SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 TANPA DOPING Pb PADA BERBAGAI KADAR CaCO3

(1)

SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 TANPA DOPING Pb PADA BERBAGAI KADAR CaCO3

(Skripsi)

Oleh

HENI HANDAYANI

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

i ABSTRAK

SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 TANPA DOPING Pb PADA BERBAGAI KADAR CaCO3

Oleh Heni Handayani

Telah dilakukan penelitian dengan memvariasi kadar CaCO3 terhadap bahan superkonduktor BSCCO-2223 tanpa doping Pb. Variasi kadar CaCO3 yang dilakukan sebesar 1,95, 2,00, 2,05 dan 2,10 menggunakan metode padatan (Solid State Reaction Method). Kalsinasi dilakukan pada suhu 800oC selama 10 jam, sedangkan sintering dilakukan pada suhu 850 oC selama 20 jam. Sampel hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan X-Ray Difraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pola difraksi sinar-X dianalisis dengan program Cellref, sehingga dapat diketahui fase BSCCO-2223 yang terbentuk. Selanjutnya dapat dihitung variabel pertumbuhan fase BSCCO-2223 {fraksi volume (FV), derajat orientasi (P) dan impuritas (I)}. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel sudah membentuk fase BSCCO-2223 (yang ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak fase BSCCO-2223) dan sudah terorientasi (ditunjukkan adanya puncak-puncak dengan h = k = 0 dan l adalah bilangan genap. Hasil fraksi volume (FV) yang didapatkan pada penelitian ini dengan masing-masing kadar CaCO3 1,95, 2,00, 2,05 dan 2,10, yaitu 63,81%, 67,39%, 71,25% dan 78,17%. Sedangkan derajat orientasi (P) pada masing-masing sampel adalah 45,56%, 44,65%, 33,20% dan 34,22% serta impuritas (I) sebesar 36,19%, 32,61%, 28,75% dan 21,83%. Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar dari CaCO3, maka semakin tinggi juga nilai fraksi volume (FV), sedangkan untuk derajat orientasi (P) tertinggi terdapat pada kadar CaCO3 1,95.


(3)

ii ABSTRACT

SYNTHESIS BSCCO-2223 SUPERCONDUCTION MATERIALS WITHOUT THE VARIOUS Pb DOPING LEVELS OF CaCO3

By

Heni Handayani

Studies have been conducted by varying levels of CaCO3 on BSCCO-2223 superconduction materials without Pb doping. Variations of CaCO3 is 1.95, 2.00, 2.05 and 2.10 using the method of solids (Solid State Reaction Method). Calcination was carried out at 800oC for 10 hours, while the sintering carried out at 850°C for 20 hours. Synthesized samples were characterized using X-Ray Difraction (XRD) and Scanning Electron Microscopy (SEM). X-ray diffraction patterns were analyzed by Cellref program, so could known BSCCO-2223 phase was formed. The next phase the growth of BSCCO-2223 variables can be computed {fraction volume (FV), the degree of orientation (P) and impurity (I)}. The results showed that all the samples have formed BSCCO-2223 phase (indicated by the peaks phase of BSCCO-2223), and is oriented (shown by peaks with h = k = 0 and l is an even number. Results volume fraction (FV) obtained in this study with their respective levels of CaCO3 1.95, 2.00, 2.05 and 2.10, is 63.81%, 67.39%, 71.25% and 78.17%. Whereas the degree of orientation (P) in each sample were 45.56%, 44.65%, 33.20% and 34.22%, and impurity (I) of 36.19%, 32.61%, 28.75 % and 21.83%. Results showed that higher levels of CaCO3, the higher the volume fraction (FV) value, whrereas for the highest degree of orientation (P) is in the levels of CaCO3 1.95.


(4)

iii

SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 TANPA DOPING Pb PADA BERBAGAI KADAR CaCO3

Oleh

HENI HANDAYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

iv

Judul Skripsi : SINTESIS BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2223 TANPA DOPING Pb PADA BERBAGAI KADAR CaCO3

Nama Mahasiswa : Heni Handayani Nomor Pokok Mahasiswa : 0817041031

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Suprihatin, S.Si., M.Si. Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si. NIP. 19730414 199702 2 001 NIP. 19570825 198603 1 002

2. Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M.Si NIP.19710829 199703 2 001


(6)

v

MENGESAHKAN

1. Tim Pembimbing

Ketua : Suprihatin, S.Si., M.Si.

Sekretaris : Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D.

NIP. 19690530 199512 1 001


(7)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebut dalam daftar pustaka. Selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2013

Heni Handayani NPM. 0817041031


(8)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 2 September 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan berbahagia, Salmun Sueb dan Lisnawati. Penulis menyelesaikan pendidikan TK Trisula Bandar Lampung pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SDN 2 Palapa pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 25 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan dilanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 7 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Lampung (Unila) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) di Jurusan Fisika melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih bidang keilmuan material sebagai bidang yang terkenal di Jurusan Fisika. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bukit Asam, Tarahan – Lampung Selatan pada tahun 2011. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar di semester ke-3 dan penulis juga mendapatkan Beasiswa. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti olimpiade OSN-PTi Pertamina pada tahun 2010 dan menjadi finalis 9 besar tingkat provinsi Lampung.


