Aspek Sosial Ekonomi Teknik Konservasi Tanah dan Air Studi Kasus: Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor

ASPEK SOSIAL EKONOMI TEKNIK KONSERVASI TANAH
DAN AIR
Studi Kasus: Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor

WULAN APRILYANI DWI PRASANTYAWATI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aspek Sosial
Ekonomi Teknik Konservasi Tanah dan Air Studi Kasus Desa Sukagalih
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Wulan Aprilyani Dwi Prasantyawati
NIM A14100007

ABSTRAK
WULAN APRILYANI DWI PRASANTYAWATI. Aspek Sosial Ekonomi
Teknik Konservasi Tanah dan Air Studi Kasus: Desa Sukagalih Kecamatan
Megamendung Bogor Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN dan LATIEF
M. RACHMAN).
Permasalahan lahan kering seperti kekeringan, kekurangan air, kemasaman
dan kesuburan tanah, kemiringan lereng, kedalaman efektif, dan struktur tanah
merupakan faktor pembatas dalam pengembangan aktivitas pertanian. Untuk
menanggulangi hal tersebut, diperlukan tindakan konservasi tanah dan air.
Kondisi sosial dan ekonomi di suatu wilayah cukup berpengaruh dalam proses
adopsi teknik konservasi tanah dan air. Faktor tersebut dapat berasal dari internal
(umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha tani, luas lahan, kepemilikan
lahan, pendapatan, pengeluaran rumah tangga, dan akses informasi) maupun
eksternal (ketersediaan sarana produksi pertanian dan modal, intensitas mengikuti
penyuluhan, serta peluang pasar). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

dan menganalisis faktor sosial dan ekonomi petani di Desa Sukagalih Kecamatan
Megamendung Bogor yang mempengaruhi adopsi teknik konservasi tanah dan air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan (X5), umur (X1), motivasi (X13),
intensitas penyuluhan (X11), dan modal (X10) berpengaruh nyata terhadap adopsi
teknik konservasi tanah dan air.
Kata kunci: adopsi, konservasi, lahan kering, motivasi, Sukagalih

ABSTRACT
WULAN APRILYANI DWI PRASANTYAWATI. Socio - Economic Aspect of
Soil and Water Conservation Techniques Case Study: Sukagalih Village
Megamendung District of Bogor Guided by SURIA DARMA TARIGAN and
LATIEF M. RACHMAN.
Dryland issues such as drught, water shortage, soil acifity and fertility,
slope, effective depth, and soil structure is a limiting factor in the development of
agricultural activities. To overcome this issues, the necessary soil and water
conservation measures. Social and economics conditions in a region quite
influential in the process of adoption of soil and water conservation techniques.
These factors can be derived from the internal (age, education level, farming
experience, land area, land ownership, income, household expenses, and access
information) and external (availability of agricultural inputs and capital intensity

following the extension, and market opportunities) . This study aims to identify
and analyze the social and economic factors of farmers in Sukagalih Village
Megamendung Districts Bogor affecting the adoption of soil and water
conservation techniques. The results showed that the land area (X5), age (X1),
motivation (X13), the counseling intensity (X11), and capital (X10) significantly
affect the adoption of soil and water conservation techniques.
Keywords: adoption , conservation , dryland , motivation , Sukagalih

ASPEK SOSIAL EKONOMI TEKNIK KONSERVASI
TANAH DAN AIR
Studi Kasus: Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor

WULAN APRILYANI DWI PRASANTYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aspek Sosial Ekonomi Teknik Konservasi Tanah dan Air
Studi Kasus: Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor
Nama
: Wulan Aprilyani Dwi Prasantyawati
NIM
: A14100007

Disetujui oleh

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Latief M. Rachman, MSc, MBA
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai
Maret 2014 ini ialah adopsi teknik konservasi tanah dan air, dengan judul Aspek
Sosial Ekonomi Teknik Konservasi Tanah dan Air Studi Kasus Desa Sukagalih
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suria Darma Tarigan
MSc dan Bapak Dr Ir Latief M. Rachman MSc MBA selaku dosen pembimbing.
Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie MSi, Bapak Rahmat Hidayat, Bapak Alwansyah
Sudarman, dan seluruh responden atas bantuan dan sarannya dalam
mengumpulkan data selama penelitian di Desa Sukagalih. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih
sayang, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Wulan Aprilyani Dwi Prasantyawati

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PERNYATAAN
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi Penelitian
Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Sasaran Penelitian
Data dan Instrumentasi
Definisi Operasional
Metode Pemilihan Responden
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pertanian dan Kondisi Adopsi KTA di Desa Sukagalih
Karakteristik Internal
Karakteristik Eksternal
Hubungan Karakteristik Internal maupun Eksternal Petani dengan
Teknik KTA
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
1
1
1
3
3
3
3
4
4

5
5
5
6
6
9
9
12
15
17
19
19
20
20
22
30

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Penduduk Desa Sukagalih Berdasarkan Umur
Jenis Konservasi Tanah dan Air yang Diterapkan oleh Responden
Deskripsi Kondisi Sosial Ekonomi Responden
Sebaran Responden Berdasarkan Umur

Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Formal
Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani
Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Sebaran Responden Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga
Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan
Sebaran Responden Berdasarkan Kepemilikan (Penguasaan) Lahan
Sebaran Responden Berdasarkan Akses Informasi
Sebaran Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana Produksi
Pertanian
Sebaran Responden Berdasarkan Modal yang Digunakan untuk Usaha
Tani
Sebaran Responden Berdasarkan Intensitas Mengikuti Penyuluhan
Sebaran Responden Berdasarkan Skor Peluang Pemasaran Produk
Pertanian
Hasil ANOVA Karakteristik Petani terhadap Adopsi Teknik KTA
Hubungan Karakteristik Petani terhadap Adopsi Teknik KTA

4
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
15
16
16
17
17
18

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram Alir Rumusan Masalah
2 Tumpangsari Ubi Jalar dengan Ubi Kayu
3 Aplikasi Guludan pada Masa Tanam Kedelai

2
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Asumsi
Hasil Uji Normalitas
Hasil Uji Heteroskedasitas
Hasil Uji Autokorelasi
2 Kuisioner Penelitian

