Laju Eksploitasi Dan Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah (Anadara granosa) Pada Perairan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur

LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN PERTUMBUHAN
KERANG DARAH (Anadara granosa) PADA PERAIRAN KUALA
PENET, LABUHAN MARINGGAI, LAMPUNG TIMUR

FUAD FADLY

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Eksploitasi Dan
Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah (Anadara granosa) Pada Perairan Kuala
Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Fuad Fadly
NIM C24070005

ABSTRAK
FUAD FADLY. Laju Eksploitasi Dan Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah
(Anadara granosa) Pada Perairan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung
Timur. Dibimbing oleh Dr. Ir. ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, M.Sc dan Dr.
Ir. NURLISA A. BUTET, M.Sc.
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu biota laut sedenter
dari kelas bivalvia, yang hidupnya relatif menetap di dasar perairan (Suprapti
2008). Perairan Kuala Penet di pesisir Lampung Timur merupakan salah satu
daerah yang potensial sebagai habitat pertumbuhan kerang darah. Adanya
berbagai aktivitas seperti pembangunan industri dan reklamasi pantai di sekitar
perairan Kuala Penet, dapat menurunkan kualitas perairan yang kemudian dapat
mempengaruhi kemampuan kerang darah untuk tumbuh, bertahan hidup dan
bereproduksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek biologi
pertumbuhan kerang darah yang meliputi hubungan panjang berat, faktor

kondisional, parameter pertumbuhan seperti L∞, K, dan t0, kematian, dan juga
tingkat eksploitasi. Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa persamaan
hubungan pertumbuhan panjang berat kerang jantan ialah W = 0,0023L2,5709
(allometrik negatif) dengan koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar
0,9181 sedangkan pada kerang betina adalah W = 0,0027L2,5121 (allometrik
negatif) dengan koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari perbandingan
panjang cangkang dengan berat total sebesar 0,9518. Dari hasil analisis parameter
pertumbuhan di perairan Kuala Penet, diperoleh nilai L∞ sebesar 44,59. Laju
mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Kuala Penet, diduga sebesar 8,336
per tahun. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Kuala Penet diduga sebesar 1,619
per tahun. Laju mortalitas penangkapan di perairan Kuala Penet diduga sebesar
6,717 per tahun. Berdasarkan nilai-nilai angka kematian, tingkat eksploitasi
kerang darah di perairan Kuala Penet adalah 80,6 %, yang telah melebihi batas
optimal penangkapan kerang darah. Dalam rangka mempertahankan kelestarian
populasi kerang darah, diperlukan langkah untuk mengatur aktivitas penangkapan
kerang darah, termasuk pengaturan ukuran tangkap dan waktu penangkapan.
Kata kunci : Kerang darah, laju eksploitasi, mortalitas, overfishing, pertumbuhan.

ABSTRACT
FUAD FADLY. Exploitation rate and Growth Variety of Blood Clam (A.

granosa) at Kuala Penet Waters, Labuhan Maringgai, East Lampung. Supervised
by Dr. Ir. ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, M.Sc and Dr. Ir. NURLISA A.
BUTET, M.Sc.
Blood clam (Anadara granosa) was one of ocean’s sedentary organisms
from Bivalve class which its life relatively settled in ocean floor. Kuala Penet
waters in East Lampung shore was one of potential area as proliferation habitat of
blood clam. Existence of various activities such as industrial development and

shore reclamation around Kuala Penet waters could decrease water quality, which
eventually could affect blood clam’s ability to grow, survival and reproduction.
The objective of this research was to analyze biological aspects of blood clam’s
growth which include length-weight relationship, conditional factor, growth
parameters such as L∞, K, and t0, mortality, and also exploitation rate. Based on
observations results, equation of length-weight relationship for male clam was W
= 0,0023L2,5709 (negative allometric) with determination coefficient (R2) was
0,9181, while for female clam was W = 0,0027L2,5121 (negative allometric) with
determination coefficient (R2), which obtained from shell length and total weight
ratio, was 0,9518. Based on analysis result of growth parameters in Kuala Penet
waters, value of L∞ was 44,59. Estimated total mortality rate (Z) of blood clam
was 8,336 per year, while value of mortality rate (M) was 1,619 per year and

catching mortality rate in Kuala Penet waters was 6,717 per year. Based on those
mortality rate values, exploitation rate of blood clam in Kuala Penet waters was
80,6%, which has exceeding the optimum limit of blood clam’s harvesting. In
order to maintain blood clam’s population sustainability, it required to regulate
blood clam’s catching activity, including catching size and catching time.
Keywords : Blood clam, exploitation rate, mortality, overfishing, growth.

LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAANPERTUMBUHAN
KERANG DARAH (Anadara granosa) PADAPERAIRAN KUALA
PENET, LABUHAN MARINGGAI, LAMPUNG TIMUR

FUAD FADLY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Laju Eksploitasi Dan Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah
(Anadara granosa) Pada Perairan Kuala Penet, Labuhan
Maringgai, Lampung Timur
Nama
: Fuad Fadly
NIM
: C24070005

Disetujui oleh

Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi

_. Jan Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah
セ@ -,.) Pada Perairan Kuala Penet, Labuhan

Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc
Pembimbing II


Tanggal Lulus:

1 0 U'L'L U '\ '*



PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Laju
Eksploitasi Dan Keragaan Pertumbuhan Kerang Darah (Anadara granosa) Pada
Perairan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur disusun berdasarkan
hasil penelitian yang dilaksanakan pada April-Juli 2011. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc selaku pembimbing II serta Ir

Agustinus M. Samosir, MPhil selaku Komisi Pendidikan S1 atas bimbingan dan
arahannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik guna kemajuan penulis dimasa
mendatang. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak.

