Penggunaan Protein Nabati Dengan Dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp)

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI
DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE
SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN
LELE DUMBO (Clarias sp)

ASLINDA NUR MAZIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Protein Nabati
Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan
Lele Dumbo (Clarias sp) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Aslinda Nur Mazida
C151040181

ABSTRAK
ASLINDA. Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim
Fitase sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Dibimbing oleh
M. Agus Suprayudi dan Ing Mokoginta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi protein nabati dengan dan tanpa
penambahan enzim fitase dalam pakan ikan Lele Dumbo (Clarias sp). Percobaan
ini terdiri dari 4 (empat) perlakuan dan 3 (tiga) ulangan dimana 2 (dua) perlakuan
(A1+enzim dan B1KSM+enzim) ditambahkan enzim fitase sebanyak 0,02%
(1000 unit/kg pakan) dan 2 (dua) perlakuan lainnya (A1 and B1 KSM) tanpa
penambahan enzim fitase. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan
rancangan faktorial yang dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Ikan Lele Dumbo
sebanyak 6 ekor dengan bobot 27 ± 0,5 gram dimasukkan ke akuarium berukuran
50 x 40 x 35 cm. Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiation selama 60 hari.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penambahan enzim fitase 0,02% (1000
unit/kg pakan) yang memanfaatkan protein nabati sebagai sumber protein pakan
ikan Lele Dumbo (Clarias sp) dapat meningkatkan kecernaan total pakan, fosfor
dan protein, namun belum meningkatkan retensi protein dan pertumbuhan ikan.
Kata kunci : Clarias sp, enzim fitase

ABSTRACT
ASLINDA. Utilization of plant protein with or without phytase enzyme
supplementation as feed ingredient of catfish (Clarias sp). Under direction of
M. AGUS SUPRAYUDI and ING MOKOGINTA
This experiment was aimed to evaluate plant protein with or without fitase
supplementation in feed of catfish (Clarias sp). This experiment used factorial
design, with two factors. The first factor are soybean meal based diet (A1) and
soybean meal plus cotton seed meal diet (B1KSM), second factor are fitase
supplemented and non supplemented diets. Six fish with mean body weight of 27
gram were reared in 50 x 40 x 35 cm aquarium. Fish fed three times a day to
satiation for 60 days. Results of the experiment showed that fitase suplementation
of 0,02 % (1000 unit kg-1 feed) to A1 and B1KSM base diet increased
significantly digestibility of total feed, phosphorus and protein. However the
protein retention and growth rate of fish were not increased by dietary fitase

suplementation.
Keywords : Clarias sp, Phytase enzime

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI
DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE
SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN
LELE DUMBO (Clarias sp)

ASLINDA NUR MAZIDA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007


Judul Penelitian

: Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa
Penambahan Enzim Fitase sebagai Bahan Baku Pakan Ikan
Lele Dumbo (Clarias sp)

Nama

: Aslinda Nur Mazida

NIM

: C151040181

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. M. Agus Suprayudi
Ketua


Prof. Dr. Ing Mokoginta
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Ilmu Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Enang Harris

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 8 Februari 2007

Tanggal Lulus :

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Penggunaan Protein Nabati Dengan dan Tanpa Penambahan Enzim Fitase sebagai
Bahan Baku Pakan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.).
Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si
selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya selama
penelitian dan penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2.

Bapak Dr. Chairul Muluk, Bapak Dr D. Djokosetiyanto, Bapak Dr. Dedi
Jusadi dan Bapak Dr. Odang Carman atas saran, nasihat dan dukungannya
selama penulis melaksanakan pendidikan dan penelitian.

3.


Bapak Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf, Bapak Dekan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan beserta staf, Bapak Ketua Ps. Ilmu Perairan
dan staf, Bapak Ketua Dept. Budidaya Perairan yang telah memberikan
kesempatan dan mengijinkan kepada penulis untuk mengikuti program pasca
sarjana di Institut Pertanian Bogor.

4.

Ketua dan staf : Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Lingkungan
Budidaya Perairan, Laboratorium Kesehatan Ikan Budidaya Perairan,
Laboratorium Genetika dan Pengembangbiakan ikan Budidaya Perairan,
Laboratorium Nutrisi Ternak serta Laboratorium Limnologi Manajemen
Sumberdaya Perairan Institut Pertanian Bogor atas penggunaan fasilitas.

5.

Bapak Wasjan, Bapak Ranta, Bapak Jajan Ruhyana, Ibu Lina Mulyani, Ibu
Desi Damayanti, Ibu Dian (Staf Lab. Nutrisi Ternak) yang telah membantu
penulis dalam penyediaan fasilitas hingga terlaksannya penelitian dan

penulisan tesis ini.

6.

Ayahanda tercinta H. La Ady dan Ibunda tercinta Hj. St. Sainab atas semua
pengorbanan beliau dalam membiaya pendidikan penulis dan dukungan
moral, doa, nasihat, kepercayaan serta kesabarannya

menunggu, selama

penulis berada di rantau untuk menyelesaikan studi, serta kakak-kakak dan
adik-adiku tercinta yang selalu mendukung penulis.
7.

Agus Yulianto dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan selama
ini hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan baik.

8.

Teman-teman S2 angkatan 2004 (Tarsim, Mohamad Amin, Agustina, Asprin

Tamba, Yulisman, Asman Bahara, Dian Hardianto, Charles, Dodi
Hermawan, Massenreng, Zainal Abidin, Moh. Hatta, dan Eva Ayuzar) dan
Adi Susanto atas segala bantuan dan kerjasamanya.

9.

Rekan-rekan S3 angkatan 2004, rekan-rekan S2 dan S3 angkatan 2005 atas
segala bantuan dan kerjasamanya.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Maret 2007

Aslinda Nur Mazida

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 20 April 1979, merupakan anak
ke tiga dari pasangan Bapak H. La Ady dan Ibu Hj. St. Sainab. Tahun 1997

penulis menamatkan SMUN 1 KENDARI, Sulawesi Tenggara. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan studi S-1 dan
mendapatkan gelar Sarjana Perikanan (S.Pi). Kesempatan untuk melanjutkan ke
Program Magister dan Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana, IPB
diperoleh pada tahun 2004.

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Tabel ..............................................................................................

ix

Daftar Gambar ..........................................................................................

x

Daftar Lampiran .......................................................................................


xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan ...........................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Protein Ikan Lele (Clarias sp) ...................................... 4
Bahan Baku Pakan ........................................................................ 4
Zat Anti Nutrien ............................................................................ 8
BAHAN DAN METODA
Pakan ........................................................................................... 13
Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ................................... 14
Analisis Kimia .............................................................................. 15
Uji Kecernaan Pakan .................................................................... 16
Histologi Hati ............................................................................... 16
Total Ammonia Nitrogen (TAN) .................................................. 16
Analisis Statistik ........................................................................... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .............................................................................................
Pembahasan ..................................................................................