22
22
22
22
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem pertanian di Indonesia, khususnya yang menyangkut budidaya
tanaman pangan dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu pertanian lahan
basah/sawah dengan luas sekitar 40.20 juta hektar dan pertanian lahan kering
seluas 148 juta hektar (Anonim 2012).
Lahan kering selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk-bentuk usaha tani
bukan sawah yang dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran
Sungai (DAS) sebagai lahan atas (upland) atau lahan yang terdapat di daerah
kering (kekurangan air) yang tergantung pada air hujan sebagai sumber air
(Minardi 2009). Lahan kering juga dapat diartikan sebagai hamparan lahan yang
tidak pernah digenangi/tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun
atau sepanjang waktu.
Ditinjau dari segi luasannya, potensi lahan kering di Indonesia tergolong
tinggi. Akan tetapi memerlukan manajemen yang tepat dalam pengembangannya,
dikarenakan lahan kering memiliki faktor pembatas seperti kekeringan,
kekurangan air, kemasaman dan kesuburan tanah, kemiringan lereng, kedalaman
efektif, dan struktur tanah.
Berdasarkan permasalahan pengelolaan lahan kering yang cukup bervariasi,
diperlukan strategi dan teknologi yang tepat agar permasalahan tersebut dapat
diatasi. Akan tetapi teknologi berbasis riset belum tentu diterima di semua
kalangan petani, karena adanya faktor sosial dan ekonomi (Haryati 2008; Mishra
dan Rai 2013) yang bersifat internal (umur, pendidikan formal, luas lahan, status
kepemilikan lahan, pendapatan, pengeluaran rumah tangga, dan akses informasi)
dan juga faktor eksternal (ketersediaan sarana produksi pertanian, ketersediaan
dan kemudahan mendapatkan modal, intensitas penyuluhan, dan peluang pasar)
yang mempengaruhi motivasi petani dalam mengadospi metode dan teknologi
baru.
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Desa Sukagalih bermata
pencaharian sebagai petani yang lahan pertaniannya berada di lahan miring.
Kondisi tersebut tidak layak untuk dikembangkan, mengingat diperlukan upaya
pengelolaan tanah konservasi yang tinggi agar lahan dapat tetap mendatangkan
keuntungan yang optimal. Beberapa petani sudah mengenal dan menerapkan
teknik konservasi tanah dan air di lahannya. Untuk mengetahui pengaruh sosial
dan ekonomi terhadap adopsi teknik konservasi tanah dan air di kalangan petani,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai Aspek Sosial Ekonomi Teknik
Konservasi Tanah dan Air.

Perumusan Masalah
Proses adopsi suatu teknologi tidak terlepas dari pengaruh sosial dan
ekonomi. Kondisi sosial ekonomi menunjukkan tingkat sosial ekonomi yang
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, luas dan penguasaan lahan, pendapatan,
maupun pengalaman, yang akan mempengaruhi seberapa jauh petani mau dan
mampu mengadopsi suatu teknologi.

2
Petani sayuran dan tanaman pangan di Desa Sukagalih pada umumnya
memiliki luas lahan yang kurang dari 0.5 hektar dengan status kepemilikan lahan
sebagian besar adalah sewa dan sudah menerapkan teknik konservasi tanah dan air
sederhana di lahan miliknya. Penerapan teknik konservasi tanah dan air tersebut
dilatarbelakangi oleh kebiasaan petani yang dilakukan secara turun-temurun dan
informasi yang diperoleh dari penyuluh setempat. Keuntungan secara ekonomi
dari penerapan teknik konservasi tanah dan air belum dapat petani rasakan, karena
petani beranggapan bahwa bertani adalah kebudayaan turun-temurun dan orientasi
hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian,
perlu diteliti mengenai pengaruh aspek sosial dan ekonomi terhadap proses adopsi
teknik konservasi tanah dan air di Desa Sukagalih. Rumusan masalah penelitian
aspek sosial ekonomi teknik konservasi tanah dan air di Desa Sukagalih
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 1.

Syarat Mutlak
Pembangunan Pertanian
(Mosher 1987):
- Pemasaran hasil
pertanian
- Teknologi yang selalu
berubah
- Sarana produksi yang
selalu tersedia secara
lokal
- Perangsang produksi
untuk petani
- Pengangkutan
Syarat Pelancar
Pembangunan Pertanian
(Mosher 1987):
- Pendidikan
- Kredit produksi
- Kerjasama
- Intensifikasi dan
diversifikasi
- Perencanaan nasional

Karakteristik Internal:
X1 : Umur
X2 : Pendidikan formal
X3: Pengalaman usahatani
X4 : Jumlah tanggungan
keluarga
X5 : Luas lahan garapan
X6 : Status kepemilikan
lahan
X7 : Pengeluaran rumah
tangga
X8 : Akses informasi

Motivasi
- Intrinsik
- Ekstrinsik

Karakteristik Eksternal:
X9 : Sarana produksi
pertanian
X10 : Modal
X11: Intensitas penyuluhan
X12 : Peluang pasar

Gambar 1. Diagram Alir Rumusan Masalah

Penerapan Teknik
Konservasi Tanah
dan Air
- Sumur resapan
- Teknik
Konservasi
Mekanik
- Teknik
Konservasi
Vegetatif

3

Tujuan Penelitian
1.

2.
3.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Mengidentifikasi aspek sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap praktik
konservasi tanah dan air dalam pertanian berbasis tanaman sayur dan
tanaman pangan
Menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani
dalam adopsi teknik konservasi tanah dan air
Menganalisis motivasi petani dalam mengadopsi teknik konservasi tanah
dan air guna meningkatkan produktivitas pertanian

Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pengetahuan mengenai aspek sosial ekonomi teknik konservasi tanah
dan air di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor, membantu petani
dalam menentukan metode konservasi tanah dan air yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas, memberikan informasi bagi pemerintah mengenai
saluran komunikasi yang efektif dalam mensosialisasikan metode atau teknologi
pertanian yang baru.

METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung
Bogor. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan survei lapang, bahwa Desa
Sukagalih merupakan sub sub DAS Ciliwung dan aktivitas pertanian di kalangan
masyarakatnya tergolong masih tinggi.
Letak dan Topografi Wilayah
Desa Sukagalih merupakan salah satu Desa di Kecamatan Megamendung
yang mempunyai luas wilayah 247,220 Ha terdiri atas 2 dusun, 4 Rukun Warga
(RW), dan 20 Rukun Tetangga (RT). Desa Sukagalih merupakan daerah dataran
tinggi dengan ketinggian 900 m dpl dengan suhu udara rata-rata 270C - 330C.
Jarak dari kantor kecamatan adalah 5 km, jarak dari ibukota kabupaten adalah 25
km, sedangkan jarak dari ibukota provinsi adalah 150 km.
Secara administratif, Desa Sukagalih mempunyai batas wilayah sebagai
berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukakarya Kecamatan
Megamendung
• Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kuta Kecamatan Megamendung
• Sebelah selatan berbatasan dengan PTPN VIII

