Potensi Tanaman Air Mencuat Cyperus haspan L. dalam Memperbaiki Kualitas Air Limbah Rumah Potong Hewan dengan Sistem Artificial Wetland

i

POTENSI TANAMAN AIR MENCUAT Cyperus haspan L.
DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS AIR LIMBAH RUMAH
POTONG HEWAN DENGAN SISTEM ARTIFICIAL WETLAND

YUCHA FITRIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Potensi Tanaman Air

Mencuat Cyperus haspan L. dalam Memperbaiki Kualitas Air Limbah Rumah
Potong Hewan dengan Sistem Artificial Wetland” adalah benar merupakan hasil
karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2014

Yucha Fitriana
NIM C24090043

iv

ABSTRAK
YUCHA FITRIANA. Potensi Tanaman Air Mencuat Cyperus haspan L. dalam
Memperbaiki Kualitas Air Limbah Rumah Potong Hewan dengan Sistem
Artificial Wetland. Dibimbing oleh MAJARIANA KRISANTI dan INNA
PUSPA AYU.
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan industri yang memfasilitasi

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (daging), namun juga
menghasilkan produk samping, yaitu limbah. Limbah cair RPH tergolong limbah
organik yang berpotensi sebagai pencemar sehingga diperlukan adanya upaya
pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan serta terjangkau. Tanaman
Cyperus haspan L. dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pengolahan limbah
dengan sistem Lahan Basah Buatan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
potensi Cyperus haspan L. dalam menurunkan kadar pencemar air limbah RPH.
Penelitian utama dilakukan dengan perlakuan perbedaan biomassa tanaman air
yang direplikasikan dengan jumlah pot tanaman air pada tiap bak. Analisis
kualitas air dilakukan dengan mengukur parameter BOD, COD, TSS, nitrat, dan
ortofosfat sebanyak tiga kali serta parameter suhu, pH, dan DO dilakukan setiap
hari dalam kurun waktu 20 hari. Analisis data menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hasil menunjukkan bahwa pada 10 hari pengamatan awal,
tanaman Cyperus haspan L. dapat menurunkan pencemar limbah RPH sebanyak
71% BOD dan 94% TSS. Pertumbuhan spesifik harian dari masing-masing
perlakuan adalah 0,1014 gr/hari, 0,0568 gr/hari, dan 0,0449 gr/hari.
Kata kunci: Cyperus haspan L., lahan basah buatan, limbah cair, rumah potong
hewan
ABSTRACT
YUCHA FITRIANA. Cyperus haspan L., an Emergent Aquatic Plant, in Artificial

Wetland System to Improve Water Quality of Slaughterhouse Wastewater.
Supervised by MAJARIANA KRISANTI and INNA PUSPA AYU.
Slaughterhouse is an industry which facilitates the community to meet the
needs of animal protein (meat), but also produces waste. Slaughterhouse
wastewater organic waste classified as potentially contaminants. Therefore be
treated in environmental friendly as well as affordable wastewater treatment.
Cyperus haspan L. can be used for waste water treatment system with Artificial
Wetlands. The aim of this research is to test the potential of aquatic plants to
reduce levels of pollutants in wastewater slaughterhouse. The main research done
with treatment the water using replicates plant biomass. The analysis was done by
measuring the water quality parameters of BOD, COD, TSS, nitrate, and
orthophosphate three times as well as the parameters of temperature, pH, and DO
every day within 20 days. Data analysis were using a completely randomized
design over time (RAL in time). The results showed that, Cyperus haspan L. from
Slaughterhouse waste can reduce pollutants by 71 % BOD and 94 % TSS for 10

v

days of observation at the beginning. Daily specific growth of each treatment was
0,1014 (g/day); 0,0568 (g/day); and 0,0449 (g/day).

Keywords: Artificial wetlands, Cyperus haspan L., slaughterhouse, wastewater

vi

vii

POTENSI TANAMAN AIR MENCUAT Cyperus haspan L.
DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS AIR LIMBAH RUMAH
POTONG HEWAN DENGAN SISTEM ARTIFICIAL WETLAND

YUCHA FITRIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi

Nama
NIM
Program Studi

: Potensi Tanaman Air Mencuat Cyperus haspan L. dalam
Memperbaiki Kualitas Air Limbah Rumah Potong Hewan
dengan Sistem Artificial Wetland
: Yucha Fitriana
: C24090043
: Manajemen Sumber Daya Perairan


Disetujui oleh

Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi
Pembimbing I

Inna Puspa Ayu, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

x

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Potensi

Tanaman Air Mencuat Cyperus haspan L. dalam Memperbaiki Kualitas Air
Limbah Rumah Potong Hewan dengan Sistem Artificial Wetland” ini dapat
diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:
1 Institut Pertanian Bogor yang memberikan Penulis kesempatan untuk
menempuh pendidikan.
2 Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
penguji.
3 Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi dan Inna Puspa Ayu, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi atas segala arahan dan bimbingannya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4 Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pendidikan
Departemen Sumber Daya Perairan.
5 Bapak Mad yang telah memberikan bibit Cyperus haspan L. dari kebun
beliau di Sinarwangi.
6 Drh Bambang Arief Mukti Wibowo MM dan M Hasannudin yang telah
memberikan izin pengambilan air limbah di Rumah Potong Hewan Terpadu

Dinas Pertanian Kota Bogor.
7 Kedua Orang tua (Bapak M Kartawi dan Ibu Sri Ru’ah), adik-adik tersayang
(Obi, Alan, dan Nok Adel) yang telah memberikan semangat, doa dan kasih
sayangnya selama ini.
8 Teman-teman (MSP 46, DPM-C, DPM KM, MPM KM dan BEM KM) yang
telah memberikan semangat, bantuan dan motivasinya kepada Penulis.
9 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun
dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat
bagi banyak pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2014

Yucha Fitriana

xi

xii


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang.................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................ 2
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 3
METODE PENELITIAN
3
Waktu dan Tempat.............................................................................................. 3
Bahan .................................................................................................................. 3
Alat ..................................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 4
Penelitian pendahuluan
4
Penelitian utama
6
Analisis Data ...................................................................................................... 7

