Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan Di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli
EVALUASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG
HEWAN
DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN
DELI
TUGAS AKHIR
ALFI RONIADI
06 0404 059
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
2013
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan Di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas
dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat
mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang
diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MS, ME, selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syahrizal ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I yang
berperan penting sebagai orang tua bagi penulis yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan
(3)
5. Bang Zaid Perdana, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang berperan
penting sebagai orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan
mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.
6. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, Bang Ivan Indrawan ST, MT, dan Kak Emma
Patricia, ST, M.Eng, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah
memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Bapak/Ibu staf pengajar serta pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Ahmad Prayudi, SE, MM, sebagai Direktur Umum dan
Keuangan/SDM Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan di Kota Medan
beserta seluruh staf yang telah memberikan ijin dan arahan kepada penulis
untuk melakukan penelitian.
9. Bapak Ading, sebagai Kabag. Produksi/Mutu dan Ka. Unit Pelayanan
RPH L/K Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan di Kota Medan yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu,
membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini.
10.Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta
Suhardiono, SKM, M.Kes dan Ibunda Sarra Newari Hasibuan (Almh)
yang telah memberikan bimbingan, dukungan, perhatian dan doanya
selama ini serta kakak saya Rizka Agustina, S.Hut dan adik saya Astri
(4)
11.Adinda tercinta Verany Yunita Harahap, S.Ked, yang telah memberikan
semangat, perhatian yang tulus dan doa yang tiada henti.
12.Teman-teman seperjuangan stambuk ’06. Terimakasih kepada semuanya telah menjadi bagian hidup yang sangat berarti bagi penulis.
13.Abang/kakak stambuk ’03, ’04, ’05 dan adik-adik stambuk ’07, ’08, ’09. Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan penulis ucapkan
terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2013
Hormat Saya
(5)
ABSTRAK
Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan berperan dalam melayani masyarakat dalam hal pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging yang sehat dan bermutu. Jenis hewan yang termasuk dalam kegiatan PD RPH ini antara lain sapi/kerbau, babi, kambing/domba. Limbah RPH tergolong limbah organik karena mengandung protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai pencemar lingkungan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sarana bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Potong Hewan Medan dengan cara menganalisis penyaluran air buangan dengan memuat perhitungan dan pendimensian tiap unit bangunan IPAL di RPH Medan dan menganalisis dimensi saluran dan kondisi tiap-tiap unit pengolahan di lokasi studi apakah masih memadai atau perlu pengembangan, serta menganalisis kualitas air limbah buangan dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pencemaran pada tiap parameternya.
Rincian masing-masing efisiensi reduksi BOD, COD, TSS , minyak dan lemak, NH3-N dan pH pada IPAL RPH Medan adalah : Kolam K-3 40 % dan
kolam K-4 50 %. Dari hasil studi yang dilakukan, kualitas BOD effluent yakni sebesar 112,54 mg/l, kualitas COD effluent sebesar 1579,39 mg/l, kualitas TSS effluent sebesar 680 mg/l, kualitas minyak dan lemak effluent sebesar 130 mg/l, kualitas NH3-N effluent sebesar 3,061 mg/l, kualitas pH effluent sebesar 6,52 mg/l
sehingga kita dapat mengetahui bahwa kadar BOD, COD, TSS serta minyak dan lemak pada limbah cair RPH Medan belum memenuhi standar yang ditetapkan Permenlh Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan. Sedangkan kadar NH3-N dan pH pada limbah cair RPH
Medan sudah memenuhi standar yang ditetapkan.
Dari report tahunan RPH diketahui adanya peningkatan jumlah hewan yang dipotong yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair sebesar 123 m3/hari. Analisis berupa perhitungan efektifitas dan efisiensi terhadap peningkatan volume limbah dibandingkan dengan dimensi unit pengolahan IPAL yang ada pada saat ini, kualitas kandungan air buangan dan tahapan pengolahan yang kemudian dievaluasikan terhadap parameter-parameter yang berlaku pada limbah cair sebelum akhirnya limbah tersebut dibuang ke saluran penduduk. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, untuk kapasitas 123 m3/hari ada beberapa unit pengolahan yang harus didesain ulang agar sistem pengolahan dapat berlangsung efektif.
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR SIMBOL ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang. ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 3
1.3.Pambatasan Masalah. ... 3
1.4.Tujuan. ... 4
1.5.Manfaat ... 4
1.6.Metodologi Penelitian ... 5
1.7.Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Limbah ... 8
(7)
2.1.2. Pengolahan Secara Kimia ... 14
2.1.3. Pengolahan Secara Biologi ... 19
2.2. Limbah Rumah Potong Hewan ... 21
2.3. Parameter Air Limbah ... 22
2.4. Analisis Kualitas Air Olahan ... 24
2.5. Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan ... 25
2.6. Dampak Negatif Air Limbah Rumah Potong Hewan ... 28
2.7. Jenis-jenis Pengolahan Air Limbah ... 30
2.8. Kewajiban RPH dalam Pengolahan Air Limbah ... 33
2.9. Baku Mutu Lingkungan ... 34
2.10. Pengolahan Air Limbah RPH dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu ... 36
2.11. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crasspes (Mart) Solm) Sebagai Teknik Alternatif dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah Potong Hewan ... 37
2.12. Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar Rumah Potong Hewan ... 39
2.13. Dasar-dasar Aliran dalam Saluran Terbuka ... 42
2.13.1. Klasifikasi Saluran ... 44
2.13.2. Tipe Aliran ... 44
2.13.3. Aliran Seragam (Uniform Flow) ... 45
2.13.4. Rumus Chezy ... 46
2.13.5. Rumus Manning ... 47
2.13.6. Rumus Stricker ... 48
(8)
2.13.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kekasaran
Saluran ... 49
BAB III. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI DAN METODOLOGI PENELITIAN ... 52
3.1. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan 52 3.2. Lokasi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan ... 53
3.3. Sarana dan Prasarana ... 54
3.4. Sumber-sumber Limbah Cair Rumah Potong Hewan Medan ... 55
3.5. Kondisi Eksisting ... 56
3.6. Metode Analisis Pengukuran Kualitas Air Limbah RPH ... 60
3.6.1. Pengukuran BOD dengan Metode Titrimetri ... 60
3.6.2. Pengukuran COD dengan Metode Spektrofotometri ... 63
3.6.3. Pengukuran TSS dengan Metode Gravimetri ... 64
3.6.4. Pengukuran Minyak dan Lemak dengan Alat Ekstraktor Soxhlets ... 66
3.6.5. Pengukuran Ammoniak dengan Metode Spektrofotometri Secara Fenat... 67
3.6.6. Pengukuran pH dengan Alat pH Meter ... 68
3.7. Metodologi Penelitian ... 71
3.7.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 71
3.7.2. Rancangan Penelitian ... 72
3.7.3. Pelaksanaan Penelitian ... 72
(9)
3.7.3.2. Pengolahan dan Analisis Data ... 73
3.7.4. Variabel yang Diamati ... 74
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. ... 75
4.1. Sistem Pembuangan Air Limbah RPH ... 75
4.1.1. Kolam Pengendapan Limbah Padat (Jeroan) ... 77
4.1.2. Kolam Pengendapan Limbah Cair ... 77
4.1.3. Kolam Oksidasi ... 77
4.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Air Limbah Rumah Potong Hewan Medan ... 78
4.3. Evaluasi Kolam K-1 Pengendapan Limbah Padat (Jeroan) dari Ruang Pemotongan Sapi (Cara Hidrolik) dan Babi ... 86
4.4. Evaluasi Kolam K-2 Pengendapan Limbah Padat (Jeroan) dari Ruang Pemotongan Sapi (Cara Ditembak) dan Kambing ... 89
4.5. Evaluasi Kolam K-3 Pengendapan Limbah Cair ... 92
4.6. Evaluasi Kolam K-4 Oksidasi (Kontrol) ... 96
4.7. Evaluasi Parit Pembuangan (Out) ... 99
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..103
5.1. Kesimpulan...………103
(10)
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika……….….…..… 9
Gambar 2.2. Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia ………....…14
Gambar 2.3. Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Biologi……….. 19
Gambar 2.4. Sket Kolam Oksidasi……… 32
Gambar 2.5. Saluran Terbuka dan Tertutup……….. 42
Gambar 2.6. Garis Kemiringan Hidraulis dan Energi ………...…43
Gambar 2.7. Penurunan Rumus Chezy Untuk Aliran Seragam pada Saluran Terbuka………..………... 46
Gambar 3.1. Lokasi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan ……..54