4


Sebelah barat
Megamendung

berbatasan dengan Desa Sukaresmi Kecamatan

Iklim
Desa Sukagalih sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau.
Iklim yang mempengaruhi adalah iklim tropis dengan angin bertiup dari arah utara
ke selatan dengan kecepatan 15 km/jam dan curah hujan rata-rata 3,000 mm/tahun.
Penduduk
Berdasarkan data penduduk sampai dengan bulan Januari 2014, jumlah
penduduk Desa Sukagalih yaitu 8,314 jiwa, terdiri atas laki-laki 4,300 jiwa dan
perempuan 4,014 jiwa dan jumlah kepala keluarga 2,019 kepala keluarga (KK).
Tabel 1 Penduduk Desa Sukagalih Berdasarkan Umur
Umur (Tahun)
0 – 14
15 – 69
>70
Total

Jumlah (Orang)
3,107
5,058
149
8,314

Persentase (%)
37.37
60.84
1.79
100.00

Sumber: Balai Desa Sukagalih, 2014

Keadaan penduduk di Desa Sukagalih didominasi oleh penduduk yang
berusia 15-69 tahun (sebanyak 60.84%). Jumlah penduduk ini memberikan
gambaran bahwa penduduk di Desa Sukagalih merupakan penduduk usia
produktif dan dapat dikatakan bahwa tenaga kerja di daerah ini cukup tersedia.
Sedangkan penduduk berusia 0-14 tahun sebanyak 37.37% dan penduduk yang
berusia >70 tahun terdapat 1.79%.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dari Oktober 2013-Maret
2014 terbagi dalam beberapa tahap: (1) tahap persiapan yang dilaksanakan bulan
Oktober 2013; (2) tahap survei dan observasi lapang (wawancara dan
mengidentifikasi teknik konservasi tanah dan air secara eksisting dilaksanakan
bulan Oktober 2013-Januari 2014; (3) tahap pengolahan dan analisis data
dilaksanakan bulan Januari-Februari 2014; dan (4) tahap penulisan dilaksanakan
bulan Maret 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain GPS, kamera, kuisioner,
laptop yang dilengkapi software microsoft excell dan SPSS 20.0 untuk mengolah
kuisioner dan hasil wawancara, kertas flipchart, spidol, serta alat tulis. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah data monograf dan potensi Desa Sukagalih.

5
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah petani sayur dan tanaman pangan di kampung
Bojongkecik dan Lemahneundeut Desa Sukagalih yang memanfaatkan irigasi dari
sub sub DAS Ciliwung.
Data dan Instrumentasi
Data
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data kuantitatif yang diperoleh langsung dari responden,
meliputi nama, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan jumlah tanggungan
keluarga, data mengenai kegiatan usaha tani (luas dan status kepemilikan lahan,
ketersediaan sarana produksi pertanian, ketersediaan dan kemudahan memperoleh
modal, akses informasi, keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan, dan
ketersediaan pasar), data pendapatan dan pengeluaran rumah tangga (pangan dan
non pangan), serta motivasi responden mengadopsi teknik konservasi tanah dan
air. Adapun data sekunder adalah yang menyangkut kondisi sosial Desa Sukagalih.
Instrumentasi
Pengumpulan data menggunakan kuisioner berupa daftar pertanyaan yang
berhubungan dengan karakteristik petani dalam penelitian. Kuisioner terdiri atas
tiga bagian, bagian pertama meliputi data karakteristik petani (umur, pendidikan
formal, pengalaman usaha tani, jumlah tangungan keluarga, pengeluaran rumah
tangga, luas dan kepemilikan lahan, akses informasi, modal, intensitas penyuluhan,
dan peluang pasar), termasuk pengetahuan petani mengenai teknik konservasi
tanah dan air dan adopsinya di lahan pertanian, bagian kedua untuk memperoleh
data tentang motivasi responden, dan bagian ketiga untuk memperoleh data
ketersediaan sarana produksi pertanian.
Definisi Operasional
Untuk memperoleh persamaan persepsi terhadap konsep yang diteliti dan
dapat melakukan pengukuran terhadap variabel penelitian dengan jelas, maka
perlu menetapkan konsep tersebut ke dalam definisi operasioanl sebagai berikut:
a. Umur (X1) adalah satuan usia responden yang dihitung sejak lahir sampai
penelitian ini dilakukan, dengan skala rasio dan dinyatakan dalam tahun.
b. Pendidikan formal (X2) adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh
responden.
c. Pengalaman berusaha tani (X3) adalah lamanya responden berusaha tani
yang dinyatakan dalam tahun dan skala pengukuran rasio.
d. Jumlah tanggungan keluarga (X4) adalah banyaknya individu yang biaya
hidupnya ditanggung oleh responden. Dinyatakan dalam orang dan skala
rasio.
e. Pengeluaran rumah tangga (X5) adalah besarnya pengeluaran rumah
tangga responden dalam setiap bulan (Rp/bulan) dengan pengukuran skala
nominal.

6
f. Luas lahan (X6) adalah jumlah hamparan tanah dalam hektar yang digarap
oleh responden, dengan skala pengukuran rasio.
g. Kepemilikan lahan (X7) adalah status lahan garapan petani yang dibedakan
menjadi penyewa, pemilik non penggarap, dan pemilik penggarap (Gafur
2009).
h. Akses informasi (X8) adalah upaya responden untuk mencari informasi
mengenai praktik usaha tani yang digelutinya baik melalui media massa,
penyuluhan, dan sesama petani dalam satu tahun terakhir. Pengukurannya
dengan menggunakan skala rasio.
i. Ketersediaan sarana produksi pertanian (X9) adalah ada dan terjangkaunya
bahan dan peralatan yang diperlukan dalam usaha tani sesuai dengan
jumlah dan jenisnya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala
ordinal, terdiri atas 12 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban yang
menggambarkan ketersediaan bibit, pupuk, pestisida (Daniel 2004), serta
alat transportasi (Gafur 2009).
j. Modal (X10) adalah jumlah uang digunakan dalam berusaha tani, baik
berasal dari diri sendiri ataupun pinjaman. Jumlah modal diukur dengan
skala rasio, dinyatakan dalam Rp/masa tanam.
k. Intensitas penyuluhan (X11) adalah jumlah pertemuan responden dengan
penyuluh dan kesesuaian materi yang dibicarakan dengan kebutuhan
responden dalam berusaha tani dalam satu tahun terakhir. Jumlah
pertemuan diukur dengan skala rasio, sedangkan kesesuaian materi diukur
dengan skala ordinal.
l. Peluang pasar (X12) adalah ketersediaan pasar guna memasarkan hasil
usaha tani dengan indikator adalah kemudahan memasarkan, kesesuaian
harga, dan cara pemasaran (Gafur 2009). Pengukuran dengan skala ordinal.
m. Motivasi (X13) adalah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi responden
dalam mengaplikasikan teknik konservasi tanah dan air di lahannya, baik
yang berasal dari diri sendiri maupun dari luar. Diukur menggunakan skala
ordinal.
Metode Pemilihan Responden
Pengambilan sampel (responden) dilakukan menggunakan metode non
probability sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel penelitian
adalah 30 orang petani, menurut Sekaran (2006) dalam Hendry (2010) merupakan
jumlah minimum dalam melakukan penelitian dengan pengolahan data statistika.
Prosedur Analisis Data
Identifikasi Karakteristik Petani Sayur dan Tanaman Pangan
Pengidentifikasian karakteristik petani sayur dan tanaman pangan dilakukan
dengan menggunakan analisis deskriptif. Adapun komponen-komponennya
meliputi karakteristik internal petani (umur, pendidikan formal, pengalaman
berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, pengeluaran rumah tangga, luas dan
kepemilikan lahan, serta akses informasi). Selain karakteristik internal, juga
terdapat karakteristik eksternal yang meliputi ketersediaan sarana produksi

