Pertumbuhan Karang Lunak Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta

PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN
GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI
PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

DONDY ARAFAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Karang Lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan
Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Dondy Arafat
NRP. C651060061

ABSTRACT
DONDY ARAFAT. Soft Coral Growth (Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum
strictum and Sinularia dura and Gonadal Development Sinularia dura as a Result
of Artificial Fragmentation in Pramuka Island, Kepulauan Seribu, Jakarta. Under
direction of Neviaty P. Zamani, Adi Winarto
Soft coral is one of the important parts of the coral reef ecosystem, as the second
largest component after hard coral. Soft coral contribute to the formation of
“reef” in coral reef ecosystems. The aim of this research were to examine
information on reproduction and growth of soft coral, as a basic information for
soft coral culture and soft coral stock. This research was conducted using the
fragmentation method of the soft coral Lobophytum strictum and Sinularia dura
on two water depth (3m & 10m). Sampling were carried out since June 2007

until March 2008, at the Marine Protected Area (MPA), Pramuka Island, Seribu
Islands, Jakarta. Sinularia dura and Lobophytum strictum have a high survival
rate after fragmentation, the growth rate of Lobophytum strictum was bigger than
Sinularia dura. In comparison evaluation of gametocyte growth showed that the
number of Sinularia dura’s ovum, at the full moon phase, with the age 18 months
was bigger than the 10 months.
Keywords: Soft Coral, Sinularia dura, Lobophytum strictum, fragmentation,
reproduction, Pramuka Island

ii

RINGKASAN
DONDY ARAFAT. Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan Gonad Sinularia dura
Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan ADI WINARTO
Penelitian ini dilakukan sejak Bulan Juni 2007 hingga Maret 2008 di
perairan Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan
Pertumbuhan karang lunak, serta menganalisa struktur histologi dan

perkembangan gonad karang lunak (Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia
dura hasil fragmentasi buatan. Lokasi penurunan rak transplantasi terletak di Area
Perlindungan Laut (APL) pada dua kedalaman yakni kedalaman 3 meter dan 10
meter. Penelitian ini dilakukan melewati beberapa tahapan yakni tahap awal 1
bulan persiapan, 10 bulan waktu pengukuran pertumbuhan (Juni 2007 - Maret
2008). Bulan ke-10 dan ke-18 setelah pengukuran dilakukan analisa histologi
untuk melihat perkembangan gonad karang lunak yang telah ditransplantasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup tertinggi yakni
terdapat pada karang lunak jenis Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter dan
10 meter yakni 100 %, sedangkan tingkat kelangsungan transplantasi karang lunak
selama penelitian pada spesies Sinularia dura yakni 80 % pada kedalaman 3
meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter yakni 100%. Pertumbuhan Sinularia
dura pada kedalaman 3 meter yakni panjang 1,785 cm dan lebar 2,061 cm,
berikutnya pertumbuhan pada kedalaman 10 meter yakni panjang 1,512 cm dan
lebar 1,541 cm. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%,
menunjukkan antar perlakuan (kedalaman) pada pertumbuhan panjang dan lebar
diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue > 0,05). Spesies yang kedua yakni
Lobophytum strictum memiliki pertumbuhan panjang 4,03 cm dan lebar 3,39 cm
pada kedalaman 3 meter, sedangkan pada kedalaman 10 meter memiliki
pertumbuhan yakni panjang 3,63 cm dan lebar 3,69 cm. Hasil dari Analisis ragam

dengan selang kepercayaan 95%, bahwa antar perlakuan (kedalaman) pada
pertumbuhan panjang dan lebar diperoleh hasil tidak berbeda nyata (Pvalue >
0,05).
Pembuktian adanya proses oogenesis dan spermatogenesis dilakukan
dengan analisa histoligis. Menurut penelitian sebelumnya, pemijahan (spawning)
karang biasa terjadi akibat terjadi perubahan lingkungan. Hasil pengamatan
penampang vertikal pada bulan ke-10, diketemukan sel jantan (sperm) di dalam
saluran misentri. Sedangkan, sel telur yang diketemukan mayoritas masih pada
tahap perkembangan awal. Diduga sel telur telah dikeluarkan (spawning) ke alam
dan ada beberapa yang masih tersisa pada lapisan misentri filament. Pada bulan
ke-18, pada saat bulan purnama, yang diperoleh yakni penampang vertikal dari
karang lunak Sinularia dura memiliki jumlah sel telur yang lebih banyak dari
pengamatan bulan ke-10. Hasil pengamatan pada bulan ke 18 menunjukkan,
bahwa sel telur terdapat dalam lapisan misentri filamen (msF), diduga masih akan
terus bertambah dalam sayatan berikutnya. Oosit biasanya melekat pada mesoglea
di mesenteri bersama dengan oosit tahap I yang lain. Ukuran oosit semakin

iii

membesar karena butiran-butiran sitoplasma mulai berkembang menyebar ke

seluruh bagian oosit sehingga warna oosit mulai agak terang. Oosit pada tahap ini
dapat ditemukan pada rongga gastrovaskular karena sudah terlepas dari pedikel.
Ada beberapa oosit yang telah matang dan mencapai ukuran maksimum. Variasi
perkembangan sel gamet pada karang lunak Sinularia dura hasil fragmentasi
buatan yang ditransplantasi, menunjukkan bahwa fragmentasi tidak
mempengaruhi siklus reproduksi perkembangan karang lunak.

