ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)

(1)

ABSTRCT

ANALYSIS OF VIOLENCE DURING RELATIONSHIP

By Dewi Wulan Tisyah

Violence during relationship is a kind of violence which is happened to women. Surprisingly, it gets less attention from society. Many people think that violence is impossible to be happened in relationship because during relationship there will be only a beautiful moment that the man will talk and act sweetly to the woman. Besides, a lack of information about violence during relationship gives effect to less attention in relationship itself. Therefore, many women become victims in defending their relationship from pre marriage until marriage. When they are married, violence which they have got is not less but becomes worse.

The objectives of the research are to find out and explain about the reasons why violence happen, the kinds of violence which are happened during relationship, the effects of violence, victims’ perspectives and the solution of the problem. The research uses case-study method with qualitative research. The determination the informant uses purposive sampling in which the informants are chosen intentionally based on the criteria and uses another people as key person or mediator in order the researcher can know and communicate with the informant. The techniques of data collection are deep interview and documentation.

The findings of the research show that violence which are happened during relationship are caused by unfair gender culture, patriarchy culture, and relation of authority which is not equal and has developed and become entrenched of a society. The kind of violence that is experienced by the informants during relationship is psychological violence. But there are also physical and sexual violence. The effect of violence is most of the informants feel not free to associate with their friends and feel inferior or shy. Whereas the solution or the ceasing of dating violence which are done by five informants are self- introspection, keeping of the problem, breaking of the relationship, talking calmly, and involving close friend to find out the best solution.

Based on the existing phenomena about violence during relationship, to create relationship without violence, socializations about the comprehension of violence during relationship are needed for all of societies especially for girls. Besides, special organization in handling the case of violence during relationship, safe home or shelter are also needed to give counseling for the victims and


(2)

accommodate them for a while so that it can save their life and make them think rationally in taking decision about the continuity of their relationship. Socialization about the understanding of violence law for women which is held by organization that cares about violence for woman especially violence during relationship from law perspective is also important. It will make the doer be more understand that what they have done is kind of criminality which can make them get law punishment.


(3)

ABSTRAK

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN (DATING VIOLENCE)

Oeh Dewi Wulan Tisyah

Kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakkan kekerasan terhadap perempuan. Namun herannya kekerasan pada masa pacaran itu sendiri kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masih cukup banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar. Selain itu, kurangnya informasi yang menyoroti masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian pada masa pacaran itu sendiri. Sehingga cukup banyak perempuan yang menjadi korban dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan berkurang namun semakin bertambah buruk.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab terjadinya kekerasan tersebut, bentuk-bentuk kekerasan yang dialami pada masa pacaran, dampak-dampaknya, perspektif si korban dan cara penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan tipe penelitian kualitatif. Penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling dimana pemilihan inform dipilih secara sengaja berdasarkan criteria yang telah ditentukan dan menggunakan orang lain sebagai key person atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubungan dengan informan. Teknik pengumpulan data adalah melalui wawancara mendalam dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada masa pacaran disebabkan adanya budaya yang tidak adil gender, budaya patriarki dan relasi kuasa yang tidak setara yang telah berkembang dan membudaya di masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami informan pada masa pacaran umumnya adalah dalam bentuk kekerasan psikis. Namun ada juga yang mengalami kekerasan dalam bentuk fisik dan seksual. Dampak-dampak yang terjadi adalah kebanyakan dari informan merasa tidak bebas dalam bergaul dengan teman-temannya dan merasa minder atau malu. Sedangkan cara penyelesaian atau penghentian yang dilakukan kelima informan ketika dating violence terjadi atau dialami pada saat itu adalah dengan slaing introspeksi diri,


(4)

menyimpan persoalan, memutuskan hubungan, membicarakannya dengan kepala dingin, da melibatkan teman dekat untuk mancari solusi terbaik.

Dengan demikian, berdasarkan fenomena yang telah ada tentang kasus dating violence, untuk mewujudkan hubungan pacaran tanpa adanya unsure kekerasan di dalamnya, maka diperlukan sosialisasi mengenai pemahaman terhadap dating violence itu sendiri kepada seluruh lapisan masyarakat terutama kepada remaja perempuan. selain itu, perlu juga dibentuk lembaga yang khusus menangani persoalan dating violence beserta safe home/shelter yang dapat memberikan konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran serta mampu menampung mereka sementara waktu, sehingga terjaga keselamatan jiwanya serta mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan bagi kelanjutan hubungan pacarannya. Sosialisasi mengenai pemahaman terhadap UU kekerasan pada perempuan oleh lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan khususnya kekerasan pada masa pacaran melalui detik hukum juga dianggap penting, agar pelaku dapat lebih mengerti bahwa apa yang dilakukannya adalah bentuk dari tindak kejahatan yang bisa berakibat pada hukum pidana.


(5)

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(DATING VIOLENCE)

(Studi Kasus Pada Mahasiswi Universitas Lampung)

Oleh

DEWI WULAN TISYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU SOSIAL

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(6)

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(DATING VIOLENCE)

(Studi Kasus Pada Mahasisiwi Universitas Lampung)

SKRIPSI

Oleh

DEWI WULAN TISYAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ………. i

JUDUL DALAM ………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

RIWAYAT HIDUP ………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. vi

MOTTO ……… vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……… x

I. PENDAHULUAN ……….... 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitia ……….. 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ………... 8

1.3.2 Kegunaan Penelitian ……….. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 2.1 Kekerasan Pada Masa Pacaran ……… 10

2.1.1 Konsep Pacaran ……….. 10

2.1.2 Konsep Kekerasan ……….. 13

2.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran ………... 18

2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran ……… 19

2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran ……….. 21

2.4.1 Dampak Kejiwaan ……….. 21

2.4 2 Dampak Sosial ……… 21

2.4.3 Dampak Fisik ……….. 22

2.5 Pengertian Analisis ………... 22

2.6 Landasan Teori ………. 23


(8)

III. METODE PENELITIAN ………

3.1 Tipe Penelitian ………. 27

3.2 Fokus Penelitian ……….. 28

3.3 Lokasi Penelitian ……….. 30

3.4 Penentuan Informan ……….. 30

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 32

3.6 Teknik Analisa Data ……….. 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 4.1 Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Masa Masa Pacaran Atau Dating Violence ……… 35

4.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran (dating violence) ……… 52

4.2.1 Kekerasan Psikis ……… 52

4.2.2 Kekerasan Fisik ………. 56

4.2.3 Kekerasan Seksual ………... 57

4.2.4 Kekerasan Ekonomi ……….. 58

4.3 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran (Dating Violence) ……… 59

4.3.1 Dampak Psikis ……….. 60

4.3.2 Dampak Sosial ……….. 61

4.3.3 Dampak Fisik ……… 62

4.4 Pemahaman Atau Perspektif Terhadap Kekerasan Pada Masa Pacaran (Dating Violence) ………. 63

4.5 Penyelesaian Atau Penghentian Kekerasan Pada Masa Pacaran (Dating Violence) Yang Terjadi Dan Dialami Pada Saat Itu ……….. 69


(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………

5.1 Kesimpulan ………. 74 5.2 Saran ……… 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

MOTTO

“……Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara

kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa

derajat……”

(Q.S. Al-Mujadilah, 58:11)

“Harus ada perubahan baru ada kemajuan”

(Dewi Wulan Tisyah)

“Hidup mungkin tak sesuai dengan rencanamu, namun selama

mereka sesuai dengan rencana Tuhan, hidupmu akan terencana

dengan baik”

(Denny Ch Pratama)

“Membaca itu belajar, pelajaran, dan pembelajaran. belajar untuk

tahu. pelajaran mencapai ilmu. pembelajaran untuk maju”

(Bentang Pustaka)


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si. ………

Penguji Utama : Dr. Hartoyo, M.Si. ………

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. 195801091986031002


(12)

PERSEMBAHAN

Terimakasih ya Alloh, Tuhan saya yang Maha Tunggal. Semua yang saya raih adalah semata-mata karena Ridho Mu serta doa-doa dan dukungan yang tulus dari orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya sepenuh jiwa. Dengan penuh cinta dan kasih sayang serta kerendahan hati, saya persembahkan karya sederhana ini kepada :

Mama Papa saya yang selalu menanti dengan doa, cucuran keringat, kasih sayang tiada henti, memberi motivasi, kepercayaan dan harapan yang tinggi, sehingga mengantarkan saya meraih gelar Sarjana.

