Analisis Kemandirian Beras 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012

ANALISIS KEMANDIRIAN BERAS 26 KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011-2012

IQBAR MAHENDRA SAPUTRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kemandirian
Beras 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012 adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Iqbar Mahendra Saputra
NIM I14100090

ABSTRAK
IQBAR MAHENDRA SAPUTRA. Analisis Kemandirian Beras 26
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012. Dibimbing oleh
YAYUK FARIDA BALIWATI.
Kemandirian pangan merupakan solusi yang tepat dalam mencegah
terjadinya kerawanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi
konsumsi dan produksi aktual serta kemandirian beras pada 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012. Desain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah cross sectional study. Kemandirian beras dilihat berdasarkan rasio
produksi bersih terhadap konsumsi aktual (≥90). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa konsumsi beras penduduk Jawa Barat pada tahun 2011 adalah berkisar
216.2—317.9 gram/kap/hari dan 215.4—301.4 gram/kap/hari pada tahun 2012.
Laju penurunan konsumsi beras penduduk Jawa Barat adalah berkisar antara
0.4—2.4%. Produksi beras di Jawa Barat pada tahun 2011 adalah berkisar 3.0—1
316.2 gram/kap/hari dan 2.4—1 278.2 gram/kap/hari pada tahun 2012. Laju

penurunan produksi beras penduduk Jawa Barat adalah berkisar 2.9—20.0%.
Berdasarkan tingkat kemandirian beras, terdapat sebelas daerah (42.3%) yang
belum mandiri beras pada tahun 2011 dan sepuluh daerah (38.5%) pada tahun
2012.
Kata kunci: konsumsi, produksi, kemandirian beras

ABSTRACT
IQBAR MAHENDRA SAPUTRA. The Analysis of Rice Self-Sufficiency in 26
Regions / Cities of West Java Province from 2011 to 2012. Supervised by
YAYUK FARIDA BALIWATI.
Food self-sufficiency was the right solution to prevent food insecurity. The
goals of this study were to analyze production, actual consumption and selfsufficiency situation of rice 26 regions/cities in West Java province 2011-2012.
The design of this study was a cross sectional study. Self-sufficient of rice was
viewed by the ratio of net production to actual consumption (≥90). The results of
this study indicated that the rice consumption population of West Java in 2011
were in ranges 216.2—317.9 gram/cap/day and 215.4—301.4 gram/cap/day in
2012. The rate decline of rice consumption in West Java were ranges 0.4—2.4%.
Rice production of West Java in 2011 were in ranges 3.0—1 316.2 gram/cap/day
and 2.4—1 278.2 gram/cap/day in 2012. The rate decline of rice production in
West Java were ranges 2.9—20.0%. Based on rice self-sufficiency level, there

were eleven regions (42.3%) dependent on rice in 2011 and ten regions (38.5%) in
2012.
Key words: consumption, production, rice self-sufficiency

ANALISIS KEMANDIRIAN BERAS 26 KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011-2012

IQBAR MAHENDRA SAPUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul Skripsi : Analisis Kemandirian Beras 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat Tahun 2011-2012
Nama

: lqbar Mahendra Saputra

NIM

:114100090

Disetujui oleh

Dr Ir Yauk Farida Baliwati, MS
Pembimbing

Tanggal Lulus:

0 J


FE3 2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai bulan Mei 2014
ini ialah Analisis Kemandirian Beras 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Yayuk Farida Baliwati,MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas memberikan bimbingan, motivasi dan nasehat
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.
2. Dr Ir Cesilia Meti Dwiriani,M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang senantiasa dengan ikhlas memberikan arahan dan nasehat kepada
penulis hingga akhir studi.
3. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha,MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi atas saran, koreksi dan perbaikan dalam penyempurnaan
penulisan skripsi.
4. Dr Ir Lilik Kustiyah,M.Si selaku dosen pembimbing praktek kerja
lapang di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor yang juga telah banyak
memberikan semangat dan motivasi serta nasehat kepada penulis.

5. Abah (Amlis) dan Ibu (Josniati) tercinta atas kasih sayangnya yang
selalu senantiasa memberikan doa, semangat, motivasi dan nasehat
sehingga penulis terus mampu berjuang keras menyelesaikan skripsi.
6. Kakak (Ingga Kurnialis Putri) dan Adik (Bella Listriani Putri) tersayang
serta seluruh keluarga besar atas dorongan dan semangat yang selalu
diberikan kepada penulis.
7. Seluruh staff Departemen Gizi Masyarakat IPB yang selalu memberikan
pelayanan terbaik bagi mahasiswa.
8. Para sahabat terbaik M. Taufik Hidayat, M. Mifthah Faridh Chairil,
Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Cahyuning Isnaini, dan
Irmawati Ramadhania atas segala dukungan dan semangatnya yang
diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
9. Keluarga besar Gizi Masyarakat 47 atas doa dan dukungannya sehingga
penulis selalu berjuang menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman kelompok praktek kerja lapang di Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi Bogor Willy Gumilang, Dessy Ariyanti utami, Luhur Nugroho,
Rayfan Ambrian, Dyah Putri, Ummi Arifa Adlina, Amanda
Sulistyowati, Fauziyyah Ulfah, Misbahul Hanifah, dan Fauziah Suyuti
R. Wahid atas segala doa dan dukungan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Iqbar Mahendra Saputra

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

KERANGKA PEMIKIRAN

2

METODE

4


Desain, Tempat dan Waktu

4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

4

DEFINISI OPERASIONAL

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8


Situasi konsumsi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012

8

Situasi produksi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012
12
Situasi rasio beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012
16
SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran


19

DAFTAR PUSTAKA

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan sumber data
2 Nilai rasio produksi bersih terhadap konsumsi aktual
3 Situasi konsumsi aktual beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012
4 Laju konsumsi beras dan kontribusi beras terhadap kelompok padipadian pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012
5 Pola konsumsi pangan sumber karbohidrat pada 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012
6 Situasi produksi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011-2012
7 Laju produksi beras dan kontribusi produksi beras terhadap kelompok
padi-padian pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 20112012
8 Situasi rasio beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012

4
7
8
10
12
13

14
17

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka pemikiran analisis kemandirian beras 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012

