Ketahanan Oriented Strand Board Bambu dengan Perlakuan Steam dan Non Steam terhadap Serangan Rayap dan Kumbang Bubuk

KETAHANAN ORIENTED STRAND BOARD BAMBU
DENGAN PERLAKUAN STEAM DAN NON STEAM
TERHADAP SERANGAN RAYAP DAN KUMBANG BUBUK

INTAN PURNAMASARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ketahanan Oriented
Strand Board Bambu dengan Perlakuan Steam dan Non Steam terhadap Serangan
Rayap dan Kumbang Bubuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Intan Purnamasari
NIM E24090068

ABSTRAK
INTAN PURNAMASARI. Ketahanan Oriented Strand Board dengan Perlakuan
Steam dan Non Steam terhadap Serangan Rayap dan Kumbang Bubuk. Dibimbing
Oleh FAUZI FEBRIANTO dan ARINANA.
Tujuan penelitian ini mengevaluasi ketahanan Oriented Strand Baord
(OSB) bambu dari beberapa jenis bambu dengan atau tanpa pemberian perlakuan
awal yaitu pengukusan terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus),
rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus), dan kumbang bubuk. Lima jenis
bambu yang digunakan adalah bambu tali, hitam, andong, ampel, dan betung yang
diperoleh dari daerah Sukabumi. Sebelum dicampur dengan perekat, bagian
strand bambu dikukus dengan menggunakan autoclave pada suhu 126 °C dan
tekanan 1.4 kg/cm2 selama 1 jam. OSB bambu yang diproduksi terdiri dari tiga
lapis yang berasal dari komposisi strand untuk muka, inti, dan belakang secara
berurutan adalah 25%, 50%, dan 25%. Perekat Phenol Formaldehida (PF) 10%

digunakan untuk mengikat strand menjadi OSB. Hasil menunjukan bahwa
ketahanan bambu kontrol bervariasi antar jenis bambu pada serangan C.
curvignathus. Ketahanan OSB bambu dengan perlakuan pengukusan pada strand
nya memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada strand bambu tanpa perlakuan
pengukusan. Ketahanan bambu kontrol pada serangan C. cynocephalus sangat
tergantung adanya kulit dalam contoh uji. Setelah dijadikan OSB bambu
ketahanan dari semua OSB yang diujikan dengan atau tanpa perlakuan
pengukusan jauh lebih baik. Ketahanan bambu kontrol bervariasi antar jenis pada
serangan kumbang bubuk. Setelah dijadikan OSB bambu, ketahanan dari semua
OSB dengan atau tanpa perlakuan pengukusan meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan bambu kontrol. Diamati bahwa spesies kumbang bubuk
menyerang contoh uji dalam penelitian ini adalah Anobium sp.
Kata kunci : kumbung bubuk, oriented strand board, pengukusan, rayap kayu
kering, rayap tanah

ABSTRACT
INTAN PURNAMASARI. Resistance of Bamboo Oriented Strand Board against
Termites and Powder Post Beetle Attacked. Supervised by FAUZI FEBRIANTO
and ARINANA.
The objectives of this research were to evaluate the resistance of bamboo

oriented strand board (BOSB) made from several bamboo species with or without
steam treatment against subterranean termite (Coptotermes curvignathus), dry
wood termite (Cryptotermes cynocephalus) and powder post beetle attacked. Five
(5) bamboo species namely betung, andong, ampel, hitam, and tali bamboos were
obtained from Sukabumi. Prior to be mixed with adhesive, part of bamboo strands
were steamed in autoclave at 126 °C, 1,4 kg/cm2 pressure for 1 h. Three layered
OSBs were produced. The strand composition for face, core, and back was 25%,
50% and 25%, respectively. Commercial Phenol Formaldehyde (PF) adhesive in
amount of 10% was used to bond the strands to BOSB. The results indicated that

the resistance of solid bamboo was varied among species against C. curvignathus.
The resistance of BOSB prepared both from steamed and non steamed bamboo
strands were much higher compared to solid bamboo. The resistance of BOSB
prepared from steamed bamboo strands was higher than non steamed bamboo
strands. The resistance of solid bamboo against C. cynocephalus much depended
on the presence of bark in the specimen tested. After converted into BOSBs, the
resistances of all BOSBs with or without steamed treatment were much improved.
The resistance of solid bamboo was varied among species against powder post
beetle. After converted into BOSBs, the resistance of all BOSBs with or without
steamed treatment were increased significantly compared to solid bamboo. It was

observed that powder post beetle species attacked the specimen in this experiment
is Anobium sp.
Keywords : drywood termite, oriented strand board, powder post beetles, steam,
subterranean termite

KETAHANAN ORIENTED STRAND BOARD BAMBU
DENGAN PERLAKUAN STEAM DAN NON STEAM
TERHADAP SERANGAN RAYAP DAN KUMBANG BUBUK

INTAN PURNAMASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

JuduJ Skripsi : Ketahanan Oriented Strand Board Bambu dengan PerJakuan Steam
dan Non Steam terhadap Serangan Rayap dan Kumbang Bubuk
Nama
: Intan Pumamasari
: E24090068
NIM

Disetujui oJeh

j

Prof Dr Ir Fauzi brianto MS
Pembimbing I

Tanggal LuJus:

1 7 OCT 2013


Arinana, SHut, MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Ketahanan Oriented Strand Board Bambu dengan Perlakuan Steam
dan Non Steam terhadap Serangan Rayap dan Kumbang Bubuk
Nama
: Intan Purnamasari
NIM
: E24090068

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Pembimbing I

Arinana, SHut, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah
keawetan, dengan judul Ketahanan Oriented Strand Board Bambu dengan
Perlakuan Steam dan Non Steam terhadap Serangan Rayap dan Kumbang Bubuk.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
dan Ibu Arinana, SHut, MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberi ilmu
dan saran, serta Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc dan Ibu Dr Ir Noor Farikhah
Haneda, MS yang mendampingi penulis dalam sidang. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Atin dari Laboratorium Kimia
Hasil Hutan IPB, Bapak Mahdi Mubarok, SSi dari Laboratorium Biokomposit
IPB, Bapak Anhari dari Laboratorium Rayap IPB serta Bapak Kadiman dari
Workshop DHH IPB, serta seluruh staf DHH yang telah membantu dalam proses

perkuliahan dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
(Alm) papa, mama, Arfan, Citra, dan Mutiara serta seluruh keluarga, atas segala
doa, semangat dan kasih sayangnya. Selain itu, penulis sampaikan terima kasih
kepada teman-teman DHH 46, Keluarga kecil Wisma Aulia yang telah memberi
dukungan fisik dan nonfisik serta kebersamaan yang telah berjalan selama empat
tahun di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Intan Purnamasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Oriented Strand Board
Jenis Bambu yang digunakan
Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl)
Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.F) Backer ex. Heyne)
Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz)
Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)
Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinasea (Steudel) Widjaja)
Perekat Phenol Formaldehida
Sifat Kimia Bambu
Sifat Fisis Bambu
Sifat Mekanis Bambu
Sifat Anatomis Bambu
Rayap
Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus)
Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus)
Kumbang Bubuk
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan

Prosedur Pengujian
Pengujian Rayap Tanah
Pengujian Rayap Kayu Kering
Pengujian Kumbang Bubuk
Perhitungan Hasil Pengujian
Kehilangan Berat OSB
Mortalitas Rayap
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Rayap Tanah
Mortalitas Rayap Tanah
Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Rayap Kayu Kering
Mortalitas Rayap Kayu Kering
Identifikasi Kumbang Bubuk
Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Kumbang Bubuk
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

x

x
x
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
6
6
7
7
7
8
8
8
8
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
14
16
17
18
19
19
20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

20
22
29

DAFTAR TABEL
Sifat fisis dan mekanis Oriented Strand Board (OSB)
Analisis kimia lima jenis bambu
Analisis sifat fisis lima jenis bambu
Analisis sifat mekanis lima jenis bambu
Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap kayu kering
Analisis statistik kehilangan berat OSB terhadap serangan rayap tanah
Analisis statistik mortalitas rayap tanah
Analisis statistik kehilangan berat OSB terhadap serangan rayap kayu
kering
10 Analisis statistik mortalitas rayap kayu kering
11 Analisis statistika kehilangan berat OSB terhadap serangan kumbang

1
2
3
4
5
6
7
8
9

3
5
5
6
10
10
13
14
15
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Penempatan OSB pada botol uji
Penempatan contoh uji pada pengujian rayap kayu kering
Penempatan contoh uji dengan pengumpanan alami
Nilai Kehilangan berat akibat serangan rayap tanah
Nilai mortalitas rayap tanah
Nilai kehilangan berat akibat serangan rayap kayu kering
Nilai mortalitas rayap kayu kering
Morfologi Anobium sp perbesaran 30 kali. tampak bagian atas (a), dan
tampak bagian bawah (b)
9 Nilai Kehilangan berat akibat serangan kumbang

8
9
9
12
14
15
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Uji Duncan nilai kehilangan berat OSB terhadap serangan rayap tanah
Uji Duncan nilai WL OSB terhadap serangan rayap kayu kering
Uji Duncan nilai WL OSB terhadap serangan kumbang bubuk
Bentuk kerusakan OSB dan kontrol terhadap serangan rayap tanah
Bentuk kerusakan OSB dan kontrol terhadap serangan rayap kayu kering
Bentuk kerusakan OSB dan kontrol terhadap serangan kumbang bubuk

22
23
23
24
25
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bambu merupakan salah satu sumber daya hasil hutan bukan kayu yang
sudah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari keperluan
pangan, sandang, papan, estetika, dan sebagainya. Pemanfaatan bambu tersebut
perlu terus ditingkatkan sebagai bahan substitusi kayu terutama dalam rangka
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam kayu. Bambu tersebar di seluruh
nusantara mulai dari dataran rendah sampai pegunungan.
Tingkat kelembaban tinggi di Indonesia cenderung menyebabkan
meningkatnya kerusakan pada bambu, seperti serangan jamur, lapuk oleh cuaca,
dan serangan organisme perusak yaitu rayap dan kumbang bubuk. Kandungan
selulosa bambu lebih besar dari pada kandungan selulosa pada pohon (kayu),
sehingga menyebabkan bambu lebih mudah diserang oleh serangga perusak
(Susilaning dan Suheryanto 2012). Selain itu kandungan pati yang relatif tinggi
pada bambu dapat meningkatkan serangan kumbang bubuk. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh organisme perusak seperti rayap dan kumbang dirasa sangat
merugikan, karena wilayah jelajah serangga ini yang sangat luas bahkan mampu
menembus hingga gedung berlantai tinggi sekali pun.
Salah satu teknologi yang dikembangkan untuk memanfaatkan dan
meningkatkan kualitas dari bambu adalah dengan dibuatnya produk komposit
yaitu Oriented Strand Board (OSB). OSB merupakan produk papan komposit
struktural yang diproduksi dari partikel berbentuk strand dan perekat
thermosetting tahan air (waterproof) (Nuryawan et al. 2008). Kajian secara
laboratories menunjukan bahwa bambu sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai bahan baku OSB karena stabilitas dimensi, kekuatan, dan ketahanan
terhadap rayap dan kumbang yang sangat baik (Santoso 2012 dan Purwaningsih
2012). Selain itu, pemberian perlakuan pendahuluan berupa steam pada strand
bambu yaitu bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl.), bambu betung
(Dendrocalamus asper (Schult.F) Backer ex. Heyne), bambu andong
(Gigantochloa pseudoarundinasea (Steudel)
Widjaja, bambu
hitam
(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja) dan bambu tali (Gigantochloa apus (J.A &
J.H. Schultes) Kurz) sebelum dibuat OSB dapat mengurangi konsumsi perekat
yang digunakan dengan kualitas OSB yang dihasilkan memenuhi standar
komersial (Apriani 2012, Santoso 2012, Rahayu 2012, dan Angin 2012).
Mengkonversi bambu menjadi produk OSB dapat meningkatkan diversifikasi
pemanfaatan bambu karena produk OSB ini dapat digunakan lebih luas seperti
untuk dinding, lantai, panel atap, dan produk lainnya. Namun belum ada informasi
ilmiah mengenai ketahanan OSB yang terbuat dari bambu dengan perlakuan
steam di atas.

Perumusan Masalah
Sifat fisis dan mekanis OSB yang terbuat dari lima jenis bambu yaitu
bambu ampel (Bambusa vulgaris), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu
andong (Gigantochloa pseudoarundinasea), bambu hitam (Gigantochloa

2
atroviolaceae) dan bambu tali (Gigantochloa apus) dengan dan tanpa perlakuan
steam yang direkat dengan perekat Phenol Formaldehida (PF) 10% sangat baik
dan memenuhi persyaratan OSB komersial. Selain itu informasi sifat fisis,
mekanis, serta ketahanan OSB terhadap organisme perusak kayu terutama rayap
dan kumbang bubuk perlu dikaji terutama apabila produk OSB bambu nantinya
digunakan di Indonesia atau di daerah tropis, karena jumlah dan jenis organisme
perusak kayu lebih melimpah dibandingkan di daerah iklim sedang.

Tujuan Penelitian
Mengevaluasi ketahanan OSB dari lima jenis bambu yaitu bambu ampel
bambu betung, bambu andong, bambu hitam dan bambu tali dengan dan tanpa
perlakuan steam terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering skala
laboratorium dan serangan kumbang bubuk secara semi lapang dengan
pengumpanan alami.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
ketahanan OSB dengan dan tanpa perlakuan steam terhadap serangan rayap tanah,
rayap kayu kering dan kumbang bubuk, sehingga lebih aman dalam
penggunaannya sebagai bahan konstruksi bangunan alternatif selain kayu.