Kata kunci: Karang lunak, Lobophytum strictum, Sinularia dura, Pulau Pramuka,
Fragmentasi, Histologis

iv

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

PERTUMBUHAN KARANG LUNAK (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura DAN PERKEMBANGAN
GONAD Sinularia dura HASIL FRAGMENTASI BUATAN DI
PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

DONDY ARAFAT

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


vi

Judul

: Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura Dan Perkembangan
Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta
Nama Mahasiswa : Dondy Arafat
NRP
: C551060061
Program Studi
: Ilmu Kelautan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
Ketua


drh. Adi Winarto, Ph.D
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 29 Juli 2009

Tanggal Lulus :

vii

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala karunia-Nya berupa kesehatan dan keluangan waktu sehingga
penelitian tesis mengenai “Pertumbuhan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea)
Lobophytum strictum, Sinularia dura dan Perkembangan Gonad Sinularia dura
Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta” ini
dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di
Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
dan drh. Adi Winarto, Ph.D selaku komisi pembimbing yang banyak memberikan
masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga sangat berterimakasih kepada
Program Hibah Bersaing tahun 2006 yang diketuai Dr. Hefni Effendi, M.Phil
selaku penyandang dana penelitian. Tim Hibah Bersaing 2006 (Prof. Dr. Ir. Dedi
Soedharma, DEA, Beginer Subhan, S.Pi, Ir. Mukzijat Kawaroe, M.Si) yang telah
memberikan bantuan baik fisik maupun moral, rekan-rekan kuliah Program Studi
Ilmu Kelautan 2006 (Rico, Dobo, Iis, Mila, Mukti, Erna, Ria, Pak Ngadiran, Ira,
Ratih, Syahrul, Om faisal, Tante Katrin dan Bung Degen), teman-teman [Gita
Pradipta, Beginer Subhan, Citra, Iqbal S Goeltom, Ramadian Bachtiar] yang telah
menginspirasi dan menjadi teman diskusi, keluarga [Ayahanda Sastra Yuddin dan
Ibunda Doetje Eka Dharma, dan Adinda Goura Genni Perca yang senantiasa
memberi doa dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan serta semua

yang telah berkontribusi dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada
Program Beasiswa COREMAP yang telah memberikan bantuan dana penulisan
tesis.
Tentunya masih ada berbagai kekurangan dalam tesis ini sehingga saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi perbaikan
di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

Dondy Arafat

viii

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sitiung, Kabupaten Dharmasraya,
Sumatera Barat pada tanggal 1 Mei 1982, anak pertama
dari dua bersaudara dari ayah Sastra Yuddin dan ibu
Doetje Eka Dharma.
Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK
Pertiwi-Sitiung pada tahun 1987 dan kemudian

dilanjutkan di SD Miranti Jakarta (1988-1994). Pada
tahun 1994-1997 penulis menempuh pendidikan lanjutan
pertama di SMPN 1 JAKARTA, dan pada tahun 19972000 dilanjutkan di SMUN 1 SITIUNG DharmasrayaSumatra Barat. Penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2000 dan
memilih Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan tamat pada tahun 2005. Selama di IPB,
di bidang organisasi penulis aktif di himpunan profesi HIMITEKA (Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan), MBC (Marine Biology Club),
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO).
Sejak tahun 2005 hingga kini penulis bekerja sebagai asisten dosen pada Bagian
Hidrobiologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2006, penulis
meneruskan pendidikan pascasarjana di IPB dengan program studi Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti pendidikan pascasarjana, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan Wahana Interaksi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan
(WATERMASS-IKL). Tahun 2007 penulis mendapat beasiswa penulisan tesis
dari Program Mitra Bahari- COREMAP II. Untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB penulis
melakukan
penelitian
mengenai
”Pertumbuhan
Karang
Lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, Sinularia dura dan
Perkembangan Gonad Sinularia dura Hasil Fragmentasi Buatan Di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta”.

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

Halaman
x
xii
xiv
xv

PENDAHULUAN......................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................

1

Pendekatan Masalah .............................................................................

2

Tujuan Penelitian .................................................................................

3

Hipotesa Penelitian ..............................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

4

Deskripsi Umum Karang Lunak (Soft Coral) ......................................

4

Morfologi dan Anatomi .......................................................................

5

Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak .........................

7

Karang Lunak yang Ditransplantasi ....................................................

8

Marga Lobophytum menurut Verseveldt (1982) ..........................

8

Marga Sinularia menurut Verseveldt (1980) .................................

9

Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu ...................................

10

Reproduksi Karang Lunak ..................................................................

12

Reproduksi Aseksual .....................................................................

12

Reproduksi Seksual .......................................................................

13

Gametogenesis .....................................................................

13

Spermatogenesis ...................................................................

15

Pemijahan dan Fertilisasi .....................................................

15

Distribusi Karang Lunak .......................................................................

16

Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ..............................................

17

Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak ..............................

17

Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator .............

17

Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup ............................

18

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang .................................................

18

Metode Transplantasi Karang ...............................................................

21

x

METODE PENELITIAN .........................................................................

23

Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................

23

Bahan dan Alat .....................................................................................

24

Bahan dan alat penelitian untuk transplantasi ............................

24

Bahan dan alat penelitian untuk Histologi .................................

24

Prosedur Penelitian ..............................................................................

25

Analisis Data ........................................................................................

30

Tingkat Kelangsungan Hidup .......................................................

30

Pertumbuhan .................................................................................

31

Rancangan Percobaan ....................................................................

31

Pengukuran Tingkat Kematangan Gonad ......................................

31

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

32

Adaptasi Karang Lunak Hasil Fragmentasi (Pemotongan) ..................

32

Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen karang Lunak ........................

35

Pertumbuhan ........................................................................................

37

Pertumbuhan Spesies Sinularia dura .............................................

38

Pertumbuhan Spesies Lobophytum strictum ..................................

40

Laju Pertumbuhan .................................................................................

43

Laju Pertumbuhan spesies Sinularia dura .....................................

43

Laju Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum ...........................

45

Pertambahan Jumlah Cabang Fragmen Karang Lunak .........................