3

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok warga negara Indonesia. Lebih dari 90
persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai sumber utama energi.
Karenanya, sebagian besar sektor pertanian di Indonesia digunakan untuk
memproduksi beras yang dikelola oleh sekitar 18 juta petani padi. Produksi padi
menyumbang 66% terhadap produk domestik bruto (PDB) tanaman pangan
(Syamsiar 2013).
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) (2013)
menyebutkan bahwa konsumsi rata-rata beras nasional pada tahun 2010 mencapai
139.15 Kg/kap/tahun. Konsumsi tersebut lebih besar dua kali lipat dari konsumsi
beras dunia yaitu 60 Kg/kap/tahun. Dari sisi produksi, produksi beras nasional
pada tahun 2010 (37 369 ribu ton) masih lebih tinggi dari konsumsinya (33 068
ribu ton). Artinya, produksi padi pada tahun 2010 mengalami surplus sebesar
11.51% (setara 4 301.3 ribu ton). Akan tetapi, volume impor beras pada tahun
tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2009, yaitu sebesar 248 454 ton pada
tahun 2009 menjadi 686 108 ton pada tahun 2010 atau dengan laju peningkatan
sebesar 176.2%. Hal ini menunjukkan bahwa produksi beras Indonesia masih
belum mampu memperkuat cadangan beras. Situasi ini akan memperbesar resiko
rawan pangan khususnya beras. Oleh karena itu, arah pembangunan pangan
wilayah adalah menuju kemandirian pangan.
Bappenas (2013) juga menyebutkan bahwa sentra produksi beras terbesar
di Indonesia adalah Jawa (53%) dan Sumatera (23%). Selebihnya adalah Sulawesi
(11%), Kalimantan (7%), Nusa Tenggara (5%) serta Maluku dan Papua (1%).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 10 tahun terakhir, rata-rata produksi
padi di Provinsi Jawa Barat tertinggi (17% dari total produksi nasional) dibanding
sentra produksi padi lainnya seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera
Utara (Kusnadi et al. 2011).
Menurut Khudori (2011), ancaman nyata yang mempengaruhi kemampuan
Indonesia untuk menyediakan pangan di masa depan adalah pertambahan
penduduk yang tidak terkendali, kemiskinan dan kegureman petani, dan konversi
lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian tanpa kendali. Teori Maltus juga
menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan
pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung (Abrar 2008).
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang mempunyai jumlah
penduduk terbesar di Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun
2010. Satu per enam penduduk Indonesia berada di Jawa Barat. Selain itu,
provinsi dengan jumlah penduduk 43 053 732 jiwa ini juga mempunyai laju
pertumbuhan penduduk (1.90%) jauh lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan
penduduk nasional (1.49%). Tingginya laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat
ini dapat mengancam daya dukung pangan dan menghambat keberhasilan Jawa
Barat dalam mencapai kemandirian beras sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang kemandirian pangan
daerah.

2
Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat yang kian terus bertambah, harus
diimbangi oleh ketersediaan beras yang mencukupi. Solusi yang paling tepat
mengatasi masalah tersebut adalah melalui peningkatan kemandirian beras.
Melalui kemandirian beras ini, maka dapat diketahui bagaimana peta keragaan
keseimbangan antara produksi dan konsumsi beras di Provinsi Jawa Barat.
Konsep dasar dalam kemandirian adalah pangan sebagai komoditas (beras) untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Oleh karena itu, diperlukan analisis
kemandirian beras 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kemandirian
beras 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.
Tujuan Khusus
1.
2.
3.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Menganalisis situasi konsumsi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012.
Menganalisis situasi produksi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012.
Menganalisis situasi rasio beras 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman oleh pembuat kebijakan
dalam perumusan dan perancangan program agar kemandirian beras wilayah
dapat terwujud terutama wilayah Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini juga
bermanfaat memberikan informasi potensi sumber daya pangan yang dimiliki oleh
masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terutama dari aspek
penyediaan maupun konsumsi beras.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kemandirian pangan merupakan solusi yang tepat dalam mengantisipasi
terjadinya kerawanan pangan. Strategi yang dapat ditempuh untuk mewujudkan
kemandirian pangan adalah melalui pendekatan pengelolaan sumber daya alam
seperti lahan, air dan keanekaragaman hayati sebagai daya dukung pangan.
Melalui pendekatan daya dukung pangan, maka diketahui apakah produksi pangan
di suatu wilayah dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduknya.
Keseimbangan antara produksi dan konsumsi pangan diharapkan bisa terwujud
sehingga kemandirian pangan pun dapat tercapai (Swatika 2011).

3
Jumlah penduduk dapat mempengaruhi baik pada produksi pangan
maupun konsumsi pangan. Jumlah penduduk mempengaruhi produksi pangan
yaitu semakin besar jumlah penduduk, maka produksi harus ditingkatkan pula
dalam rangka mendukung ketersediaan pangan yang cukup di suatu daerah,
terutama di kabupaten. Ketersediaan pangan tersebut harus mampu memenuhi
kebutuhan penduduk/seseorang untuk dikonsumsi sesuai kebutuhan agar dapat
hidup aktif dan sehat. Menurut Awasthi (2010), produksi merupakan faktor
pendukung ketersediaan pangan.
Kemandirian pangan suatu wilayah dapat diketahui dari rata-rata pangsa
produksi domestik terhadap konsumsi penduduk. Rasio produksi domestik
terhadap konsumsi menunjukkan tingkat kemandirian pangan wilayah.
Kemandirian pangan ini diharapkan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan
penduduk secara berkelanjutan.

Jumlah penduduk

Produksi Pangan

Konsumsi Pangan

Kemandirian Pangan
Keterangan :
= Hubungan yang diteliti
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis kemandirian beras 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.

4

METODE
Desain, Tempat dan Waktu
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study
dimana peneliti berusaha mengumpulkan berbagai informasi pada suatu waktu
dan peneliti tidak melakukan atau memberikan intervensi apapun kepada contoh.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Adapun pertimbangan
Provinsi Jawa Barat sebagai lokasi penelitian ialah karena Provinsi Jawa Barat
sangat mendukung terwujudnya kemandirian pangan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2012 tentang kemandirian
pangan daerah. Penelitian ini dilaksanakan di Bogor pada bulan Januari sampai
bulan Mei tahun 2014.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Penelitian yang berjudul ―Analisis Kemandirian Beras 26 Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012‖ ini didasarkan pada data sekunder. Data
tersebut diperoleh dari berbagai instansi di Provinsi Jawa Barat. Jenis data yang
dikumpulkan dan dianalisis adalah data produksi beras 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012, data kependudukan 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012 dan data konsumsi beras 26 kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012. Jenis dan sumber data penelitian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan sumber data
No. Jenis Data
1

Penduduk

2

Produksi

3

Konsumsi

Sumber Data
Jawa Barat Dalam Angka (Badan
Pusat Statistik)
Jawa Barat Dalam Angka (Badan
Pusat Statistik)
Tabel 4A Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Badan Pusat Statistik Jawa
Barat yang diperoleh dari BKPD
Jawa Barat)

