Ekologi Makan Burung Pantai Dan Kaitannya Dengan Kondisi Lingkungan Lahan Basah Wonorejo, Surabaya

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA
DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH
WONOREJO, SURABAYA

NANANG KHAIRUL HADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekologi Makan Burung
Pantai dan Kaitannya dengan Kondisi Lingkungan Lahan Basah Wonorejo,
Surabaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Nanang Khairul Hadi
NIM P052120161

iii

RINGKASAN
NANANG KHAIRUL HADI. Ekologi Makan Burung Pantai dan Kaitannya
dengan Kondisi Lingkungan Lahan Basah Wonorejo, Surabaya. Dibimbing oleh
YENI ARYATI MULYANI dan YUSLI WARDIATNO.
Lahan basah Wonorejo yang terletak di kawasan Important Bird Area (IBA)
Pantai Timur Surabaya telah diketahui sebagai lokasi persinggahan bagi burung
pantai yang melakukan migrasi. Aktivitas utama burung pantai selama berada di
lokasi persinggahan adalah mencari pakan dan istirahat. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali infomasi mengenai komunitas burung pantai, aktivitas mencari
makan, potensi pakan, dan kondisi lingkungan lahan basah Wonorejo.

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Maret 2016.
Lokasi penelitian berada di lahan basah Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota
Surabaya. Pengamatan burung pantai dilakukan di tambak dan hamparan lumpur
dengan menggunakan metode konsentrasi. Pengambilan sampel makrozoobentos
dan substrat dengan menggunakan metode core dan ayakan. Pengukuran kualitas
air dilakukan secara langsung di lapangan dan analisis di laboratorium.
Hasil penelitian mendapatkan 21 spesies burung pantai yang terdiri dari tiga
famili. Famili yang paling mendominasi adalah Scolopacidae, Charadriidae, dan
Recurvirostridae. Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan di hamparan
lumpur (H’= 2,37 E= 0,59) lebih tinggi dibanding di tambak (H’= 2,18 E= 0,46).
Jenis burung dengan kelimpahan tertinggi di tambak adalah Tringa nebularia
(20%) dan Limosa limosa (20%), sedangkan di hamparan lumpur Tringa totanus
(17%), Pluvialis fulva (14%) dan Calidris ferruginea (14%).
Terdapat dua aktivitas utama burung pantai, yaitu makan dan beristirahat.
Aktivitas makan lebih banyak dilakukan di hamparan lumpur (77,25%) dibanding
di tambak (19,15%), sedangkan aktivitas istrahat/tidak makan lebih banyak
dilakukan di tambak (80,84%) dibanding di hamparan lumpur (22,74%). Perilaku
makan burung pantai yang termasuk kedalam kelompok visual terdiri dari 5 jenis,
lebih visual 7 jenis, dan lebih tactile 9 jenis. Selain itu perilaku makan berdasarkan
tipe pergerakan paruh yang lebih dominan pecking terdiri dari 5 jenis, jab 3 jenis

dan probe 9 jenis.
Terdapat 11 jenis makrozoobentos yang terdiri dari lima kelompok yaitu
Crustacea, Bivalvia, Gastropoda, Coleoptera, dan Polychaeta. Nilai
keanekaragaman makrozoobentos di tambak (H’= 0,63) lebih tinggi dibanding
hamparan lumpur (H’= 0,40), namun nilai kemerataan di hamparan lumpur lebih
tinggi (E= 0,37) dibandingkan di tambak (E= 0,27). Kepadatan makrozoobentos di
hamparan lumpur didominasi oleh Bivalvia (97%) sedangkan di tambak didominasi
oleh Crustacea (86%). Bivalvia dan Crustacea merupakan salah satu pakan utama
burung pantai. Hasil analisis terhadap kualitas air pada kedua lokasi pengamatan
secara umum masih dalam batas normal untuk mendukung kehidupan
makrozoobentos. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kelimpahan burung
pantai mempunyai korelasi sangat erat dengan kepadatan makrozoobentos (p <
0,01; r = 1,0).
Kata kunci: burung pantai, ekologi makan, lahan basah Wonorejo, makrozoobentos

iv

SUMMARY
NANANG KHAIRUL HADI. Feeding Ecology of Shorebirds and it’s Relation to
the Environment Condition of Wonorejo Weltands, Suarabaya. Supervised by

YENI ARYATI MULYANI dan YUSLI WARDIATNO.
Wonorejo wetland is located in the Important Bird Area (IBA) of Surabaya
East Coast, and it is known as a stopover site of migratory shorebirds. The main
activities of shorebirds during stopover are feeding and resting. This study aims to
explore information shorebirds species visiting Wonorejo wetlands, their foraging
activity, potential food, and environmental conditions of Wonorejo wetlands.
This study was conducted from November 2015 to March 2016. The
research location is situated in Wonorejo wetlands, District of Rungkut, Surabaya.
Observation of shorebirds were done at ponds and mudflats using concentration
count. Sampling of macrozoobenthos and substrate using cores and sieve. Water
quality measurements were carried out directly in the field and laboratory analysis.
The results showed that there are 21 species of shorebirds of three families,
Scolopacidae, Charadriidae, and Recurvirostridae. Scolopacidae was the most
dominant family. The indices of diversity and evenness in the mudflats (H'= 2,37
E= 0,59) was higher than in ponds (H'= 2,18 E= 0,46). The species with the highest
abundance in the ponds were Tringa nebularia (20%) and Limosa limosa (20%),
whereas in the mudflats Tringa totanus (17%), Pluvialis fulva (14%) and Calidris
ferruginea (14%) were the dominant species.
Therea are two main activities observed were foraging and resting. Foraging
was done more in mudflats (77,25%) than in ponds (19,15%), while resting activity

was mostly done in ponds (80,84%) than in the mudflats (22,74 %). Feeding
behavior of shorebirds are included in the visual group consisting of 5 species, more
visual 7 species, and more tactile 9 species. In addition, feeding behavior based on
the type of beak movement that more dominant pecking consists of 5 species, jab 3
species, and probes 9 species.
Eleven species of macrozoobenthos that consists of five groups:
Crustaceans, bivalves, gastropods, Coleoptera, and Polychaeta were recorded. The
diversity index of macrozoobenthos in ponds (H’= 0,63) was higher than that in the
mudflats (H'= 0,40), but the evennes index in the mudflats was higher (E= 0,37)
compared to those in the ponds (E= 0,27). Macrozoobenthos density on mudflats
was dominated by bivalves (97%), while in the ponds it was dominated by
crustaceans (86%). Bivalves and crustacean are the main feed of shorebirds.
Analysis of the water quality in the two observation sites shows that values of are
within normal limits for the life of macrozoobenthos. The results of this study
indicate that the abundance of shorebirds is closely correlated with the density of
macrozoobenthos (p < 0,01; r = 1,0).
Key words : feeding ecology, macrozoobenthos, shorebirds, Wonorejo wetlands