47

Pengamatan Struktur Histologi Gonad Karang lunak ..........................

48

Struktur Histologi Karang lunak Hasil Transplantasi ....................

48

Alat Reproduksi Seksual Karang Lunak Hasil Transplantasi ........

51

Kondisi Lingkungan Perairan Lokasi Penelitian...................................

55

Parameter Fisika Lingkungan ........................................................

56

Parameter Kimia Lingkungan ........................................................

58

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

64

xi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pendekatan masalah ..............................................................

2

2. Penampang melitang polip karang lunak Anggota Octocorallia
(Bayer, 1956) .......................................................................................

5

3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c)
Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium ..................................................

9

4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985
dalam Manuputty, 2002) ......................................................................

11

5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens
(Achituv dan Benayahu, 1990) .............................................................

14

6. Lokasi Rak Transplantasi Penelitian; Pulau Pramuka – Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta ..............................................................................

23

7. a. Perakitan Rak Transplantasi Karang Lunak, Lokasi Pulau
Pramuka ..........................................................................................

25

b. Desain rak transplantasi karang lunak, dilapisi dengan jaring ..........

25

8. Bibit Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) yang diambil disekitar
perairan Pulau Pramuka ........................................................................

26

9. Susunan fragmen karang lunak jenis Lobophytum strictum
ditransplantasi dengan substrat dan disusun pada rak transplantasi......

27

10. Ilustrasi Penempelan Karang Lunak (Octocorallia:Alcyonacea) pada
substrat ..................................................................................................

28

11. Pemilihan dan pemotongan bibit karang lunak (Alcyonacea) ..............

32

12. Proses adaptasi karang lunak spesies Lobophytum strictum hasil
fragmentasi pada kedalaman 3 m (periode Juni-Agustus 2007) ...........

34

13. Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies
Sinularia dura di perairan Pulau Pramuka ............................................

35

14. Tingkat Kelangsungan Hidup (survival) karang lunak spesies
Lobophytum strictum di perairan Pulau Pramuka .................................

36

15. Pertumbuhan Fragmen karang lunak spesies Sinularia dura pada awal
penelitian hingga akhir penelitian (selama 10 bulan) ...........................

37

16. Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada
kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka ....................................

38

17. Pertumbuhan spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada
kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka ..................................

39

18. Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan
pada kedalaman 3 meter, di perairan Pulau Pramuka ...........................

41

xii

19. Pertumbuhan spesies Lobophytum strictum hasil fragmentasi buatan
pada kedalaman 10 meter, di perairan Pulau Pramuka .........................

41

20. Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 3 meter di
perairan Pulau Pramuka ........................................................................

44

21. Kurva laju pertumbuhan Sinularia dura pada kedalaman 10 meter di
perairan Pulau Pramuka ........................................................................

44

22. Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 3 meter
di perairan Pulau Pramuka ....................................................................

45

23. Kurva laju pertumbuhan Lobophytum strictum pada kedalaman 10 meter
di perairan Pulau Pramuka ....................................................................

46

24. Sampel spesies Sinularia dura yang dilakukan pengamatan struktur
histologi .................................................................................................

48

25. Penampang vertikal bagian antokodia dari Sinularia dura setelah
dilakukan transplantasi karang lunak selama 10 bulan .........................

49

26. Penampang melintang jaringan karang lunak Sinularia dura setelah
selama 10 bulan pasca transplantasi......................................................

50

27. Sel telur (oosit) yang diketemukan pada Sinularia dura selama
10 bulan pasca transplantasi. Oosit dalam tahap 1 ................................

51

28. (A) Sel jantan dan (B) Oosit mencapai kematangan di lapisan
misentri filamen, setelah ditransplantasi selama 10 bulan ....................

52

29. Sel telur (oosit) diketemukan pada Sinularia dura setelah 18 bulan
pasca transplantasi. (a. Oosit tahap III; b. Oosit tahap IV) ...................

53

30. Sel telur (oosit) pada Sinularia dura setelah 18 bulan pasca
transplantasi (Oosit tahap V).................................................................

54

31. Sebaran suhu pada kedalaman 3 meter dan 10 meter ...........................

56

32. Kandungan Oksigen Terlarut (DO) di kedalaman 3 meter dan 10 meter
pada daerah transplantasi ......................................................................

59

33. Kandungan Nitrat peraiaran di kedalaman 3 meter dan 10 meter .........

60

34. Kandungan Nitrit di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada
Daerah transplantasi ..............................................................................

60

35. Kandungan Fosfat di kedalaman 3 meter dan 10 meter pada
Daerah transplantasi ..............................................................................

61

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyonina .......................

8

2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian ...............................

24

3. Parameter Fisika-Kimia Perairan, Satuan dan Alat yang digunakan ...

29

4. Persentase kondisi homeostatis karang lunak (Alcyonacea)
dari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum akibat
fragmentasi buatan ................................................................................

33

5. Pertambahan jumlah cabang karang lunak (Alcyonacea)
ari spesies Sinularia dura dan Lobophytum strictum
hasil fragmentasi buatan........................................................................

47

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak
Sinularia dura selama 10 bulan ...........................................................

69

2. Rata-rata pertumbuhan relatif fragmentasi karang lunak
Lobophytum strictum selama 10 bulan ................................................

70

3. Rata-rata sebaran parameter kimia di lokasi penelitian pada
masing-masing kedalaman ..................................................................

71

4. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral
Jenis Sinnularia sp dengan selang kepercayaan 95% ...........................

72

5. Analisis Ragam antar perlakuan pada pertumbuhan Soft Coral
Jenis Lobophytum sp dengan selang kepercayaan 95% ......................

73

6. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ......................................

74

7. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Sinularia dura)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ...................................

75

8. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 3m ......................................