Bogor, Februari 2014
Fuad Fadly

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN


v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Kerja
Prosedur Kerja di Lapangan

Prosedur Kerja di Laboratorium
Pengukuran Panjang Berat dan Jenis Kelamin
Pengumpulan Data Sekunder
Analisis Data
Sebaran Frekuensi Panjang
Pertumbuhan
Hubungan Panjang Berat
Faktor Kondisi
Parameter Pertumbuhan (L∞, K, dan t0)
Mortalitas dan Laju Eksploitasi

3
3
4
4
4
5
5
6
6

6
6
6
7
7
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan
Hubungan Panjang Berat
Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah
Implementasi untuk Pengelolaan Perikanan

10
10
12
14
17
18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19
20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1. Kondisi fisika dan kimia perairan kuala penet selama penelitian
2. Hubungan panjang berat kerang darah (Anadara granosa) setiap
pengambilan contoh di perairan Kuala Penet
3. Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah
(Anadara granosa) dengan menggunakan program FISAT II di perairan
Kuala Penet

12
14

17

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir perumusan masalah
2. Peta lokasi pengambilan sampel kerang darah (Anadara granosa) di
perairan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur
3. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (Anadara granosa)
berdasarkan waktu pengamatan
4. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang
darah (Anadara granosa) jantan
5. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang
darah (Anadara granosa) betina

2
4
13
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Sebaran hasil tangkap berdasarkan selang ukuran panjang cangkang
Uji t hubungan panjang berat
Nilai parameter pertumbuhan kerang darah
Perhitungan pendugaan mortalitas total (z), alami (m), penangkapan (f),
dan laju eksploitasi
5. Alat dan bahan yang digunakan
6. Kegiatan selama penelitian kerang darah (Anadara granosa) di perairan
Kuala Penet, Labuhan Maringgai

22
23
24
25
26
28

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan potensi yang ada sebanyak 6,26
juta ton pertahun baru dapat dimanfaatkan sekitar 76%. Salah satu pemanfaatan
potensi sumberdaya perikanan tersebut adalah sumberdaya kerang darah yang
harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya kerang ini tetap lestari. Menurut
Undang-Undang Perikanan Nomor 45 tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan
dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta
terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Pemanfaatan tersebut memerlukan
pengkajian secara menyeluruh terhadap kerang darah yang meliputi aspek biologi,
aspek ekonomi, aspek ekologi dan aspek sosial. Aspek biologi kerang yang dikaji
berupa dinamika pertumbuhan yang terjadi pada stok sumberdaya kerang yang di
eksploitasi.
Salah satu perairan yang cocok untuk habitat kerang darah adalah di wilayah
pesisir Indonesia yang memiliki kekayaan dan potensi yang besar yaitu salah
satunya wilayah pesisir perairan Kuala Penet, Lampung Timur. Aktivitas
penangkapan sumberdaya kerang di perairan Kuala Penet yang intensif telah
mengarah pada terjadinya penurunan stok. Salah satu sumberdaya potensial untuk
perikanan tangkap yang sudah dieksploitasi oleh masyarakat adalah kerang darah.
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan bivalvia yang hidup di daerah
intertidal dengan substrat pasir berlumpur sampai lumpur lunak. Kerang ini
merupakan komoditi komersial yang menjadi sumber pangan. Permintaan yang
terus meningkat, menyebabkan kerang ini menjadi salah satu target utama
penangkapan di perairan ini. Hal ini menyebabkan harga kerang darah relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis moluska lainnya.
Adanya penangkapan yang intensif serta banyaknya aktivitas penduduk
disekitar perairan ini diduga dapat menyebabkan perubahan sifat fisika-kimia
maupun biologi perairan sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan kerang. Oleh
karena itu, perlu dilakukan studi morfometrik terhadap kerang khususnya kerang
darah (Anadara granosa). Dampak dari penangkapan yang intensif menyebabkan
terjadinya penurunan populasi kerang darah yang dapat dilihat berdasarkan hasil
tangkapan dari tahun ke tahun yang mengalami penurunan dan ukuran tangkap
yang semakin kecil. Penurunan populasi kerang darah selain karena penangkapan,
juga disebabkan oleh ancaman tekanan lingkungan (pencemaran) seperti limbah
kegiatan industri dan pemukiman yang dilakukan manusia di daratan di sekitar
perairan Kuala Penet. Bahan pencemar yang ada di perairan Kuala Penet masuk
melalui aliran sungai yang dapat mempengaruhi kualitas perairan sebagai habitat
kerang darah dan mengancam kelangsungan hidup organisme tersebut.
Keberlangsungan populasi sumberdaya kerang darah akan tetap terjaga jika
individu-individu dari anggota populasi tersebut mampu bertahan hidup. Untuk
mengantisipasi agar populasi kerang darah selalu tersedia, diperlukan pengkajian
dan penelaahan yang mendalam tentang struktur populasi, keterkaitan antara
tingkat eksploitasi terhadap sumberdaya kerang darah dan pengaruhnya terhadap
keragaan pertumbuhan populasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai aspek pertumbuhan dan laju eksploitasi pada kerang darah, sehingga

2

informasi tersebut dapat menjadi acuan dasar yang penting dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya kerang darah sehingga populasinya di ekosistem dapat
dipertahankan dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah
Permasalahan yang timbul akibat adanya kegiatan penangkapan sumberdaya
kerang darah di perairan Lampung Timur adalah permasalahan eksploitasi
sumberdaya kerang darah yang berlebihan sehingga menyebabkan penurunan
stok. Permasalahan ini diindikasikan dengan terjadinya penurunan produksi
tangkapan yang disertai dengan ukuran hasil tangkapan yang semakin kecil dan
daerah penangkapan nelayan yang semakin jauh dari pantai. Kondisi ini
disebabkan oleh sistem penangkapan yang bersifat eksploratif dengan penggunan
alat tangkap yang tidak selektif dan tidak memperhatikan struktur populasi yang
dapat mengganggu habitat dan siklus hidup, pengurangan biomassa, penurunan
jumlah kelimpahan, dan penurunan ukuran kerang tangkapan yang berdampak
terhadap penurunan hasil tangkapan di perairan tersebut. Hal ini dirasakan nelayan
setempat sebagai dampak dari eksploitasi yang tinggi dan aktifitas penangkapan
yang terus-menerus dilakukan oleh masyarakat sekitar. Laju penangkapan yang
berlebih akan mempengaruhi tingkat reproduksi, hal ini dapat dilihat dari ukuran
kerang darah yang semakin kecil dan keberadaannya di alam yang dapat
mengakibatkan kepunahan spesies dan perubahan pola reproduksi. Oleh sebab itu
diperlukan adanya suatu pengelolaan yang baik untuk menjaga kelestarian kerang
darah. Diagram alir perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumberdaya
Kerang Darah

