Analisis Ekonomi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kabupaten Garut

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN
USAHA TERNAK SAPI POTONG
DI KABUPATEN GARUT

NORYADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ekonomi
Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kabupaten Garut adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Noryadi
NRP H 351100084

RINGKASAN
NORYADI. Analisis Ekonomi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di
Kabupaten Garut. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL dan YUSMAN SYAUKAT.
Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra daerah pengembangan sapi potong
peternakan rakyat di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini memiliki populasi sapi potong
yang besar dan lahan yang luas untuk ketersedian pakan hijauan. Penelitian ini bertujuan :
(1) menganalisis wilayah kecamatan mana saja yang dapat dikembangkan menjadi sentra
peternakan sapi potong, (2) menganalisis tingkat pendapatan dan kontribusi sektor
peternakan sapi potong terhadap tingkat pendapatan petani, (3) mengevaluasi penggunaan
input optimal yang akan memaksimalkan pendapatan petani dan (4) implikasi kebijakan
pengembangan sapi potong di Kabupaten Garut. Metode analisis yang digunakan
meliputi: Analisis Location Quotient (LQ), Analisis daya dukung lingkungan yang

dihitung berdasarkan kesanggupan lingkungan memproduksi pakan hijauan untuk ternak,
Analisis pendapatan dan share pendapatan usaha ternak dan Analisis efisiensi produksi
secara ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 15 Kecamatan di Kabupaten
Garut yang dapat dikembangkan untuk menjadi sentra ternak. Lima kecamatan yang
potensial dikembangkan terletak di daerah Kabupaten Garut bagian selatan yaitu
Kecamatan Bungbulang, Cikelet, Cisompet, Pamulihan dan Cibalong. Pendapatan
peternak berada diatas Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Garut 2014 sebesar
Rp. 1.085.000 jika minimal pemeliharaan untuk satu orang peternak sebanyak 5-6 ekor
sapi potong dengan pendapatan per bulan sebesar Rp 1.687.085. Share pendapatan usaha
ternak sapi potong memberikan kontribusi sebesar 49,90 persen terhadap pendapatan
keluarga peternak. Optimalisasi penggunaan input produksi sapi potong agar
mendapatkan keuntungan maksimum jika berat optimal sapi bakalan sebesar 185 kg,
lama penggemukan selama 225 hari dengan asumsi penambahan berat sapi optimal
sebesar 1,2 kg/hari maka dibutuhkan pakan bahan konsentrat secara optimal sebanyak
9 kg/ekor/hari dan input pakan hijauan sebanyak 24 kg/ekor/hari.
Kata Kunci : usaha sapi potong, pendapatan, efisiensi produksi, optimalisasi produksi

SUMMARY
NORYADI. Economic Analysis Development Of Cattle Business In Garut
Regency. Supervised by AHYAR ISMAIL and YUSMAN SYAUKAT.

Garut regency is one of the centers small-holder beef cattle development
area in West Java Province. This regency has population of beef cattle as large
and land area for forage avaibility. The objective of this study are : (1) analyze
the district area which can be developed into a center for breeding beef cattle, (2)
analyze the income and beef cattle sector’s contribution to the income level of
farmers, (3) evaluate the use of optimal inputs that will maximize the income of
farmers, and (4) policy implications beef cattle development in Garut regency.
Analytical methods used include : Analysis of Location Quotient (LQ), Analysis
of environmental carrying capacity is calculated based on the environment's
ability to produce forage for cattle, analysis of revenue and revenue share of
livestock, the economic analysis of production efficiency. The results showed
there were 15 sub-districts in Garut that can be developed to become a center beef
cattle development. Potential developed five districts located in the southern area
of Garut regency is District Bungbulang, Cikelet, Cisompet, Pamulihan and
Cibalong. Farmer income is above the Minimum Wages District (MSE) Garut in
2014 of IDR 1,085,000 if the minimum maintenance for one person breeder beef
cows 5-6 with a monthly income of IDR 1,687,085. Share the cattle business
income accounted for 49.90 percent of the family income of farmers. Optimizing
the use of beef cattle production inputs in order to get the maximum profit if the
optimal weight of 185 kg calves, feedlot for 225 days long, assuming optimal

cattle weight gain of 1.2 kg/day of concentrate feed ingredients are needed
optimally 9 kg/ head/day and input forage as much as 24 kg/head/day.
Keywords : Beef cattle business, revenue, production efficiency, optimization of
production.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Copyright © 2014 Bogor Agricultural University
Copyright are protected by
1. It is prohibited to cite all or part of this thesis without referring to and mentioning
the source
a. Citation only permitted for the sake of education, research, scientific, writing

report, critical writing or reviewing scientific problem.
b. Citation doesn’t inflict the name and honor of Bogor Agricultural University
2. It is prohibited to republish and reproduce all or part of this thesisi without the
written permission from Bogor Agricultural University