TINJAUAN PUSTAKA
Oriented Strand Board
Bahan berlignoselolosa seperti bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku OSB (Oriented Strand Board). OSB merupakan salah satu produk yang
relatif baru jika dibandingkan produk panel lainnya. OSB dibuat sebagai panel
struktural yang menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al.
2004). Penggunaan OSB merupakan pilihan yang ekonomis dan ramah
lingkungan (SBA 2005) dan memiliki potensi besar meningkatkan keawetan dan
kekuatan.
Pada pembuatan OSB bambu, perlakuan pendahuluan yang diberikan pada
bahan baku mampu memperbaiki sifat dari papan partikel yaitu dengan mengubah
sifat partikel kayu seperti keasaman, zat ekstraktif, atau partikel kayunya agar
lebih stabil terhadap pengaruh air, sehingga perubahan sifat partikel kayu tersebut
dapat menghasilkan papan partikel yang memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih
baik (Hadi 1991). Berdasarkan penelitian Hadi dan Febrianto (1991), perlakukan
pendahuluan berupa rendaman panas dan asetilasi selumbar meningkatkan daya
tahan papan partikel terhadap serangan rayap kayu kering. Adapun spesifikasi
sifat fisis dan mekanis dari OSB menurut standar JIS A 5908 (2003) dan CSA
0437.0 (Grade O-2) disajikan dalam Tabel 1.

3

Tabel 1 Sifat fisis dan mekanis Oriented Strand Board (OSB)
Sifat papan

JIS A 5908 (2003)

Kerapatan (g/cm3)
Kadar air (%)

CSA 0437.0 (Grade O-2)*

0.4 -0.9
5-13

Tickness Swelling (%)
Daya Serap Air (%)
MOE sejajar serat (Kg/cm2)
MOE tegak lurus serat
(Kg/cm2)
MOE sejajar serat (Kg/cm2)
MOR tegak lurus serat
(Kg/cm2)
Internal Bond (Kg/cm2)
Kuat Pegang Skrup (Kg)

≤ 25

≤ 15

-

-

40800

56084.39

13260

1529574

245

295.72

102

126.44

3.06
51

3.52

Sumber: Structural Board Asociation (2005) aOSB: Oriented Strand Board

Jenis Bambu yang digunakan
Bambu memiliki kelebihan dan kelemahan dibandingkan kayu diantaranya
kuat, keras, ringan, mudah didapat, cepat tumbuh, mudah dalam pengerjaan, dan
memiliki sifat mekanis yang lebih baik pada arah sejajar serat. Adapun kelemahan
bambu yaitu mudah diserang serangga bubuk kering dan rayap kayu kering
(Krisdanto et al. 2005) sehingga perlu upaya pengawetan, dalam keadaan basah
mudah di serang jamur biru, dan bentuknya silinder sehingga menyulitkan proses
penyambungan.
Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl)
Bambu ampel dapat menghasilkan bubur kayu yang baik untuk bahan
pembuatan kertas (Sastrapraja et al. 1987). Sedangkan menurut Sudarnadi (1996),
bambu ampel biasanya digunakan sebagai bahan baku alat rumah tangga,
kerajinan tangan, dan lantai rumah.
Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.F) Backer ex. Heyne)
Bambu betung dapat tumbuh di dataran rendah sampai daerah ketinggian
2000 mdpl. Bambu ini mempunyai rumpun yang sedikit rapat dan panjang ruas
40–60 cm dengan dinding buluh yang cukup tebal, sehingga memiliki sifat yang
keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya
panjang. Bambu betung memiliki sifat fisik dan mekanis yang lebih baik daripada
jenis bambu lainnya sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi komponen
struktural maupun sebagai bahan bangunan (Suryokusumo dan Nugroho 1994).
Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz)
Bambu tali (bambu apus) tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000
mdpl. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan

4
anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Bambu tali juga
dimanfaatkan untuk membuat perlengkapan memasak, furniture, tali, dan tidak
cocok dijadikan bahan pembuatan kertas dan alat musik. Bambu tali memilki
batang yang dapat dibelah menjadi belahan yang bagus dan ketika potongannya
dilekukan permukaannya tidak mengelupas.
Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)
Bambu hitam hidup sampai pada ketinggian 650 mdpl dan memiliki tinggi
mencapai 20 m, batang berbulu tipis/ halus dan tebal. Warna bambu ini hijaucoklat, tua-keunguan sampai hitam. Bambu hitam dapat tumbuh ditanah tropis
dataran rendah, lembab, dan dengan curah hujan pertahun mencapai 1500-3700
mm. Bambu hitam berfungsi untuk bahan industri kerajinan tangan dan
pembuatan mebel.
Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinasea (Steudel) Widjaja)
Bambu andong atau bambu gombong (Sunda) hidup diketinggian 0-700
mdpl yang beriklim kering. Bambu andong biasanya digunakan untuk bahan
bangunan, pipa air, dan alat musik tradisional. Perusahaan bambu telah
menggunakannya sebagai bahan baku sumpit (LIPI 2001).

Perekat Phenol Formaldehida
Perekat Phenol Formaldehida (PF) merupakan molekul berbobot rendah
yang terbentuk dari phenol dan formaldehida, dan termasuk kedalam perekat
termoset (Ahmadi 1990 dalam Sumardi 2000) dan salah satu perekat yang umum
digunakan dalam produksi OSB (SBA 2005). Kualitas rekat dari PF sangat baik,
perekatan yang tepat memberikan kekuatan yang tinggi dan daya tahan dibawa
kondisi yang sulit saat pemakaian serta memiliki bidang rekat yang tahan terhadap
jamur, serangga, dan bahan kimia.
Menurut Tsoumis (1991) formulasi perekat akan mengeluarkan bau yang
tidak sedap bahkan setelah pengerasan. Perekat PF tergolong murah dan popular
digunakan dalam produksi komposit skala komersial. Namun kandungan
formaldehida yang mudah lepas ke udara dan menimbulkan emisi yang berbahaya
bagi kesehatan. Emisi formaldehida adalah jumlah formaldehida yang dibebaskan
oleh suatu produk (Badan Standarisasi Nasional 2005). Formaldehida adalah suatu
gas beracun yang dapat bereaksi dengan protein didalam tubuh sehingga dapat
menyebabkan iritasi, radang selaput mata, hidung, dan tenggorokan.

Sifat Kimia Bambu
Kandungan kimia bambu tergantung pada jenis kondisi tempat tumbuh,
umur bambu dan lokasi pada batang. Kandungan pati paling besar terdapat pada
musim hujan dan kandungan pati paling besar terdapat pada bagian dalam batang.
Batang dewasa bagian pangkal lebih banyak mengandung lignin daripada bagian
ujung dan bagian dalam lebih sedikit lignin daripada bagian luar. Pada Tabel 2.
memberikan analisis kadar kimia jenis bambu yang diujikan.