Tahun
2012 & 2013
2012 & 2013
2011 & 2012

Pengolahan dan Analisis Data
Situasi Konsumsi Beras
Data yang dikumpulkan dalam analisis situasi konsumsi beras bersumber
dari Tabel 4A SUSENAS. Data Tabel 4A SUSENAS ini berupa data rata-rata
konsumsi pangan per kapita berdasarkan golongan pengeluaran selama seminggu
di kabupaten/kota/provinsi Jawa Barat tahun 2011 dan 2012. Sumber data
SUSENAS adalah BPS Jawa Barat, yang diperoleh dari BKPD Jawa Barat.
Pengolahan data konsumsi beras tersebut dilakukan dengan menggunakan
Aplikasi Manajemen Katahanan Pangan Wilayah yang dikembangkan oleh Badan

5
Ketahanan Pangan, Kementrian Pertanian bekerjasama dengan MWA Tarining &
Consulting.
Setelah semua data konsumsi beras 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat di entry ke dalam software, maka selanjutnya dapat dilihat konsumsi beras
yang sudah disetarakan pada sheet proyeksi konsumsi. Pada sheet proyeksi
konsumsi ini dapat diketahui konsumsi penduduk per kapita dalam satuan
(Kal/kap/hari) dan kontribusi konsumsi beras terhadap kelompok padi-padian
dalam satuan (%). Tingkat konsumsi energi mengacu pada Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) 2004, yaitu 2 000 Kal/kap/hari. Berdasarkan
Pola Pangan Harapan (PPH), maka komposisi konsumsi padi-padian adalah
50.0% (1 000 Kal/kap/hari). Jika diasumsikan bahwa seluruh konsumsi padipadian berasal dari beras, maka beras yang harus dikonsumsi adalah sebesar 275
gram/kap/hari. Selanjutnya, dihitung kontribusi konsumsi energi beras (%), yaitu
seberapa besar kontribusi konsumsi energi beras (%) terhadap kelompok pangan
padi-padian (beras dan jagung) pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012. Rumus menghitung kontribusi konsumsi beras ini adalah
sebagai berikut.
Kontribusi konsumsi (%) = (K beras) / (K total padi-padian) x 100
Keterangan :
K beras
K total padi-padian

= konsumsi beras (Kal/kap/hari)
= konsumsi total kelompok padi-padian
(Kal/kap/hari)

Berdasarkan hasil olahan data konsumsi beras juga dihitung laju konsumsi
beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011 sampai
tahun 2012. Adapun rumus untuk menghitung laju adalah sebagai berikut.
Laju (%) = (n tahun 2012 – n tahun 2011) / (n tahun 2011) x 100
Keterangan :
n
= nilai konsumsi beras (gram/kap/hari atau Kal/kap/hari)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar konsumsi aktual
beras penduduk (berdasarkan gram/kap/hari dan Kal/kap/hari) pada 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012. Analisis situasi
konsumsi beras ini adalah konsumsi beras terendah dan tertinggi, serta laju
kisaran konsumsi beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012.
Situasi Produksi Beras
Pengolahan data produksi dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama,
dilakukan pengumpulan data penduduk dan data produksi beras yang sudah
menjadi angka tetap (ATAP) Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012. Data tersebut
diolah dengan menggunakan software Neraca Bahan Makanan (NBM). NBM
merupakan program aplikasi Analisis Ketersediaan Pangan Dalam Rangka
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dikembangkan oleh MWA

6
Training & Consulting berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh tim NBM
pusat. Berdasarkan software tersebut dapat dihitung produksi bersih pangan
penduduk sehingga ekspor dan impor pangan diabaikan. Produksi bersih dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Produksi bersih = Produksi (ATAP) - (Penggunaan untuk benih +
pakan+ternak+tercecer)
Ketersediaan aktual beras dapat dilihat pada sheet penyediaan. Sheet
penyediaan menunjukkan ketersediaan beras aktual 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat dalam satuan gram/kap/hari dan Kal/kap/hari. Tingkat ketersediaan
beras ditetapkan berdasarkan rekomendasi WKNPG VIII 2004, yaitu sebesar 2
200 Kal/kap/hari. Berdasarkan PPH, maka komposisi ketersediaan padi-padian
adalah sebesar 50.0% (1 100 Kal/kap/hari) atau setara 300 gram/kap/hari. Selain
itu, sheet penyediaan juga menunjukkan kontribusi produksi beras terhadap padipadian dalam satuan %. Rumus kontribusi produksi beras terhadap padi-padian
ialah sebagai berikut :
Kontribusi produksi (%) = (P beras) / (P total padi-padian) x 100
Keterangan :
P beras
P total padi-padian

= produksi beras (Kal/kap/hari)
= produksi total kelompok padi-padian
(Kal/kap/hari)

Berdasarkan hasil olahan data produksi beras juga dihitung laju produksi
beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011 sampai
tahun 2012. Adapun rumus untuk menghitung laju adalah sebagai berikut.
Laju (%) = (n tahun 2012 – n tahun 2011) / (n tahun 2011) x 100
Keterangan :
n
= nilai produksi beras (gram/kap/hari atau Kal/kap/hari)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak beras yang
mampu diproduksi oleh 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 20112012 dalam memenuhi kebutuhan beras penduduknya. Dari hasil pengolahan data
ini dapat diketahui produksi beras terendah dan tertinggi, serta laju kisaran
produksi beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.
Situasi Rasio Beras
Analisis situasi rasio beras dapat diketahui dengan menghitung rasio
produksi bersih terhadap konsumsi energi aktual pangan beras di Provinsi Jawa
Barat. Menurut Abrar (2008), Lubis et al. (2013), Baliwati (2014) rasio pangan
dapat dirumuskan sebagai berikut.
Rpi = KTSP/KBM

7
Keterangan :
Rpi
= rasio beras di wilayah i
KTSP = produksi bersih beras (gram/kap/hari)
KBM = konsumsi beras (gram/kap/hari)
Wilayah dikatakan mandiri beras apabila melebihi standar pelayanan
minimal (SPM) bidang ketahanan pangan yaitu 90% AKE. Selain itu,
kemandirian beras dapat dibagi ke dalam tiga kategori yaitu surplus, mandiri dan
defisit. Kategori kemandirian beras ini mengacu pada sistem kewaspadaan pangan
dan gizi (SKPG) yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai rasio produksi bersih terhadap konsumsi aktual.
Indikator
Rasio antara produksi
bersih
dengan
konsumsi aktual

Nilai (r)
r > 1.14
0.90 ≥ r ≥ 1.14
r < 0.90

Kategori
Surplus
Mandiri
Defisit

Sumber : SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) Dewan Ketahanan Pangan 2010.