18
25

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .......................................................................................
Saran .............................................................................................

28
28

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

29

LAMPIRAN ............................................................................................

33

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1

Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan nabati ....

5

2

Kandungan fosfor dan fosfor-fitat (P-fitat) pada beberapa bahan pangan 9

3

Komposisi bahan dan analisa proksimat pakan pada setiap perlakuan ..

13

4

Nilai kecernaan fosfor dan protein serta limbah P selama penelitian ....

19

5

Komposisi proksimat tubuh dan hati .................................................

19

6

Nilai rata-rata retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan
harian (LPH), efisiensi pakan (EP) dan konsumsi pakan yang diperoleh
selama penelitian ...............................................................................

22

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1 Mio-inositol heksafosfat (asam fitat) ...................................................

8

2

Struktur gossypol (polyphenol) ...........................................................

11

3

Bobot rata-rata individu ikan Lele Dumbo (Clarias sp) selama
penelitian ............................................................................................

4

Kadar protein tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
tanpa penambahan enzim fitase ............................................................

5

22

Retensi lemak pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
tanpa penambahan enzim fitase ...........................................................

9

21

Retensi protein pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
tanpa penambahan enzim fitase ...........................................................

8

20

Kadar protein hati pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
Tanpa penambahan enzim fitase .........................................................

7

20

Kadar lemak tubuh pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
tanpa penambahan enzim fitase ............................................................

6

18

23

Laju pertumbuhan harian pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan
dan tanpa penambahan enzim fitase ....................................................

23

10 Konsumsi pakan pada perlakuan SBM dan SBM+KSM dengan dan
tanpa penambahan enzim fitase ...........................................................

24

11 Histologi hati (kerusakan hati) ikan Lele Dumbo (Clarias sp) .............

24

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1

Analisis kadar air (Takeuchi, 1988) .....................................................

33

2

Analisis kadar protein (metode Semi Micro Kjeldahl) (Takeuchi,1988)

34

3

Analisis kadar lemak (metode ether ekstraksi) (Takeuchi ,1988) .........

35

4

Analisis kadar abu pakan dan tubuh ikan (Takeuchi, 1988) .................

35

5

Analisis serat kasar pakan dan tubuh ikan (Takeuchi, 1988).................

36

6

Analisis phospor .................................................................................

37

7

Prosedur pembuatan preparat histologi ................................................

39

8

Prosedur analisis ammonia (APHA-AWWA-WPCF, 1975) ................

40

9

Data analisa proksimat bahan (% bobot kering) ...................................

41

10 Data bobot individu ikan Lele Dumbo (Clarias sp) pada awal dan akhir
pengamatan ........................................................................................

42

11 Kecernaan P (%) setiap perlakuan .......................................................

43

12 Fosfor (P) yang terkandung dalam tulang (%) setiap perlakuan ..........

43

13 Kecernaan protein pakan (%) setiap perlakuan ..................................

44

14 Ekskresi total ammonia nitrogen (TAN) setiap perlakuan....................

44

15 Hasil analisis proksimat tubuh awal dan akhir ikan Lele Dumbo
(Clarias sp) (% bobot kering) yang dipelihara selama 60 hari ............

45

16 Analisa protein dan lemak hati ikan Lele Dumbo (Clarias sp) (% bobot
kering) tiap perlakuan ........................................................................

46

17 Analisis sidik ragam kadar protein tubuh ............................................

47

18 Analisis sidik ragam kadar lemak tubuh ............................................

47

19 Analisis sidik ragam kadar protein hati ...............................................

47

20 Analisis sidik ragam kadar lemak hati ................................................

48

21 Retensi protein (%) setiap perlakuan ..................................................

48

22 Retensi lemak (%) setiap perlakuan ....................................................

48

23 Laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP) dan konsumsi
pakan (KP) ikan lele dumbo (Clarias sp) selama 60 hari pemeliharaan

49

24 Analisis sidik ragam retensi protein ....................................................

50

25 Analisis sidik ragam retensi lemak .....................................................

50

26 Analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian (LPH) .........................

51

27 Perhitungan retensi protein ikan Lele Dumbo (Clarias sp) ................

52

28 Perhitungan retensi lemak ikan Lele Dumbo (Clarias sp) ...................

54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penggunaan bahan-bahan nabati sebagai sumber protein pakan ikan
dibatasi oleh keberadaan anti nutrien seperti protease inhibitor, fitat, saponin,
tanin, lektin, gossypol, cyclopropenoid, dan lain-lain. Tepung bungkil kedelai dan
tepung biji kapuk merupakan salah satu bahan nabati yang dapat digunakan
sebagai sumber protein pakan ikan.
Kualitas protein tepung bungkil kedelai mempunyai profil asam amino
yang terbaik dibanding semua tepung nabati. Menurut Andayani (1981), kualitas
protein kedelai hampir mendekati kualitas protein hewani. Hertrampf dan Felicita
(2000) mengungkapkan bahwa asam amino pembatas pada tepung bungkil kedelai
adalah metionin dan sistein, sedangkan arginin dan phenilalanin mempunyai
jumlah yang cukup. Selain itu tepung bungkil kedelai merupakan sumber
vitamin B.
Kandungan protein kasar dari tepung biji kapuk dan kapas termasuk
tinggi sedangkan serat kasarnya merupakan faktor pembatas penggunaannya
dalam pakan. Asam amino pembatas dari tepung tersebut adalah lysine dan
metionin. Kandungan fosfor, potasium dan besi termasuk tinggi dan merupakan
sumber vitamin B yang lebih baik dari tepung bungkil kedelai. Pada hewan
ruminansia kecernaan tepung biji kapuk dan kapas sekitas 61%, untuk ikan lele
kecernaan nyata berkisar antara 71,2 – 90,6% sedangkan kecernaan semu pada
ikan common carp antara 46,5 – 87,3% (Hertrampf dan Felicita, 2000).
Kedua bahan nabati tersebut mengandung zat anti nutrien, salah satunya
asam fitat (phytic/phytat) dan gossypol pada tepung biji kapuk. Asam fitat
(phytic/phytat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor (P) dalam tanaman
terutama biji-bijian yang tidak dapat dimanfaatkan oleh hewan-hewan
monogastrik termasuk ikan. Selain itu, asam fitat mampu mengikat mineralmineral lain seperti kalsium, magnesium, besi, seng dan membentuk protein
komplek sehingga mengurangi kecernaan protein (Hughes dan Soares, 1998;
Papatryphon dan Soares, 2001; Francis et al., 2001; Cheng dan Hardy 2002;
Baruah et al., 2004; Li et al., 2004; Nwanna et al., 2005). Gossypol merupakan