5

Tabel 2 Analisis kimia lima jenis bambu
Jenis
bambu

Selulosa
(%)

Lignin
(%)

Pento
san
(%)

Abu
(%)

Silika
(%)

Air
dingin

betung
tali
ampel
andong
hitam

52.9
52.1
45.3
49.5
73.32*

24.8
24.9
25.6
23.9
30.01

18.8
19.3
20.4
17.8
-

2.63
2.75
3.09
1.87
3.30

0.2
0.37
1.78
0.52
2.93

4.5
5.2
8.3
9.9
3.31

Kelarutan dalam (%)
Alkoho NAOH
Air
1%
panas l-benzen

6.1
6.4
9.4
10.7
5.49

0.9
1.4
5.2
6.9
1.06

22.2
25.1
29.8
28
19.2

Sumber : Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988), Fitriasari dan Hermiati (2008). *= kadar
Holoselulosa

Sifat Fisis Bambu
Tabel 3 Analisis sifat fisis lima jenis bambu
Sifat yang di uji
Kerapatan
Susut volume
(%)
Basah-kering
udara
Susut tebal (%)
Basah-kering
udara
Kering udarakering tanur
Susut lebar(%)
Basah-kering
udara
Kering udarakering tanur

Tali
0.67
(0.58-0.76)

Jenis bambu
Andong
Betung
0.72
0.76
(0.64-0.8)
(0.66-0.86)

12.45
(10.22-14.68)

14.36
(11.36-17.36)

16.82
(14.22-19.42)

6.83
(5.42-8.24)
5.36
(4.96-5.76)

7.94
(6.22-9.66)
5.75
(5.10-6.4)

8.02
(6.46-9.58)
6.3
(5.26-7.34)

5.30
(4.21-6.39)

6.18
(5.52-6.84)

6.21
(5.64-6.78)

3.60
(2.96-4.24)

4.84
(3.72-5.96)

5.10
( 4.72-5.48)

Ampel

Hitam

0.83*

-

4.43

-

-

-

5.57

-

-

-

-

-

Sumber : Angka dalam kurung adalah kisaran angaka hasil penelitian Ginoga 1977; Syafii 1984;
Nurhayati 1986 dan 1994; Krisdianto 2000; Hadjib dan Karnasudirdja 2006;
Sukadaryati 2006; Irjayanti 2009; Mardiana 2010; Sembiring 2012, Iriayanto 2012, dan
Lestari 2012 dalam Suryana 2012; dan Anas 2012.

Sifat Mekanis Bambu
Menurut Janssen (1981) kekuatan mekanis bambu tergantung pada lapisan
sklerenkim, yaitu jaringan yang berdinding tebal dan kuat yang terdiri dari sel-sel
dewasa yang telah mati. Sifat mekanis bambu lebih ditentukan oleh keberadaan
ikatan vaskuler nya (dimana sklerenkim terdapat didalamnya) dan bukan pada
parenkim.

6

Tabel 4 Analisis sifat mekanis lima jenis bambu
Sifat yang di uji
Keteguhan belah
(kgf/cm2)
MOE (kgf/cm2)

Tali
49.5
(40.8-58.2)
79.6
(58.2-101.0)

Andong
56.58
(52.4-60.76)

Jenis bambu
Betung

Hitam

Ampel

62.50
(54.6-70.4)

41.4

-

82.3
92.2
(54.2-110.4) (53.2-131.2)

99000
(kg/cm2)

MOR(kgf/cm2)

433
(320-546)

457
(358-556)

Tekan sejajar serat
(kgf/cm2)

504
(442-556)

521
(457-585)

Tekan tegak lurus
serat (kgf/cm2)
Permeabilitas tanpa
buku (tekanan
vacuum, bar)
Permeabilitas
dengan buku
(tekanan vacuum,
bar)

490
(342-638)

605
(570-640)

2004
1914
2127
(1980-2028) (1767-2061) (1988-2266)
5.5
(5.1-5.9)

6.3
(5.6-7.0)

6.9
(5.8-8)

6.8
(5.4-8.2)

8.3
(6.8-9.8)

8.8
(7.4-10.2)

-

489

75.034
(buluh)
112.05
(bilah)
483
( buluh)
1224
(bilah)
451
(bilah)
490
(buluh)

-

-

-

-

-

-

Sumber : Angka dalam kurung adalah kisaran angaka hasil penelitian Ginoga 1977; Syafii 1984;
Nurhayati 1986 dan 1994; Krisdianto 2000; Hadjib dan Karnasudirdja 2006;
Sukadaryati 2006; Irjayanti 2009; Mardiana 2010; Sembiring 2012; Iriayanto 2012, dan
Lestari 2012 dalam Suryana 2012; dan Anas 2012.

Sifat Anatomis Bambu
Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) batang bambu terdiri atas sekitar
50% parenkim, 40% serat, dan 10% sel penghubung (sel pembuluh dan sel
pembuluh tapis). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak dibagian dalam
batang, sedangkan serat lebih banyak dibagaian luarnya. Ukuran serat bertambah
besar dari pangkal ke ujung sementara parenkimnya semakain berkurang. Ikatan
vascular pada bambu semakin sedikit pada bagian ujung, dan mempunyai ukuran
besar ke arah bagian dalam.

Rayap
Rayap adalah serangga pemakan selulosa yang termasuk ke dalam ordo
Isoptera, tubuhnya berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok sosial
dengan sistem kasta yang terdiri dari pekerja, prajurit, dan reproduktif. Menurut
Nandika et al. (1996), pada dasarnya rayap adalah serangga daerah tropika dan

7
subtropika. Namun kini penyebarannya meluas ke daerah beriklim sedang
(temperate) dengan batas-batas 500 °LU dan 500 °LS. Di daerah tropika rayap
dapat ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 meter dari permukaan
laut.
Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus)
Rayap tanah dalam hidupnya memerlukan kelembaban tertentu secara tetap,
oleh karena itu untuk mendapatkan persediaan air, rayap ini selalu berhubungan
dengan tanah dan sarangnya juga ada di dalam tanah. Selain itu C curvignathus
memiliki sifat yang tidak menyukai cahaya. Untuk menghindar dari cahaya, rayap
membuat lubang kembara agar bebas dari cahaya (Nandika et al. 2003). Dari
sekian banyak jenis, rayap subteran (rayap tanah) yang paling banyak
menimbulkan kerusakan. Rayap tanah sangat ganas dan dapat menyerang objek
berjarak sampai 200 meter dari serangannya. Kasta pekerja pada rayap tanah
umumnya berjumlah paling banyak dalam koloni dan berfungsi sebagai pencari
dan pemberi makan kasta lainnya. Makanan dari kasta pekerja disampaikan
melalui anus atau mulut, sehingga kegiatan memakan pada rayap akan sangat
mempengaruhi keutuhan koloni.
Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus)
Koloni rayap kayu kering berkembang sangat lambat dan maksimum
anggota koloni berjumlah sangat sedikit. Jumlah anggota koloni yang berumur 4
tahunan kurang dari 1000 ekor. Hidupnya tidak memerlukan tempat yang lembab
dan tidak pernah masuk kedalam tanah. Rayap ini biasanya menyerang kayu-kayu
yang kering termasuk furniture. Cara penyerangan rayap kayu kering tidak mudah
dideteksi sebab hidupnya terisolir didalam kayu yang berfungsi sebagai sarangnya.
Tanda serangan rayap ini adalah terdapat butiran-butiran kecil halus kecoklatan.
Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air 10%
sampai 12% atau mungkin lebih rendah.
Kumbang Bubuk
Kumbang merupakan serangga paling aktif menyerang kayu dan
menghancurkan beberapa jenis kayu dengan daya adaptasi yang tinggi. Ordo
coleoptera merupakan bagian terbesar dari kelas Insecta yang terdiri dari 110
famili dan sembilan diantaranya merupakan faktor penting dalam deteriorasi kayu.
Kumbang seringkali menyerang bambu, karena adanya kandungan pati yang
merupakan makanan utama kumbang.
Anggota-anggota dari ordo Coleoptera sering disebut kumbang bubuk, dan
dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah
(Nandika et al. 2003). Kumbang kayu kering (powder post beetle) merupakan
serangga kosmopolitan yang membuat kerusakan berupa lubang-lubang kecil
seperti serbuk berwarna keputihan. Famili terpenting dalam ordo ini adalah
Lyctidae, Anobidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae. Sedangkan kumbang
bubuk kayu basah sering disebut Ambrosia beetles atau pinhole borer, umumnya
untuk dapat hidup, kumbang ini membutuhkan kadar air diatas 40% sedangkan
pada kadar air dibawah di bawah 25% kumbang akan mati.