Gambar 3.2. Ruang Pemotongan Hewan……….………. 56
Gambar 3.3. Kandang Hewan Sebelum Dipotong……….…………... 57
Gambar 3.4. Kolam Pengendapan Limbah Padat (Jeroan)…...……… 57
Gambar 3.5. Kolam Pengendapan Limbah Padat (Jeroan)……...……… 58
Gambar 3.6. Kolam Pengendapan Limbah Cair………….……...………58
Gambar 3.7. Kolam Oksidasi (Kolam Kontrol)………...…………. 59
(12)
Gambar 4.1. Tahapan Proses Pengolahan Limbah Cair di RPH Medan ……..75 Gambar 4.2. Skema Jaringan Pengolahan Limbah Cair di RPH Medan …...76 Gambar 4.3. Skema Interaksi Biologik dalam Kolam Oksidasi ………78 Gambar 4.4. Kolam K-1 Pengendapan Limbah Padat (Jeroan)…...…………. 87 Gambar 4.5. Kolam K-2 Pengendapan Limbah Padat (Jeroan)……...………. 90 Gambar 4.6. Kolam K-3 Pengendapan Limbah Cair……....……...…………. 92 Gambar 4.7. Kolam K-4 Oksidasi (Kontrol)………...…….. 97 Gambar 4.8. Parit Pembuangan (Out)………..……….101 Gambar 4.9. Saluran Penghubung Kolam K-4 Oksidasi (Kontrol) dengan
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Rumah Potong Hewan……… 25 Tabel 2.2. Persentase Penurunan Nilai pH, BOD, dan COD Air
Limbah RPH Pesanggaran dengan Perlakuan Eceng
Gondok………. 38
Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan Fisik Air Sumur Gali di Sekitar RPH
Medan……… 40
Tabel 2.4. Hasil Pemeriksaan Kualitas Kimia Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan………... 41 Tabel 2.5. Hasil Pemeriksaan Kualitas Mikrobiologi Air Sumur Gali
di Sekitar RPH Medan……….. 41 Tabel 2.6. Koefisien Manning……… 47 Tabel 3.1. Sumber Limbah Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan…… 55 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kadar BOD Air Limbah PD RPH Kelurahan
Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli………. 80 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar COD Air Limbah PD RPH Kelurahan
Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli………. 81 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar TSS Air Limbah PD RPH Kelurahan
Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli……… 81 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Kadar Minyak dan Lemak Air Limbah PD
RPH Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Del……… 82 Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Kadar Ammoniak (NH3-N) Air Limbah
(14)
Tabel 4.6. Hasil Pemeriksaan Kadar pH Air Limbah PD RPH Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli ……… 83 Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Limbah PD RPH Kelurahan
Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli………. 85 Tabel 4.8. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-3……….. 92 Tabel 4.9. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-3………... 95 Tabel 4.10. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-4………. 99 Tabel 4.11. Perbandingan E Rencana dengan R real pada parit pembuangan..100
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Skema Jaringan Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan Medan
Lampiran B Hasil Tes Laboratorium Sampel Limbah Cair
Lampiran C Permohonan Izin Pengambilan Data dan Penelitian Dari Dekan
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Lampiran D Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian dari Perusahaan
(16)
DAFTAR SIMBOL
BOD = Biochemical oxygen demand
COD = Chemical oxygen demand
TSS = Total suspended solid
Q = Debit (m3/det)
V = Kecepatan aliran (m/s)
n = Koefisien Manning
R = Jari-jari hidraulik (m)
S = Kemiringan dasar saluran
A = Luas basah (m2)
P = Keliling basah (m2)
b = Lebar saluran (m)
y = Tinggi aliran (m)
Tr = Waktu tinggal (jam)
E = Efisiensi pengolahan (%)
So = Influent (mg/L)
(17)
ABSTRAK
Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Medan berperan dalam melayani masyarakat dalam hal pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging yang sehat dan bermutu. Jenis hewan yang termasuk dalam kegiatan PD RPH ini antara lain sapi/kerbau, babi, kambing/domba. Limbah RPH tergolong limbah organik karena mengandung protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai pencemar lingkungan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sarana bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Potong Hewan Medan dengan cara menganalisis penyaluran air buangan dengan memuat perhitungan dan pendimensian tiap unit bangunan IPAL di RPH Medan dan menganalisis dimensi saluran dan kondisi tiap-tiap unit pengolahan di lokasi studi apakah masih memadai atau perlu pengembangan, serta menganalisis kualitas air limbah buangan dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pencemaran pada tiap parameternya.
Rincian masing-masing efisiensi reduksi BOD, COD, TSS , minyak dan lemak, NH3-N dan pH pada IPAL RPH Medan adalah : Kolam K-3 40 % dan
kolam K-4 50 %. Dari hasil studi yang dilakukan, kualitas BOD effluent yakni sebesar 112,54 mg/l, kualitas COD effluent sebesar 1579,39 mg/l, kualitas TSS effluent sebesar 680 mg/l, kualitas minyak dan lemak effluent sebesar 130 mg/l, kualitas NH3-N effluent sebesar 3,061 mg/l, kualitas pH effluent sebesar 6,52 mg/l
sehingga kita dapat mengetahui bahwa kadar BOD, COD, TSS serta minyak dan lemak pada limbah cair RPH Medan belum memenuhi standar yang ditetapkan Permenlh Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan. Sedangkan kadar NH3-N dan pH pada limbah cair RPH
Medan sudah memenuhi standar yang ditetapkan.
Dari report tahunan RPH diketahui adanya peningkatan jumlah hewan yang dipotong yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair sebesar 123 m3/hari. Analisis berupa perhitungan efektifitas dan efisiensi terhadap peningkatan volume limbah dibandingkan dengan dimensi unit pengolahan IPAL yang ada pada saat ini, kualitas kandungan air buangan dan tahapan pengolahan yang kemudian dievaluasikan terhadap parameter-parameter yang berlaku pada limbah cair sebelum akhirnya limbah tersebut dibuang ke saluran penduduk. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, untuk kapasitas 123 m3/hari ada beberapa unit pengolahan yang harus didesain ulang agar sistem pengolahan dapat berlangsung efektif.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara
administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya
Kelurahan Mabar Hilir. PD RPH berada dalam naungan Pemerintah Kota Medan
berdiri dari tahun 1992 sampai sekarang. Kegiatan yang ada di PD RPH Kota
Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging
yang sehat dan bermutu. Jenis hewan yang termasuk dalam kegiatan PD RPH ini
antara lain sapi/kerbau, babi, kambing/domba. Kegiatan RPH meliputi
pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang
penampung, dan pembersihan isi perut. Dari kegiatan proses pemotongan yang
beroperasi mulai pukul 23.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB tersebut, dihasilkan
air limbah berupa darah, kotoran, sisa pakan, isi rumen serta serpihan daging dan
lemak yang tercampur bersama air cucian.
Limbah RPH tergolong limbah organik karena mengandung protein,
lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai pencemar
lingkungan. Jika limbah ini tidak ditangani akan menimbulkan masalah pada
lingkungan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air, munculnya gas berbau
busuk, serta bersarangnya mahluk hidup pembawa penyakit.
Kebutuhan masyarakat terhadap produk industri peternakan semakin
(19)
peternakan). Daging adalah salah satu produk industri peternakan yang dihasilkan
dari usaha pemotongan hewan. Menurut ketentuan pemerintah yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1983, tentang kesehatan masyarakat
veteriner, maka pemotongan hewan harus dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau tempat pemotongan hewan lainnya yang ditunjuk oleh pejabat yang
berwenang, kecuali dalam keadaan tertentu seperti untuk keperluan upacara adat,
agama, dan pemotongan darurat.
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui upaya pengendalian
pencemaran dari kegiatan RPH, pemerintah menetapkan kebijaksanaan tentang
baku mutu air limbah bagi kegiatan rumah potong hewan yang diatur dalam
Permenlh No.02 Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa kadar maksimum air
limbah rumah potong hewan yang diijinkan antara lain BOD (Biological Oxygen Demand) = 100 mg/L, COD (Chemical Oxygen Demand) = 200 mg/L, TSS (Total Suspended Solid) = 100 mg/L, minyak dan lemak = 15 mg/L, NH3-N = 25 mg/L, dan pH (derajat keasaman) = 6-9.
Prinsip penyaluran air limbah adalah suatu sistem penyaluran yang
mengalirkan air buangan dari sumber limbah ke Bangunan Pengolah Air Buangan
(BPAB) melalui jarak yang sependek-pendeknya agar waktu penyaluran yang
dibutuhkan bisa menjadi singkat. Akan tetapi masalah yang ditimbulkan dari
keadaan ini adalah pengaturan penyediaan energi potensial untuk mengalirkan air
limbah secara gravitasi, meskipun sebenarnya dapat diatasi dengan pompa, namun
(20)
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Sistem pengolahan yang digunakan sangat tergantung
pada tinggi atau rendahnya (parameter) bahan pencemar yang terkandung di
dalam air limbah tersebut.