7
pertanian, ketersediaan dan kemudahan
penyuluhan, dan peluang pasar.

mendapatkan

modal,

intensitas

Umur, Pendidikan Formal, Pengalaman Berusaha Tani, Jumlah Tanggungan
Keluarga, Luas Lahan. Kepemilikan Lahan, dan Akses Informasi
Variabel-variabel ini termasuk ke dalam data rasio. Pengumpulan informasi
berasal dari pertanyaan yang bersifat terbuka, dan diklasifikasikan ke dalam 3
kategori. Untuk variabel umur yang dikaitkan dengan kriteria usia produktif kerja
menurut Tjiptoherijanto (2001), diklasifikasikan ke dalam kategori muda apabila
usia 15 - 39 tahun, sedang 40 – 64 tahun, dan tua (tidak produktif) >64 tahun.
Pendidikan formal dikategorikan menjadi SD, SMP, dan SMA.
Pengalaman usaha tani, jumlah tanggungan keluarga, kepemilikan lahan,
dikategorikan berdasarkan kriteria menurut Gafur (2009), dimana pengalaman
usaha tani dikategorikan rendah apabila pengalaman 16 tahun. Jumlah tanggungan keluarga
dikategorikan rendah apabila 5
orang. Kepemilikan lahan dibedakan menjadi penyewa, pemilik non penggarap,
serta pemilik dan penggarap.
Untuk luas lahan dikategorikan rendah apabila luas lahan≤0.5 ha, sedang
0.6 – 1.5 ha, dan tinggi >1.5 ha. Akses informasi dikategorikan berdasarkan
frekuensi petani melakukan akses informasi mengenai aktivitas usaha taninya.
Apabila 6 kali dikategorikan
tinggi.
Pengeluaran Rumah Tangga dan Modal
Pengeluaran rumah tangga dan modal, tergolong ke dalam data nominal.
Untuk mengklasifikasikan kedua variabel ini, menggunakan data minimum dan
maksimum hasil wawancara. Dari pengurangan data maksimum dengan data
minimum diperoleh range data, kemudian dari range data dibagi dengan kategori
(3 kategori) untuk mendapatkan panjang masing-masing interval kelas.
Untuk pengeluaran rumah tangga, dimasukkan ke dalam kategori rendah
apabila pengeluaran Rp 3,000,000.00/bulan.
Sedangkan untuk modal, dikatakan rendah apabila besarnya modal Rp 10,000,000.00/masa tanam tergolong kategori
tinggi.
Sarana Produksi Pertanian, Intensitas Penyuluhan, Peluang Pasar, dan
Motivasi
Variabel-variabel ini tergolong ke dalam data ordinal. Dalam pengumpulan
datanya, responden diberikan sejumlah pertanyaan yang sifatnya tertutup (pilihan
jawaban telah disediakan oleh pewawancara di dalam kuisioner). Berdasarkan
jawaban dari responden, dilakukan skoring dengan metode sebagai berikut:
a. Menentukan skor minimum (jumlah pertanyaan x skor terendah)
b. Menentukan skor maksimum (jumlah pertanyaan x skor tertinggi)
c. Menentukan range data (skor maksimum – skor minimum)

8
d. Menentukan jumlah kategori dalam penelitian ini terdiri atas 3 kaktegori
(tinggi, sedang, rendah)
e. Menentukan interval kelas (skor tertinggi/kategori)
Untuk sarana produksi pertanian terdapat 12 pertanyaan (Lampiran 2 no 42 53) dengan 4 pilihan jawaban, sehingga skor minimum adalah 12 dan maksimum
48. Range data 42 dan terdapat 3 kategori, berdasarkan penentuan interval kelas
diperoleh 14. Ketersediaan sarana produksi pertanian dikatakan rendah apabila
skor 12 – 24, sedang 25 – 37, dan tinggi 38 – 50.
Intensitas penyuluhan diklasifikasikan berdasarkan 4 pertanyaan (Lampiran
2 no 24 – 27), pertanyaan no 24 dan 25 diasumsikan penyuluhan dan interaksi
dengan penyuluh minimal 1 kali per bulan, sehingga skor minimum 0 (tidak
pernah mengikuti penyuluhan dan berinteraksi dengan penyuluh) dan maksimum
12 (selalu mengikuti penyuluhan dan berinteraksi dengan penyuluh). Kemudian 2
pertanyaan selanjutnya skor minimumnya 0 dan maksimum 8 sehingga total skor
minimum 0 dan total skor maksimum 32, dengan adanya 3 kategori maka
klasifikasinya sebagai berikut, intensitas penyuluhan dikatakan rendah apa bila
skor 2 – 12, sedang 13 – 23, dan tinggi 24 – 34.
Peluang pasar diketahui berdasarkan 4 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban
yang terdapat pada Lampiran 2 no 18, 19, 21, dan 23. Berdasarkan pertanyaan
tersebut skor minimum 4 dan maksimum 16, dan dikategorikan ke dalam 3 kelas
yaitu rendah apabila skor 4 – 8, sedang 9 – 13, dan tinggi 14 – 18.
Demikian juga dalam mengklasifikasikan motivasi, terdapat 14 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban. Jumlah skor minimum adalah 4 dan skor maksimum 56,
dikategorikan dalam 3 kelas yaitu rendah 14 – 28, sedang 29 – 43, dan tinggi 44 –
58.
Adopsi Teknik Konservasi Tanah dan Air dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya
Pengertian adopsi teknologi pertanian adalah perubahan penerapan
teknologi petani setelah suatu teknologi baru diperkenalkan tanpa adanya
intervensi lagi oleh pembawa teknologi (Murdolelono 2006).
Dalam mengadopsi hal baru, seseorang memiliki landasan tertentu yang
disebut motivasi. Demikian halnya dengan petani dalam mengadopsi teknik
konservasi tanah dan air. Adanya motivasi seperti pemenuhan kebutuhan hidup,
kemudahan menjalin pergaulan, merasa dihargai sebagai petani, meningkatkan
semangat kerja dan kecintaan terhadap profesi, efektivitas kerja, peningkatan
kuantitas dan kualitas produksi, adanya pengaruh dari orang lain maupun diri
sendiri merupakan faktor pendorong petani untuk mengadopsi teknik konservasi
tanah dan air.
Selain motivasi, terdapat aspek sosial ekonomi yang mempengaruhi adopsi
teknik konservasi tanah dan air. Untuk mengetahui aspek sosial ekonomi dan
motivasi yang mempengaruhi besarnya tingkat adopsi teknik konservasi tanah dan
air dapat diduga menggunakan uji analisis liner berganda. Adapun hipotesis
statistik adalah sebagai berikut:
H0: semua variabel X tidak berpengaruh terhadap Y
H1: minimal ada satu variabel X yang berpengaruh terhadap Y
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis varian (Anova), jika nilai
signifikansi (sig) > α (10%) maka terima H0 yang berarti semua variabel