8

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai Juli 2013
bertempat di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan
Laboratorium Rayap, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah botol kaca berdiameter 5 cm dan tinggi 14 cm,
timbangan elektrik, oven, desikator, gelas ukur, lembaran kawat, wadah plastik,
paralon berdiameter 1.5 cm, kamera, jaringan kawat, aluminium foil, dan digital
video microscope.
Bahan yang digunakan adalah Oriented Strand Board (OSB) dari bambu
betung, andong, ampel, tali, dan hitam yang sebelumnya sudah diberikan
perlakuan steam dan non steam dengan kadar perekat PF 10%. Contoh uji bambu
dari masing-masing jenis sebagai kontrol, rayap kayu kering (Cryptotermes
cynocephalus), rayap tanah (Coptotermes curvignathus) yang aktif dan sehat,
pasir steril, air mineral, alkohol, lilin, dan kapas.

Prosedur Pengujian
Pengujian Rayap Tanah
Contoh uji OSB berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 1 cm dan kontrol bambu
yang dibuat secara acak tanpa memperhatikan perbedaan bagian pangkal, tengah,
dan ujung dengan ukuran 2.5 cm x 2.5 cm x tebal menyesuaikan, dilakukan
pengovenan selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan berat awal
contoh uji sebelum pengujian (W1).

Gambar 1 Penempatan OSB pada botol uji
Tahap berikutnya, contoh uji dimasukan kedalam botol uji kaca, dengan
posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh
dinding botol uji. Kedalam botol uji dimasukan 200 gram pasir, air sebanyak 50
ml (kadar air pasir 25%) dan 200 ekor rayap tanah dari kasta pekerja. Kemudian
botol uji ditutup dengan aluminium foil dan diletakan ditempat gelap selama
empat minggu dan lakukan pengamatan setiap satu minggu sekali.

9
Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, dilakukan perhitungan rayap yang
hidup. Sedangkan contoh uji dibersihkan dari kotoran yang melekat dan di oven
selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC kemudian ditimbang untuk memperoleh
berat akhir (W2) untuk mendapatkan kehilangan berat contoh uji (WL).
Pengujian Rayap Kayu Kering
Contoh uji OSB berukuran 5 cm x 2.5 cm x 1 cm dan contoh uji kontrol
bambu dengan ukuran 5 cm x 2.5 cm x tebal menyesuaikan yang dibuat secara
acak tanpa memperhatikan perbedaan pada setiap bagian, lalu dilakukan
pengovenan selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan berat awal
contoh uji sebelum pengujian (W1).
Pengumpanan dilakukan dengan meletakan paralon diatas contoh uji dengan
posisi berdiri. kemudian direkatkan menggunakan lilin. Sebanyak 50 ekor rayap
kayu kering dimasukan kedalam paralon. Kemudian paralon ditutup dengan kapas
dan diletakan ditempat gelap selama 12 minggu. Setiap minggu aktivitas rayap
dalam paralon uji diamati.

Gambar 2 Penempatan contoh uji pada pengujian rayap kayu kering
Setelah 12 minggu semprong uji dibongkar, dilakukan perhitungan rayap
yang masih hidup. Sedangkan contoh uji kayu dibersihkan dari kotoran yang
melekat dan di oven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC kemudian ditimbang
untuk memperoleh berat akhir (W2).
Pengujian Kumbang Bubuk
Contoh uji OSB ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm dan kontrol bambu dengan
ukuran 5 cm x 2.5 cm x tebal menyesuaikan yang dibuat secara acak tanpa
memperhatikan perbedaan pada setiap bagian, dilakukan pengovenan selama 48
jam dengan suhu 60 ± 2 ºC untuk mendapatkan berat awal contoh uji sebelum
pengujian (W1).

Gambar 3 Penempatan contoh uji dengan pengumpanan alami

10
Contoh uji dimasukan ke dalam bak plastik, dengan susunan acak dan posisi
mendatar. Bak plastik yang berisi contoh uji ditutup dengan lembaran kawat
dengan ukuran lubang 0.5 cm x 0.5 cm kemudian diletakan diatas tumpukan
papan partikel dan papan serat yang terserang kumbang bubuk kayu kering.
Setiap minggu bak plastik diamati apakah ada tanda-tanda serangan
kumbang, dilihat dari ada atau tidaknya bubuk halus pada contoh uji. Setelah 31
minggu dilakukan pembongkaran serta identifikasi jenis kumbang yang
menyerang. Sedangkan contoh uji kayu dibersihkan dari bubuk halus dan dioven
selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 ºC kemudian ditimbang untuk memperoleh
berat akhir (W2).

Perhitungan Hasil Pengujian
Kehilangan Berat OSB
Kehilangan berat dari hasil pengujian dinyatakan berdasarkan rata-rata
penurunan berat, dengan menggunakan rumus:
WL =

-

Keterangan :
WL
= Kehilangan berat contoh uji kayu (%)
W1
= Berat kering oven kayu sebelum diumpankan (gr)
W2
= Berat kering oven kayu setelah diumpankan (gr)
Tingkat ketahanan contoh uji dengan indikator kehilangan berat dapat
ditentukan dengan menggunakan klasifikasi berikut:
Tabel 5 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
Kelas
I
II
III
IV
V

Ketahanan
Sangat tahan
Tahan
Sedang
Buruk
Sangat buruk

Kehilangan berat (%)
< 3.52
3.52-7.5
7.5 – 10.96
10.96- 18.94
18.94 -31.89

Sumber : SNI 01.7207-2006

Tabel 6 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap kayu kering
Kelas
I
II
III
IV
V
Sumber : SNI 01.7207-2006

Ketahanan
Sangat tahan
Tahan
Sedang
Buruk
Sangat buruk

Kehilangan berat (%)
< 2.0
2.0 – 4.4
4.4 – 8.2
8.2 – 28.1
>28.1

11
Mortalitas Rayap
Perhitungan moratalitas atau kematian rayap dihitung dengan rumus:
MR =
Keterangan:
MR = Mortalitas rayap (%)
D
= Jumlah rayap yang mati (ekor)
T
= Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian (ekor), yaitu: 200 pada
pengujian rayap tanah dan 50 pada pengujian rayap kayu kering.