Beberapa universitas telah melakukan penelitian mengenai gambaran
sistem pengolahan air limbah rumah potong hewan di Medan. Sebagai bahan
perbandingan, penelitian yang dilakukan oleh Vivianne (2010) menunjukkan
bahwa kadar minyak dan lemak pada air limbah rumah potong hewan tidak
memenuhi syarat.
Berdasarkan latar belakang ini, peneliti menganggap perlu mengadakan
penelitian terhadap pengolahan air limbah pada rumah potong hewan. Penelitian
ini dilakukan pada Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan di Kelurahan Mabar
Hilir Kecamatan Medan Deli.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan informasi yang diperoleh
dari survei pendahuluan, maka masalah yang akan diteliti adalah gambaran sistem
instalasi pengolahan air limbah rumah potong hewan Kota Medan yang masih
memadai atau tidak dalam proses pengolahannya.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal maka penulis perlu
membatasi masalah yang akan dibahas. Sesuai dengan tujuan dari penulis tugas
(21)
1. Pembahasan masalah sistem saluran air limbah dikhususkan pada Rumah
Potong Hewan Kota Medan.
2. Pembahasan sistem pengolahan air limbah Rumah Potong Hewan Kota
Medan serta bangunan pelengkap yang dibutuhkan.
1.4 Tujuan
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sarana bangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Potong Hewan Kota Medan dengan
tujuan utama penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis penyaluran air limbah dengan memuat perhitungan dan
pendimensian tiap unit bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
di Rumah Potong Hewan Mabar Hilir.
2. Menganalisis dimensi saluran yang tersedia di lokasi studi apakah masih
memadai atau perlu pengembangan.
3. Menganalisis kualitas air limbah rumah potong hewan berdasarkan baku
mutu air limbah kegiatan rumah potong hewan.
1.5 Manfaat
1. Sebagai bahan masukan bagi Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan
Kota Medan dalam hal pengolahan air limbah yang sesuai dengan
Permenlh RI No.2 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Limbah Kegiatan
(22)
2. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti
dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
4. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
1.6Metodologi Penelitian
Metodologi dan kegiatan tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Literatur
Mencari dan mempelajari pustaka yang berhubungan dengan desain
penyaluran air buangan dan pengolahannya dari berbagai sumber seperti
literatur buku, catatan kuliah, jurnal, majalah, artikel, maupun data dari
internet.
2. Pengumpulan Data
a. Data primer, diperoleh dengan mengadakan kunjungan langsung ke
lokasi penelitian, sehingga diperoleh kondisi eksisting pengolahan air
limbah serta sistem panyaluran air buangan yang ada. Pengumpulan
data primer ini dilakukan dengan mengukur langsung (observasi) dan
wawancara kepada petugas di Instalasi Pengolahan Limbah dan badan
instansi yang berkaitan dengan Rumah Potong Hewan di Kelurahan
(23)
b. Data sekunder, yaitu semua data yang bersumber dari literatur yang
berkaitan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan studi ini.
3. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis agar dapat
diketahui kualitas air yang dihasilkan dari hasil pengolahan limbah dan
kondisi eksisting dari unit pengolahan limbah rumah potong hewan
tersebut.
Setelah dilakukan analisis data untuk selanjutnya dilakukan evaluasi
berkaitan dengan metode pengolahan air, dimensi dan desain bangunan,
kualitas air, proses pengolahan dan perawatan dengan data kepustakaan
serta standar yang berlaku.
Adapun cara analisis dalam penelitian ini adalah:
-Menghitung volume pada tiap-tiap unit instalasi limbah
-Menghitung debit yang akan disalurkan ke tiap-tiap unit instalasi
-Menghitung total debit limbah cair
-Menentukan waktu tinggal (retention time) pada suatu unit instalasi -Menghitung jumlah kebutuhan oksigen
4. Evaluasi
Setelah dilakukan analisis data untuk selanjutnya dilakukan evaluasi atau
hasil studi berkaitan dengan metode pengolahan air, dimensi dan desain
bangunan, kualitas air, proses pengolahan dan perawatan dengan data
(24)
1.7Sistematika Penulisan
Adapun tahapan sistematika penulisan tugas akhir ini:
Bab I. Pendahuluan
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi
latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian
agar dapat memberikan gambar model dan metode analisis yang akan
digunakan dalam menganalisis masalah.
Bab III.Metodologi Penelitian dan Gambaran Lokasi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana
kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.
Bab IV.Analisis Pembahasan
Bab ini merupakan analisis tentang permasalahan, evaluasi, dan
perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan
rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah
Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan
beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan
hidup, atau membahayakan lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup
(Suharto, 2010).
Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air limbah
adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan
industri yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga
merupakan air buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan.
Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikategorikan atas limbah padat, cair, dan
gas.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk menyisihkan
bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik
pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum dapat
dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika,
(26)
2.1.1Pengolahan secara fisika
Pengolahan secara fisika (physical treatment) melibatkan beberapa proses fisika, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.1:
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika
a. Saringan bar (bar screen)
Saringan bar berfungsi untuk menahan dan menyaring
benda-benda keras dan besar seperti ranting kayu, potongan kayu, dan sampah
serta mencegah rusaknya saringan berikutnya.
Pengolahan
secara fisika
Saringan bar (bar screen)
Saringan pasir dan kerikil
Ekualisasi
Sedimentasi
Filtrasi
Flotasi
(27)
b. Saringan pasir dan kerikil
Saringan pasir dan kerikil digunakan untuk mencegah limbah cair
dan kerikil agar tidak mengganggu dan merusak bak penampung dan
pompa limbah cair.
c. Ekualisasi
Proses ekualisasi berfungsi untuk meminimumkan dan
mengendalikan fluktuasi aliran limbah cair baik kuantitas maupun kualitas
yang berbeda dan menghomogenkan konsentrasi limbah cair dalam bak
ekualisasi. Proses pencampuran dan aerasi diperlukan pada proses
ekualisasi untuk menghindari kondisi septik. Tujuan ekualisasi adalah: Mengendalikan aliran limbah cair agar tidak terjadi aliran
bergelombang.
Menghomogenkan senyawa organik dalam limbah cair agar tidak terjadi fluktuasi.
Menyeragamkan nilai pH sekitar 6,50–8,50.
Ketepatan memasok limbah cair secara kontinyu untuk proses berikutnya.
Ketepatan mengalirkan olahan limbah cair secara kontinyu ke badan air.
Mengendalikan beban toksisitas yang tinggi.
(28)
d. Sedimentasi
Proses sedimentasi limbah cair untuk memisahkan zat padat dan
cair digunakan prinsip pengendapan gravitasi untuk:
Memisahkan padatan terlarut dalam klarifikasi primer sehingga mampu menurunkan nilai BOD dengan rentang antara 30% sampai
75%.
Menurunkan padatan terlarut sekitar 40% sampai 95%. Mereduksi mikroba sampai sekitar 40% sampai 75%.
Memindahkan endapan biologi dalam klarifikasi akhir lumpur aktif. Memindahkan humus dalam perlakuan tricklink filter.
Perolehan lumpur padat dikirim ke lokasi penguburan limbah padat
(landfill).
Pada sedimentasi dibedakan jenis klarifikasi, yaitu klarifikasi primer dan
klarifikasi sekunder.
Klarifikasi primer atau dekantasi primer adalah unit proses yang dirancang untuk memindahkan zat padat tersuspensi dan padatan lain
yang ada di dasar bak atau tangki klarifikasi sebelum dilakukan
perlakuan biologi untuk senyawa organik terlarut.
Klarifikasi sekunder adalah unit proses yang dirancang untuk memindahkan senyawa biomassa yang terbentuk selama proses biologi
dan zat padat lain yang terbawa oleh limbah cair masuk ke unit proses
(29)
sedimentasi diperlukan sistem perlakuan fisika dan kimia yang
mengikuti proses koagulasi dan flokulasi.
e. Filtrasi
Filtrasi yang digunakan untuk pemisahan senyawa kimia padat dan
cair dimana cairan melewati media porous untuk memindahkan padatan
tersuspensi halus. Media filtrasi porous digunakan untuk memisahkan
padat-cair dengan menggunakan prinsip gravitasi sehingga padatan
tersuspensi dipisahkan. Media filtrasi dibedakan menurut media filtrasi
tunggal, misal pasir, media filtrasi ganda, misal pasir dan antrasit, dan
media filtrasi multi pasir, antrasit, dan garnet.
f. Flotasi
Flotasi digunakan proses daya apung untuk memisahkan partikel
padatan tersuspensi dari limbah cair dan pemisahan lemak, pelumas dari
industri olahan susu sapi/kerbau dan juga untuk memisahkan partikel
padat rendah densitas. Pada industri roti, olahan ikan, dan industri olahan
unggas khususnya ayam, pemisahan protein dan lemak dilakukan dengan
menggunakan metode flotasi. Pemisahan lemak dan pelumas dari limbah
cair dilakukan dengan menggunakan bak flotasi dimana di dasar bak
flotasi dialiri udara pada tekanan rendah atau dengan menggunakan
kompresor. Pada tekanan rendah, maka nitrogen dan oksigen lebih mudah
larut jika dibandingkan dengan tekanan atmosfir. Gelembung udara yang
(30)
permukaan bak flotasi sehingga lemak dan pelumas di permukaan limbah
cair dapat dipisahkan dengan menggunakan garpu pemisah.
