Increasing Maize Pollen Viability with NPK and Boron, and Its Utilization in Hybrid Seed Production

i

PENINGKATAN VIABILITAS SERBUK SARI JAGUNG
DENGAN PEMUPUKAN NPK DAN BORON, DAN
PEMANFAATANNYA DALAM PRODUKSI
BENIH HIBRIDA

DWI PANGESTI HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Viabilitas

Serbuk Sari Jagung dengan Pemupukan NPK dan Boron, dan Pemanfaatannya
dalam Produksi Benih Hibrida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Dwi Pangesti Handayani
NIM A251090011

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ii


RINGKASAN
DWI PANGESTI HANDAYANI. Peningkatan Viabilitas Serbuk Sari Jagung
dengan Pemupukan NPK dan Boron, dan Pemanfaatannya dalam Produksi Benih
Hibrida. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan SUTARDJO.
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi target
swasembada. Pencapaian target swasembada dilakukan dengan peningkatan
produksi dan penggunaan benih hibrida. Upaya ini terkendala oleh rendahnya
produksi benih F1 akibat produksi serbuk sari yang rendah, masa viabilitas serbuk
sari yang singkat dan sinkronisasi penyerbukan yang tidak tepat. Oleh karena itu,
usaha peningkatan produktivitas F1 dapat dilakukan melalui peningkatan produksi
dan masa viabilitas serbuk sari dengan pemupukan NPK dan boron serta
pengelolaan serbuk sari untuk penyerbukan terkontrol.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Puspiptek, dan Laboratorium
Teknologi Benih BPPT, Serpong mulai bulan April hingga November 2013.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu (1) pengaruh pemupukan NPK dan
boron terhadap produksi dan viabilitas serbuk sari dan (2) studi pengaruh suhu
dan lama penyimpanan serbuk sari terhadap produksi benih jagung hibrida.
Benih yang digunakan pada percobaan pertama adalah tetua jantan jagung
hibrida Bima 3 (galur M14). Percobaan disusun menggunakan rancangan petak
terbagi (split plot) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah

dosis NPK terdiri atas 0, 300 dan 600 kg ha-1. Faktor kedua adalah dosis boron
terdiri atas 0, 1, 2, 3 kg ha-1. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa NPK
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, mempercepat waktu munculnya 50%
bunga jantan (J50%), jumlah spika per tassel, panjang spika dan viabilitas serbuk
sari. Aplikasi boron meningkatkan jumlah daun, jumlah spika per tassel, panjang
spika dan viabilitas serbuk sari. Pemupukan NPK 600 kg ha-1 dan boron 3 kg ha-1
meningkatkan jumlah spika per tassel, panjang spika dan viabilitas serbuk sari.
Percobaan kedua diawali dengan penanaman tetua jantan Bima 3 (galur
Mr14) menggunakan pemupukan NPK 600 kg ha-1 dan boron 3 kg ha-1 untuk
produksi dan penyimpanan serbuk sari. Tetua betina Bima 3 (Nei9008) digunakan
untuk mengevaluasi potensi serbuk sari yang telah disimpan dalam produksi benih
hibrida. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok faktorial
dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah suhu penyimpanan
yaitu -20 oC dan -40 oC, sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan yaitu
0, 1, 2 dan 3 minggu setelah penyimpanan (MSP). Hasil percobaan ini
menunjukkan bahwa suhu penyimpanan -20 oC dan -40 oC dapat mempertahankan
viabilitas serbuk sari di atas 85% berdasarkan pewarnaan menggunakan I2KI.
Meskipun demikian, serbuk sari yang telah disimpan tidak efektif untuk produksi
benih hibrida karena pembentukan benih yang sangat rendah. Benih yang berasal
dari serbuk sari yang telah disimpan memiliki daya berkecambah yang rendah,

indeks vigor dan kecepatan tumbuh yang lebih lambat dibandingkan benih dari
serbuk sari segar.
Keywords: Bima 3, penyerbukan terkontrol, penyimpanan serbuk sari, tetua
betina, tetua jantan

iii

SUMMARY
DWI PANGESTI HANDAYANI. Increasing Maize Pollen Viability with NPK
and Boron, and Its Utilization in Hybrid Seed Production. Supervised by ENDAH
RETNO PALUPI and SUTARDJO.
Maizeis one of food crops targeted to be self-sufficient in 2014, thus
production should be increased to meet the demand. One way of increasing the
production is use of hybrid seeds which is not always available for farmers due to
low seed production of F1 hybrid. The low production of the F1 hybrid is
hindered by the low pollen production, short pollen viability, and unsynchronized
flowering of male and female parents. Therefore, increasing pollen viability as
well as prolong storability of the pollen using NPK and boron would ensure the
availability of pollen for hybrid seed production.
The research was conducted in the experimental station of Puspiptek and

Seed Technology and Agro-Industrial and Biomedical Development (Laptiab)
laboratory, BPPT, Serpong. The research was carried out during April to
November 2013, consisted of two experiments to study the effect of NPK and
boron on pollen production and viability; and to investigate the effect of
temperature and prolonged storage of pollen on maize hybrid seed production.
The male parent of hybrid maize Bima 3 (strain M14 ) was used in the first
experiment that was arranged in split plot design with three replicates. The main
plot was dosage of NPK i.e. 0, 300 and 600 kg ha-1. The sub plot was dosage of
boron i.e. 0, 1, 2, 3 kg ha-1. The result showed that NPK increased plant height
and number of leaves, shorten the time of emergence of tassel (J50%), increased
the number of spike per tassel, spike length and pollen viability. Application of
boron increased the number of spike per tassel, lengthened the spike and
increased pollen viability. NPK 600 kg ha-1 and boron 3 kg ha-1 increased the
number of spike per tassel, spike length, and pollen viability.
In the second experiment NPK 600 kg ha-1 and boron 3 kg ha-1 was
applied to produce pollen of M14 and then stored and used for hybrid seed
production. The female parent of Bima 3 (Nei9008) was used to evaluate if stored
pollen was potentially beneficial for hybrid seed production. The experiment was
arranged in completely randomized design with two factors and three replicates.
The first factor was storage temperature i.e. -20 °C and-40 °C, and the second

factor was storage period i.e. 0, 1, 2 and 3 weeks after storage (WAS). The results
showed that both the storage temperature -20 °C and -40 °C were able to
maintain the pollen viability above 85% for 3 WAS based on I2KI stain. However,
the stored pollen was not effective for hybrid seed production due to very low seed
set. Seeds obtained from stored pollen had lower germination percentage, vigor
index and germinated slower than those obtained from fresh pollen.
Keywords: male parent, female parent, Bima 3, pollen storage, controlled
pollination

iv

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian penulisan karya ilmiah, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.
Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

vi

vii

PENINGKATAN VIABILITAS SERBUK SARI JAGUNG
DENGAN PEMUPUKAN NPK DAN BORON, DAN
PEMANFAATANNYA DALAM PRODUKSI
BENIH HIBRIDA