76

9. Gambar kondisi perkembangan karang lunak (Lobophytum strictum)
hasil fragmentasi buatan pada kedalaman 10 m ...................................

77

10. Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 3 meter ......................

78

11. Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Sinularia dura dikedalaman 10 meter ....................

79

12. Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 3 meter ...........

80

13. Uji Fhit terhadap hubungan waktu dengan perubahan panjang dan
lebar pada spesies Lobophytum strictum dikedalaman 10 meter ..........

81

14. Analisa Sidik Ragam pertambahan jumlah cabang
dengan kedalaman berbeda (3 meter dan 10 meter)..............................

82

xv

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kawasan terumbu karang adalah salah satu sumberdaya alam perairan
tropis yang penting dan mempunyai potensi yang besar. Indonesia memiliki
sumberdaya hayati perairan laut dengan keanekaragamannya yang tinggi, akan
tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Karang lunak merupakan bagian dari
ekosistem terumbu karang yang dianggap penting (Benayahu, 1985; Coll 1983
dan Sammarco et.al, 1998) dan merupakan komponen kedua terbesar sesudah
karang batu (Manuputty, 1996a), mempunyai peranan yang penting dalam ekologi
terunbu karang, seperti memberikan kontribusi pada pembentukan terumbu. Pada
saat ini terdapat beberapa sumberdaya laut telah dilaporkan yang mempunyai
potensi antara lain: mikroalga, makroalga, karang lunak, echonodermata,
moluska, krustase, ikan dan spons. Menurut Nontji & Satari (1996), melaporkan
bahwa beberapa spesies alga, karang, spons dan tunikata menghasilkan produk
yang menunjukkan aktivitas antibiotik, antijamur, antivirus dan antiinflammatory.
Para ahli biokimia juga memberikan perhatian terhadap karang lunak
karena efektif menghasilkan senyawa biokatif. Para ahli mengharapkan dapat
menemukan senyawa baru yang bermanfaat yang bermanfaat untuk industri dan
farmasi (Grzimek, 1974; Cuthill, 1996). Sekarang ini karang lunak menjadi
perhatian serius bagi para ahli biokimia. Pengkajian bidang bahan alam laut di
Indonesia merupakan suatu kajian yang relatif masih sangat baru. Keberadaan
karang lunak sekarang ini menjadi sorotan dalam dunia bioteknologi, potensi
besar yang dimiliki karang lunak untuk tujuan komersial, terutama untuk
memproduksi secara massal ekstrak kasar senyawa bioaktif atau sebagai novel
substance. Langkah pemilihan teknologi tepat guna masih perlu dilakukan, untuk itu
perlu dilakukan kajian yang lebih mendasar dalam usaha peningkatan produksi.
Penelitian mengenai aspek reproduksi pada karang lunak jenis (Octocorallia:

Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura yang menyangkut
perkembangan gonad pada habitat alaminya merupakan usaha untuk menggali
informasi dasar bila hendak melakukan upaya transplantasi karang lunak ataupun
dalam upaya pembenihannya. Kegiatan budidaya karang lunak dengan teknik

fragmentasi buatan merupakan usaha penyediaan karang lunak di alam, sedangkan
metode baru budidaya transplantasi karang lunak masih jarang dilakukan. Dari
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pertumbuhan
dan memberikan wawasan baru terhadap dalam perkembangan ilmu di bidang
teknologi reproduksi sebagai persediaan karang lunak.
Pendekatan Masalah
Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat tekanan ekologi misalnya;
pencemaran, pengeboman, bahan kimia dan menyebabkan degradasi populasi
terumbu karang. Rehabilitasi merupakan usaha pemulihan lingkungan baik secara
alami dan buatan, kian marak dilakukan oleh pemerintah demi perbaikkan
ekosistem. Informasi mengenai siklus reproduksi masih kurang khususnya untuk
karang lunak. Sehingga pada saat penerapan teknologi rehabiltasi terkadang masih
memiliki kegagalan yang besar. Teknologi transplantasi dengan metode
fragmentasi buatan merupakan salah satu usaha perbaikan ekosistem. Kompilasi
dari pengetahuan siklus reproduksi dengan transplantasi, diharapkan bahwa usaha
rehabilitasi akan memperbaiki ekosistem terumbu karang. Pengetahuan siklus
reproduksi sangat penting dalam usaha pemilihan bibit benih, yang akan
difragmentasikan dalam usaha perbaikkan lingkungan. Pendekatan masalah
diagram hubungan teknologi transplantasi dengan siklus reproduksi dapat dilihat
pada diagram di bawah ini (Gambar 1):

Gambar 1. Kerangka pendekatan masalah.

2

Berdasarkan

permasalahan

mengenai

kurangnya

informasi

siklus

reproduksi khususnya karang lunak, menjadi latar belakang dalam penelitian ini.
Selain itu, untuk menilai seberapa besar tingkat keberhasilan metode transplantasi
maka diperlukan referensi perkembangan reproduksi karang lunak dan didukung
dengan aspek bioekologinya, terutama tentang laju pertumbuhan dan tingkat
kelangsungan

hidup yang dikaitan dengan karakteristik fisika-kimia perairan

yang banyak mempengaruhinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mempelajari

pertumbuhan

dan

perkembangan karang lunak hasil fragmentasi buatan serta aspek reproduksi
karang lunak jenis melalui pendekatan histologis. Tujuan yang ingin dicapai,
yaitu:
1. Mengetahui

tingkat

kelangsungan

hidup

karang

lunak

(Octocorallia:Alcyonacea) Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil
fragmentasi buatan pada kedalaman yang berbeda.
2. Mengetahui

pertumbuhan

karang

lunak

(Octocorallia:Alcyonacea)