Upaya
Penangkapan

Siklus Hidup :
Pertumbuhan

Sumberdaya Lestari
dan Berkelanjutan

Laju Eksploitasi

Penurunan Produksi
Ukuran Semakin
Kecil

Pengelolaan
Sumberdaya

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju eksploitasi berdasarkan hasil
analisis mortalitas penangkapan serta keragaan pertumbuhan dari sumberdaya
kerang darah yang meliputi analisis morfometrik-meristik diantaranya analisis

3

hubungan panjang berat, distribusi panjang berat, dan faktor kondisi. Selain itu
penelitian ini juga bertujuan menduga pengaruh laju eksploitasi terhadap keragaan
pertumbuhan kerang darah di perairan Kuala Penet, Lampung Timur.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dasar
mengenai beberapa keragaan pertumbuhan kerang darah (Anadara granosa) di
perairan Kuala Penet, Lampung Timur, selanjutnya dapat dipergunakan sebagai
acuan dalam upaya pengelolaan perikanan kerang darah agar dapat dimanfaatkan
secara optimal dan berkelanjutan.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan Kuala Penet, Kecamatan Labuhan
Maringgai, Kabupaten Lampung Timur yang merupakan daerah penangkapan
kerang darah. Lokasi tersebut dipilih karena memiliki tingkat produksi kerang
yang tinggi di perairan timur Lampung. Secara geografis, daerah penelitian
terletak diantara 105o 47’ 59,11” BT - 105o 57’ 34,84” BT dan 5o 13’ 59,11” LS –
5o 36’ 32,24” LS yang bermuara tiga sungai yaitu Sungai Way Sekampung di
sebelah selatan, Sungai Way Nibung di sebelah tengah, dan Sungai Way Penet di
sebelah utara. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juni 2011 dengan
interval waktu pengambilan contoh satu bulan. Penelitian dilakukan dengan
pengambilan contoh pada 2 stasiun dengan 3 sub-stasiun yang berada di perairan
Kuala Penet, Lampung Timur. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi
Perikanan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB,
Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB, dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen
Budidaya Perairan dan Laboratorium Fisika dan Kimia Lingkungan, Bagian
Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling), Depertemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian
Bogor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

4

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel kerang darah (Anadara granosa) di
perairan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur

Alat dan Bahan
Adapun biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang darah
yang berasal dari perairan Kuala Penet yang terletak di timur perairan Lampung.
Peralatan yang digunakan dalam menunjang keberhasilan dan kesuksesan dalam
penelitian diantaranya kapal/perahu bermotor untuk mobilisasi pengambilan
contoh, dan alat penangkap kerang (garok) coolbox untuk menyimpan contoh,
jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm untuk mengukur proyeksi profil,
timbangan O-Haus ketelitian 0,0001 gram untuk mengukur berat tubuh dan untuk
mengukur berat gonad, perangkat alat bedah, stopwatch, botol contoh, GPS,
floating drodge, kompas bidik, dan perangkat pengukur kualitas air yang meliputi
thermometer air raksa, tongkat, secchi disc, tali, refraktometer, kertas indikator
derajat keasaman, dan untuk parameter biologi adalah baki plastik, alat bedah,
kantong plastik, mikroskop, kertas label, tissue, dan kamera digital. Bahan yang
digunakan meliputi biota air berupa kerang darah (Anadara granosa), pengawet
sampel, dan data-data sekunder

Metode Kerja
Prosedur Kerja di Lapang
Lokasi pengambilan kerang darah contoh dilakukan di perairan Kuala Penet,
Lampung Timur. Penentuan lokasi stasiun pengambilan contoh di perairan ini
menggunakan metode purposive sampling berdasarkan daerah feeding ground
kerah darah. Daerah ini memiliki tingkat populasi dan penangkapan kerang darah
yang tinggi. Pengambilan kerang darah (Anadara granosa) contoh pada lokasi
penelitian dibagi menjadi 2 stasiun dan pada setiap stasiun terdapat 3 sub-stasiun
dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan selang waktu satu kali tiap
bulan dari bulan April 2011 hingga Juli 2011. Titik sampling setiap stasiun
penelitian ditentukan secara acak (random sampling) dan sesuai keberadaan