9
independen (X) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y).
Apabila nilai signifikansi < α maka tolak H0 yang berarti minimal ada satu
variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + ... + βnXn
Keterangan:
Y: adopsi teknik konservasi tanah dan air
α: konstanta
β: koefisien regresi masing-masing variabel
X1 : Umur (tahun)
X2 : Pendidikan formal
X3: Pengalaman usahatani (tahun)
X4 : Jumlah tanggungan keluarga (orang)
X5 : Luas lahan garapan (ha)
X6 : Status kepemilikan lahan
X7 : Pengeluaran rumah tangga (Rp/bulan/KK)
X8 : Akses informasi (kali/tahun)
X9 : Sarana produksi pertanian
X10 : Modal (Rp/musim tanam)
X11: Intensitas penyuluhan
X12 : Peluang pasar
X13 : Motivasi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pertanian dan Kondisi Adopsi Teknik Konservasi Tanah dan Air di
Desa Sukagalih
Pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling berpengaruh bagi
kehidupan masyarakat Desa Sukagalih. Hal ini dapat terlihat dari jumlah
penduduk Desa Sukagalih yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah
1,691 orang atau 24.21% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Aktivitas
yang bukan hanya sebagai mata pencaharian bagi masyarakatnya ini, juga diakui
sebagai sebuah tradisi yang sudah berjalan turun-temurun.
Aktivitas pertanian Desa Sukagalih sebagian besar berada pada lahan
dengan kemiringan antara 6-25 % (lereng miring-agak terjal), didominasi oleh
tanaman pangan, tanaman sayur, dan tanaman penghasil kayu sebagai salah satu
upaya rehabilitasi lahan kritis. Selain itu berdasarkan data potensi Desa Sukagalih
tahun 2014, berkembang berbagai aktivitas budidaya pertanian lainnya seperti
usaha budidaya bunga potong, budidaya jamur tiram, dan budidaya sayur mayur
hidroponik.
Kondisi pertanian yang berada di lahan miring tersebut, memerlukan adanya
upaya konservasi tanah dan air agar dapat mempertahankan bahkan meningkatkan
produktivitasnya. Secara spasial, klasifikasi teknik konservasi tanah dan air
dibedakan menjadi onsite (hulu DAS), offsite (hilir DAS), dan teknik konservasi
tanah dan air urban versus agriculture. Sedangkan menurut Arsyad (2000),

10
berdasarkan metodenya teknik konservasi tanah dan air diklasifikasikan menjadi:
(1) metode vegetatif yang meliputi penggunaan sisa tanaman, tanaman penutup
tanah/mulsa, strip cropping, pergiliran tanaman, tumpang sari, agroforestry, dan
penghijauan/reboisasi; (2) metode mekanik seperti pengolahan tanah konservasi,
membuat teras, rorak, check dam, balong, dan pengaturan irigasi/drainase; (3)
metode kimiawi (penggunaan soil conditioner dan amelioran).
Dari beberapa metode konservasi tanah dan air di atas, sebagian responden
telah mengetahui beberapa teknik tersebut seperti membuat lubang (rorak),
menanam tanaman tahunan guna mengurangi erosi, membuat teras, guludan,
memberikan pupuk, mengembalikan sisa tanaman ke tanah, dan tumpang sari.
Cara-cara ini merupakan teknik yang diwariskan secara turun-temurun.
Teknik konservasi tanah dan air yang diadopsi, disesuaikan dengan masa
tanam, sehingga satu orang responden dapat mengadopsi lebih dari satu jenis
teknik konservasi tanah dan air.
Berdasarkan gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas pertanian di
Desa Sukagalih bersifat subsisten. Hal ini belum sesuai dengan karakteristik
sistem pertanian berkelanjutan, yaitu produktivitas tetap tinggi, menguntungkan
secara ekonomi, dapat diterima masyarakat, serta ditunjang oleh kelembagaan
masyarakat.

Gambar 2 Tumpangsari ubi jalar dengan ubi kayu

Gambar 3 Aplikasi guludan pada masa tanam kedelai
Adapun jenis konservasi tanah dan air yang diterapkan oleh responden,
sebagian besar merupakan teknik vegetatif dan mekanik. Menurut Haryati (2008),
hal tersebut lebih efektif dan efisien, serta memberikan nilai tambah (motivasi)
bagi petani untuk mengadopsinya. Secara lengkap tercantum pada Tabel 2 berikut.

11
Tabel 2 Jenis konservasi tanah dan air yang diterapkan oleh responden
Jenis KTA
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Guludan
9
30.00
Penggunaan sisa tanaman
8
26.67
Tumpang sari
8
26.67
Irigasi dan drainase
7
23.33
Strip cropping
4
13.33
Pergiliran tanaman
4
13.33
Rorak
3
10.00
Agroforestry
2
6.67
Teras
2
6.67
Lainnya (pemberian abu,
2
6.67
pemupukan)
Cover crops
1
3.33
Balong
1
3.33
Jenis konservasi tanah dan air yang diadopsi oleh petani tersebut, erat
kaitannya dengan kondisi sosial dan ekonomi responden yang diringkas pada
Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3 Deskripsi kondisi sosial ekonomi responden
Variabel
Umur (tahun)
Pendidikan formal
(tahun)
Lama usaha tani (tahun)
Jumlah tanggungan
keluarga (orang)
Luas lahan (hektar)
Status kepemilikan lahan
(poin)
Modal (Rp 1,000/musim)
Pengeluaran rumah
tangga (Rp 1,000/bulan)
Akses informasi (skor)
Sarana produksi
pertanian (skor)
Intensitas penyuluhan
(kali/tahun)
Peluang pasar (skor)
Motivasi (skor)
Adopsi KTA (skor)
n = 30

