9 Diagram alir penelitian
Gambar 2.9 Diagram alir penelitian
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada saat inisialisasi bobot dan bias jaringan syaraf tiruan, nilai MSE yang didapatkan adalah 0.0297. Setelah bobot dan bias dioptimasi dengan menggunakan algoritma genetika dihasilkan nilai MSE
commit to user
optimasi bobot ini mengalami penurunan sebesar 567.455%. (Fahmi, 2011).
Di sisi lain, seiring perkembangan penelitian mengenai algoritma genetika, muncul berbagai macam modifikasi algoritma genetika untuk meningkatkan kualitas algoritma genetika, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Srinivas & Patnaik (1994). Pada penelitiannya Srinivas & Patnaik (1994) memaparkan sebuah pendekatan baru pada algoritma genetika yaitu probabilitas crossover dan mutasi yang adaptif. Selama ini pada Algoritma genetika standar nilai probabilitas crossover dan mutasi selalu diset tetap untuk setiap iterasi pada proses optimasi dengan algoritma genetika.
Srinivas & Patnaik (1994) mengusulkan nilai probabilitas crossover dan mutasi tidak tetap namun berubah sesuai dengan nilai fitness. Adapun rumus probabilitas crossover dan mutasi yang diusulkan adalah sebagai berikut :
Dengan batasan
Dimana k 3 ,k 4 ⤠1.0 đ 1 , đ 2 , đ 3 , đ 4 â¤0
Agar rumus di atas dapat berjalan dengan optimal maka dasarankan untuk
nilai k 1 ,k 2 ,k 3 dan k 4 berturut-turut adalah 1.0, 0.5, 1.0 dan 0.5.
Srinivas & Patnaik (1994) melakukan pengujian Adaptive Genetic Algorithm (AGA) untuk penyelesaian TSP, optimasi jaringan syaraf tiruan dan kasus VLSI sirkuit. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kemampuan AGA lebih baik dari pada Algorima genetika standar.
Dari hasil penelitian penentuan nilai pc dan pm yang adaptif sesuai dengan nilai fitness sesuai dengan yang diusulkan tersebut, tidak hanya meningkatkan konvergensi algoritma genetika tetapi juga mencegah terjadinya local optimum. (Srinivas & Patnaik, 1994).
commit to user
Rismawan & Kusumadewi (2008) yang memaparkan penggunaan metode clustering K-Means Untuk Pengelompokkan Mahasiswa Berdasarkan Nilai Body Mass Index (Bmi) & Ukuran Kerangka. Pada penelitian ini telah dibangun sistem yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi mahasiswa menurut BMI dan ukuran kerangkanya berdasarkan data kondisi fisik dari mahasiswa yang bersangkutan yang telah diambil terlebih dahulu. Data kondisi fisik yang digunakan adalah tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan bawah. Dari data tersebut dikelompokkan menjadi 3 dengan menggunakan metode K-Means.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa algoritma klasifikasi K- Means dapat digunakan untuk mengelompokkan mahasiswa berdasarkan status gizi dan ukuran kerangka. Dari data yang dilatih, diperoleh 3 kelompok berdasarkan BMI dan ukuran kerangka, yaitu : (Rismawan & Kusumadewi, 2008)
1. BMI normal dan kerangka besar, dengan pusat cluster (19,53; 11,52).
2. BMI obesitas sedang dan kerangka sedang, dengan pusat custer (25,44; 10,22).
3. BMI obesitas berat dan kerangka kecil, dengan pusat cluster (43,25; 8,95).
2.3 Rencana penelitian
Dengan melihat tinjauan pustaka di atas, penelitian ini akan berkonsentrasi pada penggabungan jaringan syaraf tiruan Radial Basis Function (RBF) dengan algoritma genetika untuk klasifikasi. Algoritma genetika yang digunakan pada penelitian ini adalah Adaptive Genetic Algortihm (AGA). Hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana akurasi pelatihan RBF dengan AGA untuk klasifikasi.
commit to user
METODE PENELITIAN
3.1 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dari literatur- literatur yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Pengetahuan yang diperlukan didapatkan dengan mempelajari Algoritma Genetika, Jaringan Syaraf Tiruan, Adaptive Genetic Algorithm, Algoritma K-Means Clustering dan Jaringan Radial Basis Function .