v


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

EKOLOGI MAKAN BURUNG PANTAI DAN KAITANNYA
DENGAN KONDISI LINGKUNGAN LAHAN BASAH
WONOREJO, SURABAYA

NANANG KHAIRUL HADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 sampai Maret 2016 ini
adalah burung pantai, dengan judul Ekologi Makan Burung Pantai dan Kaitannya

dengan Kondisi Lingkungan Lahan Basah Wonorejo, Surabaya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yeni A. Mulyani, MSc dan
Bapak Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Jarwadi
B. Hernowo MScF selaku penguji luar yang telah banyak memberi saran dan
masukan. Di samping itu, rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Mas Iwan
‘Londo’ Febrianto, ST, Cipto Dwi Handono, SSi, dan Mas Kamal ITS yang telah
banyak membantu selama pengambilan data di lapangan. Terima kasih kepada Cak
Malik dan Cak Ratno yang telah mendampingi selama di lapangan. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada kelompok petani tambak Trunojoyo
khususnya Pak Dar, Pak Il, dan Pak Kan yang telah mengizinkan penulis untuk
mengambil sampel di tambaknya dan juga Bu Rum yang telah banyak membantu
dan menyediakan konsumsi selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Nanang Khairul Hadi

x


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Alat dan Bahan
Pengambilan Data Burung Pantai
Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Analisis Substrat
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Habitat

Potensi Pakan
Komunitas Burung Pantai
Aktivitas Burung Pantai
Pembahasan
Kondisi Fisik Kimia Perairan
Potensi Pakan
Komunitas Burung Pantai
Aktivitas Burung Pantai
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

xi
xi
xii
1
1
2
3

3
3
3
4
4
5
5
6
7
7
7
9
14
19
24
24
26
29
31
34
34
34
35

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Parameter fisika dan kimia yang diamati beserta metode/alat
pengukurannya
Hasil pengukuran faktor fisika kimia di habitat tambak dan
hamparan lumpur di lahan basah Wonorejo
Jenis-jenis makrozoobentos yang terdapat di lahan basah
Wonorejo
Nilai keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) makrozoobentos
di tambak dan hamparan lumpur
Daftar jenis burung pantai di lahan basah Wonorejo pada habitat
tambak dan hamparan lumpur serta status migrasinya
Nilai indeks keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) burung
pantai di tambak dan hamparan lumpur
Proporsi aktivitas burung pantai di tambak dan hamparan lumpur
Pengelompokan burung pantai berdasarkan perilaku makannya
secara visual atau tactile
Perilaku makan burung pantai berdasarkan tipe pergerakan paruh

5
8
10
11
17
17
21
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13

Peta lokasi penelitian burung pantai di lahan basah Wonorejo
Kondisi tambak yang ditumbuhi pohon mangrove pada bagian
tepi dan pematang
Hamparan lumpur merupakan tanah terbuka yang sangat luas dan
muncul ketika air luat sedang surut
Proporsi kelompok makrozoobentos berdasarkan jumlah
spesiesnya di lahan basah Wonorejo
Proporsi kepadatan kelompok makrozoobentos di tambak dan
hamparan lumpur
Grafik kepadatan makrozoobentos di tambak dan hamparan
lumpur
Penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman
Gajahan pengala dan biru-laut ekor hitam termasuk dalam famili
Scolopacidae sedang beristirahat di tambak dalam kelompok
besar
Cerek jawa merupakan salah satu jenis dari famili Charadriidae
dan merupakan jenis penetap
Bagang bayam timur salah satu anggota famili Recurvirostridae
yang banyak ditemukan di lokasi penelitian
Persentase kelimpahan burung pantai di tambak dan hamparan
lumpur
Aktivitas burung pantai di lahan basah Wonorejo
Proporsi aktivitas makan burung pantai di tambak dan hamparan
lumpur

4
7
8
9
12
13
14

15
15
16
19
20
22

xii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Rata-rata kelimpahan burung pantai beserta standar deviasinya
Tekstur substrat berdasarkan analisis 3 fraksi
Daftar jenis makrozoobentos dan nilai kepadatannya
Hasil perhitungan analisis korelasi Spearman

39
40
40
41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Burung pantai merupakan istilah yang digunakan bagi kelompok jenis
burung air yang keberadaannya sangat bergantung pada ekosistem pantai. Secara
taksonomis, burung pantai tergolong dalam 2 famili besar yaitu Charadriidae dan
Scolopacidae dan beberapa jenis lainnya yang termasuk ke dalam famili Jacanidae,
Rostratulidae, Haematopodidae, Recurvisrostridae, Burhinidae, Glareolidae, dan
Phalaropidae. Jumlah jenis burung pantai di seluruh dunia telah teridentifikasi
sebanyak 214 jenis; 65 jenis diantaranya tercatat di Indonesia (Howes et al. 2003).
Sebagian besar burung pantai merupakan burung migran, yang menempuh
jarak sangat jauh, mencapai puluhan ribu kilometer, untuk menghindari musim
dingin di belahan bumi utara menuju belahan bumi selatan. Burung pantai yang
bermigrasi ke wilayah Indonesia umumnya berasal dari belahan bumi utara
(Tirtaningtyas dan Febrianto 2013). Dalam perjalanan migrasinya, burung pantai
akan singgah pada beberapa tempat untuk beristirahat sambil mengisi ulang energi
sebelum melanjutkan perjalanan atau kembali ke tempat asalnya untuk berbiak.
Tempat-tempat yang disinggahi umumnya daerah pantai yang terdapat hamparan
lumpur atau pantai berpasir yang datar dan luas. Selain itu, burung pantai juga
singgah di lahan basah lainnya, seperti rawa, danau, sawah, dan tambak.
Lahan basah Wonorejo (LBW) yang terletak di kawasan Important Bird
Area (IBA) Pantai Timur Surabaya telah diketahui sebagai lokasi persinggahan bagi
burung pantai yang melakukan migrasi (Rombang dan Rudyanto 1999).
Berdasarkan laporan Nurdini (2010) setidaknya terdapat 53 jenis burung air,
termasuk jenis burung pantai, yang tercatat di LBW. Fungsi LBW sebagai lokasi
singgah burung pantai menjadi penting untuk dilestarikan, agar burung-burung
tersebut dapat terus memanfaatkan LBW sebagai lokasi untuk beristirahat dan
mencari makan selama periode musim migrasi.
Lahan basah Wonorejo juga berperan sebagai sistem penyangga kehidupan
Kota Surabaya. Keberadaanya sangat penting sebagai daerah resapan air dan
pengendalian banjir. Selain itu lahan basah tersebut juga berfungsi sebagai daerah
ekowisata, pelestarian mangrove, dan daerah penghasil sumberdaya perikanan
melalui budidaya tambak. Namun di balik semua itu ancaman terhadap kawasan ini
sangat tinggi. Alih fungsi lahan menjadi perumahan merupakan masalah utama.
Jika tidak dilakukan pengendalian terhadap hal tersebut, maka dikhawatirkan
luasan lahan basah akan terus berkurang. Selain itu pencemaran sungai yang berasal
dari limbah domestik dan industri juga menghawatirkan. Hasil penelitian Hadiputra
dan Damayanti (2013) menunjukkan adanya kandungan logam berat Cu pada
makrozoobentos yang terdapat di ekosistem mangrove Wonorejo. Adanya
pencemaran tersebut dapat menurunkan kondisi lingkungan perairan dan pada
akhirnya juga akan berpengaruh terhadap burung pantai yang terdapat di LBW.
Salah satu aktivitas utama burung pantai selama berada di LBW adalah
mencari pakan dan istirahat. Keberadaan pakan sangat penting untuk mengisi ulang
energi sebelum burung-burung tersebut kembali ke tempat asalnya untuk berbiak.
Pakan utama burung pantai adalah hewan invertebrata yang bersifat bentik
(makrozoobentos). Makrozoobentos yang menjadi pakan utama burung pantai