Tingkat perubahan parameter kualitas air
7
Analisis pertumbuhan Cyperus haspan L.
8
Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
8
Uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Hasil .................................................................................................................. 10
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
10
Chemical Oxygen Demand (COD)
11
Total Suspended Solid (TSS)
11
Nitrat
12
Ortofosfat

12
Pertambahan biomassa Cyperus haspan L.
13
Pembahasan ...................................................................................................... 13
KESIMPULAN DAN SARAN
15
Kesimpulan ....................................................................................................... 15
Saran ................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
16
RIWAYAT HIDUP
23

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Karakteristik limbah cair RPH
Kondisi tanaman air pada penelitian pendahuluan pada hari ke-30
pengamatan
Rancangan penelitian utama selama pengamatan
Metode analisis kualitas air yang digunakan selama penelitian (APHA
2012)
Sidik ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Pertambahan biomassa Cyperus haspan L.
Beberapa penelitian bioremediasi dalam mengolah limbah organik

4
5
6
8
9
13
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Perumusan masalah potensi tanaman air mencuat pada pengolahan air
limbah rumah potong hewan dengan sistem artificial wetland
Cyperus haspan L. (sumber: koleksi pribadi)
Setting perlakuan dan alat selama penelitian
Nilai BOD pada masing-masing perlakuan yang berbeda (
PO,
PT1,
PT2, dan
PT3)
Nilai COD pada masing-masing perlakuan (
PO,
PT1,
PT2, dan
PT3)
Nilai TSS pada masing-masing perlakuan (
PO,
PT1,
PT2,
dan
PT3)
Nilai nitrat pada masing-masung perlakuan (
PO,
PT1,
PT2, dan
PT3)
Nilai ortofosfat pada masing-masing perlakuan (
PO,
PT1,
PT2, dan
PT3)

2
6
7
10
11
12
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Hasil identifikasi tumbuhan dari LIPI
Operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH
Hasil pengukuran suhu, pH, dan DO
Persentase penurunan nilai parameter
Hasil pengamatan tinggi batang dan pengukuran biomassa tanaman air
Hasil analisis ragam kandungan BOD
Hail analisis ragam kandungan COD
Hasil analisis ragam kandungan TSS
Hasil analisis ragam kandungan nitrat

18
19
21
21
21
21
22
22
22

xiv

10
11
12
13

Hasil uji lanjut BNT kandungan nitrat
Hasil analisis ragam kandungan ortofosfat
Hasil uji lanjut BNT kandungan ortofosfat
Hasil analisis ragam pertambahan biomassa Cyperus haspan L.

22
22
22
23

xv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas manusia yang pesat akan memicu timbulnya degradasi
lingkungan, tidak terkecuali lingkungan perairan. Salah satu hal yang dapat
mengubah atau mendegradasi kondisi lingkungan perairan adalah pencemaran.
Pencemaran air sungai, danau, dan badan-badan air lainnya, baik oleh limbah
pemukiman, limbah pertanian, maupun limbah industri merupakan masalah
lingkungan yang berdampak negatif pada kehidupan manusia.
Salah satu industri yang berada di sekitar masyarakat ialah industri Rumah
Potong Hewan (industri RPH). Industri RPH merupakan perusahaan atau industri
yang memfasilitasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani
(daging). Selain menghasilkan daging dan produk samping yang masih dapat
dimanfaatkan, RPH juga menghasilkan produk yang tidak termanfaatkan, yaitu
limbah, termasuk limbah cair. Limbah cair RPH tergolong limbah organik dalam
bentuk darah, lemak, tinja, isi rumen, dan isi usus, yang apabila tidak ditangani
secara benar akan berpotensi sebagai pencemar lingkungan perairan (Manendar
2010). Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengolahan limbah organik yang
berwawasan lingkungan serta terjangkau biayanya.
Berdasarkan karakteristik limbah, metode pengolahan limbah yang dapat
dilakukan adalah sistem lahan basah buatan (artificial wetland). Percobaan
pengolahan limbah dengan lahan basah buatan pertama kali dilakukan di Jerman
pada awal 1950-an (Vygmazal 2010). Lahan basah buatan atau rawa buatan
merupakan suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat campur tangan
manusia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Keberadaan lahan basah
buatan ini dapat memberikan pengaruh yang baik karena proses pengolahan
limbah yang terjadi mencontoh proses penjernihan air yang terjadi di lahan basah
atau rawa (wetlands) (Puspita et al. 2005). Pengolahan limbah dengan sistem
lahan basah buatan melibatkan tumbuhan air (hydrophyte) yang berperan penting
dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification).
Tanaman air dalam sistem lahan basah buatan ini berperan sebagai filter
biologis (Surya 1998). Kemampuan tanaman air untuk menyaring bahan-bahan
yang larut di dalam limbah cair dapat dijadikan sebagai bagian dari usaha
pengolahan limbah cair yang disebut bioremediasi. Tanaman air banyak
digunakan dalam sistem lahan basah buatan karena efisien dalam hal biaya dan
memiliki nilai estetika yang dapat digunakan sebagai penghias halaman (Ebrahim
et al. 2013). Tipe tanaman air terbagi menjadi tanaman air mengapung,
tenggelam, dan mencuat.
Tanaman air yang digunakan pada penelitian ini merupakan tipe tanaman
air mencuat. Tanaman air mencuat memiliki sistem perakaran yang kuat dan daya
toleransi terhadap limbah yang cukup tinggi dibandingkan tipe tanaman air
lainnya. Tanaman air mencuat dan mengapung lebih banyak direkomendasikan
dalam studi lahan basah buatan skala laboratorium (Supradata 2005 in Evasari
2012). Hal ini dikarenakan banyak spesies tanaman tenggelam yang kurang
mampu bertahan terhadap kondisi eutrofik dan memiliki efek yang merugikan bagi