Analisis Data
Pengolahan data menggunakan program MS. Excel dan program SPSS 16.0
sebagai uji analisis statistik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Faktorial Acak Lengkap dengan 2 faktor, yaitu faktor A: jenis
perlakuan dan B: jenis bambu. Model umum rancangan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan :
Yijk
: nilai respon pada jenis perlakuan ke-i, jenis bambu ke-j dan
ulangan ke-k
μ
: nilai rataan umum pengamatan
Ai
: pengaruh faktor perlakuan strand yang digunakan pada taraf ke-i
Bj
: pengaruh faktor jenis bambu pada taraf ke-j
i
: jenis perlakuan (1= steam dan 2= non steam).
j
: jenis bambu (1=tali,2= hitam,3= andong,4= ampel,dan 5= betung)
k
: ulangan = 1,2,3,4 (uji rayap); ulangan = 1,2,3 (uji kumbang bubuk)
(AB)ij : pengaruh interaksi jenis perlakuan ke-i dan jenis bambu ke-j.
εij
: kesalahan percobaan dari jenis perlakuan ke-i, jenis bambu ke-j
dan pada ulangan ke-k yang menyebar normal
.
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka
dilakukan analisis keragaman, dengan kriteria sebagai berikut :
a). Jika Fhitung < dari Ftabel, maka Ho diterima atau perlakuan tidak
memberikan pengaruh pada selang kepercayaan.
b). Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak atau perlakuan memberikan
pengaruh pada selang kepercayaan
Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis
ragam kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test).

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Rayap Tanah

Rata-rata kehilangan berat (%)

Pengujian dengan metode SNI 01.7207-2006 merupakan bentuk pengujian
keawetan yang tidak memberikan pilihan makanan kepada rayap (no choice
laboratory test), selain contoh uji yang diberikan kepada rayap (Arinana et al.
2012). Aktivitas makan rayap C. curvignathus dapat diamati dengan melihat
kehilangan berat contoh uji OSB bambu yang diumpankan.
Berdasarkan hasil pengujian, persentase kehilangan berat (WL) OSB dari
dua perlakuan memiliki nilai yang bervariasi yaitu pada perlakuan steam
kehilangan berat OSB antara 2.63%-4.35% dengan nilai tertinggi pada OSB
dengan jenis betung dan terendah pada jenis andong. Sedangkan pada OSB tanpa
perlakuan nilai WL tertinggi yaitu pada OSB jenis ampel sebesar 8.53% dan nilai
terendah pada jenis andong sebesar 3.22%. Lebih lanjut nilai kehilangan berat
dapat dilihat pada Gambar 4.
16.00

14.20

13.79

14.00
12.00
Kelas awet III

10.00

8.53

8.00
6.00
4.00

6.46
3.82
3.70 3.63

4.00

3.87 5.25

3.22
2.63

4.35

Kelas awet II

4.63

2.72

Kelas awet I

2.00
0.00

Tali

Hitam

Andong

Ampel

Betung

Jenis bambu
STEAM

NON STEAM

Kontrol

Gambar 4 Nilai Kehilangan berat akibat serangan rayap tanah
Hasil pengujian rata-rata nilai kehilangan berat perlakuan steam lebih kecil
dibandingkan OSB tanpa perlakuan, menurut Hunt dan Garratt (1986) yang di acu
dalam Iswanto (2008), akibat dari pengukusan (steam) strand adalah terbentuknya
ikatan yang lemah antara noktah dengan torus, sehingga meningkatkan penetrasi
perekat terhadap kayu sehingga ruang-ruang kosong terhadap kayu dapat terisi.
Sehingga pada saat pengujian, rayap lebih mampu bertahan pada contoh uji yang
memiliki sedikit penetrasi perekat.
Pengujian bambu kontrol dengan kulit permukaan luar menunjukan WL
tertinggi yaitu pada bambu ampel sebesar 14.20% dan terendah bambu tali sebesar
3.63%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusmailina dan
Sudiwangsa (1988) mengenai analisis sifat kimia bambu yang menuliskan bahwa
kadar selulosa terbesar yaitu pada bambu betung 52.9%, tambu tali 52.1%, bambu
andong 49.5%, dan bambu ampel 45.3%. Hal tersebut diduga adanya kandungan

e

13
kimia bambu yang berbeda tergantung kondisi lapang pertumbuahan, umur dari
bambu, kadar air, ukuran contoh uji dan letak pada bagian batang.
Menurut tabel klasifikasi ketahanan kayu SNI 01.7207-2006 terhadap
serangan rayap tanah, menunjukan kehilangan berat bambu yang diujikan
meningkat pada jenis ampel dan andong setelah dijadikan OSB dengan atau tanpa
perlakuan yaitu kelas IV (buruk) menjadi kelas III (sedang) - I (sangat tahan).
Sedangkan pada jenis tali, hitam, dan betung tidak ada perbedaan kelas ketahanan
setelah dijadikan OSB yaitu kelas ketahanan II (tahan).
Tabel 7 Analisis statistik kehilangan berat OSB terhadap serangan rayap tanah
Sumber keragaman
Perlakuan
Jenis
Perlakuan * Jenis
Kesalahan percobaan
Total terkoreksi

JK

DB

KT

F

Sig.

28.895
42.358
48.059
129.326
248.638

1
4
4
30
39

28.895
10.589
12.015
4.311

6.703
2.456
2.787

.015*
.067
.044*

Keterangan : JK: Jumlah Kuadrat, DB: Derajat Bebas, KT: Kuadrat Tengah,* = nyata pada selang
kepercayaan 95%.

Berdasarkan analisis statistik (Tabel 7) hubungan perlakuan awal strand
dan interaksi antara perlakuan dan jenis OSB memberikan pengaruh yang nyata
sedangkan jenis bambu memberikan pengaruh sebaliknya. Untuk mengetahui
pengaruh setiap taraf perlakuan terhadap kehilangan berat maka dilakukan uji Duncan.
Dari hasil uji Duncan, persentase kehilangan berat berada dalam wilayah atau
kelompok (Lampiran 1). Pada pengaruh interaksi, antara steam andong dan steam
ampel berbeda nyata dengan interaksi perlakuan dan jenis bambu lainnya.

Mortalitas Rayap Tanah
Perhitungan mortalitas rayap memiliki peranan penting untuk mengetahui
pengaruh perekat sebagai bahan pengisi OSB bambu yang diujikan. Persentase
mortalitas rayap pada pengujian dihitung dari banyaknya jumlah rayap yang mati
selama pengujian. Nilai rata-rata mortalitas rayap pada OSB dengan perbedaan
perlakuan yang diberikan pada strand penyusunnya, berkisar antara 96.38%
sampai 100%, yaitu pada OSB steam mortalitas terendah pada jenis tali sebesar
98.38% dan 100% pada jenis ampel. Sedangkan pada OSB non steam nilai
mortalitas tertinggi pada jenis betung sebesar 98.63% dan terendah pada jenis
hitam yaitu 96.38%.
Rata-rata nilai mortalitas rayap cukup tinggi (Gambar 5), hal ini diduga
adanya pengaruh perekat pada OSB yang mengandung formaldehida sehingga
rayap tidak mampu bertahan dari emisi formaldehida yang dihirup maupun racun
kimia yang ditimbulkan pada saat rayap memakan contoh uji. Selain itu faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi kebersihan media uji sehingga kematian
rayap tidak bisa dikendalikan.