nama umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman yang
bergenus Gossypium dan pada beberapa famili Malvaceae seperti pada tanaman
kapas dan kapuk. Asam-asam phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat
membentuk senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim
proteolitik seperti trypsin dan pepsin (Morgan, 1989; Cai et al. 2004). Gossypol
terdapat dalam bentuk terikat maupun bebas. Gossypol bebas sangat toksik dan
dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat reproduksi, abomasum dan ginjal
(Morgan, 1989). Gossypol menjadi tidak toksik apabila dicampur dengan ferro
sulfate (FeSO4.7H2), dimana ferro sulfate berfungsi untuk menghambat efek
toksik dari gossypol bebas (Hertrampf dan Felicitas, 2000).
Untuk mencegah terjadinya beberapa kekurangan kandungan nutrien
dari salah satu sumber protein nabati, dilakukan penambahan asam amino ke
dalam pakan dan kombinasi penggunaan bahan nabati yang berbeda untuk
memenuhi keseimbangan nutriennya (Nwanna et al., 2005). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Akiyama et al. (1995), memperlihatkan bahwa kombinasi tepung
gandum dan tepung bungkil kedelai pada perbandingan 30:30 dapat
memaksimalkan performa (keragaan) benih gelondongan rainbow trout pada level
yang sama dengan kontrol yang menggunakan sumber protein tepung ikan yang
tinggi. Penggunaan tepung biji kapas diatas 15% dapat menggantikan tepung
bungkil kedelai sedangkan penggunaan diatas 30% dengan penambahan lysin
dapat digunakan sebagai pakan ikan channel catfish (Robinson dan Li, 1994).
Salah satu cara yang digunakan untuk membebaskan fosfor dalam
bentuk fitat yaitu dengan menggunakan enzim fitase. Fitase secara kimia dikenal
dengan nama myo-inositol-hexaphosphate phosphohydrolase yang dihasilkan oleh
mikroorganisme atau terdapat juga pada beberapa bahan tanaman. Selain mampu
membebaskan fosfor, fitase mampu melepaskan mineral-mineral lain yang terikat
pada bahan nabati yang sekaligus mereduksi polusi fosfor ke lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. (2002) menunjukkan bahwa
pemberian fitase dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan protein dan
pertumbuhan ikan. Sugiura et al. (2001) menjelaskan bahwa pada pakan yang
rendah kadar abu, absorbsi semu P oleh ikan rainbow trout meningkat seiring
dengan penambahan kadar fitase ke dalam pakan, sedangkan yang dilakukan oleh

Nwanna (2004) menghasilkan pertumbuhan yang tinggi secara nyata pada ikan
tilapia apabila pakan diberi fitase sebesar 800 unit per kilogram pakan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi protein nabati dengan dan tanpa
penambahan enzim fitase dalam pakan ikan Lele Dumbo (Clarias sp).

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan protein ikan lele (Clarias sp)
Kebutuhan protein ikan lele berkisar antara 25-40%, lemak 9,5-10%,
karbohidrat 15-30%, vitamin 0,25-0,40% dan mineral 1,0%,masing-masing untuk
semua ukuran (Sahwan, 1999), dengan energi 2000 kal/g sampai 3000 kal/g.
Suhenda (1988) menyatakan bahwa protein 40% dan energi 3000 kal/g dapat
digunakan untuk budidaya intensif ikan lele dengan bobot 1,5 gram..
Setiap spesies ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda untuk
pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya
ikan membutuhkan protein sekitar 35 – 50% dalam pakannya (Hepher, 1990).
Secara umum kadar protein yang paling baik untuk ikan lele (Clarias batrachus
Linn) dengan bobot 1 gram sekitar 40% dengan menggunakan kasein dan gelatin
sebagai sumber protein dengan kandungan protein pakan sekitar 3000 kkal/kg
pakan (Nursyam, 1991). Menurut Hasan (2000) bahwa kebutuhan protein kasar
Clarias batrachus sekitar 30% sedangkan Clarias gariepinus sekitar 40% dengan
energi total 18,6 kJ/g dan rasio energi protein 21,5 mg/Kj.

Bahan baku pakan
Sumber protein dalam pakan berasal dari bahan murni, semi murni dan
sumber alami. Budidaya pembesaran pada umumnya menggunakan sumber alami
baik hewani maupun nabati sebagai sumber proteinnya, sedangkan pakan larva
sering digunakan kombinasi bahan murni, semi murni dan alami sebagai pakan
praktis. Beberapa sumber protein pakan yang dapat digunakan dari setiap sumber
protein mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Tabel 1).

1. Tepung ikan (fish meal/FM)
Tepung ikan merupakan bahan pakan yang memiliki kualitas protein
tinggi. Komposisi kimia terutama kandungan proteinnya sangat bervariasi dan
tergantung pada spesies ikan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan,
musim dan kondisi dimana ikan tersebut ditangkap. Selain itu, tepung ikan
merupakan sumber asam amino essensial terbaik (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

Selanjutnya Lovell (1989) mengungkapkan bahwa tepung ikan mengandung
60-80% protein yang hampir 80-95% dapat dicerna oleh ikan serta memiliki nilai
lisin dan methionin yang tinggi yaitu dua asam amino yang jumlahnya sedikit
pada bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuhan.
Kandungan enegi tepung ikan tergantung pada kandungan protein dan
lemaknya. Kecernaan energi tepung ikan pada hewan akuatik dan hewan darat
tidak terlalu berbeda. Pada ikan channel catfish, kecernaan energi tepung ikan
sekitar 3,906 kcal/kg (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

Tabel 1. Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan nabati
(Hertrampf dan Felicitas, 2000)
Bahan
penyusun
Tepung ikan

Tepung biji
kapuk dan
tepung biji
kapas

Tepung bungkil
kedelai

Tepung daging
dan tulang

Kelebihan

Kekurangan

Kontinuitas dan
• Dapat dicerna 80 – 95%
ketersediannya semakin
• Lisin dan methionin yang menurun
tinggi
• Dapat dicerna oleh ikan lele
71,2 – 90,6%
• Sumber fosfor (P)