2

algae dalam kolom air, sehingga tanaman tenggelam tidak direkomendasikan
(Hammer dan Bastian 1989).
Tanaman air Cyperus merupakan tanaman air mencuat yang umumnya
dapat dijadikan sebagai tanaman hias dan hidup pada air yang dangkal.
Kemampuan tanaman air jenis Cyperus sp. relatif cukup baik untuk digunakan
dalam sistem lahan basah buatan karena mampu menyerap nitrogen (N) sebesar
1.100 kg/ha/th dan fosfor (P) 50 kg/ha/th (Brix 1994 in Khiatuddin 2003)
dibandingkan tanaman air lainnya. Jenis tanaman air yang akan digunakan adalah
Cyperus haspan L. Berdasarkan hal tersebut, penelitian mengenai potensi
tanaman air mencuat dalam memperbaiki kualitas air limbah RPH perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Industri Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan salah satu industri yang
memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan protein hewani. Limbah
yang dihasilkan dari industri RPH salah satunya adalah limbah cair. Limbah cair
terlebih dahulu diolah sebelum dibuang ke perairan umum untuk menjaga
lingkungan sekitar dari pencemaran, khususnya lingkungan perairan. Salah satu
bentuk pengolahan limbah yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
sistem lahan basah buatan (artificial wetland) yang melibatkan tanaman air dalam
proses pengolahannya.
Limbah cair akan mengalami dekomposisi menghasilkan bahan anorganik
berupa nitrat dan ortofosfat (N dan P). Nutrien N dan P dimanfaatkan oleh
tanaman air untuk pertumbuhannya, yang dapat terlihat dari penambahan biomassa
tanaman air. Pada proses bioremediasi diharapkan tanaman air dapat memperbaiki
kualitas air limbah dengan memanfaatkan hasil dekomposisi. Pemanfaatan hasil
dekomposisi ditunjukan dengan kualitas air yang membaik dan biomassa tanaman
air meningkat. Jika hasil ini menunjukkan hasil positif, maka tanaman air yang
digunakan berpotensi dalam menurunkan bahan pencemar. Gambaran ringkas
terkait rumusan masalah ini dapat dilihat pada Gambar 1.


Air Limbah
RPH
Bioremediasi
Tanaman Air
mencuat (Cyperus
haspan L.)
Potensi Cyperus haspan L.
dalam memperbaiki kualitas air

Kualitas air
membaik ? dan
biomassa
tanaman air
meningkat?

+

Gambar 1 Perumusan masalah potensi tanaman air mencuat pada pengolahan air
limbah rumah potong hewan dengan sistem artificial wetland

3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji potensi tanaman air Cyperus
haspan L. dalam menurunkan kadar pencemar air limbah RPH.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah pemanfaatan tanaman air mencuat untuk
dijadikan sebagai agen bioremediasi selain sebagai tanaman hias dengan
menurunkan konsentrasi bahan pencemar dalam limbah cair RPH dan memberikan
informasi mengenai salah satu cara mengatasai masalah pencemaran lingkungan
perairan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah karakterisasi limbah cair RPH,
pemanfaatan tanaman air Cyperus haspan L. yang diaplikasikan dalam pengolahan
limbah cair industri RPH dengan sistem artificial wetland.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
yang berlangsung pada bulan September hingga Desember 2013 dan penelitian
utama yang berlangsung pada bulan Januari hingga Februari 2014. Penumbuhan
tanaman air, pembuatan bak perlakuan atau reaktor, dan pemeliharaan tanaman,
serta pengukuran suhu dan pH dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro I,
sedangkan pengukuran BOD, COD, nitrat, ortofosfat dan TSS dilakukan di
Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan
Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman air Cyperus
haspan L. (Lampiran 1), tanah dan lumpur sebagai media tanam, serta limbah cair
Rumah Potong Hewan yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Terpadu Dinas
Pertanian Kota Bogor yang telah melalui proses fisika-kimia pengolahan limbah
serta beberapa bahan kimia yang digunakan untuk menganalisis parameter BOD,
COD, TSS, nitrat dan ortofosfat.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah berupa bak
perlakuan atau bak reaktor yang dimodifikasi sehingga cahaya yang dapat masuk
hanya berasal dari atas bak reaktor dengan ukuran 60x30x30 cm3, wadah untuk

4

menghomogenkan limbah cair, botol sampel, alat tulis, pH meter, DO meter, serta
berbagai macam alat yang digunakan untuk menganalisis parameter kimia.
Prosedur Penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan karakteristik
limbah serta menentukan jenis tanaman air yang akan dimanfaatkan pada
penelitian utama. Limbah cair yang digunakan berasal dari Rumah Potong Hewan
Terpadu Dinas Pertanian Kota Bogor yang telah melalui proses fisika-kimia
pengolahan limbah. Hal tersebut merujuk pada pernyataan Ebrahim et al. (2013)
bahwa tanaman air Cyperus alternifolius mampu mengurangi bahan pencemar
dengan baik, namun sistem pengolahannya bukan di awal tahap pengolahan
limbah. Adapun proses operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang
terdapat pada RPH tersebut dan gambar IPAL RPH pada Lampiran 2.
a. Karakteristik Limbah Cair
Penentuan karakteristik limbah cair bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
beberapa parameter kualitas air limbah. Limbah cair yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan limbah cair RPH yang telah mengalami proses
pengolahan air limbah dengan proses kimia dan fisika pada bak aerasi 2 IPAL
RPH. Secara umum limbah cair RPH terdiri dari lemak, darah, isi rumen, dan isi
tinja.
Karakteristik limbah cair RPH berdasarkan parameter fisika-kimia
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik limbah cair RPH
Parameter
Unit
Nilai
FISIKA
Suhu
˚C
26-28
TSS
mg/L
137-182
KIMIA
pH
5-8
COD
mg/L
102,6-342
Pengolahan dengan proses kimia pada IPAL RPH melalui prinsip koagulasi
dan flokulasi melalui penambahan kapur (CaO), Poly Alumunium Chloride (PAC),
dan flokulan, sedangkan pengolahan dengan proses fisika melalui prinsip
pengendapan dengan menggunakan kolam lamella. Karakteristik limbah meliputi
kandungan bahan organik dengan analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
dengan metode Heat of dilution procedure, Total Suspended Solid (TSS) dengan
metode gravimetri, pH dengan menggunakan alat pH meter, dan suhu dengan
menggunakan termometer (Tabel 1).
b. Penentuan Jenis Tanaman Air
Penentuan jenis tanaman air dilakukan dengan cara pemeliharan dan
pengamatan daya tahan tumbuhan serta pertumbuhannya selama tiga minggu.
Tanaman air yang memungkinkan untuk dianalisis yaitu tanaman air Sagittaria sp.