DWI PANGESTI HANDAYANI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

viii

Penguji luar komisi : Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc Agr

ix

Judul Tesis

Nama
NIM
Program Studi

: Peningkatan Viabilitas Serbuk Sari Jagung dengan
Pemupukan NPK dan Boron, dan Pemanfaatannya dalam
Produksi Benih Hibrida
: Dwi Pangesti Handayani
: A251090011

: Ilmu dan Teknologi Benih

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc
Ketua

Ir. Sutardjo, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc


Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian : 21 Februari 2014

Tanggal Lulus :

Judul Tesis

Nama

NIM
Program Studi

: Peningkatan Viabilitas Serbuk Sari Jagung dengan
Pemupukan NPK dan Boron, dan Pemanfaatannya dalam
Produksi Benih Hibrida
: Dwi Pangesti Handayani
: A251090011
: Ilmu dan Teknologi Benih


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

H

セ セZv@

Dr. 117. Endah Retno Palupi, MSc
/
Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

D r # a l U P i , MSc

Tanggal Ujian : 21 Februru12014

Tanggal Lulus:

2 8 FEB 2014

x

xi

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridhoNya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul ”Peningkatan Viabilitas
Serbuk Sari Jagung dengan Pemupukan NPK dan Boron, dan Pemanfaatannya
dalam Produksi Benih Hibrida” dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Endah Retno
Palupi, MSc dan Bapak Ir. Sutardjo, MS selaku komisi pembimbing atas
dukungan, arahan dan masukan selama penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian hingga penulisan tesis. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Memen
Surahman, MscAgr selaku penguji luar komisi atas saran dan masukan dalam
ujian tesis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
yang telah memberikan arahan dan semangat selama penulis menjadi mahasiswa
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Penghargaan disampaikan kepada Direktur Pusat Tekonologi Produksi
Pertanian (PTPP), BPPT yang telah memberikan izin dan dukungan dalam tugas
belajar dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPPT atas beasiswa Program
Peningkatan Keterampilan dan Pendidikan (PPKP) yang diberikan pada penulis.
Kepada staf dan teknisi PTPP di Laboratorium Pengembangan Industri Agro dan
Biomedika (Laptiab), BPPT atas bantuan dan saran selama penelitian
berlangsung. Terima kasih kepada seluruh keluarga benih Angkatan 2009-2011.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
sampaikan kepada keluarga Basir dan Darto Mulyono, suami dan kedua putri
tercinta atas segala pengorbanan, semangat, doa dan kasih sayangnya yang tak
terhingga. Semoga karya ini bermanfaat dan bernilai kebaikan bagi penulis.

Bogor, 27 Februari 2014
Dwi Pangesti Handayani

xii

xiii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung
Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K)
Boron (B)
Pengelolaan Serbuk Sari
Pengujian Viabilitas Serbuk Sari dan Penyerbukan Terkontrol

3
4
6
6
8

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Peralatan Penelitian
Metode Penelitian
Percobaan I: Pengaruh Pemupukan NPK dan Boron terhadap
Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari
Percobaan II: Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Serbuk
Sari terhadap Produksi Benih Jagung Hibrida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Pembahasan
Percobaan I: Pengaruh Pemupukan NPK dan Boron terhadap
Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari
Percobaan II: Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Serbuk
Sari terhadap Produksi Benih Jagung Hibrida

9
9
9
9
11

14
16
22

KESIMPULAN DAN SARAN

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

38

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Data klimatologi di lokasi penelitian pada bulan AprilOktober 2013

14

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemupukan NPK
dan boron terhadap pertumbuhan vegetatif, generatif, dan
viabilitas serbuk sari tetua jantan Bima 3 (Mr14)

16

Pengaruh pemupukan NPK dan boron terhadap tinggi
tanaman tetua jantan Bima 3 (Mr14)

17

Pengaruh pemupukan NPK dan boron terhadap jumlah daun
tetua jantan Bima 3 (Mr14)

18

Pengaruh pemupukan NPK dan boron terhadap umur
munculnya 50% bunga jantan (J50%) tetua jantan Bima 3
(Mr14)

19

Pengaruh pemupukan NPK dan boron terhadap peubah
generatif tetua jantan Bima 3 (Mr14)

21

Pengaruh interaksi pemupukan NPK dan boron terhadap
jumlah spika per tassel, panjang spika, dan viabilitas serbuk
sari tetua jantan Bima 3 (Mr14)

22

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh suhu dan lama
penyimpanan terhadap viabilitas serbuk sari, dan produksi
benih jagung hibrida Bima 3

23

Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap viabilitas
serbuk sari, jumlah benih per tongkol, dan bobot 100 butir
benih jagung hibrida Bima 3 hasil penyerbukan terkontrol

24

Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap berat tongkol
berklobot dan berat tongkol tanpa klobot jagung hibrida Bima
3 hasil penyerbukan terkontrol

25

Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah
kecambah normal, abnormal, benih mati/busuk dan daya
berkecambah benih jagung hibrida Bima 3 hasil penyerbukan
terkontrol

26

xv

12.

Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap indeks vigor
dan kecepatan tumbuh benih jagung hibrida Bima 3 hasil
penyerbukan terkontrol

26

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Keragaan antera dalam satu spikelet, pengamatan jumlah
serbuk sari per spikelet, serbuk sari viabel dan tidak viabel
pada pengujian pewarnaan menggunakan I2KI

11

Keragaan tanaman tetua jantan Bima 3 dan morfologi bunga
jantan tanaman tetua jantan Bima 3

15

Keragaan tanaman tetua betina Bima 3 dan morfologi bunga
betina tanaman tetua betina Bima 3 (Nei9008)

15

Morfologi tongkol jagung hibrida Bima 3 hasil penyerbukan
terkontrol menggunakan serbuk sari yang disimpan pada suhu
-20 oC dan -40 oC

25

Morfologi benih jagung hibrida Bima 3 hasil penyerbukan
terkontrol dengan serbuk sari yang disimpan pada suhu -20 oC
dan -40 oC

26

Morfologi kecambah
penyerbukan terkontrol

27

jagung

hibrida

Bima

3

hasil

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Deskripsi Varietas Bima 3

33

2.

Deskripsi Galur Tetua Jantan Bima 3 (Mr14)

34

3.

Deskripsi Galur Tetua Betina Bima 3 (Nei9008)

35

4.

Hasil Analisis Tanah pada Lokasi Percobaan

36

5.

