20) ε
diasumsikan menyebar normal, sehingga diperoleh fungsi kepekatan peluang
bersama n peubah acak dari ε dengan i = 1, 2,…, n sebagai berikut:
�′ �
exp

f � =
n⁄ σn
σ

Hubungan � dan

∂ℇ

pada persamaan (2.20) diperoleh nilai Jacobian



= |� − λ |.

Fungsi kepekatan peluang bersama dari n peubah tak bebas sebagai berikut:
∂�
f
=f � | |

�′ �
|� − λ |
exp −
f
=
n⁄ σn
σ

Selanjutnya, fungsi kemungkinan bagi peubah tak bebas
L �, λ, , σ ;

L �, λ, , σ ;

L �, λ, , σ ;

=

=

=

n⁄2 σn

n⁄
n⁄2 σn

exp −

σn

�′ �

σ2

exp (−

exp −

( ′ ′

(

|� −


− �′ ′ ′



σ2

|

adalah sebagai berikut:



)(
σ

+�′

′ ′



�)



)

) |� − λ |

|� − λ | (2.21)

10
Penduga parameter diperoleh dengan memaksimalkan fungsi kemungkinan yang
ekuivalen dengan memaksimalkan logaritma dari fungsi kemungkinan pada
persamaan (2.21) sebagai berikut:
n
n
ℓ = L �, λ, , σ ;
= − ln − lnσ + ln|� − λ |
� − �′ ′ �′ � + �′ ′�′� �
.
σ
Pendugaan untuk β diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan
pada persamaan (2.22) sebagai berikut:



̂=

�−λ ′ �−λ
�−λ ′ �−λ


�′



Teknik Ensemble
Teknik ensemble adalah teknik untuk membangun sebuah model yang
prediktif dengan cara menggabungkan beberapa model. Teknik ini tidak memilih
satu model terbaik dari banyaknya kandidat model dan melakukan pendugaan dari
model terbaik tersebut, namun menggabungkan hasil pendugaan dari berbagai
model yang ada. Teknik ensemble dapat dilakukan dengan dua cara yaitu teknik
hybrid ensemble dan teknik non hybrid ensemble (De Bock et al. 2010). Teknik
hybrid ensemble bekerja dengan melibatkan berbagai algoritma pemodelan dan
selanjutnya menggabungkan prediksi yang dihasilkan oleh masing-masing
algoritma menjadi satu prediksi akhir. Sedangkan, teknik non hybrid ensemble
bekerja dengan satu algoritma dan digunakan berulang kali untuk mendapatkan
banyak model yang berbeda dan selanjutnya dari prediksi model yang berbeda
tersebut akan digabungkan menjadi satu. Penggunaan teknik ensemble diharapkan
mampu untuk mendapatkan hasil prediksi yang lebih baik. Penelitian ini
menggunakan teknik non hybrid ensemble dengan menggabungkan beberapa
model regresi spasial. Model tunggal regresi spasial dihasilkan dengan cara
menambahkan noise pada peubah tak bebas.
Noise adalah ganguan yang tidak beraturan pada data (Wu dan Huang 2005).
Additive noise dilakukan dengan membangkitkan �~� , σ . Simpangan baku
yang digunakan adalah simpangan baku dengan nilai kecil dari nilai rentang data.
Persamaan additive noise sebagai berikut:
�= +�
(2.23)
dengan � adalah vektor peubah tak bebas setelah ditambahkan noise, adalah
vektor peubah tak bebas sebelum ditambahkan noise dan � ~� , σ .
Proses penggabungan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan rata-rata, rata-rata terboboti, voting dan lain-lain. Teknik penggabungan
model regresi spasial dengan menggunakan rata-rata koefisien pada model.
Teknik penggabungan dapat dimodelkan dengan persamaan sebagai berikut (Zhou
2012)
H x = ∑T= h x
T

h x =f x +�

(2.24)

11

dengan H x adalah hasil gabungan dari rata-rata model, h x adalah model
regresi spasial ke-i , f x adalah fungsi dari model regresi spasial, � adalah vektor
galat dan T adalah banyaknya model.
Kemiskinan
BPS dalam mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Menurut BPS kemiskinan
didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan diukur dari sisi pengeluaran.
Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK) yang terdiri
dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan
non makanan (GKNM). Jumlah penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. GKM
merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan
dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. GKNM adalah kebutuhan minimum
untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya.
Berdasarkan tingkat konsumsi atau pengeluaran masyarakat, ukuran
kemiskinan dibedakan menjadi (BPS,2013):
1. Head Count Indeks (P0): persentase penduduk miskin yang berada
dibawah garis kemiskinan.
2. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan.
3. Indeks keparahan kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
P0, P1,dan P2 dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
z − y̅ α
Pα = ∑ [
]
n
z
=

dengan
α = , ,
z = garis kemiskinan
y̅ = rata-rata pengeluaran perkapita penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan (i = , ,3, … , q , y < q
q = banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan
n = jumlah penduduk.