Berdasarkan hasil olahan data tingkat kemandirian beras juga dihitung laju
kemandirian beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011
sampai tahun 2012. Adapun rumus untuk menghitung laju kemandirian beras
adalah sebagai berikut.
Laju (%) = (n tahun 2012 – n tahun 2011) / (n tahun 2011) x 100
Keterangan :
n
= persentase rasio beras (%)

DEFINISI OPERASIONAL
Produksi beras adalah kegiatan atau proses menghasilkan beras di usaha tani
dengan satuan ton/tahun yang dikonversi ke dalam satuan gram per kapita
per hari.
Konsumsi beras adalah beras lokal, kualitas unggul impor dan olahan beras
setara beras (beras ketan, tepung beras, bihun, bubur bayi kemasan, nasi
campur, nasi goreng, nasi putih, lontong/ketupat sayur) tahun 2011 dan
2012.
Kemandirian beras adalah kemampuan daerah dalam memproduksi beras dari
daerah yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan beras yang cukup
sampai ditingkat perseorangan, dengan memanfaatkan potensi, sumberdaya
alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal, ditunjukkan dengan
rasio produksi bersih terhadap konsumsi aktual melebihi standar pelayanan
minimal bidang ketahanan pangan yaitu ≥ 90%.
Kelompok pangan padi-padian terdiri dari beras dan jagung.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Situasi konsumsi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012
Situasi konsumsi beras penduduk pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011-2012 disajikan pada Tabel 3. Tingkat konsumsi aktual beras di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 berkisar antara 216.2—317.9 gram/kap/hari.
Konsumsi aktual beras tertinggi berada di Kabupaten Cianjur (317.9
gram/kap/hari), sedangkan konsumsi aktual beras terendah berada di Kota Bekasi
(216.2 gram/kap/hari). Berdasarkan satuan energi, konsumsi aktual beras di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 berkisar antara 783—1 151 Kal/kap/hari.
Konsumsi energi aktual beras tertinggi berada di Kabupaten Cianjur (1 151
Kal/kap/hari), sedangkan konsumsi energi aktual beras terendah berada di Kota
Bekasi (783 Kal/kap/hari).
Tabel 3 Situasi konsumsi aktual beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012.
No

Kabupaten/Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar

Konsumsi Aktual Beras
(gram/kap/hari)
2011
2012
277.4
258.0
312.3
292.6
317.9
297.2
267.0
264.5
266.2
260.3
293.0
261.6
298.5
301.4
245.2
238.5
278.1
261.1
280.3
290.1
291.7
293.7
301.9
291.5
300.1
290.9
309.9
297.1
294.8
289.7
270.7
271.1
269.8
261.8
247.6
231.5
261.8
249.2
251.1
220.9
227.1
215.4
216.2
216.6
231.6
228.6
225.2
228.2
261.7
258.9
277.8
277.6

Konsumsi Aktual
Beras (Kal/kap/hari)
2011
2012
1 005
935
1 131
1 060
1 151
1 076
967
958
964
943
1 061
948
1 081
1 092
888
864
1 007
946
1 015
1 051
1 057
1 064
1 094
1 056
1 087
1 053
1 122
1 076
1 068
1 049
980
982
977
948
897
839
948
903
909
800
823
780
783
785
839
828
816
827
948
938
1 006
1 005

Berdasarkan Tabel 3, konsumsi aktual beras di Provinsi Jawa Barat tahun
2012 berkisar antara 215.4—301.4 gram/kap/hari. Konsumsi aktual beras tertinggi

9
berada di Kabupaten Ciamis (301.4 gram/kap/hari) dan terendah berada di Kota
Cirebon (215.4 gram/kap/hari). Menurut satuan energi, konsumsi energi aktual
beras di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 berkisar antara 780—1 092 Kal/kap/hari.
konsumsi energi aktual beras tertinggi berada di Kabupaten Ciamis (1 092
Kal/kap/hari), sedangkan konsumsi energi aktual beras terendah berada di Kota
Cirebon (780 Kal/kap/hari). Berdasarkan kisaran konsumsi aktual beras tersebut,
maka laju penurunan konsumsi beras penduduk Jawa Barat adalah berkisar antara
0.4—2.4%.
Jika di asumsikan bahwa seluruh kebutuhan padi-padian berasal dari beras,
yaitu sebesar 275 gram/kap/hari (setara 1 000 Kal/kap/hari), maka terdapat
sebanyak tiga belas daerah (50%) yang mengkonsumsi beras > 275 gram/kap/hari
(setara 1000 Kal/kap/hari) di Provinsi Jawa Barat tahun 2011. Daerah tersebut
yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kota Banjar. Sisanya, tiga belas daerah
(50%) yang mengkonsumsi < 275 gram/kap/hari (setara 1 000 Kal/kap/hari).
Pada tahun 2012, terjadi penurunan jumlah daerah yang penduduknya
mengkonsumsi beras > 275 gram/kap/hari (setara 1 000 Kal/kap/hari) sebagai
pangan sumber karbohidrat, yaitu dari tiga belas daerah menjadi sepuluh daerah
(38.5%). Daerah tersebut yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang,
dan Kota Banjar. Sisanya, sebanyak enam belas daerah (61.5%) yang
mengkonsumsi beras < 275 gram/kap/hari (setara 1 000 Kal/kap/hari).
Konsumsi beras di daerah kabupaten cenderung lebih tinggi daripada
konsumsi beras di daerah kota. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa pada
tahun 2011, hanya lima kabupaten saja dengan konsumsi beras < 275
gram/kap/hari (setara 1 000 Kal/kap/hari). Kelima kabupaten tersebut antara lain
Kabupaten Bandung (967 Kal/kap/hari), Kabupaten Garut (964 Kal/kap/hari),
Kabupaten Kuningan (888 Kal/kap/hari), Kabupaten Bekasi (980 Kal/kap/hari),
dan Kabupaten Bandung Barat (977 Kal/kap/hari). Pada tahun 2012, terdapat
sebanyak delapan kabupaten dengan konsumsi beras < 275 gram/kap/hari (setara
1 000 Kal/kap/hari), yaitu Kabupaten Bogor (935 Kal/kap/hari), Kabupaten
Bandung (958 Kal/kap/hari), Kabupaten Garut (943 Kal/kap/hari), Kabupaten
Tasikmalaya (948 Kal/kap/hari), Kabupaten Kuningan (864 Kal/kap/hari),
Kabupaten Cirebon (946 Kal/kap/hari), Kabupaten Bekasi (982 Kal/kap/hari), dan
Kabupaten Bandung Barat (948 Kal/kap/hari). Di daerah perkotaan, hanya Kota
Banjar saja dengan konsumsi beras > 275 gram/kap/hari (1 000 Kal/kap/hari) baik
pada tahun 2011 maupun 2012, dengan masing-masing konsumsi yaitu sebesar 1
006 Kal/kap/hari dan 1 005 Kal/kap/hari. Sejalan dengan Yunita dan Riswani
(2013), bahwa rata-rata konsumsi beras rumah tangga di kabupaten lebih tinggi
daripada konsumsi beras di kota. Hal ini karena hampir seluruh rumah tangga di
kabupaten mendapatkan beras melalui produksinya sendiri, sedangkan di kota
mendapatkan beras melalui kegiatan pembelian.
Tabel 4 menyajikan laju konsumsi beras penduduk pada 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011 hingga tahun 2012. Selain
itu, Tabel 4 juga menyajikan kontribusi konsumsi beras terhadap kelompok