2

adalah Gastropoda, Bivalvia, Polychaeta, Crustacea, dan larva serangga (Masero et
al. 1999; Howes et al. 2003; Placyk & Harrington 2004; Jing et al. 2007).
Ekologi makan burung pantai mempelajari faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi perilaku makan dan pemilihan jenis pakan burung pantai. Howes
et al. (2003), Jing et al. (2007), Zou et al. (2008) dan Santos et al. (2009)
mengungkapkan bahwa perilaku makan dan distribusi burung pantai dipengaruhi
oleh ketersediaan makrozoobentohs. Selain itu, distribusi serta struktur komunitas
makrozoobentos dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kondisi substrat,
temperatur, salinitas, oksigen terlarut, dan bahan organik (Perus dan Bansdorff
2004).
Kehadiran burung pantai di suatu lokasi lahan basah dapat dijadikan
indikator dalam pengkajian mutu dan produktivitas lahan basah (Howes et al.
2003). Namun sampai saat ini, informasi mengenai komposisi serta ekologi makan
burung pantai di LBW masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
komposisi burung pantai, potensi pakan, dan keterkaitan burung pantai dengan
makrozoobentos. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak-pihak terkait sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaan kawasan LBW.
Rumusan Masalah
Lahan basah Wonorejo merupakan areal lahan basah yang memiliki arti
penting sebagai habitat singgah bagi burung pantai yang melakukan migrasi. Fungsi
lahan basah Wonorejo adalah sebagai penyedia pakan bagi burung pantai, lokasi
istirahat, dan areal untuk bersarang bagi jenis penetap. Bagi jenis burung pantai
yang melakukan migrasi, keberadaan pakan sangat penting untuk mengisi ulang
energi sebelum mereka kembali ke tempat asalnya untuk berbiak.
Pakan merupakan kebutuhan dasar bagi burung pantai untuk hidup dan
berkembangbiak. Pakan utama burung pantai adalah makrozoobentos. Burung
pantai cenderung berkumpul serta terkonsentrasi pada daerah yang banyak terdapat
mangsa dan dirasakan paling menguntungkan untuk dimakan. Aktivitas mencari
pakan burung pantai sangat erat kaitannya dengan keberadaan pakan. Lokasi-lokasi
yang digunakan oleh burung pantai dalam mencari pakan menandakan bahwa di
lokasi tersebut banyak terdapat makrozoobentos. Keberadaan makrozoobentos
dapat menandakan kondisi perairan atau lahan basah. Sehingga keberadaan burung
pantai terutama ketika sedang mencari pakan dapat menandakan kondisi
lingkungan lahan basah tersebut.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana komposisi burung pantai di lahan basah Wonorejo?
2. Bagaimana aktivitas mencari makan burung pantai di lahan basah Wonorejo?
3. Bagaimana komposisi makrozoobentos sebagai pakan burung pantai yang
terdapat di lahan basah Wonorejo?
4. Bagaimana hubungan antara burung pantai dengan makrozoobentos?

3

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Tujuan dari penelitian ini adalah :
Menduga komposisi jenis, indeks keanekaragaman dan kelimpahan burung
pantai di lahan basah Wonorejo.
Mendeskripsikan aktivitas mencari makan burung pantai di lahan basah
Wonorejo.
Menduga komposisi jenis, indeks keanekaragaman dan kepadatan
makrozoobentos di lahan basah Wonorejo.
Menganalisis hubungan antara burung pantai dengan makrozoobentos.
Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi ilmiah mengenai ekologi makan burung pantai di lahan basah
Wonorejo.
2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak terkait dalam upaya konservasi habitat
burung pantai dan pengelolaan kawasan lahan basah Wonorejo.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan pada bulan November 2015-Maret 2016. Pengambilan
data di lapangan dilakukan di lahan basah Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota
Surabaya. Titik pengamatan diletakkan di tambak dan hamparan lumpur.
Identifikasi makrozoobentos dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium
Proling IPB. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratrium Kualitas Lingkungan,
Jurusan Teknik Lingkungan ITS.

4

Gambar 1 Peta lokasi penelitian burung pantai di lahan basah Wonorejo
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teropong
binokuler dan monokuler Nikon, kamera DSLR dan lensa zoom 75-300 mm, GPS
receiver Garmin map 65s, alat tulis, jam tangan, buku panduan identifikasi burung
MacKinnon dan buku identifikasi burung air di kawasan Asia, Corer pipa paralon
utuk mengambil sampel tanah atau sedimen (ukuran diameter 4 inci dan panjang 50
cm), ayakan ukuran 1 mm, pinset, kaca pembesar (loop), kantung plastik dan botol
spesimen, serta alkohol 70%.
Pengambilan Data Burung Pantai
Pengambilan data burung pantai menggunakan metode konsentrasi
(concentration count). Berdasarkan survei pendahuluan teramati 5 konsentrasi
burung pantai di areal tambak dan 2 konsentrasi burung pantai di hamparan lumpur,
sehingga pengamatn difokuskan pada ke 7 lokasi tersebut. Waktu pengamatan
mengikuti jadwal pasang surut air laut. Pengamatan di hamparan lumpur dilakukan
pada saat air sedang surut, dan pengamatan di areal tambak dilakukan pada saat air
sedang pasang. Informasi mengenai jadwal pasang surut diperoleh dari aplikasi
DGS Tide di perangkat android. Lama pengamatan untuk setiap konsentrasi burung
kurang lebih 2 jam. Data yang dicatat selama pengamatan adalah jenis burung
pantai, jumlah individu, dan aktivitas. Aktivitas yang dicatat adalah sedang
makan/mencari makan atau tidak makan/istirahat. Aktivitas burung pantai ketika
sedang makan juga diamati yaitu dengan mencatat cara menangkap mangsa
berdasarkan tekniknya yaitu dengan mengandalkan penglihatan (visual), peraba