Data Klimatologi di Lokasi Penelitian pada Bulan April –
Oktober 2013

37

`

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi target
swasembada dalam program Pembangunan Pertanian Jangka Menengah 20102014. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pakan
ternak (>55%), pangan (30%), kebutuhan industri lainnya (Kasryno et al. 2007)
yang belum dapat dicukupi akibat kurangnya produksi jagung nasional. Produksi
jagung pada tahun 2011 dan 2012 ditargetkan sebesar 21.9 dan 24.1 juta ton
(Ditjen Tanaman Pangan 2010) namun hanya tercapai sebesar 17.6 dan 19.4 juta
ton (BPS Indonesia 2012). Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun
2011 pemerintah melakukan impor jagung sebesar 3.2 juta ton. Rendahnya
penggunaan benih jagung hibrida adalah salah satu sebab belum tercapainya target
yang ditetapkan sehingga pemerintah melakukan program revitalisasi perbenihan.
Salah satu kebijakan dalam revitalisasi perbenihan adalah meningkatkan
penggunaan benih jagung hibrida dan mendorong kemitraan dengan swasta,
penangkar benih dan petani. Pada tahun 2014, diharapkan penggunaan benih
jagung hibrida mencapai 75% dari kebutuhan, yaitu meningkat 21% dari tahun
2009 yang hanya sebesar 54% (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Kebijakan ini
perlu didukung dengan kemampuan produksi benih jagung hibrida dan
pengendalian harga benih hibrida yang terjangkau.
Harga tetua benih hibrida yang mahal dan rendahnya produktivitas F1
(berkisar 1.0 ton/ha) menyebabkan minat petani untuk menjadi penangkar benih
rendah (Fadly et al. 2010), sehingga penggunaan benih lokal kembali meningkat
akibat permintaan benih hibrida yang tidak terpenuhi. Kebutuhan benih jagung di
Indonesia saat ini mencapai 92.000 ton dan baru setengahnya yang dapat dipenuhi
oleh produsen benih di Indonesia (Lazarde & Ramadhani 2011). Data terakhir
menunjukkan impor benih jagung Indonesia tahun 2012 mencapai 1.650 ton atau
senilai US$ 5.28 juta (BPS 2012).
Peningkatan produksi benih jagung hibrida terkendala oleh adanya tetua
jantan yang mempunyai kemampuan produksi serbuk sari yang rendah, masa
viabilitas serbuk sari yang singkat dan waktu antesis-silking yang tidak sinkron
dengan tetua betina (Fadly et al. 2010). Jagung hibrida dibentuk dari persilangan
dua galur (tetua) yang memiliki potensi berbeda. Mejaya et al. (2007) menyatakan
bahwa hibrida akan memberikan hasil yang tinggi apabila populasi sumber galur
mempunyai potensi hasil yang tinggi. Pemupukan yang optimal diduga mampu
meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari.
Peningkatan produktivitas tanaman tidak lepas dari ketersediaan unsur
makro Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Nitrogen berperan dalam
penyusunan protein dan asam nukleat dengan rekomendasi untuk pertumbuhan
optimum tanaman jagung sebesar 152 kg ha-1 (Syafuddin & Zubachtirodin 2010).
Fosfor dibutuhkan untuk perkembangan dan pemasakan buah serta sintesis
karbohidrat. Kebutuhan fosfor untuk pertumbuhan optimal jagung yang ditanam
pada tanah dengan kadar P tersedia rendah adalah 90 kg ha-1 P2O5 (Novriani 2010;
Shapiro et al. 2008). Kalium berfungsi sebagai stimulator pada pertumbuhan awal
tanaman, meningkatkan produksi protein, memperbaiki efisiensi penggunaan air,
memperbaiki keragaan tanaman dan ketahanan terhadap penyakit (Kumar et al.

2

2006). Pemupukan NPK (15-15-15) dosis 600 kg ha-1 pada jagung Sukmaraga
menghasilkan produktivitas tertinggi (Herniwati & Tandisau 2009).
Boron merupakan salah satu unsur hara mikro esensial pada tanaman yang
berperan dalam perkecambahan serbuk sari, proses pembungaan dan pembuahan,
penyerapan air, metabolisme karbohidrat dan nitrogen, sirkulasi hormon serta
penyerapan kation Ca (Meena 2010). Kekurangan boron memicu stres pada
tanaman dan pada jagung kekurangan boron dapat menyebabkan serbuk sari tidak
viabel sehingga pembuahan terganggu (Syukur 2005; Lordkaew 2010). Boron
meningkatkan perkecambahan serbuk sari pistachio (Acar et al. 2010);
meningkatkan produktivitas brokoli dan tomat (Firoz et al. 2008; Meena 2010).
Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan boron dalam jumlah kecil (1 kg ha1
) (Barker & Pilbeam 2007).
Kebijakan peningkatan produksi benih jagung hibrida juga diarahkan pada
pengembangan teknologi budidaya spesifik lokasi dan pengembangan kemitraan
dengan penangkar benih (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Sistem kemitraan
menjamin ketersediaan lahan, frekuensi produksi per tahun dan ketersediaan
tenaga kerja (Sobir et al. 2010). Namun demikian sistem ini mengharuskan
pemulia menyerahkan benih tetua jantan dan betina kepada petani mitra. Di sisi
lain, hak atas kekayaan intelektual (HAKI) para pemulia juga harus dilindungi
agar tidak terjadi pencurian plasma nutfah yang sedang dikembangkan. Oleh
karena itu penelitian mengenai penyimpanan serbuk sari jagung menjadi penting
sehingga petani mitra hanya menanam tetua betina, sedangkan tetua jantan
disediakan dalam bentuk sediaan serbuk sari oleh pemulia.
Sediaan serbuk sari merupakan plasma nutfah yang telah banyak
digunakan dalam penyerbukan terkontrol. Di Indonesia, penelitian tentang
penggunaan sediaan serbuk sari untuk produksi benih telah dilakukan pada kelapa
sawit (Widiastuti & Palupi 2008), cucurbitaceae (Fariroh et al. 2011), dan melon
(Agustin 2013). Penggunaan sediaan serbuk sari jagung untuk penyerbukan
terkontrol memiliki peluang yang cukup baik namun terkendala oleh viabilitas.
Masa viabilitas serbuk sari jagung sangat singkat dan dipengaruhi suhu dan
kelembaban selama pembungaan. Penurunan viabilitas serbuk sari pada
lingkungan dengan suhu rendah dan kelembaban tinggi mencapai 58%, namun
pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kelembaban rendah penurunan mencapai
96% setelah satu jam dan 100% tidak viabel setelah dua jam (Luna et al. 2001).
Keberhasilan penyerbukan ditentukan oleh jumlah dan viabilitas serbuk
sari yang tinggi (Davarynejad et al. 2008). Suhu merupakan faktor penting untuk
mempertahankan viabilitas serbuk sari. Penyimpanan serbuk sari Annona
cherimoya Mill pada suhu -20 oC, -40 oC, dan -196 oC mampu mempertahankan
viabilitas serbuk sari selama tiga bulan masing-masing sebesar 10.4%, 14.2% and
13.6% dari viabilitas serbuk sari segar 57.1% dan tetap menghasilkan produksi
yang sama dengan serbuk sari segar pada penyerbukan terkontrol (Lora et al.
2006). Penyimpanan serbuk sari mentimun dalam ultra freezer (-79 +1 oC) dapat
mempertahankan viabilitas di atas 1% hingga 12 minggu (Fariroh et al. 2011).
Produksi serbuk sari yang rendah dan masa viabilitas serbuk sari jagung
yang singkat menyebabkan perlunya peningkatan produksi dan viabilitas serbuk
untuk menjamin ketersediaannya dalam produksi benih hibrida. Berdasarkan
permasalahan di atas penggunaan NPK dan boron perlu dilakukan untuk
meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari. Selain itu perlu dilakukan