5

(melati air) dan Cyperus sp. Hal ini didasarkan pada beberapa informasi yang ada
dan ketersediaan jenis tumbuhan air yang terdapat di Laboratorium Biomikro I,
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, tanaman Cyperus
sp. memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan tidak mudah terkena hama,
sehingga tanaman air yang digunakan adalah Cyperus sp.
Tabel 2

Kondisi tanaman air pada penelitian pendahuluan pada hari ke-30
pengamatan
Tanaman air
Keterangan

Terlihat adanya pertumbuhan tunas baru yang
semakin tumbuh dengan baik

Cyperus sp.

Terlihat adanya bintik-bintik hitam yang berada pada
daun bagian belakang yang merupakan hama. Hama
ini semakin banyak jumlahnya dan menyebar ke
daun-daun lainnya.
Sagittaria sp.

Adapun spesies yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cyperus
haspan L. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah pemeliharaan tanaman air
Cyperus haspan L. pada pot-pot hingga ketinggian tanaman mencapai + 30 cm.
Sehubungan tidak adanya kriteria khusus terkait usia tanaman yang baik
digunakan dalam pengolahan limbah, pertimbangan dalam penentuan ketinggian
ini didasarkan pada kebutuhan dari penelitian yang akan dilakukan. Kebutuhan
dari penelitian yang dimaksudkan berkaitan dengan ukuran ketinggian bak reaktor
yang digunakan, yaitu 30 cm dengan ketinggian air pada bak perlakuan 20 cm.
Berikut merupakan klasifikasi tanaman Cyperus haspan L. berdasarkan USDA
PLANT 2014 dan LIPI (Lampiran 1).

6

Kingdom
Subkingdom
Divisi
Kelas
Sub-Kelas
Order
Familia
Genus
Spesies

: Plantae
: Tracheobionta
: Magnoliophita
: Monocotyledoneae
: Commelinidae
: Cyperales
: Cyperaceae
: Cyperus
: Cyperus haspan L.

Gambar 2 Cyperus haspan L. (sumber: koleksi pribadi)
Penelitian utama
Kegiatan yang dilakukan pada penelitian utama adalah pengujian tanaman
air dalam menurunkan kadar pencemar pada limbah cair RPH. Kegiatan ini
meliputi aklimatisasi tanaman air dengan menggunakan air tawar selama tiga hari,
penghomogenan air limbah sebelum dimasukkan ke dalam bak perlakuan, dan
pengamatan.
Metode penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah
perbedaan biomassa dan/atau kerapatan tanaman air yang direplikasikan melalui
jumlah pot dengan volume tanah sebesar 2 Liter. Waktu pengamatan dilakukan
selama 20 hari. Percobaan ini dinamakan RAL karena unit percobaan yang
digunakan relatif homogen (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Tabel rancangan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rancangan penelitian utama selama pengamatan
Ulangan
Tanpa
tanaman

1
2
3

PO1
PO2
PO3

Perlakuan
Penambahan
Penambahan
tanaman air dengan tanaman air dengan
rata-rata biomassa
rata-rata biomassa
0,2650 gr/bak
2,0150 gr/bak
PT11
PT21
PT12
PT22
PT13
PT23

Penambahan
tanaman air dengan
rata-rata biomassa
5,9650 gr/bak
PT31
PT32
PT33

Model linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan pada
penelitian ini mengacu pada Mattjik dan Sumertajaya (2006) sebagai berikut.
Yij = µ + τi + ɛij

7

Keterangan:
Yij : Nilai parameter kualitas air yang diamati terhadap perbedaan biomassa
dan/atau kerapatan tanaman air ke-i; i=1,2,3 dan ulangan (wadah) ke-j;
j=1,2,3
µ : rataan umum
τi : pengaruh perlakuan jumlah pot tanaman air ke-i
ɛij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Perlakuan dalam penelitian ini terdiri atas empat perlakuan, yaitu limbah cair
tanpa tanaman air (PO), dengan penambahan satu pot tanaman air dengan rata-rata
biomassa 0,2650 gr/bak (PT1), dengan penambahan dua pot tanaman air dengan
rata-rata biomassa 2,0150 gr/bak (PT2), dan dengan penambahan tiga pot tanaman
air dengan rata-rata biomassa 5,9650 gr/bak (PT3). Selanjutnya gambar setting
perlakuan dan alat selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

PO

PT1

PT2

PT3

Gambar 3 Setting perlakuan dan alat selama penelitian
Hal pertama yang dilakukan adalah penyiapan komponen uji, yaitu
tanaman air yang telah diaklimatisasi selama tiga hari dan limbah cair RPH yang
telah dihomogenkan. Konsentrasi limbah cair yang digunakan adalah 100%
limbah cair RPH hasil dari pengolahan limbah fisika-kimia RPH (tanpa
pengenceran) pada bak aerasi 2 (Lampiran 2). Setelah semua komponen uji siap,
pengamatan pun mulai dilakukan. Pengambilan contoh air untuk diamati dan
dianalisis parameter kualitas air dilakukan setiap 10 hari.
Parameter kimia dan fisika air yang diukur meliputi BOD5, COD, TSS,
nitrat, ortofosfat, DO, pH, dan suhu. Parameter biologi yang diukur adalah
biomassa basah tanaman air pada awal pengamatan (H0) dan akhir pengamatan
(H20). Analisis kualitas air untuk parameter BOD5, COD, TSS, nitrat, dan
ortofosfat dilakukan pada awal perlakuan (H0), hari ke-10 (H10), dan hari ke-20
(H20). Pengukuran parameter DO, pH, dan suhu dilakukan setiap hari (H0-H20).
Parameter yang diamati selama penelitian disajikan pada Tabel 4.
Analisis Data
Tingkat Perubahan Parameter Kualitas Air
Perubahan nilai parameter kualitas air dihitung dan dianalisis untuk
mengetahui persentase perubahan yang terjadi pada akhir pengamatan. Rumus
persentase perubahan yang digunakan mengacu dari Arifin (2000) adalah sebagai
berikut.