10
pangan padi-padian pada 26 kabupaten/kota di Provnisi Jawa Barat tahun 2011
dan 2012.
Berdasarkan hasil pada Tabel 4, terdapat enam daerah (23.1%) yang
mengalami peningkatan konsumsi beras. Daerah tersebut yaitu Kabupaten Ciamis
(1.0%), Kabupaten Majalengka (3.5%), Kabupaten Sumedang (0.7%), Kabupaten
Bekasi (0.1%), Kota Bekasi (0.2%), dan Kota Cimahi (1.3%). Sisanya, dua puluh
daerah (76.9%) di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan konsumsi beras.
Tabel 4 Laju konsumsi beras dan kontribusi beras terhadap kelompok padi-padian
pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Kabupaten/Kota
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar

Laju (%)
-7.0
-6.3
-6.5
-0.9
-2.2
-10.7
1.0
-2.7
-6.1
3.5
0.7
-3.4
-3.1
-4.1
-1.7
0.1
-3.0
-6.5
-4.8
-12.0
-5.2
0.2
-1.3
1.3
-1.1
-0.1

Kontribusi terhadap padipadian (%)
2011
2012
78.1
76.2
82.2
80.8
80.7
81.0
74.6
75.7
79.8
79.8
79.5
78.6
77.1
79.3
64.2
65.3
71.5
70.9
70.7
70.9
74.3
74.9
77.1
74.6
74.9
75.2
77.4
75.0
75.4
74.8
78.0
78.0
84.2
83.2
76.8
83.5
76.5
82.1
73.5
81.6
74.6
81.0
79.4
83.8
77.0
84.3
71.4
73.2
67.7
80.2
77.7
76.5

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 memiliki sasaran
konsumsi beras per tahun menurun sebesar 1.5%. Penurunan konsumsi beras ini
bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi pangan pokok penduduk. Pada Tabel
4 terdapat sebanyak enam belas daerah (61.5%) yang sudah mencapai sasaran
penurunan konsumsi beras nasional. Daerah tersebut antara lain Kabupaten Bogor
(7.0%), Kabupaten Sukabumi (6.3%), Kabupaten Cianjur (6.5%), Kabupaten
Garut (2.2%), Kabupaten Tasikmalaya (10.7%), Kabupaten Kuningan (2.7%),
Kabupaten Cirebon (6.1%), Kabupaten Indramayu (3.4%), Kabupaten Subang
(3.1%), Kabupaten Purwakarta (4.1%), Kabupaten Karawang (1.7%), Kabupaten
Bandung Barat (3.0%), Kota Bogor (6.5%), Kota Sukabumi (4.8%), Kota

11
Bandung (12.0%), dan Kota Cirebon (5.2%). Sisanya, sebanyak 4 daerah (15.4%)
di Provinsi Jawa Barat belum mencapai sasaran konsumsi beras nasional. Daerah
tersebut ialah Kabupaten Bandung (0.9%), Kota Depok (1.3%), Kota Tasikmalaya
(1.1%), dan Kota Banjar (0.1%). Menurut Hidayah (2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi diversifikasi pangan pokok diantaranya adalah tingkat
pengetahuan masyarakat tentang diversifikasi pangan pokok, budaya, akses
terhadap produk pangan dan media massa.
Adapun kontribusi konsumsi energi aktual beras (%) terhadap kelompok
pangan padi-padian (beras dan jagung) di Provinsi Jawa Barat baik tahun 2011
maupun 2012 adalah sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4, bahwa
kontribusi konsumsi energi aktual beras (%) terhadap kelompok pangan padipadian di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dan 2012 secara berturut-turut adalah
berkisar antara 64.2—84.2% dan 65.3—84.3%. Pada tahun 2011, kontribusi
konsumsi energi aktual beras tertinggi terhadap kelompok pangan padi-padian di
Provinsi Jawa Barat berada di Kabupaten Bandung Barat (84.2%) dan terendah
berada di Kabupaten Kuningan (64.2%). Sedangkan pada tahun 2012, kontribusi
konsumsi energi aktual beras tertinggi terhadap kelompok pangan padi-padian di
Provinsi Jawa Barat berada di Kota Depok (84.3%) dan terendah berada di
Kabupaten Kuningan (65.3%).
Tingginya kontribusi konsumsi energi aktual beras ini menunjukkan
bahwa penduduk di Provinsi Jawa Barat cenderung lebih memilih untuk
mengkonsumsi beras sebagai sumber karbohidrat dibanding jenis pangan
kelompok padi-padian lainnya seperti jagung. Dalam kondisi ini, pergeseran
konsumsi beras ke jagung sangat sulit terjadi. Akibatnya, diversifikasi pangan
lokal di provinsi Jawa Barat akan sulit dicapai. Diversifikasi pangan bertujuan
untuk meningkatkan produksi pangan pokok selain beras, menurunkan konsumsi
beras dan meningkatkan konsumsi pangan pokok alternatif yang berimbang dan
bergizi, serta berbasis pangan lokal. Pola konsumsi beras seperti ini juga terjadi di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Triana dan Priyarsono (2012) menyatakan
bahwa kontribusi energi padi-padian tertinggi di KTI berasal dari konsumsi beras.
Lebih dari 96% rumah tangga di KTI mengkonsumsi beras. Hal ini menunjukkan
bahwa sampai saat ini beras masih merupakan pangan pokok yang sangat penting
dalam pola konsumsi penduduk Indonesia.
Selain kontribusi konsumsi energi aktual beras, juga perlu diketahui pola
konsumsi pangan sumber karbohidrat penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012. Berdasarkan pola konsumsi ini dapat diketahui
apakah penurunan konsumsi beras disubtitusi oleh jagung sebagai pangan lokal
atau terigu sebagai pangan impor. Pola konsumsi pangan sumber karbohidrat 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat disajikan pada Tabel 5.
Berdasarkan hasil pada Tabel 5, seluruh penduduk daerah 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat baik pada tahun 2011 maupun 2012 lebih
memilih terigu untuk dikonsumsi selain beras sebagai sumber karbohidratnya.
Tidak ada satu daerah pun yang memilih jagung sebagai sumber karbohidratnya
selain beras. Jika dibandingkan dengan hasil Tabel 4, Kabupaten Kuningan
merupakan daerah yang memiliki kontribusi konsumsi energi beras aktual
terendah terhadap padi-padian. Pada Tahun 2011 kontribusi konsumsi energi
beras aktual Kabupaten Kuningan adalah sebesar 64.2% dan pada tahun 2012
sebesar 65.3%. Akan tetapi, penduduk Kabupaten Kuningan juga lebih memilih