3

penelitian mengenai penyimpanan serbuk sari dan potensinya dalam produksi
benih hibrida.
Tujuan
1. Mendapatkan dosis NPK dan boron optimum untuk meningkatkan produksi
dan viabilitas serbuk sari tetua jantan jagung hibrida Bima 3
2. Mendapatkan suhu penyimpanan optimal untuk mempertahankan viabilitas
serbuk sari
3. Mendapatkan gambaran potensi serbuk sari yang sudah disimpan dalam
produksi benih jagung hibrida

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jagung
Jagung merupakan serealia utama yang diproduksi paling besar di dunia
sebelum gandum dan padi dan merupakan famili Poaceae. Jagung memiliki
perakaran serabut yang terdiri atas tiga macam akar yaitu akar seminal, akar
adventif dan akar kait/penyangga (Subekti et al. 2007). Sistem perakaran
mencapai kedalaman optimum pada pertengahan fase reproduksi, sekitar 80-90
hari setelah tanam dengan kedalaman umumnya 1-2 meter (Farnham et al. 2003).
Batang tanaman jagung berbentuk silindris, tegak, tidak bercabang dan terdiri atas
beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang
menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol produktif
(Subekti et al. 2007). Daun jagung terdiri atas helaian daun, ligula dan pelepah
daun yang melekat erat pada setiap buku ruas batang dengan posisi bertingkat dan
saling berlawanan (Subekti et al. 2007; Farnham et al. 2003). Daun jagung
tumbuh setiap 3-4 hari sekali sampai bunga jantan keluar yang menandakan
bahwa pertumbuhan vegetatif telah optimum dengan tinggi tanaman mencapai
1.5-3.5 meter. Tanaman jagung dapat menghasilkan 20-21 helai daun namun
hanya 14-15 daun yang terhitung selama fase vegetatif karena daun pada bagian
bawah rusak oleh pertumbuhan ruas atau pemanjangan buku ruas (Farnham et al.
2003).
Jagung merupakan tanaman semusim dengan bunga jantan dan bunga
betina berada dalam satu tanaman (monoecius/berumah satu) namun letak
bunganya terpisah antara satu dengan yang lain (diklin). Bunga jantan (tassel)
terletak di ujung tanaman sedangkan bunga betina (tongkol) berada di antara buku
ruas pada batang tanaman. Bunga jantan (tassel) pada tanaman jagung yang vigor
dapat menghasilkan 2-5 juta serbuk sari, sedangkan pada bunga betina (tongkol)
dapat menghasilkan 700-1000 rambut tongkol. Meskipun kedua bunga ini fertil,
jagung mengalami penyerbukan silang dengan bantuan angin. Bunga jantan
umumnya matang lebih dahulu dibandingkan bunga betina dan secara alami akan
segera diterbangkan angin untuk fertilisasi. Matangnya serbuk sari dapat
berlangsung dalam 1-2 hari hingga satu pekan tergantung pada suhu, kelembaban,
pergerakan angin dan genotipe. Bunga betina akan matang setelah muncul rambut
dari tongkol. Data di lapang menunjukkan bahwa bunga betina akan masak dalam

4

5-6 hari setelah munculnya rambut dari tongkol jagung. Perbedaan waktu
keluarnya serbuk sari dan masa reseptif bunga betina ini menyebabkan terjadinya
penyerbukan silang pada tanaman jagung (Farnham et al. 2003).
Jagung hibrida Bima 3 merupakan hibrida silang tunggal hasil perkawinan
antara betina Nei9008 dengan jantan Mr 14. Galur betina Nei9008 merupakan
galur yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Serealia Maros. Tetua jantan
Bima 3 (Mr14) merupakan galur murni yang berasal dari populasi Suwan 3.
Tanaman tetua Bima 3 (galur Mr14) memiliki tinggi tanaman mencapai tinggi 170
cm, termasuk galur dengan umur dalam dengan waktu munculnya 50% bunga
jantan + 56 hari dan masak fisiologis + 105 hari, memiliki rata-rata hasil 1.5
ton/ha dengan potensi hasil sebesar 2.5 ton/ha, serta agak tahan terhadap serangan
bulai (Peronosclerospora maydis) (Lampiran 2).
Tetua betina Bima 3 (Nei9008) yang merupakan galur murni Introduksi
dari Departemen Pertanian Thailand dengan tinggi tanaman + 140 cm, termasuk
jagung berumur dalam dengan waktu munculnya 50% bunga betina + 54 hari
dengan masak fisiologis tercapai pada 100 HST. Galur ini memiliki rata-rata hasil
sebesar 1.6 ton/ha dengan potensi hasil mencapai 2.8 ton/ha dan toleran terhadap
penyakit bulai (P. maydis) (Lampiran 3).

Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K)
Tanaman merupakan organisme autotropik yang mampu menggunakan
energi matahari untuk membentuk komponen tubuhnya dari karbondioksida, air
dan mineral/unsur hara esensial (Taiz & Zeiger 2002). Ketersediaan unsur hara
dalam jumlah cukup dan seimbang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan
reproduksi tanaman. Kegiatan pemupukan merupakan upaya penambahan unsur
hara pada tanah guna mencukupi kebutuhan tersebut. Suatu unsur dapat
dikategorikan sebagai unsur hara esensial apabila unsur tersebut dibutuhkan oleh
tanaman dalam daur hidupnya, tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain serta
dibutuhkan oleh semua tanaman. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar dan terakumulasi 0,1% atau lebih
dari berat kering jaringan yang terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan belerang (S). Unsur hara mikro dibutuhkan
dalam jumlah kecil dan terakumulasi kurang dari 0,01% dari berat jaringan
tanaman yang terdiri atas besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (B), seng
(Zn), molybdenum (Mo), klor (Cl) dan nikel (Ni) (Barker & Pilbeam 2007).
Nitrogen merupakan unsur hara terpenting yang digunakan untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah paling banyak (Taiz
& Zeiger 2002). Nitrogen merupakan komponen utama penyusun asam nukleat,
kofaktor enzim dan membran, termasuk dalam proses metabolisme seperti
pembelahan sel, fotosintesis, sintesa protein, perkembangan pucuk dan
pertumbuhan akar, serta memiliki peran aktif dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman (Kiran 2006).
Nitrogen menyediakan bahan utama penyusun sel tanaman yaitu asam
amino dan asam nukleat dan memiliki sifat immobil. Hal ini menyebabkan
defisiensi nitrogen akan dengan cepat menghambat pertumbuhan tanaman.
Defisiensi nitrogen dicirikan dengan daun yang menguning atau kuning kehijauan