Jenis-jenis metode flotasi dibagi menjadi beberapa metode, yaitu:
Flotasi dengan prinsip gravitasi. Flotasi gravitasi digunakan pada limbah cair dari bengkel kendaraan mobil, kereta api, pesawat terbang,
dan kapal laut. Kecepatan aliran limbah cair sekitar 4 sampai 6 m/jam
dan waktu tinggal hidraulik 30 menit.
Flotasi dengan prinsip vacuum. Flotasi vacuum banyak digunakan pada limbah cair dari industri olahan buah-buahan dan sayuran.
Flotasi dengan prinsip elektro. Flotasi elektro digunakan elektroda ditempatkan di dasar bak sehingga mengahasilkan
gelembung-gelembung sangat halus jika limbah cair di bak dielektrolisis oleh arus
searah. Gelembung oksigen timbul pada anode naik ke atas dan
mengangkat lemak, minyak dan pelumas selanjutnya terbentuk busa di
permukaan bak dan dipisahkan.
Flotasi udara. Flotasi udara (air flotation) digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dan sebagai alternatif sedimentasi,
mengentalkan suspensi lumpur senyawa kimia organik. Di samping
flotasi tersebut di atas, dikenal pula flotasi elektro yang diikuti dengan
dissosiasi air oleh listrik dalam tangki terbuka. Lumpur yang terbentuk
pada perlakuan primer ini akan digabung dengan lumpur sekunder.
Pemindahan senyawa organik yang terbiodegrasi dengan metode
sedimentasi merupakan metode yang murah dibandingkan dengan
(31)
g. Adsorpsi
Adsorpsi digunakan untuk memindahkan senyawa kimia tertentu
larutan dengan menggunakan adsorben karbon aktif mampu mengadsorpsi
senyawa organik dan juga menghilangkan bau tak sedap, rasa, dan warna
serta senyawa organik toksik. Wujud karbon aktif yang digunakan ialah
karbon aktif bentuk granular. Adsorpsi dibedakan atas adsorpsi fisik dan
adsorpsi kimia.
2.1.2Pengolahan secara kimia
Pengolahan secara kimia (chemical treatment) melibatkan beberapa proses kimia, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia
Pengolahan
secara kimia
Netralisasi dengan basa atau asam
Koagulasi dan flokulasi
Adsorpsi
Dialisis
Perpindahan oksigen dan pencampuran
Ozonisasi
Khlorin dioksida
(32)
a. Netralisasi dengan basa atau asam
Limbah cair dari industri pada umumnya bersifat alkali atau asam
sehingga diperlukan proses kimia netralisasi limbah cair. Limbah cair yang
bersifat basa, maka proses netralisasi dilakukan dengan penambahan HCl,
atau asam sulfat, atau gas CO2 sehingga dicapai nilai pH antara 6,50-8,50.
Jika gas karbondioksida tidak tersedia, maka netralisasi dilakukan
dengan menggunakan asam sulfat karena harganya jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan asam asam khlorida. Reaksi kimia netralisasi
berlangsung cepat, diperlukan pengadukan, dilengkapi dengan sensor nilai
pH, dan alat pengendali penambahan asam.
Limbah cair yang bersifat asam dinetralkan dengan penambahan
bahan kimia air kapur atau Ca(OH)2, kostik soda atau NaOH, soda abu
atau Na2CO3.
b. Koagulasi dan flokulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel senyawa koloid
dalam limbah cair. Proses pengendapan dengan menambahkan bahan
koagulan ke dalam limbah cair sehingga terjadi endapan pada dasar tangki
pengendapan.
Flokulasi adalah proses pengendapan pencemar dalam limbah cair
dengan penambahan bahan koagulan utama dan koagulan pendukung
sehingga terjadi gumpalan sebelum mencapai dasar tangki pengendap.
Flokulasi dikenal pula sebagai pencampuran (mixing), namun kecepatan pencampuran sangat lambat, dan tangki flokulasi dilengkapi dengan
(33)
pengaduk bentuk pedal, dan baffle atau sirip di dinding tangki flokulasi. Limbah cair yang diberi koagulan dengan dosis tertentu diaduk dalam
tangki flokulasi kemudian pengaduk dimatikan dan didiamkan, maka akan
terbentuk endapan di bagian bawah.
Nilai pH untuk koagulasi harus diperhatikan, misal garam-garam
besi bekerja pada nilai pH antara 4,50 sampai 5,50. Sebaliknya, garam
alumunium bekerja pada nilai pH antara 5,50 sampai 6,30. Limbah cair
pada perlakuan primer terdiri atas senyawa organik dalam bentuk suspensi
dan senyawa organik terlarut kemudian mengalir masuk ke dalam tangki
sedimentasi dan didiamkan selama 2 sampai 3 jam sehingga terbentuk air
limbah relatif bersih dengan campuran padatan dan limbah cair atau
lumpur primer (primary sludge).
c. Adsorpsi
Proses adsorpsi dengan menggunakan adsorben digunakan untuk
memisahkan senyawa pencemar dalam limbah cair. Proses adsorpsi adalah
kumpulan senyawa kimia dipermukaan adsorben, padat sebaliknya
absorpsi adalah penetrasi kumpulan senyawa kimia ke dalam senyawa
padat. Jika kedua peristiwa terjadi simultan maka peristiwa ini disebut
sorpsi. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan
kontaminan. Karbon aktif terbuat dari kayu, batu bara, lignit, tempurung
kepala, dan tulang ternak serta limbah sayuran kemudian dipanaskan tanpa
(34)
d. Dialisis
Proses membran adalah proses pemisahan senyawa dari larutan
yang berisi senyawa dengan menggunakan membran permiabel selektif.
Proses membran terdiri atas proses dialisis, elektrodialisis, dan reverse osmosis. Dialisis adalah proses pemisahan solute dari berbagai ionik atau ukuran molekul dalam larutan oleh membran permiabel selektif.
e. Perpindahan oksigen dan pencampuran
Pada perlakuan lumpur aktif, lagon teraerasi, dan proses digesi
diperlukan adanya oksigen dalam proses aerobik dan proses pencampuran
dengan hasil padatan tersuspensi. Perpindahan oksigen dan proses
pencampuran dilakukan dengan aerasi dari alat kompresor. Sistem aerobik
menggunakan bak terbuka yang berisi limbah cair kemudian dipasok
oksigen dalam udara untuk proses metabolisme sehingga mampu
mendegradasi senyawa organik dalam limbah cair dengan nilai BOD yang
tidak terlalu tinggi.
f. Ozonisasi
Pendekatan bioteknologi ramah lingkungan terhadap limbah
pestisida dan limbah senyawa organik lainnya merupakan pendekatan
yang sangat dianjurkan untuk diterapkan meskipun proses ozonisasi lebih
lama jika dibandingkan dengan proses kimia. Ozonisasi adalah salah satu
pendekatan proses kimia untuk mendegradasi limbah pestisida dalam
limbah cair dan limbah senyawa organik meskipun limbah pestisida
(35)
sensitif terhadap ozonisasi misalnya parathion, malathion, fosalon,
dimefox, dan lain-lain. Tujuan ozonisasi adalah mengeliminasi bakteri patogen dalam air maupun limbah cair.
g. Khlorin dioksida
Metode penambahan khlorin ke limbah cair untuk mengoksidasi
senyawa ammonia menjadi gas nitrogen dipengaruhi oleh: waktu kontak
reaksi, suhu reaksi, dan nilai pH reaksi. Kerugian dengan melakukan
metode ini adalah:
Diperlukan sistem pengendalian nilai pH.
Diperlukan biaya operasi mahal karena jumlah larutan NaOH dan khlorin cukup besar dan mahal serta merupakan bahan berbahaya dan
beracun (B-3).
Diperlukan dekhlorinasi.
Adanya senyawa karsinogen hidrokarbon terkhlorinasi.