12

METODE PENELITIAN
Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk menghitung kemiskinan di tingkat
kabupaten/kota adalah survei sosial ekonomi nasional (Susenas) modul konsumsi
triwulan I, II, III dan IV tahun 2011. Data diambil dari
http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/kemiskinan_kabkot2011/indekx3.php.
Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota yang ada di
Pulau Jawa yang terdiri dari 118 kabupaten/kota. Peubah tak bebas pada
penelitian ini diperoleh dari Head Count Index (HCI-P0) yaitu persentase
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (GK). Peubah bebas pada
penelitian ini diperoleh dari informasi kemiskinan menurut BPS yang ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Peubah-peubah dalam penelitian
Peubah
Definisi
Y
Persentase penduduk miskin.
X1
Persentase kepala rumah tangga miskin usia 15 tahun ke atas dan
pendidikan yang ditamatkan SD/SLTP.
X2
Persentase angka melek huruf penduduk miskin usia 15-55 tahun.
X3
Persentase angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 7-12 tahun.
X4
Persentase angka partisipasi sekolah penduduk miskin usia 13-15 tahun.
X5
Persentase penduduk miskin usia 15 tahun keatas dan tidak bekerja.
X6
Persentase penduduk miskin yang bekerja di sektor informal.
X7
Persentase pengeluaran perkapita untuk makan.
X8
Persentase perempuan pengguna alat keluarga berencana (KB) di rumah
tangga miskin.
X9
Persentase perempuan yang persalinan pertamanya dibantu oleh tenaga
kesehatan di rumah tangga miskin.
X10
Persentase rumah yang memiliki luas lantai perkapita < 8m2.
X11
Persentase rumah tangga menggunakan air bersih.
X12
Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri.
X13
Persentase rumah tangga penerima kartu jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas)
Metode Analisis
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut dan secara garis besar diringkas pada Gambar 2 dan Gambar 3.
1. Melakukan eksplorasi data.
2. Menghitung matriks pembobot antar wilayah dengan menggunakan
matriks spasial Queen.
3. Melakukan uji indeks Moran untuk mendeteksi awal adanya pengaruh
spasial.
4. Menambahkan noise pada data persentase penduduk miskin (Y) untuk
menghasilkan k buah data persentase penduduk miskin baru

13

5.

6.
7.
8.
9.

a. Membangkitkan �~� , σ .
b. Menambahkan noise pada data persentase penduduk miskin (Y)
sehingga nilai data persentase penduduk miskin sesuai kisaran dari
data persentase penduduk miskin yang sebenarnya, serta perubahan
nilai data itu bersifat acak.
c. Mengganti nilai nol jika ada data persentase penduduk miskin yang
sudah ditambahkan noise bernilai negatif.
Melakukan pemodelan regresi spasial sebagai berikut
a. Melakukan uji pengganda Lagrange untuk mengetahui adanya
ketergantungan spasial.
b. Melakukan uji Breusch Pagan untuk mengetahui adanya keragaman
spasial.
c. Melakukan pendugaan dan pengujian model regresi spasial.
d. Mengukur kebaikan model regresi spasial dengan R-square.
Melakukan langkah ke-5 sebanyak k buah data persentase penduduk
miskin.
Membuat model ensemble yang merupakan gabungan dari k buah model
regresi spasial dengan menghitung rata-rata koefisien dari model tersebut.
Membandingkan model regresi spasial dan model regresi spasial ensemble
dengan mencari nilai RMSE terkecil.
Menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil yang diperoleh.

Analisis regresi spasial dan regresi spasial ensemble dilakukan dengan
menggunakan paket spdep pada perangkat lunak R versi 3.0.2.