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN
USAHA TERNAK SAPI POTONG
DI KABUPATEN GARUT

NORYADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji luar komisi :
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS

Judul Tesis
Nama
NRP

: Analisis Ekonomi Pengembangan Usaha Ternak
Sapi Potong di Kabupaten Garut
: Noryadi
: H351100084

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr
Ketua


Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal ujian : 19 Juni 2014

Tanggal lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini, dengan judul Analisis Ekonomi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong
di Kabupaten Garut.
Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
semua pihak. Sehubungan dengan hal tersebut maka perkenankan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku anggota komisi pembimbing, yang
telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran.
2. Bapak Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan
segenap dosen pengajar serta asisten pada program studi Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, atas bimbingan dan dukungannya.
3. Bapak Dr. (HC) H. Ahmad Heryawan, Lc selaku Gubernur Jawa Barat
2008-2013 dan 2013-2018 yang telah memfasilitasi dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program studi ini.
4. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut atas dukungan,
bantuan dan ijin yang telah diberikan untuk pelaksanaan kegiatan studi ini.
5. Segenap staf Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang
telah membantu kelancaran penulis selama studi.

6. Rekan-rekan Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Sekolah Pascasarjana IPB, kelas khusus tahun 2011 atas bantuan,
kerjasama dan dukungannya.
7. Kedua orangtua, mertua, istri dan anak-anakku serta kakak-kakak & adikadik, yang tiada henti berdoa, motivasi dan dukungannya.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis baik secara moril maupun materiil dalam penyelesaian
tulisan ini.
Tentunya tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, namun
penulis berharap tulisan ini mampu memberikan setetes manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

Noryadi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

xiii


DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
5

7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA

7

Teori Produksi
Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi
Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya
Karakteristik Sapi Potong
Model-Model Pengelolaan Sapi Potong
Daya Dukung Lingkungan
Ketersedian lahan
Ketersedian pakan
Kendala dan Peluang Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong
Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014

7
8
12
13
14
15
15
16
16
17

Tipologi Usaha Peternakan

18

Penelitian Terdahulu

19

3 KERANGKA PEMIKIRAN

20

4 METODE PENELITIAN

23

Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Populasi dan Sampel
Metode Analisis

23
23
24
24

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN

31

Karakteristik Wilayah Kabupaten Garut
Kondisi Geografis Kabupaten Garut
Topografi
Karakteristik Peternak
Posisi dalam Keluarga (Penanggungjawab Peternakan)
Usia Peternak
Pendidikan Peternak
Sumber Pendapatan lain Peternak
Kepemilikan Lahan
Sarana Produksi dan Sistem Pemeliharaan Sapi Potong
Biaya Pengeluaran dan Penerimaan Peternak

31
31
31
32
32
33
34
35
35
36
40

6 PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Daya Dukung Lingkungan dalam Pemenuhan Pakan
Hijauan
Analisis Pendapatan Peternakan Sapi di Kabupaten Garut
Analisis Input Optimal Faktor Produksi dari Usaha Ternak
Sapi Potong
Implikasi Kebijakan Pengembangan Sapi Potong
7 SIMPULAN DAN SARAN

43
43
46
49
51
53

Simpulan
Saran

53
54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Tabel 27

Ketersediaan daging sapi di Indonesia tahun 2009-2013
Pertumbuhan dan kontribusi PDB sektor pertanian
(diluar perikanan dan kehutanan) tahun 2009-2011
Populasi sapi potong dan produksi daging di Provinsi Jawa Barat
tahun 2007-2009
Populasi ternak ruminansia per kabupaten di Provinsi Jawa Barat
tahun 2010
Populasi sapi potong dan ternak lainnya di Kabupaten Garut
tahun 2006- 2011
Data yang diperlukan dalam penelitian
Pembagian pengambilan sampel per kecamatan terpilih
Angka konversi ternak dalam satuan ternak
Sumber pakan hijauan dan nilai konversi kesetaraan
Nilai asumsi produksi pakan Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP)
Indikator pengukuran faktor output dan input
Jumlah dan persentase peternak di Kabupaten Garut
berdasarkan karakteristik peternak responden
Rata-rata biaya tetap per tahun usaha ternak sapi potong rakyat
di Kabupaten Garut
Rata-rata biaya variabel per tahun usaha ternak sapi potong rakyat
di Kabupaten Garut
Populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Garut
Potensi pakan hijauan di Kabupaten Garut
Lima kecamatan berpotensi sebagai daerah pengembangan
ternak sapi potong
Jumlah sapi dewasa yang dapat dikembangkan di lima kecamatan
Lima kecamatan di Kabupaten Garut yang terjadi over population
Pendapatan rata-rata peternak sapi skala pemeliharaan 1-2 ekor
per tahun
Pendapatan rata-rata peternak sapi skala pemeliharaan 3-4 ekor
per tahun
Pendapatan rata-rata peternak sapi skala pemeliharaan 5-6 ekor
per tahun
Pendapatan rata-rata 40 responden peternak sapi potong per tahun
Share pendapatan usaha ternak terhadap pendapatan
keluarga peternak
Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglass
Optimasi penggunaan Input Produksi
Perbandingan Penggunaan Input Aktual dengan Input Optimal