5

(tactile), atau kombinasi keduanya. Selain itu juga diamati perilaku makan
berdasarkan tipe pergerakan paruh yaitu peck, jab, dan probe.
Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Pengambilan makrozoobentos dilakukan dengan metode core dan ayakan
(Howes et al. 2003). Jumlah stasiun pengambilan sampel yaitu sebanyak 9, dengan
rincian 7 stasiun di areal tambak dan 2 stasiun di hamparan lumpur. Pengambilan
sampel tanah/sedimen menggunakan corer dilakukan sampai kedalaman 10-40 cm.
Pada setiap titik diambil sebanyak 6 core. Sedimen yang diperoleh dari masingmasing core kemudian dimasukkan kedalam ember dan dicampur dengan air.
Sedimen yang telah tercampur dengan air kemudian diayak, sehingga partikel atau
bentos yang ukurannya lebih besar dari 1 mm dapat disaring dan tertinggal dalam
ayakan. Seluruh makrozoobentos yang tersaring kemudian dimasukkan dalam
plastik spesimen dan diawetkan dengan menggunakan alkohol 70%. Selanjutnya
makrozoobentos yang telah diawetkan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi
dan dianalisis.
Analisis Substrat
Pengambilan sampel substrat dilakukan dengan menggunakan core. Sampel
kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengetahui tekstur atau fraksi sedimen.
Pengukuran partikel sedimen menggunakan metode saringan bertingkat. Tekstur
sedimen kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan komposisi
pasir, debu, dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis menggunakan segitiga
tekstur tanah untuk melihat tipe sedimen.
Pengukuran Fisik Kimia Perairan
Pengukuran terhadap parameter fisika kimia perairan dilakukan secara
langsung di lapangan dan dianalisis di laboratorium. Pengukuran parameter fisikakimia perairan yang dilakukan di lapangan mencakup suhu, salinitas, pH, oksigen
terlarut (DO). Selanjutnya parameter fisika-kimia yang akan dianalisis di
laboratorium adalah BOD dan tipe sedimen. Mengenai parameter dan metode yang
digunakan dalam pengukuran fisik kimia perairan tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Parameter fisika
pengukurannya
Parameter
Fisika :
a. Suhu
b. Tipe sedimen
Kimia :
a. pH
b. Salinitas
c. Oksigen
(DO)
d. BOD

terlarut

dan

Unit
o

kimia

yang diamati

Metode/alat

C
%

Termometer
Metode pipet
bertingkat

psu
mg/l

pH meter
Refraktometer
DO – meter

mg/l

Titrasi/metode
inkubasi

beserta

metode/alat

Keterangan

dan

Lapangan
saringan Laboratorium

Lapangan
Lapangan
Lapangan
Winkler

& Laboratorium

6

Analisis Data
Analisis data untuk menghitung keanekaragaman spesies burung pantai dan
makrozoobentos dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (H’) dan
indeks kemerataan (E) (Magurran 2004).
Data kepadatan bentos dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut :
Ki =

.



� ��

Keterangan : Ki = Kepadatan makrozoobentos jenis ke-i (ind/m2)
Ni = Jumlah individu makrozoobentos jenis ke-i pada setiap corer
(individu)
A = Luas corer (cm2)
10.000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2
Analisis kelimpahan burung dilakukan dengan menjumlahkan seluruh total
perjumpaan dengan individu burung pada setiap lokasi pengamatan, kemudian
dihitung nilai rata-ratanya dan kemudian disajikan dalam bentuk persentase.
Aktivitas burung pantai dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk
persentase berdasarkan jumlah individu burung yang teramati aktivitasnya, yaitu
makan dan tidak makan/istirahat. Analisis aktivitas dilakukan pada setiap jenis
burung pantai dan dipisah berdasarkan lokasi yaitu tambak dan hamparan lumpur.
Hasil analisis aktivitas seluruh jenis burung pantai disajikan dalam tabel. Perilaku
makan juga dianalisis secara deskriptif dengan mengelompokkan berdasarkan
perilaku dalam menangkap mangsa lebih mengandalkan penglihatan (visual) atau
peraba dengan menggunakan ujung paruh (tactile), atau kombinasi keduanya,
pengelompokan tersebut mengacu pada Kober (2004). Analisis pengelompokan
perilaku dalam menangkap mangsa dilakukan berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan lalu diperkuat dengan studi literatur dan disajikan dalam bentuk tabel.
Selain itu juga dianalisis dan dideskripsikan perilaku makan berdasarkan tipe
pergerakan paruh yaitu pecking, jab, dan tactile yang mengacu pada Howes et al.
(2003). Peck dapat diartikan sebagai pergerakan paruh yang ditujukan untuk
mengambil suatu mangsa dari permukaan substrat. Jab adalah aktivitas pergerakan
dimana hampir setengah bagian dari paruh terbenam dalam sedimen. Probe adalah
aktivitas pergerakan dimana lebih dari setengah bagian paruh dibenamkan dalam
sedimen. Analisis perilaku makan berdasarkan tipe pergerakan paruh ini dihitung
berdasarkan jumlah individu burung yang sedang mencari makan, dari jumlah
tersebut dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu peck, jab, dan probe, kemudian
dibuat persentase pada setiap jenis sehingga dapat diketahui perilaku dominan
masing-masing jenis burung pantai antara peck, jab, dan probe.
Hubungan antara kelimpahan burung pantai dengan kepadatan
makrozoobentos diperiksa menggunakan uji korelasi Spearman. Uji tersebut
dianalisis menggunakan program SPSS versi 17 dengan selang kepercayaan 99%.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Habitat
Tambak
Habitat tambak berupa daerah terbuka dengan luasan sekitar 225 ha. Pada
bagian tepi dan pematang tambak banyak ditumbuhi pohon mangrove jenis Api-api
Avicennia sp, dan pada beberapa tambak juga terdapat jenis Rhizophora sp.
Komoditas yang dibudidayakan di tambak adalah ikan bandeng Chanos chanos dan
udang, namun saat ini umumnya petani membudidayakan bandeng. Sistem
budidaya tambak masih secara tradisional, yaitu dengan mengandalkan pakan alami
yang terdapat di tambak. Ketinggian air di tambak sekitar 10-20 cm pada bagian
tengah, sedangkan pada bagian tepi umunya lebih dalam hingga mencapai 1 m
(Gambar 2).

Gambar 2 Kondisi tambak yang ditumbuhi pohon mangrove pada bagian tepi dan
pematang
Hamparan Lumpur
Habitat hamparan lumpur berupa hamparan tanah lumpur dengan luas
sekitar 240 ha yang muncul ketika air laut sedang surut, sedangkan pada saat air
pasang hamparan tersebut akan tergenang. Panjangnya mencapai 1 km dari daratan
pada saat surut terjauh. Terdapat hutan mangrove di daerah pantai, serta areal
revegetasi mangrove di depannya. Hamparan lumpur ini terbentuk akibat adanya
endapan lumpur yang terbawa oleh dua aliran sungai yaitu sungai Avour dan sungai
Londo/Wonokoromo. Hamparan lumpur ini terletak diantara kedua muara sungai
tersebut. Ketinggian air pada saat pasang tertinggi berkisar antara 1-1,5 m (Gambar
3).