14
Skema tahapan model regresi spasial
Menambahkan noise pada
data
Menentukan Pembobot
Spasial Queen
Model Regresi Klasik

Uji Indeks Moran

Uji Efek spasial

Uji ketergantungan
spasial

Uji Keragaman spasial

H0: σ = σ
H1: minimal ada
σ ≠σ

Model Regresi
Spasial

H0: =0, λ=0
H1: ≠0,λ≠0

=
+ �+�
�=λ �+�

Terima H0

Tolak H0

Keragaman
spasial

Model
= �+�

≠ 0,λ=0

SAR

= 0,λ ≠0

≠0 ,λ ≠ 0

SEM

GSM

Pemilihan Model Terbaik
(R2)

Gambar 2 Skema tahapan model regresi spasial

Terima H0

Keseragaman
spasial

15

Skema tahapan model regresi spasial ensemble
Data peubah

(�~�

Membangkitkan
, σ ) dengan k ulangan

Additive noise ( � =

+ �)

� ,� ,…,�
Melakukan pemodelan
regresi spasial

Model regresi spasial
1

Model regresi spasial
2

Model regresi spasial
k

Teknik ensemble (merataratakan koefisien model regresi
spasial)
Melakukan prediksi model
regresi spasial ensemble
Gambar 3 Skema tahapan model regresi spasial ensemble

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Eksplorasi data pada penelitian ini adalah eksplorasi penduduk miskin di
Pulau Jawa dan eksplorasi pada peubah Y dengan noise. Eksplorasi penduduk
miskin di Pulau Jawa digunakan untuk melihat jumlah dan persebaran penduduk
miskin di Pulau Jawa. Eksplorasi pada peubah Y dengan noise digunakan untuk
melihat karakteristik data peubah Y.
Eksplorasi penduduk miskin di Pulau Jawa
Pulau Jawa secara geografis terletak diantara selat Sunda dan Pulau Bali
serta antara samudera Hindia dan laut Jawa, sedangkan secara astronomis Pulau
Jawa terletak antara 113°48 10 - 113°48 26 BT dan 7°50 10 - 7°56 41 LS.
Luas wilayah Pulau Jawa adalah 138.794 km2. Pulau Jawa terbagi menjadi enam
provinsi yaitu DKI Jakarta, provinsi Jawa Barat, provinsi Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, provinsi Jawa Timur dan provinsi Banten. Jumlah
penduduk miskin untuk masing-masing provinsi sebagai berikut: DKI Jakarta
mencapai 375.700 jiwa, provinsi Jawa Barat mencapai 4.382.650 jiwa, provinsi
Jawa Tengah mencapai 4.704.870 jiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai
535.190 jiwa, provinsi Jawa Timur mencapai 4.865.820 jiwa dan provinsi Banten
mencapai 682.710 jiwa (BPS 2013).
Berdasarkan jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa terdapat
persebaran data yang berbeda. Kondisi ini dapat dilihat dari persebaran data
persentase di setiap wilayah kabupaten/kota yang berbeda-beda. Penduduk miskin
di Pulau Jawa memiliki keragaman tinggi. Keragaman persentase penduduk
miskin yang terdapat di setiap provinsi sebagai berikut: DKI Jakarta 10.68%, Jawa
Barat 15.23%, Jawa Tengah 23.78%, Daerah Istimewa Yogyakarta 43.86%, Jawa
Timur 34.64% dan Banten 7.04%.
Peta pada Lampiran 1 menunjukkan pola sebaran persentase penduduk
miskin di Pulau Jawa. Pembagian menjadi lima kelas dilakukan untuk
mempermudah melihat pola sebaran. Pembagian tiap kelas didasarkan pada
sebaran data persentase penduduk miskin di Pulau Jawa. Sebaran persentase
penduduk miskin dapat dilihat dari perbedaan degradasi warna pada peta. Wilayah
dengan warna yang gelap menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di
kabupaten/kota tersebut tinggi. Semakin terang warna pada peta menunjukkan
bahwa persentase penduduk miskin di kabupaten/kota tersebut semakin rendah.
Beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan persentase penduduk miskin
tinggi antara lain Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Gunung
Kidul, Kabupeten Rembang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara,
Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Kebumen. Sedangkan kabupaten/kota
dengan persentase penduduk miskin rendah antara lain Kota Jakarta Utara, Kota
Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Pusat, Kota
Bandung, Kota Depok, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang, Kota Batu, Kota
Madiun, Kota Tangerang, Kota Tengerang Selatan dan Kota Cilegon.