• Anti nutrisi : Gossypol,
Cycloproprenoid acid,
phytic acid, antivitamin.
• Lisin & methionin rendah
• Penggunaan dalam pakan
5 – 15%
• Profil AA terbaik dibanding • Metionin dan sistein
semua tepung tumbuhan
kurang
• Arginin dan phenilalanin • Anti nutrisi: Protease
jumlahnya banyak
inhibitor, phytic acid,
saponin, antivitamin
• Sumber vitamin B

Kandungan mineral tinggi

• AA pembatas isoleusin,
methionin dan sistein
• Kandungan vitamin
rendah
• Kandungan abu tinggi
• Penggunaan dalam pakan
10% - 15%

2. Tepung biji kapuk (kapook seed meal/KSM)
Kapuk atau randu merupakan tanaman dari famili Bombacaceae. Biji
kapuk saat ini banyak diolah menjadi sejenis minyak goreng nonkolesterol dan

minyak campuran sebagai bahan baku pembuatan sabun sedangkan bungkil kapuk
digunakan sebagai bahan pembuat pupuk. Selain itu, biji dan bungkil biji kapuk
dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak.
Tepung biji kapuk dan tepung biji kapas memiliki kandungan anti nutrisi
yaitu gossypol, cycloproprenoid acid (malvalic dan sterculic acids), phytic acid,
phytoestrogen dan antivitamin (Hertrampf dan Felicitas (2000); Francis et al.
(2001)). Kandungan protein kasar dari tepung biji kapuk dan kapas termasuk
tinggi sedangkan serat kasarnya merupakan faktor pembatas penggunaannya
dalam pakan. Untuk tingkat kecernaan energinya lebih rendah karena tingginya
kandungan serat dalam bahan. Kandungan lemak yang terkandung dalam bahan
tersebut sangat baik dicerna dibandingkan kecernaan karbohidratnya.
Pada hewan ruminansia kecernaan tepung biji kapuk dan kapas sekitas
61%, untuk ikan lele kecernaan nyata berkisar antara 71,2 – 90,6% sedangkan
kecernaan semu pada ikan common carp antara 46,5 – 87,3%. Tepung ini
memiliki kandungan asam amino lisin yang rendah, hal ini disebabkan proses
pelarutan ekstraksi minyak dan adanya gossypol yang mengikat lisin.

3. Tepung bungkil kedelai (soybean meal/SBM)
Kedelai merupakan bahan baku yang sangat baik mutu proteinnya bila
dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan lainnya. Tepung bungkil kedelai
merupakan hasil sampingan (by-product) dari kacang kedelai setelah minyak
kedelainya diambil. Tepung bungkil kedelai banyak digunakan sebagai salah satu
sumber protein yang dapat menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan dalam
pembuatan pakan. Selain kandungan proteinnya yang tinggi, juga ketersediaannya
yang masih melimpah (Hertrampf dan Felicitas, 2000).
Kualitas protein tepung bungkil kedelai mempunyai profil asam amino
yang terbaik dibanding semua tepung tumbuhan. Menurut Andayani (1981),
kualitas protein kedelai hampir mendekati kualitas protein hewani. Hertrampf dan
Felicita (2000) mengungkapkan bahwa asam amino pembatas pada tepung
bungkil kedelai adalah metionin dan sistein, sedangkan arginin dan phenilalanin
mempunyai jumlah yang cukup. Selain itu tepung bungkil kedelai merupakan
sumber vitamin B.

Francis et al. (2001) menyatakan bahwa tepung bungkil kedelai
memiliki kandungan anti nutrisi yaitu protease inhibitors, lektin, phytic acid,
saponin, phytoestrogen, antivitamin dan allergens. Anti nutrisi ini dapat
mempengaruhi penggunaan dan pencernaan protein, penggunaan mineral,
antivitamin dan bersifat racun. Selanjutnya Lovell (1989) menyatakan bahwa
tepung kedelai mengandung beberapa faktor anti nutrien yaitu zat yang dapat
menghambat bekerjanya enzim tripsin, tetapi dengan pemanasan pada suhu 105 oC
selama 10-20 menit, zat tersebut dapat rusak dan dihilangkan. Menurut Shimeno
et al. (1992) bahwa pemakaian tepung kedelai yang telah dipanaskan akan
memperbaiki tingkat pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan rainbow trout.
Tingkat kecernaan energi tepung bungkil kedelai pada ikan umumnya
berkisar antara 2,572 – 3,340 kkal/kg. Tingkat kecernaan semua protein kasar
tepung bungkil kedelai lebih baik pada udang yaitu 91,1% dibanding dengan
tingkat kecernaan semua ikan (84,9%), namun demikian residu lemak dari tepung
bungkil kedelai dapat dicerna lebih baik oleh ikan (88,6%) dibanding udang
(78,6%) (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

4. Tepung daging dan tulang (meat and bone meal/MBM)
Tepung daging dan tulang merupakan salah satu sumber protein hewani
yang memiliki komposisi kimia yang sangat bervariasi, tergantung pada kualitas
bahan bakunya. Kandungan protein pada tepung daging dan tulang berkisar
41,5% – 71,4%. Isoleusin dan metionin + sistein merupakan asam amino
pembatas pada tepung daging dan tulang jika dibandingkan dengan komposisi
asam amino pada protein telur (Hertrampf dan Felicitas, 2000).
Kecernaan energi tepung daging dan tulang secara umum pada ikan
sebesar 3000 kkal/kg. Dibandingkan dengan tepung daging (meat meal),
kecernaan tepung daging dan tulang lebih rendah. Seperti yang dikemukakan oleh
Wohlbier dan Tran (1977) dalam Hertrampf dan Felicitas (2000) bahwa
kemampuan pepsin untuk mencerna tepung daging dan tulang sebesar 89%.
Pada ikan salmon tingkat kecernaan protein kasar tepung daging dan
tulang sebesar 71,2%, sedangkan pada channel catfish 75% (Hepher, 1990).
Tacon et al., (1984) dalam Hertrampf dan Felicitas (2000) menyatakan bahwa

tepung daging dan tulang dapat menggantikan 25% tepung ikan pada pakan benih
ikan nila tilapia (Oreochromis niloticus) tanpa menimbulkan efek negatif terhadap
pertumbuhannya. Sedangkan pada benih tilapia (Oreochromis mossambicus)
penggantian sebagian tepung ikan dengan

tepung daging dan tulang

memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan ikan yang diberi pakan dengan
menggunakan 100% tepung ikan (kontrol), tetapi jika dilakukan penggantian total
tepung ikan dengan menggunakan tepung daging dan tulang memberikan
pertumbuhan yang buruk (Davies et al., 1989 dalam Hertrampf dan Felicitas,
2000). Penggunaan tepung daging dan tulang dalam pakan berkisar antara
10%-15%.

