Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI
RANCANGAN SISTEM AUTHORITY CONTROL
DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
TRIANI RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancangan Sistem
Authority Control Perpustakaan Nasional RI adalah benar karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Triani Rahmawati
NRP G652110105
iii
RINGKASAN
TRIANI RAHMAWATI. Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan
Nasional RI. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan JANTI G. SUJANA.
Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik
yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah
yang tidak digunakan namun saling terkait, sehingga dapat meningkatkan hasil temu
kembali informasi. Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) sebagai lembaga negara
yang bertugas di bidang perpustakaan perlu mengembangkan sistem authority
control yang efektif yang menjadi bagian dari sistem informasi di Perpusnas RI, yaitu
Integrated Library System (INLIS). Sistem authority control ini dapat dijadikan alat
atau sarana bagi pustakawan dalam menentukan keseragaman akses pada katalog
sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi dan dapat
meningkatkan hasil temu kembali informasi.
Rancangan sistem authority control dalam penelitian ini menggunakan metode
System Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari studi kelayakan, investigasi
sistem, analisis sistem, desain sistem, implementasi, review dan maintenance, dan
telah selesai sampai tahap implementasi, yaitu pembuatan prototipe untuk
penelusuran dan pemasukan data authority yang terdiri dari tajuk subjek, tajuk nama
pengarang, dan tajuk badan korporasi.
Kata kunci: Authority Control, Referensi Silang, Tajuk Badan Korporasi, Tajuk
Nama Pengarang, dan Tajuk Subjek
iv
SUMMARY
TRIANI RAHMAWATI. System Design for Authority Control at National Library
of Indonesia. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and JANTI G. SUJANA
Authority control is a form of consistent retrieval from a unique term. That term
is used as a control and the use of cross reference from unused term but interrelated
each other. So, it can improve the result of information retrieval. National Library of
Indonesia as an institution that served in the field of library, needs to develop an
effective authority control system, namely authority control that is a part of the
existing information systems in National Library of Indonesia, Integrated Library
System (INLIS). This system can be used as a tool for librarians in determining the
uniformity of access to the catalogs, so that there is consistency in determination of
the point of access to information to improve the results of information retrieval.
The system used to design was the System Development Life Cycle (SDLC)
method consisting of feasibility studies, system investigation, system analysis, system
design, implementation, review and maintenance. This research had resulted a
prototype of the system and generated three tables which were connected each other.
The three tables are table of Subject Authority Headings, table of Name Authority
Headings, and table of Corporate Body Authority Headings. Each table had function
as searching and data entry.
Keywords:
Authority Control, Corporate Body Authority Headings, CrossReference, Name Authority Headings, and Subject Authority
Headings.
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
RANCANGAN SISTEM AUTHORITY CONTROL
DI PERPUSTAKAAN NASIONAL
TRIANI RAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vii
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Ir Abdul Rahman Saleh, MSc
viii
Judul Tesis : Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI
Nama
: Triani Rahmawati
NRP
: G652110105
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc
Ketua
Ir Janti G. Sujana, MA
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Aziz Kustiyo, SSi MKom.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal ujian: 5 April 2014
Tanggal lulus:
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Februari 2014 ini ialah rancangan
sistem, dengan judul Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional
RI.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar,
MSc dan Ibu Ir Janti G. Sudjana, MA selaku pembimbing, serta Bapak Aziz Kustiyo,
SSi MKom sebagai ketua Program Studi MTP. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir Abdul Rahman Saleh, MSc selaku penguji luar komisi
dan Bapak Drs Ahmad Masykuri, MHum selaku Kepala Bidang Pengolahan Bahan
Pustaka yang telah memberi izin untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Sri Mulyani, Suharyanto, Alfa Husna, Abdul Wakhid, Fajar
Syuman dan rekan-rekan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka yang telah membantu
selama pengumpulan data, serta teman-teman seperjuangan MTP 2011, Pak Ficky,
dan rekan-rekan lainnya yang tak bisa disebutkan satu per satu atas doa dan
dukungannya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada
suami tercinta, Binawan Isnaeni Cahyono, kedua putri tercinta, Candrakanti Rahisna
Bramantya dan Naifa Rahisna Al ‘Adawiyah, Ibu dan Bapak serta seluruh keluarga
atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Triani Rahmawati
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
2
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Basis Teori
3
Sistem Informasi
3
Sistem
3
Konsep Sistem Informasi
3
Sistem Manajemen Basisdata
4
Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem
4
Metode Pengembangan Sistem
5
Relevansi
8
Recall (Perolehan)
9
Precision (Ketepatan)
9
Authority Control
9
Tajuk
10
Perpustakaan
10
Perpustakaan Nasional RI
10
Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI
11
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
13
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
13
MARC
14
Format Authority Records
14
Subjek dan Objek Penelitian
15
xi
3
4
5
Teknik dan Peralatan
15
Roadmap Penelitian
15
METODE
15
Kerangka Pemikiran
15
Prosedur Penelitian
16
Teknik Pengumpulan Data
18
Teknik Pengolahan Data
18
Waktu Penelitian
18
Tempat Penelitian
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Investigasi Sistem
19
Permasalahan
19
Analisis Studi Kelayakan
20
Kelayakan Teknologi
20
Kelayakan Ekonomi
21
Kelayakan Hukum
23
Kelayakan Waktu
24
Analisis Sistem
25
Analisis Kebutuhan Fungsional
25
Analisis Kebutuhan Nonfungsional
25
Analisis Kebutuhan Sistem
26
Desain Sistem
28
Diagram Konteks
29
Alur kerja
30
Data Flow Diagram
36
Hubungan Antar Tabel (Entity Relationship Diagram)
38
Penetapan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
40
Desain Antarmuka
40
Prototipe
44
SIMPULAN DAN SARAN
48
Simpulan
48
Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
49
xii
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tahapan pengembangan sistem
Nilai penghematan
Kebutuhan fungsional dan nonfungsional
Kerangka kerja PIECES
Perbedaan sistem lama dan sistem baru
21
22
25
27
48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur penelitian
Gambar 2 Diagram konteks (level 0) Perpusnas RI
Gambar 3 Alur kerja pengolahan sistem berjalan
Gambar 4 Alur kerja Authority Control sistem berjalan
Gambar 5 Alur kerja pengolahan sistem diusulkan
Gambar 6 Alur kerja Authority Control sistem diusulkan
Gambar 7 DFD manipulasi data
Gambar 8 DFD edit data
Gambar 9 DFD tambah data
Gambar 10 DFD hapus data
Gambar 11 DFD validasi data
Gambar 12 ERD input data bibliografis
Gambar 13 ERD manipulasi data tajuk nama pengarang
Gambar 14 ERD manipulasi data tajuk subjek
Gambar 15 ERD manipulasi data tajuk badan korporasi
Gambar 16 Desain antarmuka menu utama
Gambar 17 Desain antarmuka menu penelusuran
Gambar 18 Desain antarmuka menu input data
Gambar 19 Desain antarmuka menu input tajuk subjek
Gambar 20 Desain antarmuka menu input tajuk nama pengarang
Gambar 21 Desain antarmuka menu input tajuk badan korporasi
Gambar 22 Prototipe menu utama
Gambar 23 Prototipe menu penelusuran
Gambar 24 Prototipe menu input data
Gambar 25 Prototipe menu input tajuk subjek
17
29
31
32
33
35
36
36
37
37
38
38
39
39
39
41
41
42
42
43
43
45
45
46
46
xiii
Gambar 26 Prototipe menu input tajuk nama pengarang
Gambar 27 Prototipe menu input tajuk badan korporasi
47
47
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal Penelitian
62
2 Contoh-contoh Permasalahan dalam Sistem Authority Control Sistem Berjalan 63
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu hal penting yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah
perpustakaan adalah adanya proses temu kembali informasi, yang secara spesifik juga
akan menyangkut penelusuran informasi. Temu kembali informasi sendiri merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai
sebagai jawaban atas permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai (SulistyoBasuki 1991). Salah satu teknik dalam penelusuran informasi adalah melalui indeks,
yaitu daftar istilah yang disusun secara alfabetis. Ada bermacam-macam jenis indeks,
misalnya indeks judul, nama pengarang, subjek, badan korporasi, dan sebagainya.
Istilah-istilah yang digunakan dalam indeks harus mengikuti standar, sehingga proses
penelusuran informasi dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tepat.
Kegiatan menetapkan, membuat, dan menggunakan istilah standar yang dipakai
dalam katalog perpustakaan beserta acuannya disebut authority control (Hariyadi
1986). Authority control merupakan bagian integral dari proses katalogisasi, yaitu
suatu proses menjaga konsistensi bentuk nama atau subjek dari sebuah karya yang
digunakan sebagai titik akses dalam katalog (Wolverton, 2006). Authority control
menciptakan struktur sintetis yang memandu pemustaka mencari informasi yang
dibutuhkan. Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari
istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross-reference
dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Dua konsep
itulah yang menjadi pilar authority control. Marais (2004) menyebutkan bahwa tanpa
authority control proses pencarian informasi di perpustakaan tidak akan efektif.
Ferguson (2005) juga menyebutkan bahwa penelusuran melalui pengarang dan subjek
tidak akan efisien jika tidak ada fungsi cross-reference dan konsistensi dalam
penentuan istilah. Fungsi cross-reference dan konsistensi ini merupakan keunggulan
dari authority control, sehingga pada saat pengguna melakukan penelusuran dengan
istilah yang berlainan/ memiliki arti yang sama tetapi bukan merupakan istilah
kendali, maka akan diarahkan pada subjek yang merupakan istilah kendali. Hal ini
akan membuat temu kembali informasi menjadi semakin efisien. Authority control
juga merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman
akses pada katalog dan untuk memberikan identitas yang jelas dari penulis dan
subjek, sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi. Jadi,
authority control tidak hanya bermanfaat bagi pemustaka dalam penelusuran
informasi, tetapi juga bermanfaat bagi pustakawan dalam penentuan titik akses
informasi. Kedua manfaat itulah yang menjadi konsep authority control yang efektif.
Kemajuan teknologi komputer selama beberapa dekade terakhir telah membuat
auhority control lebih mudah dan lebih efisien untuk diterapkan di perpustakaan.
Authoity control yang terintegrasi dengan OPAC (Online Access Public catalog)
dapat mengarahkan pemustaka secara otomatis dari bentuk awal atau bentuk alternatif
dari nama, judul, seri, atau subjek pada satu istilah kendali. Agar informasi yang
2
dihasilkan akurat, maka data yang terdapat pada pangkalan data authority control
harus tervalidasi, sehingga proses pencarian informasi dapat berjalan secara
maksimal.
Saat ini, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) telah mempunyai sistem
authority control yang menjadi bagian dalam sistem pengolahan bahan perpustakaan.
Akan tetapi, sistem authority control yang ada belum terintegrasi ke pangkalan data
OPAC, sehingga proses penelusuran informasi belum berjalan secara efektif. Oleh
karena itulah, Perpusnas RI perlu mengembangkan sistem authority control yang
efektif, yang terintegrasi dengan pangkalan data bibliografis dan pangkalan data
OPAC, sehingga dapat membantu pustakawan dalam menentukan titik akses
informasi dan membantu pemustaka dalam proses penelusuran informasi.
Perumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Belum tersedianya sistem yang dapat menjadi akses bagi pustakawan dalam
menentukan bentuk tajuk yang standar
2. Belum terintegrasinya OPAC Perpusnas RI dengan pangkalan data authority
sehingga penelusuran informasi tidak berjalan secara efektif
3. Belum adanya validasi dalam pangkalan data authority, sehingga masih terdapat
kesalahan dan duplikasi data
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem authority control yang efektif
untuk proses pengolahan bahan perpustakaan dan meningkatkan hasil temu kembali
informasi dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan
di Perpusnas RI.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Tersedianya rancangan sistem yang efektif dalam pengendalian istilah sehingga
terdapat konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan di Perpusnas RI.
2. Terintegrasinya sistem authority control dengan pangkalan data OPAC sehingga
dapat meningkatkan hasil temu kembali informasi dalam layanan jasa
perpustakaan.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah merancang sistem authority control
yang efektif di Perpusnas RI yang dikelola di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka,
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Sistem authority
control yang akan dikembangkan ini merupakan bagian dari sistem informasi yang
ada di Perpusnas RI, yaitu Integrated Library System (INLIS) yang terdiri dari
akuisisi (pengadaan), pengolahan, penelusuran (OPAC), sirkulasi, dan keanggotaan.
Tahapan dalam penelitian ini meliputi investigasi sistem, analisis sistem, desain
sistem, dan prototipe.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Basis Teori
Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang memiliki
komponen-komponen yaitu sistem, konsep sistem informasi, manajemen basisdata,
prinsip-prinsip pengembangan sistem, dan metode pengembangan sistem.
Sistem
Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud
yang sama untuk mencapai suatu tujuan (McLeod 2008). Sistem merupakan
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan satu sama lain sehingga
membentuk suatu totalitas (KBBI daring Kamus Besar Bahasa Indonesia). Suatu
sistem terdiri dari elemen-elemen yang sumber dayanya mengalir dari elemen input
melalui elemen transformasi menuju elemen output. Sistem merupakan suatu
mekanisme kontrol memantau proses transformasi untuk meyakinkan bahwa elemen
tersebut memenuhi tujuannya. Mekanisme kontrol ini dihubungkan pada arus sumber
daya dengan memakai suatu lingkaran umpan balik yang mendapatkan informasi dari
output sistem dan menyediakan informasi bagi mekanisme kontrol (McLeod 2008).
Konsep Sistem Informasi
Menurut Laudon (2004) suatu informasi merupakan data yang telah diolah ke dalam
suatu bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata atau berupa nilai yang dapat
dipahami sebagai penunjang bagi keputusan saat ini maupun yang akan datang.
Informasi menunjukkan hasil dari pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna
bagi orang yang menerimanya. Sedangkan menurut Jogiyanto (2010) sistem
informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi untuk mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan
kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan
laporan-laporan yang diperlukan. Jadi sistem informasi diperlukan untuk mendukung
proses bisnis organisasi dalam mencapai tujuannya. Sistem informasi adalah
4
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi
dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi untuk
mencapai tujuannya. Sistem informasi terdiri dari perangkat lunak (software),
perangkat keras (hardware), jaringan (netware), data (dataware), dan manusia
(brainware).
Sistem Manajemen Basisdata
Basisdata adalah kumpulan data yang saling berhubungan, yang
menggambarkan kegiatan atau kejadian dalam suatu organisasi dan dibuat untuk
suatu tujuan tertentu. Tujuan utama dari konsep basisdata adalah untuk
meminimalkan terjadinya pengulangan data dan kemampuan untuk membuat
perubahan dalam struktur data tanpa perubahan pada program yang memproses data.
Kumpulan data perlu dikelola oleh sebuah sistem agar dapat diakses dengan praktis
dan efisien. Sistem basisdata adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan
kumpulan data yang saling berhubungan satu dengan lainnya dan membuatnya dalam
beberapa aplikasi yang beragam di dalam organisasi (Fathansyah 2007).
Sistem Manajemen Basisdata (Data Base Management System/ DBMS) adalah
perangkat lunak sistem yang memungkinkan para pemakai membuat, memelihara,
mengontrol, dan mengakses basisdata dengan cara praktis dan efisien. DBMS dapat
digunakan untuk mengakomodasikan berbagai macam pemakai yang memiliki
kebutuhan akses yang berbeda-beda. DBMS pada umumnya menyediakan fasilitas
atau fitur-fitur yang memungkinkan data dapat diakses dengan mudah, aman, dan
cepat. Menurut Fathansyah (2007), DBMS akan menentukan bagaimana data
diorganisasikan, disimpan, diubah, diambil kembali, pengaturan mekanisme
pengamanan data, mekanisme pemakaian data secara bersama, keakuratan/
konsistensi data, dan sebagainya. DBMS berguna untuk memelihara koleksi data
yang dapat dipakai secara bersama, membentuk hubungan antardata, meminimalkan
data yang berlebihan (redundancy), menyediakan cara pencarian data dan
pengawasan terhadap penyimpanan data, menyediakan data lengkap untuk pembuatan
laporan serta memungkinkan pengembangan aplikasi. DBMS sangat bermanfaat bagi
organisasi yang telah menerapkan sistem informasi dalam proses bisnisnya.
Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem informasi (information system development) dapat
berupa penyusunan sistem informasi yang benar-benar baru atau memperbaiki atau
menyempurnakan sistem yang telah ada (Curtis dalam Silaban 2004). Secara umum
suatu sistem perlu diganti dan disempurnakan karena alasan-alasan sebagai berikut
(Jogiyanto 2010): 1) Adanya permasalahan-permasalahan yang dijumpai pada sistem
yang lama, antara lain: a. Ketidakberesan, berupa pencatatan data yang tidak akurat,
informasi yang sering terlambat, sukar diperoleh saat dibutuhkan, ketidakefisienan
operasi serta ketidakamanan data yang mengakibatkan permasalahan akses data. b.
Pertumbuhan organisasi, yaitu suatu organisasi berkembang dan memerlukan
otomatisasi pemrosesan data sehingga proses dalam organisasi berjalan dengan cepat
dan akurat. Selain itu diperlukan juga suatu cara tertentu sehingga data yang
diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dapat diperoleh secara cepat. 2)
5
Untuk meraih kesempatan-kesempatan, karena teknologi informasi dapat digunakan
untuk penyediaan informasi secara tepat. Kecepatan penghantaran informasi sangat
menentukan berhasil tidaknya strategi atau rencana-rencana yang telah disusun untuk
meraih kesempatan-kesempatan. 3) Adanya instruksi-instruksi (directives), yakni
penyusunan sistem yang baru oleh karena adanya instruksi dari pimpinan atau pun
dari luar organisasi seperti peraturan pemerintah. Pengembangan sistem yang baru
diharapkan menghasilkan suatu peningkatan dalam organisasi. Peningkatan tersebut
berhubungan dengan kinerja, informasi yang diperoleh, ekonomi, pengendalian,
efisiensi, serta pelayanan sistem yang baru. Salah satu prinsip yang harus diingat
dalam pengembangan sistem adalah bahwa sistem yang dikembangkan tersebut
adalah untuk manajemen, maka yang menggunakan informasi dari sistem itu adalah
manajemen, sehingga sistem harus dapat mendukung kebutuhan yang diperlukan oleh
manajemen.
Secara umum dalam mengembangkan sistem ada beberapa prinsip yang harus
dipenuhi. Whitten (2007) mengusulkan beberapa prinsip pengembangan sistem yaitu:
1) Pengembangan sistem harus melibatkan pemilik dan pemakai yang akan
menggunakan sistem tersebut, karena pemilik dan pengguna sistem merupakan
kebutuhan mutlak dalam keberhasilan pengembangan sistem. 2) Pengembangan
sistem menggunakan problem solving approach. Pendekatan ini dilakukan sepanjang
dapat meminimalkan risiko yang terjadi melalui pembatasan dari pemecahan suatu
masalah, ketidaktepatan dalam pemecahan masalah serta pengambilan solusi yang
salah. 3) Pengembangan sistem harus melalui sejumlah tahap kegiatan. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah pengelola dan peningkatan efektifitas. 4)
Pengembangan sistem harus mengikuti standar untuk menjaga konsistensi
pengembangan dan dokumen standardisasi, juga menjamin kualitas produk dan
proses dari pengembangan sistem. 5) Pengembangan sistem sebagai penanaman
modal, manfaat yang diperoleh dari sistem harus lebih dari investasi yang
dikeluarkan. 6) Pengembangan sistem harus memiliki cakupan yang jelas, hal ini
dilakukan untuk menghindari pekerjaan yang tidak berkesudahan. 7) Pembagian
sistem ke dalam sejumlah subsistem sehingga mempermudah pengembangan sistem.
8) Pengembangan sistem harus fleksibel sehingga mudah untuk dikembangkan lagi
dan diubah sesuai kebutuhan.
Metode Pengembangan Sistem
Metode pengembangan sistem informasi yang sederhana dan paling sering
digunakan atau paling populer adalah metode pendekatan System Development Life
Cycle (McLeod 2008). System Development Life Cycle (SDLC) merupakan
penyusunan suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama dengan
atau memperbaiki sistem yang sudah ada melalui tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan
SDLC menurut Avison dan Fitsgerald (2006):
1. Studi Kelayakan
Studi Kelayakan adalah suatu tinjauan sekilas pada faktor-faktor utama yang
akan mempengaruhi kemampuan sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem tersebut ada empat
faktor (Avison dan Fitsgerald 2006):
6
a. Kelayakan teknologi: dapat didukung oleh teknologi yang tersedia dan ada
keahlian yang memadai untuk membangun sistem tersebut.
Secara teknis, pengembangan sistem authority control ini dinilai layak karena
teknologi yang tersedia dapat dengan mudah diaplikasikan pada pengembangan
sistem ini.
b. Kelayakan ekonomi: secara finansial terjangkau dan biaya yang dibenarkan serta
erat kaitannya dengan analisis biaya dan manfaat.
Biaya yang diperlukan dalam pengembangan sistem authority control ini relatif
terjangkau karena tidak memerlukan biaya pengadaan. Perangkat keras dan
perangkat lunak yang sudah ada sesuai dengan pengembangan sistem yang akan
dilakukan. Biaya yang harus dipersiapkan yaitu biaya proyek mulai dari
pengembangan sistem hingga penerapannya dan biaya pemeliharaan sistem.
Manfaat yang diperoleh dengan sistem ini sangat besar, yaitu memudahkan
pustakawan dalam bekerja dan mempermudah proses penelusuran informasi.
Biaya dalam pengembangan sistem ini relatif terjangkau dan manfaat yang
diperoleh juga besar, maka pengembangan sistem ini perlu segera dilakukan.
c. Kelayakan hukum: tidak melanggar hukum yang berlaku, baik hukum yang
ditetapkan pemerintah maupun aturan yang berlaku di organisasi.
Proyek sistem yang akan dikembangkan ini tidak melanggar hukum yang berlaku
karena menggunakan software yang legal, yaitu Windows. Selain kelayakan
hukum dari sisi software, sistem ini juga layak secara hukum karena Perpusnas RI
adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpusnas RI dalam melaksanakan fungsinya berwenang untuk
menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan, salah satunya adalah
pengelolaan tajuk otoritas. Pengelolaan tajuk otoritas yang terdiri dari tajuk nama
pengarang, badan korporasi, dan subjek telah sesuai dengan Surat Keputusan
Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pasal 55
ayat (d) yaitu Bidang Pengolahan Bahan Pustaka menyelenggarakan fungsi
penyusunan, pelaksanaan, dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan
korporasi, dan subjek. Pedoman yang digunakan dalam pengelolaan tajuk otoritas
telah berkekuatan hukum, karena menggunakan pedoman yang berstandar
internasional, seperti Anglo American Cataloging Rules (AACR) dan Library of
Congress Subject Headings.
d. Kelayakan waktu: berhubungan dengan waktu yang ditetapkan untuk
pengembangan sistem.