 Saudara-saudara sekandung saya Muhammad Ali Aqso, Maulana Ali Muhammad Ersad, Alfika Aksaria Sa’adah, Faisal Ali Rahman, Muhammad Safrizal Juliansyah, dan juga keponakan saya Thalita Azka Lutfiah dan Ozella Licia Putri Aqso. Terimakasih sudah mengisi hari-hari saya dengan keramaian yang terkadang membuat “sebal” dan membuat hidup saya lebih hidup. Tapi itu semua memotivasi saya untuk terus maju menyelesaikan semuanya. Dengan adanya kalian membuat saya gak pernah merasa sepi.

 Orang-orang terdekat, keluarga besar H.A (Hulaimi Ahmad), keluarga besar STJ (Sutarji), sahabat, teman-teman saya tersayang, sedikit banyak kalian telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(13)

Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA

MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya

Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008 Program Studi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing

Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.


(14)

Judul Skripsi : ANALISIS KEKERASAN PADA MASA

MASA PACARAN (DATING VIOLENCE) Nama Mahasiswa : Dewi Wulan Tisya

Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011008 Program Studi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

Ketua Jurusan Sosiologi Pembimbing

Drs. Susetyo, M.Si. Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si.


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya Lampung Tengah pada tanggal 7 Juni 1988 dan merupakan anak ketiga dari enam bersaudara, anak dari pasangan Syafruddin dan Endang Setiawati.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-Kanak ABA Bandar Jaya Lampung Tengah yang selesai pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 7 Bandar Jaya Lampung tengah yang akhirnya pindah ke SD YPP Bandar Harapan Lampung Tengah pada kelas enam SD yang diselesaikan pada tahun 2000. Jenjang pendidikan berikutnya di SLTP YPP Bandar Harapan Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2003. Serta jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Poncowati Terbanggi Besar Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis sempat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi DCC Lampung Jurusan D1 Bahasa Inggris. Di tahun 2008 penulis diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Jurusan sosiologi, Universitas Lampung melalui jalur UM (Ujian Mandiri). Kemudian pada tahun 2011 penulis mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.


(16)

SANWACANA

Bismillahirohmannirrohim

Alhamdulilah segala puji bagi Alloh SWT, karena berkat rahmat dan ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi atas segala bimbingan dan saran yang telah diberikan.

3. Ibu Dra. Yuni Ratna Sari, M.Si selaku Pembimbing Skripsi atas segala kebaikan, saran, bantuan dan waktu yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. Hartoyo, M.Si selaku Dosen Penguji atas segala kebaikan, dan sarannya yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(17)

5. Ibu Erna Rochana, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas segala nasihat, masukan, dan saran yang telah diberikan selama penulis menjalani proses menyelesaikan studi dan skripsi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

7. Teman-teman satu Angkatan 2008 Jurusan Sosiologi atas segala bantuan, semangat dan dukungannya.

8. Kedua Orangtua atas segala dukungannya dalam bentuk kasih sayang, doa, materi dan keyakinan.

9. Kelima saudara sekandung saya atas segala bantuan dan dukungannya dalam bentuk kekompakan dan saling menjaga.

10. Keluarga Besar Hulaimi Ahmad dan Keluarga Besar Sutarji atas dukungannya dalam bentuk moril.

11. Almamater tercinta.

Semoga Alloh senantiasa memberikan Rahmat, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 18 Oktober 2012 Penulis,


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related violences. Bias gender itu sendiri disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat dimana banyak sekali pelabelan yang diberikan masyarakat terhadap laki-laki yang justru malah merugikan perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan telah terjadi sepanjang kehidupan manusia. Namun hingga sekarang masih belum dianggap sebagai persoalan yang serius untuk diselesaikan. Kekerasan merupakan cerminan adanya dominasi relasi yang


(19)

tidak setara dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Tommy Awuy (1999), kekuasaan ada di tangan laki-laki. Hal ini yang membuat laki-laki menjadi makhluk yang aktif (subjek) sementara perempuan menjadi pasif (objek) dari kekuasaan (subordinat). Perempuan menjadi objek pelampiasan gejolak seksualitas laki-laki yang bisa saja pelampiasan itu hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa laki-laki itu memang berkuasa.

Cara pandang masyarakat terhadap kekerasan perempuan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat. Seperti nilai-nilai patriarki yang hidup dan dipelihara oleh masyarakat dengan mengabaikan nilai lainnya. Dimana nilai-nilai itu memberi hak istimewa kepada laki, sehingga segala kebutuhan laki-laki itu diprioritaskan di atas kebutuhan perempuan.

Adapun macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender yang dikemukakan oleh Mansour Fakih (2004:18-19) diantaranya yaitu :

1. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan dalam perkawinan.

2. Tindak pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence).

3. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital multilation).

4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitusi). 5. Kekerasan dalam bentuk pornografi.

6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga berencana (enforce sterilization).


(20)

7. Kekerasan yang terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh bagian tubuh dari perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotionalharassment.

Sedangkan menurut Siti Noor Laila dan Yuni Satria Rahayu (2004:24) kekerasan terhadap perempuan terbagi dalam tiga lingkup. Pertama di lingkup keluarga (ranah), yaitu kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Seperti kekerasan terhadap istri baik psikis, fisik, ekonomi, seksual dan pembatasan ruang gerak istri, kekerasan terhadap anak perempuan dan pembantu rumah tangga. Kedua yakni di lingkup masyarakat (publik) yang merupakan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Seperti perkosaan, eksploitasi perempuan melalui media, pelecehan seksual, perdagangan perempuan dan anak perempuan, melarikan anak perempuan (sebambangan). Ketiga di lingkup negara (state) yaitu kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh aparat negara secara sistematis, atau melalui kebijakan-kebijakan baik secara langsung yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat jelas bahwa penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan adalah budaya patriarki, dimana adanya pengakuan di masyarakat bahwa laki-laki itu superior atau kuat sedangkan perempuan itu hanya subordinat atau lemah. Padahal sebenarnya anggapan itulah yang akan melanggengkan terjadinya kekerasan di masyarakat. Sehingga tanpa


(21)

disadari kekerasan akan terus berlangsung kalau perempuan itu tidak dapat membela diri. Begitu pula kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran akan terus berlangsung hingga ke perkawinan. Namun dalam hal ini banyak remaja perempuan khususnya kurang memahami tentang kekerasan pada masa pacaran.