8

Gambar 3 Hamparan lumpur merupakan tanah terbuka yang sangat luas dan
muncul ketika air luat sedang surut
Kondisi Fisik Kimia Perairan
Substrat merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kehidupan
makrozoobentos. Setiawan (2008) menyatakan bahwa tekstur atau tipe substrat
merupakan salah satu parameter sedimen yang berpengaruh terhadap kehidupan
bentos, jenis sedimen tersebut sangat menentukan kepadatan dan komposisi hewan
bentos. Hal ini didukung oleh Jumilawaty (2012) bahwa tekstur sedimen
mempengaruhi kehadiran dan kelimpahan spesies makrozoobentos. Hasil analisis
substrat di tambak rata-rata didominasi oleh fraksi debu (78,66%) pasir (17,50%)
dan liat (3,83%) sedangkan di hamparan lumpur didominasi oleh fraksi debu
(89,58%) pasir (7,92%) dan liat (4,99%). Sehingga substrat di tambak termasuk
dalam tipe lempung berdebu sedangkan di hamparan lumpur termasuk tipe debu.
Tekstur debu ukurannya lebih halus dan lunak, sedangkan lempung berdebu lebih
kasar dan padat.
Tabel 2 Hasil pengukuran faktor fisika kimia di habitat tambak dan hamparan
lumpur di lahan basah Wonorejo
Parameter
pH
Suhu (°C)
Salinitas (0/00)
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
Substrat

Tambak
8,7
32,9
8,2
8,2
13,2
Lempung berdebu

Hamparan Lumpur
7,9
31,1
15,0
6,6
4,0
Debu

Terdapat beberapa parameter lain yang juga diduga berpengaruh terhadap
kehidupan makrozoobentos, yaitu salinitas, pH, suhu, DO, dan BOD (selengkapnya
di Tabel 2). Hasil pengukuran di lapangan nilai pH di tambak dan hamparan lumpur
masih masuk dalam kategori baik yaitu masing-masing 8,74 dan 7,91. Suhu air rata-

9

rata di tambak 32,9oC dan di hamparan lumpur 31,1oC. Nilai salinitas di hamparan
lumpur lebih tinggi dibanding di tambak (masing-masing 15 dan 8,2). Tingginya
nilai salinitas di hamparan lumpur karena letaknya di pantai dan langsung
dipengaruhi air laut. Kadar oksigen terlarut (DO) di tambak lebih tinggi dari
hamparan lumpur (masing-masing 8,2 mg/l dan 6,6 mg/l). Namun kadar DO pada
kedua lokasi tersebut masih tergolong baik. Nilai BOD di hamparan lumpur lebih
rendah dari tambak (masing-masing 4 mg/l dan 13,2 mg/l). Semakin rendah nilai
BOD maka kondisinya semakin baik.
Potensi Pakan
Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos
Pakan utama burung pantai adalah makrozoobentos. Hasil sampling selama
penelitian tercatat 11 jenis makrozoobentos yang terdiri dari Crustacea (4 spesies),
kemudian Bivalvia, Gastropoda, Coleoptera (masing-masing 2 spesies) dan
Polychaeta (1 spesies) (Tabel 3). Crustacea merupakan kelompok hewan air yang
terdiri dari jenis-jenis udang, lobster, dan kepiting. Terdapat 4 jenis yang termasuk
dalam kelompok Crustacea yaitu Corophium sp, Hyale sp, Gammarus sp, dan Mysis
sp. Bivalvia merupakan kelompok kerang-kerangan dengan ciri khas yaitu memiliki
sepasang cangkang. Terdapat 2 jenis yang tergolong dalam kelompok Bivalvia
yaitu Lithopaga sp dan jenis dari famili Margaritiferidae. Gastropoda merupakan
kelompok siput, ditemukan dua jenis yaitu Nassarius sp dan Nerita sp. Coleoptera
adalah kelompok insekta yang fase larvanya hidup di dasar perairan, terdapat dua
jenis yaitu Berosus sp dan Agabus sp. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang
hidup pada sedimen lembut, ditemukan satu jenis yaitu Nereis sp. Crustacea,
Polychaeta, dan Coleoptera banyak ditemukan di daerah tambak, sedangkan
Bivalvia dan Gastropoda banyak ditemukan di hamparan lumpur.
Polychaeta
9%

Coleoptera
18%

Crustacea
37%

Gastropoda
18%
Bivalvia
18%

Gambar 4 Proporsi kelompok makrozoobentos berdasarkan jumlah spesiesnya
di lahan basah Wonorejo

10

Jenis-jenis makrozoobentos yang terdapat di lahan basah Wonorejo cukup
berbeda antara tambak dan hamparan lumpur. Kelompok Crustacea, Polychaeta,
dan Coleoptera hanya ditemukan di daerah tambak, sedangkan Bivalvia dan
Gastropoda hanya ditemukan di hamparan lumpur (Tabel 3). Hal ini sangat terkait
dengan kondisi perairan dan substrat antara kedua lokasi pengamatan cukup
berbeda. Kondisi perairan di tambak cukup tenang, tidak terdapat arus, salinitas
lebih rendah, air yang terdapat di tambak berasal dari sungai Avour dan sungai
Londo, pergantian air hanya terjadi saat awal tanam bibit dan pada saat panen.
Kondisi substrat di tambak lebih padat dibanding hamparan lumpur. Jenis-jenis dari
kelompok Crustacea banyak ditemukan di tambak yang genangan airnya cukup
dalam. Coleoptera ditemukan di tambak yang terdapat hutan mangrove di bagian
tepinya. Polychaeta ditemukan pada tambak yang kondisi substratnya lunak.
Kondisi periaran di hamparan lumpur langsung dipengaruhi oleh air laut,
terletak di daerah pasang surut dan merupakan derah pertemuan antara air laut dan
air tawar karena letaknya di dekat muara sungai, sehingga lokasi ini kaya aliran
energi. Namun juga sangat rentan terhadap pencemaran yang terbawa oleh aliran
sungai karena dapat terpengaruh secara langsung. Salinitas lebih tinggi dibanding
tambak, serta kondisi substratnya lebih lembut/lunak. Kelompok Bivalvia banyak
ditemukan di sekitar muara sungai Avour dengan kondisi substrat yang lunak,
sementara Gastropoda ditemukan di bagian tengah hamparan lumpur pada substrat
yang lebih keras.
Tabel 3 Jenis-jenis makrozoobentos yang terdapat di lahan basah Wonorejo
Kelompok
Crustacea

Polychaeta
Coleoptera
Bivalvia
Gastropoda

Nama Ilmiah
Corophium sp.
Hyale sp.
Gammarus sp.
Mysis sp.
Nereis sp.
Berosus sp.
Agabus sp.
Margaritiferidae
Lithophaga sp.
Nassarius sp.
Nerita sp.