Lobophytum strictum, dan Sinularia dura hasil fragmentasi buatan pada
kedalaman yang berbeda.
3. Mengetahui struktur histologi dan perkembangan gonad karang lunak
(Octocorallia:Alcyonacea) spesies Sinularia dura hasil fragmentasi buatan.
Hasil dari penelitian fragmentasi karang lunak ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam:
1. Memberikan informasi mengenai reproduksi karang lunak sebagai dasar
dalam usaha pembudidayaan karang lunak
2. Mendapatkan teknik praktis dalam menunjang rehabilitasi dan konservasi
untuk memperbaiki pemulihan keanekaragaman ekosistem terumbu karang

Hipotesa Penelitian
Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :



Perbedaan kedalaman akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
tingkat kelangsungan hidup

3

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Umum Karang Lunak (Soft Coral)
Ekosistem terumbu karang pada umumnya biota yang dominan ialah
karang batu. Dalam susunan ekosistem terumbu karang karang Alcyonacea atau
yang dikenal dengan karang lunak merupakan invertebrata terbanyak kedua
sesudah karang batu. Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum karang lunak
yang merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas
Alcyonaria atau Octocorallia). Menurut Verseveldt 1983, mengumpulkan dan
mengidentifikasi berbagai berbagai jenis karang lunak dari beberapa perairan di
antaranya 46 jenis dari marga Lobophytum Von Marenzeller. Alcyonacea telah
dikenal sejak zaman Cretaceous kira-kira 65 juta tahun yang lalu (Bayer, 1956).
Hal ini terbukti dengan adanya fosil-fosil spikula di dalam endapan di laut,
terutama di daerah pasang surut atau di daerah terumbu karang. Anggota
Octocorallia ditemukan di perairan laut, dari perairan di katulistiwa sampai ke
perairan kutub, pada semua kedalaman dari daerah pasang surut (intertidal)
sampai ke perairan terdalam (abyssal), khususnya kelimpahan tertinggi ditemukan
di perairan dangkal dan hangat di daerah tropis. (Manuputty, 2002).
Menilik hasil penelitian-penelitian mengenai kandungan bahan-bahan
bioaktif, maka jenis spesies karang lunak tersebut termasuk dalam sumber bahan
aktif (Soedharma, 2005). Karang lunak yang telah banyak diteliti adalah
kandungan kimianya. Tursch et al. (1978) telah mengisolasi senyawa terpen dari
beberapa jenis karang lunak. Senyawa terpen ini telah menarik perhatian para ahli
kimia terutama yang meneliti senyawa-senyawa alamiah karena dapat digunakan
dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur dan senyawa anti tumor.
Sedangkan kegunaannya bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal
terhadap serangan predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam
proses reproduksi (Coll & Sammarco, 1986), kemudian menemukan bahwa
senyawa terpen karang lunak dihasilkan oleh zooxanthella yaitu alga uniseluler
yang bersimbiosis dengan karang lunak.

Morfologi dan Anatomi
Anggota Octocorallia memiliki tubuh berupa polip dengan delapan
tentakel atau lengan yang berduri (pinnula), fungsinya untuk membantu
mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut.

Dilanjutkan dengan

delapan mesentri yaitu jaringan lunak berupa septa yang menggantung dan
membagi rongga dalam tubuhnya menjadi delapan bagian. Perbedaan yang lain
adalah secara anatomis, yaitu pada kandungan spikula/sklerit yang merupakan
penyokong dan pembentuk tekstur tubuh (Manuputty, 1996; Fossa dan Nilsen,
1998).

Gambar 2. Penampang melintang polip karang lunak Anggota Octocorallia
(Bayer, 1956).

5

Menurut Bayer (1956), polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu
antokodia, kaliks dan antostela (Gambar 2). Antokodia merupakan bagian yang
terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke
dalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak
dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah
yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan
dengan deretan duri-duri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula,
fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut.
Selain tentakel, ditemukan mulut (sifonoglifa) yang melanjutkan diri membentuk
septa. Antokodia juga mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke
ujung masing-masing tentakel. Pada pangkal tentakel terdapat mulut yang
berbentuk kepingan yang disebut stomodeum. Lanjutan mulut berupa saluran
pendek disebut farinks atau esofagus. Bagian dalam farinks disusun oleh sel-sel
epitel kelenjar dan sel-sel epitel kolumnar yang berflagela. Fungsi flagela untuk
membantu mengalirkan air ke dalam rongga perut pada proses respirasi. Sel-sel
epitel tadi tersusun sedemikian rupa sehingga bagian dalam farinks berbentuk
alur-alur yang disebut sifonoglifa. Bagian polip dimana sifinoglifa terletak disebut
bagian ventral, sebaliknya yang berseberangan dengannya disebut bagian dorsal.
Pada kaliks terdapat rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks
(yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa), benang-benang septa dan organ
reproduksi atau gonad.
Fungsi lain dari polip ini adalah berperan dalam proses reproduktif, yaitu
menghasilkan gamet. Polip-polip ini juga sebagian bergerak untuk berekspansi
dan berkonstraksi, sebuah proses yang dapat dilihat pada beberapa koloni
(Ruppert dan Barnes, 1994; Fossa dan Nilsen, 1998). Octocorallia umumnya
memiliki warna yang indah. Warna-warna ini dihasilkan oleh sejumlah
Zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang, yang menghasilkan
pigmen coklat, kuning, hijau dan sebagainya (Manuputty, 1996). Zooxanthellae
ini mulai masuk ke jaringan polip karang lunak pada saat masih berbentuk telur
atau larva yang baru lahir (Fitt, 1984 dalam Sorokin, 1993). Larva terinfeksi oleh
zoospora Zooxanthellae yang berenang bebas yang terdapat di air. Infeksi juga
terjadi pada saat larva yang baru menempel pada substrat. Polip menarik

6

Zooxanthellae yang berenang ke dalam rongga mesentri lewat mulut, kemudian
menginfeksinya (Kinzei, 1973 in Sorokin, 1993).
Karang lunak ordo Alcyonacea yang mengandung Zooxanthellae adalah
genus Alcyonium, Lithophyton, Lobophytum, Sarcophyton, Sinularia, Capnella,
Cladiella, Lemnalia, Paralemnalia. Pada jenis Cespitularia, Sarcophyton,
Lobophytum dan Sinularia, Zooxanthellae ditemukan pada jaringan tubuh dan
tentakelnya, tetapi pada jenis Cladiella, Zooxanthellae hanya ditemukan pada
tentakelnya, sedangkan pada jenis Dendronephtya, Stereopnephthya dan
Umbellulufera, Zooxanthellae tidak ditemukan (Sorokin, 1993).

Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak
Menurut Bayer (1983), bahwa bentuk pertumbuhan (percabangan) karang
lunak memiliki beberapa motif. Bentuk pertumbuhan (percabangan) karang lunak
diuraikan sebagai berikut :
Lobata

: bertangkai pendek atau panjang, kapitulum terdiri atas lobus
yang berbentuk jari pendek atau tonjolantonjolan bulat yang tidak
beraturan bentuk maupun ukurannya.

Encrusting

: kapitulum tanpa tangkai, pertumbuhan koloni merambat dan
melekat erat di dasar, pada permukaan atas kapitulum terdiri dari
kumpulan lobus berbentuk bulatan atau seperti pematang yang
tegak lurus.

Arboresen

: bentuk pertumbuhan seperti pohon dengan batang utama dan
cabang-cabang.

Glomerata

: bentuk pertumbuhan arboresen dengan cabang primer
bergerombol pendek dan rapat, melekat pada batang utama
divarikata : bentuk pertumbuhan arboresen, dari cabang primer
bercabang menjadi cabang sekunder namun tidak rapat.

Umbellata

: bentuk pertumbuhan seperti arboresen tetapi cabang primer dan
sekunder tersusun menyerupai payung.

7

Karang lunak dari Sub-ordo Alcyoniina, adalah hewan yang mempunyai
bentuk yang sangat bervariasi dan mempunyai jumlah spesies yang besar. SubOrdo Alcyoniina terdiri dari enam famili, yaitu: Paralcyoniidae (Fasciculariidae,
Viguierotidae), Alcyoniidae, Asterospiculariidae, Nephtheidae, Nidaliidae dan
Xeniidae. Dari keenam famili ini, Famili Alcyoniidae dan Nephtheidae
mempunyai genus yang relatif banyak (Tabel 1) (Fossa dan Nilsen, 1998).
Tabel 1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyoniina.
No. Famili
Genus
Paralcyoniidae
1.
Maasella
(=Fascicularia,=Viguieriotes),
(=Fasciculariidae, Carotalcyon, Paralcyonium, Studeriotes
=Viguieriotidae)
Alcyoniidae
2.
Alcyonion, Acrophytum, Anthomastus, Bellonella,
Cladiella
(=Lobularia,=Microspicularia,=Spaerella),
Lobophytum,
Metalcyonum,
Minabea,
Malacacanthus, Parerythropodium, Sarcophyton,
Sinularia, Dampia, Eleutherobia, Inflatocalyx,
Asterospiculariidae Ceratocaulon
3.
Nephtheidae
4.
Asterospiculata
Nephthea, Capnella (=Eunephtya), Daniela, Drifa,
Duva,
Gersemia,
Lemnalia,
Litophyton
(=Ammothea), Dendronephtthya (=Morchellana, =
Roxasia,=
Spongodes),
Neospongedes,
Paralemnalia,
Pseudodrifa,
Scleronephthya,
Nidaliidae
5.
Stereonephthya, Umbelluifera
Nidalia
(=Cactogorgia),
Agaricoides,
Siphonogorgia,
Chironephtya,
Nidaliopsis,
Xenia
6.
Nephthyigorgia, Pieterfaurea
Xenia, Anthelia, Cespitularia, Efflatounaria,
Fungulus, Heteroxenia, Sympodium
Sumber: Fossa dan Nilsen (1998)
Karang Lunak yang Ditransplantasi
Marga Lobophytum menurut (Verseveldt. 1982; Manuputty. 2002)
Koloni besar dan merambat dengan kapitulum yang lebar, permukaan atas
dapat berupa lobata yakni berbentuk jari (digitata) atau juga mempunyai
pematang-pematang, letaknya tegak lurus dengan permukaan kapitulum. Warna
koloni kuning atau kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan
jenis Alcyonacea lainnya, dan ada beberapa yang berwarna krem. Diketemukan
pada perairan dari rataan terumbu sampai kedalaman 7 meter (Gambar 3).

8

Filum : Coelentrata/Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia
Bangsa: Alcyonacea
Sub-Bangsa: Alcyoniia
Suku : Alcyoniidae
Marga : Lobophytum
Jenis : Lobophytum strictum (Bayer, 1956;
Verseveldt, 1983; Manuputty 2002)
Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang
jernih. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting).
Lobus pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah digitiformis
(berbentuk seperti jari) (Tixier Durivault, 1957 dalam Manuputty 2002).

Gambar 3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c)
Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium
Marga Sinularia menurut (Verseveldt. 1980; Manuputty. 2002)
Jenis karang lunak ini memiliki koloni bertangkai atau dapat merambat
(encrusting). Memiliki kapitulum lebar, lobata yang merambat, yang bertangkai
digitata. Polip monomorfik yaitu tidak memiliki sifonoid. Beberapa jenis hanya
dketemukan pada kedalaman tertentu saja yakni 15-20 meter. Tangkai yang

9

berwarna senada dengan kapitulum, kecuali Sinularia flexibilis tangkainya
berwarna putih, kapitulum lentur berwarna krem. Warna koloni biasanya coklat,
krem ataupun abu-abu. Anggota Sinularia sangat banyak sehingga untuk
membedakannya antara jenis yang satu dengan lainnya tidak cukup hanya dengan
ciri-ciri morfologinya. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau
spkulanya (Gambar 3).