1
2
3
4
4
23
24
25
26
27
27
32
41
42
43
44
44
45
46
46
47
47
48
48
49
50
51

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Hubungan antara TPP, MPP, APP dan Elastisitas Produksi
9
Gambar 2 TVP, TFC, VMP, MFC, dan Keuntungan
11
Gambar 3 Tipologi Usaha Peternakan dan Tingkat Pendapatan
18
Gambar 4 Diagram alur pemikiran penelitian
22
Gambar 5 Hubungan harga input dan VMP pada saat input optimal
Err
or! Bookmark not defined.
Gambar 6 Peta Kabupaten Garut
31
Gambar 7 Persentase peternak berdasarkan usia
33
Gambar 8 Persentase peternak berdasarkan pendidikan terakhir
34
Gambar 9 Persentase sumber pendapatan lain peternak
35
Gambar 10 Share pendapatan usaha ternak terhadap pendapatan keluarga
49

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Populasi sapi potong nasional per provinsi tahun 2005 – 2009
(dalam ekor)
Lampiran 2 Produksi daging sapi per provinsi tahun 2005 - 2009
(dalam Ton)
Lampiran 3 Nilai LQ setiap kecamatan di Kabupaten Garut
Lampiran 4 Kuisioner peternak sapi potong di Kabupaten Garut
Lampiran 5 Hasil perhitungan analisis KPPTR di Kabupaten Garut
Lampiran 6 Lima belas kecamatan di Kabupaten Garut
yang masih bisa di kembangkan ternak sapi potong
Lampiran 7 Peta kecamatan-kecamatan di Kabupaten Garut
Lampiran 8 Sumber hijauan di Kabupaten Garut
Lampiran 9 Nilai konversi hijauan di Kabupaten Garut
Lampiran 10 Nilai konversi hijauan dari Hasil Sisa-sisa Pertanian (HSSP)
di Kabupaten Garut
Lampiran 11 Pendapatan peternak dengan 1-2 ekor sapi potong per tahun
Lampiran 12 Pendapatan peternak dengan 3-4 ekor sapi potong per tahun
Lampiran 13 Pendapatan peternak dengan 5-6 ekor sapi potong per tahun
Lampiran 14 Pendapatan dan share pendapatan 40 responden
peternak sapi potong per tahun
Lampiran 15 Data Analisis Regresi Cobb-Douglass