5

kerang darah di perairan tersebut. Pengambilan kerang darah contoh ditangkap
dengan menggunakan garok yang telah ditentukan berdasarkan lokasi yang biasa
digunakan nelayan untuk menangkap kerang darah pada setiap titik pengambilan.
Garok dioprasikan dengan cara menurunkan garok tersebut ke dasar perairan,
kemudian ditarik oleh kapal. Setiap kali jarak tertentu selama 30 menit garok
diangkat ke atas kapal untuk diambil hasilnya. Hasil tangkapan yang diperoleh
selanjutnya hanya sebagian saja yang diambil sebagai sampel contoh, yaitu pada
garokan pertama sampai ketiga. Kerang darah di perairan Kuala Penet biasanya
ditangkap dengan mengunakan alat tangkap garok, akan tetapi masih ada sebagian
nelayan yang menangkap kerang darah secara tradisional langsung dengan
menggunakan tangan. Garok merupakan alat tangkap yang didesain khusus untuk
mengumpulkan kerang, terdiri dari kantong yang di bagian mulutnya diberi
bingkai besi berbentuk segitiga sama sisi. Alat pengumpul kerang diklasifikasikan
ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989). Daerah pengoperasian alat
garok sebagai pengumpul kerang adalah di dasar perairan, bisa di pantai berpasir
atau berlumpur. Parameter utama dari alat pengumpul kerang ini adalah
konstruksi dan ukuran bingkai. Berdasarkan daerah pengoperasian dan cara
penggunaannya, alat tangkap garok memiliki konstruksi dengan kegunaannya
sebagai berikut,
a. Mulut raga, di bagian ini diberi bingkai dari besi berbentuk segitiga sama sisi
dengan ukuran ketiga sisinya 80 cm x 80 cm x 80 cm;
b. Kantong, dibentuk dari anyaman kawat, bagian ujungnya berbentuk agak
membulat, berfungsi sebagai tempat kerang ditangkap;
c. Gigi raga, terbuat dari bahan besi (gigi garok) di bagian bawah bingkai;
d. Lempengan besi yang mengelilingi mulut garok, merupakan penghubung
antara mulut bingkai dengan anyaman kawat dengan ukuran 2,5 cm;
e. Tangkai yang terbuat dari bambu dengan panjang 4 - 5 m yang digunakan
oleh nelayan saat mengangkat kerang yang tertangkap.
Pengoperasian alat pengumpul kerang dilakukan dengan perahu sebagai alat
penarik, umumnya dilakukan pada siang hari. Cara pengoperasiannya yaitu
menurunkan 2 - 6 alat pengumpul kerang sekaligus dari sisi kiri/kanan perahu
kemudian ditarik menelusuri dasar perairan menggunakan tali panjang (300 - 500
m) yang salah satu ujungnya diikat pada patok (tiang pancang atau jangkar).
Untuk membantu penarikan, digunakan alat bantu berupa penggulung (roller).
Setiap kali pada jarak tertentu, alat pengumpul kerang diangkat ke atas perahu
untuk pengambilan hasil tangkapan. Hal ini terus dilakukan sampai tali habis
tergulung, artinya telah dilakukan beberapa kali pengangkatan alat pengumpul
kerang (Subani dan Barus 1989). Contoh kerang darah yang telah diambil
dimasukan ke dalam coolbox yang berisi es. Selain itu dilakukan pengukuran
kualitas air untuk mengetahui kondisi perairan tersebut yang meliputi suhu,
salinitas, derajat keasaman, kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman dilakukan
pada saat pengamatan dan pengambilan data sekunder yang meliputi data statistik
perikanan.
Prosedur Kerja di Laboratorium
Pengukuran Panjang Berat dan Pengamatan Jenis Kelamin
Sempel kerang darah yang telah diambil dari coolbox, kemudian dipisahkan
berdasarkan stasiun area penangkapannya untuk selanjutnya akan dilakukan

6

analisa morfometrik meristik di laboratorium. Kerang contoh yang telah dibawa
ke laboratorium diukur morfometrik yang meliputi panjang cangkang (cm), lebar
cangkang (cm), tinggi umbo (cm), tebal (cm) dengan menggunakan jangka sorong
dengan ketelitian 0,01 mm. Berat total (gr), berat daging (gr), berat gonad (gr)
diukur dengan menggunkan timbangan O-haus dengan ketelitian 0,0001 gram dan
selain itu dianalisis jenis kelamin kerang contoh. Penentuan jenis kelamin
dilakukan dengan pembedahan kemudian dilihat secara secara visual dari warna
gonad, individu jantan diketahui dari gonad yang berwarna putih susu hingga
putih krem, sedangkan yang betina gonadnya berwarna oranye hingga kemerahan.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder digunakan untuk menunjang data primer. Pengumpulan data
sekunder didapat dari arsip Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung
Timur. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan kerang
darah (Anadara granosa) yang tertangkap, alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap kerang darah dan produksi di perairan Kuala Penet, Lampung Timur
selama lima tahun terakhir.
Analisis Data
Sebaran Frekuensi Panjang
Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah
data panjang total kerang darah yang ditangkap di perairan Kuala Penet. Tahap
untuk menganalisis data frekunsi panjang adalah :
a) Menentukan wilayah kelas yang diperlukan
(WK) = Max – Min ; Max = data terbesar ; Min = data terkecil.
b) Menentukan jumlah kelas
(JK) = 1 + 3,32 log N ; N = jumlah contoh
(1)
c) Menentukan lebar selang kelas
(L) = WK/JK
(2)
d) Memilih ujung kelas interval pertama
e) Menentukan selang frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing
kelas dengan memasukkan panjang masing-masing kerang contoh pada
panjang selang kerang yang ditentukan.
Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang
sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat
sebuah pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran
kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada (kohort). Bila
terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari
satu kohort.
Pertumbuhan
Hubungan Panjang Berat
Analisis pola pertumbuhan kerang darah menggunakan hubungan panjang
dengan rumus sebagai berikut (Effendie 2002):
W = aLb
(3)
Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan
sebagai berikut :
Log W = Log a + b Log L
(4)

7

untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan
Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai
berikut:
y = b0 + b 1 x
(5)
untuk menguji nilai b = 3 melawan b < 3 atau b < 3 dilakukan uji-t (uji
parsial) dengan hipotetis :
H0 : b = 3, hubungan panjang dan berat adalah isometrik
H1 : b < 3, hubungan panjang dan berat adalah allometrik negatif
atau, b > 3, hubungan panjang dan berat adalah allometrik positif
W adalah berat, L adalah panjang, Log a adalah intersep (perpotongan
kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y), b adalah penduga pola
pertumbuhan panjang berat.
Hipotesis yang digunakan adalah bila b=3 maka disebut isometrik (pola
pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat). Jika b3 allometrik
positif (pola pertumbuhan berat lebih dominan) (Effendie 2002).
(6)

(7)

b1 adalah nilai b (dari hubungan panjang berat), b0 adalah 3, Sb1 adalah
simpangan koefisien.
Bandingkan nilai thitung dan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%.
Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan kerang, maka kaidah keputusan
yang dimbil adalah :
thitung > ttabel = tolak hipotesis H0
thitung < ttabel = gagal tolak hipotesis H0
Faktor Kondisi
Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan kerang yang dinyatakan
dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi
menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup
maupun reproduksi. Jika pertumbuhan kerang darah termasuk pertumbuhan
isometrik (b=3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus
berikut (Effendie 2002).
(8)