Kelayakan waktu digunakan untuk menentukan pengembangan sistem authority
control ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam
tahun anggaran berjalan.
2. Investigasi Sistem
Investigasi sistem dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap
sistem informasi yang ada dalam organisasi. Tahap ini bertujuan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan sistem yang besar menjadi subsistem serta membuat
7
suatu pengembangan sistem yang baru yang sesuai dengan rencana strategi dari suatu
organisasi.
3. Analisis Sistem
Tahap ini merupakan tahap analisis informasi dari segi permasalahan dan
peluang yang ada dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap
proses yang dilakukan, data yang dimasukkan, diolah dan dihasilkan oleh sistem yang
lama. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar pengembangan model dari sistem baru.
Proses analisis terhadap sistem meliputi:
a. Survei terhadap sistem yang ada
Survei ini bertujuan untuk memperoleh pengertian dari aspek operasional
sistem, melihat hubungan kerja pengguna yang terlibat dalam sistem, mengumpulkan
data yang penting untuk pengembangan sistem, serta mengidentifikasi permasalahan
secara spesifik. Informasi di atas diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi, kuesioner, dan telaah dokumen.
b. Identifikasi kebutuhan informasi
Analisis difokuskan pada pengambil keputusan sebagai pemakai informasi.
Adapun kerangka kerja yang digunakan adalah kerangka kerja PIECES (Whitten
2007) untuk menganalisis hal-hal sebagai berikut:
1) Performance: kebutuhan untuk meningkatkan kinerja
2) Information: kebutuhan untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas
informasi dan data
3) Economic: kebutuhan untuk menekan biaya ekonomis dan pengendalian
4) Control: kebutuhan untuk meningkatkan pengendalian dan keamanan
5) Efficiency: kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi
6) Services: kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan
pegawai
c. Identifikasi kebutuhan sistem
Analis terlibat dalam pembuatan spesifikasi kebutuhan sistem mulai dari input,
proses, dan output sistem. Kebutuhan input satu subsistem menghasilkan output yang
dapat sebagai input subsistem yang lain. Analis mengumpulkan dokumentasi dari
sistem yang ada (existing system) dan menganalisis sistem tersebut.
d. Laporan analisis terhadap sistem
Laporan berupa kegiatan tahap analisis dalam bentuk dokumentasi yang
merupakan tahap akhir dari analisis sistem.
4. Desain Sistem
Tahap perancangan sistem dimulai dari telaah logis yang diperoleh dari analisis
sistem kemudian diterjemahkan ke dalam rancangan model logis sistem baru. Ada
beberapa cara untuk menerjemahkan model logis ke dalam desain fisik, di antaranya
bagaimana penyimpanan data tersebut apakah disimpan dalam dokumen atau dalam
bentuk basisdata, kemudian proses komputerisasi yang dilakukan apakah online atau
tidak, sehingga akan timbul beberapa alternatif desain yang dibuat dalam bentuk
diagram aliran data. Selanjutnya ditentukan batasan otomasinya untuk membedakan
8
mana proses yang masih manual dan proses yang diotomasi oleh sistem yang baru.
Setelah rancangan model logis sistem selesai dilakukan, tahap berikutnya adalah
merancang fisik sistem baru yang terdiri dari (Lucas 1994 dalam Kendall 1998):
a. Rancangan proses berupa penentuan perangkat keras dan lunak dari proses utama
b. Rancangan modular untuk mempermudah penulisan dan pengujian program
dengan menggunakan hierarchical structure chart
c. Rancangan penyimpanan data melalui sistem file atau basisdata
d. Rancangan masukan dan keluaran berupa rancangan interface pemakai seperti:
rancangan layar, kontrol, panduan pemakai. Di samping itu juga terdapat laporan
dan dokumen masukan yang sesuai dengan layar
e. Spesifikasi sistem berupa spesifikasi lengkap dari masukan, keluaran dan
penyimpanan data
5. Implementasi
Pada tahap ini sistem secara fisik telah dibuat, kemudian dilakukan penulisan
program, penginstalan dan penggantian sistem baru yang perangkat kerasnya telah
tersedia dan sudah terpasang dengan baik dan sudah dibuat basisdatanya. Pada tahap
ini juga dilakukan pelatihan terhadap pemustaka termasuk penyesuaian terhadap
sistem yang baru.
6. Review dan Maintenance
Tahap ini dilakukan untuk menilai keberhasilan suatu proyek berupa keefektifan dari
sistem yang baru dikembangkan, perkiraan biaya, ketepatan waktu pelaksanaan
proyek, dan bagaimana biaya pemeliharaannya. Sistem yang baru tersebut harus lebih
baik dari sistem yang lama, mudah digunakan, dan cukup fleksibel untuk beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi.
Relevansi
Secara umum, arti dari relevansi adalah kecocokan. Relevan adalah bersangkut
paut, berguna secara langsung (kamus bahasa Indonesia). Relevansi berarti kaitan,
hubungan (kamus bahasa Indonesia). Menurut Green (1995), relevansi ialah sesuatu
sifat yang terdapat pada dokumen yang dapat membantu pengarang dalam
memecahkan kebutuhan akan informasi. Dokumen dinilai relevan bila dokumen
tersebut mempunyai topik yang sama, atau berhubungan dengan subjek yang diteliti.
Relevansi merupakan sejumlah informasi terpanggil dalam sebuah pencarian pada
koleksi perpustakaan atau sumber lainnya, seperti katalog online atau basis data
bibliografi, di mana informasi yang diberikan sesuai dengan subjek pada query dan
relevan dengan kebutuhan pengguna (Reitz 2004).
Secara fitrahnya, perpustakaan dan sistem informasi berkutat dengan persoalan
relevansi. Kata “relevansi” itu sendiri datang dari orang-orang sistem, terutama
orang-orang yang mendalami information retrieval. Seperti yang dikatakan
Ranganathan tentang ‘every book its reader’. Jadi jelas bahwa setiap orang punya
9
buku yang cocok untuknya. Secara lebih spesifik, persoalan relevansi yang berkaitan
dengan ketepatan pencarian dikenal dengan ukuran recall dan precision.
Recall (Perolehan)
Recall merupakan istilah yang digunakan untuk dokumen terpanggil yang relevan
dengan pertanyaan (query) yang dimasukkan pengguna dalam suatu sistem temu
balik informasi. Chowdhury (1999) menyatakan bahwa recall berhubungan dengan
kemampuan suatu sistem temu balik dalam menemukan dokumen yang relevan. Hal
ini berarti bahwa recall adalah bagian dari proses temu balik informasi yang dapat
digunakan sebagai alat ukur tingkat efektivitas suatu sistem temu balik informasi.
“Recall berhubungan dengan kemampuan sistem untuk memanggil dokumen yang
relevan, sedangkan ketepatan (precision) berkaitan dengan kemampuan sistem untuk
tidak memanggil dokumen yang tidak relevan” (Hasugian 2006).
Precision (Ketepatan)
Recall sebenarnya sulit diukur karena jumlah seluruh dokumen yang relevan dalam
database sangat besar. Oleh karena itu precisionlah yang biasanya menjadi salah satu
ukuran yang digunakan untuk menilai keefektifan suatu sistem temu balik informasi
(Hasugian 2006). Precision adalah jumlah kelompok dokumen relevan dari total
jumlah dokumen yang ditemukan oleh sistem (Hardi 2006). Precision juga
merupakan cara mengukur tingkat efektivitas sistem temu balik informasi.
Authority Control
Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik
yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah
yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Menurut Hariyadi
(1986), authority control adalah suatu proses yang meliputi kegiatan menetapkan,
membuat, dan menggunakan jajaran kendali, yaitu suatu jajaran tajuk atau titik cari
yang otoritasnya terpercaya. Authority control juga merupakan proses kegiatan
pengawasan kebijaksanaan pemilihan dan penentuan tajuk yang dipakai dalam
katalog perpustakaan, beserta jaringan acuannya. Jadi, authority control bertujuan
untuk meningkatkan temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentukbentuk tajuk yang digunakan untuk mengidentifikasi pengarang, nama tempat, judul
seragam, seri, dan subjek (Elvina 2008 dalam Fardhiyah 2011).
Authority control adalah alat yang digunakan pustakawan dalam menentukan
bentuk-bentuk tajuk, seperti tajuk nama, badan korporasi, dan tajuk subjek. Authority
control membuat keseragaman akses dalam records bibliografi, sehingga identifikasi
tajuk pengarang dan subjek menjadi jelas. Authority control menyediakan acuan bagi
pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkan (LC Authorities 2012).
Pengguna authority control (Marais 2004), yaitu:
1. Kataloger,
2. staf akuisisi,
3. pustakawan referensi,
4. pengguna perpustakaan,
5. pengguna lainnya, antara lain: arsiparis dan pengembang software perpustakaan.
10
Tajuk
Tajuk (heading) adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog yang
digunakan sebagai dasar pembuatan katalog. Tajuk entri dalam sebuah katalog dapat
berupa nama orang, lembaga (badan korporasi), atau subjek. Ada ketentuan-ketentuan
dan kaidah-kaidah yang harus diikuti oleh para pengatalog dalam menentukan tajuk
pada sebuah tajuk entri agar tidak terjadi kerancuan. Sampai saat ini The Anglo
American Cataloging Rules (AACR) adalah buku pegangan yang masih relevan
untuk dipakai para pengatalog sebagai acuan dalam menentukan deskripsi bahan
perpustakaan. Tajuk entri utama yang terdapat pada bagian utama (heading) dalam
deskripsi katalog akan memudahkan pemustaka dalam mengenali bahan perpustakaan
yang dikehendaki.
Perpustakaan
Bagi banyak orang bila mendengar istilah perpustakaan, dalam benak mereka akan
tergambar sebuah gedung atau ruangan yang dipenuhi rak buku. Anggapan tersebut
tidaklah selalu salah karena bila dikaji lebih lanjut, kata dasar perpustakaan adalah
pustaka. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku. Sedangkan
dalam Bahasa Inggris, dikenal dengan library yang berasal dari kata Latin liber atau
libri artinya buku, yang kemudian terbentuklah istilah librarius yang artinya tentang
buku. Perpustakaan dalam bahasa asing lainnya (Belanda) disebut juga sebagai
bibliotheek, (Jerman) bibliothek, (Perancis) bibliotheque, (Spanyol) bibliotheca, dan
(Portugis) bibliotheca. Semua istilah itu berasal dari kata biblia dari bahasa Yunani
artinya tentang buku, kitab. Jadi, semua istilah perpustakaan, library, dan bibliotheek
selalu dikaitkan dengan buku atau kitab (Sulistyo-Basuki 1991). Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, maka dapat dibuatkan batasan tentang pengertian
perpustakaan itu sendiri, yaitu sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun
gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang
biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan
untuk dijual. Buku dan terbitan lainnya di sini termasuk di dalamnya semua bahan
cetak (buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran
musik, berbagai karya media audio visual seperti film, slide, kaset, piringan hitam,
bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofis (Sulistyo-Basuki 1991). Menurut UndangUndang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, perpustakaan adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Perpustakaan Nasional RI
Definisi Perpusnas RI menurut Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan, pasal 1, butir 5 adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Lembaga ini
berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan
deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring
11
perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Kedudukan Perpustakaan
Nasional RI adalah sebagai berikut (Perpusnas RI 2012):
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, (yang selanjutnya dalam SK
Kaperpusnas No.03/2001 disingkat Perpusnas RI) adalah Lembaga Pemerintah
Non Departemen;
2. Perpustakaan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden
yang dalam pelaksanaan tugas operasionalnya dikoordinasikan oleh Menteri
Pendidikan Nasional;
3. Perpustakaan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perpustakaan Nasional RI memiliki visi yaitu pemberdayaan potensi perpustakaan
dalam meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Selain itu misi Perpustakaan
Nasional RI yaitu membina, mengembangkan, dan mendayagunakan semua jenis
perpustakaan, melestarikan bahan pustaka (karya cetak dan karya rekam) sebagai
hasil budaya bangsa, dan menyelenggarakan layanan perpustakaan (Perpusnas RI
2012).
Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI
Berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional
No. 3 Tahun 2001 Tentang Organsisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional RI
adalah sebagai berikut:
Tugas dan Fungsi Perpustakaan Nasional RI adalah melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpustakaan Nasional RI dalam melaksanakan tugasnya,
menyelenggarakan fungsi (Perpusnas RI 2012):
1. Mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang perpustakaan
2. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan
Nasional
3. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan
Nasional
4. menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga
Dalam menyelenggarakan fungsinya Perpustakaan Nasional RI mempunyai
kewenangan:
1. Menyusun rencana nasional secara makro, di bidang perpustakaan
2. merumuskan kebijakan di bidang perpustakaan untuk mendukung pembangunan
secara makro
12
3. menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan
4. kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu:
a. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang perpustakaan
b. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa
dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya
Perpustakaan Nasional RI dipimpin oleh seorang kepala dan mempunyai 3 unit
kerja eselon 1, yaitu Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa
Informasi, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, dan Sekretariat
Utama, serta 9 unit kerja eselon 2 dengan susunan organisasinya sebagai berikut:
Kepala Perpustakaan Nasional RI
1. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi
a. Direktorat Deposit Bahan Pustaka
1) Sub Direktorat Deposit
2) Sub Direktorat Bibliografi
b. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
1) Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
2) Bidang Akuisisi
c. Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi
1) Bidang Layanan Koleksi Umum
2) Bidang Layanan Koleksi Khusus
3) Bidang Kerjasama Perpustakaan dan Otomasi
d. Pusat Preservasi Bahan Pustaka
1) Bidang Konservasi
2) Bidang Reprografi
3) Bidang Transformasi Digital
2. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan
a. Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca
1) Bidang Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus
2) Bidang Pengembangan Perpustakaan Sekolah dan Perguruan Tinggi
3) Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca
b. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
1) Bidang Program dan Evaluasi Pelatihan
2) Bidang Penyelenggaraan Pelatihan
c. Pusat Pengembangan Pustakawan
1) Bidang Akreditasi Pustakawan
2) Bidang Pengkajian dan Pengembangan Pustakawan
3. Sekretariat Utama
a. Biro Umum
1) Bagian Kepegawaian
2) Bagian Keuangan
3) Bagian Tata Usaha
13
b. Biro Hukum dan Perencanaan
1) Bagian Perencanaan
2) Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
mempunyai tugas melaksanakan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan
pustaka. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka dalam
melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi:
1. Pelaksanaan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan pustaka;
2. Pelaksanaan distribusi dan tukar-menukar bahan pustaka.
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka terdiri dari:
1. Bidang Akuisisi
2. Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka di Perpusnas RI adalah unit kerja eselon 3 di
bawah Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, yang
mempunyai tugas melaksanakan pengolahan bahan pustaka. Bidang Pengolahan
Bahan Pustaka dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan katalogisasi, klasifikasi, dan pascakatalogisasi bahan pustaka;
2. Pelaksanaan verifikasi bahan pustaka;
3. Pemasukan data ke pangkalan data;
4. Penyusunan, pelaksanaan dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan
korporasi, dan subjek.
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka mempunyai 8 kelompok kerja, yaitu sebagai
berikut:
1. Kelompok Kerja Monograf
2. Kelompok Kerja Audio Visual
3. Kelompok Kerja Foto
4. Kelompok Kerja Peta
5. Kelompok Kerja E-Resources
6. Kelompok Kerja Tajuk Otoritas
7. Kelompok Kerja Pengelolaan Pedoman Pengolahan
8. Kelompok Kerja Aplikasi Fisik
Setiap kelompok kerja mempunyai tugas pokoknya masing-masing. Salah satu
tugas pokok Kelompok Kerja Tajuk Otoritas adalah melakukan pengendalian tajuk
otoritas semua jenis bahan pustaka, dan salah satunya adalah mengelola authority
control Perpusnas RI. Berikut ini adalah rincian tugas Kelompok Kerja Tajuk
Otoritas:
1. Menyusun program pengelolaan tajuk otoritas,
2. melakukan pengendalian tajuk otoritas semua jenis bahan pustaka,
14
3. mengumpulkan data untuk pengembangan pengolahan dan penyusunan tajuk
pengarang, tajuk subjek, tajuk geografi, tajuk seragam dan tajuk badan korporasi,
4. melakukan kajian, pembahasan permasalahan, memberikan bimbingan dan
konsultasi tentang tajuk otoritas,
5. melakukan kerjasama dan koordinasi dengan kelompok lain atau unit kerja lain,
6. mengkoordinir pendalaman materi berkaitan dengan tajuk otoritas.
Semua kegiatan pengolahan di Bidang Pengolahan Bahan Perpustakaan sudah
automatisasi, dan menggunakan standar MARC dalam proses pengatalogannya.
MARC
Machine Readable Cataloging (MARC) adalah standar untuk komunikasi data
katalog di dunia perpustakaan dan informasi. Pada dasarnya, MARC adalah format
data (atau lebih tepatnya: sekumpulan format data) yang memungkinkan pertukaran
data katalog atau data lainnya yang terkait antarsistem-sistem perpustakaan yang
memakai komputer (Pendit 2008). Standar metadata katalog perpustakaan ini
dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress (LC), format LC MARC
ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data bibliografis bahan
perpustakaan ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Konsep ini dipakai oleh
berbagai negara termasuk Indonesia yang menggunakan MARC yang disebut
INDOMARC.
INDOMARC mempunyai kelompok tengara yang merupakan
kumpulan ruas tidak tetap yang fungsinya sama. Setiap nomor tengara dimulai
dengan angka yang sama, dan setiap kelompok tengara mencerminkan bagian tertentu
dari cantuman katalog. Berikut ini daftar tengara dengan XX adalah nilai angka di
antara 00-99 (Perpusnas RI 2006):
1. 0XX Informasi kendali dan identifikasi, termasuk nomor standar, nomor klasifikasi
dan nomor panggil.
2. 1XX Entri utama.
3. 2XX Judul dan paragraf judul (judul, edisi, impresum).
4. 3XX Deskripsi fisik, dan sebagainya.
5. 4XX Pernyataan seri.
6. 5XX Catatan.
7. 6XX Entri tambahan subjek.
8. 7XX Entri tambahan selain dari subjek atau seri.
9. 8XX Entri tambahan seri.
Format Authority Records
Format authority records, merupakan pengembangan format MARC yang
dikhususkan untuk authority control. Format yang ditetapkan oleh UNIMARC ini
berfungsi untuk menghubungkan data dari pangkalan data authority dengan
pangkalan data bibliografis. MARC authority berbeda dengan MARC bibliografis,
MARC authority dirancang untuk mengarahkan pengguna kepada bentuk atau istilah
kendali yang digunakan dalam sistem, baik nama pengarang, subjek, atau subdivisi
dari subjek. MARC authority menjadi akses untuk menemukan bentuk atau istilah
baku yang digunakan, sehingga pengguna dapat menemukan informasi yang
dimaksud.
15
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah pustakawan dan pemustaka sedangkan objek
penelitiannya adalah data-data bibliografis dan daftar tajuk.
Teknik dan Peralatan
Teknik dan peralatan yang digunakan selama penelitian adalah perangkat
komputer yang terhubung dengan internet, Daftar Tajuk Perpusnas RI, Library of
Congress Subject Headings, Sears List Subject Headings, INDOMARC, dan
pedoman-pedoman lain yang digunakan dalam menentukan bentuk-bentuk tajuk.
Roadmap Penelitian
Penelitian mengenai online databases dalam penelusuran informasi yang
pernah dilakukan antara lain oleh Odini (1997). Odini mencoba membandingkan
kinerja beberapa sumber manual dan online, dan hasilnya bahwa penelusuran melalui
online mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan pencarian secara manual.
Penelitian mengenai authority control sendiri pernah dilakukan oleh Lovins (2008)
yang menyebutkan perlu adanya kerjasama internasional yang menangani authority
control, dengan dibentuknya Virtual International Authority File (VIAF) untuk
meminimalisasi ketidakkonsistenan dalam hal penulisan nama orang atau lembaga
dan ketepatan subjek sebagai titik akses pada perpustakaan. Fardhiyah (2011)
melakukan analisis keterkaitan istilah dan menguji ketepatan terhadap hasil temu
kembali informasi pada dua pangkalan data yang berbeda, yakni pada OPAC
Perpusnas RI yang belum mengintegrasikan authority control dan OPAC Library of
Congress yang telah terintegrasi dengan authority control.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut penulis ingin membuat sebuah
rancangan sistem authority control yang efektif di Perpusnas RI dengan menyediakan
kekonsistenan dalam penulisan tajuk sehingga dihasilkan ketepatan terhadap hasil
temu kembali informasi.
3 METODE
Kerangka Pemikiran
Authority control merupakan hal yang penting dalam perpustakaan karena
sebagai bentuk kontrol bibliografi. Istilah-istilah yang ditetapkan sebagai standar
dalam katalog perpustakaan dibuatkan acuannya dalam authority control, sehingga
16
dapat meningkatkan proses temu kembali informasi. Authority control juga
merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses
pada katalog sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi.
Akan tetapi, sampai saat ini sistem authority control belum banyak digunakan, karena
itulah Perpusnas RI sebagai lembaga yang memiliki tugas sebagai pengendali dan
pengawas bibliografi di Indonesia perlu mengembangkan sistem authority control
yang efektif yang merupakan bagian dari sistem informasi Perpusnas RI.
Rancangan sistem authority control yang akan dikembangkan ini akan
terintegrasi ke pangkalan data bibliografis sehingga memudahkan pekerjaan
pustakawan dalam melakukan pengolahan bahan perpustakaan dan juga terintegrasi
ke pangkalan data OPAC yang akan membantu pemustaka dalam melakukan
penelusuran informasi.
Prosedur Penelitian
Tahapan pengerjaan dalam penelitian ini menggunakan metode System
Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari investigasi sistem, analisis sistem,
desain sistem, dan prototipe. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan studi literatur,
selanjutnya investigasi sistem yang terdiri dari permasalahan, studi kelayakan, di
antaranya kelayakan teknologi, ekonomi, hukum, dan waktu. Setelah melakukan
investigasi sistem dilakukan analisis sistem yang terdiri dari analisis kebutuhan
fungsional, anal
DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
TRIANI RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancangan Sistem
Authority Control Perpustakaan Nasional RI adalah benar karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Triani Rahmawati
NRP G652110105
iii
RINGKASAN
TRIANI RAHMAWATI. Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan
Nasional RI. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan JANTI G. SUJANA.
Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik
yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah
yang tidak digunakan namun saling terkait, sehingga dapat meningkatkan hasil temu
kembali informasi. Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) sebagai lembaga negara
yang bertugas di bidang perpustakaan perlu mengembangkan sistem authority
control yang efektif yang menjadi bagian dari sistem informasi di Perpusnas RI, yaitu
Integrated Library System (INLIS). Sistem authority control ini dapat dijadikan alat
atau sarana bagi pustakawan dalam menentukan keseragaman akses pada katalog
sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi dan dapat
meningkatkan hasil temu kembali informasi.