Sangat peka terhadap perubahan suhu untuk menghilangkan senyawa ammonia-nitrogen sampai konsentrasi 0,10 mg/L.
h. Penghilangan ammonia
Ammonia dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik terdapat
dalam limbah cair yang harus dihilangkan sebab ammonia bersifat toksik
atau beracun terhadap kehidupan ikan air tawar jika konsentrasi ammonia
dalam air lebih dari 3 mg/L dan senyawa ammonia akan dioksidasi oleh
(36)
2.1.3Pengolahan secara biologi
Pengolahan secara biologi (biologycal treatment) melibatkan beberapa proses biologi, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.3:
Gambar 2.3 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Biologi
a. Perlakuan lumpur aktif
Lumpur aktif adalah kumpulan mikroba yang masih aktif berupa
gumpalan lumpur atau menyerupai lumpur, maka disebut lumpur aktif.
Aliran limbah cair (Q) dicampur dengan aliran lumpur (R) kemudian
campuran ini dengan kadar antara 2000 mg/L sampai 4000 mg/L masuk ke
dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor lumpur aktif mengadsorpsi senyawa
organik padat tersuspensi selama waktu antara 20 sampai 40 menit. Rasio
laju recycle bergantung pada konsentrasi padatan tersuspensi cairan campuran.
Perlakuan lumpur aktif
Trickling filter
Pengolahan
secara biologi
Perlakuan lumpur aktif
Trickling filter
Proses aerobik
Proses anaerobik
(37)
b. Trickling filter
Istilah trickling filter bukan filter dikenal, namun trickling filter
terbuat dari bak beton bentuk silinder berisi batu kecil atau kepingan
plastik. Trickling filter atau perlokasi berbentuk silinder atau empat persegi panjang dengan dinding baja untuk menyimpan kerikil, batu,
kepingan plastik atau batu kapur. Diameter trickling filter sangat bervariasi mulai dari 1 m sampai 50 m.
c. Proses aerobik
Perlakuan aerobik limbah cair bertujuan untuk melarutkan dan
menggumpalkan senyawa organik menjadi produk baru seperti CO2, NH3,
radikal anorganik seperti SO4¯, PO4-3, dan mikroba baru. Bakteri dalam
jumlah besar dalam bioreaktor digunakan untuk mengkonversi limbah cair
yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun. Masing-masing
spesies mikroba tidak diketahui dan tiadanya pembibitan (seeding) yang diperlukan.
d. Proses anaerobik
Limbah industri khususnya lumpur primer dinyatakan dalam wujud
limbah organik yang mudah busuk dan berpotensi menimbulkan mikroba
patogen. Pada pengolahan limbah lumpur berupa senyawa kimia organik
dengan proses anaerobik oleh berbagai macam mikroba yang dibantu oleh
nutrien menjadi produk gas bio. Keuntungan perlakuan anaerobik
diantaranya adalah reduksi limbah, stabilisasi, perbaikan drainase, dan
(38)
Manfaat proses anaerobik ialah prosesnya murah dengan inokulum
yang diperoleh dari kotoran sapi/kerbau dan sekaligus mereduksi nilai
BOD. Perlakuan anaerobik sangat baik untuk limbah cair dengan nilai
BOD tinggi namun biodegradasi tidak sempurna, karena itu limbah cair
yang keluar dari bak anaerobik perlu diproses lebih lanjut. Pada umumnya,
waktu tinggal di bak anaerobik adalah sekitar 14 hari, namun semuanya
tergantung pada jenis limbah organik yang akan diproses.
e. Nitrifikasi dan denitrifikasi
Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab
pencemar dalam limbah cair. Proses denitrifikasi terjadi karena terdapat
Pseudomonas denitrificans. Metode penghilangan senyawa nitrogen dapat dilakukan dengan perlakuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi
merupakan metode murah, namun efisiensi penghilangan nitrogen
terbatas. Proses ini berlangsung secara alami dengan menggunakan
simbiosis bakteri dan ganggang nitrogen dipindahkan dalam bentuk
biomassa. Semakin tinggi kadar CO2 semakin tinggi konversinya.
2.2Limbah Rumah Potong Hewan
Rumah Pemotongan Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan.
Limbah utama dari RPH berasal dari penyembelihan, pemindahan,
(39)
pembersihan. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang
berwujud cair (Permenlh No. 11, 2009).
Limbah pemotongan hewan (RPH) yang berupa feses urin, isi rumen atau
isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya, dapat bertindak sebagai
media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah
mengalami pembusukan. Dalam proses pembusukannya di dalam air,
menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual
dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk juga adanya
pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan
oksigen bagi biota air.
2.3Parameter Air Limbah
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
(Kusnoputranto, 1983) antara lain adalah:
1. Kandungan Zat Padat
Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk
Total Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS).
2. Kandungan Zat Organik
Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan
bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan
mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
(40)
melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan,
dibawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada 20o C).
3. Kandungan Zat Anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi
kualitas air limbah antara lain: Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor
dalam total phosphor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg,
Cd, Pb dan lain-lain.
4. Gas
Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara
yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari
proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat
diketahui dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam air sering digunakan untuk menentukan banyaknya atau
besarnya pencemaran zat organik dalam larutan, makin rendah DO suatu
larutan, makin tinggi kandungan zat organiknya.
5. Kandungan Bakteri
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air limbah berasal dari tinja
manusia yang sakit. Untuk menganalisis bakteri patogen yang terdapat
dalam air buangan cukup sulit, sehingga sebagai parameter mikrobiologis
digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform. (MPN = Most Probable Number) dalam 100 ml air limbah serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam 100 ml air limbah.
(41)
6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis
karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan
mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.
7. Suhu
Suhu air limbah umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu
udara, tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat
mempengaruhi kehidupan dalam air, kecepatan reaksi atau penguraian,
proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.
2.4 Analisis Kualitas Air Hasil Olahan
Air limbah yang harus diolah adalah seluruh air limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah potong hewan, yaitu air yang berasal dari pemotongan,
pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampung,
pembersihan kandang isolasi, dan pembersihan isi perut serta air sisa perendaman.
Pengambilan dan pengujian kualitas air dilakukan setelah IPAL beroperasi selama
tiga bulan.
Parameter yang perlu diamati adalah pH, BOD, COD, TSS, minyak dan
lemak, dan NH3-N. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu limbah cair
kegiatan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu
(42)
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan.
Parameter Satuan Kadar Maksimum
BOD mg/L 100
COD mg/L 200
TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 15
NH3-N mg/L 25
pH - 6 – 9
Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda : 1,5 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0,15 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk babi : 0,65 m3/ekor/hari
Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan.
2.5 Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan
Permenlh Nomor 02 Tahun 2006 menjelaskan bahwa parameter air limbah
rumah potong hewan terdiri dari:
1. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua
zat organis yang terlarut dan sebagian zat –zat organis yang tersuspensi dalam air. Kadar BOD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan
(43)
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam
air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia
dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam
dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan
organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan
teroksidasi. Kadar COD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan
rumah potong hewan adalah 200 mg/L.
3. TSS (Total Suspended Solid)
TSS (Total Suspended Solid) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung.
Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun
beratnya lebih rendah dari sedimen. Kadar TSS maksimum yang
diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/L.
4. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke
dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas
permukaan air. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena
dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air
(44)
meter dari permukaan air yang mengandung minyak adalah 90%
lebih rendah daripada intensitas sinar pada kedalaman yang sama
di dalam air yang bening.
b. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak
karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen
oleh air.
c. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu
kehidupan burung air karena burung-burung yang berenang dan
menyelam, bulu-bulunya akan ditutupi oleh minyak sehingga
menjadi lekat satu sama lain, akibatnya kemampuannya untuk
terbang juga menurun.
d. Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak
dapat mengganggu kehidupan tanaman laut, termasuk ganggang
dan liken.
Beberapa komponen yang menyusun minyak juga diketahui
bersifat racun terhadap berbagai hewan maupun manusia, tergantung dari
struktur dan berat molekulnya. Komponen-komponen hidrokarbon jenuh
yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi
dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada
konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian. Kadar minyak dan
lemak maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan
adalah 15 mg/L.
(45)
NH3 merupakan hasil pembakaran asam amino oleh berbagai jenis
bakteri aerob dan anaerob. Jika kadar asam amino di dalam air terlalu
tinggi karena pembakaran protein tidak berlangsung dengan baik sehingga
menghasilkan asam nitrat maka akan menimbulkan pencemaran. Kadar
NH3 maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan
adalah 25 mg/L.
6. pH (derajat keasaman)
Pengukuran pH yang berkaitan dengan proses pengolahan biologis
karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan disamping akan
mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka. Kadar
pH maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan
adalah 6-9.