Zat anti nutrien
1. Asam fitat
Asam fitat adalah nama umum mio-inositol heksakisfosfat (C6H18O24P6)
(Gambar 1) yang merupakan bentuk penyimpanan fosfor dalam tanaman dan akan
dilepaskan oleh enzim fitase tanaman pada saat germinasi atau perkecambahan
(Francis et al., 2001; Baruah et al., 2004).
OPO3-2

OPO3-2
OPO 3 -2

H3
H3
OPO3

-2

H3
OPO3 -2

H3
H3

H3

OPO3-2

Gambar 1. Mio-inositol heksakisfosfat (asam fitat) (Linder, 1992)
Fitat pada umumnya terdapat dalam biji tanaman tetapi ditemukan pula
pada buah dan sayur-sayuran dan jarang pada daun dengan kandungan fosfor total
mencapai 60 – 90 % (ESC, 2001; Baruah et al., 2004). Kandungan fosfor dan
fosfat-fitat pada beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2 (Oderkirk,
2001; ESC, 2001).

Tabel 2. Kandungan fosfor dan fosfor-fitat (P-fitat) pada beberapa bahan pangan
Bahan pangan

Total fosfat (%)

Fitat fosfat (% dari total)

Tepung kedelai

0,61 (0,65)

67 (50)

Jagung

0,26 (0,33)

66 (72)

Gandum

0,30 (0,35)

67 (77)

Barley

0,35 (0,42)

56 (64)

Beberapa sifat yang terdapat pada asam fitat sehingga dikelompokkan
kedalam golongan anti nutrisi yaitu 1) bergabung dengan mineral kation
(potasium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), seng (Zn), besi (Fe), tembaga
(Cu)) yang membentuk kompleks mineral-asam fitat sehingga menjadikan bahanbahan tersebut tidak tersedia bagi manusia dan hewan, 2) berikatan dengan protein
(asam amino), vitamin, polisakarida dan menghambat aktivitas enzim-enzim
pencernaan sehingga nutrien tidak tersedia bagi ikan (Han dan Wilfred, 1988;
Nwanna et al., 2005; ESC, 2001). Asam fitat yang tidak tercerna dan terbuang ke
dalam perairan melalui feses ikan atau ternak lainnya dapat menjadi sumber
nutrien bagi mikroba sehingga menyebabkan penumpukan fosfor yang berakibat
pencemaran lingkungan. Penumpukan fosfor di perairan dapat mempercepat
pertumbuhan tanaman alga dan tumbuhan lainnya sehingga menyebabkan
perairan tercemar (Rodecap, 2000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sajjadi dan Carter (2004) dan
Denstadli et al. (2006) dengan melihat pengaruh negatif fitat dalam pakan ikan
Atlantic salmon (Salmo salar L.) dimana fitat mampu mereduksi kecernaan
protein serta dapat menurunkan pertumbuhan ikan tersebut. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Andrews et al. (1973) dan Lovell (1978) dalam Hughes dan
Soares (1998) pada ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) menyatakan bahwa
terjadi penurunan pertumbuhan ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) yang
pakannya mengandung 4 g fitat per kg pakan dan pakan yang mengandung 600 g
bungkil kedelai, jagung dan gandum giling per kilogram pakan, fosfor yang
diserap sebesar 54%, 25% dan 28%.
Fitase merupakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan pada
beberapa bahan tanaman dan secara kimia dikenal dengan Myo-inositol-

hexaphosphate phosphohydrolase. Enzim ini tidak dapat dihasilkan oleh hewanhewan monogastrik. Satu unit fitase (FTU) didefinisikan sebagai jumlah enzim
yang membebaskan satu mikromol (μm) fosfor anorganik per menit dari 0,0015
mol/L sodium fitat pada pH 5,5 dan suhu 37oC (Baruah et al., 2004).
Reddy et al. (2000) mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase
yaitu 1) E.C.3.1.3.8 (3-fitase) yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6
heksakisfosfat + H2O menjadi mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat,
dimana enzim ini banyak dihasilkan oleh mikroba dan 2) E.C.3.1.3.26 (6-fitase)
yang mengkatalisis reaksi mio-inositol 1,2,3,4,5,6 heksakisfosfat + H2O menjadi
mio-inositol 1,2,3,4,5 pentakisfosfat + orthofosfat dan enzim ini terutama
dihasilkan dalam biji tumbuhan tingkat tinggi. Perbedaan dari kedua jenis ini
yaitu tempat hidrolisis pertama molekul fitat. Pada mikroba 3-fitase pertama
memotong asam fitat pada posisi 3 dan pada tumbuhan tingkat tinggi 6-fitase
pertama memotong asam fitat pada posisi 6.
Menurut Simon et al., (1990) aktivitas mikrobial fitase (fitase yang
dihasilkan oleh mikroba) terjadi pada pH 5,0 – 5,5 dan pH 2,5 dan dikomersilkan
dalam bentuk tepung kering atau cair. Fitase lain dihasilkan dari kapang/jamur
(Aspergillus niger) dan dikomersilkan dengan nama Natupos.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Cain dan Garling (1995);
Rodehutscord dan Pfeffer (1995); Li dan Robinson (1997); Sajjadi dan Carter
(2004); Nwanna et al. (2005) dengan spesies ikan yang berbeda yang
mengaplikasikan fitase ke dalam pakan dan berkesimpulan bahwa fitase mampu
membebaskan P fitat sehingga P tersedia dan berguna untuk pertumbuhan ikan,
selain itu fitase mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penggunaan P fitat
oleh ikan serta mampu melepaskan mineral-mineral lain yang terikat pada bahan
nabati sehingga mengurangi polusi fosfor lingkungan.

2. Gossypol
Gossypol merupakan salah satu anti nutrien yang terkandung dalam
pigmen jaringan tanaman yang bergenus Gossypium, famili Malvaceae yaitu pada
bagian akar, batang, daun dan biji. Gossypol merupakan subtansi senyawa phenol
berwarna kuning, mempunyai struktur kimia siklik yang berikatan dengan OH,

mempunyai rumus molekul C30H30O8 dengan bobot molekul 518,54 (1,1’6,6’7hexahidroxy -5’ 5’ – diidoprophyl -3’ 3’ dimethyl [2, 2’ -binapthalene] -8, 8’dicarboxyaldehyde) (Gambar 2).