Tambak







-

Hamparan Lumpur





Nilai keanekaragaman makrozoobentos di tambak (H’= 0,63) lebih tinggi
dibandingkan di hamparan lumpur (H’= 0,40). Namun nilai kemerataan di
hamparan lumpur lebih tinggi (E= 0,37) dibandingkan tambak (E= 0,27) (Tabel 4).
Jumlah spesies di tambak lebih banyak (7 spesies) dibanding hamparan lumpur (4
spesies), namun total kepadatan makrozoobentos lebih tinggi di hamparan lumpur
(73.368 individu/m2).
Secara umum indeks keanekaragaman makrozobentos di lahan basah
Wonorejo tergolong rendah. Hal ini dapat menandakan bahwa perairan di lahan
basah Wonorejo mengalami tekanan ekologi dan penurunan kualitas perairan,

11

sehingga perairan di lokasi tersebut sudah tidak stabil. Kondisi tersebut juga
diperkuat dengan nilai kemerataan yang juga rendah, dari nilai kemerataan dapat
dilihat bahwa dalam komunitas makrozoobentos di lokasi penelitian terdapat jenis
yang mendominasi.
Tabel 4 Nilai keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) makrozoobentos di
tambak dan hamparan lumpur

Jumlah Spesies
Kepadatan (Jumlah Individu/m2)
H'
E

Tambak

Hamparan Lumpur

7
27.385
0,63
0,27

4
73.368
0,40
0,37

Kepadatan Makrozoobentos
Total kepadatan makrozoobentos di hamparan lumpur sebanyak 73.368
individu/m2 atau sebesar 72,82% dari total kepadatan makrozoobentos pada kedua
lokasi, sedangkan di tambak sebanyak 27.385 individu/m2 atau sebesar 27,18%.
Kepadatan makrozoobentos yang terdapat di hamparan lumpur terdiri dari Bivalvia
(97%) dan Gastropoda (3%), sedangkan di tambak terdiri dari Crustacea (86%),
Polychaeta (10%), dan Coleoptera (4%) (Gambar 5).

Polychaeta
10%

Coleoptera
4%

Tambak

Crustacea
86%

12

Gastropoda
3%

Hamparan lumpur

Bivalvia
97%

Gambar 5 Proporsi kepadatan kelompok makrozoobentos di tambak dan
hamparan lumpur
Jenis makrozoobentos dengan nilai kepadatan tertinggi di lokasi tambak
adalah Mysis sp (22.932 Individu/m2), sedangkan di hamparan lumpur adalah
Lithophaga sp (66.248 Individu/m2) (Gambar 6). Mysis sp banyak ditemukan di
tambak dengan karateristik air yang dalam. Mysis sp adalah jenis udang kecil yang
umumnya hidup di daerah air tawar atau air payau. Lithophaga sp banyak
ditemukan di hamparan lumpur khususnya yang dekat dengan muara sungai Avour.
Cara hidupnya dengan membenamkan diri pada substrat lunak. Lithophaga sp
adalah jenis kerang ukuran medium yang termasuk dalam famili Mytilidae yang
umumnya hidup di daerah laut atau pesisir.
25000

22.932

Tambak

Ind/m2

20000

15000

10000

5000

2.675
127

127

381

Corophium
sp.

Hyale sp.

Gammarus
sp.

889

254

0

CRUSTACEAE

Mysis sp.

Nereis sp. Berosus sp. Agabus sp.
POLYCHAETA

COLEOPTERA

13

70000

66.248

Hamparan lumpur

60000

Ind/m2

50000
40000
30000
20000
10000

4.572
1.274

1.274

0
Margaritiferidae

Lithophaga sp.

BIVALVIA

Nassarius sp.

Nerita sp.

GASTROPODA

Gambar 6 Grafik kepadatan makrozoobentos di tambak dan hamparan lumpur
Penyebaran Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman
Penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman sangat tergantung
dengan kedalaman dan tekstur sedimen. Kedalaman sedimen di tambak rata-rata
sekitar 10-15 cm pada bagian tengah, sedangkan pada bagian tepi lebih dalam
hingga mencapai 25-30 cm. Pada bagian tengah tambak tekstur sedimen lebih padat
sedangkan pada bagian tepi lebih lunak karena sering dilakukan pengerukan secara
berkala oleh petani tambak. Kedalaman sedimen di hamparan lumpur pada bagian
yang dekat dengan muara sungai berkisar antara 25-30 cm, sedangkan pada bagian
tengah atau yang jauh dari muara sungai rata-rata sekitar 20-25 cm. Tekstur
sedimen di hamparan lumpur lebih lunak dan halus, namun pada bagian tengah
lebih padat.
Hasil analisis terhadap penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman
dapat diketahui bahwa jumlah jenis dan kepadatan makrozoobentos semakin
berkurang seiring bertambahnya kedalaman. Makrozoobentos pada kedua habitat
lebih banyak ditemukan pada kedalaman 0-10 cm. Pada kedalaman 20-30 cm tidak
ditemukan makrozoobentos. Polychaeta ditemukan di kedalaman 0-10 cm (90%)
dan 10-20 cm (10%) serta Bivalvia juga ditemukan pada kedalaman 0-10 cm (80%)
dan 10-20 cm (20%), sedangkan kelompok lainnya yaitu Crustacea, Coleoptera,
dan Gastropoda seluruhnya ditemukan pada kedalaman 0-10 cm (Gambar 7).
Penyebaran berdasarkan kedalaman ini menunjukkan bahwa makrozoobentos yang
terdapat di lokasi penelitian berpotensi mudah ditangkap oleh burung pantai yang
sedang mencari makan karena sebarannya lebih banyak pada lapisan atas substrat.

14

Tambak
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Corophium
sp.

Hyale sp.

Gammarus
sp.

Crustacea

Mysis sp.

Nereis sp.
Polychaeta

0 cm - 10 cm

Berosus sp.

Agabus sp.

Coleoptera

10 cm - 20 cm

Hamparan lumpur
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Margaritiferidae

Lithophaga sp.

Nassarius sp.

Bivalvia

Nerita sp.

Gastropoda
0 cm - 10 cm

10 cm - 20 cm

Gambar 7 Penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman
Komunitas Burung Pantai
Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Burung Pantai
Selama penelitian tercatat sebanyak 21 spesies burung pantai yang terdiri
dari tiga famili (Tabel 5). Famili dengan jumlah jenis tertinggi adalah Scolopacidae
(14 Spesies), kemudian disusul Charadriidae (5 Spesies) dan Recurvirostridae (2
Spesies). Famili Scolopacidae dikenal memiliki jumlah jenis cukup banyak yang
terdiri dari trinil, kedidi, biru-laut, gajahan, dan berkik (Gambar 8). Jenis-jenis dari
famili Scolopacidae persebarannya sangat luas. Umumnya hidup di lahan basah
terbuka, daerah pantai, hamparan lumpur, rawa, dan tambak.