K adalah faktor kondisi, W adalah berat kerang contoh (gram), L adalah
panjang kerang contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan
bersifat allometrik positif umumnya kerang diamati lebih gemuk dibandingkan
kerang yang bertipe allometrik negatif.
Parameter Pertumbuhan (L∞,K, dan t0)
Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana
dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bertalanffy dengan

8

interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy (King 1995).
(9)
atau,
(10)
Lt adalah panjang kerang pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah
panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien
pertumbuhan (per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama
dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan (11) menjadi:
(11)
sehingga,
(12)
dengan mendistribusikan persamaan (10) ke (12), diperoleh
(13)
atau,
(14)
Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan
panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1 =tahun, bulan,
atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (14) dan (15) dapat diduga dengan
persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt sebagai absis (x) di plotkan terhadap
Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K
dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1-e-K]. Nilai K dan L∞ di peroleh
dengan cara sebagai berikut :
K = -ln (b)
(15)
dan,
(16)
Umur kerang pada saat panjang sama dengan nol secara teoritis dapat
diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly (Pauly 1980 in
Sparre & Venema) sebagai berikut.
Log (-t0) = 0.3922-0.2752 (Log L∞) – 1.038 (Log K)
(17)
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Tingkat eksploitasi sumberdaya kerang suatu perairan merupakan nisbah
antara produksi dengan besarnya potensi lestarai yang dinyatakan dalam persen
atau sebagai hasil perbandingan antara besarnya kematian akibat penangkapan
dengan besarnya total kematian. Evaluasi tingkat eksploitasi terhadap sumberdaya
diperlukan agar pengelolaan sumberdaya tersebut bersifat rasional atau dapat
lestari dan berkelanjutan.

9

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan
berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkahlangkah sebagai berikut.
Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan
mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy.
(18)
Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata kerang untuk
tumbuh dari panjang L1 ke L2 (t)
(19)
Langkah 3 : Menghitung (t+t/2)
(20)
Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang
dikonversikan ke panjang
(21)
persamaan (20) adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris
Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut.
Ln M = - 0.0152-0.279*Ln L∞ + 0.6543*Ln K + 0.463*Ln T
(22)
(23)
M adalah mortalitas alami, L∞ adalah panjang asimsotik pada persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C).
Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan :
F=Z–M
(24)
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan
(F) terhadap mortaliatas total (Z) (Pauly 1984) :
(25)
Laju mortalitas penangkapn (F) atau laju eksploitasi optimum menurut
Gulland (1971) in Pauly (1984) adalah :
Foptimum = M dan Eoptimum = 0.5
(26)
Secara kasar diasumsikan bahwa jika nilai F adalah kira-kira sama dengan
M, maka fungsi penangkapan ada pada titik MSY. Hal ini dapat terjadi jika
rekruitmen yang terjadi pada level equilibrium titik tereksploitasi.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Salah satu wilayah pesisir Indonesia yang memiliki kekayaan dan potensi
yang besar adalah wilayah pesisir di perairan Kuala Penet Lampung Timur. Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur tahun 2010 mencatat bahwa
pantai timur Provinsi Lampung yang mempunyai garis pantai sepanjang 270 km
merupakan wilayah pesisir dengan beragam potensi yang dapat menunjang
pembangunan. Diantaranya potensi yang dimiliki yaitu potensi wilayah laut seluas
108 Km x 4 mil (1 mil = 1,852 Km) atau seluas 200.016 km, potensi wilayah
perikanan seluas 22.548,05 ha dengan luas wilayah pemanfaatan 15.909,29 ha dan
luas wilayah tambak rakyat sebesar 8.000 ha dengan wilayah pemanfaatan 4728
ha. Saat ini pantai timur Lampung mengalami degradasi lingkungan yang cukup
parah, terutama akibat adanya kerusakan habitat mangrove yang diperparah
dengan terjadinya abrasi pantai. Kerusakan hutan mangrove sebagai green belt
diwilayah tersebut sudah menghilangkan fungsinya sebagai sarana mitigasi
bencana diwilayah pesisir dan peranannya dalam menunjang produksi perikanan
tangkap dengan komoditas hasil tangkapan berupa udang, ikan pari, ikan kakap,
kerang-kerangan dan jenis ikan laut lain yang ada di pantai pesisir timur.
Perairan Kuala Penet merupakan wilayah yang potensial dalam
penangkapan kerang darah bagi nelayan-nelayan Labuhan Maringgai dan
sekitarnya. Nelayan yang berada di sekitar perairan Kuala Penet merupakan
nelayan tradisional yang banyak menggunakan kapal dengan ukuran 3-8 GT.
Hasil tangkapan utama nelayan berupa ikan-ikan jenis pelagis kecil, rajungan,
udang, kepiting bakau dan kerang-kerangan bagi nelayan yang berprofesi khusus
menangkap kerang.
Pada perairan Kuala Penet terdapat beberapa sungai yang bermuara di
perairan ini diantaranya sungai Way Sekampung, sungai Way Nibung, dan sungai
Way Penet. Daerah lingkungan sekitar areal penelitian banyak ditumbuhi
pepohonan mangrove dan bakau serta dibagian sebelah utara banyak terdapat
areal tambak rakyat. Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
proses biologis dan fisiologis, seperti kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan
reproduksi organisme air. Perubahan lingkungan yang sangat ekstrim dapat
mengganggu kelangsungan hidup organisme air, bahkan jika terjadi terus menerus
organisme tersebut akan mengalami kepunahan.
Kondisi habitat kerang darah pada lokasi penelitian di perairan Kuala Penet
berupa lumpur dasar yang relatif halus, berwarna abu-abu dengan sedikit berbau
(bau lumpur) yang mengindikasikan bahwa kandungan detritus pada perairan ini
relatif tinggi. Parameter fisika air yang diamati adalah suhu dan kecepatan arus.
Suhu perairan sangat penting bagi kehidupan biota perairan, karena untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan yang optimal dan sangat berpengaruh baik
pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan
(Hutabarat & Stewart 1984).
Suhu di perairan Kuala Penet selama penelitian berlangsung berfluktuatif
secara musiman yang berkisar antara 26,5oC – 30oC. Suhu perairan pada bulan
Mei merupakan suhu paling rendah diantara bulan lainnya selama peenelitian.