Rancangan sistem authority control dalam penelitian ini menggunakan metode
System Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari studi kelayakan, investigasi
sistem, analisis sistem, desain sistem, implementasi, review dan maintenance, dan
telah selesai sampai tahap implementasi, yaitu pembuatan prototipe untuk
penelusuran dan pemasukan data authority yang terdiri dari tajuk subjek, tajuk nama
pengarang, dan tajuk badan korporasi.
Kata kunci: Authority Control, Referensi Silang, Tajuk Badan Korporasi, Tajuk
Nama Pengarang, dan Tajuk Subjek
iv
SUMMARY
TRIANI RAHMAWATI. System Design for Authority Control at National Library
of Indonesia. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and JANTI G. SUJANA
Authority control is a form of consistent retrieval from a unique term. That term
is used as a control and the use of cross reference from unused term but interrelated
each other. So, it can improve the result of information retrieval. National Library of
Indonesia as an institution that served in the field of library, needs to develop an
effective authority control system, namely authority control that is a part of the
existing information systems in National Library of Indonesia, Integrated Library
System (INLIS). This system can be used as a tool for librarians in determining the
uniformity of access to the catalogs, so that there is consistency in determination of
the point of access to information to improve the results of information retrieval.
The system used to design was the System Development Life Cycle (SDLC)
method consisting of feasibility studies, system investigation, system analysis, system
design, implementation, review and maintenance. This research had resulted a
prototype of the system and generated three tables which were connected each other.
The three tables are table of Subject Authority Headings, table of Name Authority
Headings, and table of Corporate Body Authority Headings. Each table had function
as searching and data entry.
Keywords:
Authority Control, Corporate Body Authority Headings, CrossReference, Name Authority Headings, and Subject Authority
Headings.
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
RANCANGAN SISTEM AUTHORITY CONTROL
DI PERPUSTAKAAN NASIONAL
TRIANI RAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vii
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Ir Abdul Rahman Saleh, MSc
viii
Judul Tesis : Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional RI
Nama
: Triani Rahmawati
NRP
: G652110105
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc
Ketua
Ir Janti G. Sujana, MA
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Aziz Kustiyo, SSi MKom.
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal ujian: 5 April 2014
Tanggal lulus:
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Februari 2014 ini ialah rancangan
sistem, dengan judul Rancangan Sistem Authority Control di Perpustakaan Nasional
RI.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar,
MSc dan Ibu Ir Janti G. Sudjana, MA selaku pembimbing, serta Bapak Aziz Kustiyo,
SSi MKom sebagai ketua Program Studi MTP. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir Abdul Rahman Saleh, MSc selaku penguji luar komisi
dan Bapak Drs Ahmad Masykuri, MHum selaku Kepala Bidang Pengolahan Bahan
Pustaka yang telah memberi izin untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Sri Mulyani, Suharyanto, Alfa Husna, Abdul Wakhid, Fajar
Syuman dan rekan-rekan di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka yang telah membantu
selama pengumpulan data, serta teman-teman seperjuangan MTP 2011, Pak Ficky,
dan rekan-rekan lainnya yang tak bisa disebutkan satu per satu atas doa dan
dukungannya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada
suami tercinta, Binawan Isnaeni Cahyono, kedua putri tercinta, Candrakanti Rahisna
Bramantya dan Naifa Rahisna Al ‘Adawiyah, Ibu dan Bapak serta seluruh keluarga
atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Triani Rahmawati
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
2
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Basis Teori
3
Sistem Informasi
3
Sistem
3
Konsep Sistem Informasi
3
Sistem Manajemen Basisdata
4
Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem
4
Metode Pengembangan Sistem
5
Relevansi
8
Recall (Perolehan)
9
Precision (Ketepatan)
9
Authority Control
9
Tajuk
10
Perpustakaan
10
Perpustakaan Nasional RI
10
Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI
11
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
13
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
13
MARC
14
Format Authority Records
14
Subjek dan Objek Penelitian
15
xi
3
4
5
Teknik dan Peralatan
15
Roadmap Penelitian
15
METODE
15
Kerangka Pemikiran
15
Prosedur Penelitian
16
Teknik Pengumpulan Data
18
Teknik Pengolahan Data
18
Waktu Penelitian
18
Tempat Penelitian
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Investigasi Sistem
19
Permasalahan
19
Analisis Studi Kelayakan
20
Kelayakan Teknologi
20
Kelayakan Ekonomi
21
Kelayakan Hukum
23
Kelayakan Waktu
24
Analisis Sistem
25
Analisis Kebutuhan Fungsional
25
Analisis Kebutuhan Nonfungsional
25
Analisis Kebutuhan Sistem
26
Desain Sistem
28
Diagram Konteks
29
Alur kerja
30
Data Flow Diagram
36
Hubungan Antar Tabel (Entity Relationship Diagram)
38
Penetapan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
40
Desain Antarmuka
40
Prototipe
44
SIMPULAN DAN SARAN
48
Simpulan
48
Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
49
xii
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tahapan pengembangan sistem
Nilai penghematan
Kebutuhan fungsional dan nonfungsional
Kerangka kerja PIECES
Perbedaan sistem lama dan sistem baru
21
22
25
27
48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur penelitian
Gambar 2 Diagram konteks (level 0) Perpusnas RI
Gambar 3 Alur kerja pengolahan sistem berjalan
Gambar 4 Alur kerja Authority Control sistem berjalan
Gambar 5 Alur kerja pengolahan sistem diusulkan
Gambar 6 Alur kerja Authority Control sistem diusulkan
Gambar 7 DFD manipulasi data
Gambar 8 DFD edit data
Gambar 9 DFD tambah data
Gambar 10 DFD hapus data
Gambar 11 DFD validasi data
Gambar 12 ERD input data bibliografis
Gambar 13 ERD manipulasi data tajuk nama pengarang
Gambar 14 ERD manipulasi data tajuk subjek
Gambar 15 ERD manipulasi data tajuk badan korporasi
Gambar 16 Desain antarmuka menu utama
Gambar 17 Desain antarmuka menu penelusuran
Gambar 18 Desain antarmuka menu input data
Gambar 19 Desain antarmuka menu input tajuk subjek
Gambar 20 Desain antarmuka menu input tajuk nama pengarang
Gambar 21 Desain antarmuka menu input tajuk badan korporasi
Gambar 22 Prototipe menu utama
Gambar 23 Prototipe menu penelusuran
Gambar 24 Prototipe menu input data
Gambar 25 Prototipe menu input tajuk subjek
17
29
31
32
33
35
36
36
37
37
38
38
39
39
39
41
41
42
42
43
43
45
45
46
46
xiii
Gambar 26 Prototipe menu input tajuk nama pengarang
Gambar 27 Prototipe menu input tajuk badan korporasi
47
47
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal Penelitian
62
2 Contoh-contoh Permasalahan dalam Sistem Authority Control Sistem Berjalan 63
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu hal penting yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah
perpustakaan adalah adanya proses temu kembali informasi, yang secara spesifik juga
akan menyangkut penelusuran informasi. Temu kembali informasi sendiri merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai
sebagai jawaban atas permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai (SulistyoBasuki 1991). Salah satu teknik dalam penelusuran informasi adalah melalui indeks,
yaitu daftar istilah yang disusun secara alfabetis. Ada bermacam-macam jenis indeks,
misalnya indeks judul, nama pengarang, subjek, badan korporasi, dan sebagainya.
Istilah-istilah yang digunakan dalam indeks harus mengikuti standar, sehingga proses
penelusuran informasi dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan tepat.
Kegiatan menetapkan, membuat, dan menggunakan istilah standar yang dipakai
dalam katalog perpustakaan beserta acuannya disebut authority control (Hariyadi
1986). Authority control merupakan bagian integral dari proses katalogisasi, yaitu
suatu proses menjaga konsistensi bentuk nama atau subjek dari sebuah karya yang
digunakan sebagai titik akses dalam katalog (Wolverton, 2006). Authority control
menciptakan struktur sintetis yang memandu pemustaka mencari informasi yang
dibutuhkan. Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari
istilah unik yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross-reference
dari istilah yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Dua konsep
itulah yang menjadi pilar authority control. Marais (2004) menyebutkan bahwa tanpa
authority control proses pencarian informasi di perpustakaan tidak akan efektif.
Ferguson (2005) juga menyebutkan bahwa penelusuran melalui pengarang dan subjek
tidak akan efisien jika tidak ada fungsi cross-reference dan konsistensi dalam
penentuan istilah. Fungsi cross-reference dan konsistensi ini merupakan keunggulan
dari authority control, sehingga pada saat pengguna melakukan penelusuran dengan
istilah yang berlainan/ memiliki arti yang sama tetapi bukan merupakan istilah
kendali, maka akan diarahkan pada subjek yang merupakan istilah kendali. Hal ini
akan membuat temu kembali informasi menjadi semakin efisien. Authority control
juga merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman
akses pada katalog dan untuk memberikan identitas yang jelas dari penulis dan
subjek, sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi. Jadi,
authority control tidak hanya bermanfaat bagi pemustaka dalam penelusuran
informasi, tetapi juga bermanfaat bagi pustakawan dalam penentuan titik akses
informasi. Kedua manfaat itulah yang menjadi konsep authority control yang efektif.
Kemajuan teknologi komputer selama beberapa dekade terakhir telah membuat
auhority control lebih mudah dan lebih efisien untuk diterapkan di perpustakaan.
Authoity control yang terintegrasi dengan OPAC (Online Access Public catalog)
dapat mengarahkan pemustaka secara otomatis dari bentuk awal atau bentuk alternatif
dari nama, judul, seri, atau subjek pada satu istilah kendali. Agar informasi yang
2
dihasilkan akurat, maka data yang terdapat pada pangkalan data authority control
harus tervalidasi, sehingga proses pencarian informasi dapat berjalan secara
maksimal.
Saat ini, Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas RI) telah mempunyai sistem
authority control yang menjadi bagian dalam sistem pengolahan bahan perpustakaan.
Akan tetapi, sistem authority control yang ada belum terintegrasi ke pangkalan data
OPAC, sehingga proses penelusuran informasi belum berjalan secara efektif. Oleh
karena itulah, Perpusnas RI perlu mengembangkan sistem authority control yang
efektif, yang terintegrasi dengan pangkalan data bibliografis dan pangkalan data
OPAC, sehingga dapat membantu pustakawan dalam menentukan titik akses
informasi dan membantu pemustaka dalam proses penelusuran informasi.
Perumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Belum tersedianya sistem yang dapat menjadi akses bagi pustakawan dalam
menentukan bentuk tajuk yang standar
2. Belum terintegrasinya OPAC Perpusnas RI dengan pangkalan data authority
sehingga penelusuran informasi tidak berjalan secara efektif
3. Belum adanya validasi dalam pangkalan data authority, sehingga masih terdapat
kesalahan dan duplikasi data
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem authority control yang efektif
untuk proses pengolahan bahan perpustakaan dan meningkatkan hasil temu kembali
informasi dengan menyediakan konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan
di Perpusnas RI.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Tersedianya rancangan sistem yang efektif dalam pengendalian istilah sehingga
terdapat konsistensi pada bentuk-bentuk tajuk yang digunakan di Perpusnas RI.
2. Terintegrasinya sistem authority control dengan pangkalan data OPAC sehingga
dapat meningkatkan hasil temu kembali informasi dalam layanan jasa
perpustakaan.