5

dan daun cepat gugur, sehingga mengurangi kemampuan fotosintesis, tanaman
mejadi kerdil, dan sistem perakaran terbatas (Taiz & Zeiger 2002).
Fosfor merupakan penyusun nukleoprotein, termasuk penyusun ADP, ATP
serta memiliki peran penting pada transfer energi dalam proses metabolisme
(Kiran 2006; Taiz & Zeiger 2002). Fosfor merupakan komponen yang berperan
penting dalam menyusun sel tanaman, sebagai pensuplai gula-fosfor pada proses
respirasi dan fotosintesis (Taiz & Zeiger 2002).
Defisiensi fosfor dicirikan oleh tanaman muda yang menjadi kerdil, warna
hijau gelap pada daun, malformasi daun yang menyebabkan bintik nekrosis
(merupakan jaringan yang mati). Beberapa spesies tanaman yang mengalami
defisiensi fosfor dapat memproduksi antosianin, yang menyebabkan perubahan
warna daun menjadi hijau gelap keunguan (Taiz & Zeiger 2002).
Fosfor berasal dari pelapukan mineral tanah dan bahan-bahan lain
penyusun tubuh tanah. Unsur P berada dalam bentuk organik dan inorganik,
dimana bentuk inorganik lebih banyak tersedia. Jumlah P terlarut yang tersedia
tergantung pada pH, area kontak antara daerah presipitasi dengan larutan tanah,
tingkat kelarutan dan difusi P, waktu reaksi, kandungan bahan organik,
temperatur, dan tipe dari liat (Mosali et al. 2005). Ketersediaan P sangat
dibutuhkan oleh tanaman terutama pada awal pertumbuhan saat primordial akar
muncul (Barker & Pilbeam 2007)
Kalium merupakan unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan
tanaman setelah nitrogen. Kalium berperan dalam mengatur keseimbangan
potensial osmotik dalam sel termasuk aktivitas enzim dalam respirasi dan
fotosintesis, berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, sintesis protein,
mengatur fungsi stomata, mengatur akivitas unsur esensial, dan memelihara status
air tanaman (Taiz & Zeiger 2002; Kumar et al. 2006; Kiran 2006).
Tanaman yang mengalami defisiensi kalium akan mengalami klorosis
pada tepi daun yang kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan),
malformasi daun, dan batang tanaman menjadi rapuh dengan jarak buku yang
abnormal (Prawiranata et al. 1991; Taiz & Zeiger 2002). Pada tanaman jagung,
kekurangan kalium dapat menyebabkan akar menjadi tempat yang sesuai untuk
pertumbuhan cendawan patogen akar sehingga tanaman mudah rebah (Taiz &
Zeiger 2002).
Balaraj (1999) melaporkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap
tinggi tanaman dan jumlah buah per tanaman dengan aplikasi (N:P:K) 150:75:75
kg ha-1 pada dua varietas cabai (Byadagi kaddi dan Dyavanoor local). Satpal &
Saimbhi (2003) mengamati bahwa 125 kg N ha-1 dan 60 kg P ha-1, memberikan
hasil yang signifikan dalam mempercepat masa panen brinjal (terong).
Pemupukan NPK (15-15-15) dosis 600 kg ha-1 pada jagung Sukmaraga
menghasilkan produktivitas tertinggi (Herniwati & Tandisau 2009).

Boron (B)
Dinding sel merupakan faktor penentu ukuran dan bentuk sel tanaman
selama pertumbuhannya yang dipengaruhi oleh komponen utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan polisakarida. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa
dinding sel mengandung hampir 90% dari total boron dalam sel tanaman (Loomis

6

& Durst 1992; Blevins & Lukaszewski 1998). Meskipun fungsi detail boron pada
metabolisme tanaman belum jelas, beberapa kejadian menunjukkan bahwa boron
berperan penting dalam menstabilkan dinding sel tanaman, perkembangan dan
pertumbuhan sel-sel baru pada jaringan merismatik, pembungaan dan
perkembangan buah, translokasi karbohidrat sintesis asam amino, respon hormon
dan fungsi membran (Tisdale et al. 1985; Taiz & Zeiger 2002).
Pada sistem metabolisme tanaman, boron diserap tanaman melalui xylem
kemudian bergerak menuju tajuk oleh pengaruh transpirasi dan pertumbuhan
tanaman. Setelah boron digunakan dalam proses metabolisme pada tajuk,
selanjutnya boron ditranslokasikan menuju jaringan apoplast pada pertumbuhan
reproduktif dan vegetatif tanaman. Hal ini menyebabkan boron menjadi unsur
hara yang immobil pada floem dengan gejala defisiensi pertama-tama terlihat
pada pucuk-pucuk muda yang selanjutnya diikuti oleh kematian daun-daun muda
(Shelp et al 1995; Blevins & Lukaszewski 1998; Taiz & Zeiger 2002).
Boron berpengaruh pada perkecambahan serbuk sari, pembungaan dan
fruit set pada tanaman. Pertumbuhan serbuk sari yang cepat tergantung pada
perpaduan yang konstan dari vesikel dalam membentuk plasmalema dan sekresi
secara berkesinambungan dari material diding sel (Blevins & Lukaszewski 1998).
Suplai boron yang terus menerus dan cukup diperlukan untuk pertumbuhan
tabung serbuk sari dan diduga boron adalah pengkompleks bahan-bahan seluler
selama proses pemanjangan tabung serbuk sari (Visser 1995), serta merangsang
ATPase plasmalemma pada pollen (Obermeyer et al. 1996).
Gejala kekurangan boron tampak sebagai gejala fisiologis yang
dipengaruhi oleh sistem transport dan distribusi boron yang dikontrol oleh akar.
Gejala defisiensi boron tampak berupa bercak hitam pada bagian dasar daun muda
dan tunas pucuk, batang yang kaku dan rapuh, nekrosis pada cabang (Barker &
Pilbeam 2007), sterilitas dan malformasi bunga pada berbagai jenis tanaman
dikotil dan monokotil, ketidakteraturan dinding sel serta terhambatnya
pertumbuhan tanaman (Taiz & Zeiger 2002).
Kebutuhan boron pada saat pertumbuhan reproduktif lebih tinggi daripada
pertumbuhan vegetatif dimana boron memiliki pengaruh yang nyata terhadap
kualitas hasil dan produksi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan gabah
(Blevins & Lukaszewski 1998). Aplikasi 20 kg boraks/ha pada tanaman tomat
memberikan nilai peubah berat 1000 butir benih dan persentase perkecambahan
yang lebih tinggi dibandingkan aplikasi 10 kg boraks/ha (Sharma 1995).
Perlakuan 20 kg boron/ha pada cabai menghasilkan persentase perkecambahan
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (Sharma 1999).
Perbedaan yang signifikan juga ditunjukkan pada jumlah buah per
tanaman (29.2), berat buah (61.29 g), dan produktivitas buah (194.0 ku ha-1) yang
diperoleh dengan aplikasi boraks pada tanah (15 kg ha-1) bersama dengan NPK
yang direkomendasikan dibandingkan dengan NPK secara tunggal pada tanaman
tomat (Reddy et al. 1985).