2.6 Dampak Negatif Air Limbah Rumah Potong Hewan
Pengelolaan air limbah yang tidak baik akan dapat berakibat buruk
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibat buruk yang
ditimbulkan adalah:
1. Akibat terhadap lingkungan
Air limbah antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi dan biologi
yang dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola
dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air
(46)
kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang
tidak menyenangkan.
2. Akibat terhadap kesehatan masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air limbah dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air limbah dapat
menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen,
larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media
transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui
air yang tercemar seperti kholera, typhus abdominalis, dysentri baciler,
dan sebagainya.
3. Akibat terhadap sosial-ekonomi
Lingkungan hidup manusia sangat mempengaruhi bukan hanya
kesehatan fisik saja, tetapi juga kesehatan mental dan sosial dan manusia
terhadap tersebut. Keadaan lingkungan yang buruk menyebabkan perasaan
yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan.
Sebagai akibatnya, kesehatan manusia terganggu dan menjadi
kurang produktif. Sedangkan perkembangan masyarakat tergantung dari
tenaga kerja yang produktif. Kalau dalam masyarakat selalu terjadi
penyakit akibat pengaruh buruk lingkungan, maka hal ini akan
mempengaruhi kemampuan kerja dan juga mempengaruhi keadaan sosial
(47)
2.7 Jenis-jenis Pengolahan Air Limbah
Kusnoputranto (1983) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah terdiri
dari:
1. Pengenceran (dilution)
Yakni air buangan diencerkan terlebih dahulu sampai mencapai
konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan
air. Pada keadaan-keadaan tertentu kadang-kadang dilakukan proses
pengolahan sederhana terlebih dahulu seperti pengendapan, penyaringan
dan sebagainya. Akan tetapi dengan bertambahnya penduduk dan
perkembangan industri, maka seringkali jumlah air limbah yang harus
dibuang menjadi terlalu banyak karena diperlukan derajat pengenceran
yang cukup besar, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu,
cara ini juga menimbulkan beberapa kerugian, antara lain: bahaya
kontaminasi terhadap badan-badan air, oksigen terlarut dalam badan air
cepat habis sehingga mengganggu kehidupan organism dalam air, serta
meningkatkan pengendapan zat-zat padat sehingga mempercepat
pendangkalan sehingga terjadi penyumbatan dan mudah timbul banjir.
2. Irigasi luas
Cara ini umumnya digunkana di daerah-daerah di luar kota atau di
pedesaan karena memerlukan tanah yang cukup luas dan tidak dekat
dengan pemukiman penduduk. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit
terbuka yang digali pada sebidang tanah, dan air akan merembes masuk ke
dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Pada keadaan
(48)
atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini
terutama dilakukan untuk membuang air limbah yang berasal dari
perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, perusahaan makanan kaleng
dan sebagainya, dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup
tinggi dan diperlukan oleh tanam-tanaman.
3. Kolam oksidasi (Oxidation Ponds/Waste Stabilization Ponds Lagoon) Merupakan suatu pengolahan air limbah untuk sekelompok
masyarakat kecil, dan cara ini dianjurkan terutama untuk daerah pedesaan
(Gambar 2.4). Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan pengaruh sinar
matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air buangan dialirkan ke dalam kolam besar
berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1-1,5 meter. Dinding
dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Luas kolam tergantung
pada jumlah air buangan yang akan diolah, biasanya digunakan luas 1 acre
(= 4072 m²) untuk 100 orang. Lokasi kolam harus jauh dari daerah
pemukiman minimal berjarak 500 meter ditempatkan di daerah terbuka
(49)
NO3
Zone Fakultatif
Matahari
Zone Anaerobic
Tanah
Zone Aerobic
PO4 SO4 CO3
CH4 NH3 CO2
H2S
Gambar 2.4 Sket Kolam Oksidasi
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
- Empat unsur yang berperan dalam proses pembersihan alamiah ini adalah
sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen.
- Ganggang dengan butir chlorophylnya dalam air buangan melakukan
proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari, sehingga tumbuh
dengan subur.
Pada proses sintesis untuk pembentukan karbohidrat dari H2O dan CO2
oleh chlorophyl dibawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2 (oksigen).
Oksigen ini digunakan oleh, bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi
zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan. Disamping itu terjadi
pula penguraian dari zat-zat padat sehingga terjadi pengendapan.
Sebagainya hasilnya nilai BOD dan TSS dari air buangan tersebut akan
berkurang, sehingga relatif aman bila akan dibuang ke dalam badan-badan
(50)
4. Pengolahan air buangan primer dan sekunder = primary and secondary
treatment plant
Merupakan cara pengolahan air buangan yang lebih kompleks dan
lengkap, yaitu pengolahan secara fisik dan mekanis (primer) dan secara
biologis (sekunder) terutama digunakan di daerah perkotaan dan umumnya
mengolah air buangan dari segala jenis, baik yang berasal dari rumah
tangga, kotapraja maupun industri.
2.8 Kewajiban RPH dalam Pengolahan Air Limbah
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan rumah potong hewan
mempunyai kewajiban (Permenlh Nomor 02, 2006) yaitu:
1. Melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang
atau dilepas ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah RPH.
2. Membuat sistem saluran air limbah yang kedap air dan tertutup agar tidak
terjadi perembesan air limbah ke lingkungan, dilengkapi dengan alat
penyaring untuk memudahkan pembersihan dan perawatan.
3. Memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air
hujan.
4. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan
debit air limbah harian.
5. Melakukan pencatatan jumlah dan jenis hewan yang dipotong per hari.
6. Memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik
(51)
7. Menyampaikan laporan tentang catatan debit air limbah harian, jumlah dan
jenis hewan yang dipotong per hari dan kadar parameter baku mutu air
limbah sebagaimana dimaksud dalam point 4, point 5, dan point 6
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur dan
Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan instansi yang membidangi kegiatan RPH serta
instansi lain yang dianggap perlu.
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH dilarang
melakukan pengenceran air limbah dari kegiatannya.
2.9Baku Mutu Lingkungan
Sehubungan dengan fungsi baku mutu lingkungan maka dalam hal
menentukan apakah telah terjadi pencemaran dari kegiatan industri atau pabrik
dipergunakan dua buah sistem baku mutu lingkungan, yaitu:
1. Effluent Standard, merupakan kadar maksimum limbah yang
diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan. Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam keputusannya No.
KEP-03/MENKLH/II/1991 telah menetapkan baku mutu air pada sumber air,
baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi
dan baku mutu air laut.
(52)
Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun
tetap berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke
dalam air pada sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya
baku mutu air.
Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak
menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan,
dan atau benda.
Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran
ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambient.
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau
bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
2. Stream Standard, merupakan batas kadar untuk sumber daya tertentu,
seperti sungai, waduk, dan danau. Kadar yang ditetapkan berdasarkan pada
kemampuan sumber daya beserta sifat peruntukkannya. Misalnya batas
kadar badan air untuk air minum akan berlainan dengan batas kadar bagi
(53)
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas menurut PP
No. 82 tahun 2001, yaitu:
Kelas satu, air yang peruntukkannya digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas dua, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana
atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi pertanian, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas tiga, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanian, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanian dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.10 Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu
Sekarang telah dikembangkan metode baru untuk pengolahan limbah cair
RPH, yaitu teknik elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi merupakan proses
destabilisasi suspensi, emulsi dan larutan yang mengandung kontaminan dengan
cara mengalirkan arus listrik melalui air, menyebabkan terbentuknya gumpalan
(54)
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan sebelumnya (Roihatin A.,
Kartika A. R., 2009) mengenai metode elektrokoagulasi dengan mempelajari
pengaruh parameter jumlah elektroda, tegangan elektrolisis, dan waktu tinggal
waktu operasi pada proses elektrokoagulasi aliran kontinyu terhadap PH, efisiensi
pemisahan TSS dan TDS, kandungan COD serta kekeruhan air limbah. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tegangan elektrolosis (5,10,15
Volt), kombinasi elektroda (besi dan aluminium), waktu operasi (6,7;11,2;23,1
menit). Analisis yang dilaksanakan meliputi analisa pH, TDS, TSS, COD dan
turbiditas.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa tegangan elektrolosis,
waktu elektrokoagulasi, dan susunan elektroda sangat berpengaruh terhadap
penurunan kadar COD, TDS, TSS dan turbiditas pada limbah. Penambahan waktu
elektrokoagulasi dan rapat arus cenderung menurunkan kadar COD, TDS, TSS
dan turbiditas limbah serta pH setelah proses elektrokoagulasi cenderung
mendekati netral.