Rata-rata

Min

Max

Median Simpangan
Baku
70.00
32.50
16.55

36.47

18.00

5.50

0.00

12.00

6.00

2.39

8.08

0.00

50.00

1.50

11.75

2.66

0.00

9.00

2.00

2.61

1.22

0.00

5.00

1.00

1.25

2.07

0.00

3.00

3.00

1.02

150 13,728

1,545

3,674.59

3,205
1,635.93

50

4,145

1,500

898.20

2.70

1.00

4.00

3.00

0.99

32.03

18.00

41.00

36.00

5.67

8.43

2.00

14.00

9.00

3.17

8.30
38.03
8.00

0.00
30.00
1.00

11.00
50.00
36.00

8.00
37.50
6.50

2.14
6.47
6.83

12
Karakteristik Internal
Umur Petani
Umur merupakan karakteristik internal petani yang berpengaruh terhadap
semangat, produktivitas bekerja, dan kemampuan nalar dalam menerima hal-hal
baru. Berdasarkan informasi pada Tabel 4, umur responden berada pada kisaran
umur 15-64 tahun atau dapat digolongkan ke dalam kisaran produktif untuk
bekerja. Menurut Tjiptoherijanto (2001), penduduk usia produktif berkisar antara
15-64 tahun.
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan umur
Umur (tahun)
15 – 39
40 – 64
>64
Jumlah

Jumlah (orang)
19
7
4
30

Persentase (%)
63.33
23.33
13.33
100.00

n = 30

Pendidikan Formal
Pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan modal yang sangat
berharga untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak, pendidikan juga
sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan setiap individu, baik cara berpikir
dan bersikap.
Pendidikan petani tanaman sayur dan tanaman pangan masih tergolong
rendah. Berdasarkan Tabel 5, mayoritas pendidikan petani adalah Sekolah Dasar
(SD). Hal ini dikarenakan pendidikan belum menjadi prioritas utama bagi petani.
Selain itu, kondisi ekonomi keluarga yang terbatas turut menjadi latar belakang
rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani. Rendahnya pendidikan
dari responden diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya adopsi teknik
konservasi tanah dan air di lahan yang dimiliki petani serta minimnya alternatif
peluang mata pencaharian dalam kegiatan off-farm (Scherr dan Hazell 1994 dalam
Nkegbe PK et al 2011).
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pendidikan formal
Jenjang Pendidikan Formal
SD
SMP
SMA
Jumlah

Jumlah (orang)
25
4
1
30

Persentase (%)
83.33
13.33
3.33
100.00

n = 30

Pengalaman Berusaha Tani
Menurut Purwanto (1999) dalam Sutarto (2008) pengalaman menunjukkan
bahwa interaksi yang terjadi cenderung mengakibatkan dan menghasilkan adanya
diri yang timbal balik serta penyesuaian kecakapan dengan situasi baru. Selain itu,
pengalaman juga dapat membentuk sikap sebagai proses semakin meningkatnya
pengetahuan yang dimiliki petani termasuk di dalamnya pengalaman penggunaan
teknologi baru.

13

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan pengalaman bertani
Lamanya berusaha tani (tahun)
< 10
10 – 16
> 16
Jumlah

Jumlah (orang)
17
5
4
26

Persentase (%)
56.67
16.67
13.33
86.67

n = 30

Pada Tabel 6, persentase respondennya tidak genap 100%. Hal ini
dikarenakan sebanyak 4 orang responden tidak mengisi berapa lama mereka sudah
melakukan aktivitas usaha tani. Namun, sebagian besar responden masih
tergolong berpengalaman rendah karena mereka adalah para petani pemula.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga menunjukkan besarnya beban petani yang
harus dipikul dalam hal pembiayaan hidup sehari-hari. Selain itu, berhubungan
dengan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga. Semakin besar jumlah
tanggungan keluarga yang ditanggung petani, maka semakin besar pula biaya
yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun di sisi lain
akan menghemat jumlah tenaga kerja dalam pengelolaan usaha tani di luar
keluarga, apabila tanggungan tersebut dapat membantu mengelola usaha taninya
(Gafur 2009).
Tabel 7 menunjukkan banyaknya jumlah tanggungan keluarga dari
responden. Terdapat 1 orang responden yang tidak mengisi jumlah tanggungan
keluarganya, namun dapat dilihat bahwa sebagian besar tanggungan keluarga
dalam kategori rendah, yaitu < 3 orang.
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
Jumlah Tanggungan Keluarga
(orang)
5
Jumlah

Jumlah (orang)

Persentase (%)

18
6
5
29

60.00
20.00
16.67
96.67

n = 30

Hubungan petani dengan tanggungannya secara umum adalah hubungan
sebagai suami/isteri dan anak. Adapun responden yang tidak memiliki tanggungan
disebabkan karena belum berumah tangga, baru membangun rumah tangga, atau
telah ditinggal mati.
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga ini bergantung pada banyaknya jumlah
tanggungan keluarga, tingkat kesejahteraan, dan gaya hidup keluarga petani.
Berdasarkan Tabel 8, anggaran belanja yang dikeluarga oleh para responden
tergolong rendah yaitu ≤ Rp 1,500,000/bulan.

14
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pengeluaran rumah tangga
Pengeluaran rumah tangga
(Rp/bulan)
≤ 1,500,000
1,500,001 – 3,000,000
> 3,000,000
Jumlah

Jumlah (orang)
17
10
2
29

Persentase (%)
56.67
33.33
6.67
96.67

n = 30

Luas Lahan Garapan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
pengembangan usaha tani. Luas lahan berdampak pada upaya transfer dan
penerapan teknologi. Pengetahuan dan keterampilan petani yang diperoleh melalui
kegiatan pelatihan dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani di lahannya.
Lahan yang cukup luas akan memudahkan petani dalam menerapkan teknologi
tanpa takut akan adanya resiko kegagalan, hal ini terkait pula dengan biaya
produksi yang dikeluarkan, output yang dihasilkan, serta pendapatan yang
diperoleh petani (Gafur 2009).
Luas lahan garapan yang dimiliki petani untuk berusaha tani di Desa
Sukagalih umumnya tidak lebih dari 0.5 hektar (Tabel 9). Hal ini dikarenakan
pesatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan ekonomi, sehingga kebutuhan
lahan untuk membangun prasarana ekonomi, prasarana sosial, dan pemerintahan
terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga banyak lahan pertanian yang
terkonversi.
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan
Luas lahan garapan (ha)
0 – 0.5
0.6 – 1.5
> 1.5
Jumlah

Jumlah (orang)
13
11
6
30

Persentase (%)
43.33
36.67
20.00
100.00

n = 30

Status Kepemilikan Lahan
Kepemilikan atau penguasaan lahan terdiri atas hak milik dan kepunyaan
orang lain. Berdasarkan hal tersebut, petani dapat diklasifikasikan menjadi
pemilik dan penggarap lahannya, pemilik lahan bukan penggarap, dan penyewa
atau penyakap (Gafur 2009). Besarnya penguasaan lahan akan berdampak secara
langsung terhadap jenis teknologi yang diaplikasikan dan pendapatan yang akan
diperoleh petani. Adapun penguasaan lahan responden terdapat pada Tabel 10
berikut.