Pengelolaan Serbuk Sari
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam konservasi genetik dan
produksi benih bermutu tinggi adalah penggunaan serbuk sari. Menurut Wang et

7

al. (1993) keuntungan penggunaan serbuk sari sebagai sumber genetik adalah
dapat disimpan dalam waktu lama, memudahkan dalam penyerbukan silang
terkontrol, mudah dibekukan, dikirim dan direhidrasi, lebih ekonomis dalam
penyimpanan sehingga memungkinkan penyimpanan serbuk sari dari berbagai
populasi tanaman.
Penyimpanan serbuk sari merupakan salah satu cara untuk menjamin
ketersediaan serbuk sari serta melestarikan plasma nutfah dalam penyerbukan
terkontrol. Di Indonesia penelitian terhadap penggunaan sediaan serbuk sari untuk
produksi benih telah dilakukan pada kelapa sawit (Widiastuti & Palupi 2008),
mentimun (Fariroh et al. 2011), dan melon (Agustin 2013).
Saat ini teknologi pengelolaan serbuk sari telah banyak dimanfaatkan
produsen benih di negara maju. Pengelolaan serbuk sari yang baik mampu
menjamin kesinambungan produksi benih, memelihara keamanan genetik dari
pencurian plasma nutfah dan merupakan upaya bagi konservasi tanaman langka.
Pada produksi benih jagung hibrida umumnya perusahaan produsen benih
bekerjasama dengan petani mitra dengan menanam tetua jantan dan betina di
lahan petani serta melakukan pendampingan. Namun demikian seiring
meningkatnya pengetahuan petani akan memperbesar resiko pencurian plasma
nutfah dan pemalsuan benih.
Penggunaan serbuk sari sebagai sumber genetik telah diketahui memiliki
keberhasilan tinggi. Saat ini pemeliharaan plasma nutfah jagung di Indonesia
umumnya dilakukan dalam bentuk benih dari induksi variasi genetik maupun
keragaman somaklonal, namun menurut Zhang et al. (1994) konservasi plasma
nutfah jagung di negara maju telah dilakukan baik melalui benih, kalus, protoplas
dan serbuk sari pada nitrogen cair.
Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kadar air
sebelum penyimpanan. Beberapa penelitian menunjukkan kerusakan fisiologis
yang terjadi selama penyimpanan disebabkan oleh kadar air sebelum simpan yang
tidak optimal. Pada kasus serbuk sari rekalsitran umumnya terdapat ambang batas
minimum kadar air untuk menjaga viabilitas serbuk sari agar tidak turun secara
tiba-tiba dimana pada jagung diketahui pada kadar air 28% (Fonseca & Westgate
2005). Penurunan kadar air serbuk sari untuk tujuan penyimpanan dapat dilakukan
pada kisaran 10-25% (Barnabas & Rajki 1976) namun demikian penurunan kadar
air ini akan sangat menurunkan viabilitas serbuk sari. Penurunan kadar air
merusak keseimbangan sel sebab keberadaan air pada serbuk sari berfungsi
menjaga mekanisme struktural, fisiologis dan molekuler selama dehidrasi dan
rehidrasi pada exine dan vakuola serta melindungi komponen protein dan
membrane sel dibawah tekanan stress lingkungan (Firon et al. 2012).
Suhu merupakan faktor penting untuk mempertahankan viabilitas serbuk
sari. Penyimpanan serbuk sari Annona cherimoya Mill pada suhu -20 oC, -40 oC,
dan -196 oC mampu mempertahankan viabilitas serbuk sari selama tiga bulan
masing-masing sebesar 10.4%, 14.2% and 13.6% dari viabilitas serbuk sari segar
57.1% dan tetap menghasilkan produksi yang sama dengan serbuk sari segar pada
penyerbukan terkontrol (Lora et al. 2006). Penyimpanan serbuk sari
cucurbitaceae selama 48 minggu pada suhu -30 oC mampu mempertahankan
viabilitas serbuk sari dan menghasilkan persentase perkecambahan yang sama
dengan serbuk sari segar (Perveen & Ali 2011).

8

Pengujian Viabilitas Serbuk Sari dan Penyerbukan Terkontrol
Pada family Poaceae, jagung merupakan spesies dengan ukuran serbuk
sari terbesar yaitu diameter equatorial 90-125 x diameter polar 85 mikron. Serbuk
sari jagung berbentuk monoporate dan menyerupai bola dengan sedikit menonjol.
Volume serbuk sari jagung sekitar 700 x 10-9 cm3 dengan berat 250 x 10-9 g.
Karena ukurannya yang besar, meskipun dibantu angin dan gravitasi serbuk sari
jagung umumnya hanya dapat melakukan perjalanan jarak pendek. Kecepatan
terbang serbuk sari jagung berkisar 30.95 cm detik-1 (Erdtman 1952).
Serbuk sari merupakan plasma nutfah yang berharga untuk pemuliaan dan
hanya berasosiasi dengan sedikit penyakit dibandingkan material genetik yang
lain. Tidak terdapat invertebrata, bakteri, phytoplasma atau spiroplasma yang
tertular melalui serbuk sari. Hanya sejumlah kecil cendawan patogen yang
berasosiasi dengan serbuk sari pada beberapa inang tertentu (Card et al.
2007). Informasi tentang kemampuan serbuk sari untuk berkecambah ketika
mencapai stigma sangat diperlukan untuk menilai produktivitas tanaman. Metode
untuk menilai kemampuan berkecambah serbuk sari adalah dengan pengujian
viabilitas serbuk sari. Pengujian serbuk sari dibutuhkan untuk menilai kelayakan
serbuk sari yang akan digunakan dalam percobaan polinasi (Firmage & Dafni
2001).
Penentuan viabilitas serbuk sari dapat dilakukan melalui metode
perkecambahan in vitro, pewarnaan, pengamatan serbuk sari pada jaringan stilus
secara in vivo dan pengamatan seed set melalui benih yang terbentuk dari hasil
penyerbukan (Galletta 1983). Pengujian viabilitas serbuk sari in vitro dengan
metode pewarnaan merupakan cara yang paling banyak dilakukan. Namun
kendala yang dihadapi dalam metode ini adalah kisaran nilai viabilitas yang tidak
dapat dicerminkan oleh ketebalan warna serbuk sari. Menurut Firmage & Dafni
(2001), hand-polination merupakan metode yang paling akurat untuk menilai
viabilitas serbuk sari dengan memperkirakan jumlah serbuk sari yang digunakan.