3.2 Perancangan
3.2.1 Data
Database iris diperoleh dari UCI Machine Learning Repository dengan alamat di http://archive.ics.uci.edu/ml/. Total data sebanyak 150 data, 50 data (33.3%) untuk masing masing class yaitu iris setosa, iris versicolour dan iris virginica, dengan deskripsi atribut ditunjukkan pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Deskripsi atribut data iris
1 Panjang sepal
Bilangan real dalam cm
2 Lebar sepal
Bilangan real dalam cm
3 Panjang petal
Bilangan real dalam cm
4 Lebar petal
Bilangan real dalam cm
5 Class iris setosa, iris versicolour dan iris virginica Sumber : (Blak, 1988)
3.2.2 Algoritma AGA RBF
Pada tugas akhir ini akan dibuat algoritma penggabungan jaringan radial basis function dengan Adaptive genetic algorithm sebagai berikut :
commit to user
MULAI
Membangun arsitektur jaringan RBF
Pelatihan RBF
MSE < 0.01 OR Iterasi = max epoh
Ubah bobot dengan AGA
Gambar 3.1 Algoritma AGA RBF
Algoritma AGA RBF tersebut adalah sebagai berikut :
1. Membangun arsitektur jaringan RBF (Radial Basis Function)
Tahapan dalam membangun jaringan radial basis function ditunjukkan pada Gambar 3.2 :
commit to user
MULAI
Menentukan fungsi basis
Menentukan banyaknya center
Menyusun arsitektur RBF
SELESAI
Menentukan center dengan algoritma K-Means
Gambar 3.2 Tahapan pembangunan jaringan radial basis function
a. Menentukan fungsi basis. Fungsi basis ini akan digunakan untuk aktivasi fungsi di hidden layer. Fungsi yang digunakan adalah fungsi berbasis radial yaitu fungsi Gaussian. Adapun fungsi Gaussian adalah sebagai berikut :
đ đ = đđĽđ â
(3.1) Dimana đ adalah nilai spread yang didefinisikan sebagai berikut : đ=
(3.2) Menetukan banyaknya center. Banyaknya center akan mempengaruhi
arsitektur jaringan radial basis function karena banyaknya center akan menjadi neuron pada hidden layer jaringan radial basis function.
commit to user
yang akan dicari centernya menggunakan algoritma K-Means.
b. Menentukan center dengan algoritma K-Means. Adapun algoritma K- Means ditunjukkan pada Gambar 3.3 :
Data berupa vektor
MULAI
SELESAI
Inisialisasi jumlah cluster = k dan iterasi maksimum
Inisialisasi center
Hitung Je iterasi awal
Hitung eucledian
Hitung center baru
Iterasi = iterasi + 1 Hitung Je iterasi
Je(i+1) == Je Iterasi = max
Ya
Tidak
Gambar 3.3 Algoritma K-Means
1) Load data
2) Inisialisasi jumlah cluster (k) dan iterasi maksimal
commit to user
membagi data menjadi k bagian dan untuk masing-masing bagian diambil nilai tengahnya.
4) Hitung Je iterasi awal. Je adalah sum-of-square-error atau jumlahan kuadrat error masing-masing data pada cluster terdekat. Adapun rumus perhitungan Je adalah sebagai berikut :
5) Selama Je(i+1) tidak sama dengan Je iterasi dan iterasi belum
mencapai maksimal lakukan :
a) Hitung eucledian dengan rumus
b) Hitung center baru dengan rumus
c) Hitung Je iterasi
c. Menyusun arsitektur jaringan radial basis function.