8

% Perubahan =



× 100%

Keterangan:
a = nilai tiap parameter dari karakteristik limbah sebelum perlakuan
b = nilai tiap parameter dari karakteristik limbah sesudah perlakuan
Tabel 4 Metode analisis kualitas air yang digunakan selama penelitian (APHA
2012)
Parameter
Parameter fisika air
Suhu
TSS
Parameter kimia air
pH
BOD₅

Unit

Metode

Alat

˚C
mg/L

Probe Elektroda
Gravimetri

Termometer digital
Vaccum pump

mg/L

pH meter
Botol Winkler

mg/L

Probe Elektroda
Titrasi Winkler
inkubasi
Heat of dilution
procedure
Molibdate
Ascorbic Acid
Brucine

Gram

Penimbangan

COD

mg/L

Ortofosfat

mg/L

Nitrat
Parameter biologi
Biomassa basah tanaman
air

Spektrofotometer
Spektrofotometer
Spektrofotometer
Timbangan digital

Analisis pertumbuhan Cyperus haspan L.
Analisis pertumbuhan Cyperus haspan L pada penelitian ini menggunakan
perhitungan laju pertumbuhan relatif atau relative growth rate (RGR) yang
kemudian digunakan untuk menentukan nilai doubling time. Tujuan penentuan
doubling time adalah untuk membantu menyetarakan biomassa dengan luas
penutupan tumbuhan air yang akan digunakan serta membantu menentukan lama
waktu pengamatan. Rumus perhitungan RGR yang diacu dari Mitchell (1974)
adalah sebagai berikut.

Keterangan:
RGR
Xt
Xo
T
DT

��� =

� �� − � �


�� =

: pertumbuhan spesifik harian (gram/hari)
: biomassa setelah waktu ke-t
: biomassa awal
: waktu pengamatan ke-t
: waktu penggandaan biomassa (hari)

� 2
���

Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT. Analisis data
menggunakan Rancangan Acak Lengkap umumnya disajikan dalam bentuk tabel
sidik ragam (Tabel 5). Penarikan kesimpulan dapat dilihat dari tabel sidik ragam
berikut.

9

1. Jika nilai Fhitung>Ftabel, maka tolak H0, berarti minimal ada satu perlakuan yang
memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap perubahan kualitas air limbah
(τ1 ≠ τ2 ≠ τ3), dan
2. Jika nilai Fhitung BNT, maka
keputusan yang diambil adalah tolak H0 artinya bahwa antara perlakuan tersebut
berbeda nyata pada taraf 0,15.

BNT=t(α,dbs)
Keterangan :

: taraf nyata ( = 0,15)
dbs
: derajat bebas sisa
KTS : kuadrat tengah sisa
n
: ulangan
d
: beda antarperlakuan

2 (KTS)
n

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian yang didapatkan meliputi data pengukuran parameter
fisika-kimia perairan dan juga biologi. Selama penelitian ini berlangsung suhu
limbah cair pada bak perlakuan berkisar antara 24-26,4C (Lampiran 3), sehingga
masih berada pada kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan Cyperus haspan L.
(20-30C) (DEEDI 2010). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
berperan dalam pengendalian kondisi perairan.
Metabolisme biota akan
meningkat jika terjadi kenaikan suhu hingga batas tertentu.
Pertumbuhan Cyperus haspan L. tidak hanya dipengaruhi oleh suhu tetapi
juga dipengaruhi oleh pH. Nilai pH selama pengamatan cenderung stabil dengan
kisaran rata-rata antara 5,9-8,9 yang masih termasuk ideal bagi pertumbuhan
organisme akuatik termasuk tumbuhan air karena berada pada kisaran 5,8-9,5
(Pescod 1973).
Parameter kualitas air lainnya yang diamati selama penelitian, yaitu
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total
Suspended Solid (TSS), nitrat, ortofosfat dan pertambahan biomassa Cyperus
haspan L. Adapun data hasil penelitian ini terlampir pada Lampiran 3 hingga
Lampiran 13.

BOD (mg/L)

Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen dalam air
limbah yang dibutuhkan bakteri atau mikroorganisme untuk melakukan
dekomposisi aerob dari bahan-bahan organik (Effendi 2003). Semakin banyak
kandungan zat organik, semakin tinggi pula kadar BOD. Hasil pengukuran BOD
disajikan pada Gambar 4.
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0

10

20

Waktu Pengamatan (hari ke-)
Gambar 4 Nilai BOD pada masing-masing perlakuan yang berbeda (
PT1,
PT2, dan
PT3)

PO,

11

Persentase penurunan nilai BOD yang diperoleh selama 10 hari pertama
pada perlakuan PO, PT1, PT2 dan PT3 secara berurutan adalah -21%, 14%, 57%,
dan 71% (Lampiran 4).

COD (mg/L)

Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter yang mampu
dengan baik menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimia, baik bahan organik yang dapat
didegradasi menjadi CO2 dan H2O secara biologis (biodegradable), maupun yang
sukar didegradasi secara biologis (nonbiodegradable) (Boyd 1982). Pengukuran
COD dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan pengaruh bioremediasi
Cyperus haspan L. dari masing-masing perlakuan.
110
108
106
104
102
100
98
96
0

10

20

Waktu pengamatan (hari ke-)
Gambar 5 Nilai COD pada masing-masing perlakuan (
PT2, dan
PT3)

PO,

PT1,

Persentase penurunan nilai COD yang diperoleh selama 10 hari pertama
pada perlakuan PO, PT1, PT2 dan PT3 secara berurutan adalah 2,08%, 1,08%,
0,24%, dan 0,76% (Lampiran 4).
Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi adalah padatan yang
menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap secara
langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun
beratnya lebih rendah dari sedimen. Hasil pengukuran TSS disajikan pada
Gambar 6.
Nilai TSS awal adalah 137 mg/L dan pada hari ke-10 hingga ke-20 berkisar
antara 8-34 mg/L. Nilai TSS terendah diperoleh pada perlakuan PT2 dan PT3 di
hari ke-10, sedangkan nilai TSS tertinggi pada perlakuan PO di hari ke-20.
Persentase penurunan nilai TSS yang diperoleh selama 10 hari pada perlakuan PO,
PT1, PT2 dan PT3 secara berurutan adalah 78%, 88%, 94%, dan 94% (Lampiran 4).