2.11 Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) Sebagai
Teknik Alternatif Dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Pengolahan limbah RPH secara umum dapat dilakukan secara fisika,
kimia, dan biologi (Suharto, 2010). Pengolahan limbah RPH dengan cara kolam
aerasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut,
pengolahan limbah secara biologi menjadi alternatif pemecahannya. Salah satu
(55)
air, yaitu enceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) sebagai teknologi sederhana, murah, ramah lingkungan, serta sangat mudah dalam penggunaannya,
sehingga biaya sabagai salah satu kendala utama dalam penanganan air limbah
RPH dapat diatasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Suardana IW, 2009)
mengenai pemanfaatan enceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) sebagai metode pengolahan limbah RPH secara biologis dengan menggunakan
parameter pH, BOD, dan COD. Sampel yang digunakan terdiri dari 4 bak, yaitu:
bak tanpa eceng gondok, bak dengan 30% eceng gondok, bak dengan 60% eceng
gondok, dan bak dengan 90% eceng gondok. Dimana masing-masing parameter
diobservasi pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 (Tabel 2.2). Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa eceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) dapat berperan sebagai metode pemulihan lingkungan secara biologis, sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa eceng gondok mampu
menurunkan kadar pH, BOD, dan COD dari air limbah RPH di lokasi penelitian
tersebut dilakukan.
Tabel 2.2 Persentase Penurunan Nilai pH, BOD dan COD Air Limbah RPH Pesanggaran dengan Perlakuan Eceng Gondok
No Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (Hari)
0 7 14 21 28
1. pH
Kontrol 0% -4,11% 8,10% 11,03% 13,73% 30% 0% 17,96% 19,37% 23,24% 23,83% 60% 0% 17,49% 20,07% 24,30% 24,77% 90% 0% 19,01% 19,72% 23,83% 24,30%
(56)
2. BOD
Kontrol 0% 8,22% 25,62% 37,90% 39,44% 30% 0% 12,33% 35,36% 47,74% 50,42% 60% 0% 17,70% 30,74% 47,69% 52,85% 90% 0% 19,17% 35,42% 49,84% 55,50%
3. COD
Kontrol 0% -7% -3,67% 0,33% 10% 30% 0% 19,70% 21,03% 27,03% 36,97% 60% 0% 22,87% 22,87% 40,37% 44,13% 90% 0% 35,33% 41,40% 44,175% 48,67%
2.12 Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar Rumah Potong Hewan
Sumur gali adalah sarana untuk menyadap dan menampung air tanah
untuk air minum dengan cara menggali tanah berbentuk sumuran agar
mendapatkan air yang sehat dan murah serta dapat dimanfaatkan oleh perorangan
(rumah tangga) maupun kelompok.
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik
bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya.
Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari
sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di
bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber
pencemar, lantai sumur harus kedap air, tempat penampungan air limbah minimal
10 meter dari air sumur gali dan terbuat dari bahan permanen, tinggi bibir sumur
0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup
(57)
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan sebelumnya (Ketaren
R.Vivianne, 2010) mengenai kualitas sumur gali di sekitar rumah potong hewan
Medan dengan mengambil 8 sampel sumur gali didapat kualitas fisik air sumur
gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak 1 sumur gali (12,5%), kualitas kimia
air sumur gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak 1 sumur gali (12,5%) dan
kualitas mikrobiologi yang tidak memenuhi syarat sebanyak 4 sumur gali (50%).
Hasil penelitian ini dapat kita lihat pada tabel 2.3 sampai dengan tabel 2.5.
Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Fisik Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan
N O
Jarak Sumur Gali Dengan IPAL RPH
Suhu Sampel
(oC) Bau dan Rasa Sampel Warna
Baku Mutu Dibawah 3
o
C
atau diatas Tidak berbau dan tidak berasa
Max 50 TCU
1 Titik I: 10 Meter 26,4 Tidak berbau dan tidak berasa 11 2 Titik II: 10 Meter 26,2 Tidak berbau dan tidak berasa 34 3 Titik I: 20 Meter 26,2 Tidak berbau dan tidak berasa 15 4 Titik II: 20 Meter 26,2 Tidak berbau dan tidak berasa 251
5 Titik I: 50 Meter 26,0 Tidak berbau dan tidak berasa 26 6 Titik II: 50 Meter 26,2 Tidak berbau dan tidak berasa 10 7 Titik I: 100 Meter 26,2 Tidak berbau dan tidak berasa 8 8 Titik II: 100 Meter 26,0 Tidak berbau dan tidak berasa 2
(58)
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Kimia Terbatas Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan
N O
Jarak Sumur Gali
Dengan IPAL RPH pH NH3 Fe Mn NO3
-
Cl
Baku Mutu Maks 6,5-9,0 1,5 mg/l 1 mg/l 0,5 mg/l 10 mg/l 600 mg/l
1 Titik I: 10 Meter 7,3 0,00146 0,011 0,042 0,9 12,42 2 Titik II: 10 Meter 6,6 0,00056 0,231 0,039 2,3 12,16 3 Titik I: 20 Meter 7,5 0,00204 0,525 0,457 0,9 11,18 4 Titik II: 20 Meter 7,0 0,0171 3,015 0,853 0,8 8,92 5 Titik I: 50 Meter 7,2 0,003015 0,129 0,057 3,2 8,42 6 Titik II: 50 Meter 7,2 0,000435 0,085 0,071 0,7 6,62 7 Titik I: 100 Meter 7,0 0,00076 0,054 0,037 0,6 10,42 8 Titik II: 100 Meter 7,1 0,0037 0,037 0,048 0,6 8,24
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Mikrobiologi Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan
N O
Jarak Sumur Gali Dengan IPAL RPH Total coli Coli faecal Baku Mutu Maksimum 50/100 ml 50/100 ml
1 Titik I: 10 Meter 210 210
2 Titik II: 10 Meter 130 130
3 Titik I: 20 Meter 280 280
4 Titik II: 20 Meter 350 280
5 Titik I: 50 Meter 34 31
6 Titik II: 50 Meter 47 47
7 Titik I: 100 Meter 47 47
(59)
2.13 Dasar-Dasar Aliran dalam Saluran Terbuka
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa:
1. Aliran Saluran Terbuka (Open Channel Flow) 2. Aliran Saluran Tertutup (Pipe Flow)
Keduanya dalam beberapa hal adalah sama, berbeda dalam satu hal yang
penting, yaitu:
- Aliran pada saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas yang dipengaruhi
oleh tekanan udara bebas (P Atmospher)
- Aliran pada pipa tidak dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung kecuali
oleh tekanan hydraulic (y).
Kedua bentuk saluran itu dapat kita lihat pada gambar 2.5 dibawah ini:
Gambar 2.5 Saluran Terbuka dan Tertutup
Perbandingan bentuk kedua aliran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah
(60)
Gambar 2.6 Garis Kemiringan Hidraulis dan Energi
Perhitungan saluran terbuka lebih rumit daripada perhitungan pipa karena:
Bentuk penampang yang tidak teratur (terutama sungai).
Sulit menentukan kekasaran (sungai berbatu sedangkan pipa tembaga licin).
Kesulitan pengumpulan data di lapangan.
Perbandingan rumus Energi untuk kedua tipe aliran tersebut adalah:
1. Aliran pada saluran tertutup
1
+
1�
+
�12
2
=
2+
2�
+
�22
2
+
……...(2.1)2. Aliran pada saluran terbuka
1
+
�1 22
=
2+
�22 2+
……….…………(2.2)di mana: h = ketinggian aliran (m), V = kecapatan aliran (m/s),
(61)
2.13.1Klasifikasi Saluran
Saluran dapat berbentuk alami (sungai, paluh, dan muara) dengan
penampang melintang atau kemiringan memanjang berubah-ubah (varriying cross section) disebut “Non Prismatic Channel”.
Saluran buatan jika penampang dan kemiringannya k o n s t a n (Constant Cross Section) disebut “Prismatic Channel”, contohnya saluran irigasi dan
gorong-gorong yang mengalir sebagian.