commit to user
Gambar 3.4 Arsitektur jaringan radial basis function
Pada penelitian ini input data untuk jaringan radial basis function adalah 4 atribut data iris yaitu : X1 panjang sepal dalam cm X2 lebar sepal dalam cm X3 panjang petal dalam cm X4 panjang petal dalam cm
Pada hidden layer merupakan bias dan fungsi basis dengan jumlah neuron sesuai dengan jumlah center yang didefiniskan yaitu Ď1, Ď2,⌠Ďn. Dengan n adalah jumlah center. Pada output layer terdapat 2 neuron dengan fungsi aktivasi biner dengan treshold θ = 0. Adapun persamaan dari fungsi biner dengan threshold adalah sebagai berikut :
đđĽ = 1 0 đđ đĽ ⼠đ
đđ đĽ < đ (3.8) Output dari jaringan radial basis function adalah berupa bilangan biner
untuk Y1 dan Y2. Output akhir jaringan radial basis function untuk klasifikasi tumbuhan iris adalah sebagai berikut : Y1 = 0, Y2 = 0 adalah iris setosa Y1 = 0, Y2 = 1 adalah iris versicolour Y1 = 1, Y2 = 1 adalah iris virginica Y1 = 1, Y2 = 0 tidak teridentifikasi
commit to user
Algoritma pelatihan jaringan radial basis function adalah sebagai berikut Langkah 1 : Inisialisasi iterasi maksimal dan learning rate (Îą). Langkah 2 : Inisialisasi bobot pada hidden layer (bobot basis). Langkah 3 : Selama epoch <= maksimal epoch dan atau MSE <= 0.01, untuk setiap sinyal latih kerjakan langkah 4 â8 Langkah 4 : Hitung keluaran jaringan RBF dengan rumus : (Zhangang, Yanbo, & Cheng, 2007)
Dengan fungsi basis didefinisikan sebagai berikut :
threshold hasil đ đŁ diaktivasi dengan fungsi sigmoid terlebih dahulu untuk membatasi nilai agar tetap berada pada range 0 sampai 1. (Bors) Adapun fungsi sigmoid adalah
sebagai berikut : đđĽ =
1 + exp âđđĽ (3.11) Dimana nilai Ď didefinisikan sebagai berikut : (Haryono, 2005)
(3.12) Dan fungsi aktivasi sebagai berikut :
đđĽ = 1 0 đđ đĽ ⼠đ
đđ đĽ < đ (3.13) Langkah 5 : Hitung kesalahan (error) antara sinyal target sinyal latih (d) dengan
keluaran RBF y. error = d ây Langkah 6 : Update bobot node hidden layer dan bias dengan metode LMS. Langkah 7 : Hitung MSE = akar dari jumlahan kuadrat error Langkah 8 : epoch = epoch + 1
commit to user
Algoritma Adaptive Genetic Algorithm (AGA) pada dasarnya sama dengan algoritma genetika biasa namun perbedaan mendasar pada AGA adalah penentuan probabilitas crossover dan probabilitas mutasi yang adaptif sesuai dengan nilai fitness. Adapun algoritma AGA RBF adalah sebagai berikut :
MULAI
Inisialisasi Populasi
Konfigurasi AGA
Evaluasi Fitness
Kriteria Berhenti ?
Update probabilitas crossover & probabilitas mutasi
Terjemahkan kromosom ke
bobot RBF
RBF
Evaluasi performa RBF
Ya
Tidak
Populasi baru
Hasil
Gambar 3.5 Algoritma AGA RBF
a. Konfigurasi AGA meliputi
1) Melakukan representasi solusi kedalam kromosom / individu. Pada penelitian ini kromosom direpresentasikan dalam string bilangan real. Setiap gen berisi nilai real yang mewakili bobot basis di hidden layer pada jaringan radial basis function. Panjang kromosom sebanyak jumlah bobot basis dan bias pada jaringan radial basis function. Adapun repreentasi kromosom dapat digambarkan sebagai berikut :
Z1 sampai Zn berisi bobot basis, dengan n adalah banyaknya bobot yang yaitu banyaknya neuron hidden layer dikali 2 (output layer).