12

TSS (mg/L)

150
100
50
0
0

10

20

Waktu pengamatan (hari ke-)
Gambar 6 Nilai TSS pada masing-masing perlakuan (
PT2, dan
PT3)

PO,

PT1,

Nitrat
Nitrat merupakan senyawa yang terbentuk melalui hasil proses nitrifikasi
atau proses oksidasi senyawa nitrit (NO2) menjadi nitrat (NO3) dengan bantuan
bakteri nitrobacter. Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa nitrit dalam
perairan akan segera diubah ke dalam bentuk nitrat selama adanya konsentrasi
oksigen yang cukup, dan nitrat bersifat lebih stabil dibandingkan nitrit di perairan.

Nitrat (mg/L)

1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0

10

20

Waktu pengamatan (hari ke-)
Gambar 7 Nilai nitrat pada masing-masung perlakuan (
PT2, dan
PT3)

PO,

PT1,

Nilai nitrat minimum diperoleh pada perlakuan PT1 dan nilai maksimum
diperoleh pada perlakuan PO di hari ke-20. Persentase penurunan nilai nitrat yang
diperoleh selama 10 hari terakhir pada perlakuan PO, PT1, PT2 dan PT3, secara
berurutan adalah -26,95%, 13,60%, 13,86%, dan 14,01% (Lampiran 4).
Ortofosfat
Ortofosfat dimanfaatkan secara langsung oleh bakteri, fitoplankton, dan
tumbuhan air. Penyerapan fosfor oleh tumbuhan air lebih lambat dibandingkan
dengan penyerapan oleh fitoplankton, namun tumbuhan air dapat menyerap dan
menyimpan fosfor dalam jumlah yang lebih banyak (Boyd 1982). Hasil
pengukuran ortofosfat disajikan pada Gambar 8.

ortofosfat (mg/L)

13

0.15
0.10
0.05
0.00
0

10

20

Waktu pengamatan (hari ke-)
Gambar 8 Nilai ortofosfat pada masing-masing perlakuan (
PT2, dan
PT3)

PO,

PT1,

Nilai ortofosfat pada hari ke-10 hingga ke-20 berkisar antara 0,017-0,114
mg/L. Persentase penurunan nilai ortofosfat yang diperoleh selama 10 hari
terakhir pada perlakuan PO, PT1, PT2 dan PT3 secara berurutan adalah -29,97%,
39,46%, 25,03%, dan 29,58% (Lampiran 4).
Pertambahan Biomassa Cyperus haspan L.
Cyperus haspan L. berdasarkan kemampuan adaptasinya mampu
meningkatkan pertumbuhannya sebagai hasil penyerapan unsur hara yang terdapat
dalam perairan. Penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung pertumbuhan
Cyperus haspan L. berdasarkan perubahan bobot basah total selama pengamatan
sebagaimana yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Pertambahan biomassa Cyperus haspan L.
Akuarium
Rata-rata
Rata-rata
RGR
biomassa awal biomassa akhir (gr/hari)
(gr)
(gr)
PT1
0,2650
2,0150
0,1014
PT2
2,0150
6,2800
0,0568
PT3
5,9650
14,6400
0,0449

DT
(hari)
7
12
15

Tabel 6 menunjukkan bahwa pertambahan biomassa Cyperus haspan L.
selama pengamatan setiap tanaman di masing-masing perlakuan cenderung
mengalami peningkatan (Lampiran 5). Waktu penggandaan perlakuan PT1
memiliki nilai yang paling rendah atau lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan
PT2, dan PT3.
Pembahasan
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam membangun sistem
pengolahan limbah di antaranya adalah efektivitas dan biaya.
Melalui
pertimbangan tersebut, pembahasan analisis statistik dititikberatkan pada waktu
tercepat limbah mengalami penurunan konsentrasi bahan pencemar.

14

Data hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan konsentrasi BOD,
COD, dan TSS yang cukup besar pada sepuluh hari pertama (hari ke-10).
Persentase penurunan bahan organik terbesar terjadi pada perlakuan dengan
menggunakan tanaman air. Hal ini dikarenakan dekomposisi tidak hanya dari
dekomposer air limbah tetapi juga dibantu oleh dekomposer yang berasal dari
tanaman air. Pendapat ini sesuai dengan Brix (1993) in Apriadi (2008), bahwa
makrofita yang berada di perairan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk
mikroorganisme yang dapat mendekomposisi bahan pencemar, sehingga bahan
pencemar dapat berkurang.
Selain itu, menurut USDA dan ITRC in Halverson (2004), mekanisme
penyerapan polutan pada lahan basah buatan secara umum melalui proses abiotik
(fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan gabungan dari kedua
proses tersebut. Hal ini sesuai dengan fakta yang ditemukan dalam penelitian ini
yang menunjukkan bahwa penurunan bahan organik yang diiringi dengan
penurunan TSS terjadi pada air limbah RPH dengan perlakuan tanaman air.
Proses secara fisik pada sistem lahan basah buatan dapat mengurangi konsentrasi
COD dan BOD solid maupun TSS, sedangkan COD dan BOD terlarut dapat
dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas
mikroorganisme maupun tanaman air (Wood in Tangahu dan Wardewathi 2001).
Namun menurut hasil analisis ragam yang diperoleh untuk nilai BOD, COD, dan
TSS hingga 10 hari pertama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata
antarperlakuan (p>0,15) (Lampiran 6 hingga Lampiran 8).
Bahan organik yang terdapat di dalam limbah didekomposisi menjadi bahan
anorganik yang kemudian dimanfaatkan oleh tanaman air. Bahan anorganik
berupa nitrat dan ortofosfat memperlihatkan penurunan yang cukup besar pada
hari ke-10 sampai hari ke-20 pengamatan. Penurunan tersebut terjadi pada
perlakuan dengan menggunakan tanaman air. Hal ini memperlihatkan adanya
pemanfaatan bahan anorganik oleh tanaman air, sedangkan pada perlakuan tanpa
tanaman air tidak terjadi penurunan nilai bahan anorganik. Hasil analisis ragam
nitrat dan ortofosfat menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan pada
sepuluh hari terakhir (p0,15) (Lampiran 13).
Fungsi utama dari lahan basah atau rawa buatan pada penelitian ini adalah
sebagai salah satu sistem dalam pengolahan air limbah. Pada pengolahan air
limbah, tingkat kepadatan (populasi) biota yang hidup di lahan basah buatan atau
rawa buatan perlu dikontrol dan dibatasi. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan
tanaman air dengan biomassa 5,9650 gr (PT3) jauh lebih baik dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Pertimbangan efektivitas pengolahan limbah dapat pula
diperhatikan dari waktu detensi. Pada penelitian ini terlihat bahwa perlakuan
menggunakan tanaman air dengan biomassa 5,9650 gr (PT3) pada waktu detensi
lebih kurang 10 hari memiliki hasil yang jauh lebih baik dalam menurunkan bahan
pencemar.
Hasil penelitian menunjukkan tanaman air yang digunakan berpotensi
sebagai agen bioremediasi dalam menurunkan dan memperbaiki kualitas air
limbah RPH.
Pemanfaatan tanaman air ini dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan waktu detensi (diam atau kontak) air serta luasan bak. Bila
hasil pegamatan ini diterapkan pada instalasi pengolahan air limbah RPH
berdasarkan luasannya, maka biomassa tanaman air yang dapat dimanfaatkan
untuk mengoksidasi limbah adalah 1193 gr atau sekitar 200 pot tanaman air.
Pemanfaatan tanaman air untuk dijadikan sebagai agen bioremediasi dalam
mengolah limbah organik telah banyak dimanfaatkan. Berikut merupakan
beberapa penelitian bioremediasi yang pernah dilakukan sebelumnya.
Tabel 7 Beberapa penelitian bioremediasi dalam mengolah limbah organik
No Sumber
Agen biologi
Penurunan
Waktu
Peneliti
limbah
bahan organik retensi
(%)
(hari)
BOD COD
1. Limbah
Cyperus alterniofolius
90,5
5
Anggraini
domestic
D (2011)
2. Limbah
Cyperus papyrus
93,17
8
Erina et
domestic
al. (2012)
3. Limbah
Cyperus alterniofolius 73
74
15
Shahi et
rumah
dan
Phragmites
al. (2013)
tangga
australis