58
59
60
61
67
68
69
70
72
74
76
77
78
79
80

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Katahanan pangan (Food Security) menurut Undang-undang No. 7 Tahun
1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari :
(1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya;
(2) aman; (3) merata; (4) terjangkau. Ketahanan pangan menjadi perhatian negaranegara seluruh dunia seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan
kebutuhan pangan, energi, dan air.
Ketahanan pangan di Indonesia, ditunjang oleh sektor pertanian. Salah
satu sektor pertanian yang menjadi fokus pembangunan pertanian adalah
subsektor peternakan, yaitu swasembada daging sapi. Mengingat strategisnya
pembangunan pertanian, selain fokus pada swasembada daging sapi maka
diharapkan mampu untuk menggerakkan perekonomian nasional melalui
kontribusinya dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan
bio-energi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan
masyarakat serta berperan dalam pelestarian lingkungan melalui praktik budidaya
pertanian yang ramah lingkungan (Kementerian Pertanian 2012).
Kendala dalam menunjang program swasembada daging sapi tersebut,
Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi potong bakalan
karena penambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional. Usaha
peternakan sapi potong rakyat di Indonesia umumnya bersifat tradisional dan
metode pengelolaannya pun masih menggunakan teknologi seadanya dan hanya
bersifat sampingan. Oleh karena itu, hasil yang dicapai tidak maksimal.
Permasalahan lain yang masih terjadi pada peternakan sapi potong di Indonesia
antara lain produktivitas rendah, populasi rendah, pasokan bakalan tidak stabil,
pasokan pakan ternak belum mencukupi, pengetahuan tentang teknologi
peternakan masih rendah dan perkawinan tidak terkontrol (Soeprapto dan Abidin
2008).
Penyediaan bakalan dan daging sapi di Indonesia masih dilakukan secara
impor. Saat ini Indonesia lebih berkonsentrasi pada penyediaan bakalan sapi
potong dibandingkan dengan penyediaan daging. Hal ini dilakukan agar bakalan
sapi potong impor dapat dibesarkan di Indonesia sehingga peternak mendapatkan
nilai tambah. Sebaliknya, jika impor daging yang ditingkatkan, maka peternak
tidak akan mendapatkan nilai tambah dalam proses produksinya. Berdasarkan
data dari Kementerian Pertanian (2012), ketersediaan daging sapi dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Ketersediaan daging sapi di Indonesia tahun 2009-2013
KETERANGAN
Produksi Daging Lokal (Ton)
Produksi Daging Sapi Lokal (Ton)
Impor Daging Sapi (Ton)

2009
2010
2.204.750 2.366.156
409.310
436.452
67.390

90.506

TAHUN
2011
2.554.197
485.333

2012
2013*
2.666.099 2.827.826
508.906
545.620

65.022

39.419

Total Daging Sapi (Ton)
476.700
526.958
550.355
Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011-2013

548.325

Belum
Tercatat
545.620

2
Berdasarkan Tabel 1 bahwa pada tahun 2011 produksi daging lokal
sebesar 2.554.197 ton, produksi daging sapi lokal sebesar 485.333 ton atau
sebesar 19% dari produksi daging lokal, sedangkan impor daging sapi sebesar
65.022 ton atau sebesar 11,81% dari total daging sapi yang tersedia di Indonesia.
Produksi daging lokal tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,38% dari
produksi daging tahun 2011 atau sebesar 2.666.099 ton, peningkatan produksi
daging lokal tersebut juga ditopang oleh kontibusi peningkatan produksi daging
sapi lokal sebesar 4,86 % dari produksi daging sapi lokal tahun 2011 atau sebesar
508.906 ton. Peningkatan produksi daging sapi lokal sejalan dengan pengurangan
impor daging di tahun 2012. Pada tahun tersebut impor daging sapi sebesar
39.419 ton atau turun sebesar -39,38% dari impor daging sapi tahun 2011. Namun
demikian, ketersediaan daging sapi pada tahun 2012 mengalami penurunan
sebesar -0,37% dari ketersediaan daging sapi tahun 2011 atau sebesar 548.325
ton.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian sampai
saat ini dalam meningkatkan produksi daging sapi lokal, antara lain: (1)
Pengaturan pengendalian impor, (2) Perbaikan distribusi sapi dari daerah
produsen ke konsumen, (3) Penyelamatan sapi betina produktif, (4) Optimalisasi
Rumah Potong Hewan, (5) Optimalisasi inseminasi buatan dan kawin alam, (6)
Penanganan gangguan reproduksi, dan (7) Peningkatan produktivitas melalui
penerapan Good Farming Practices (GFP) dan tunda potong. Upaya perbaikan ini
dilanjutkan pada tahun 2012 sampai dengan 2014, utamanya pada aspek
peningkatan populasi ternak, pengetatan pengendalian impor, peningkatan pasca
panen dalam menghasilkan daging berkualitas dan pengaturan distribusi ternak
antar wilayah (Kementerian Pertanian 2012).
Pada tahun 2011 (sampai dengan Triwulan III), PDB (Produk Domestik
Bruto) sektor pertanian (tidak termasuk sektor perikanan dan kehutanan) tumbuh
sebesar 3,07%, dengan tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2010 yang hanya 2,86%. Pertumbuhan tersebut berasal dari
sub sektor perkebunan (6,06%), disusul oleh sub sektor peternakan (4,23%), dan
sub sektor tanaman bahan makanan (1,93%). Kontribusi PDB sektor pertanian (di
luar perikanan dan kehutanan) terhadap PDB nasional pada tahun 2011 tersebut
mencapai 11,88%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang baru mencapai
11,49% pada Tabel 2 (Kementerian Pertanian 2012).
Tabel 2 Pertumbuhan dan kontribusi PDB sektor pertanian (diluar
perikanan dan kehutanan) tahun 2009-2011
SEKTOR/SUB SEKTOR

2009 (%)
Pertumbuhan PDB
3,98
Tanaman Bahan Makanan
4,97
Tanaman Perkebunan
1,84
Peternakan dan Hasil-hasilnya
3,45
Kontribusi terhadap PDB Nasional
11,34
Sumber: BPS, dalam Kementerian Pertanian, 2012

TAHUN
2010 (%)
2,86
1,81
2,51
4,06
11,49

2011*(%)
3,07
1,93
6,06
4,23
11,88

Kondisi peternakan sapi potong di Jawa Barat, berdasarkan data statistik
peternakan (2010), dapat dilihat pada Tabel 3.