14

Rata-rata mortalitas (%)

120.00
100.00

98.50
98.75
91.00

96.38
98.38

98.25
99.50 97.25

98.50
97.63

98.63
99.13 97.50

80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

Tali

Hitam

Andong

Ampel

Betung

Jenis Bambu
STEAM

NON STEAM

Kontrol

Gambar 5 Nilai mortalitas rayap tanah
Berdasarkan sidik ragam, seperti dapat dilihat pada Tabel 8. ketiga jenis
faktor yaitu perlakuan, jenis OSB bambu dan interaksi keduanya menunjukan
pengaruh yang tidak nyata terhadap respon kematian rayap pada selang
kepercayaan 95%.
Tabel 8 Analisis statistik mortalitas rayap tanah
Sumber keragaman
Perlakuan
Jenis
Perlakuan * Jenis
Kesalahan percobaan
Total terkoreksi

JK

DB

KT

F

Sig.

1210.000
1660.000
415.000
11625.000
14910.000

1
4
4
30
39

1210.000
415.000
103.750
387.500

3.123
1.071
.268

.087
.388
.896

Keterangan : JK: Jumlah Kuadrat, DB: Derajat Bebas, KT: Kuadrat Tengah,* = nyata pada selang
kepercayaan 95%.

Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Rayap Kayu Kering
Aktivitas makan rayap C. cynocephalus pada contoh uji OSB dengan masa
pengumpanan 12 minggu diantaranya ditunjukan oleh nilai rata-rata kehilangan
berat. Secara skematis data dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai kehilangan berat
tertinggi pada contoh uji OSB perlakuan steam adalah bambu hitam sebesar
0.92% sedangkan terendah pada OSB bambu tali sebesar 0.31%. Untuk OSB
tanpa perlakuan strand kehilangan berat tertinggi yaitu pada OSB bambu hitam
sebesar 1.33% dan terendah bambu andong 0.27%.
Pengujian keawetan juga dilakukan pada jenis bambu OSB yang diujikan
sebagai kontrol sebagai pembanding kelas ketahanan dan mengetahui apakah
pengujian yang dilakukan berhasil atau tidak. Pengujian bambu kontrol, dilakukan
dengan dua perbandingan yaitu bambu dengan kulit dan bambu tanpa kulit luar.

Rata-rata kehilangan Berat (%)

15

14.00
12.00

11.07

10.08
9.88

10.00

10.90
9.64

9.87
9.76

8.21
8.00

Kelas awet III

6.58

6.00

4.87
Kelas awet II

4.00
2.00

1.33
0.92

0.52
0.31

0.92

1.01
0.33

1.06
0.27

Kelas awet I

0.77

0.00

Tali

Hitam

Andong

Ampel

Betung

Jenis Bambu
STEAM

NON STEAM

Bambu Kulit

Bambu Tanpa kulit

Gambar 6 Nilai kehilangan berat akibat serangan rayap kayu kering
Hasil menunjukan kontrol bambu tanpa kulit memiliki kehilangan berat
yang lebih tinggi yaitu nilai tertinggi sebesar 11.07% pada bambu andong,
sedangkan pada kontrol bambu kulit persentase kehilangan berat tertinggi yaitu
pada bambu hitam 9.88%. Menurut Nuriyatin (2000) menjelaskan bahwa jumlah
ikatan vascular pada permukaan luar (outer part) bambu lebih banyak
dibandingkan permukaan bagian dalam (inner part) bambu, sehingga kerapatan
bambu lebih tinggi dibagian luar dibandingkan permukaan dalam bambu selain itu
penyebaran pati akan lebih banyak dipermukaan bagian dalam bambu
dibandingkan permukaan luar bambu.
Tabel 9 Analisis statistik kehilangan berat OSB terhadap serangan rayap kayu
kering
Sumber keragaman
Perlakuan
Jenis
Perlakuan * Jenis
Kesalahan percobaan
Total terkoreksi

JK
2.010
2.205
.623
3.953
8.790

DB
1
4
4
30
39

KT

F

Sig.

2.010
.551
.156
.132

15.253
4.183
1.182

.000*
.008*
.339

Keterangan : JK: Jumlah Kuadrat, DB: Derajat Bebas, KT: Kuadrat Tengah,* = nyata pada selang
kepercayaan 95%.

Menurut tabel klasifikasi ketahanan kayu SNI 01.7207-2006 berdasarkan
nilai kehilangan berat terhadap serangan rayap kayu kering kontrol bambu
tergolong ke dalam kelas IV (buruk) - III (sedang). Setelah dibuat produk OSB
ketahanan meningkat, yaitu tergolong ke dalam kelas ketahanan I (sangat tahan).

16
Hasil analisis secara statistik (Tabel 9) menunjukan perlakuan pendahuluan
steam dan non steam memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon
kehilangan berat seperti halnya jenis bambu. Namun interaksi keduanya
memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kehilangan berat OSB akibat
serangan rayap. Berdasarkan uji lanjut Duncan terhadap jenis bambu, jenis
bambu tali berbeda nyata dengan bambu betung, hitam, andong dan ampel.
Mortalitas Rayap Kayu Kering
Perhitungan mortalitas rayap kayu kering ditentukan berdasarkan jumlah
rayap kayu kering yang mati pada akhir pengumpanan. Semakin banyak rayap
yang mati berarti semakin tinggi nilai mortalitasnya. Secara skematis pada
Gambar 7.
Rata-rata nilai kematian (mortalitas) rayap pada OSB steam adalah 90.5%100% yaitu dengan perolehan nilai terendah pada OSB ampel yaitu 90.5% dan
tertinggi pada OSB bambu hitam. Sedangkan pada OSB tanpa perlakuan
menunjukan mortalitas terendah yaitu pada OSB hitam sebesar 84.5% dan
kematian rayap tertinggi pada OSB bambu betung sebesar 99%. Kematian rayap
yang mencapai 100% diduga adanya emisi formaldehida yang terbentuk dari
penggunaan perekat phenol formaldehida 10%. Menurut Ria (2009) adanya
kandungan formaldehida yang bersifat racun pada perekat mengakibatkan tingkat
mortalitas rayap tinggi.

Rata-rata Mortalitas (%)

120.00
100.00

97.00
98.00
96.50

84.50

90.00

95.00
93.50

88.00
90.50

99.00 98.00
94.00 98.50

80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

Tali

Hitam

Andong

Ampel

Betung

Jenis Bambu
STEAM

NON STEAM

Bambu Kulit

Bambu tanpa kulit

Gambar 7 Nilai mortalitas rayap kayu kering
Selain itu, tingginya tingkat kematian rayap diduga karena rayap tidak
menyukai makanan yang diumpankan. Rayap hanya di hadapkan pada satu pilihan
memakan bahan makanan yang tersedia atau akan mati kelaparan. Sehingga
dengan memilih contoh uji, rayap juga akan mati akibat racun pada formaldehida.
Sedangkan kadar perekat yang lebih tinggi akan terjadi proses perekatan antara
selumbar yang lebih baik karena penutupan selumbar oleh perekat dengan
sempurna Pizzi (1983) dalam Hadi dan Febrianto (1991). Kondisi tersebut
menyebabkan tidak ada celah bagi rayap untuk memakan contoh uji tanpa adanya