15
Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan status kepemilikan (penguasaan) lahan
Status Kepemilikan Lahan
Penyewa
Pemilik non penggarap
Pemilik dan penggarap
Jumlah

Jumlah (orang)
19
2
7
28

Persentase (%)
63.33
6.67
23.33
93.33

n = 30

Akses Informasi
Akses informasi petani diukur berdasarkan frekuensi petani mencari
informasi yang berkaitan dengan usaha tani yang digelutinya baik melalui media,
penyuluh, maupun dari sesama petani.
Kecepatan penyebaran inovasi ke seluruh pasar tergantung pada banyaknya
komunikasi antara pemasar dan konsumen, maupun komunikasi antara konsumen
(Schiffman dan Kanuk 2010). Berdasarkan tabel 11 akses informasi responden
tergolong sedang.
Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan akses informasi
Akses informasi
Rendah (6 kali/tahun)
Jumlah

Jumlah (orang)
18
12
0
30

Persentase (%)
60.00
40.00
0.00
100.00

n = 30

Karakteristik Eksternal
Ketersediaan Sarana Produksi Pertanian
Mosher (1987) menyebutkan sarana produksi sebagai salah satu syarat
mutlak dan faktor pelancar dalam pembangunan pertanian. Sarana produksi
adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses produksi untuk mencapai
hasil yang lebih baik dan terdiri atas lahan, bibit, pupuk, obat-obatan (pestisida),
dan tenaga kerja (Daniel 2004).
Adapun tingkat ketersediaan sarana produksi pertanian yang diamati pada
penetian ini antara lain alat-alat produksi, bibit, pupuk, pestisida, alat transportasi
dari lahan ke rumah dan dari rumah ke pasar.
Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan ketersediaan sarana produksi pertanian
Ketersediaan sarana
produksi pertanian
Rendah (skor: 12 - 24)
Sedang (skor: 25 - 37)
Tinggi (skor: 38 - 50)
Jumlah

Jumlah (orang)
5
24
1
30

Persentase (%)
16.67
80.00
3.33
100.00

n = 30

Berdasarkan Tabel 12, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sarana
produksi pertanian di kalangan petani tergolong sedang. Ketersediaan ini juga

16
didukung adanya toko alat dan bahan pertanian yang dekat dengan lahan milik
petani, serta kuatnya budaya kekeluargaan dan tolong-menolong sesama petani.
Sehingga para petani dengan mudah mendapatkan sarana yang mendukung proses
produktivitas pertaniannya.
Modal
Modal adalah setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk
memproduksi hasil selanjutnya (Daniel 2004). Modal ini dapat berasal dari diri
petani atau juga berupa pinjaman melalui lembaga peminjaman.
Modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit atau upah tenaga kerja,
keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang
diterapkan, terutama pada usaha tani dengan lahan yang sempit (Daniel 2004).
Sebagaimana pada Tabel 13, sebagian besar petani memiliki modal < Rp
5,000,000/musim tanam.
Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan besaran modal yang digunakan untuk
berusaha tani
Modal (Rp/musim tanam)
< 5,000,000
5,000,000 – 10,000,000
> 10,000,000
Jumlah

Jumlah (orang)
25
3
2
30

Persentase (%)
83.33
10.00
6.67
100.00

n = 30

Intensitas Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu saluran komunikasi yang efektif dalam
memperkenalkan informasi baru seputar aktivitas pertanian (Serah 2014).
Tjiptono dan Chandra (2012) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat adopsi adalah communicability, yaitu sejauh mana manfaat
inovasi atau nilai produk bisa dikomunikasikan kepada pasar potensial. Disinilah
peran penyuluh dalam menyebarkan informasi yang bermanfaat, mangajarkan
pengetahuan, keterampilan dan kecakapan sesuai bidang penyuluhannya,
memberikan rekomendasi yang menguntungkan dalam membantu meningkatkan
taraf kehidupan petani.
Berdasarkan hasil wawancara, gambaran keikutsertaan responden dalam
kegiatan penyuluhan, sebagaimana Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan intensitas mengikuti penyuluhan
Intensitas penyuluhan
(kali/tahun)
0 – 11
12 – 23
24 – 35
Jumlah

Jumlah (orang)
16
14
0
30

Persentase (%)
53.33
46.67
0.00
96.67

n = 30

Peluang Pasar
Pasar merupakan komponen penting dalam aktivitas suatu usaha. Mosher
(1987) menempatkan pemasaran hasil sebagai syarat mutlak dalam pembangunan
pertanian. Adanya pasar dan harga yang cukup tinggi, maka seluruh biaya yang

17
telah dikeluarkan petani sewaktu memproduksi hasil pertaniannya akan terbayar
kembali, dengan demikian petani mempunyai semangat untuk meningkatkan
produksi usaha taninya.
Adapun penilaian responden terhadap peluang pemasaran produk pertanian
di Desa Sukagalih, sebagaimana Tabel 15 berikut.
Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan skor peluang pemasaran produk
pertanian
Peluang Pasar
Rendah (skor: 4 – 8)
Sedang (skor: 9 – 13)
Tinggi (skor: 14 – 18)
Jumlah

Jumlah (orang)
17
13
0
30

Persentase (%)
56.67
43.33
0.00
100.00

n = 30

Hubungan Karakteristik Internal maupun Ekternal Petani dengan Adopsi
Teknik Konservasi Tanah dan Air
Pengaruh karakteristik internal maupun eksternal petani terhadap adopsi
teknik konservasi tanah dan air diuji menggunakan analisis regresi linier berganda
pada taraf kepercayaan 10%. Secara keseluruhan pengaruh karakteristik internal
dan eksternal petani terhadap adopsi teknik konservasi tanah dan air sebagaimana
tabel 16 berikut.
Tabel 16 Hasil ANOVA karakteristik petani terhadap adopsi teknik KTA
Model
Regresi