Gambar 2. Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al., 2004)
Gossypol dapat larut dalam pelarut organik, seperti metanol, aceton,
ether, chloroform. Gossypol mempunyai tiga bentuk tautomer yaitu aldehyde
(struktur dasar), hemiacetal dan enolic quinoid. Selain itu, gossypol memiliki 15
pigmen dan turunannya yang diekstrak dari biji kapuk, minyak biji kapuk dan
bungkil biji kapuk, tetapi hanya 8 pigmen yang dapat diisolasi, yaitu gossypol
(kuning),

diaminogossypol

(kuning),

6-methoxygossypol

(kuning),

6,6’-

dimethoxygossypol (kuning), gossypurpurin (ungu), gossyfulvin (orange),
gossycaerullin (biru), dan gossyverdurin (hijau) (Cheeke, 1989).
Gossypol terdapat dalam bentuk terikat maupun bebas. Gossypol bebas
dapat bereaksi dengan asam amino lisin, sistin, dan arginin dalam bentuk rantai
yang tidak larut, menghambat kerja enzim proteolitik seperti tripsin dan pepsin
dan membentuk mineral komplek yang tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan.
Gossypol bebas sangat toksik dan dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat
reproduksi, abomasum dan ginjal (Morgan, 1989). Konsentrasi gossypol bebas
dalam tepung biji kapas berkisar antara 0,04% - 0,40%. Pakan yang mengandung
gossypol menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan
terjadinya abnormalitas intestinal dan organ-organ internal (Francis et al., 2001).
Konsentrasi gossypol yang dapat ditoleransi oleh hewan akuatik belum dapat
ditentukan, sedangkan pada hewan darat seperti ayam petelur sekitar 50 ppm,
broiler sekitar 200 ppm dan babi sekitar 100 ppm (Hertrampf dan Felicitas, 2000).

Penggunaan tepung biji kapas dalam pakan ikan setiap spesies berbeda.
Pada catfish, salmon dan tilapia dengan menambahkan tepung biji kapas
(cottonseed meal) sebanyak 10% dan 30% dalam pakan (mengandung 40%
protein) memperlihatkan tidak terjadi penurunan pertumbuhan. Robinson dan Li
(1994) pada ikan Channel catfish yang dipelihara dalam kolam dengan
menambahkan tepung biji kapas (cottonseed meal) sebanyak 51,25% dan lysin
0,65% dalam pakan memperlihatkan bahwa pertumbuhan dan komposisi kimia
dalam dagingnya tidak berbeda dengan ikan yang diberi pakan tepung bungkil
kedelai sebanyak 42%.
Gossypol menjadi tidak toksik apabila dicampur dengan ferro sulfate
(FeSO4.7H2), dimana ferro sulfate akan menghambat efek toksik (Hertrampf dan
Felicitas, 2000). Gossypol akan mengalami biotransformasi yaitu proses yang
mengubah senyawa asal menjadi senyawa metabolit, kemudian membentuk
konjugat agar lebih mudah diserap. Gossypol tidak berikatan lagi dengan OHmelainkan berikatan dengan SO4 yang dinamakan konjugat sulfat. Jadi gossypol
dapat larut dengan mudah dalam lemak. Dan OH- tidak dalam bentuk radikal
bebas (racun) karena telah diikat oleh Fe menjadi suatu senyawa tidak beracun
(Cheeke, 1989).

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, analisa
proksimat dilakukan di Laboratorium Kimia Nutrisi Ikan, analisa kualitas air di
Laboratorium Lingkungan, Dept. BDP, FPIK. Analisa fosfor di Lab. Nutrisi
Ternak,. FAPET, IPB. Pelaksanaan penelitian pada bulan Mei-Agustus 2006.
Pakan
Pakan yang digunakan dalam percobaan ini berbentuk pellet dengan
kadar protein dan energi yang sama. Komposisi bahan dan analisa proksimat
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi bahan dan analisa proksimat pakan pada setiap perlakuan
Bahan Pakan (%)

Perlakuan/pakan
A1

A1+enzim

B1KSM1)

B1KSM+enzim

T.bj kapuk
T.bungkil kedelai
T.dg dan tulang
Tepung terigu
Minyak ikan
Crude palm oil

0,00
37,71
11,77
30,40
1,82
2,81

0,00
37,71
11,77
30,38
1,82
2,81

25,00
37,06
4,18
15,69
1,80
1,05

25,00
37,06
4,18
15,67
1,80
1,05

Enzim fitase2)

0,00
15,49

0,02
15,49

0,00
15,22

0,02
15,22

31,65

31,85

31,82

3)

Bahan lain
Komposisi proksimat (% bobot kering)
31,79
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Total fosfor
Fosfor terlarut
Fosfor terlarut/total P
GE (Kkal/kg Pakan)
C/P (Kkal GE/g
protein)
Keterangan :

5,39

5,54

4,80

4,74

55,12
7,71
0,75

54,80
8,01
0,81

54,01
9,35
0,84

54,14
9,30
0,95

0,40

0,39

0,42

0,45

53,10

48,04

49,90

47,40

4355,45

4362,88

4063,76

4086,21

13,70

13,78

12,76

12,84

1) KSM : T. biji kapuk (kapook seed meal)
2) Enzim fitase Natuphos (5000 FTU)
3) Untuk semua perlakuan penambahan: T.Ikan 5 %, T.Tapioka 3 %, Anti oksidan 0,05 %, Vitamin mix
1,5 % (dalam mg/kg pakan : vit.B1 60; vit.B2 100; vit.B12 100; vit.C 2000; vit.K3 50; vit.A/D3 400;
vit.E 200; Ca pantotenat 100; inositol 2000; biotin 300; asam folat 15; niasin 400) dan Mineral mix 3 %
(dalam mg/kg pakan : MgSO4.7H2O 7,5; NaCl 0,5; NaH2PO4.2H2O 12,5; KH2PO4 16,0;
CaHPO4.2H2O 6,53; Fe sitrat 1,25; ZnSO4.7H2O 0,1765; MnSO4.4H2O 0,081; CuSO4 .5H2O 0,0155;
KIO3 0,0015; CoSO4 0,0003), dll