11

Besarnya suhu ini cocok untuk kehidupan kerang darah di perairan Kuala Penet
dengan melihat keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Berdasarkan Broom
(1985) suhu yang sesuai untuk setiap spesies pada kerang darah berbeda-beda
tergantung pada kondisi geografisnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan
kerang darah untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Misalnya, kerang darah
di Malaysia umumnya dapat hidup dengan suhu permukaan air rata-rata 29oC 32oC. Lain halnya di Phuket, Thailand suhu air yang sesuai adalah 25oC - 32.8oC
(Boonruang & Janekarn 1983 in Broom 1985). Suhu sangat berpengaruh, baik
pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan
(Hutabarat & Stewart 1984), dimana suhu merupakan salah satu pemicu
dimulainya proses gametogenesis pada siklus reproduksi (Bayne 1985 in Freites
et al. 2010). Berdasarkan penelitian Kusukabe (1959) in Broom (1985) kerang
darah memijah pada suhu air 25oC - 27°C.
Selain kondisi suhu perairan yang diamati, parameter fisika lain yang
diamati adalah arus. Kecepatan arus pada perairan Kuala Penet selama penelitian
dilaksanakan berkisar antara 7,56 – 14,21 cm/detik. Kondisi arus seperrti ini
termasuk pada arus yang sangat lemah hingga sedang. Pergerakan air yang lemah
di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus
melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi pemakan detritus, seperti
halnya pada kerang darah (Mann 2000). Kecepatan arus yang kurang dari 10
cm/detik termasuk arus yang sangat lemah, dengan organisme bentik dapat
menetap, tumbuh dan bergerak bebas, sedangkan kecepatan arus 10 - 100
cm/detik termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar,
dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik (Wood 1987).
Parameter kimia air yang diamati adalah salinitas dan derajat keasaman.
Selama pengamatan salinitas pada perairan Kuala Penet berkisar antara 24‰ –
29‰. Salinitas minimun terjadi pada bulan Mei sebesar 24‰ dan salinitas
tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 29‰. Nilai salinitas yang diperoleh sesuai
dengan pernyataan Pathansali (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya
mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 23 ppt, namun pada stadia
muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makan dengan salinitas
yang lebih rendah sampai 18 ppt. Pathansali menambahkan A.granosa termasuk
organisme yang toleran terhadap salinitas yang tinggi dan rendah. Salinitas tinggi
sampai 29 ppt, namun pada salinitas yang sangat rendah, yaitu 9,4 ppt kerang
darah tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian.
Derajat keasaman berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh
kerang darah. Nilai derajat keasaman pada perairan Kuala Penet selama
pengamatan berkisar antara 6,5 – 7,5. Nilai derajat keasaman yang baik
memungkinkan organisme untuk hidup dan tumbuh, serta kehidupan biologis
yang berjalan baik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
derajat keasaman dan menyukai derajat keasaman yaitu pada kisaran 7 - 8.5
(Effendi, 2002). Nilai derajat keasaman ini berpengaruh terhadap proses
metabolisme dalam tubuh kerang darah. Jika proses metabolisme dapat berjalan
dengan baik, maka kerang darah juga dapat tumbuh dan berkembang biak melalui
energi yang dihasilkan dari proses metabolisme. Nilai derajat keasaman di
perairan ini masih berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota ikan
terutama kerang darah (Smith dan Chanley 1975). Kedua parameter fisika dan
kimia perairan yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

12

Tabel 1. Kondisi fisika dan kimia Perairan Kuala Penet selama penelitian
Parameter
Fisika
Suhu
Arus
Kimia Air
Salinitas

Satuan
o

April

Waktu Pengamatan
Mei
Juli

Kondisi
Ideal

C
cm/detik

28
10,35

26,5
7,56

30
14,21

25 - 32,8
10 – 100

ppt (‰)

27

24

29

18 – 29

Derajat
7
7,5
6,5
7 - 8,5
keasaman
Data di atas menggambarkan bahwa kondisi lokasi penelitian di perairan
Kuala Penet masih berada dalam kondisi ideal untuk kerang darah dapat hidup,
tumbuh dan berkembang dengan baik. Kerang darah hasil tangkapan setiap
harinya didaratkan di TPI Labuhan Maringgai Lampung Timur dan TPI
Lempasing di Bandar Lampung. Daerah penangkapan kerang darah dilakukan di
sekitar perairan Kuala Penet. Daerah pemasarannya meliputi Jakarta dan wilayah
sekitar. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang
dibeli oleh para pengumpul dari para nelayan dengan harga Rp 2.500,00 – Rp
4.000,00 per kilogramnya dan dijual kembali kepada konsumen berkisar antara Rp
5.000,00 - Rp 8.000,00 per kilogram dan harga daging berkisar antara Rp
15.000,00 - Rp 17.000,00 per kilogram. Harga kerang darah lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jenis kerang lainnya.

Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan
Kerang darah (Anadara granosa) yang ditangkap di perairan Kuala Penet
untuk dijadikan objek pengamatan selama penelitian memiliki jumlah tangkapan
dan ukuran tangkapan yang bervariasi setiap waktu pengambilan. Total kerang
darah contoh yang ditangkap dan diobservasi selama bulan April 2011 hingga
bulan Juli 2011 berjumlah 378 individu, yang terdiri dari 142 individu pada bulan
April, pada bulan Mei berjumlah 110 individu dan 126 individu pada bulan Juli.
Perbedaan komposisi hasil tangkapan diduga karena adanya upaya penangkapan,
tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan kerang darah itu
sendiri. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat berpengaruh pada
kelimpahan dan perubahan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut.
Tingkat keberhasilan operasi penangkapan juga dapat mempengaruhi perbedaan
komposisi hasil tangkapan, jika para nelayan dapat menangkap kerang darah yang
berukuran lebih besar maka hasil tangkapan didominasi oleh kerang yang
berukuran besar, begitu pula sebaliknya. Sebaran ukuran panjang cangkang
berdasarkan waktu penelitian disajikan pada Gambar 3.

13

Gambar 3. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (Anadara granosa)
berdasarkan waktu pengamatan
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa sebaran ukuran panjang cangkang
kerang darah terletak pada selang kelas 17,20 – 19,85 mm sampai 41,14 – 43,79
mm. Ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling besar adalah kerang
contoh yang berukuran 42,60 mm berada pada selang kelas panjang cangkang
41,14 – 43,79 mm, sedangkan ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling
kecil adalah 17,20 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 17,20 – 19,85
mm. Berdasarkan selang kelas kisaran selang panjang cangkang kerang darah
yang dominan tertangkap pada lokasi perairan Kuala Penet sama tiap bulannya
yaitu pada kisaran 19,86 – 22,51 mm dengan jumlah populasi tertangkap tiap

14

bulannya yang berbeda-beda yaitu pada bulan April sebanyak 59 ekor, bulan Mei
sebanyak 43 ekor dan pada bulan Juli sebanyak 40 ekor.
Faktor yang menyebabkan ukuran kerang darah yang tertangkap semakin
kecil adalah karena tekanan penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya
kerang darah di perairan Kuala Penet. Perbedaan ukuran panjang cangkang kerang
darah disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan waktu pengambilan
contoh, keterwakilan contoh kerang darah yang diambil, dan kemungkinan
terjadinya aktifitas penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah,
juga disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti pengaruh kondisi perairan.
Semakin tinggi tingkat eksploitasi maka ukuran kerang darah akan didominasikan
oleh kerang yang berukuran kecil karena kerang darah berukuran besar telah
hilang, sehingga mempengaruhi kelimpahan dan struktur populasi kerang darah di
perairan tersebut. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat menyebabkan
kelimpahan kerang darah kerang darah di perairan tersebut akan semakin sedikit
dan bisa terjadi kepunahan. Hal itu yang menyebabkan pertumbuhan kerang
berbeda di setiap tempat dan waktu. Pengaruh eksploitasi yang berlebihan (overexploitation) akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata kerang darah yang
tertangkap. Kondisi ini serupa terjadi di perairan Jawa Barat dan Banten seperti di
Perairan Cirebon dan Teluk Banten yang sama-sama mengalami penurunan
jumlah populasi kerang darah, kelimpahan kerang darah dan struktur populasi
kerang darah.

Hubungan Panjang Berat
Pertumbuhan merupakan pertambahan panjang dan berat tubuh dalam satu
satuan waktu. Pertumbuhan dapat diukur dengan mudah sebagai tambahan
panjang cangkang yang merupakan konversi pertumbuhan somatik berupa
hubungan antara ukuran panjang cangkang dan berat tubuh. Hubungan panjang
dan berat kerang darah di perairan Kuala Penet pada setiap pengambilan contoh
disajikan dalam Tabel 2 yang menunjukkan tipe pertumbuhan yang tidak jauh
berbeda. Pengambilan contoh pendahuluan sampai dengan ketiga menunjukkan
tipe pertumbuhan yang sama yaitu allometrik negatif atau laju pertumbuhan
panjang lebih besar dari pada laju pertumbuhan beratnya.
Tabel 2. Hubungan panjang berat kerang darah (Anadara granosa) setiap
pengambilan contoh di perairan Kuala Penet
Pengambilan
Contoh

Waktu

N

a

B

R2

1

23 April 2011

142

0,0036

2,4314

0,9264

2

22 Mei 2011

110

0,0028

2,5055

0,8924

3

2 Juli 2011

126

0,0019

2,6118

0,9324

Keterangan
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif
Allometrik
negatif

Hubungan panjang dan berat kerang adalah parameter yang dapat digunakan
untuk menganalisis pola pertumbuhan kerang, dengan kata lain hubungan panjang
berat digunakan untuk menduga berat melalui panjang dan sebaliknya. Analisis
hubungan panjang dan berat menggunakan data panjang total dan berat basah

15

kerang contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu kerang darah di perairan
Kuala Penet. Hubungan panjang berat kerang darah disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang
darah (Anadara granosa) jantan
Gambar 4 menunjukkan bahwa hubungan panjang berat pada kerang darah
jantan memiliki persamaan W = 0,0023L2,5709. Koefisien determinasi (R2) yang
diperoleh sebesar 0,9181, yang menunjukkan bahwa berdasarkan keragaman berat
total, model dugaan dapat menjelaskan hubungan antara panjang (dalam hal ini
tinggi cangkang) dan berat total kerang darah sebesar 91,81%. Berdasarkan hasil
perhitungan statistik (uji t) pada perbandingan panjang cangkang dengan berat
total diperoleh nilai a sebesar 0,0023 dan b sebesar 2,5709, sehingga t hitung
bernilai 6,6828 (Lampiran 2). Jika nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel
sebesar 1,9767 maka kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0 (t hitung > t
tabel), yang menunjukkan bahwa pola hubungan pertumbuhan panjang berat
kerang darah jantan allometrik negatif, yaitu pertambahan berat cangkang lebih
dominan dibandingkan pertambahan panjang total. Berat total merupakan
gabungan antara berat cangkang dengan berat daging. Pada kerang darah, secara
keseluruhan berat cangkang lebih dominan dibandingkan berat daging. Pada saat
pertambahan panjang cangkang terjadi pertambahan berat cangkang dan
pertambahan berat total. Oleh karena itu pertambahan panjang sama dengan
pertambahan berat total.
Berdasarkan Day & Fleming (1992) in Setyono (2006) menyatakan bahwa
ada tiga faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan kekerangan yaitu suhu air,
makanan dan aktifitas reproduksi (pemijahan). Hubungan panjang berat
berpengaruh terhadap kondisi tubuh (kemontokan) kerang darah, jika cangkang
terisi penuh oleh daging maka kerang darah montok, namun jika cangkang tidak
terisi penuh oleh daging maka kerang darah kurang montok (kopong).
Berdasarkan Effendie (2002) nilai yang didapatkan dari perhitungan panjang berat
dapat digunakan untuk menduga berat dari panjang maupun sebaliknya, pola
pertumbuhan, kemontokan dan perubahan lingkungan.
Seperti halnya pada kerang darah jantan, Gambar 4 menunjukkan adanya
hubungan panjang berat pada kerang darah betina.