3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah merancang sistem authority control
yang efektif di Perpusnas RI yang dikelola di Bidang Pengolahan Bahan Pustaka,
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka. Sistem authority
control yang akan dikembangkan ini merupakan bagian dari sistem informasi yang
ada di Perpusnas RI, yaitu Integrated Library System (INLIS) yang terdiri dari
akuisisi (pengadaan), pengolahan, penelusuran (OPAC), sirkulasi, dan keanggotaan.
Tahapan dalam penelitian ini meliputi investigasi sistem, analisis sistem, desain
sistem, dan prototipe.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Basis Teori
Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang memiliki
komponen-komponen yaitu sistem, konsep sistem informasi, manajemen basisdata,
prinsip-prinsip pengembangan sistem, dan metode pengembangan sistem.
Sistem
Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud
yang sama untuk mencapai suatu tujuan (McLeod 2008). Sistem merupakan
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan satu sama lain sehingga
membentuk suatu totalitas (KBBI daring Kamus Besar Bahasa Indonesia). Suatu
sistem terdiri dari elemen-elemen yang sumber dayanya mengalir dari elemen input
melalui elemen transformasi menuju elemen output. Sistem merupakan suatu
mekanisme kontrol memantau proses transformasi untuk meyakinkan bahwa elemen
tersebut memenuhi tujuannya. Mekanisme kontrol ini dihubungkan pada arus sumber
daya dengan memakai suatu lingkaran umpan balik yang mendapatkan informasi dari
output sistem dan menyediakan informasi bagi mekanisme kontrol (McLeod 2008).
Konsep Sistem Informasi
Menurut Laudon (2004) suatu informasi merupakan data yang telah diolah ke dalam
suatu bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata atau berupa nilai yang dapat
dipahami sebagai penunjang bagi keputusan saat ini maupun yang akan datang.
Informasi menunjukkan hasil dari pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna
bagi orang yang menerimanya. Sedangkan menurut Jogiyanto (2010) sistem
informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi untuk mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan
kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan
laporan-laporan yang diperlukan. Jadi sistem informasi diperlukan untuk mendukung
proses bisnis organisasi dalam mencapai tujuannya. Sistem informasi adalah
4
perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi
dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi untuk
mencapai tujuannya. Sistem informasi terdiri dari perangkat lunak (software),
perangkat keras (hardware), jaringan (netware), data (dataware), dan manusia
(brainware).
Sistem Manajemen Basisdata
Basisdata adalah kumpulan data yang saling berhubungan, yang
menggambarkan kegiatan atau kejadian dalam suatu organisasi dan dibuat untuk
suatu tujuan tertentu. Tujuan utama dari konsep basisdata adalah untuk
meminimalkan terjadinya pengulangan data dan kemampuan untuk membuat
perubahan dalam struktur data tanpa perubahan pada program yang memproses data.
Kumpulan data perlu dikelola oleh sebuah sistem agar dapat diakses dengan praktis
dan efisien. Sistem basisdata adalah suatu sistem informasi yang mengintegrasikan
kumpulan data yang saling berhubungan satu dengan lainnya dan membuatnya dalam
beberapa aplikasi yang beragam di dalam organisasi (Fathansyah 2007).
Sistem Manajemen Basisdata (Data Base Management System/ DBMS) adalah
perangkat lunak sistem yang memungkinkan para pemakai membuat, memelihara,
mengontrol, dan mengakses basisdata dengan cara praktis dan efisien. DBMS dapat
digunakan untuk mengakomodasikan berbagai macam pemakai yang memiliki
kebutuhan akses yang berbeda-beda. DBMS pada umumnya menyediakan fasilitas
atau fitur-fitur yang memungkinkan data dapat diakses dengan mudah, aman, dan
cepat. Menurut Fathansyah (2007), DBMS akan menentukan bagaimana data
diorganisasikan, disimpan, diubah, diambil kembali, pengaturan mekanisme
pengamanan data, mekanisme pemakaian data secara bersama, keakuratan/
konsistensi data, dan sebagainya. DBMS berguna untuk memelihara koleksi data
yang dapat dipakai secara bersama, membentuk hubungan antardata, meminimalkan
data yang berlebihan (redundancy), menyediakan cara pencarian data dan
pengawasan terhadap penyimpanan data, menyediakan data lengkap untuk pembuatan
laporan serta memungkinkan pengembangan aplikasi. DBMS sangat bermanfaat bagi
organisasi yang telah menerapkan sistem informasi dalam proses bisnisnya.
Prinsip-prinsip Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem informasi (information system development) dapat
berupa penyusunan sistem informasi yang benar-benar baru atau memperbaiki atau
menyempurnakan sistem yang telah ada (Curtis dalam Silaban 2004). Secara umum
suatu sistem perlu diganti dan disempurnakan karena alasan-alasan sebagai berikut
(Jogiyanto 2010): 1) Adanya permasalahan-permasalahan yang dijumpai pada sistem
yang lama, antara lain: a. Ketidakberesan, berupa pencatatan data yang tidak akurat,
informasi yang sering terlambat, sukar diperoleh saat dibutuhkan, ketidakefisienan
operasi serta ketidakamanan data yang mengakibatkan permasalahan akses data. b.
Pertumbuhan organisasi, yaitu suatu organisasi berkembang dan memerlukan
otomatisasi pemrosesan data sehingga proses dalam organisasi berjalan dengan cepat
dan akurat. Selain itu diperlukan juga suatu cara tertentu sehingga data yang
diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dapat diperoleh secara cepat. 2)
5
Untuk meraih kesempatan-kesempatan, karena teknologi informasi dapat digunakan
untuk penyediaan informasi secara tepat. Kecepatan penghantaran informasi sangat
menentukan berhasil tidaknya strategi atau rencana-rencana yang telah disusun untuk
meraih kesempatan-kesempatan. 3) Adanya instruksi-instruksi (directives), yakni
penyusunan sistem yang baru oleh karena adanya instruksi dari pimpinan atau pun
dari luar organisasi seperti peraturan pemerintah. Pengembangan sistem yang baru
diharapkan menghasilkan suatu peningkatan dalam organisasi. Peningkatan tersebut
berhubungan dengan kinerja, informasi yang diperoleh, ekonomi, pengendalian,
efisiensi, serta pelayanan sistem yang baru. Salah satu prinsip yang harus diingat
dalam pengembangan sistem adalah bahwa sistem yang dikembangkan tersebut
adalah untuk manajemen, maka yang menggunakan informasi dari sistem itu adalah
manajemen, sehingga sistem harus dapat mendukung kebutuhan yang diperlukan oleh
manajemen.
Secara umum dalam mengembangkan sistem ada beberapa prinsip yang harus
dipenuhi. Whitten (2007) mengusulkan beberapa prinsip pengembangan sistem yaitu:
1) Pengembangan sistem harus melibatkan pemilik dan pemakai yang akan
menggunakan sistem tersebut, karena pemilik dan pengguna sistem merupakan
kebutuhan mutlak dalam keberhasilan pengembangan sistem. 2) Pengembangan
sistem menggunakan problem solving approach. Pendekatan ini dilakukan sepanjang
dapat meminimalkan risiko yang terjadi melalui pembatasan dari pemecahan suatu
masalah, ketidaktepatan dalam pemecahan masalah serta pengambilan solusi yang
salah. 3) Pengembangan sistem harus melalui sejumlah tahap kegiatan. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah pengelola dan peningkatan efektifitas. 4)
Pengembangan sistem harus mengikuti standar untuk menjaga konsistensi
pengembangan dan dokumen standardisasi, juga menjamin kualitas produk dan
proses dari pengembangan sistem. 5) Pengembangan sistem sebagai penanaman
modal, manfaat yang diperoleh dari sistem harus lebih dari investasi yang
dikeluarkan. 6) Pengembangan sistem harus memiliki cakupan yang jelas, hal ini
dilakukan untuk menghindari pekerjaan yang tidak berkesudahan. 7) Pembagian
sistem ke dalam sejumlah subsistem sehingga mempermudah pengembangan sistem.
8) Pengembangan sistem harus fleksibel sehingga mudah untuk dikembangkan lagi
dan diubah sesuai kebutuhan.
Metode Pengembangan Sistem
Metode pengembangan sistem informasi yang sederhana dan paling sering
digunakan atau paling populer adalah metode pendekatan System Development Life
Cycle (McLeod 2008). System Development Life Cycle (SDLC) merupakan
penyusunan suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama dengan
atau memperbaiki sistem yang sudah ada melalui tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan
SDLC menurut Avison dan Fitsgerald (2006):
1. Studi Kelayakan
Studi Kelayakan adalah suatu tinjauan sekilas pada faktor-faktor utama yang
akan mempengaruhi kemampuan sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem tersebut ada empat
faktor (Avison dan Fitsgerald 2006):
6
a. Kelayakan teknologi: dapat didukung oleh teknologi yang tersedia dan ada
keahlian yang memadai untuk membangun sistem tersebut.
Secara teknis, pengembangan sistem authority control ini dinilai layak karena
teknologi yang tersedia dapat dengan mudah diaplikasikan pada pengembangan
sistem ini.
b. Kelayakan ekonomi: secara finansial terjangkau dan biaya yang dibenarkan serta
erat kaitannya dengan analisis biaya dan manfaat.
Biaya yang diperlukan dalam pengembangan sistem authority control ini relatif
terjangkau karena tidak memerlukan biaya pengadaan. Perangkat keras dan
perangkat lunak yang sudah ada sesuai dengan pengembangan sistem yang akan
dilakukan. Biaya yang harus dipersiapkan yaitu biaya proyek mulai dari
pengembangan sistem hingga penerapannya dan biaya pemeliharaan sistem.
Manfaat yang diperoleh dengan sistem ini sangat besar, yaitu memudahkan
pustakawan dalam bekerja dan mempermudah proses penelusuran informasi.
Biaya dalam pengembangan sistem ini relatif terjangkau dan manfaat yang
diperoleh juga besar, maka pengembangan sistem ini perlu segera dilakukan.
c. Kelayakan hukum: tidak melanggar hukum yang berlaku, baik hukum yang
ditetapkan pemerintah maupun aturan yang berlaku di organisasi.
Proyek sistem yang akan dikembangkan ini tidak melanggar hukum yang berlaku
karena menggunakan software yang legal, yaitu Windows. Selain kelayakan
hukum dari sisi software, sistem ini juga layak secara hukum karena Perpusnas RI
adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpusnas RI dalam melaksanakan fungsinya berwenang untuk
menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan, salah satunya adalah
pengelolaan tajuk otoritas. Pengelolaan tajuk otoritas yang terdiri dari tajuk nama
pengarang, badan korporasi, dan subjek telah sesuai dengan Surat Keputusan
Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pasal 55
ayat (d) yaitu Bidang Pengolahan Bahan Pustaka menyelenggarakan fungsi
penyusunan, pelaksanaan, dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan
korporasi, dan subjek. Pedoman yang digunakan dalam pengelolaan tajuk otoritas
telah berkekuatan hukum, karena menggunakan pedoman yang berstandar
internasional, seperti Anglo American Cataloging Rules (AACR) dan Library of
Congress Subject Headings.
d. Kelayakan waktu: berhubungan dengan waktu yang ditetapkan untuk
pengembangan sistem.
Kelayakan waktu digunakan untuk menentukan pengembangan sistem authority
control ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam
tahun anggaran berjalan.