Z1, Z2âŚZn berturut-turut adalah
commit to user
Z2 = w 12 Z3 = w 21 Z4 = w 22
âŚâŚ Zn = w 22
2) Penentuan jumlah kromosom dalam populasi.
3) Penentuan kriteria berhenti berupa fitness max dan maksimal generasi.
4) Inisialisasi probabilitas crossover (p c ) dengan bilangan random antara
0 sampai 1.
5) Inisialisasi probabilitas mutasi (p m ) dengan bilangan random antara 0
sampai 1.
6) Penentuan nilai k 1 ,k 2 ,k 3 dan k4 sebagai variable untuk update p c dan
7) Penentuan eltisme.
b. Inisialisasi populasi yaitu dengan mengambil bobot sebanyak jumlah kromosom pada epoch-epoch akhir pelatihan jaringan radial basis function.
c. Selama kondisi berhenti belum terpenuhi kerjakan langkah 4 sampai selesai.
d. Terjemahkan kromosom menjadi bobot dan bias untuk dievaluasi performanya pada jaringan radial basis function.
e. Evaluasi fitness yaitu menghitung nilai fitness masing-masing kromosom dengan rumus (Burdsall & Giraud-Carrier)
đđđĄđđđ đ =
đđđđđđđĄ_đđđđ đ đđđđđđĄđđđ
đ đđ§đ_đđ_ đđŁđđđ˘đđĄđđđ _ đ đđĄ (3.14)
f. Seleksi yaitu memilih individu yang paling fit untuk selanjutnya dilakukan proses crossover dan mutasi. Metode seleksi yang dipakai pada penilitian ini yaitu roulette wheel.
g. Crossover yaitu menyilangkan dua buah individu untuk mendapatkan individu baru yang diharapkan lebih baik dari induknya. Metode
commit to user
menengah.
h. Mutasi dilakukan pada bilangan real. Yaitu dengan mengubah gen yang dimutasi dengan bilangan random antara nilai tertinggi dan terendah gen dari kromosom yang dimutasi. (F.Herrera, Lozano, & Vergeday, 1998).
i. Dapatkan generasi baru dan update probabilitas crossover dan probailitas mutasi dengan rumus : (Srinivas & Patnaik, 1994)
(3.16) Dengan batasan
Dengan k 3 ,k 4 ⤠1.0
3.2.3 Implementasi
Implementasi dilakukan dengan mengaplikasikan model JST RBF dan JST AGA RBF dengan berbagai variasi simulasi pada variabel RBF dan variasi simulasi pada variabel AGA RBF. Variasi simulasi pada variabel RBF ditunjukkan pada Tabel 3.2 dan variasi simulasi pada variabel AGA RBF ditunjukan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.2 Variasi Simulasi Pada Variabel RBF
No
Jenis Variasi
Keterangan
1 Variasi learning rate
2 Variasi banyaknya epoch
50 100 150 200
commit to user
No
Jenis Variasi
Keterangan
1 Variasi populasi
2 Variasi generasi
Pada setiap satu simulasi, dilakukan dengan mengubah arsitektur JST dari JST dengan 2 hidden layer sampai 10 hidden layer dengan setiap arsitektur dilakukan 10 kali simulasi. Simulasi berhenti pada batas minimum error JST RBF adalah 0.001 dan batas maksimal fitness AGA RBF adalah 1.
Skenario yang dijalankan adalah melakukan simulasi untuk mendapatkan variabel RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur, kemudian kombinasi variabel terbaik dari variabel RBF dari masing-masing arsitektur dikombinasikan dengan variabel AGA RBF untuk mendapatkan variabel AGA RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur. Kombinasi variabel dikatakan terbaik jika memiliki hasil akurasi terbaik dari seluruh simulasi yang dilakukan.