Selain itu kekerasan pada masa pacaran itu sendiri juga kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena masih cukup banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, sebab pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, dimana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar.

Padahal kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan. Sebab menurut Deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan tahun 1994 pasal 1, kekerasan terhadap perempuan itu sendiri adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”

Namun demikian, walaupun termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan, sebenarnya kekerasan pada masa pacaran ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban


(22)

dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam gender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang wajar dan semena-mena (http://situs.Kesepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

Beberapa data yang dapat dijadikan alasan mengapa kekerasan pada masa pacaran perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak antara lain menurut Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan gender menemukan bahwa sejak tahun 1994-2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kekerasan pada masa pacaran (Kompas-online 4 Maret 2002).

Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang telah membuka pelayanan satu atap

(One Stop Service) dalam menangani kekerasan terhadap perempuan

mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus kekerasan pada masa pacaran yang dilaporkan (Kompas-online 4 Maret 2002).

Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja terdapat 47 kasus kekerasan pada masa pacaran, 57% diantaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id).


(23)

Di Lampung Sendiri dalam Catatan Akhir Tahun Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, kekerasan pada masa pacaran (dating violence) yang terjadi selama tahun 2010 adalah sebanyak 23 kasus dengan perincian 18 kasus kekerasan seksual berupa pelecehan dan perkosaan, 5 kasus kekerasan fisik berupa 4 kasus pemukulan dan 1 kasus pembakaran. Sedangkan kasus dating violence yang didampingi oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR sendiri dari Januari-Desember 2010 sebnayak 9 kasus berupa kekerasan fisik (pemukulan dan pembakaran) dan kekerasan seksual (perkosaan).

Berdasarkan data-data yang telah disajikan, menunjukkan bahwa kekerasan pada masa pacaran benar-benar perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk kesadaran dari perempuan itu sendiri tentang apa itu kekerasan pada masa pacaran. Sebab dilihat dari jumlahnya, kekerasan pada masa pacaran sudah bukan lagi persoalan yang biasa-biasa saja. Namun kesulitannya masyarakat dan perempuan itu sendiri yang menganggap kekerasan pada masa pacaran bukanlah masalah yang serius yang perlu ditanggapi. Kurangnya informasi yang menyoroti masalah kekerasan pada masa pacaran berdampak pula pada kurangnya perhatian pada masa pacaran itu sendiri.

Dengan adanya fenomena yang terjadi dalam hubungan pacaran inilah, maka mengetahui analisis dalam menghadapi kekerasan pada masa pacaran dianggap peneliti perlu dikaji, mengingat cukup banyak perempuan yang menjadi korban dalam hal ini mempertahankan hubungannya bahkan hingga ke jenjang pernikahan. Padahal ketika mereka menikah kekerasan yang mereka alami bukan berkurang namun semakin bertambah buruk, dan juga dengan dikajinya penelitian


(24)

ini agar para perempuan dapat mengetahui tentang bahaya dan akibat dari kekerasan pada masa pacaran.

Berbeda dengan penelitian Marisa Tri Dewanti tentang Gambaran Kekerasan dalam Pacaran pada Remaja Usia 17-21 Tahun di Program Studi Kebidanan, dalam penelitian penulis ini akan dibahas secara menyeluruh atau dianalisis secara utuh tetapi fokus tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga yang akan diteliti adalah usia 19-21 tahun. Dalam penelitian ini juga akan diungkap bagaimana pengetahuan perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran dan juga perspektif para perempuan tentang kekerasan pada masa pacaran yang telah dialaminya. Sebab, jika kekerasan pada masa pacaran tidak segera diteliti maka dampak negatif dari kekerasan pada masa pacaran tersebut akan terus berlangsung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas sebagai fenomena yang sebenarnya ditemui dalam hubungan pacaran, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Apa penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran (dating violence) ?

2. Apa sajakah bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran (dating violence) ?

3. Bagaimana dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran (dating violence) ?


(25)

4. Apa perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence) menurut si korban ?

5. Bagaimana cara penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran (dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu ?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian mengenai analisis dalam menghadapi kekerasan pada masa pacaran (dating violence) adalah;

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

3. Untuk menjelaskan dampak-dampaknya ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

4. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan perspektif si korban tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence)

5. Untuk menjelaskan cara penyelesaian atau penghentian pada masa pacaran (dating violence) yang terjadi atau dialami pada saat itu.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan konsep-konsep ilmu sosiologi gender. Sedangkan secara khusus, diharapkan dapat


(26)

mengembangkan konsep-konsep ilmu sosial budaya yang menyangkut norma-norma dalam pergaulan dan mengenai masalah yang dihadapi pada masa pacaran.

2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi bahan perhatian bagi pihak atau lembaga yang peduli pada kekerasan yang dialami perempuan untuk lebih meningkatkan sosialisasi mengenai kekerasan pada masa pacaran kepada seluruh lapisan masyarakat terutama remaja perempuan itu sendiri. Karena kekerasan pada masa pacaran merupakan salah satu bentuk dari tindakan kekerasan terhadap perempuan.

3. Secara terapan, diharapkan berguna dalam meningkatkan kemampuan dasar pengetahuan khususnya dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan Pada Masa Pacaran 2.1.1 Konsep Pacaran

Menurut Rifka Anissa WCC Yogyakarta (2000: 1), masalah cinta dalam usia remaja sering dihubungkan dengan pacar atau pacaran. Pacaran adalah hubungan cinta antara laki-laki dengan perempuan yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu, entah janji sehidup semati, entah janji untuk saling berkorban, saling pengertian, saling setia, atau apapun. Pacaran sebenarnya adalah fase atau saat yang dilalui oleh sepasang kekasih untuk saling mengenal lebih dekat. Dimana biasanya dalam cinta, idealnya harus ada perasaan saling memahami, saling memberi semangat, saling menjaga dan sama-sama melakukan hal yang positif.

Menurut Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pusat, pacaran ini biasanya mulai muncul pada masa awal pubertas. Perubahan hormon dan fisik mulai memunculkan rasa


(28)

ketertarikan diri terhadap lawan jenis. Proses “sayang-sayangan” dua lawan jenis ini merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagi persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa. (http://situs.Kesrepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Yahya Ma’sum dan Chatarina Wahyurini di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat beberapa tahapan dari pacaran, yaitu :

1. Tahap ketertarikan

Dalam tahap ini tantangannya ialah bagaimana mendapatkan kesempatan untuk menyatakan ketertarikan dan menilai orang lain.

2. Tahap ketidakpastian

Pada masa ini terjadi peralihan dari rasa tertarik ke arah rasa tidak pasti. Maksudnya pada masa ini mulai bertanya-tanya apakah orang tersebut benar-benar tertarik pada dirinya.

3. Tahap komitmen

Pada tahap ini yang timbul adalah keinginan kita kencan dengan seseorang secara eksklusif. Kita menginginkan kesempatan memberi dan menerima cinta dalam suatu hubungan khusus tanpa harus bersaing dengan orang lain. Kita juga ingin lebih rileks dan punya banyak waktu untuk dilewatkan


(29)

bersamanya. Seluruh energi digunakan untuk menciptakan saling cinta dan hubungan yang harmonis.