2.13.2 Tipe Aliran
Tipe aliran pada saluran terbuka adalah:
- ¾ Aliran Mantap (Steady Flow)
Perubahan volume terhadap waktu tetap Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap - ¾ Aliran Tidak Mantap (Unsteady Flow)
Perubahan volume terhadap waktu tetap Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap - ¾ Aliran Merata (Uniform Flow)
Besar dan arah kecepatan tetap terhadap jarak Aliran pada pipa dengan penampang sama Variabel fluida lain juga tetap
(62)
- ¾ Aliran Tidak Merata (Non Uniform Flow) Aliran pada pipa dengan tampang tidak merata
Pengaruh pembendungan dan variabel fluida lain juga tidak tetap Hydraulic jump
Hal ini timbul pada aliran air banjir dan gelombang atau gutter (parit terbuka). Pada umumnya perhitungan saluran terbuka hanya digunakan pada
aliran tetap dengan debit dinyatakan sebagai:
Q = A x V………..……...……..………(2.3) di mana: A = Luas penampang melintang aliran (m²), V = Kecepatan rata-rata
aliran (m/dtk)
Dan debit untuk sepanjang saluran dianggap seragam dengan kata lain aliran
bersifat kontinyu:
Q = A1 x V1 = A2 x V2….……….…….………(2.4)
2.13.3 Aliran Seragam (Uniform Flow)
Ciri-ciri aliran seragam (uniform flow) yaitu kedalam aliran, luas penampang basah, kecepatan rata-rata, dan debit per satuan waktu pada sepanjang
daerah yang lurus adalah sama. Sedangkan ciri-ciri lainnya yaitu garis energi,
muka air, dan dasar saluran adalah sejajar.
Syarat-syarat lain untuk aliran merata disebut normal, yaitu kedalaman
normal dan kemiringan normal. Didapati persamaan-persamaan semi empiris
sebagian besar dalam bentuk (gambar 2.7):
V = C x Rx x Sy
(63)
Sejajar atau Sf = Sw = So
Gambar 2.7 Penurunan Rumus Chezy Untuk Aliran Seragam pada Saluran Terbuka
2.13.4 Rumus Chezy
Bila air mengalir dalam suatu saluran terbuka, air tersebut akan mengalami
tahanan saat mengalir ke hilir. Tahanan mengadakan perlawanan terhadap
komponen gaya berat yang menyebabkan air tersebut mengalir. Aliran seragam
terjadi bila kedua komponen ini seimbang.
Untuk aliran mantap ( tidak ada percepatan) diperoleh persamaan:
ρ g . A . L Sin θ = τo . P . L….……….…………(2.5)
Karena θ kecil, maka: Sin θ= τ g θ = S S adalah kemiringan dasar saluran ρ g . A . L . S = τo . P . L….……….……..….…(2.6)
Secara empiris diketahui bahwa tegangan geser sebanding dengan kuadrat
(64)
τo sebanding denganV² τo = k . V2….……….………….…(2.7)
dari (2.4) dan (2.5)
ρ g . A . L . S = k . V2 . P . L ρ g . A . S
V² =
k . P
Chezy menemukan:
ρ g A ρ g
V = . . S = . R . S k P k
Dengan merubah: ρ g
= C k
Maka diperoleh: V = C R . S….……….…………...………...(2.8)
2.13.5 Rumus Manning
Manning mengungkapkan bahwa nilai C masih dipengaruhi oleh jari-jari
hidrolis R, dimana:
R1/6
C = n: kekasaran saluran menurut Manning N (Tabel 2.6)
(65)
Sehingga rumus Chezy diperbaharui menjadi:
V = 1 . R2/3 . S1/2….…………..….………(2.9)
atau:
Q = A . V = . R2/3 . S1/2….…...…….……..……(2.10)
R = ………...……...……..……….…(2.11)
= ……...……....…...………(2.12)
= + 2 ………...…….………(2.13)
di mana: V = kecepatan aliran (m/s), n = koefisien Manning, R = jari-jari
hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran, A = luas basah (m2), P =
keliling basah (m2), b = lebar saluran (m), dan y = tinggi aliran (m)
2.13.6 Rumus Strickler
Strickler menyarankan lagi dengan memberi konstanta:
1 K = n
Sehingga, V = K . R2/3
. S1/2………...………
(2.14)
2.13.7 Head Turun (hf)
Head turun dapat dihitung dengan mengubah suku-suku rumus Manning
(1)
Gambar 4.9 Saluran Penghubung Kolam K-4 Oksidasi (Kontrol) dengan Parit Pembuangan
Teknik pengolahan limbah yang dilakukan oleh RPH Medan belum berfungsi dengan optimal. Metode kolam oksidasi yang digunakan belum sesuai karena kadar limbah BOD, COD, TSS, minyak dan lemak yang terdapat pada kolam oksidasi masih diatas baku mutu yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.02 tahun 2006.
Secara keseluruhan dilihat dari kadar limbah BOD, TSS, NH3-N dan pH yang ada di parit pembuangan RPH Medan menunjukkan hasil yang menurunkan beban cemaran. Hal ini disebabkan telah terjadi pembauran dengan aliran parit penduduk, sehingga limbah mengalami penurunan nilai baku akibat pengenceran.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pegamatan dan evaluasi terhadap pengolahan air limbah Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari laporan tahunan rumah potong hewan diketahui adanya peningkatan jumlah pemotongan hewan yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair sebesar 123 m3/hari.
2. Untuk pengolahan air limbah rumah potong hewan ini dilengkapi dengan bangunan-bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Instalasi limbah ini menggunakan metode kolam oksidasi.
3. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, untuk kapasitas limbah 123 m3/hari, ada beberapa unit pengolahan yang harus didesain ulang agar sistem pengolahan dapat berlangsung efektif. Diantaranya adalah saluran yang menghubungkan antara kolam K-4 oksidasi dengan parit pembuangan, kolam oksidasi dan kolam K-1 pengendapan limbah padat (jeroan) yang perlu perbaikan fisik.
4. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang baku mutu air limbah bagi kegiatan rumah pemotongan hewan, kualitas BOD, TSS, NH3-N, dan pH dari buangan hasil olahan pada IPAL ini sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.
(3)
yang ditetapkan. Rincian masing-masing efisiensi reduksi BOD, COD, TSS , minyak dan lemak, NH3-N dan pH pada IPAL RPH Medan adalah : Kolam K-3 40 % dan kolam K-4 50 %. Dari hasil studi yang dilakukan, kualitas BOD effluent yakni sebesar 112,54 mg/l, kualitas COD effluent sebesar 1579,39 mg/l, kualitas TSS effluent sebesar 680 mg/l, kualitas minyak dan lemak effluent sebesar 130 mg/l, kualitas NH3-N effluent sebesar 3,061 mg/l, kualitas pH effluent sebesar 6,52 mg/l
5.2 Saran
Dari hasil studi yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang mungkin bisa meningkatkan efektifitas pengolahan limbah di rumah potong hewan tersebut:
1. Dengan kondisi IPAL yang ada saat ini, bila dibandingkan dengan peningkatan jumlah hewan yang dipotong yang berdampak pula pada peningkatan limbah cair yang di hasilkan, tentunya bangunan IPAL yang ada saat ini kurang bisa mengolah dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari pihak pemerintah untuk mengatasi masalah ini. 2. Perlu adanya peningkatan kualitas SDM yang bertanggung jawab atas
kegiatan operasional pengolahan limbah.
3. Perlu adanya penambahan tumbuhan eceng gondok sebagai teknologi sederhana, murah, ramah lingkungan, serta sangat mudah dalam penggunaannya untuk menurunkan kadar limbah RPH Medan yang sebelum telah berhasil dilakukan di RPH Pesanggaran Denpasar Bali
(4)
4. Kualitas limbah cair yang dibuang haruslah tetap dijaga agar memenuhi standard yang ditetapkan dan pengujian laboratorium terhadap limbah haruslah dilakukan secara berkala.
5. Perlu adanya pengecekan secara berkala terhadap unit IPAL yang ada agar sistem dapat berjalan optimal.
(5)
Chow, V.T, 1985 Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta.
Giles, R.V, 1976, Mekanika Fluida & Hidrolika Edisi Kedua,Erlangga, Jakarta. Ketaren, V.R, 2010, Sistem Pembuangan Air Limbah Rumah Potong Hewan dan
Kualitas Air Sumur Gali di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2010, Tugas Akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan.
Kusnoputranto, 1983, Kesehatan Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta. Linsey R. K, 1985, Teknik Sumber Daya Air, Erlangga, Jakarta.
Peraturan Pemerintah RI, 1983, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner, Jakarta
Permenlh RI, 2006, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Bagi Kegiatan Air Limbah Rumah Potong Hewan, Jakarta.
Permenlh RI, 2009, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi, Jakarta.
Roihatin Anis, Rizky A.K, 2006, Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu, Tugas Akhir Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Sanjaya A.W, Sudarwanto M, Probadi E.S, 1996, Pengelolaan Limbah Cair Rumah Potong Hewan di Kabupaten Dati II Bogor, Penelitian Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.
(6)
Sri Laksmi, 1993, Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Yogyakarta.
Suardana I.W, 2009, Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) Sebagai Teknik Alternatif Dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran-Bali, Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar-Bali.
Suharto, 2010, Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara, Andi, Yogyakarta.