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi tanaman air Cyperus haspan L. pada limbah cair RPH
menunjukkan bahwa Cyperus haspan L. dengan rata-rata biomassa 5,9650 gr/bak
berpotensi menurunkan pencemar limbah RPH sebanyak 71% untuk BOD dan
94% TSS selama 10 hari.

16

Saran
Sistem pengolahan limbah ini dapat diaplikasikan dalam proses IPAL yang
telah tersedia pada RPH dengan mempertimbangkan luasan kolam serta biomassa
tanaman. Pengolahan ini dapat diletakkan pada alur IPAL di antara kolam settling
tank dan kolam chlorine tank dengan mempertimbangkan volume air limbah dan
banyaknya tanaman air yang dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini D.2011. Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Lahan Basah Buatan
Menggunakan Rumput Payung (Cyperus alterniofolius). [skripsi].
JawaTimur(ID); Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
APHA (American Public Health Association). 2012. Standard method for the
examination of water and waste water, American Public Health Association.
Water Pollution Control Federation. Port City. Baltimore, Mariland.1202p.
Apriadi T. 2008. Kombinasi bakteri dan tumbuhan air sebagai bioremediator
dalam mereduksi kandungan bahan organik limbah kantin. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Arifin M. 2000. Pengolahan limbah hotel berbintang. [Tesis]. Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Boyd CE. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Science
Publishers B. V. New York. p. 65-76.
DEEDI [Departement of Employment,Economic Development and Innovation].
2010. Bog moss Mayaca fluviatilis Aubl. Queensland government. North
Quessland.
Ebrahim A, Ensiyeh T, M Hasan E, Sara Nasiri, Fatemeh J, Rahele S, Ali
Fatehizade. 2013. Efficiency of Constructed Wetland Vegetated with Cyperus
alternifolius Applied for Municipal Wastewater Treathment.[research article].
Hindawi Publishing Corporation. vol 2013.815962:page 5.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Erina R, Wiyono E. 2012. Domestic Watewater Treatment using Constructed
Wetland as a Development Strategy of Sustainable Residential. IACSIT Press.
IPCBEE vol 33.
Evasari J. 2012. Pemanfaatan Lahan Basah Buatan dengan Menggunakan
Tanaman Typha latifolia untuk Mengelola Limbah Cair Domestik [skripsi].
Depok (ID): Universitas Indonesia.
Goldman CR dan Horne AJ. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company.
New York. Toronto.
Halverson N V. 2004. Review of Constructed Subsurface Flow vs Surface Flow
Wetland. USA: U.S. Departement of Energy, Springfield.
Hammer, D.A. and R.K. Bastian.1989. Wetlands ecosystems: Natural Water
Purifiers. In Constructed Wetlands for Wastewater Treathment. Lewis
publishers. Chelsea (US) Michigan. Pp.5-20.

17

Handayanto, E and Hairiah, K. 2007. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan
Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Yogyakarta(ID). 1-36.
Khiatuddin M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa
Buatan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Mahendar R. 2010. Pengolahan Limbah Cair Rumahh Potong Hewan (RPH)
dengan Metode Fotokatalitik TiO2 : Pengaruh Waktu Kontak Terhadap
Kualitas BOD5, COD dan pH Efluen [Tesis]. Bogor (ID); Sekolah
Pascasarjanan IPB.
Mattjik SA, Sumertajaya MI. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr.
Mitchell D S. 1974. The development of excessive populations of aquatic plants.
In Mitchell D.S. (editor). Aquatic vegetations and its use and control.
UNESCO. Paris.p 38-49.
Pescod M B. 1973. Investigation of rational effluent stream standards for tropical
countries. AIT. Bangkok (TH).
Pradiko I. 2012. Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di
Dataran Tinggi Pasir Sarongge, Cianjur-Jawa Barat [Skripsi]. Bogor
(ID):Institut Pertanian Bogor.
Puspita L, Ratnawati E, Suryadiputra INN, dan Meutia AA. 2005. Lahan basah
buatan di Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme. Bogor.
Shahi D H, Hadi E, Monamad H E, Asghar E, Mohamad T G, Shirin A, and
Mohamad R M. 2013. Comparing the Efficiency of Cyperus alternifolius and
Phragmites australis in Municipal Wastewater Treatment by Subsurface
Constucted Wetland. 16(8): 379-384.
Surya B. 1998. Pesona tanaman aquarium air tawar. Aquarista.
Tangahu B V and Warmadewanthi I D A A. 2001. Pengelolaan Limbah Rumah
Tangga dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dalam
Sistem Constructed Wetland, Purifikasi. 2(3):ITS – Surabaya(ID).
USDA PLANT. 2014. Natural Resources Conservation Service [Internet].
[diunduh 2014 Mei 11]. Tersedia pada: http//plants.usda.gov/java/
ClassificationServlet?source=display&classid=CYHA.
Vygmazal J. 2010. Constructed Wetlands for Wastewater Treathment [review].
Water.2.530-549;doi:10.3390/w2030530.