Simulasi dilakukan dengan melakukan training data sebesar 70 % dari keseluruhan data yang dibagi menjadi 70 % data dengan hasil klasifikasi iris setosa,
70 % data dengan hasil klasifikasi iris versicolour dan 70 % data dengan hasil klasifikasi iris virginica. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 30 % data yang kemudian akan dibandingkan antara algoritma AGA RBF dengan algoritma RBF standar sebagai pembanding.
Bobot hasil training JST RBF dan bobot hasil proses AGA RBF digunakan untuk melakukan testing pada data testing untuk kasus data iris. Hasil klasifikasi dari metode RBF dan AGA RBF kemudian dibandingkan untuk mengetahui pengaruh AGA pada JST RBF.
commit to user
Analisa dilakukan dengan menghitung performa hasil pelatihan algortima RBF biasa dengan algoritma AGA RBF. Performa dievaluasi dengan menghitung akurasi prediksi (Akurasiuracy of prediction). (Ali, 2008).
Untuk menghitung akurasi jaringan RBF digunakan rumus sebagai berikut : đ´đ =
đ˝đ˘đđđđ đđđđđđđ đ đđđđđ
đ˝đ˘đđđđ đđđđđđđ đ đđđđđ + đđ˘đđđđ đđđđđđđ đ đ đđđđ (3.19)
commit to user
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai implementasi program AGA RBF yang sudah dibuat. Implementasi program dilakukan dengan berbagai variasi simulasi baik dari variabel JST RBF maupun JST AGA RBF. Simulasi dengan berbagai variasi percobaan dilakukan untuk mendapatkan variabel JST RBF dan AGA RBF yang paling tepat. Variasi nilai variabel akan mempengaruhi hasil klasifikasi JST RBF maupun JST AGA RBF. Variasi variabel ditunjukkan pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Setiap kombinasi variasi dilakukan simulasi untuk masing- masing arsitektur JST yaitu dengan jumlah hidden layer = 2 sampai jumlah hidden layer = 10 sebanyak 10 kali pengulangan dan diambil rata-ratanya.
Data yang digunakan adalah database tumbuhan iris. Database tersebut terdiri dari 4 variabel yaitu panjang sepal, lebar sepal, panjang petal dan lebar petal dan terdiri dari 3 kelas yaitu iris setosa, iris versicolour dan iris virginica. Pembagian data adalah 105 data untuk proses training dengan masing-masing kelas terdiri dari 35 data dan 45 data untuk proses testing dengan masing-masing kelas terdiri dari 15 data.
Skenario yang dijalankan adalah melakukan simulasi untuk mendapatkan variabel RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur, kemudian kombinasi variabel terbaik dari variabel RBF dari masing-masing arsitektur dikombinasikan dengan variabel AGA RBF untuk mendapatkan variabel AGA RBF yang terbaik untuk masing-masing arsitektur. Kombinasi variabel dikatakan terbaik jika memiliki hasil akurasi terbaik dari seluruh simulasi yang dilakukan.
Pada penelitian ini, JST RBF digunakan sebagai pembanding JST AGA RBF untuk mengetahui apakah akurasi JST RBF bertambah atau justru berkurang dengan adanya penambahan AGA. Analisa hasil simulasi dilakukan dengan membandingkan seluruh hasil simulasi untuk mengetahui bagaimana pengaruh AGA pada JST RBF untuk kasus klasifikasi data tumbuhan iris.
commit to user
Variasi simulasi pada variabel RBF terdiri dari kombinasi variasi learning rate dan epoch untuk masing-masing arsitektur.
1. Simulasi RBF Dengan 2 Hidden Layer Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Simulasi RBF Dengan 2 Hidden Layer
Learning Rate
Epoch
Akurasi RBF (%)
Gambar 4.1 Grafik Simulasi RBF 2 Hidden Layer
Pada simulasi RBF dengan 2 hidden layer, akurasi terbaik diperoleh saat learning rate = 0.01 dan epoch = 50 dengan akurasi 14.44 %.
Learning Rate
commit to user
Dari hasil simulasi diperoleh hasil sebagai berikut :