4. Tahap keintiman

Dalam tahap ini mulai dirasakan keintiman yang sebenarnya, merasa lebih rileks untuk berbagi lebih mendalam dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan merupakan kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri kita (http://situs.Kesrepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

Berdasarkan konsep-konsep pacaran yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa dalam kenyataannya, tataran pandangan mengenai pacaran berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Penafsiran mengenai batasan pacaran menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta dipandang sebagai suatu hubungan cinta yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu untuk sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan sebagainya. Berbeda pula halnya yang diungkapkan oleh Yahya Ma’shum dan Chatarina Wahyurini di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Pusat bahwa batasan pacaran dipandang sebagai suatu proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah.

Dari adanya tataran mengenai penafsiran tentang pacaran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa batasan mengenai pacaran setiap individu tidak dapat dipastikan karena masing-masing individu memiliki pemahaman yang berbeda mengenai konsep pacaran. Namun walaupun tidak dapat dipastikan, konsep mengenai


(30)

pacaran dalam penelitian ini adalah tahap penyesuaian antara kedua belah pihak untuk saling mengenal, yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu untuk sehidup semati, saling berkorban, saling pengertian, saling setia dan sebagainya sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah.

2.1.2 Konsep Kekerasan

Definisi kekerasan terhadap perempuan menurut “Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan” tahun 1994 pasal 1 adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) “kekerasan adalah perihal (yang bersifat, berciri) keras : perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan juga dapat diartikan dengan tindakan paksaan”. Berdasarkan konsep kekerasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan baik secara fisik, seksual, psikologi, termasuk tindakan pemaksaan, baik yang terjadi di ranah dosmetik maupun publik.


(31)

Dari adanya konsep kekerasan dan konsep pacaran yang telah dikemukakan, maka dapat dipahami bahwa antara kekerasan dan pacaran ada ketertarikan, dimana tidak selamanya hubungan percintaan selalu identik dengan hal-hal yang indah dan menyenangkan, namun sebenarnya tanpa disadari dalam hubungan pacaran pernah terjadi kekerasan.

Menurut Pusat Pencegahan dan Kesadaran Seksual pada Universitas Michigan di Ann Arbor (Muray, 2006:10) mendefinisikan kekerasan pada masa pacaran sebagai “penggunaan dengan sengaja taktik kekerasan dan tekanan fisik untuk mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan intinya”.

Adapun faktor yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran remaja menurut Domestic and Dating Violence: an Information and Resource Handbook, yang disususun Metropolitan King City Council tahun 1996 (Jill Murray, 2006: 16), yaitu :

1. Penerimaan teman sebaya

Remaja sangat bergantung pada penerimaan teman sebayanya. Jika teman perempuannya percaya bahwa hubungannya “normal”, ia biasanya tidak mampu menilai apakah pacarnya menunjukkan perilaku kekerasan.

2. Ekspektasi gender

Meskipun remaja sekarang diasuh pada masa dimana persamaan perempuan lebih besar dari pada masa ibunya, dominasi pria dan kepastian wanita tetap merupakan konsep yang berlaku umum.


(32)

3. Kurang pengalaman

Umumnya remaja kurang pengalaman dalam berpacaran dan menjalin hubungan dibandingkan orang dewasa, serta mungkin belum mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya, pacar penyiksa yang cemburu dianggap sebagai tanda cinta dan kesetiaan. Juga, sifat hubungan remaja adalah sementara dan intens, serta terhalang untuk melihat hal ini secara objektif karena kurang peduli.

4. Punya sedikit kontak dengan orang dewasa

Remaja sering merasa bahwa orang dewasa tidak menganggap mereka secara serius dan campur tangan orang dewasa menyebabkan hilangnya rasa kepercayaan atau kemandirian. Ini merupakan salah satu penyebab remaja menyimpan rahasia untuk dirinya sendiri.

5. Kurangnya akses pada sumber-sumber sosial

Anak-anak di bawah usia 18 tahun kurang memiliki akses ke penanganan medis dan tempat penampungan perempuan yang mengalami kekerasan. Mereka membutuhkan izin orangtua, tapi takut memintanya.

6. Masalah legal

Remaja umumnya kurang memiliki akses ke pengadilan dan bantuan polisi. Ini merupakan penghalang bagi remaja yang tidak menginginkan adanya keterlibatan orang tua mereka dalam mengatasi kekerasan dalam hubungan.


(33)

7. Penyalahgunaan substansi

Meskipun penyalahgunaan substansi bukan merupakan penyebab kekerasan pada masa pacaran, hal itu dapat meningkatkan peluang dan parahnya kekerasan. Alkohol dan obat-obatan mengurangi kemampuan untuk menunjukkan kontrol diri dan kemampuan membuat keputusan dengan baik, pada anak perempuan dan anak laki-laki.

Faktor lainnya yang menyebabkan meningkatnya kekerasan pada masa pacaran yaitu :

1. Pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang amat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Masalah-masalah emosional yang kurang diperhatikan orang tua dapat memicu timbulnya permasalahan bagi individu yang bersangkutan di masa yang akan datang. Misalkan saja sikap kejam orang tua, berbagai macam penolakan dari orang tua terhadap keberadaan anak, dan sikap disiplin yang diajarkan secara berlebihan. Hal-hal semacam itu akan berpengaruh pada peran (role model) yang dianut anak itu pada masa dewasanya. Bisa model peran yang dipelajari sejak kanak-kanak tidak sesuai dengan model yang normal atau model standard, maka perilaku semacam kekerasan dalam pacaran ini pun akan muncul.

2. Media Masa

Media Massa, TV atau film juga sedikitnya memberikan kontribusi terhadap munculnya perilaku agresif terhadap pasangan. Tayangan kekerasan yang sering muncul dalam program siaran televisi maupun adegan sensual dalam film tertentu dapat memicu tindakan kekerasan terhadap pasangan.


(34)

3. Kepribadian

Teori sifat mengatakan bahwa orang dengan tipe kepribadian A lebih cepat menjadi agresif daripada tipe kepribadian B (Glass, 1977). Hal ini berlaku pula pada harga diri yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh seseorang maka ia memiliki peluang yang lebih besar untuk bertindak agresif.

4. Peran Jenis Kelamin

Pada banyak kasus, korban kekerasan dalam pacaran adalah perempuan. Hal ini terkait dengan aspek sosio budaya yang menanamkan peran jenis kelamin yang membedakan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituntut untuk memiliki citra maskulin dan macho, sedangkan perempuan feminim dan lemah gemulai. Laki-laki juga dipandang wajar jika agresif, sedangkan perempuan diharapkan untuk mengekang agresifitasnya.

(http://sapaindonesia.wordpress.com/2011/07/16/mengenal-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-pacaran. Diakses pada tanggal 4 Mei 2012)

Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:2) kekerasan pada masa pacaran adalah perasaan memiliki dan menguasai yang menghambat perkembangan diri pasangan yang wujudnya bermacam-macam yaitu fisik, psikis, seksual dan ekonomi.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat dsimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan pada masa pacaran adalah kekerasan yang sering dialami atau sering muncul meliputi kekerasan seksual, psikis, ekonomi serta kekerasan dan tekanan fisik untuk mendapatkan serta mempertahankan


(35)

kekuasaan dan kontrol terhadap pasangan intimnya juga dalam bentuk ingkar janji.

2.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Masa Pacaran

Menurut Rifka Annisa WCC Yogyakarta (2000:3) tentang bentuk-bentuk dan akibat dari kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran :

1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang dilakukan dengan anggota badan si pelaku atau dengan bantuan alat tertentu misalnya kayu, besi, batu dan lain-lain. Kekerasan fisik ini contohnya menjambak, memukul, menyundut dengan rokok, mendorong, mencekik dan sebagainya. Akibat dari kekerasan fisik adalah timbulnya luka atau bekas di tubuh korban, patah kaki, retak tulang, rambut rontok, lecet sampai gegar otak.