9

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan April-November 2013, di Kebun
Percobaan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek),
Serpong, Tangerang Selatan dengan ketinggian tempat 41 m di atas permukaan
laut (dpl). Penyimpanan dan pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan di
Laboratorium Teknologi Benih, Laboratoria Pengembangan Industri Agro dan
Biomedika (Laptiab), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah tetua jagung hibrida Bima 3
(Nei9008 sebagai tetua betina dan Mr14 sebagai tetua jantan) asal Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros (Lampiran 2-3). Boron dalam bentuk Boraks
(Na2B2O7.10H2O), pupuk kandang, NPK majemuk (15-15-15), dan urea diberikan
pada tanaman pada saat percobaan di lapang. Kantong serbuk sari, boks
pendingin, dan saringan digunakan dalam proses ektraksi serbuk sari. Penurunan
kadar air dilakukan menggunakan silica gel di dalam desikator selama 24 jam
sehingga mencapai kadar air 7.2-19.2%. Mikrotube digunakan untuk menyimpan
serbuk sari di dalam deep freezer (-20 oC), deep freezer (-40 oC). Pengujian
viabilitas serbuk sari dilakukan dengan metode pewarnaan menggunakan iodine
kalium iodida (I2KI) dengan bantuan mikroskop. Penyerbukan dilakukan pada
tetua bentina dengan menggunakan kuas.

Metode Penelitian
Percobaan I: Pengaruh Pemupukan NPK dan Boron terhadap Produksi dan
Viabilitas Serbuk Sari
Percobaan disusun menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot
Design) dengan petak utama adalah dosis NPK dan anak petak adalah dosis boron.
Dosis NPK terdiri atas tiga taraf yaitu: 0, 300, dan 600 kg ha-1, sedangkan dosis
boron terdiri atas empat taraf yaitu: 0, 1, 2, dan 3 kg ha-1. Percobaan diulang tiga
kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdiri
dari 10 tanaman sehingga terdapat 360 satuan pengamatan. Model linier yang
digunakan untuk pengujian tersebut adalah :
Yijk = µ + αi + ik + βj + (αβ)ij + ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan dosis boron ke-i, dosis NPK ke-j,
dan ulangan ke-k
µ
= Nilai rataan umum
αi
= Pengaruh perlakuan dosis boron ke-i
= Pengaruh pengacakan pada petak utama
ik
βj
= Pengaruh perlakuan dosis NPK ke-j

10

(αβ)ij =
=
ijk
i
=
j
=

Pengaruh interaksi perlakuan dosis boron ke-i dan dosis NPK ke-j
Pengaruh pengacakan pada anak petak
1, 2, 3
1, 2, 3, 4

Prosedur Pelaksanaan
Percobaan diawali dengan melakukan analisa kandungan unsur hara makro
dan mikro tanah terhadap dua sampel komposit dari empat titik pengambilan
sampel primer. Hasil analisis tanah digunakan untuk menentukan kadar optimum
NPK dan boron yang akan digunakan dalam perlakuan.
Penanaman tetua jantan dilakukan dalam bedengan sebanyak 20 lubang
tanam per bedeng dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm. Pada saat tanam digunakan
2 benih per lubang dan pada 2 MST dilakukan penjarangan menjadi 1 benih per
lubang. Tanaman sampel dipilih secara acak sebanyak 10 tanaman dari populasi
tanaman per petak percobaan.
Pada percobaan ini digunakan pupuk dasar berupa urea sebanyak 150 kg
ha-1 dan pupuk kandang sapi 8 ton ha-1. Pupuk kandang dicampurkan pada lahan
percobaan sebelum penanaman. Pupuk NPK (15-15-15) dan urea diaplikasikan
pada 1 dan 3 minggu setelah tanam (MST) dengan cara dialur di samping barisan
tanaman masing-masing setengah dosis. Boron diberikan pada 3, 5, dan 7 MST
dengan cara dilarutkan dalam air dan disiramkan pada bagian akar tanaman
masing-masing sepertiga dosis aplikasi.
Pengamatan vegetatif dilakukan hingga munculnya bunga jantan
dilanjutkan dengan pengamatan generatif pada produksi bunga dan viabilitas
serbuk sari.

Peubah Pengamatan :
Peubah yang diamati pada setiap sampel meliputi :
1. Tinggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang
hingga pangkal bunga. Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun
yang masih utuh dan melekat pada batang. Tinggi tanaman dan jumlah daun
dihitung setiap 2 minggu sekali hingga munculnya bunga jantan.
2. Umur munculnya 50% bunga jantan (J50%). Pengamatan J50% dihitung
apabila bunga jantan dari 50% jumlah tanaman dalam satu petak percobaan
telah mekar sempurna (muncul dari seludang bunga).
3. Jumlah dan panjang spika per tassel. Pengamatan jumlah dan panjang spika
dilakukan pada setiap bunga jantan yang menjadi sampel dari setiap perlakuan
pada akhir percobaan.
4. Jumlah spikelet per spika. Pengamatan jumlah spikelet per spika dilakukan
dengan menghitung banyaknya spikelet dalam setiap spika bunga jantan pada
akhir percobaan.
5. Jumlah serbuk sari per spikelet. Pengamatan jumlah serbuk sari per spikelet
dilakukan terhadap 3 spikelet pada setiap tassel tanaman sampel. Serbuk sari
yang telah dikeluarkan dari spikelet kemudian ditambahkan air hingga volume
tertentu. Jumlah serbuk sari per spikelet dihitung dengan mengambil
campuran serbuk sari-air dengan volume tertentu untuk selanjutnya dihitung di

11

bawah mikroskop. Berdasarkan jumlah serbuk sari yang telah dihitung
selanjutnya dilakukan konversi jumlah total serbuk sari dalan satu spikelet
(Gambar 1a-b).
6. Viabilitas serbuk sari. Penghitungan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan
metode pewarnaan menggunakan larutan I2KI pada hari kedua setelah antesis.
Serbuk sari yang menyerap larutan pewarna hingga menjadi biru kehitaman
dianggap viabel (Gambar 1c).
Antera besar

Antera kecil

Serbuk sari
viabel

Serbuk sari

tidak viabel
b
c
a
Gambar 1. Keragaan antera besar dan antera kecil dalam satu spikelet (a),
pengamatan jumlah serbuk sari per spikelet (b), serbuk sari viabel
dan tidak viabel pada pengujian pewarnaan menggunakan I2KI (d)