Sumber protein pakan berasal dari tepung ikan (FM), tepung bungkil
kedelai (SBM), tepung biji kapuk (KSM) dan tepung daging dan tulang (MBM).
Sumber karbohidrat berasal dari tepung terigu, sedangkan sumber lemak berasal
dari minyak ikan dan minyak kelapa sawit (CPO). Bahan lain yang ditambahkan
adalah anti oksidan, vitamin mix, mineral mix dan enzim fitase. Enzim fitase
yang digunakan adalah enzim fitase merek Natupos (5000 FTU). Jumlah enzim
fitase yang ditambahkan pada perlakuan A1 +enzim sebesar 53 mg/100 g bahan
nabati (bungkil kedelai) setara dengan 265 unit enzim fitase dan perlakuan
B1KSM+enzim 32 mg/100 g bahan nabati (bungkil kedelai dan biji kapuk) setara
dengan 160 unit enzim fitase. Kandungan gossypol bebas dalam tepung biji kapuk
(25%) sekitar 0,01%.
Proses pembuatan pakan sebagai berikut yaitu bahan-bahan yang
jumlahnya sedikit diaduk sampai merata kemudian dimasukkan bahan yang
jumlahnya banyak lalu diaduk lagi sampai tercampur merata. Enzim fitase
dilarutkan dalam 50 ml air dengan suhu 27 oC lalu dicampur ke dalam bahan pakan
sampai rata. Air sebanyak 250 ml ditambahkan ke dalam campuran bahan yang
sudah ditambahkan enzim fitase sampai membentuk adonan lalu dicetak menjadi
pellet dan diinkubasi dalam oven pada suhu 37oC selama 6 jam. Setelah inkubasi
selama 6 jam, pellet diangkat dan diletakkan pada ruang terbuka selama 6 jam
kemudian disimpan dalam freezer.
Pemeliharaan ikan dan pengumpulan data
Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele dumbo (Clarias sp) dengan
bobot rata-rata 27 ± 0,5 gram, berasal dari petani ikan di Desa Babakan, Parung,
Bogor. Pemeliharaan ikan dilakukan pada sistem resirkulasi dengan menggunakan
akuarium yang berukuran 50 x 40 x 35 cm dan diisi air dengan ketinggian 30 cm.
Sebelum perlakuan di mulai, ikan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap
lingkungan dan pakan. Perlakuan dilakukan selama 60 hari. Pemberian pakan
3 kali sehari pada pukul 06.00, 13.00 dan 20.00 WIB sampai kenyang (at
satiation).
Selama penelitian suhu air 30-31oC, DO 4,3-5 mg/l, pH antara 5,7-6.
Kisaran hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh masih dalam batas toleransi
yang dapat mendukung pertumbuhan ikan lele dumbo (Clarias sp).

Data bobot tubuh ikan diperoleh dari hasil penimbangan masing-masing
di awal dan akhir perlakuan. Bobot tubuh yang diukur merupakan bobot biomassa
yang kemudian dirata-ratakan untuk mengetahui berat setiap ekor ikan (berat
individu). Penimbangan dilakukan setelah ikan dipuasakan selama 24 jam. Untuk
mengurangi stress pada ikan, sebelum penimbangan dilakukan pembiusan dengan
menggunakan 2-phenoxy ethanol sebanyak 0,5 ml/l air. Pengukuran bobot ikan
bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan harian selama perlakuan
berlangsung yang dihitung dengan menggunakan rumus Huisman (1976):
Wt = Wo(1 + 0.01α ) t ; dengan α adalah laju pertumbuhan harian (%), Wo
merupakan bobot ikan pada awal penelitian (g), Wt adalah bobot ikan pada akhir
penelitian (g) dan t adalah waktu pemeliharaan (hari).
Konsumsi pakan harian ditentukan dengan menghitung jumlah pakan
yang diberikan selama pemeliharaan, bertujuan untuk menentukan nilai efisiensi
pakan. Nilai efisiensi pakan dihitung berdasarkan hasil bagi antara bobot ikan
(awal dan akhir) dengan bobot total pakan yang dikonsumsi (EP = ((Wt + D –
Wo)/ F )x 100 dengan EP adalah efisiensi pakan (%), Wt merupakan bobot ikan
akhir penelitian, D merupakan bobot total ikan yang mati (g) dan F adalah jumlah
total pakan yang dikonsumsi (g) (NRC, 1993).
Pengambilan sampel untuk analisa proksimat tubuh dilakukan pada awal
dan akhir perlakuan setelah ikan dipuasakan selama 24 jam. Jumlah ikan uji yang
digunakan sebanyak 2 ekor setiap ulangan. Untuk analisa fosfor tulang, ikan uji
yang digunakan sebanyak 2 ekor. Pengambilan tulang ikan dilakukan dengan cara
merendam tubuh ikan ke dalam air panas selama 5 menit, setelah itu daging ikan
dilepaskan dari tulangnya kemudian tulang tersebut dibersihkan dengan air lalu
dikeringkan. Setelah itu direndam dengan alkohol 70% selama 24 jam kemudian
di analisa.
Analisis kimia
Analisis proksimat tubuh dan hati dilakukan pada awal dan akhir
penelitian. Data yang diperoleh dari analisa proksimat tubuh untuk mengetahui
tingkat retensi protein dan lemak tubuh Sedangkan analisa proksimat hati
bertujuan untuk mengetahui kadar protein dan lemak di hati. Analisa proksimat
feses dilakukan untuk menghitung kecernaan protein dan kecernaan pakan.

Analisa proksimat yang dilakukan terdiri dari protein, lemak, serat kasar,
abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air. Analisa proksimat
protein kasar dengan metode Kjeldhal, lemak dengan metode ekstraksi dengan
menggunakan alat Soxhlet, abu dengan menggunakan pemanasan dalam tanur
pada suhu 400 sampai 600 oC, serat kasar menggunakan metode pelarutan dengan
asam dan basa kuat serta pemanasan dan untuk kadar air menggunakan metode
pemanasan dalam oven pada suhu 105-110oC. Analisa lemak hati dengan
menggunakan metode Folch et al. (Takeuchi 1988) (Lampiran 1,2 ,3 ,4 dan 5)
Analisis fosfor tulang dilakukan pada akhir penelitian, bertujuan untuk
mengetahui berapa besar penyimpanan fosfor pada tulang terutama pada
perlakuan yang ditambahkan enzim fitase. Analisis fosfor dari feses dilakukan
pada akhir penelitian, bertujuan untuk mengetahui kecernaan fosfor. Pakan dan
feses diabukan terlebih dahulu kemudian kadar fosfor dari abu di analisis dengan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. (Lampiran 6).
Uji kecernaan pakan
Pakan yang digunakan sama dengan pakan perlakuan tetapi ditambah
Cr2O3 sebanyak 0,6%. Uji kecernaan pakan dilakukan pada akhir penelitian
selama 6 minggu. Pengumpulan feses dimulai 4 hari setelah pemberian pakan
yang mengandung Cr2O3. Setelah ikan diberi pakan sampai kenyang kemudian
dilakukan pembersihan wadah. Pengumpulan feses dimulai 2 – 3 jam setelah
pemberian pakan dengan cara penyiponan. Pengumpulan feses dilakukan selama
38 hari.
Histologi hati
Histologi hati dilakukan untuk mengetahui kondisi hati ikan terutama
kandungan lemak dan perbedaan keadaan hepatosit pada setiap perlakuan.
Histologi ini dilakukan pada akhir perlakuan. Hati yang diperoleh melalui
pembedahan langsung dimasukkan dalam larutan Bouin. Pembuatan preparat
histologi hati dengan metode pawarnaan hematoksilin-eosin (Lampiran 7).