2. Kekerasan emosional, yaitu kekerasan yang cenderung tidak terlalu nyata atau jelas seperti kekerasan fisik. Kekerasan emosional lebih dirasakan atau berdampak pada perasaan sakit di hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, minder dan perasaan tidak enak lainnya. Contoh kekerasan ini adalah pembatasan, yaitu seseorang membatasi aktivitas pasangannya tanpa alasan yang masuk akal, cemburu yang berlebihan, punya “ban serep”, “nyuekkin”, menghina dan sebagainya.

3. Kekerasan seksual, yaitu kekerasan yang berkaitan dengan penyerangan seksual atau agrisifitas seksual seperti mencium, memeluk dengan paksa, memegang tangan atau meraba-raba kemaluan. Selain itu, kekerasan seksual juga termasuk pemberian perhatian yang berkonotasi (nyerempet-nyerempet) seksual, seperti memaksa pacar menonton film porno, menunjukkan gambar


(36)

porno padahal tidak disukai. Akibat kekerasan seksual, misalnya kehamilan yang tidak dikehendaki dan pemaksaan melakukan aborsi (pengguguran kandungan). Pada kegagalan aborsi salah satu akibat yang timbul adalah kematian ibu dan bayi.

4. Kekerasan ekonomi, yaitu kekerasan yang berhubungan dengan uang dan barang. Misalnya pacar suka meminta uang, utang tidak pernah membayar atau kalau meminjam barang tidak pernah mengembalikan dan lain-lain. Akibat dari kekerasan ini berhubungan dengan kehilangan atau kekurangan barang dan uang juga.

Dengan adanya pengetahuan atau wacana perempuan terhadap bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran, maka akan didapatkan pandangan bahwa kekerasan yang dialami pada masa pacaran merupakan tindakan kekerasan atau paksaan untuk melakukan sesuatu, baik disadari maupun tidak yang tentu saja kekerasan dalam bentuk apapun tidak disetujui oleh perempuan.

2.3 Penyebab Kekerasan Pada Masa Pacaran

Kekerasan pada masa pacaran lebih banyak dialami oleh perempuan atau remaja putri karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal gender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai mahluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena. (http://situs.Kesrepro.Info/genderfaw/des/2001/gender).


(37)

Adapun hal-hal yang menyebabkan laki-laki melakukan tindak kekerasan terhadap pasangannya pada masa pacaran menurut Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR adalah sebagai berikut :

1. Bias Gender

Ideologi yang membedakan peran sosial dan karakteristik laki-laki dan subordinasi dan kekerasan perempuan atas dasar jenis kelamin telah menyebabkan timbulnya perbedaan akses dalam hal ekonomi, informasi dan politik sehingga menyebabkan marginalisasi terhadap perempuan.

2. Budaya Patriarki

Keyakinan yang ada dalam msyarakat bahwa laki-laki superior (kuat) sedangkan perempuan inferior (lemah), sehingga laki-laki dianggap dibenarkan untuk berkuasa atas diri perempuan.

3. Kekuasaan atau Dominasi

Kekuasaan memungkinkan terjadinya prilaku menguasai atau mengontrol kepada pihak yang dikuasai dan manifestasinya berupa kekerasan.

Berdasarkan penyebab kekerasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama dari munculnya tindak kekerasan pada masa pacaran ini disebabkan bias gender dan telah tertanamnya budaya patriarki, dimana adanya pengakuan dari masyarakat bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai mahluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki karena laki-laki dianggap sebagai superior (kuat) dan perempuan inferior (lemah), sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.


(38)

Pandangan inilah yang menimbulkan laki-laki mempunyai hak kontrol, mengatur dan mengendalikan perempuan. Dan pandangan ini diyakini pula oleh perempuan, sehingga apabila masalah ini tidak segera diatasi pada masa pacaran maka akan terus berlanjut sampai menikah nantinya.

2.4 Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran

Dampak yang ditimbulkan dalam kekerasan pada masa pacaran tentunya sangat berbahaya. Kekerasan akan selalu berdampak negatif dan akibat yang paling fatal adalah luka psikologis yang memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama dan tidak dapat dipastikan. Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada masa pacaran, antara lain :

2.4.1 Dampak Kejiwaan

Perempuan menjadi trauma atau membenci laki-laki, akibatnya perempuan menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Sehingga menimbulkan rasa kecemasan yang mendalam.

2.4.2 Dampak Sosial

Posisi perempuan menjadi lemah dalam hubungan dengan laki-laki. Apalagi perempuan yang merasa telah menyerahkan keperawanannya kepada pacarnya, biasanya merasa minder untuk menjalin hubungan lagi. Jadi, rasa percaya dirinya menurun. Tidak hanya rasa percaya diri terhadap lawan jenis tapi juga terhadap diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan turunnya produktivitas kerja atau prestasi.


(39)

2.4.3 Dampak Fisik

Bila terjadi kehamilan tidak dikehendaki dan pacar meninggalkan pasangannya. Ada dua kemungkinan :

 Melanjutkan kehamilan atau aborsi. Bila melanjutkan kehamilan, harus siap menjadi orang tua tunggal. Bila aborsi, harus siap

menanggung risiko-risiko, seperti pendarahan, infeksi, dan bahkan kematian. Bila terjadi hubungan seks dalam pacaran, perempuan akan rentan terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu herpes dan HIV/AIDS. (http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/kekerasan_dalam_pacaran.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012).

2.5 Analisis

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Peter Salim dan Yenni Salim (2002) menjabarkan pengertian analisis sebagai berikut:

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya).

b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan.

c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah ditelaah secara seksama.


(40)

d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya).

e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Suharso dan Ana Retnoningsih (2005), analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara dan sebagainya).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005) menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

2.6 Landasan Teori

Untuk menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengambil suatu contoh teori yaitu agression atau agresi adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau secara destruktif.

Perilaku agresif memiliki asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada


(41)

gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.

Perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2279873-violence-teori-kekerasan-simbolik-zavloj. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012). 2.7 Kerangka Pikir

Masa remaja adalah masa-masa indah dan bahagia. Dimana pada masa tersebut remaja mulai mengalami namanya jatuh cinta sekaligus cinta pertama. Walaupun pada dasarnya cinta itu sendiri sulit untuk didefinisikan dan sulit digambarkan. Masa-masa seperti ini biasanya mulai muncul pada masa awal pubertas. Perubahan hormon dan fisik laki-laki dan perempuan memunculkan rasa ketertarikan satu sama lain. Proses “sayang-sayangan” lawan jenis tersebut merupakan proses saling mengenal dan memahami serta belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari ketidakcocokkan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.

Dalam hal ini masa cinta dalam usia remaja sering dihubungkan dengan pacar atau pacaran. Dimana pacaran adalah hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan yang diikat dengan suatu komitmen atau janji-janji tertentu. Seperti


(42)

janji untuk sehidup semati, janji untuk saling berkorban, janji untuk saling setia, saling pengertian dan sebagainya.