2. Investigasi Sistem
Investigasi sistem dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap
sistem informasi yang ada dalam organisasi. Tahap ini bertujuan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan sistem yang besar menjadi subsistem serta membuat
7
suatu pengembangan sistem yang baru yang sesuai dengan rencana strategi dari suatu
organisasi.
3. Analisis Sistem
Tahap ini merupakan tahap analisis informasi dari segi permasalahan dan
peluang yang ada dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap
proses yang dilakukan, data yang dimasukkan, diolah dan dihasilkan oleh sistem yang
lama. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar pengembangan model dari sistem baru.
Proses analisis terhadap sistem meliputi:
a. Survei terhadap sistem yang ada
Survei ini bertujuan untuk memperoleh pengertian dari aspek operasional
sistem, melihat hubungan kerja pengguna yang terlibat dalam sistem, mengumpulkan
data yang penting untuk pengembangan sistem, serta mengidentifikasi permasalahan
secara spesifik. Informasi di atas diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi, kuesioner, dan telaah dokumen.
b. Identifikasi kebutuhan informasi
Analisis difokuskan pada pengambil keputusan sebagai pemakai informasi.
Adapun kerangka kerja yang digunakan adalah kerangka kerja PIECES (Whitten
2007) untuk menganalisis hal-hal sebagai berikut:
1) Performance: kebutuhan untuk meningkatkan kinerja
2) Information: kebutuhan untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas
informasi dan data
3) Economic: kebutuhan untuk menekan biaya ekonomis dan pengendalian
4) Control: kebutuhan untuk meningkatkan pengendalian dan keamanan
5) Efficiency: kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi
6) Services: kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan
pegawai
c. Identifikasi kebutuhan sistem
Analis terlibat dalam pembuatan spesifikasi kebutuhan sistem mulai dari input,
proses, dan output sistem. Kebutuhan input satu subsistem menghasilkan output yang
dapat sebagai input subsistem yang lain. Analis mengumpulkan dokumentasi dari
sistem yang ada (existing system) dan menganalisis sistem tersebut.
d. Laporan analisis terhadap sistem
Laporan berupa kegiatan tahap analisis dalam bentuk dokumentasi yang
merupakan tahap akhir dari analisis sistem.
4. Desain Sistem
Tahap perancangan sistem dimulai dari telaah logis yang diperoleh dari analisis
sistem kemudian diterjemahkan ke dalam rancangan model logis sistem baru. Ada
beberapa cara untuk menerjemahkan model logis ke dalam desain fisik, di antaranya
bagaimana penyimpanan data tersebut apakah disimpan dalam dokumen atau dalam
bentuk basisdata, kemudian proses komputerisasi yang dilakukan apakah online atau
tidak, sehingga akan timbul beberapa alternatif desain yang dibuat dalam bentuk
diagram aliran data. Selanjutnya ditentukan batasan otomasinya untuk membedakan
8
mana proses yang masih manual dan proses yang diotomasi oleh sistem yang baru.
Setelah rancangan model logis sistem selesai dilakukan, tahap berikutnya adalah
merancang fisik sistem baru yang terdiri dari (Lucas 1994 dalam Kendall 1998):
a. Rancangan proses berupa penentuan perangkat keras dan lunak dari proses utama
b. Rancangan modular untuk mempermudah penulisan dan pengujian program
dengan menggunakan hierarchical structure chart
c. Rancangan penyimpanan data melalui sistem file atau basisdata
d. Rancangan masukan dan keluaran berupa rancangan interface pemakai seperti:
rancangan layar, kontrol, panduan pemakai. Di samping itu juga terdapat laporan
dan dokumen masukan yang sesuai dengan layar
e. Spesifikasi sistem berupa spesifikasi lengkap dari masukan, keluaran dan
penyimpanan data
5. Implementasi
Pada tahap ini sistem secara fisik telah dibuat, kemudian dilakukan penulisan
program, penginstalan dan penggantian sistem baru yang perangkat kerasnya telah
tersedia dan sudah terpasang dengan baik dan sudah dibuat basisdatanya. Pada tahap
ini juga dilakukan pelatihan terhadap pemustaka termasuk penyesuaian terhadap
sistem yang baru.
6. Review dan Maintenance
Tahap ini dilakukan untuk menilai keberhasilan suatu proyek berupa keefektifan dari
sistem yang baru dikembangkan, perkiraan biaya, ketepatan waktu pelaksanaan
proyek, dan bagaimana biaya pemeliharaannya. Sistem yang baru tersebut harus lebih
baik dari sistem yang lama, mudah digunakan, dan cukup fleksibel untuk beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi.
Relevansi
Secara umum, arti dari relevansi adalah kecocokan. Relevan adalah bersangkut
paut, berguna secara langsung (kamus bahasa Indonesia). Relevansi berarti kaitan,
hubungan (kamus bahasa Indonesia). Menurut Green (1995), relevansi ialah sesuatu
sifat yang terdapat pada dokumen yang dapat membantu pengarang dalam
memecahkan kebutuhan akan informasi. Dokumen dinilai relevan bila dokumen
tersebut mempunyai topik yang sama, atau berhubungan dengan subjek yang diteliti.
Relevansi merupakan sejumlah informasi terpanggil dalam sebuah pencarian pada
koleksi perpustakaan atau sumber lainnya, seperti katalog online atau basis data
bibliografi, di mana informasi yang diberikan sesuai dengan subjek pada query dan
relevan dengan kebutuhan pengguna (Reitz 2004).
Secara fitrahnya, perpustakaan dan sistem informasi berkutat dengan persoalan
relevansi. Kata “relevansi” itu sendiri datang dari orang-orang sistem, terutama
orang-orang yang mendalami information retrieval. Seperti yang dikatakan
Ranganathan tentang ‘every book its reader’. Jadi jelas bahwa setiap orang punya
9
buku yang cocok untuknya. Secara lebih spesifik, persoalan relevansi yang berkaitan
dengan ketepatan pencarian dikenal dengan ukuran recall dan precision.
Recall (Perolehan)
Recall merupakan istilah yang digunakan untuk dokumen terpanggil yang relevan
dengan pertanyaan (query) yang dimasukkan pengguna dalam suatu sistem temu
balik informasi. Chowdhury (1999) menyatakan bahwa recall berhubungan dengan
kemampuan suatu sistem temu balik dalam menemukan dokumen yang relevan. Hal
ini berarti bahwa recall adalah bagian dari proses temu balik informasi yang dapat
digunakan sebagai alat ukur tingkat efektivitas suatu sistem temu balik informasi.
“Recall berhubungan dengan kemampuan sistem untuk memanggil dokumen yang
relevan, sedangkan ketepatan (precision) berkaitan dengan kemampuan sistem untuk
tidak memanggil dokumen yang tidak relevan” (Hasugian 2006).
Precision (Ketepatan)
Recall sebenarnya sulit diukur karena jumlah seluruh dokumen yang relevan dalam
database sangat besar. Oleh karena itu precisionlah yang biasanya menjadi salah satu
ukuran yang digunakan untuk menilai keefektifan suatu sistem temu balik informasi
(Hasugian 2006). Precision adalah jumlah kelompok dokumen relevan dari total
jumlah dokumen yang ditemukan oleh sistem (Hardi 2006). Precision juga
merupakan cara mengukur tingkat efektivitas sistem temu balik informasi.
Authority Control
Authority control merupakan bentuk temu balik yang konsisten dari istilah unik
yang digunakan sebagai istilah kendali dan penggunaan cross reference dari istilah
yang tidak digunakan namun saling terkait (Fardhiyah 2011). Menurut Hariyadi
(1986), authority control adalah suatu proses yang meliputi kegiatan menetapkan,
membuat, dan menggunakan jajaran kendali, yaitu suatu jajaran tajuk atau titik cari
yang otoritasnya terpercaya. Authority control juga merupakan proses kegiatan
pengawasan kebijaksanaan pemilihan dan penentuan tajuk yang dipakai dalam
katalog perpustakaan, beserta jaringan acuannya. Jadi, authority control bertujuan
untuk meningkatkan temu kembali dengan menyediakan konsistensi pada bentukbentuk tajuk yang digunakan untuk mengidentifikasi pengarang, nama tempat, judul
seragam, seri, dan subjek (Elvina 2008 dalam Fardhiyah 2011).
Authority control adalah alat yang digunakan pustakawan dalam menentukan
bentuk-bentuk tajuk, seperti tajuk nama, badan korporasi, dan tajuk subjek. Authority
control membuat keseragaman akses dalam records bibliografi, sehingga identifikasi
tajuk pengarang dan subjek menjadi jelas. Authority control menyediakan acuan bagi
pemustaka dalam mencari informasi yang dibutuhkan (LC Authorities 2012).
Pengguna authority control (Marais 2004), yaitu:
1. Kataloger,
2. staf akuisisi,
3. pustakawan referensi,
4. pengguna perpustakaan,
5. pengguna lainnya, antara lain: arsiparis dan pengembang software perpustakaan.
10
Tajuk
Tajuk (heading) adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog yang
digunakan sebagai dasar pembuatan katalog. Tajuk entri dalam sebuah katalog dapat
berupa nama orang, lembaga (badan korporasi), atau subjek. Ada ketentuan-ketentuan
dan kaidah-kaidah yang harus diikuti oleh para pengatalog dalam menentukan tajuk
pada sebuah tajuk entri agar tidak terjadi kerancuan. Sampai saat ini The Anglo
American Cataloging Rules (AACR) adalah buku pegangan yang masih relevan
untuk dipakai para pengatalog sebagai acuan dalam menentukan deskripsi bahan
perpustakaan. Tajuk entri utama yang terdapat pada bagian utama (heading) dalam
deskripsi katalog akan memudahkan pemustaka dalam mengenali bahan perpustakaan
yang dikehendaki.
Perpustakaan
Bagi banyak orang bila mendengar istilah perpustakaan, dalam benak mereka akan
tergambar sebuah gedung atau ruangan yang dipenuhi rak buku. Anggapan tersebut
tidaklah selalu salah karena bila dikaji lebih lanjut, kata dasar perpustakaan adalah
pustaka. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku. Sedangkan
dalam Bahasa Inggris, dikenal dengan library yang berasal dari kata Latin liber atau
libri artinya buku, yang kemudian terbentuklah istilah librarius yang artinya tentang
buku. Perpustakaan dalam bahasa asing lainnya (Belanda) disebut juga sebagai
bibliotheek, (Jerman) bibliothek, (Perancis) bibliotheque, (Spanyol) bibliotheca, dan
(Portugis) bibliotheca. Semua istilah itu berasal dari kata biblia dari bahasa Yunani
artinya tentang buku, kitab. Jadi, semua istilah perpustakaan, library, dan bibliotheek
selalu dikaitkan dengan buku atau kitab (Sulistyo-Basuki 1991). Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, maka dapat dibuatkan batasan tentang pengertian
perpustakaan itu sendiri, yaitu sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun
gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang
biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan
untuk dijual. Buku dan terbitan lainnya di sini termasuk di dalamnya semua bahan
cetak (buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran
musik, berbagai karya media audio visual seperti film, slide, kaset, piringan hitam,
bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofis (Sulistyo-Basuki 1991). Menurut UndangUndang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, perpustakaan adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Perpustakaan Nasional RI
Definisi Perpusnas RI menurut Undang-Undang RI No. 43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan, pasal 1, butir 5 adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan. Lembaga ini
berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan
deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring
11
perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Kedudukan Perpustakaan
Nasional RI adalah sebagai berikut (Perpusnas RI 2012):
1. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, (yang selanjutnya dalam SK
Kaperpusnas No.03/2001 disingkat Perpusnas RI) adalah Lembaga Pemerintah
Non Departemen;
2. Perpustakaan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden
yang dalam pelaksanaan tugas operasionalnya dikoordinasikan oleh Menteri
Pendidikan Nasional;
3. Perpustakaan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perpustakaan Nasional RI memiliki visi yaitu pemberdayaan potensi perpustakaan
dalam meningkatkan kualitas kehidupan bangsa. Selain itu misi Perpustakaan
Nasional RI yaitu membina, mengembangkan, dan mendayagunakan semua jenis
perpustakaan, melestarikan bahan pustaka (karya cetak dan karya rekam) sebagai
hasil budaya bangsa, dan menyelenggarakan layanan perpustakaan (Perpusnas RI
2012).