12
terigu sebagai pola konsumsi pangan karbohidratnya setelah beras. Hasil
penelitian Lestari (2014) bahwa pola data konsumsi beras penduduk Provinsi
Jawa Barat cenderung menurun dari tahun 1982—2007 dengan rata-rata laju
sebesar 1.81%.
Tabel 5 Pola konsumsi pangan sumber karbohidrat pada 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.
No

Kabupaten/Kota

1
Kab. Bogor
2
Kab. Sukabumi
3
Kab. Cianjur
4
Kab. Bandung
5
Kab. Garut
6
Kab. Tasikmalaya
7
Kab. Ciamis
8
Kab. Kuningan
9
Kab. Cirebon
10 Kab. Majalengka
11 Kab. Sumedang
12 Kab. Indramayu
13 Kab. Subang
14 Kab. Purwakarta
15 Kab. Karawang
16 Kab. Bekasi
17 Kab. Bandung Barat
18 Kota Bogor
19 Kota Sukabumi
20 Kota Bandung
21 Kota Cirebon
22 Kota Bekasi
23 Kota Depok
24 Kota Cimahi
25 Kota Tasikmalaya
26 Kota Banjar
Keterangan : B = beras

Pola Konsumsi
2011
2012
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
T = terigu

Situasi produksi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
tahun 2011-2012
Situasi produksi beras penduduk pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011-2012 disajikan pada Tabel 6. Produksi beras di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011 cukup bervariasi. Produksi beras di Provinsi Jawa Barat tahun
2011 berkisar antara 3.0—1 316.2 gram/kap/hari. Produksi beras tertinggi berada
di Kabupaten Indramayu (1 316.2 gram/kap/hari) dan terendah berada di Kota
Bekasi (3.0 gram/kap/hari). Menurut satuan energi, produksi energi beras di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah berkisar 11—4 778 Kal/kap/hari. Produksi
energi beras tertinggi adalah berada di Kabupaten Indramayu (4 778 Kal/kap/hari)
dan terendah berada di Kota Bekasi (11 Kal/kap/hari).

13
Tabel 6 Situasi produksi beras penduduk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Barat tahun 2011-2012.
Produksi Beras
(gram/kap/hari)
2011
2012
1 Kab. Bogor*
161.4
156.2
2 Kab. Sukabumi
478.5
540.2
3 Kab. Cianjur
563.6
613.2
4 Kab. Bandung*
226.1
228.3
5 Kab. Garut
583.8
587.4
6 Kab. Tasikmalaya
747.0
650.7
7 Kab. Ciamis
691.5
609.7
8 Kab. Kuningan
573.8
500.9
9 Kab. Cirebon
391.5
335.4
10 Kab. Majalengka
778.3
796.1
11 Kab. Sumedang
651.2
626.7
12 Kab. Indramayu
1 316.2
1 278.2
13 Kab. Subang
1 119.5
1 045.3
14 Kab. Purwakarta
395.4
347.3
15 Kab. Karawang
826.1
770.9
16 Kab. Bekasi
338.2
278.4
17 Kab. Bandung Barat*
228.4
232.5
18 Kota Bogor*
14.9
10.2
19 Kota Sukabumi*
126.3
106.3
20 Kota Bandung*
3.7
8.7
21 Kota Cirebon*
20.1
10.5
22 Kota Bekasi*
3.0
2.4
23 Kota Depok*
4.4
3.4
24 Kota Cimahi*
9.4
8.9
25 Kota Tasikmalaya*
189.2
169.8
26 Kota Banjar*
374.7
349.3
Keterangan : (*) = lebih rendah dari konsumsi aktual.
No

Kabupaten/Kota

Produksi Beras
(Kal/kap/hari)
2011
2012
586
567
1 737
1 961
2 046
2 226
821
829
2 119
2 132
2 712
2 362
2 510
2 213
2 083
1 818
1 421
1 218
2 825
2 890
2 364
2 275
4 778
4 640
4 064
3 794
1 435
1 261
2 999
2 798
1 228
1 010
829
844
54
37
459
386
13
31
73
38
11
9
16
12
34
32
687
617
1 360
1 268

Produksi beras di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 juga cukup bervariasi.
Produksi beras di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah berkisar antara 2.4—1
278.2 gram/kap/hari. Sama seperti tahun 2011, produksi beras tertinggi di
Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah berada di Kabupaten Indramayu (1 278.2
gram/kap/hari) dan terendah berada di Kota Bekasi (2.4 gram/kap/hari). Menurut
satuan energi, produksi energi beras di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah
berkisar 9.0—4 640 Kal/kap/hari. Produksi energi beras tertinggi adalah berada di
Kabupaten Indramayu (4 640 Kal/kap/hari) dan terendah berada di Kota Bekasi (9
Kal/kap/hari). Berdasarkan kisaran produksi beras tersebut, maka laju penurunan
produksi beras penduduk Jawa Barat adalah berkisar 2.9—20.0%. Tingkat
produksi beras dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Sutrisno (2009), secara
simultan dan parsial faktor-faktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif,
jumlah pupuk, jumlah pestisida, jarak rumah petani dengan lahan garapan, dan
sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi padi sawah.
Jika dibandingkan dengan Tabel 3, terdapat sebelas daerah (42.3%)
dimana konsumsi aktual penduduk terhadap beras di Provinsi Jawa Barat lebih
tinggi dibanding produksinya baik tahun 2011 maupun 2012. Daerah tersebut