Pacaran sebenarnya merupakan suatu fase atau saat yang dilalui oleh sepasang kekasih untuk saling mengenal lebih dekat. Dan dalam cinta, idealnya harus ada perasaan saling memahami, saling memberi semangat, saling menjaga, saling melakukan hal yang positif dan sebagainya. Namun sesuatu yang ideal itu kadang kala bertentangan dengan prakteknya, sehingga timbulah bentuk pacaran yang negatif yang mengandung unsur kekerasan. Pacaran yang buruk tersebut akan ditandai dengan hubungan kebersamaan yang buruk pula. Hubungan seperti ini adalah hubungan yang dilandasi perasaan memiliki yang begitu kuat, sehingga timbul perasaan ingin menguasai. Namun, dalam hal ini perasaan memiliki itu dianggap wajar oleh masyarakat dan remaja perempuan pada khususnya sebab mereka beranggapan orang yang berpacaran memang harus saling memiliki. Perasaan memiliki dan menguasai tersebut akhirnya menghambat perkembangan diri pasangan yang dalam hal ini perempuanlah sebagai korbannya. Karena perasaan memiliki dan menguasai tersebut menunjukkan lambang adanya bias gender, budaya patriarki yang berkembang dan kekuasaan atau dominasi dari laki-laki sebagai penyebab munculnya kekerasan pada masa pacaran. Hingga sesuatu yang dikatakan pacaran yang ideal tersebut tidak tercapai. Namun yang mengherankan, pacaran yang dilandasi kekerasan tersebut pada umumnya dapat bertahan lama dan ada juga yang berhasil hingga jenjang pernikahan. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para remaja tentang kekerasan pada masa pacaran itu sendiri.


(43)

Padahal tindakan menguasai tersebut dikategorikan sebagai tindak kekerasan, karena kekerasan itu menurut “Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan” adalah setiap tindakan yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan secara fisik, mental, ekonomi atau seksual pada korbannya.

Tindakan kekerasan itu wujudnya bermacam-macam, yaitu fisik, mental atau psikis, seksual dan ekonomi. Dengan menganalisis Kekerasan Pada Masa Pacaran akan dijabarkan atau dijelaskan seperti apa bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran, apa penyebabnya, bagaimana dampaknya, apa persepsi masyarakat tentang kekerasan pada masa pacaran dan bagaimana cara penyelesaiannya. Penelitian ini telah mengacu kepada mata kuliah Sosiologi Gender. Di mana Sosiologi Gender mempelajari tentang suatu konsep kultural yang berupa membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sosiologi gender juga mempelajari tentang aspek sosial, budaya, dan psikologis.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1996:175) bahwa penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan untuk mengungkapkan rahasia sesuatu, dilakukan dengan menghimpun data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan cara bekerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.

Lebih lanjut dijelaskan objek penelitian kualitatif adalah seluruh bidang atau aspek kehidupan manusia, yakni manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi manusia. Objek itu diungkapkan kondisinya sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya (natural setting), mungkin berkenaan dengan aspek atau bidang kehidupannya yang disebut ekonomi, kebudayaan, hukum, administrasi, agama dan sebagainya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Menurut Soekanto (1996) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan studi kasus adalah


(45)

penelitian yang bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya tentang salah satu gejala nyata yang ada dalam kehidupan masyarakat yang dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok masyarakat setempat (community), lembaga-lembaga maupun individu-individu.

Adapun tujuan digunakan metode studi kasus ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan menganalisis mengenai kekerasan pada masa pacaran.

Alasan digunakannya metode kasus menurut Robert K. Yin (1996:1) dikarenakan beberapa hal, yaitu :

1. Penelitian hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki. Dengan kata lain penelitian dengan cara studi kasus tidak membutuhkan kontrol terhadap peristiwa pelaku yang akan diteliti

2. Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

3.2 Fokus Penelitian

3.2.1 Penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa

pacaran (dating violence)

Penyebab terjadiya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan mengenai sesuatu yang melarbelakangi dan menjadi penyebab terjadinya kekerasan yang dialaminya pada masa pacaran.


(46)

3.2.2 Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran (dating violence)

Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan yang digambarkan oleh informan mengenai suatu bentuk kekerasan yang dialaminya pada masa pacaran baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi maupun seksual.

3.2.3 Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran (dating

violence)

Dampak ketika terjadi kekerasan pada masa pacaran dalam penelitian ini maksudnya dalam arti dampak yang ditimbulkan atau dialami oleh si korban atas pelaku.

2.2.4 Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran (dating violence) menurut si korban

Perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran menurut si korban dalam penelitian ini maksudnya si korban akan memberikan perspektifnya atau pendapatnya tentang kekerasan pada masa pacaran yang dialaminya.

2.2.5 Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran

(dating violence) yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu

Penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran yang terjadi atau dialami perempuan pada saat itu dalam penelitian ini maksudnya adalah dalam arti keadaan yang digambarkan informan mengenai penyelesaian atau penghentian


(47)

yang dilakukan informan ketika kekerasan pada masa pacaran terjadi atau dialaminya pada saat itu.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di lingkungan Universitas Lampung. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan data yang diperlukan, karena dalam penelitian ini melibatkan mahasiswi UNILA di berbagai jurusan yang sedang mengalami kekerasan pada masa pacaran. Selain itu pula pemilihan lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan lokasi yang mudah dijangkau oleh peneliti serta pertimbangan waktu, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat memenuhi standar kualifikasi sehingga mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data.

3.4 Penentuan Informan

Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini mahasiswi sudah mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak kekerasan pada masa pacaran merupakan sasaran utama yang akan dijadikan informan.

Menurut Spreadly dan Faisal (1990) agar memperoleh informasi yang lebih terbukti, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain : 1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas


(48)

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subjek mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan.

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

Adapun penentuan informan pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, di mana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan menggunakan beberapa orang lain sebagai key person

atau perantara untuk dapat mengenal dan berhubugan dengan informan. Berikut kriteria-kriteria informan yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di berbagai jurusan di

Universitas Lampung.

2. Sudah mempunyai pacar dan pernah atau sedang mengalami tindak kekerasan pada masa pacaran,

3. Usia 19-22 tahun 4. Belum pernah menikah

Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka dipilih beberapa orang mahasiswi Universitas Lampung yang akan dijadikan informasi dalam penelitian ini. Adapun alasan dalam memilih mahasisiwi Universitas Lampung, dikarenakan tentunya di usia mereka telah banyak mengalami masa-masa pacaran, sehingga dengan


(49)

banyaknya pengalaman berpacaran yang telah dialami, maka akan terdapat pula pengalaman kekerasan (baik dalam bentuk fisik, ekonomi, psikis maupun seksual) yang pernah dialami dalam hubungan pacaran. Selain itu peneliti juga mahasisiwi Universitas Lampung, sehingga memudahkan peneliti dalam pencarian informan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara Mendalam

Wawancara diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data primer. Jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa serta jawaban dan pertanyaannya dapat bermacam-macam. Artinya jawaban-jawaban yang diberikan informan tidak dibatasi. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan dapat terarah tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga agar terkesan dialogis dan tampak informal. Informasi yang diharapkan dari wawancara secara lisan yang diungkapkan oleh informan diekspresikan menurut kata-kata dan perspektif informan.

Wawancara mendalam dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran, penyebab terjadinya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran,


(50)

dampak terjadinya kekerasan pada masa pacaran, perspektif tentang kekerasan pada masa pacaran, penyelesaian atau penghentian kekerasan pada masa pacaran yang dialami perempuan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu suatu teknik pencarian data-data sekunder berupa tinjauan pustaka, catatan, buku, agenda, surat kabar serta hal-hal lain yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Menurut Hadari Mawawi dan Martini Hadari (1992:45) bahwa analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsi, serta menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (indepth interview) diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan proses reduction dan interpretations. Data yang terkumpul ditulis dalam bentuk transkrip, kemudian dilakukan pengkategorian dengan melakukan reduksi data yang terkait, kemudian dilakukan interpretasi yang mengarah pada fokus penelitian.