15

Gambar 8 Gajahan pengala dan biru-laut ekor hitam termasuk dalam famili
Scolopacidae sedang beristirahat di tambak dalam kelompok besar
Famili Charadriidae secara global sebenarnya juga memiliki jumlah jenis
yang cukup banyak, namun di lokasi penelitian hanya ditemukan 5 jenis. Hal ini
diduga karena terkait dengan kesesuaian habitat, jenis-jenis dari famili Charadriidae
umumnya memiliki ukuran kaki yang lebih pendek dibandingkan famili
Scolopacidae, sehingga lebih menyukai daerah kering seperti gosong lumpur,
tambak kering, dan daerah pantai (Gambar 9). Sedangkan kondisi habitat di lokasi
penelitian lebih banyak daerah yang tergenang dibandingkan daerah yang kering.
Famili Recurvirostridae memiliki jumlah jenis yang lebih sedikit dibanding dua
famili lainnya, dan di Indonesia diketahui hanya terdapat dua jenis. Kedua jenis
tersebut ditemukan di lokasi penelitian. Famili Recurvirostridae umumnya hidup di
daerah rawa, tambak, dan area tergenang lainnya. Ukuran kakinya sangat panjang
sehingga cocok untuk berjalan di habitat berair atau tergenang (Gambar 10).

Gambar 9 Cerek jawa merupakan salah satu jenis dari famili Charadriidae
dan merupakan jenis penetap

16

Gambar 10 Bagang bayam timur salah satu anggota famili Recurvirostridae
yang banyak ditemukan di lokasi penelitian
Berdasarkan status migrasinya, 19 jenis burung pantai yang ditemukan
adalah jenis migran, sedangkan 2 jenis lainnya, gagang bayam timur Himantopus
leucocephalus dan cerek jawa Charadrius javanicus, merupakan jenis penetap
(Tabel 5). Jenis migran yang ditemukan umumnya berasal dari belahan bumi utara,
kecuali gagang bayam belang Himantopus himantopus yang kemungkinan
melakukan migrasi lokal, karena jenis tersebut tidak berbiak di lokasi penelitian.
Nilai keanekaragaman burung pantai di hamparan lumpur lebih tinggi (H’=
2,37) dibanding tambak (H’= 2,18) dan nilai kemerataan di hamparan lumpur juga
lebih tinggi (E= 0,59) dibanding tambak (E= 0,46) (Tabel 6). Jumlah spesies di
tambak lebih banyak (19 spesies) dibandingkan di hamparan lumpur (18 spesies)
(Tabel 6), namun total individu lebih banyak di hamparan lumpur (4428 individu)
dibandingkan di tambak (3066 individu). Jenis yang hanya ditemukan di tambak
diantaranya gagang bayam belang Himantopus himantopus, berkik ekor lidi
Gallinago stenura, dan trinil semak Tringa glareola, sedangkan jenis yang hanya
ditemukan di hamparan lumpur adalah trinil bedaran Xenus cinereus dan biru-laut
ekor blorok Limosa lapponica.

17

Tabel 5 Daftar jenis burung pantai di lahan basah Wonorejo pada habitat tambak
dan hamparan lumpur serta status migrasinya
Nama Lokal

Nama Ilmiah

Tambak

Hamparan
Lumpur

Status
Migrasi

Charadriidae
Cerek jawa

Charadrius javanicus





R

Cerek kalung kecil

Charadrius dubius





M

Cerek kernyut

Pluvialis fulva





M

Cerek pasir besar

Charadrius leschenaultii





M

Cerek pasir mongolia

Charadrius mongolus





M

Recurvirostridae
Gagang bayam belang

Himantopus himantopus



-

M

Gagang bayam timur

Himantopus leucocephalus





R

Scolopacidae
Berkik ekor lidi

Gallinago stenura



-

M

Biru laut ekor blorok

Limosa lapponica

-



M

Biru laut ekor hitam

Limosa limosa





M

Gajahan pengala

Numenius phaeopus





M

Kedidi golgol

Calidris ferruginea





M

Kedidi leher merah

Calidris ruficollis





M

Kedidi besar

Calidris tenuirostris





M

Kedidi jari panjang

Calidris subminuta





M

Trinil bedaran

Xenus cinereus

-



M

Trinil kaki hijau

Tringa nebularia





M

Trinil kaki merah

Tringa totanus





M

Trinil pantai

Actitis hypoleucos





M

Trinil rawa

Tringa stagnatilis





M

Trinil semak

Tringa glareola



-

M

Keterangan : M: Migran, R: Penetap

Tabel 6 Nilai indeks keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) burung pantai di
tambak dan hamparan lumpur
Jumlah Spesies
Total Individu
H’
E

Tambak
19
3066
2,18
0,46

Hamparan Lumpur
18
4428
2,37
0,59

Kelimpahan Burung Pantai
Tercatat total 7.494 individu burung pantai selama penelitan. Dari jumlah
tersebut sebanyak 93,19% merupakan burung pantai migran dan hanya 6,8%
burung pantai penetap. Dari jumlah tersebut juga dapat diketahui sebanyak 72,41%
merupakan kelompok famili Scolopacidae, 25,19% famili Charadriidae, dan

18

selebihnya 2,3% merupakan famili Recurvirostridae. Hasil analisis korelasi
menggunakan uji Spearman menunjukkan bahwa kelimpahan burung pantai
mempunyai korelasi yang sangat erat dengan kepadatan makrozoobentos (p < 0,01)
dengan koefisien korelasi sebesar 1,0.
Jenis paling dominan dengan kelimpahan individu paling tinggi di tambak
adalah trinil kaki hijau Tringa nebularia (20%) dan biru laut ekor hitam Limosa
limosa (20%), kemudian disusul oleh trinil kaki merah Tringa totanus (18%),
sedangkan di hamparan lumpur paling tinggi adalah trinil kaki merah Tringa
totanus (17%) kemudian disusul cerek kernyut Pluvialis fulva (14%) dan kedidi
golgol Calidris ferruginea (14%) (Gambar 11). Trinil kaki merah dan biru laut ekor
hitam hidup secara berkelompok. Jumlah individu dalam satu kelompok berjumlah
sekitar 80-100 individu dan umumnya ketika beristirahat mereka bergabung dengan
kelompok lainnya, sehingga jumlahnya bertambah banyak.

Lainnya Actitis hypoleucos
3%
2%

Tambak
Tringa totanus
18%

Calidris ferruginea
2%

Calidris
ruficollis
2%
Charadrius
javanicus
Himantopus 10%
leucocephalus
Lainnya :
3%
Tringa stagnatilis 1,2%
Charadrius mongolus 0,9%
Calidris subminuta 0,4%

Tringa nebularia
20%

Calidris tenuirostris 0,3%
Limosa limosa
20%

Charadrius dubius 0,2%
Charadrius leschenaultii 0,2%

Himantopus himantopus 0,06%
Tringa glareola
2% Pluvialis fulva
4%

Numenius phaeopus
14%

Gallinago stenura 0,03%

19

Hamparan lumpur
Tringa totanus
17%

Calidris ferruginea
14%
Calidris ruficollis
12%

Tringa stagnatilis
4%

Lainnya :
Tringa nebularia 1,1%

Pluvialis fulva
14%

Numenius
phaeopus
Limosa
8%
limosa Limosa lapponica
4%
4%

Xenus cinereus 0,8%
Charadrius Charadrius javanicus 0,7%
leschenaultii
Actitis hypoleucos 0,6%
6%
Calidris subminuta 0,3%
Charadrius
Charadrius dubius 0,1%
mongolus
Calidris tenuirostris 0,1%
11%
Himantopus
lainnya leucocephalus
4%
2%