14
antara lain Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat,
Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota
Depok, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya.
Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa produksi beras di daerah kota
cenedrung lebih rendah dibandingkan dengan produksi beras di daerah kabupaten.
Kecuali hanya Kota Banjar yang mampu memproduksi beras untuk memenuhi
kebutuhan beras penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banjar memiliki
daya dukung wilayah yang tinggi untuk ditanami padi. Ketersediaan sumber daya
alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk manusia akan meningkatkan
daya dukung wilayah. Menurut Susanto et al. (2013), efisiensi dan efektivitas
dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya dapat tercipta melalui perhatian
terhadap potensi wilayah dan daya dukung wilayah.
Pada Tabel 7 disajikan laju produksi beras pada 26 kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat dari tahun 2011 hingga tahun 2012. Selain itu, Tabel 7 juga
menyajikan kontribusi produksi beras terhadap kelompok padi-padian pada 26
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012.
Tabel 7 Laju produksi beras dan kontribusi produksi beras terhadap kelompok
padi-padian pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 20112012.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Kabupaten/Kota
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar

Laju (%)
-3.2
12.9
8.8
1.0
0.6
-12.9
-11.8
-12.7
-14.3
2.3
-3.8
-2.9
-6.6
-12.2
-6.7
-17.7
1.8
-31.5
-15.8
135.1
-47.8
-20.0
-22.7
-5.3
-10.3
-6.8

Kontribusi terhadap
Padi-Padian (%)
2011
2012
99.2
99.4
94.5
95.3
95.3
93.7
85.6
83.7
60.0
58.5
91.2
89.9
90.3
89.7
95.0
92.7
99.9
99.9
80.1
75.9
82.3
80.1
100.0
100.0
99.2
99.3
89.0
86.3
99.7
99.9
100.0
100.0
79.9
88.9
100.0
89.0
98.5
98.8
94.9
97.7
99.3
95.7
95.5
95.4
90.7
91.4
100.0
98.7
98.1
99.6
90.1
96.5

15
Pada Tabel 7 terdapat tujuh daerah saja (26.9%) yang mengalami
peningkatan produksi beras. Daerah tersebut antara lain Kabupaten Sukabumi
(12.9%), Kabupaten Cianjur (8.8%), Kabupaten Bandung (1.0%), Kabupaten
Garut (0.6%), Kabupaten Majalengka (2.3%), Kabupaten Bandung Barat (1.8%),
dan Kota Bandung (135.1%). Namun, peningkatan produksi beras ini sangat kecil
dan jauh dari keseimbangannya dengan konsumsi beras aktual penduduk. Sisanya,
sembilan belas daerah (73.1%) di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan
produksi. Sejalan dengan Frimawaty et al. (2013), bahwa produksi beras di
Provinsi Jambi mengalami peningkatan, akan tetapi peningkatan ini sangat kecil
dan jauh dari keseimbangan terhadap peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi
beras. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi dengan
mengoptimalkan sumber pertumbuhan produksi melalui pemanfaatan sumber
daya lokal. Selain itu, beberapa dari daerah tersebut merupakan daerah dimana
konsumsi aktual beras penduduknya lebih tinggi daripada produksi seperti
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung.
Berdasarkan hasil tersebut, Kota Bandung merupakan daerah yang
memiliki laju peningkatan produksi beras tertinggi. Akan tetapi, hasil pada Tabel
6 diketahui bahwa Kota Bandung bukanlah daerah sentra produksi beras. Pada
tahun 2011, Kota Bandung hanya memproduksi beras sebesar 3.7 gram/kap/hari
(setara 13 Kal/kap/hari). Sedangkan pada tahun 2012 hanya memproduksi beras
sebesar 8.7 gram/kap/hari (31 Kal/kap/hari). Kabupaten Majalengka yang hanya
memiliki laju peningkatan produksi sebesar 2.3% merupakan termasuk daerah
sentra produksi beras. Pada tahun 2011, Kabupaten Majalengka mampu
memproduksi beras mencapai 778.3 gram/kap/hari (setara 2 825 Kal/kap/hari).
Sedangkan pada tahun 2012 mampu memproduksi beras sebesar 796.1
gram/kap/hari (setara 2 890 Kal/kap/hari). Menurut Panuju et al. (2013), produksi
beras sangat dinamis dan dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya lahan yang
cukup, khususnya di wilayah Jawa-Bali. Selain itu, manajemen pertanian yang
baik juga merupakan aspek penting untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas.
Sasaran produksi beras nasional dalam Rencana Strategis Kementrian
Pertanian tahun 2010—2014 adalah meningkat sebesar 3.56% per tahunnya.
Berdasarkan hasil Tabel 7, hanya Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur
saja yang sudah mencapai sasaran produksi beras nasional yaitu masing-masing
sebesar 12.9% dan 8.8%. Kedua daerah ini juga termasuk daerah sebagai sentra
produksi beras. Dapat dilihat pada Tabel 6, pada tahun 2011 Kabupaten Sukabumi
dan Kabupaten Cianjur mampu memproduksi beras berturut-turut sebesar 478.5
gram/kap/hari dan 563.6 gram/kap/hari (setara 1 737 Kal/kap/hari dan 2 046
Kal/kap/hari). Sedangkan pada tahun 2012 Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur mampu memproduksi 540.2 gram/kap/hari dan 613.2 gram/kap/hari
(setara 1 961 Kal/kap/hari dan 2 226 Kal/kap/hari).
Tabel 7 menunjukkan bahwa Kota Cirebon merupakan daerah yang
memiliki laju penurunan produksi tertinggi yaitu sebesar 47.8%. Jika
dibandingkan dengan Tabel 6, Kota Cirebon bukan termasuk daerah sentra
produksi beras. Pada tahun 2011, Kota Cirebon hanya mampu memproduksi beras
sebesar 20.1 gram/kap/hari (setara 73 Kal/kap/hari). Sedangkan pada tahun 2012
hanya mampu memproduksi beras sebesar 10.5 gram/kap/hari (setara 38
Kal/kap/hari).