Filum : Coelentrata/Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Sub-kelas : Octocorallia
Bangsa: Alcyonacea
Sub-Bangsa: Alcyoniia
Suku : Alcyoniidae
Marga : Sinularia
Jenis : Sinularia dura (Bayer, 1956)
Ciri khas koloni berbentuk seperti bunga, memiliki spikula yang nampak
jelas dan berukuran besar terutama spikula pada bagian basal (pada yang lobata).
Pada bagian lobus/ atas (top), spikula berbentuk club berukuran 0,15 – 0,20 mm,
atau 0,12 – 0,22 mm, bagian kepala melebar, 0,06 – 0,10 mm, kadang-kadang
sampai 0,15 mm (Pratt, 1903; Manuputty, 1996a). Ditemukan pada kedalaman di
bawah 6 meter atau pada daerah yang gelap di bawah boulder karang, pada
perairan yang agak keruh. Sebaran lokal : Pulau Lancang, Pulau Pari, Pulau
Merak (Manuputty, 2002).
Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu
Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan
karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh dan kerangka yang
menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan
organ-organ dalam untuk mengambil makanan dari dalam air, dan mengeluarkan
zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga pada proses respirasi pada
prinsipnya sama dengan karang batu. Perbedaan antara karang lunak dan karang
batu dapat dilihat dari bentuk dan susunan tubuhnya (Gambar 4) dalam
(Manuputty, 2002).

10

2

2

3

3

1
1
6
7

5

7
4
5
6

4

8

Keterangan:
Karang Lunak
1. polip
5. farinks
2. mulut
6. mesenteri
3. tentakel
7. benang
4. spikula
mesenterial

8

Karang Batu
1. polip
5. septa
2. mulut
6. rongga perut
3. tentakel
7. mesenteri
4. kerangka kapur
8. jaringan
penyokong

Gambar 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985 dalam
Manuputty, 2002)
Walaupun karang lunak dan karang batu mirip, tetapi karang lunak
mempunyai tubuh lebih lunak karena tidak mempunyai kerangka kapur yang
keras. Sebagai gantinya, karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan
berdaging yang diperkuat suatu matriks dari partikel-partikel kapur mikroskopis
yang disebut sklerit. Dalam terminologi istilah spikula dipakai untuk nama umum
bagi kerangka kapur yang menyokong tubuh karang lunak, baik itu berbentuk
pipih, seperti sisik atau seperti kumparan. Istilah sklerit dipakai pada spikula yang
bentuknya seperti kumparan atau jarum tebal yang berukuran besar, dengan kedua
ujung yang runcing atau agak runcing. Sklerit berasal dari kata skleros yang
berarti keras. Umumnya dijumpai pada bagian basal atau tangkai terutama di
jaringan koenensim sebelah dalam (internal) (Manuputty, 2002).

11

Reproduksi Karang Lunak
Reproduksi Aseksual
Pada habitat alami, reproduksi aseksual merupakan mekanisme penting
dalam meningkatkan jumlah individu dalam suatu koloni. Reproduksi ini
dilakukan dengan cara pertumbuhan koloni, fragmentasi, tunas, pembelahan
melintang, dan pencabikan pedal (Sprung dan Delbeek, 1997 in Sandy, 2000).
1. Fragmentasi, penempelan fragmen buatan akan berhasil dengan baik bila
kondisi lingkungan pun optimal dan substrat dasarnya pun baik. Karang
lunak yang paling mudah diperbanyak adalah genus dari Sarcophyton,
Sinularia, Xenia, dan Anthelia. Fragmentasi dapat juga terjadi karena
adanya predator dan gangguan alam seperti badai. Serangan dari cacing,
siput, dan ikan pada Sarcophyton dapat merusak koloni. Namun,
penggunaan fragmentasi mampu menghasilkan sejumlah keturunan dari
sisa jaringan.
2. Pembentukan tunas, biasa terjadi pada karang lunak masif seperti
Sarcophyton di bagian dekat dasar tangkai atau pada bagian pinggir
kapitulum. Jika pertunasan terjadi pada koloni yang masih kecil, maka
anak dan induk akan tumbuh bersama-sama untuk membentuk koloni
bertangkai banyak. Bila koloni induk yang bertunas sudah berukuran besar
maka tunas yang tumbuh akan tetap kerdil karena terhalang oleh koloni
induk.
3. Pembelahan melintang, terjadi pada Xenia spp, dimana pembelahan
diawali dengan terpisahnya tangkai mulai dari dasar terus memanjang ke
arah vertikal diantara dua cabang terbesar, hingga akhirnya dapat
menghasilkan dua koloni berukuran sama. Proses ini memakan waktu
beberapa bulan untuk sampai benar-benar terpisah. Namun untuk Xenia
spp hanya membutuhkan waktu satu minggu saja.
4. Pencabikan pedal (pedal laceration), koloni benar-benar bergerak
melintasi substrat mengikuti jaringan bagian basalnya. Selanjutnya,
jaringan ini dapat terus menempel atau menjadi terlepas dan menjadi
individu baru.

