Daya Saing Bangsa

2.7 Regulasi Perubahan TIK yang sangat cepat dan dinamis tidak saja berakibat pada tingginya kebutuhan akan

investasi besar dalam jangka pendek, tetapi juga pada tuntutan kemampuan untuk menguasai teknologi dan memilih yang efisien. Walaupun membutuhkan investasi besar, layanan komunikasi dan informatika terbilang cepat menghasilkan (quick yielding) terlebih pada saat ini, dimana kebutuhan mengakses informasi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tingginya minat badan usaha dalam penyediaan prasarana dan layanan komunikasi dan informatika terlihat dari banyaknya jumlah penyelenggara. Banyaknya jumlah penyelenggara telekomunikasi di satu sisi mempercepat pembangunan prasarana dan penyediaan layanan bagi masyarakat, namun di sisi lain menciptakan kompetisi yang sangat ketat, serta memperkecil ruang gerak dan manfaat bagi industri.

Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi memerlukan dukungan regulasi yang mampu menciptakan iklim berusaha yang kondusif. Pada kenyataannya, biaya regulasi masih dirasakan tinggi pada beberapa hal sehingga justru menjadi penghambat kegiatan pembangunan. Tabel-5 merupakan pemetaan regulasi yang memerlukan perbaikan untuk percepatan pembangunan pitalebar.

38 RENCANA PITALEBAR INDONESIA 2014 - 2019 Pitalebar dalam Pembangunan

Tabel-5: Regulasi

ISU YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH

ISU YANG MENJADI ASPEK

PUSAT

KEWENANGAN

SEKTOR TIK

DI LUAR SEKTOR TIK

PEMERINTAH DAERAH

• Kesepakatan definisi

• Sewa hak masuk (right

• Pembangunan

pitalebar

of way) BUMN (PT Jasa

(penentuan lokasi)

• Keterbatasan spektrum

Marga, PT Kereta Api

menara dilakukan tanpa

frekuensi radio

Indonesia, dsb) yang

berkoordinasi dengan

• RUU Telekomunikasi

memberatkan (setara

Kementerian Kominfo

sebagai pengganti

dengan nilai investasi)

dan operator

UU No. 36 Tahun

• Sumber daya energi

• Perizinan (galian, hak

masuk, Izin Mendirikan Prasarana

1999 tentang

(listrik) yang terbatas

Telekomunikasi belum

sehingga kebutuhan

Bangunan menara)

mengakomodasi

investasi yang harus

memerlukan waktu yang

pitalebar secara

disediakan operator

cukup lama

spesifik

TIK menjadi lebih

• Perizinan yang

besar

sebetulnya tidak

• Keamanan prasarana

diperlukan tetapi

TIK menghadapi aksi

dipersyaratkan oleh

vandalisme

Pemda (amdal, operasional)

Program KPU untuk

Kebutuhan penggunaan

Pemanfaatan TIK

dan pitalebar belum Utilisasi dan Adopsi

pemberdayaan

pitalebar di sektor lain

masyarakat guna

(sebagai pengguna)

menjadi prioritas dalam

peningkatan literasi

belum diketahui secara

pembangunan Koridor

digital masih terbatas

pasti

Ekonomi

Pemanfaatan Dana KPU

Skema Kerjasama

Retribusi setiap daerah

berbeda (tidak standar) Pendanaan

untuk pitalebar belum

Pemerintah dan

optimal

Swasta (KPS) untuk

dan memberatkan

pembangunan pitalebar masih sebatas perizinan

Peran Dewan TIK

Kelembagaan yang

Peraturan Daerah yang

bertentangan dengan Kerangka Regulasi dan

Nasional dalam

mengatur dan

peraturan pemerintah Kelembagaan

pembangunan

mengelola pitalebar

pitalebar belum

nasional belum ada

pusat

optimal

2.8 Pendanaan Pembangunan prasarana pitalebar hingga saat ini sebagian besar dilakukan dan didanai oleh

penyelenggara telekomunikasi. Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang menghilangkan peran Pemerintah selaku agen pembangunan (agent of development).

Dalam rangka percepatan pembangunan pitalebar, Pemerintah akan menggunakan saldo kas Dana KPU untuk pembangunan serat optik termasuk jaringan perluasan ke 51 kabupaten/kota yang terletak di wilayah non komersial (Proyek Ring Palapa).

RENCANA PITALEBAR INDONESIA 2014 - 2019

Pitalebar dalam Pembangunan

Dari proyeksi Dana KPU terlihat bahwa saldo akhir tahun 2011 mencapai Rp 3,7 triliun. Pada akhir 2015, diproyeksikan pembayaran proyek KPU selesai dan investasi Ring Palapa dilakukan sehingga saldo akhir sebesar Rp 5,4 triliun akan berkurang Rp 2,8 triliun menjadi Rp 2,6 triliun. Pola pembelanjaan tersebut hanya untuk prasarana, belum mencakup ekosistem pitalebar. Dengan memperhatikan keterbatasan Dana KPU, harus ada prioritas penggunaan Dana KPU.

Dana KPU menjadi sumber pendanaan utama dalam pembangunan pitalebar tetapi bukan sumber satu-satunya. Eksplorasi sumber pendanaan lain harus dilakukan.

Gambar-17: Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Saldo Kas Dana KPU (USO) – dalam juta Rupiah 6.000.000

Saldo Awal 5.000.000

Realisasi Pendapatan 4.000.000 Belanja 3.000.000 Saldo Akhir 2.000.000

Tabel-6: Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Saldo Kas Dana KPU (USO) – dalam juta Rupiah

Tahun Anggaran

Saldo Awal

Realisasi Pendapatan

Belanja

Saldo Akhir

5.476.670 Sumber : BP3TI Kemenkominfo, 2013 *Perkiraan

40 RENCANA PITALEBAR INDONESIA 2014 - 2019 Pitalebar dalam Pembangunan

2.9 Pembelajaran Dua Tahun Implementasi MP3EI Pendekatan pembangunan pitalebar nasional tidak hanya mengutamakan ketersediaan, jangkauan

layanan, dan keterjangkauan harga karena kunci keberhasilan pembangunan pitalebar sesungguhnya adalah kualitas pemanfaatannya. Oleh karena itu, aspek pemahaman (awareness) dan kemampuan (ability) menjadi sangat penting. Pada kenyataannya, sebagai salah satu pilar Konektivitas Nasional, TIK belum menjadi prioritas dalam pembangunan Koridor Ekonomi. Berikut adalah pembelajaran yang diperoleh dari dua tahun implementasi MP3EI sebagaimana diuraikan dalam Gambar-18.

Gambar-18: Permasalahan Perencanaan dan Pendanaan pada Implementasi MP3EI untuk Sektor TIK Sangat terbatasnya permintaan pembangunan prasarana

TIK dari Koridor Ekonomi dalam pengembangan Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Diperkirakan karena belum adanya pemahaman dan apresiasi yang memadai tentang potensi pemanfaatan TIK.