16

Gambar 5. Hubungan antara panjang cangkang dengan berat total pada kerang
darah betina
Jika panjang cangkang dibandingkan dengan berat total maka kerang darah
betina memiliki persamaan W = 0,0027L2,5121. Koefisien determinasi (R2) yang
diperoleh dari perbandingan panjang cangkang dengan berat total sebesar 0,9518
yang berarti bahwa berdasarkan keragaman berat total, model dugaan dapat
menjelaskan hubungan antara panjang (dalam hal ini tinggi cangkang) dan berat
cangkang kerang darah sebesar 95,18%. Setelah dilakukan perhitungan statistik
(uji t) diperoleh nilai t hitung sebesar 13,1207 dan t tabel sebesar 1,9703
(Lampiran 2). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya tolak H0 (t
hitung > t tabel), sehingga pola hubungan pertumbuhan panjang berat kerang
darah betina allometrik negatif, yaitu pertambahan bobot cangkang lebih dominan
dibandingkan pertambahan panjang total. Kerang darah yang mengalami
pertumbuhan somatik menyebabkan adanya pertambahan jaringan tubuh,
termasuk cangkang dan daging sehingga terjadi pertambahan panjang cangkang,
berat cangkang, berat daging dan berat total (berat cangkang dan berat daging).
Pertambahan panjang cangkang menyebabkan pertambahan berat cangkang, yang
kemudian menyebabkan pertambahan berat total. Menurut Effendie (2002) pola
pertumbuhan allometrik negatif mengindikasikan bahwa ketersediaan makanan di
perairan berlebih sehingga lebih dominan pertambahan berat dibandingkan
panjang.
Hubungan panjang berat merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan
dan persamaan produksi. Lee (1986) in Vakily (1989) menyebutkan bahwa
panjang cangkang dapat digunakan dalam mengukur pertumbuhan yang kemudian
dapat mengukur produksi. Adanya perbedaan pola pertumbuhan yang terjadi
dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang cenderung sulit
untukdikontrol diantaranya seperti keturunan (gen) dan kelamin, serta faktor
eksternal yaitu parasit, penyakit, makanan dan suhu (Effendie 2002). Broom
(1982) menambahkan bahwa variasi temporal pertumbuhan dapat disebabkan
karena beberapa faktor, diantaranya ketersediaan makanan, suhu, dan salinitas.
Pola pertumbuhan isometrik atau allometrik tidaklah selalu tetap pada suatu
spesies. Perbedaan nilai b dapat terjadi pada spesies yang sama di lokasi berbeda
atau lokasi yang sama pada musim berbeda. Perubahan pola pertumbuhan juga
diduga adanya perubahan komposisi makanan dan kompetisi pada saat musim
berganti.

17

Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah
Eksploitasi sumberdaya kerang darah yang telah terjadi perlu dikaji lebih
dalam untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami.
Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas
penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas
tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) kerang
darah dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data
panjang cangkang. Untuk menduga laju mortalitas alami dengan menggunakan
rumus empiris pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan
perairan Kuala Penet sebesar 28,25°C. Adapun hasil analisis parameter
pertumbuhan dan parameter moralitas disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah
(Anadara granosa) dengan menggunakan program FISAT II di perairan
Kuala Penet
Lokasi
Kuala Penet
Bondet
Mundu

Parameter Pertumbuhan
L∞
K
M
44,59
1,7
1,619
47,70
0,51
0,7154
49,05
2,30
1,9169

Parameter Mortalitas
F
Z
E
6,717
8,336
0,806
1,2705
1,9859
0,6398
7,7776
9,5945
0,8023

Keterangan : L∞ = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien
pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (pertahun); Z =
laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan
(per tahun); E= laju eksploitasi
Dari hasil analisis parameter pertumbuhan di perairan Kuala Penet,
diperoleh nilai L∞ sebesar 44,59. Nilai L∞ dapat dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dipengaruhi
oleh keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal
yang dapat dipengaruhi adalah suhu dan ketersedian makanan (Effendi 2002).
Laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Kuala Penet, diduga
sebesar 8,336 per tahun. Nilai Z tergantung dari laju mortalitas alami (M) dan laju
mortalitas penangkapan (F). Fluktuasi laju mortalitas alami (M) sumberdaya
perairan sulit ditentukan, sehingga diasumsikan variasi nilai Z dari tahun ke tahun
hanya tergantung dari variasi nilai F. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Kuala
Penet diduga sebesar 1,619 per tahun. Laju mortalitas alami (M) dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, seperti kondisi perairan, predator, penyakit, persaingan
makanan dan mati karena tua. Spesies yang sama dapat memiliki laju mortalitas
alami yang berbeda pada lokasi atau habitat yang berbeda (Sparre et. al 1989).
Dari persamaan Z = F+M, dengan menggunakan masukan nilai Z dan M yang
sudah dikoreksi, maka diperoleh laju mortalitas penangkapan (F). Laju mortalitas
penangkapan di perairan Kuala Penet diduga sebesar 6,717 per tahun (Lampiran
4). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa di lokasi tersebut ditemukan
laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dari laju mortali