12

Reproduksi seksual
Banyak spesies yang telah didata adalah gonokorik, dan salah satunya
hermaphrodite yang langka. Proses pemijahan pada seluruh famili Alcyoniidae,
mempunyai siklus tahunan spermatogenesis sedangkan proses oogenesis mereka
disempurnakan lebih lama bahkan melebihi dari siklus oogenesis tersebut
(Yamazato et al. 1981; Alino dan Coll 1989; Benayahu et al. 1990).
Seksualitas karang lunak (alcyonacea) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
hermaprodit dan gonokhorik (Hwang dan Song, 2007; Simpson, 2008).
1. Hermaprodit, yaitu koloni atau polip karang lunak yang mampu
menghasilkan gamet jantan dan betina selama hidupnya. Tipe hermaprodit
ditemukan pada Alcyonium dan Xenia.
2. Gonokhorik, merupakan tipe paling umum pada karang lunak. Polip atau
koloni karang lunak gonokhorik hanya menghasilkan gamet jantan atau
betina saja selama hidupnya. Tipe hermaprodit dapat ditemukan pada
Anthelia, Sinularia, Sarcophyton, Lobophytum, Cladiella, Dendronephthya,
dan sebagainya
Gametogenesis
Siklus gametogenesis pada masa pengeraman selama satu tahun, dimana
pengeraman secara internal siklus gametogenesis mempunyai variasi waktu setiap
tahun (Benayahu 1991). Larva karang lunak pada daerah tubir ditemukan ukuran
yang kecil, semusim dan ada kesamaan dengan tahap pemijahan (Alino and Coll
1989; Benayahu et al. 1990), sesuai dengan identifikasi yang ada, ciri khas
pemijahan tahunan dari karang batu (Harrison dan Wallace 1990; Richmond dan
Hunter 1990). Pada daerah Great Barrier Reef di Australia karang lunak memijah
secara massal (Babcock et al. 1986; Alino and Coll 1989).
Gametogenesis pada umumnya terjadi pada polip autozooid yang memiliki
alat kelamin atau gonad. Simpson (2008) menjelaskan bahwa secara umum, baik
pada polip betina atau jantan, gamet berkembang di sepanjang non asulkal
mesenteri dan seringkali ditemukan pada bagian dasar polip karang lunak
(Gambar3).

13

Keterangan :
(rg) Rongga gastrovaskular, (ms) Mesenteri, (m) Mesoglea, (o) Gamet betina (oosit),
(s) Gamet jantan.

Gambar 5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens
(Achituv dan Benayahu, 1990).
Gamet berasal dari gastrodermis dan akan melekat pada mesenteri dengan
bantuan tangkai pedikel pada awal masa perkembangannya. Selama proses
perkembangan, gamet seringkali dibungkus oleh lapisan folikel yang berasal dari
sel-sel yang terspesialisasi pada gastrodermis. Dengan ukuran yang semakin
meningkat, gamet akan terlepas menuju rongga gastrovaskular atau tetap bertahan
pada mesenteri hingga proses pematangan gamet selesai. Namun, karang lunak
pada laut merah (Red Sea) memperlihatkan reproduktif yang terpisah secara
temporal (Benayahu et al. 1990), sama halnya dengan scleractinian corals
didaerah yang sama (Shlesinger and Loya 1985). Pengeraman spesies pada kedua
kelompok tersebut, cenderung kearah planulate seluruhnya dalam waktu panjang,
atau sepanjang tahun (Harrison and Wallace 1990; Benayahu 1991). Reproduksi
seksual pada azooxanthellate octocoral Dendronephthya hemprichi telah diteliti
oleh Klunzinger 1877 di Eliat (Red Sea) sejak awal maret 1989 selama 2 tahun.
Diketahui bahwa D. hemprichi termasuk spesies yang gonokorik. Stadia
perkembangan gonad telah diamati seluruhnya setiap tahun. Ukuran oocyte yang
kecil dan kumpulan sperma, sekitar 51 sampai 100 lm panjang diameter, sangat
melimpah, disertai dengan banyaknya ditemukan gonad purba yang berukuran

14

lebih kecil. Bentuk tersebut merupakan hasil dari proses gametogenesis dan terus
berlanjut sampai oocyte dan sperma matang dan siap untuk dikeluarkan.
Spermatogenesis
Hwang dan Song (2007) membedakan perkembangan spermatogenesis
menjadi 4 tahap. Tahap I biasanya ditandai dengan berkumpulnya spermatogonia
di mesoglea pada mesenteri. Pada tahap II (spermatosit) sudah memiliki batas dan
bentuk yang jelas dan melekat pada mesenteri dengan bantuan pedikel. Tahap III,
ukuran kista sperma menjadi semakin besar. Spermatosit berkembang menjadi
spermatid yang jumlahnya sangat banyak dan tersusun di bagian tepi dari kista.
Pada tahap IV, spermatosit telah matang dengan berkembang menjadi
spermatozoa yang telah memiliki ekor.
Pemijahan dan fertilisasi
Ada tiga macam bentuk reproduksi seksual pada karang lunak (Cnidaria:
Alcyonacea) untuk menghasilkan gamet, baik melalui pengeraman secara
eksternal maupun internal (Benayahu et al. 1990). Karang lunak alcyonacea
memiliki tiga cara reproduksi untuk menjamin kesuksesan reproduksinya yaitu
pemijahan gamet ke kolom perairan (broadcast spawning), internal brooding, dan
external brooding (Hwang dan Song, 2008).
1. Pemijahan gamet ke kolom perairan, merupakan cara reproduksi yang paling
umum terjadi pada karang lunak alcyonacea. Cara ini akan disertai dengan
proses fertilisasi dan perkembangan embryo di kolom perairan. Proses
pemijahan pada karang lunak biasanya mengikuti pemijahan massal secara
serempak dengan organisme lain di ekosistem terumbu karang sebagai suatu
bentuk strategi untuk mengurangi tekanan predasi pada gamet yang baru saja
dikeluarkan (Simpson, 2008).
2. Internal brooding biasa terjadi pada genus Xenia, Heteroxenia, dan Anthelia.
Telur biasanya tetap berada di dalam