16
Pada Tabel 7 juga menunjukkan bahwa kontribusi produksi energi beras
terhadap kelompok pangan padi-padian di Provinsi Jawa Barat tahun 2011 sangat
tinggi yaitu berkisar antara 60.0—100.0%, sedangkan pada tahun 2012 adalah
berkisar antara 58.5—100.0%. Pada tahun 2011, kontribusi produksi energi beras
tertinggi terhadap kelompok pangan padi-padian berada di Kabupaten Indramayu,
Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, dan Kota Cimahi dengan kontribusi produksi
energi sebesar 100.0%. Sedangkan kontribusi produksi energi beras terendah
adalah berada di Kabupaten Garut (60.0%). Pada tahun 2012, kontribusi produksi
energi beras tertinggi terhadap kelompok pangan padi-padian di Provinsi Jawa
Barat berada di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bekasi dengan kontribusi
produksi energi sebesar 100.0%. Sedangkan produksi energi beras terendah adalah
berada di Kabupaten Garut (58.5%).
Daerah yang memiliki kontribusi produksi beras sebesar 100%,
menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi beras di Provinsi
Jawa Barat. Daerah tersebut memiliki daya dukung lahan yang tinggi untuk
memproduksi beras. Menurut Moniaga (2011), daya dukung lahan adalah
kemampuan bahan pada satuan lahan untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan
manusia dalam bentuk penggunaan lahan yang pada akhirnya, untuk memenuhi
kebutuhan utama manusia yakni pangan. Ekosistem di daerah tersebut tidak cocok
ditanami jagung. Hal ini akan menyebabkan ketergantungan pada satu komoditas
sebagai sumber karbohidrat yaitu beras.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Garut memiliki
kontribusi produksi energi beras paling rendah baik tahun 2011 maupun 2012. Hal
ini menunjukkan bahwa Kabupaten Garut tidak hanya bergantung pada beras
sebagai pangan sumber karbohidrat, tetapi juga memiliki produksi komoditas lain
dalam kelompok padi-padian seperti jagung. Sebaliknya, Kota Bogor dan Kota
Cimahi memiliki kontribusi produksi energi beras yang sangat tinggi terutama
pada tahun 2011 yaitu sebesar 100.0%. Sementara, beras yang mampu diproduksi
oleh Kota Bogor dan Kota Cimahi sangat rendah yaitu masing-masing sebesar
14.9 gram/kap/hari (setara 54 Kal/kap/hari) dan 9.4 gram/kap/hari (setara 34
Kal/kap/hari). Hal ini menandakan bahwa Kota Bogor dan Kota Cimahi sangat
bergantung pada beras sebagai pangan sumber karbohidrat.

Situasi rasio beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012
Situasi rasio beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012 disajikan pada Tabel 8. Terdapat sebelas daerah (42.3%) yang belum
mandiri beras di Provinsi Jawa Barat tahun 2011. Hal ini ditunjukkan oleh
persentase rasio produksi bersih terhadap konsumsi beras aktual belum mencapai
90% AKE sesuai standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan. Daerah
tersebut antara lain Kabupaten Bogor (58%), Kabupaten Bandung (82%),
Kabupaten Bandung Barat (82%), Kota Bogor (5%), Kota Sukabumi (46%), Kota
Bandung (1%), Kota Cierbon (7%), Kota Bekasi (1%), Kota Depok (2%), Kota
Cimahi (3%), dan Kota Tasikmalaya (68%). Daerah yang belum mandiri beras di
provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah sebanyak 10 daerah (38.5%). Daerah
tersebut antara lain kabupaten Bogor (61%), kabupaten Bandung (88%), kota

17
Bogor (4%), kota Sukabumi (41%), kota Bandung (3%), kota Cirebon (4%), kota
Bekasi (1%), kota Depok (1%), kota Cimahi (3%), dan kota Tasikmalaya (66%).
Tabel 8 Situasi rasio beras pada 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2011-2012.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Keterangan

Kabupaten/Kota

Rasio Beras
2011
2012
Laju (%)
Kab. Bogor
0.58
0.61
5.2
Kab. Sukabumi
1.72
2.09
21.5
Kab. Cianjur
2.03
2.38
17.2
Kab. Bandung
0.82
0.88
7.3
Kab. Garut
2.1
2.28
8.6
Kab. Tasikmalaya
2.69
2.52
-6.3*
Kab. Ciamis
2.49
2.36
-5.2*
Kab. Kuningan
2.07
1.94
-6.3*
Kab. Cirebon
1.41
1.3
-7.8*
Kab. Majalengka
2.81
3.09
10.0
Kab. Sumedang
2.35
2.43
3.4
Kab. Indramayu
4.74
4.95
4.4
Kab. Subang
4.04
4.05
0.2
Kab. Purwakarta
1.43
1.35
-5.6*
Kab. Karawang
2.98
2.99
0.3
Kab. Bekasi
1.22
1.08
-11.5*
Kab. Bandung Barat
0.82
0.9
9.8
Kota Bogor
0.05
0.04
-20.0
Kota Sukabumi
0.46
0.41
-10.9
Kota Bandung
0.01
0.03
200.0
Kota Cirebon
0.07
0.04
-42.9
Kota Bekasi
0.01
0.01
0.0
Kota Depok
0.02
0.01
-50.0
Kota Cimahi
0.03
0.03
0.0
Kota Tasikmalaya
0.68
0.66
-2.9
Kota Banjar
1.35
1.35
0.0
: (*) = penurunan tingkat kemandirian beras

Pada Tabel 8 juga terdapat sebelas daerah (42.3%) yang mengalami
penurunan tingkat kemandirian beras, seperti kabupaten Tasikmalaya (6.3%),
kabupaten Ciamis (5.2%), kabupaten Kuningan (6.3%), kabupaten Cirebon (7.8%),
kabupaten Purwakarta (5.6%), kabupaten Bekasi (11.5%), kota Bogor (20.0%),
kota Sukabumi (10.9%), kota Cirebon (42.9%), kota Depok (50.0%), dan kota
Tasikmalaya (2.9%). Daerah-daerah yang belum mandiri beras merupakan daerah
yang belum mampu memenuhi kebutuhan beras penduduknya secara aktual.
Sebagian besar daerah yang belum mandiri beras ini berasal dari daerah kota,
kecuali hanya kota Banjar saja yang telah mandiri beras. Persentase tingkat
kemandirian beras di kota Banjar konstan baik tahun 2011 maupun 2012 yaitu
sebesar 135%. Hal ini diduga karena rendahnya daya dukung lahan di daerah kota
dan jumlah penduduk yang kian terus bertambah. Sejalan dengan Pradhan et al.
(2014), bahwa dalam kondisi iklim dianggap tetap, pertambahan jumlah penduduk
suatu daerah akan membutuhkan produksi pangan yang lebih besar juga. Hal ini
disebabkan karena pengaruh peningkatan urbanisasi sehingga populasi di daerah
kota semakin bertambah. Pertambahan penduduk ini semakin menambah

18
keterbatasan terhadap lahan untuk kegiatan produksi pertanian di daerah kota.
Akibatnya, kemandirian pangan di daerah kota sulit dicapai.
Kawashaki dan Herath (2011) juga menyebutkan bahwa perubahan iklim
di masa mendatang akan mempengaruhi hasil panen padi. Untuk itu diperlukan
strategi-strategi adaptasi terhadap perubahan iklim bagi petani padi. St