Percobaan II: Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Serbuk Sari
terhadap Pembentukan Benih Jagung Hibrida
Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok faktorial yaitu
suhu penyimpanan yang terdiri atas: -20 oC dan -40 oC dan lama penyimpanan
yaitu: 0, 1, 2, dan 3 Minggu Setelah Penyimpanan (MSP). Setiap perlakuan diulang
3 kali dengan masing-masing terdapat 10 sampel sehingga total terdapat 240 satuan
pengamatan. Bahan yang digunakan dalam percobaan penyimpanan adalah serbuk
sari yang memiliki nilai viabilitas terbaik dari percobaan I sedangkan penyerbukan
di lapang digunakan tetua betina jagung hibrida Bima 3 (Nei9008).
Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan melalui metode pewarnaan
menggunakan larutan I2KI. Larutan I2KI dibuat dengan mencampurkan 0.5 g I2
(iodine) dan 1 g KI (kalium iodida) dalam 100 mL aquades. Peubah yang diamati
meliputi viabilitas serbuk sari pada empat waktu penyerbukan, berat tongkol
berklobot, berat tongkol tanpa klobot, jumlah benih per tongkol, bobot 100 butir
benih, daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih. Model linier
yang digunakan untuk pengujian tersebut adalah :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pengaruh suhu penyimpanan ke-i, lama penyimpanan
ke-j, dan ulangan ke-k
µ
= Nilai rataan umum
αi
= Pengaruh suhu penyimpanan ke-i
βj
= Pengaruh lama penyerbukan ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi suhu penyimpanan ke-i dan lama penyimpanan ke-j

12

ijk

= Pengaruh pengacakan perlakuan suhu penyimpanan ke-i, lama
penyimpanan ke-j dan ulangan ke-k
i
= 1, 2
j
= 0, 1, 2, 3
Percobaan diawali dengan penanaman tetua jantan untuk produksi serbuk
sari dengan pemupukan NPK (15-15-15) 600 kg ha-1 dan boron (dalam bentuk
boraks) 3 kg ha-1 dan pupuk dasar berupa urea 150 kg ha-1 dan pupuk kandang 8
ton ha-1. NPK dan urea diaplikasikan pada 1 dan 3 minggu setelah tanam (MST)
dengan cara dialurkan di samping barisan tanaman masing-masing setengah dosis.
Boron diberikan pada 3, 5, dan 7 MST dengan cara dilarutkan dalam air dan
disiramkan pada bagian akar tanaman masing-masing sepertiga dosis aplikasi.
Pupuk kandang dicampurkan pada lahan percobaan sebelum penanaman.
Penanaman tetua betina untuk penyerbukan terkontrol menggunakan
serbuk sari segar (0 MSP) dilakukan tiga hari setelah penanaman tetua jantan.
Penanaman tetua betina Bima 3 (Nei9008) untuk tujuan penyerbukan terkontrol
berikutnya dilakukan masing-masing berjarak 1, 2, dan 3 minggu setelah
penanaman tetua betina pertama. Pemupukan pada tetua betina menggunakan
dosis NPK (15-15-15) 400 kg ha-1 dengan urea 200 kg ha-1 dan pupuk kandang 8
ton ha-1. NPK dan urea diaplikasikan pada 1 dan 3 MST dengan cara dialurkan
disamping barisan tanaman masing-masing setengah dosis sedangkan pupuk
kandang dicampurkan pada lahan percobaan sebelum penanaman. Pada tetua
jantan dan betina jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 25 cm dengan
penanaman awal 2 benih per lubang dan penjarangan menjadi 1 tanaman per
lubang pada 2 MST.
Pemanenan serbuk sari dilakukan pada tassel yang telah antesis
menggunakan kertas polinasi dan dimasukkan ke dalam boks pendingin untuk
menjaga kesegarannya hingga sampai di Laboratorium. Serbuk sari kemudian
dipisahkan dari kotak sari menggunakan saringan kemudian dilakukan penurunan
kadar air dengan meletakkan serbuk sari di dalam desikator selama 24 jam
(sehingga mencapai kadar air 7.2 – 19.2%) sebelum serbuk sari disimpan dalam
deep freezer. Serbuk sari yang akan digunakan untuk penyerbukan dibawa ke
lapang menggunakan boks pendingin dan diserbukkan pada tetua betina dengan
menggunakan kuas sebanyak tiga kali usapan kemudian ditutup menggunakan
kertas polinasi.
Pengamatan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan metode pewarnaan
menggunakan larutan I2KI yang dibuat dengan mencampurkan 0.5 g I2 (iodine)
dan 1 g KI (kalium iodida) dalam 100 mL aquades (Lordkaew et al. 2010). Serbuk
sari yang akan diamati viabilitasnya diletakkan selama 30 menit pada gelas obyek
yang dialasi dengan tissue lembab sebelum ditetesi dengan larutan I2KI. Serbuk
sari yang berwarna biru-kehitaman dikategorikan viabel sedangkan yang berwarna
coklat transparan tidak viabel.
Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas serbuk sari dan beberapa peubah
pada saat panen benih jagung hibrida.
Peubah Pengamatan :
1. Viabilitas serbuk sari. Penghitungan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan
metode pewarnaan menggunakan larutan I2KI pada setiap masa pengamatan
yaitu 0, 1, 2 dan 3 MPS atau saat akan diserbukkan pada tetua betina. Serbuk

13

2.
3.
4.
5.
6.

sari yang menyerap larutan pewarna hingga menjadi biru-kehitaman dianggap
viabel.
Bobot tongkol berklobot. Tongkol yang telah dipanen kemudian ditimbang
bersama dengan klobotnya.
Bobot tongkol tanpa kelobot. Tongkol yang telah dipanen dibuang klobotnya
dan kemudian ditimbang bobotnya.
Jumlah benih per tongkol. Jumlah benih per tongkol dilakukan dengan
menghitung jumlah benih yang dihasilkan oleh setiap tongkol yang dipanen.
Bobot 100 butir benih. Bobot 100 butir benih diperoleh dari tanaman sampel
dan ditimbang pada KA 15%.
Daya berkecambah (DB). Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase
kecambah normal pada pengamatan pertama dan kedua. Pengamatan pertama
pada hari ke-3 (KN hitungan I) dan pengamatan kedua pada hari ke-5 (KN
hitungan kedua). Nilai daya berkecambah dihitung dengan rumus:

7. Indeks vigor (IV). Penghitungan indeks vigor dilakukan berdasarkan
persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (KN hitungan
pertama), yaitu hari ke-3, dengan rumus:

8. Kecepatan Tumbuh benih (KcT). Kecepatan tumbuh (KcT) dihitung
berdasarkan pertambahan perkecambahan (persentase kecambah normal)
setiap hari pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum.

diman