Gambar 11 Persentase kelimpahan burung pantai di tambak dan hamparan lumpur
Jenis burung pantai dengan kelimpahan individu paling rendah di tambak
adalah berkik ekor lidi Gallinago stenura, gagang bayam belang Himantopus
himantopus, cerek kalung kecil Charadrius dubius, cerek pasir besar C.
leschenaultii, dan trinil pantai Actitis hypoleucos, sedangkan di hamparan lumpur
adalah cerek kalung kecil Charadrius dubius, kedidi besar Calidris tenuirostris,
trinil pantai Actitis hypoleucos, dan cerek jawa C. javanicus.
Aktivitas Burung Pantai
Aktivitas burung pantai di LBW dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
makan dan beristirahat. Aktivitas makan lebih banyak dilakukan di hamparan
lumpur (77,25%) dibanding di tambak (19,15%), sedangkan istirahat lebih banyak
dilakukan di tambak (80,84%) dibanding di hamparan lumpur (22,74%) (Gambar
12). Aktivitas makan di hamparan lumpur umumnya terjadi ketika kondisi air laut
sedang surut, sedangkan aktivitas istirahat di tambak dilakukan pada saat kondisi
air sedang pasang. Selain itu, terdapat beberapa burung pantai juga melakukan
aktivitas makan di tambak. Terdapat 19 jenis burung pantai yang mencari makan di
hamparan lumpur, sedangkan hanya terdapat 10 jenis yang mencari makan di
tambak. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar jenis burung pantai yang
terdapat di lahan basah Wonorejo lebih menyukai mencari makan di daerah pasang
surut yaitu hamparan lumpur.

20

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%

0%
Hamparan Lumpur
Makan

Tambak
Tidak makan/Istirahat

Gambar 12 Aktivitas burung pantai di lahan basah Wonorejo
Terdapat beberapa burung pantai yang aktivitas makannya lebih dominan
dibanding aktivitas lainnya atau berstirahat. Pada lokasi tambak beberapa jenis
burung pantai yang aktivitas makannya lebih dominan diantaranya adalah cerek
jawa (88,21%), cerek kalung kecil (100%), Gagang bayam belang (100%), kedidi
golgol (100%), kedidi leher merah (100%), Trinil pantai (100%), dan kedidi jari
panjang (100%). Pada lokasi hamparan lumpur yang aktivitas makannya lebih
dominan diantaranya adalah cerek jawa (100%), cerek kalung kecil (100%),
Gagang bayam timur (100%), berkik ekor hitam (80%), kedidi golgol (81,51%),
kedidi leher merah (81,82%), trinil bedaran (100%), trinil kaki hijau (100%), trinil
pantai (100%), trinil rawa (89,38%), kedidi besar (71,43%), dan kedidi jari panjang
(100%) (selengkapnya di Tabel 7).
Burung pantai yang mencari makan di hamparan lumpur umumnya
berkumpul pada bagian yang dekat dengan muara sungai Avour. Pada bagian ini
kondisi substrat umumnya lebih lunak, sehingga jenis-jenis burung berparuh
panjang seperti trinil, gajahan, biru-laut, kedidi lebih mudah menusukkan paruhnya
untuk mencari mangsa. Pada saat mencari makan di hamparan lumpur, burung
pantai cenderung berkelompok dalam jumlah yang besar.
Aktivitas makan di tambak banyak dilakukan di tambak-tambak yang baru
panen, dengan kondisi substrat masih basah dan lunak, selain itu juga pada beberapa
tambak dengan kondisi air yang tidak terlalu dalam. Pada saat mencari makan di
tambak, burung pantai relatif menyebar dan tidak berkumpul pada satu titik. Cukup
berbeda dengan strategi makan yang dilakukan di hamparan lumpur yaitu dengan
cara berkelompok. Ketika mencari makan di tambak yang baru panen, terutama
pada substrat yang mulai kering dan mengeras, burung pantai teramati lebih sering
menangkap mangsa di permukaan (pecking). Namun terdapat juga yang teramati
menusuk-nusukkan paruhnya pada substrat yang masih lembut atau dekat dengan
genangan air (probe).

21

Tabel 7 Proporsi aktivitas burung pantai di tambak dan hamparan lumpur

Nama lokal

Nama ilmiah

Cerek jawa

Charadrius javanicus

Cerek kalung kecil

Charadrius dubius

Cerek kernyut

Pluvialis fulva

Cerek pasir besar

Charadrius
leschenaultii
Charadrius mongolus

Cerek pasir mongolia

Tambak
Tidak
Makan
Makan
%
%
11,79
88,21

229

100
0

0

5

100

0

n

Hamparan lumpur
Tidak
Makan
makan
n
%
%
0
6
100
0

3

121

100
47,37

52,63

475

100

6

63,64

36,36

121

0

100

2

62,07

37,93

290

100

0

2

-

-

-

54,84

45,16

62

100

0

20

0

100

1

-

-

-

4,46

95,54

157

20

50

70,81

346

Berkik ekor lidi

Himantopus
himantopus
Himantopus
leucocephalus
Gallinago stenura

Biru laut ekor blorok

Limosa lapponica

-

-

-

Biru laut ekor hitam

Limosa limosa

0

100

320

Gajahan pengala

Numenius phaeopus

0

100

419

80
29,19

Kedidi golgol

Calidris ferruginea

100

0

45

81,51

18,49

503

Kedidi leher merah

Calidris ruficollis

29

81,82

18,18

110

Xenus cinereus

100
-

0

Trinil bedaran

-

-

100

0

8

Trinil kaki hijau

Tringa nebularia

10,51

89,49

352

0

62

Trinil kaki merah

Tringa totanus

0

100

534

100
52,66

47,34

507

Trinil pantai

Actitis hypoleucos

41

100

0

21

Tringa stagnatilis

100
23,81

0

Trinil rawa

76,19

42

113

Trinil semak

Tringa glareola

24,32

75,68

37

89,38
-

10,62
-

-

Kedidi besar

Calidris tenuirostris

0

100

8

71,43

28,57

7

Kedidi jari panjang

Calidris subminuta

100

0

15

100

0

14

Gagang bayam
belang
Gagang bayam timur

Terdapat beberapa jenis burung pantai yang aktivitas makannya lebih
banyak dilakukan di hamparan lumpur, namun terdapat juga yang lebih banyak
dilakukan di tambak. Beberapa spesies burung pantai yang lebih sering mencari
makan di hamparan lumpur diantaranya adalah Calidris tenuirostris, Tringa
stagnatilis, Tringa totanus, Tringa nebularia, Xenus cinereus, Calidris ferruginea,
Numenius phaeopus, Limosa limosa, Limosa lapponica, Charadrius mongolus, C.
leschenaultii, dan Pluvialis fulva. Beberapa jenis burung pantai yang lebih sering
mencari makan di tambak dia