17

Eksplorasi pada peubah Y dengan noise
Pada data persentase penduduk miskin (peubah Y) akan ditambahkan
dengan noise. Penambahan tersebut bertujuan agar keragaman pada peubah Y
menjadi stabil. Data yang ditambahkan noise merupakan data simulasi, dan akan
digunakan untuk teknik ensemble. Karakteristik data simulasi terhadap
penambahan noise pada peubah Y dicobakan dengan berbagai simpangan baku
σ . Penentuan simpangan baku dengan nilai kecil rentang data peubah Y dengan
memperhatikan hasil uji efek spasial. Penggunaan additive noise bertujuan agar
nilai peubah Y yang telah ditambahkan noise berada pada kisaran data peubah Y.
Nilai σ yang dicobakan adalah 1.55, 1.57, 1.59, 1.61, 1.63, 1.65, 1.67, 1.69, 1.71
dan 1.73 menghasilkan pola data serupa dengan data peubah Y. Gambar 4
menunjukkan bahwa nilai σ menghasilkan fluktuasi yang serupa dengan data
peubah Y.
Peubah
Y
sd = 1.55
sd=1.57
sd=1.59
sd=1.61
sd=1.63
sd=1.65
sd=1.67
sd=1.69
sd=1.71
sd=1.73

30

Hasil pengamatan

25

20

15

10

5

0
0

20

40

60

80

100

120

Amatan ke-

Gambar 4 Plot data Y dan data Y+ noise

Identifikasi Otokorelasi Spasial
Eksplorasi pada peubah Y ternyata terdapat keragaman yang besar di setiap
kabupaten/kota, sehingga dimungkinkan ada pengaruh spasial. Pengaruh spasial
dapat diidentifikasi dengan menggunakan indeks Moran. Indeks Moran digunakan
untuk mendeteksi awal adanya otokorelasi spasial pada data persentase penduduk
miskin di Pulau Jawa. Di bawah kondisi H , statistik uji Z I akan mendekati Z α ,
sehingga keputusannya menolak H pada α sebesar . , jika Z I > Z α dengan
nilai Z I = . 3 dan nilai Z . = -1.65. Penolakan H berarti bahwa terdapat
otokorelasi spasial positif, sehingga wilayah yang berdekatan memiliki persentase
penduduk miskin yang mirip dan cenderung bergerombol dalam suatu area pada
α = % . Plot pencaran Moran untuk data persentase penduduk miskin di Pulau
Jawa disajikan pada Gambar 5.

18
ZY
4
3
2

ZWY

1
0
-3

-2

-1

-1

0

1

2

3

4

-2
-3

Gambar 5 Plot pencaran Moran pada data persentase penduduk miskin
Pada Gambar 5 terbagi menjadi 4 kuadran dan disetiap kuadran terdapat
sebaran data dengan sumbu ZY adalah nilai rata-rata antar pengamatan yang
sudah distandarisasi dan sumbu ZWY adalah nilai ZY yang dihitung
menggunakan matriks W. Kuadran I dan III mengindikasikan adanya kesamaan
karakteristik antar kabupaten/kota di Pulau Jawa kesamaan tersebut antara lain
setiap kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin tinggi akan
membentuk satu kelompok kemudian kabupaten/kota yang memiliki persentase
penduduk miskin rendah akan membentuk satu kelompok juga. Kuadran II dan IV
mengindikasikan adanya keragaman karakteristik antar kabupaten/kota di Pulau
Jawa.
Model Regresi Klasik OLS
Analisis model regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara
peubah X dan peubah Y. Peubah X dan Y akan dimodelkan dengan regresi klasik
OLS sebelum dimodelkan untuk regresi spasial. Pada model diperoleh hasil uji F
sebesar 54.94 dengan p-value sebesar 0.00, hal ini menunjukkan bahwa peubah X
berpengaruh secara simultan terhadap peubah Y dengan taraf nyata 0.05. Peubah
X yang signifikan adalah X2 (persentase angka melek huruf penduduk miskin usia
15-55 tahun), X6 (persentase penduduk miskin yang bekerja disektor informal),
dan X13 (persentase rumah tangga penerima kartu Jamkesmas). Pendugaan model
regresi pada peubah Y terhadap peubah X ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pendugaan model regresi klasik
Peubah penjelas
Konstanta

Penduga
32.3450

Galat baku
7.5590

Nilai t
4.28

Peluang
0.0000

X2

-0.3420

0.0745

-4.59

0.0000

X6

0.1825

0.0287

6.36

0.0000

X13

0.0756

0.0191

3.96

0.0000

19

Persamaan model regresi klasik OLS peubah X2, X6 dan X13 dengan Y sebagai
berikut:
ŷ = 3 .3

− .3

X + .

X + .

X

Nilai koefisien determinasi sebesar 59.1% artinya dari keragaman
persentase penduduk miskin dapat dijelaskan oleh model regresi OLS sebesar
59.1%. Interpretasi dari model regresi klasik menunjukkan bahwa setiap kenaikan
1 % angka melek huruf pada penduduk miskin usia 15-55 tahun (X2) akan
menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 34.2%. Setiap kenaikan 1%
penduduk miskin yang bekerja disektor informal (X6) akan meningkatkan
persentase penduduk miskin sebesar 18.