R
0.931

R2
0.867

Db
13

F
5.020

Sig.
0.008

Berdasarkan hasil tersebut diketahui nilai korelasi berganda R sebesar 0.931
(mendekati 1), hal ini berarti terjadi hubungan yang sangat erat antara umur,
pendidikan formal, pengalaman usaha tani, jumlah tanggungan keluarga,
pengeluaran rumah tangga, luas lahan garapan, status kepemilikan lahan, akses
informasi, ketersediaan sarana produksi pertanian, modal, intensitas penyuluhan,
peluang pasar, dan motivasi dengan adopsi teknik KTA. Nilai R2 menunjukkan
persentase sumbangan pengaruh karakteristik petani terhadap adopsi teknik KTA.
Nilai tersebut menjelaskan sebesar 86.7% adopsi teknik KTA dipengaruhi oleh
variabel yang diamati, sedangkan sisanya sebesar 13.3% dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak dimasukkan dalam model ini, seperti kesesuaian lahan, kondisi
kimia dan biologi tanah, serta tingkat kerusakan lahan. Pengaruh karakter petani
secara keseluruhan dapat terlihat dari nilai signifikan regresi sebesar 0.008. Nilai
signifikan yang diperoleh < 0.10, maka terdapat pengaruh nyata antara karakter
petani dengan teknik KTA.
Secara parsial, variabel yang berpengaruh nyata antara lain luas lahan, umur,
motivasi, intensitas penyuluhan, dan modal. Sedangkan korelasi antara aspek
sosial ekonomi terhadap adopsi teknik konservasi tanah dan air dapat terlihat dari
nilai koefisien B (koefisien regresi). Variabel yang berkorelasi positif terhadap
teknik konservasi tanah dan air di antaranya umur, pendidikan formal,
pengalaman usaha tani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, status

18
kepemilikan lahan, sarana produksi pertanian, peluang pasar, dan motivasi.
Sedangkan pengeluaran rumah tangga, akses informasi, modal, dan intensitas
penyuluhan berkorelasi negatif terhadap adopsi teknik konservasi tanah dan air.
Hasil analisis regresi secara parsial, sebagaimana Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17 Hubungan karakteristik petani terhadap adopsi teknik KTA

Variabel
(Constant)
Umur
Pendidikan formal
Pengalaman usaha tani
Jumlah tanggungan
keluarga
Luas lahan
Kepemilikan lahan
Pengeluaran rumah
tangga
Akses informasi
Sarana produksi
Modal
Intensitas penyuluhan
Peluang pasar
Motivasi

Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
t
B
Std. Error
Beta
-.25
.88
-.28
.27
.10
.43
2.70
.40
.23
.42
1.78
.08
.15
.08
.50

Sig.
.79
.02**
.11
.63

.10

.14

.12

.68

.51

.66
.05

.13
.13

.92
.09

5.10
.42

-.25

.19

-.24

-1.32

.22

-.38
.23
-.56
-.22
.06
.43

.22
.19
.30
.11
.17
.15

-.37
.33
-.56
-.28
.08
.71

-1.71
1.22
-1.88
-1.99
.38
2.81

.12
.25
.09*
.08*
.71
.02**

.00**
.69

Ket: B: koefisien tak terstandardisasi; Beta: koefisien terstandardisasi t: t-value;
sig: signifikansi
*
Signifikan pada taraf kepercayaan 10%
**
Signifikan pada taraf kepercayaan 5%

Korelasi positif antara umur dengan adopsi teknik KTA juga berkaitan
dengan pengalaman usaha tani. Semakin tua usia petani, semakin lama petani
melakukan usaha tani, semakin banyak pengalaman dan pengetahuan tentang
usaha taninya, sehingga mereka sudah dapat memutuskan teknologi atau metode
yang dapat mendatangkan keuntungan optimum. Pendidikan formal juga
menunjukkan korelasi positif dengan adopsi teknik KTA, ini berarti semakin
tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan tingkat penerimaan terhadap suatu
inovasi teknologi semakin tinggi. Jumlah tanggungan keluarga yang besar
menuntut para petani untuk berpenghasilan besar guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Untuk itu petani mengaplikasikan teknik KTA di lahannya. Luas dan
status kepemilikan lahan juga berkorelasi positif dengan adopsi teknik KTA, hal
ini dikarenakan luas lahan dan status kepemilikan lahan menentukan tingkat dan
jenis teknologi yang diaplikasikan dalam pengelolaan lahannya. Apabila lahan
yang dimiliki luas dan merupakan milik pribadi, maka petani akan leluasa dalam
mengaplikasikan teknik KTA. Tersedianya sarana produksi pertanian dan peluang
pasar yang memadai mendorong petani untuk terus meningkatkan produktivitas,

19
salah satunya dengan mengadopsi teknik KTA. Sehingga korelasi antara
ketersediaan sarana produksi pertanian dan peluang pasar terhadap adopsi teknik
KTA bernilai positif.
Korelasi negatif yang terjadi antara pengeluaran rumah tangga terhadap
adopsi teknik konservasi tanah dan air dikarenakan responden yang pengeluaran
rumah tangganya besar menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang justru
lebih sederhana dibandingkan dengan yang berpengeluaran rendah. Hal ini juga
didasari oleh tingkat pendidikan petani yang rendah, namun pengeluaran rumah
tangga tergolong tinggi. Pengeluaran rumah tangga salah satunya bergantung pada
ukuran keluarga. Mayoritas responden yang tidak tamat SD atau lulusan SD
menikah pada usia yang relatif muda dan memiliki banyak keturunan sehingga
ukuran keluarganya besar. Selain itu, meskipun ada anak dari keluarga tersebut
yang sudah menikah, tetap tinggal dengan keluarga inti responden.
Pada kasus korelasi negatif antara akses informasi dengan adopsi teknik
konservasi tanah dan air, dikarenakan ada responden memiliki akses informasinya
tergolong rendah namun masih termotivasi menerapkan teknik konservasi tanah
dan air di lahannya.
Hal serupa juga terjadi pada korelasi antara modal dengan adopsi teknik
konservasi tanah dan air. Pada responden yang memiliki modal rendah, cenderung
lebih bervariasi dalam mengadopsi teknik konservasi tanah dan air untuk
meningkatkan hasil produksi. Hal ini dikarenakan dengan adanya teknologi dapat
meningkatkan hasil produksi pada tingkat modal (biaya produksi) yang relatif
rendah.
Demikian juga pada korelasi antara intensitas penyuluhan dengan adopsi
teknik konservasi tanah dan air yang bernilai negatif. Meskipun penyuluhan di
bidang pertanian sering diadakan di Desa Sukagalih, namun materi yang
disampaikan kurang sesuai dengan kebutuhan dan cara penyampaiannya sulit
dimengerti oleh para petani.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi teknik konservasi tanah dan air
tergolong rendah dan petani cenderung mempertahankan cara-cara tradisional
yang diwariskan secara turun-temurun belum mengarah pada sistem pertanian
berkelanjutan. Jenis teknik konservasi tanah dan air yang banyak diadopsi oleh
petani di Des