Proses analisa data kualitatif menurut Matthew B. Milis dan A. Michael Huberman (1992:16) akan melalui proses sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di


(51)

lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih luas.

2. Display (Penyajian Data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikkan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid untuk melihat gambaran keseluruhan dari penelitian ini, maka akan diusahakan membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada peneliti, sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik.

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Peneliti berusaha mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan diferifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang muncul dari data yang diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokkan yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya dan kegunaannya.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini, antara lain :

1. Penyebab kekerasan yang dialami pada masa pacaran terjadi karena adanya

relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan yakni pola hubungan di mana salah satu pasangan ada yang merasa lebih berkuasa, seperti rasa cemburu dan rasa memiliki yang berlebihan dari sang pacar. Adanya budaya yang tidak adil gender serta adanya budaya patriarki yang telah tertanam di masyarakat yang umumnya menjadikan posisi perempuan lemah di mata laki-laki. Karena secara alamiah laki-laki dianggap memiliki keunggulan dan kuat. 2. Bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran yang dialami oleh informan adalah kekerasan psikis, fisik, seksual da ekonomi. Dalam bentuk psikis yang dialami berupa dicemburui, dibatasi, dikontrol yang berlebihan, diatur dalam berpakaian, sang pacar memiliki WIL dan mengeluarkan kata-kata kasar pada


(53)

informan. Sedangkan kekerasan fisik yang dialami adalah ditampar dan didorong. Dalam kekerasan seksual yang dialami adalah dipaksa dan dirayu dengan “janji-janji gombal” untuk melakukan hubungan intim. Dan dalam bentuk ekonomi kekerasan yang dialami adalah dimanfaatkan materi si perempuan oleh sang pacar.

3. Dampak-dampak yang dialami oleh kelima informan adalah menjadi

terbatasnya pergaulan mereka terhadap teman-teman mereka, rasa malu karena sang pacar terlalu cuek melakukan tindak kekerasan di depan umum. Susah mengambil keputusan karena sang pelaku lebih dominan terhadap diri si korban. Hilangnya kepercayaan diri karena merasa tidak suci lagi dan merasakan sakit di badan karena bekas kekerasan fisik yang terjadi.

4. Pemahaman informan mengenai dating violence sangat mempengaruhi

informan dalam mengambil keputusan yang tepat ketika mengalami kekerasan pada masa pacaran. Secara umum pemahaman informan belumlah begitu dalam tentang dating violence. Bahkan diantaranya ada yang menganggap yang dialaminya bukanlah bentuk dari kekerasan melainkan ungkapan dari rasa sayangnya pada informan dan hal tersebut dianggap wajar dalam hubungan pacaran. Hal ini disebabkan menurut mereka sesuatu hal dikatakan kekerasan bila telah mengakibatkan luka pada tubuh mereka. 5. Penyelesaian atau penghentian dating violence yang terjadi atau dialaminya

pada saat itu antara lain dengan saling introspeksi diri, menyimpan persoalan, membicarakannya dengan baik-baik, membicarakannya dengan kepala dingin, melibatkan teman dekatnya untuk mencari solusi terbaik dan


(54)

memutuskan hubungan dengan sikap yang tegas membuat informan selalu berharap persoalan tersebut benar-benar terselesaikan dan tidak akan terulang kembali. Namun kenyataannya hampir semua informan mengakui kalau kekerasan yang dialaminya terulang kembali meskipun telah terselesaikan. Kekerasan yang biasanya selalu terulang kembali meskipun sudah terselesaikan atau terhenti pada saat itu adalah kekerasan psikis. Sulitnya informan mengambil keputusan yang tepat untuk menyikapi kekerasan yang dialaminya pada masa pacaran dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya adalah karena kurangnya perhatian, pemahaman dan kesadaran dari berbagai pihak juga informan sendiri tentang dating violence yang dialaminya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan ynag telah diperoleh maka dalam mengatasi kekerasan pada masa pacaran ini disarankan sebagai berikut :

1. Perlunya dibentuk lembaga khusus yang berada di Universitas Lampung sendiri menangani persoalan dating violence ini yang dapat memberikan konseling kepada korban kekerasan pada masa pacaran, sehingga diharapkan akan menyadarkan mereka tentang bagaimana menjalani hubungan tanpa perlunya kekerasan di dalamnya.

2. Sosialisasi mengenai pemahaman dating violence dari lembaga yang

berwennag dan peduli pada kekerasan yang dialami perempuan kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk kepada para penegak hukum, sehingga diharapkan dalam hubungan pacaran tidak terjadi kembali tindak kekerasan


(55)

seperti yang dialami oleh kelima informan. Dengan demikian diharapkan pula

pemahaman dating violence dapat diserap oleh kaum remaja yang umumnya

menjadi korban. Hal ini dimaksudkan agar mereka para korban dating violence memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu yang tepat ketika mengalami dating violence dan menyadari kalau persoalan dating violence adalah persoalan yang serius untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.

3. Perlunya pemahaman tentang gender kepada seluruh masyarakat dan aparat

hukum oleh lembaga yang berwenang sehingga dapat meluruskan mitos-mitos kalau laki-laki lebih superior (kuat) sedangkan perempuan inferior (lemah). Hal ini diharapkan masyarakat akan lebih bersikap objektif dalam memandang persoalan kekerasan yang dialami perempuan khususnya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran.

4. Mensosialisasikan delik hukum ynag berkaitan dengan masalah dating

violence, karena dengan cara ini diharapkan pelkau dpaat lebih mengerti bahwa kekerasan yang selama ini dilakukannya tergolong tindak kejahatan yang bisa berakibat pada hukum pidana. Sosialisasi ini tentunya harus didukung oleh kesiapan aparat yang bersangkutan dalam menyikapi dan menjaga komitmen terhadap masalah dating violence. Dengan demikian diharapkan pula aparat yang khusus menangani kasus ini memiliki perspektif gender yang baik.

5. Pembentukan Women’s Crisis Center beserta safe home/shelter yang akan menampung mereka sementara waktu, sehingga terjadi keselamatan jiwanya serta mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan bagi kelanjutan


(56)

hubungan pacaran ini. Dimana WCC yang bekerja sama dengan pihak kepolisian, rumah sakit, LSM dan pengadilan merupakan jaminan yang ideal dalam menangani masalah bentuk dating violence sehingga diharapkan pelayanan yang diberikan dapat lebih terpadu.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour, 1999. Analisis dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1996. Penelitian Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Koentjaraningrat, 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Laila, Siti Noor dan Yuni Satia Rahayu, Oktober 2004. Sepatu Lars di Rahim Ibu. Grafika Indah. Jakarta.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia. Jakarta.

Murray, Jill, 2006. But I Love Him, Mencegah Kekerasan dan Dominasi Pasangan Dalam Berpacaran. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Reputriwati, Any, Desti Murdijana dan I Susilawati, 2000. Janji Gombal. Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Yogyakarta.

Soekamto, Soerjono, 1982. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Masyarakat. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wuryanto, Doddy dan Ikram, Juli 2003. Suara-suara Kesetaraan dan keadilan. Lembaga Advokasi perempuan DAMAR. Bandar Lampug.