Tugas, Fungsi, dan Wewenang Perpustakaan Nasional RI
Berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional
No. 3 Tahun 2001 Tentang Organsisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional RI
adalah sebagai berikut:
Tugas dan Fungsi Perpustakaan Nasional RI adalah melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perpustakaan Nasional RI dalam melaksanakan tugasnya,
menyelenggarakan fungsi (Perpusnas RI 2012):
1. Mengkaji dan menyusun kebijakan nasional di bidang perpustakaan
2. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan
Nasional
3. mengkoordinasikan kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan
Nasional
4. menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga
Dalam menyelenggarakan fungsinya Perpustakaan Nasional RI mempunyai
kewenangan:
1. Menyusun rencana nasional secara makro, di bidang perpustakaan
2. merumuskan kebijakan di bidang perpustakaan untuk mendukung pembangunan
secara makro
12
3. menetapkan sistem informasi di bidang perpustakaan
4. kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yaitu:
a. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang perpustakaan
b. merumuskan dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa
dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya
Perpustakaan Nasional RI dipimpin oleh seorang kepala dan mempunyai 3 unit
kerja eselon 1, yaitu Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa
Informasi, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, dan Sekretariat
Utama, serta 9 unit kerja eselon 2 dengan susunan organisasinya sebagai berikut:
Kepala Perpustakaan Nasional RI
1. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi
a. Direktorat Deposit Bahan Pustaka
1) Sub Direktorat Deposit
2) Sub Direktorat Bibliografi
b. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
1) Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
2) Bidang Akuisisi
c. Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi
1) Bidang Layanan Koleksi Umum
2) Bidang Layanan Koleksi Khusus
3) Bidang Kerjasama Perpustakaan dan Otomasi
d. Pusat Preservasi Bahan Pustaka
1) Bidang Konservasi
2) Bidang Reprografi
3) Bidang Transformasi Digital
2. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan
a. Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca
1) Bidang Pengembangan Perpustakaan Umum dan Khusus
2) Bidang Pengembangan Perpustakaan Sekolah dan Perguruan Tinggi
3) Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Minat Baca
b. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
1) Bidang Program dan Evaluasi Pelatihan
2) Bidang Penyelenggaraan Pelatihan
c. Pusat Pengembangan Pustakawan
1) Bidang Akreditasi Pustakawan
2) Bidang Pengkajian dan Pengembangan Pustakawan
3. Sekretariat Utama
a. Biro Umum
1) Bagian Kepegawaian
2) Bagian Keuangan
3) Bagian Tata Usaha
13
b. Biro Hukum dan Perencanaan
1) Bagian Perencanaan
2) Bagian Hukum dan Hubungan Masyarakat
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka
mempunyai tugas melaksanakan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan
pustaka. Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka dalam
melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi:
1. Pelaksanaan pengembangan koleksi dan pengolahan bahan pustaka;
2. Pelaksanaan distribusi dan tukar-menukar bahan pustaka.
Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka terdiri dari:
1. Bidang Akuisisi
2. Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka di Perpusnas RI adalah unit kerja eselon 3 di
bawah Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, yang
mempunyai tugas melaksanakan pengolahan bahan pustaka. Bidang Pengolahan
Bahan Pustaka dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan katalogisasi, klasifikasi, dan pascakatalogisasi bahan pustaka;
2. Pelaksanaan verifikasi bahan pustaka;
3. Pemasukan data ke pangkalan data;
4. Penyusunan, pelaksanaan dan pengembangan tajuk nama pengarang, badan
korporasi, dan subjek.
Bidang Pengolahan Bahan Pustaka mempunyai 8 kelompok kerja, yaitu sebagai
berikut:
1. Kelompok Kerja Monograf
2. Kelompok Kerja Audio Visual
3. Kelompok Kerja Foto
4. Kelompok Kerja Peta
5. Kelompok Kerja E-Resources
6. Kelompok Kerja Tajuk Otoritas
7. Kelompok Kerja Pengelolaan Pedoman Pengolahan
8. Kelompok Kerja Aplikasi Fisik
Setiap kelompok kerja mempunyai tugas pokoknya masing-masing. Salah satu
tugas pokok Kelompok Kerja Tajuk Otoritas adalah melakukan pengendalian tajuk
otoritas semua jenis bahan pustaka, dan salah satunya adalah mengelola authority
control Perpusnas RI. Berikut ini adalah rincian tugas Kelompok Kerja Tajuk
Otoritas:
1. Menyusun program pengelolaan tajuk otoritas,
2. melakukan pengendalian tajuk otoritas semua jenis bahan pustaka,
14
3. mengumpulkan data untuk pengembangan pengolahan dan penyusunan tajuk
pengarang, tajuk subjek, tajuk geografi, tajuk seragam dan tajuk badan korporasi,
4. melakukan kajian, pembahasan permasalahan, memberikan bimbingan dan
konsultasi tentang tajuk otoritas,
5. melakukan kerjasama dan koordinasi dengan kelompok lain atau unit kerja lain,
6. mengkoordinir pendalaman materi berkaitan dengan tajuk otoritas.
Semua kegiatan pengolahan di Bidang Pengolahan Bahan Perpustakaan sudah
automatisasi, dan menggunakan standar MARC dalam proses pengatalogannya.
MARC
Machine Readable Cataloging (MARC) adalah standar untuk komunikasi data
katalog di dunia perpustakaan dan informasi. Pada dasarnya, MARC adalah format
data (atau lebih tepatnya: sekumpulan format data) yang memungkinkan pertukaran
data katalog atau data lainnya yang terkait antarsistem-sistem perpustakaan yang
memakai komputer (Pendit 2008). Standar metadata katalog perpustakaan ini
dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress (LC), format LC MARC
ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data bibliografis bahan
perpustakaan ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Konsep ini dipakai oleh
berbagai negara termasuk Indonesia yang menggunakan MARC yang disebut
INDOMARC.
INDOMARC mempunyai kelompok tengara yang merupakan
kumpulan ruas tidak tetap yang fungsinya sama. Setiap nomor tengara dimulai
dengan angka yang sama, dan setiap kelompok tengara mencerminkan bagian tertentu
dari cantuman katalog. Berikut ini daftar tengara dengan XX adalah nilai angka di
antara 00-99 (Perpusnas RI 2006):
1. 0XX Informasi kendali dan identifikasi, termasuk nomor standar, nomor klasifikasi
dan nomor panggil.
2. 1XX Entri utama.
3. 2XX Judul dan paragraf judul (judul, edisi, impresum).
4. 3XX Deskripsi fisik, dan sebagainya.
5. 4XX Pernyataan seri.
6. 5XX Catatan.
7. 6XX Entri tambahan subjek.
8. 7XX Entri tambahan selain dari subjek atau seri.
9. 8XX Entri tambahan seri.
Format Authority Records
Format authority records, merupakan pengembangan format MARC yang
dikhususkan untuk authority control. Format yang ditetapkan oleh UNIMARC ini
berfungsi untuk menghubungkan data dari pangkalan data authority dengan
pangkalan data bibliografis. MARC authority berbeda dengan MARC bibliografis,
MARC authority dirancang untuk mengarahkan pengguna kepada bentuk atau istilah
kendali yang digunakan dalam sistem, baik nama pengarang, subjek, atau subdivisi
dari subjek. MARC authority menjadi akses untuk menemukan bentuk atau istilah
baku yang digunakan, sehingga pengguna dapat menemukan informasi yang
dimaksud.
15
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah pustakawan dan pemustaka sedangkan objek
penelitiannya adalah data-data bibliografis dan daftar tajuk.
Teknik dan Peralatan
Teknik dan peralatan yang digunakan selama penelitian adalah perangkat
komputer yang terhubung dengan internet, Daftar Tajuk Perpusnas RI, Library of
Congress Subject Headings, Sears List Subject Headings, INDOMARC, dan
pedoman-pedoman lain yang digunakan dalam menentukan bentuk-bentuk tajuk.
Roadmap Penelitian
Penelitian mengenai online databases dalam penelusuran informasi yang
pernah dilakukan antara lain oleh Odini (1997). Odini mencoba membandingkan
kinerja beberapa sumber manual dan online, dan hasilnya bahwa penelusuran melalui
online mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan pencarian secara manual.
Penelitian mengenai authority control sendiri pernah dilakukan oleh Lovins (2008)
yang menyebutkan perlu adanya kerjasama internasional yang menangani authority
control, dengan dibentuknya Virtual International Authority File (VIAF) untuk
meminimalisasi ketidakkonsistenan dalam hal penulisan nama orang atau lembaga
dan ketepatan subjek sebagai titik akses pada perpustakaan. Fardhiyah (2011)
melakukan analisis keterkaitan istilah dan menguji ketepatan terhadap hasil temu
kembali informasi pada dua pangkalan data yang berbeda, yakni pada OPAC
Perpusnas RI yang belum mengintegrasikan authority control dan OPAC Library of
Congress yang telah terintegrasi dengan authority control.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut penulis ingin membuat sebuah
rancangan sistem authority control yang efektif di Perpusnas RI dengan menyediakan
kekonsistenan dalam penulisan tajuk sehingga dihasilkan ketepatan terhadap hasil
temu kembali informasi.
3 METODE
Kerangka Pemikiran
Authority control merupakan hal yang penting dalam perpustakaan karena
sebagai bentuk kontrol bibliografi. Istilah-istilah yang ditetapkan sebagai standar
dalam katalog perpustakaan dibuatkan acuannya dalam authority control, sehingga
16
dapat meningkatkan proses temu kembali informasi. Authority control juga
merupakan alat atau sarana bagi pustakawan untuk menentukan keseragaman akses
pada katalog sehingga terdapat konsistensi dalam penentuan titik akses informasi.
Akan tetapi, sampai saat ini sistem authority control belum banyak digunakan, karena
itulah Perpusnas RI sebagai lembaga yang memiliki tugas sebagai pengendali dan
pengawas bibliografi di Indonesia perlu mengembangkan sistem authority control
yang efektif yang merupakan bagian dari sistem informasi Perpusnas RI.
Rancangan sistem authority control yang akan dikembangkan ini akan
terintegrasi ke pangkalan data bibliografis sehingga memudahkan pekerjaan
pustakawan dalam melakukan pengolahan bahan perpustakaan dan juga terintegrasi
ke pangkalan data OPAC yang akan membantu pemustaka dalam melakukan
penelusuran informasi.
Prosedur Penelitian
Tahapan pengerjaan dalam penelitian ini menggunakan metode System
Development Life Cycle (SDLC) yang terdiri dari investigasi sistem, analisis sistem,
desain sistem, dan prototipe. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan studi literatur,
selanjutnya investigasi sistem yang terdiri dari permasalahan, studi kelayakan, di
antaranya kelayakan teknologi, ekonomi, hukum, dan waktu. Setelah melakukan
investigasi sistem dilakukan analisis sistem yang terdiri dari analisis kebutuhan
fungsional, anal