Pengukuran total ammonia nitrogen (TAN)
Pengukuran TAN dilakukan pada akhir penelitian dengan menggunakan
akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm. Ikan uji setiap perlakuan terlebih

dahulu dipuasakan selama 24 jam, sedangkan air yang digunakan diaerasi selama
24 jam. Jumlah ikan uji setiap ulangan sebanyak 4 ekor dengan 2 ulangan.
Pengambilan sampel air dilakukan setelah ikan diberi pakan sampai kenyang (jam
ke 0) kemudian pengambilan sampel berikutnya dilakukan setiap jam selama
5 jam berturut-turut. Selama pengukuran berlangsung, bagian atas akuarium
ditutup dengan menggunakan sterofoam dan aerasi dihentikan. Koreksi
konsentrasi ammonia dalam air selama pengukuran dengan menggunakan
akuarium yang diisi air tanpa ikan sebagai kontrol. Pengukuran kadar TAN dalam
air menggunakan metode Phenat (APHA et al. 1975) dan nilai absorbansinya
dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.

Analisis statistik
Desain dari penelitian ini merupakan model eksperimental laboratoris,
dengan menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor
pertama (A) yang terdiri dari dua perlakuan (penggunaan bahan nabati yang
berbeda (SBM dan SBM+KSM) dan faktor kedua (B) yang terdiri dari dua
perlakuan (dengan dan tanpa penambahan enzim fitase). Data laju pertumbuhan
harian, retensi protein, retensi lemak, efisiensi pakan, komposisi proksimat tubuh
dan hati, konsumsi pakan, fosfor tulang, kecernaan protein pakan dan kecernaan
pakan dianalisis keragamannya dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak
Duncan pada selang kepercayaan 90 %. Sedangkan histologi hati dianalisis secara
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Perubahan bobot rata-rata individu ikan lele dumbo selama penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran 10. Pada Gambar tersebut terlihat
bahwa terjadi pertumbuhan pada ikan Lele Dumbo (Clarias sp) selama
pemeliharaan 60 hari.

Bobot rata-rata individu

100

96,81

89,48

86,64

80

65,47

60

Awal
Akhir

40

27,12

27,32

26,96

26,96

20
0
A1

A1+enzim

B1KSM

B1KSM+enzim

Perlakuan

Gambar 3. Bobot rata-rata individu ikan lele dumbo (Clarias sp) selama penelitian

Nilai pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan enzim
fitase 0,2 g/kg pakan (A1+enzim dan B1KSM+enzim) mampu meningkatkan
kecernaan fosfor dan kecernaan pakan dibandingkan dengan perlakuan tanpa
penambahan enzim fitase (A1 dan B1 KSM). Sedangkan nilai kecernaan protein
pakan sedikit meningkat pada perlakuan penambahan enzim fitase (A1 +enzim dan
B1KSM+enzim) dibandingkan perlakuan tanpa penambahan enzim fitase (A1 dan
B1KSM). Nilai kecernaan fosfor (P) yang tinggi pada perlakuan penambahan
enzim fitase (A1+enzim dan B1KSM+enzim) mampu mengurangi limbah fosfor yang
terbuang lewat feses tetapi tidak terlihat adanya kenaikan retensi fosfor dalam
tulang. Data lengkap kecernaan P, P tulang, kecernaan protein pakan dan TAN
dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13 dan 14.

Tabel 4. Nilai kecernaan fosfor dan protein serta limbah P selama penelitian
Perlakuan/pakan
Komponen
A1

A1+enzim

B1KSM

B1KSM+enzim

Konsumsi P (g)

5,48

5,21

4,48

3,39

Kecernaan P (%)

87,54

90,91

87,75

90,30

4,79

4,73

3,93

3,06

P tercerna (g)
P terbuang (g)

*)

0,68

0,47
a

P tulang (%)

5,48 ± 0,86

0,55
a

5,31± 0,84

0,33
a

4,88 ± 0,29

4,76 ± 0,55a

Kecernaan protein pakan (%)

85,40

87,93

83,32

84,89

Kecernaan pakan (%)

66,86

69,95

45,57

55,22

0,001±0,00a

0,001 ± 0,00a

0,001±0,00a

TAN (mg/g tubuh/jam)

0,001±0,00a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,1), KSM:
Tepung biji kapuk (kapook seed meal)
*) Berdasarkan perhitungan

Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan lele dapat dilihat pada Tabel 5
dan data lengkap pada Lampiran 15 dan 16. Kadar abu tubuh semua perlakuan
baik penambahan enzim fitase (A1 +enzim dan B1 KSM+enzim) maupun tanpa
penambahan enzim fitase (A1 dan B1 KSM) mengalami penurunan selama
pemeliharaan dibandingkan dengan kadar abu tubuh di awal penelitian. Nilai abu
tubuh semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,1).
Tabel 5. Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan Lele Dumbo (Clarias sp)
Perlakuan/pakan
Parameter

Awal
A1

A1+Enzim

B1KSM

B1KSM+enzim

Tubuh :
Abu

18,00

15,34±1,11 a

16,01±1,83 a

16,68±2,78 a

17,67±0,79 a

Protein

54,55

51,40±0,88 a

52,17±2,56 a

56,11±1,26 b

63,50±3,05 c

Lemak

22,07

25,35±2,09 b

26,14±5,85 b

20,90±2,03 a

15,74±1,69 a

Protein

60,46

52,06±0,89 a

65,30±3,22 c

57,19±3,96 b

61,07±0,85 bc

Lemak

36,50

33,78±5,40 a

28,85±5,50 a

29,66±0,72 a

31,86±0,37 a

Hati :

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,1), KSM:
Tepung biji kapuk (kapook seed meal)

Kadar protein tubuh pada perlakuan B1 KSM dan B1KSM+enzim
mengalami peningkatan dibandingkan kandungan protein tubuh awal penelitian,

sedangkan perlakuan

A1 dan A1+enzim mengalami penurunan. Nilai protein

tubuh tertinggi pada perlakuan B1 KSM+enzim (P