(58)

Skripsi :

Nurhayati. 2005. Faktor-faktor Penyebab Keengganan Mahasiswi Untuk Mengadukan Kasus Kekerasan Yang Dialami Pada Masa Pacaran (Dating Violence). Universitas Lampung.

Verawati. 2005. Faktor-faktor Yang Mendukung Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Mampu Menjadi Survivor. Universitas Lampug. Tridewanti, Marisa. 2010. Gambaran Kekerasan Dalam Pacaran Pada Remaja

Usia 17-21 Tahun di Program Study Kebidanan. Politeknik kesehatan Depkes.

Internet :

(http://situs.Kesepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

(http://sapaindonesia.wordpress.com/2011/07/16/mengenal-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-pacaran. Diakses pada tanggal 4 Mei 2012)

(http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/kekerasan_dalam_pacaran.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012)


(59)

(60)

PEDOMAN WAWANCARA

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(

DATING VIOLENCE

)

I Makna pacaran

1.1 Konsep pacar dan pacaran

1.2 Persepsi terhadap pacar yang ideal 1.3 Persepsi terhadap pacaran yang ideal

1.4 Dampak positif dari hubungan pacaran yang telah dijalani 1.5 Dampak negatif dari hubungan pacaran yang telah dijalani 1.6 Pandangan tentang manfaat pacaran

II Masalah Yang Dihadapi Pada Masa Pacaran 2.1 Masalah serius yang pernah dijalani 2.2 Penyebab munculnya masalah 2.3 Bentuk kekerasan yang dialami 2.4 Penyebab munculnya kekerasan

2.5 Terakhir kali mengalami tindak kekerasan

2.6 Pemahaman tentang kekerasan pada masa pacaran 2.7 Pemahaman terhadap bentuk-bentuk dating violence III Cara Penyelesaian Atau Penghentian Yang Dilakukan Ketika

Kekerasan Pada Masa Pacaran Dialami Atau Terjadi Pada Saat Itu 3.1 Cara penyelesaian atau penghentian yang dilakukan ketika

kekerasan pada masa pacaran (dating violence) dialami atau terjadi pada saat itu

3.2 Harapan setelah terselesaikannya kekerasan yang dialami pada saat itu


(1)

seperti yang dialami oleh kelima informan. Dengan demikian diharapkan pula pemahaman dating violence dapat diserap oleh kaum remaja yang umumnya menjadi korban. Hal ini dimaksudkan agar mereka para korban dating violence memiliki kekuatan untuk memutuskan sesuatu yang tepat ketika mengalami dating violence dan menyadari kalau persoalan dating violence adalah persoalan yang serius untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.

3. Perlunya pemahaman tentang gender kepada seluruh masyarakat dan aparat hukum oleh lembaga yang berwenang sehingga dapat meluruskan mitos-mitos kalau laki-laki lebih superior (kuat) sedangkan perempuan inferior (lemah). Hal ini diharapkan masyarakat akan lebih bersikap objektif dalam memandang persoalan kekerasan yang dialami perempuan khususnya kekerasan yang dialami perempuan pada masa pacaran.

4. Mensosialisasikan delik hukum ynag berkaitan dengan masalah dating violence, karena dengan cara ini diharapkan pelkau dpaat lebih mengerti bahwa kekerasan yang selama ini dilakukannya tergolong tindak kejahatan yang bisa berakibat pada hukum pidana. Sosialisasi ini tentunya harus didukung oleh kesiapan aparat yang bersangkutan dalam menyikapi dan menjaga komitmen terhadap masalah dating violence. Dengan demikian diharapkan pula aparat yang khusus menangani kasus ini memiliki perspektif gender yang baik.

5. Pembentukan Women’s Crisis Center beserta safe home/shelter yang akan menampung mereka sementara waktu, sehingga terjadi keselamatan jiwanya serta mampu berpikir jernih dalam mengambil keputusan bagi kelanjutan


(2)

hubungan pacaran ini. Dimana WCC yang bekerja sama dengan pihak kepolisian, rumah sakit, LSM dan pengadilan merupakan jaminan yang ideal dalam menangani masalah bentuk dating violence sehingga diharapkan pelayanan yang diberikan dapat lebih terpadu.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Fakih, Mansour, 1999. Analisis dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1996. Penelitian Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Koentjaraningrat, 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Laila, Siti Noor dan Yuni Satia Rahayu, Oktober 2004. Sepatu Lars di Rahim Ibu. Grafika Indah. Jakarta.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia. Jakarta.

Murray, Jill, 2006. But I Love Him, Mencegah Kekerasan dan Dominasi Pasangan Dalam Berpacaran. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Reputriwati, Any, Desti Murdijana dan I Susilawati, 2000. Janji Gombal. Rifka Annisa WCC Yogyakarta. Yogyakarta.

Soekamto, Soerjono, 1982. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Masyarakat. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Wuryanto, Doddy dan Ikram, Juli 2003. Suara-suara Kesetaraan dan keadilan. Lembaga Advokasi perempuan DAMAR. Bandar Lampug.


(4)

Skripsi :

Nurhayati. 2005. Faktor-faktor Penyebab Keengganan Mahasiswi Untuk Mengadukan Kasus Kekerasan Yang Dialami Pada Masa Pacaran (Dating Violence). Universitas Lampung.

Verawati. 2005. Faktor-faktor Yang Mendukung Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Mampu Menjadi Survivor. Universitas Lampug. Tridewanti, Marisa. 2010. Gambaran Kekerasan Dalam Pacaran Pada Remaja

Usia 17-21 Tahun di Program Study Kebidanan. Politeknik kesehatan Depkes.

Internet :

(http://situs.Kesepro. Info/genderfaw/des/2001/gendervaw 02. htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011).

(http://sapaindonesia.wordpress.com/2011/07/16/mengenal-bentuk-bentuk-kekerasan-dalam-pacaran. Diakses pada tanggal 4 Mei 2012)

(http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/kekerasan_dalam_pacaran.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012)


(5)

(6)

PEDOMAN WAWANCARA

ANALISIS KEKERASAN PADA MASA PACARAN

(

DATING VIOLENCE

)

I Makna pacaran

1.1 Konsep pacar dan pacaran

1.2 Persepsi terhadap pacar yang ideal 1.3 Persepsi terhadap pacaran yang ideal

1.4 Dampak positif dari hubungan pacaran yang telah dijalani 1.5 Dampak negatif dari hubungan pacaran yang telah dijalani 1.6 Pandangan tentang manfaat pacaran

II Masalah Yang Dihadapi Pada Masa Pacaran 2.1 Masalah serius yang pernah dijalani 2.2 Penyebab munculnya masalah 2.3 Bentuk kekerasan yang dialami 2.4 Penyebab munculnya kekerasan

2.5 Terakhir kali mengalami tindak kekerasan

2.6 Pemahaman tentang kekerasan pada masa pacaran 2.7 Pemahaman terhadap bentuk-bentuk dating violence III Cara Penyelesaian Atau Penghentian Yang Dilakukan Ketika

Kekerasan Pada Masa Pacaran Dialami Atau Terjadi Pada Saat Itu 3.1 Cara penyelesaian atau penghentian yang dilakukan ketika

kekerasan pada masa pacaran (dating violence) dialami atau terjadi pada saat itu

3.2 Harapan setelah terselesaikannya kekerasan yang dialami pada saat itu