3
Tabel 3 Populasi sapi potong dan produksi daging di Provinsi Jawa Barat
tahun 2007-2009
TAHUN
2009
2010
2011
Populasi Sapi Potong (Ekor)
309.609
327.750
422.989
Produksi daging Sapi (Ton)
70.662
76.066
78.476
Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011-2013
KETERANGAN

2012
429.637
74.312

2013
444.155
81.254

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa populasi sapi potong di Jawa
Barat terus meningkat. Peningkatan populasi sapi potong juga meningkatkan
produksi daging, hal ini berarti bahwa permintaan daging sapi di pasaran selama
ini terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 populasi sapi potong di Jawa
Barat meningkat sebesar 14.518 ekor dari tahun 2012 atau sebesar 3,38 persen.
Produksi daging ditahun 2013 meningkat sebesar 6.942 ton atau meningkat
sebesar 9,34 persen.
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha ternak sapi potong di
Jawa Barat antara lain tingginya modal usaha sapi potong dibandingkan dengan
usaha peternakan lainnya (misalnya domba), kepemilikan lahan untuk penyediaan
Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan sistem budidaya sapi potong secara
tradisional. Menurut Tawaf dan Firman (2005) Provinsi Jawa Barat mempunyai
potensi dan prospek sebagai wilayah konsumsi dan wilayah produksi untuk
produk-produk peternakan.
Menurut Tawaf dan Firman (2005) usaha peternakan sudah menjadi
kebiasaan masyarakat pedesaan di Jawa Barat sebagai usaha sampingan ataupun
usaha pokok keluarga serta sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan
yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani
di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan
kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber
pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Kabupaten Garut merupakan salah satu dari lima kabupaten yang berada di
Provinsi Jawa Barat bagian selatan sebagai sasaran pengembangan aktivitas
agribisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu berbasis potensi
lokal berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan pada pasal 3. Berdasarkan
data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2010, populasi ternak
ruminansia Kabupaten Garut menempati urutan teratas untuk daerah Jawa Barat
bagian selatan (Tabel 4), sehingga kabupaten ini dijadikan daerah sentra
pengembangan sapi potong, sapi perah dan domba garut.

4
Tabel 4 Populasi ternak ruminansia per kabupaten di Provinsi Jawa Barat
tahun 2010
NO

KABUPATEN/KOTA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

KARAWANG
PURWAKARTA
GARUT
SUKABUMI
CIANJUR
BOGOR
CIAMIS
TASIKMALAYA
MAJALENGKA
BEKASI
BANDUNG
SUBANG
INDRAMAYU
BANDUNG BARAT
SUMEDANG
CIREBON
KUNINGAN
KOTA BANDUNG
KOTA BANJAR
KOTA TASIKMALAYA
KOTA CIMAHI
KOTA BEKASI
KOTA BOGOR
KOTA DEPOK
KOTA CIREBON
KOTA SUKABUMI
JAWA BARAT

SAPI
POTONG
16.906
20.910
12.926
16.599
29.263
18.068
37.129
33.548
10.365
19.499
16.658
21.172
8.259
6.829
29.701
3.094
19.624
413
964
2.560
458
1.389
220
673
223
300

SAPI
PERAH
9
9
17.302
5.052
3.652
7.288
721
2.422
851
128
29.702
1.305
2.188
30.214
9.295
122
6.604
1.193
18
421
356
952
427
6
238

327.750

120.475

KERBAU

KUDA

KAMBING

DOMBA

TOTAL

150
29.571
7.168
12.742
10.286
19.908
6.551
17.111
4.631
2.717
3.054
5.818
2.150
3.261
3.719
3.977
5.838
127
111
293
90
167
45
163
27
55

8
95
2.551
126
1.471
361
180
344
274
74
2.015
248
84
3.308
494
188
688
128
102
356
577
58
90
66
2
41

757.636
99.348
78.471
66.911
101.345
119.337
153.641
68.021
18.941
109.233
22.782
29.061
61.742
33.623
32.820
10.995
10.200
433
10.758
2.484
330
5.998
2.470
3.975
596
169