17
perekat. Dengan demikian rayap hanya dihadapkan pada satu pilihan, memakan
bahan makanan yang tersedia yang mengandung racun formaldehida atau akan
mati kelaparan. Pengujian pada bambu kontrol dengan kulit rata-rata diperoleh
mortalitas sebesar 100% kecuali kontrol bambu betung sebesar 98.5% sedangkan
pada bambu tanpa kulit tingkat kematian total lebih sedikit yaitu dengan nilai
terendah sebesar 90% pada bambu hitam, sedangkan tingkat kematian tertinggi
hanya pada kontrol bambu ampel dan andong.
Berdasarkan analisis ragam (Tabel 10) diperoleh bahwa faktor perlakuan,
jenis OSB bambu, dan interaksi keduanya memberi pengaruh yang tidak nyata
terhadap respon nilai mortalitas rayap kayu kering pada selang kepercayaan 95%.
Tabel 10 Analisis statistik mortalitas rayap kayu kering
Sumber keragaman
Perlakuan
Jenis
Perlakuan* Jenis
Kesalahan percobaan
Total terkoreksi

JK
78.400
314.400
469.600
3304.000
4166.400

DB
1
4
4
30
39

KT
78.400
78.600
117.400
110.133

F
.712
.714
1.066

Sig.
.406
.589
.391

Keterangan : JK: Jumlah Kuadrat, DB: Derajat Bebas, KT: Kuadrat Tengah,* = nyata pada selang
kepercayaan 95%.

Identifikasi Kumbang Bubuk
Pengumpanan OSB steam dan non steam terhadap kumbang dilakukan
selama 31 minggu dengan observasi mingguan. Serangan pertama terlihat jelas
pada bambu kontrol pada minggu ke-18 dan 20, lalu bertambah sampai minggu
akhir pengumpanan. Sedangkan pada contoh uji OSB, sebagian besar hanya
ditemukan gejala kumbang pada bagian permukaan bawah berupa bubuk halus
yang bertambah dari minggu ke-18, namun tidak ditemukan adanya kumbang
sampai akhir pembongkaran kecuali pada OSB bambu betung non steam.

Gambar 8 Morfologi Anobium sp perbesaran 30 kali. tampak bagian atas (a), dan
tampak bagian bawah (b)
Serangan kumbang pada contoh uji kemudian dilakukan identifikasi dengan
menggunakan alat Digital Video Microscope pada pembesaran 30X. Setelah di
identifikasi diketahui bahwa kumbang yang menyerang contoh uji merupakan

18
kumbang bubuk Anobium sp. dari famili Anobidae (Gambar 8). Jenis ini
merupakan jenis kumbang bubuk kayu kering yang banyak menyerang furniture
atau kebanyakan sumber menyebutnya sebagai “woodworm”.
Salah satu jenis kumbang Anobium sp. yang tersebar luas di zona temperate
di negara empat musim adalah Anobium puctatum dengan ciri-ciri panjang dewasa
adalah 5–7 mm dan larva 10 mm, warna coklat kemerah-merahan gelap dan
memiliki bulu seperti sisik kekuning-kuningan di bagian atas tubuh dan kulit
sayap serta memiliki rahang coklat tua pada kepalanya. Larva dapat menyebabkan
kerusakan hebat, karena mereka menggali kayu selama 5 hingga 10 tahun.

Kehilangan Berat OSB terhadap Serangan Kumbang Bubuk

Rata-rata Kehilangan Berat (%)

Nilai rata-rata kehilangan berat OSB bambu pada perlakuan steam adalah
1.53%-2.48% dengan nilai tertinggi yaitu bambu andong dan terendah bambu
hitam. Sedangkan nilai kehilangan berat terendah dari OSB non steam adalah
bamboo betung sebesar 1.54% dan nilai tertinggi pada bambu andong sebesar
2.38%. Perolehan hasil selengkapnya dapat dilihat di Gambar 9.
Pada uji bambu kontrol kehilangan berat tertinggi yaitu pada bambu ampel
sebesar 25.36%, dilanjut dengan bambu andong sebesar 17.89% dan terendah
pada bambu tali sebesar 2.12% hal ini sejalan dengan penelitian Kusumaningsih
(1997) yang diacu dalam Munuhuwa dan Laiwatu (2006), jumlah pati bambu
ampel (B. vulgaris) lebih tinggi dibandingkan bambu betung (D. asper), bambu
wulung (G. atroviolacea), dan bambu apus (G. apus). Kehilangan berat pada
bambu dikarenakan larva kumbang bubuk memakan pati dan gula yang mengisi
lumen bambu kemudian menyebabkan adanya sejumlah lubang jarum pada
permukaan bambu.
30.00
25.36
25.00

17.89

20.00
15.00
10.00
5.00

2.18

2.21

2.12

1.61
1.53

2.27

2.48

6.16

2.38
1.97

2.31

2.39

1.54

0.00

Tali

Hitam

Andong

Ampel

Betung

Jenis Bambu
Steam

Non Steam

Kontrol

Gambar 9 Nilai Kehilangan berat akibat serangan kumbang
Selain itu perlakuan pendahuluan steam pada strand bambu dapat
meningkatkan penetrasi perekat dalam pembuatan papan komposit, sehingga
dapat mencampur pati yang terkandung dalam bambu dan menyebabkan pasokan

19
makanan untuk kumbang atau larva bubuk dalam bambu berkurang dan kumbang
bubuk/larva bubuk akan mati. Kehilangan berat pada OSB yang diumpankan
diduga tidak hanya disebabkan oleh kumbang melainkan oleh rayap kayu kering
hal ini dibuktikan dengan adanya butiran-butiran halus pada saat pengumpanan.
Kelas ketahanan pada pengujian kumbang belum memiliki standar namun
berdasarkan hasil pengujian nilai ketahanan bambu andong, ampel, dan betung
meningkat secara signifikan setelah dijadikan OSB tanpa atau dengan perlakuan
steam.
Tabel 11 Analisis statistika kehilangan berat OSB terhadap serangan kumbang
Sumber keragaman
Perlakuan
Jenis
Perlakuan * Jenis
Kesalahan percobaan
Total terkoreksi

JK
.076
2.465
1.216
.983
4.740

DB
1
4
4
20
29

KT
.076
.616
.304
.049

F
1.546
12.541
6.184

Sig.
.228
.000*
.002*

Keterangan : JK: Jumlah Kuadrat, DB: Derajat Bebas, KT: Kuadrat Tengah,* = nyata pada selang
kepercayaan 95%.

Perlakuan pendahuluan pada strand berupa steam, salah satunya diharapkan
mampu mengurangi zat ekstraktif yang terkandung dalam bambu, dengan
demikian peluang bambu untuk diserang oleh kumbang bubuk akan berkurang
karena sebagian zat ekstraktif berupa pati yang menjadi makanan utama kumbang
akan berkurang. Namun berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel 11)
menunjukan perlakuan steam dan non steam memberikan pengaruh yang tidak
nyata, hal ini diduga adanya pengaruh lain berupa pemakaian jenis perekat yang
menyebabkan terganggunya aktivitas makan rayap pada OSB. Sedangkan jenis
bambu dan interaksi keduanya menunjukan hubungan yang nyata terhadap respon
kehilangan berat akibat serangan kumbang.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, jenis bambu hitam berbeda nyata dengan
jenis bambu lainnya. Sedangkan pada interaksi perlakuan dan jenis bambu
menyatakan perlakuan ste