18

Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan dari LIPI

19

Lampiran 2 Operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RPH

Proses pengolahan limbah cair di Rumah Potong Hewan Terpadu Dinas
Pertanian Kota Bogor telah memiliki IPAL dengan menggunakan proses kimia dan
fisika.
Berikut merupakan proses operasional pengolahan limbah yang
berlangsung pada IPAL RPH. Bagian (A) menggambarkan limbah cair yang
keluar dari RPH langsung menuju kolam penampungan. Blower 1 dan 2 serta
pompa chlorine pada panel dinyalakan untuk menjaga darah pada kolam
penampungan tidak membeku. Jika kolam penampungan sudah penuh, maka
limbah dipompa ke kolam sump-pit tank. Hal yang perlu diperhatikan saat limbah
dipompa ke kolam sump-pit tank adalah blower pada kolam penampungan
dimatikan untuk menjaga isi rumen tidak ikut terpompa. Waktu yang diperlukan
untuk memompa limbah dari kolam penampungan ke kolam sump-pit tank hingga
terisi penuh adalah + 20 menit. Kegiatan yang dilakukan pada kolam sump-pit
tank adalah penambahan kapur secukupnya secara manual hingga warna air

20

limbah berubah dari merah kehitaman menjadi cokelat muda. Blower kolam
sump-pit tank tetap dalam kondisi menyala untuk memudahkan pengadukan. Jika
limbah cukup banyak, maka biasanya kapur yang digunakan dapat mencapai satu
karung (20 Kg) dalam sehari. Setelah kolam sump-pit tank terisi penuh, limbah
dipompa ke atas menuju kolam koagulasi dengan blower kolam sump-pit tank
tetap dalam kondisi hidup. Waktu yang diperlukan + 36 menit (tombol pompa,
alat penyampur cepat, alat penyampur lambat, pemompa air kapur, pompa
koagulan, dan pompa flokulan pada panel dinyalakan).
Limbah yang dipompa ke kolam koagulasi secara otomatis akan mengalir
ke kolam flokulasi dan masuk ke kolam lamella melalui lubang penghubung.
Saluran penghubung antara kolam koagulasi dan kolam flokulasi terletak di bagian
atas, sedangkan saluran penghubung antara kolam flokulasi dan kolam lamella
terletak di bagian bawah bak. Alat pengaduk terdapat pada kolam koagulasi dan
flokulasi.
Perlakuan yang dilakukan pada saat limbah cair berada di kolam koagulasi
adalah pemberian larutan kapur dan Poly Alumunium Chloride dengan selang
khusus yang telah diatur komposisi dan kecepatan tetesannya. Poly Alumunium
Chloride sebagai koagulan berguna untuk membentuk flok dan menghilangkan
warna pada pengolahan air. Perlakuan pada kolam flokulasi adalah pemberian
flokulan pada limbah melalui selang khusus yang sudah diatur komposisi dan
kecepatan tetesannya. Pemberian flokulan berguna untuk memudahkan pemisahan
antara padatan (lumpur) dengan air limbah.
Limbah cair pada kolam lamella akan masuk ke bagian sisi kanan dan kiri
lamella melalui regulator akibat proses up-flow, sedangkan yang berupa padatan
(lumpur) akan tertahan di bagian bawah regulator, dan mengendap. Air limbah
yang keluar dari regulator akan mengalir menuju sebuah lubang untuk masuk ke
kolam selanjutnya. Lumpur yang mengendap di bawah lamella dibuang, dan
umumnya dilakukan sore hari. Hal tersebut terlihat pada alur bagian (B).
Air limbah yang berasal dari lamella akan mengalir ke kolam aerasi 1 dan
aerasi 2 (pada bagian (C)). Kedua kolam ini memiliki blower yang berfungsi
membantu proses aerasi. Air limbah dari kolam aerasi 2 dialirkan ke kolam
settling tank melalui lubang yang berbentuk seperti donat. Bentuk ini dirancang
untuk mengurangi lumpur terbawa ke kolam settling tank. Prinsip kerja dan
bentuk dasar kolam settling tank sama dengan lamella. Namun bedanya, lumpur
yang mengendap di dasar kolam ini akan dipompa secara otomatis ke kolam
anoxic tank.
Limbah dari kolam anoxic tank ini akan masuk kembali ke kolam aerasi 1
karena terdapat lubang penghubung. Sehingga, air limbah akan berputar terus
diantara kolam aerasi 1, aerasi 2, settling tank, dan kolam anoxic tank. Air limbah
pada kolam settling tank akan langsung mengalir ke chlorine tank. Selanjutnya,
air olahan ditampung dahulu di effluent tank. Jika air olahan di effluent tank sudah
memenuhi seperempat kolam, maka air dapat dipompa ke kolam kontrol untuk
selanjutnya dibuang ke sungai (eff pump1 pada panel dinyalakan). Beberapa jenis
ikan sengaja dibiakkan pada effluent tank sebagai salah satu kontrol air olahan
yang dihasilkan. Ikan-ikan yang mati menunjukkan indikator masih buruknya
kualitas air olahan yang dihasilkan.

21

Lampiran 3 Hasil pengukuran suhu, pH, dan DO
PO
Hari
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Suhu
(C)
24,4
24,4
24,6
25,7
24,5
25,1
24,5
24,4
2