1.126.510
859.164
718.720
509.757
354.459
280.798
211.798
271.191
345.723
218.847
223.437
232.568
206.550
188.047
139.079
178.989
129.137
22.052
10.983
10.132
13.250
6.067
8.255
1.268
4.696
3.822

1.901.219
1.009.097
837.138
611.187
500.476
445.760
410.020
392.637
380.785
350.498
297.648
290.172
280.973
265.282
215.108
197.365
172.091
24.346
22.936
16.246
15.061
13.679
12.032
6.572
5.550
4.625

139.730

13.929

1.801.320

6.275.299

8.678.503

Sumber : Dinas Peternakan, Provinsi Jawa Barat, 2010

Berdasarkan data Kabupaten Garut dalam angka tahun 2012, sapi potong di
Kabupaten Garut tiap tahunnya mengalami peningkatan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Populasi sapi potong dan ternak lainnya di Kabupaten Garut tahun
2006- 2011
Jenis Ternak

Jumlah Ternak (ekor)

2006
2007
2008
2009
Sapi Potong
8.566
11.633
12.099
12.587
Sapi Perah
14.157
15.297
16.197
16.637
Kerbau
17.425
15.872
12.392
9.564
Domba
416.158
509.025
589.676
601.469
Kambing
73.122
75.193
76.846
78.315
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kab. Garut, 2012

2010
12.925
17.302
9.564
802.522
75.481

2011
28.378
21.858
17.372
788.582
81.923

Kabupaten Garut juga memiliki peran yang sangat penting dalam
mengembangkan dan mensuplai kebutuhan daging khususnya di Provinsi Jawa
Barat. Berdasarkan data statistik Kabupaten Garut dalam Angka tahun 2012
Kabupaten Garut pada tahun 2010 mensuplai sapi potong keluar daerah sebesar
508 ekor dari total ternak ruminansia yang keluar sebesar 178.450 ekor. Pada
tahun 2011 Kabupaten Garut tidak lagi mensuplai sapi potong keluar daerah, hal
ini dikarenakan permintaan lokal cukup tinggi akan daging sapi sehingga
walaupun populasi bertambah tiap tahun tetapi masih kekurangan jumlahnya.
Agar Kabupaten Garut dapat kembali mensuplai daging sapi, diperlukan
kebijakan pengembangan sapi potong dengan mengoptimalkan sentra-sentra
pengembangan sapi potong di Kabupaten Garut. Hal ini ditunjang besarnya
potensi pakan hijauan bagi kebutuhan sapi potong dengan luasnya lahan yang
tersedia.

5
Menurut Wijono et al. (2004) bahwa 90% sapi potong dipelihara oleh
peternak rakyat berskala kecil pada kondisi pemeliharaan secara konvensional
sebagai peternak pembibit untuk menghasilkan pedet bakalan. Oleh karena itu,
peternakan rakyat termasuk menjadi salah satu tumpuan ekonomi bangsa dan
yang selalu terus didorong karena sebagai ujung tombak perbaikan gizi dan
pencerdas bangsa, menciptakan lapangan kerja yang potensial, membangun
ekonomi terutama di pedesaan, mensejahterakan peternak sebagai produsen dan
mencegah urbanisasi lebih besar. Penentuan cara berternak juga menentukan
bagaimana keuntungan peternak diperoleh, apakah secara mandiri maupun secara
komunal.
Penelitian ini akan mengkaji optimasi produksi melalui efisiensi faktor
produksi sehingga peternak memiliki keuntungan yang optimal, serta mengkaji
wilayah mana yang dapat dijadikan sentra peternakan sapi potong dengan
mengoptimalkan wilayah dan ketersediaan pakan hijauan. Penelitian ini akan
mengkaji tiga aspek yaitu secara sosial, ekonomi dan lingkungan, sehingga
diharapkan dapat diketahui wilayah-wilayah mana saja yang memiliki potensi
pengembangan sapi potong rakyat di Kabupaten Garut secara efisien dalam
penggunaan input produksi.
Perumusan Masalah
Peningkatan penduduk Indonesia, akan memberikan tekanan terhadap
peningkatan kebutuhan akan pangan khususnya daging sapi. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237,6 juta jiwa (BPS sensus penduduk
2010), sedangkan BPS memperkirakan jumlah penduduk di tahun 2013 akan
mencapai 250 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini akan berdampak
terhadap peningkatan permintaan daging sapi untuk konsumsi. Berdasarkan data
statistik perternakan dan kesehatan hewan tahun 2013 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pertanian didapatkan bahwa konsumsi per kapita untuk daging sapi
tahun 2012 sebesar 1,83 kg/kapita/minggu yang terdiri dari daging segar, daging
diawetkan, dan lain-lain. Jika asumsi tersebut dipakai, maka kebutuhan total
daging sapi sebanyak 457.500 ton/tahun, sedangkan produksi daging tahun 2012
tanpa import sebesar 426.708,53 ton dari total produksi daging tahun 2012 sebesar
508.906 ton. Jika dibandingkan dengan besarnya konsumsi per kapita dengan
produksi daging tanpa import maka Indonesia mengalami kekurangan pasokan
daging sebesar 30.791,47 ton.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging sapi tersebut, diperlukan
keberhasilan dalam hal produksi sapi potong. Peningkatan produksi sapi potong
ditentukan oleh bagaimana cara peternak melakukan pengembangan usaha sapi
potongnya. Rata-rata peternak di Kabupaten Garut menggunakan pola ekstensif
dalam cara beternaknya. Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten yang
ada di wilayah selatan Jawa Barat dan menjadi wilayah pengembangan
pembangunan untuk Jawa Barat Selatan. Sentra peternakan di Kabupaten Garut
cukuplah besar, selain sebagai salah satu sentra pengembangan sapi perah, satusatunya daerah dalam pengembangan “Domba Garut”, dan juga sebagai
pengembangan sapi potong. Luasnya lahan menjadi potensi dalam pengembangan
sektor peternakan ini. Namun demikian, luasnya lahan yang ada, tidak berarti
hanya digunakan dalam pengembangan sapi potong saja terutama dalam
pemenuhan pakan hijauan.

6
Pembagian wilayah untuk kebutuhan ternak sapi potong, sapi perah dan
domba Garut memerlukan kajian yang cukup komprehensif terutama dalam hal
daya dukung lingkungan (carrying capacity) dari suatu lahan, termasuk penentuan
lahan dan kemampuan lahan dalam mensuplai kebutuhan pakan hijauan sapi
potong. Saat ini populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut sebanyak 28.378
ekor yang tersebar di 42 kecamatan. Populasi ternak sapi potong terbanyak
berada di Kecamatan Malangbong sebanyak 9.336 ekor (BPS 2012). Untuk itu,
dalam rangka pengembangan sapi potong di Kabupaten Garut perlu adanya
pengkajian secara kewilayahan, sehingga diketahui wilayah mana saja yang
memiliki potensi lahan dan hijauan yang dapat menampung ternak sapi potong,
dan daerah mana saja yang telah mengalami overcapacity dalam pengembangan
sapi potong.
Usaha ternak sapi potong umumnya masih berbentuk peternakan rakyat
yang bersifat tradisional dan hanya sebagai usaha sampingan, sehingga budidaya
dilaksanakan dalam kondisi yang tidak optimal. Hal ini memberikan kontribusi
usaha peternakan sapi potong terhadap pendapatan rumah tangga peternak yang
relatif kecil. Faktor lain yang belum optimal dalam budidaya sapi potong
disebabkan alokasi tenaga kerja, pakan hijauan ternak, mahalnya pakan tambahan
(konsentrat), permodalan dan pemasaran. Akibat dari permasalahan tersebut
membuat masih kecilnya produksi ternak di Kabupaten Garut. Untuk
mengoptimalkan usaha ternak di Kabupaten Garut perlunya dilakukan kajian
efisiensi ekonomi produksi, agar nantinya peternak dapat mengetahui faktorfaktor mana saja yang perlu ditingkatkan atau dikurangi dalam rangka terciptanya
efisiensi produksi dan optimasi produksi.
Peningkatan berat badan sebagai tujuan akhir dalam produksi sapi potong
ditentukan oleh seberapa besar input produksi yang dikeluarkan dalam proses
tersebut. Input produksi akan mempengaruhi besarnya keuntungan yang diperoleh
oleh peternak, yang ditentukan oleh seberapa optimal penggunaan input produksi
dari usaha penggemukan sapi potong. Banyak faktor yang mempengaruhi input
produksi usaha ternak yang efisien secara biaya. Besarnya efisiensi penggunaan
input produksi perlu dikaji dalam penelitian ini sehingga produksi optimal yang di
harapkan peternak dapat diketahui beserta input produksi yang mempengaruhinya.
Berdasarkan permasalahan peternakan yang ada di Kabupaten Garut
tersebut, maka menimbulkan beberapa pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana karakteristik usaha ternak rakyat sapi potong yang ada di
Kabupaten Garut?
2. Wilayah kecamatan mana saja yang dapat dikembangkan menjadi sentra
peternakan sapi potong berdasarkan potensi ternak dan daya dukung
lingkungan?
3. Bagaimana tingkat pendapatan dan kontribusi sektor peternakan sapi
potong terhadap tingkat pendapatan peternak?
4. Bagaimana penggunaan input optimal yang akan memaksimalkan
pendapatan peternak?
5. Bagaimana kebijakan pengembangan sapi potong di Kabupaten Garut ?

7
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tadi, maka disusunlah tujuan penelitian
sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada. Adapun tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik usaha peternakan rakyat sapi potong yang ada
di Kabupaten Garut.
2. Menganalisis wilayah kecamatan mana saja yang dapat dikembangkan
menjadi sentra peternakan sapi potong, berdasarkan potensi ternak dan
daya dukung lingkungan yang ada.
3. Menganalisis tingkat pendapatan dan kontribusi sektor peternakan sapi
potong terhadap tingkat pendapatan peternak.
4. Mengevaluasi penggunaan input optimal yang akan memaksimalkan
pendapatan peternak.
5. Implikasi kebijakan pengembangan sapi potong di Kabupaten Garut.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti, penelitian ini memberikan informasi mengenai kondisi
peternakan sapi potong dan melengkapi khasanah keilmuan yang telah
ada.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar
dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Bagi dinas terkait, penelitian ini menjadi informasi sebagai acuan dalam
penyusunan program dan kebijakan pengembangan peternakan sapi
potong di Jawa Barat khususnya Kabupaten Garut.
4. Bagi peternak, penelitian ini memberikan gambaran untuk
memaksimalkan keuntungan dengan memaksimalkan input produksi
ternak.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Produksi
Produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya
yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lain yang sama sekali berbeda,
baik dalam pengertian apa, di mana atau kapan komoditi-komoditi tersebut
dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen
terhadap komoditi itu (Miller & Meiners 2000). Dengan demikian, produksi tidak
terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga penyimpanan, distribusi,
pengangkutan, pengeceran, pengemasan kembali, upaya-upaya mensiasati
lembaga regulator atau mencari celah hukum demi memperoleh keringanan pajak
atau lainnya.
Permono (2004) menyatakan bahwa teori produksi sebagaimana teori
perilaku konsumen merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif yang
tersedia. Dalam hal ini, keputusan yang diambil seorang produsen untuk
menentukan pilihan atas alternatif tersebut. Produsen mencoba memaksimalkan

8
produksi yang bisa dicapai dengan suatu kendala ongkos tertentu agar dapat
dihasilkan keuntungan yang maksimum.
Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi
Secara umum produksi dalam usahatani ditentukan oleh faktor-faktor
produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hubungan teknis
antara input dan output dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi. Fungsi
produksi menerangkan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau
sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986).
Fungsi yang umum digunakan dalam fungsi produksi dituliskan dengan :
y = f(x)
y = f (x1, x2,x3,.....xn)
dimana y sebagai output dan x sebagai input. Input jumlahnya tergantung
banyaknya faktor yang mempengaruhi output dari x1 hingga xn. Fungsi produksi
tersebut memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi
dengan menggunakan kombinasi alternatif antara input yang ada seperti modal
dan tenaga kerja (Nicholson 1999).
Fungsi produksi ini ada dua bentuk yaitu fungsi linear dan non linear.
Salah satu contoh dari fungsi produksi yang non linear adalah fungi produksi
Cobb-douglass.
Konsep lain yang penting dalam ekonomi produksi adalah elastisitas
produksi. Menurut Debertin (1986) elastisitas produksi menunjukkan rasio antara
persentase perubahan jumlah output dengan persentase perubahan jumlah input.
Formulasi Elastisitas Produksi (Ep) adalah sebagai berikut :

Dimana :
Marginal Physical Product (MPP)
dan
Average Physical Product (APP)
Adapun hubungan fungsi produksi TPP (Total Physical Product) dengan
MPP & APP kaitannya dengan Ep, digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1
merupakan fungsi produksi neoclassic, dengan peningkatan input x1 sejalan
dengan produktivitas dari input. Awalnya fungsi berbentuk cembung ke sumbu
horisontal dan berubah cekung pada titik inflection point. Pada titik inflection
point ini merupakan titik maksimum MPP (huruf A pada ganbar), dan pada titik
ini pula merupakan akhir increasing marginal returns dan dimulainya diminishing
marginal returns (Debertin 1986).

9

Ep =1

C

Ep >1
Ep >1

Ep