(9)

viii

Selama menjadi mahasiswi, penulis mengikuti Lembaga Kemahasiwaan (LK), yaitu di LK Himpunan Mahasiswi Fisika HIMAFI sebagai Ahli Keuangan pada tahun 2010-2011, dan UKM ZOOM Photografer Universitas Lampung. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswi Penelitian (PMKP) dengan tema penelitian Pengaruh Kadar CaCO3 dalam Sintesis Superkonduktor BSCCO-2212 pada tahun 2012.


(10)

ix MOTTO

“Keberhasilan yang baik adalah yang didapatkan dari kejujuran sehingga hasil yang didapat membawa manfaat”


(11)

x

SKRIPSI INI SAYA “PERSEMBAHKAN” UNTUK:

Kedua orangtua tercinta, mama “malaikatku” dan papa “pahlawanku” (Lisnawati dan Salmun Sueb, kalian adalah semangat hidupku)

&

Adik-adik tersayang,


(12)

xi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Sesungguhnya kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan memohon ampun kepada-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat

membuat laporan penelitian dengan judul “Sintesis Bahan Superkonduktor

BSCCO-2223 tanpa doping Pb pada Berbagai Kadar CaCO3”. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapat gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(13)

vii SANWACANA

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh. Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami panjatkan kehadirat-Nya dan memohon ampun kepada-Nya. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.

Alhamdulillah penulisan skripsi dengan judul “Sintesis Bahan Superkonduktor BSCCO-2223 tanpa doping Pb pada Berbagai Kadar CaCO3”, sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapat gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung dapat terselesaikan. Kemudian penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Suprihatin, M.Si. atas kesediaannya membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan selalu meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan nasihatnya kepada penulis.

2. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si. atas kesediaannya membimbing dan memberikan saran kepada penulis.

3. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. sebagai dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang membangun kepada penulis.

4. Terima kasih untuk Abi YasGhi atas kesediannya membimbing dan memberi nasihat kepada penulis.


(14)

viii

6. Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika dan Ibu Sri Wahyu Suciyati, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Fisika.

7. Orangtua penulis mama dan papa tercinta (Lisnawati dan Salmun Sueb) yang selalu mendoakan kebaikan bagi penulis, serta adikku tersayang Elin dan Asep, spesial untuk Jaka Patra terima kasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan skripsi.

8. Team Penelitian Ameilda Larasati dan Fitri Afriani yang telah membantu dan memberi motivasi kepada penulis serta para sahabat yang penulis cintai karena Allah Astrid, Nurul, Nining, Emil, Citra, Aca, Eci, Ria, Mila, Dian, Nia, Revy, Violina, Vinin, Rizky, Sisca, Reza, Indra, Mardalena serta teman-teman Fisika Angkatan 2008 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Penulis berharap semoga segala yang telah dilakukan dapat bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Amin Ya Robbal’alamin. Wassalamu’alai’kum warahmatullahhi wabarokatuh.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Superkonduktor adalah suatu material yang tidak memiliki hambatan di bawah nilai suhu tertentu. Bahan superkonduktor pada suhu ruang dapat berupa konduktor, semikonduktor ataupun insulator. Temperatur dimana terjadi perubahan sifat konduktivitas menjadi superkonduktor disebut dengan temperatur kritis (Tc) (Windartun, 2008).

Fenomena superkonduktivitas suatu bahan pertama kali ditemukan oleh Fisikawan Belanda, yaitu Heike Kemerlingh Onnes pada tahun 1911. Pada saat itu H.K Onnes menemukan hambatan listrik merkuri yang mempunyai resistivitas nol apabila didinginkan dalam lelehan helium cair di bawah suhu 4,2 K. Setelah penemuan itu, ditemukan beberapa elemen logam yang menunjukkan prilaku superkonduktivitas pada temperatur rendah, misalnya Pb (Tc = 7,2 K) tahun 1913 dan Nb (Tc = 9,2 K) tahun 1930. Apabila suhu rendah di bawah suhu kritis/Tc, maka bahan superkonduktor akan terjadi perubahan, yaitu dari konduktor biasa (logam yang mempunyai hambatan) menjadi superkonduktor (tanpa hambatan) dan memiliki sifat konduktivitas sempurna (Darminto dkk, 1999).

Superkonduktor telah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Misalnya pada bidang transportasi, dengan memanfaatkan efek meissner. Namun demikian dalam


(16)

2

perkembangan superkonduktor masih mempunyai temperatur kritis (Tc) yang masih sangat jauh di bawah suhu kamar (27oC) (Anonim A, 2012).

Berbagai penelitian, telah menghasilkan superkonduktor temperatur tinggi atau biasa dikenal dengan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST). SKST pada umumnya berupa senyawa komponen jamak dan mempunyai fase struktur yang jamak pula (Darminto dkk, 1999). Salah satu bahan superkonduktor SKST yang penting adalah sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO), karena suhu kritisnya yang relatif tinggi mencapai 110 K (Bourdillon, 1994).

Superkonduktor sistem BSCCO memiliki 3 fase superkonduktif yang berbeda, yaitu fase Bi-2201 (Tc≈10 K), fase Bi-2212 (Tc≈80 K) dan fase Bi-2223 (Tc≈110 K). Pada umumnya senyawa superkonduktor berbasis Bi (BSCCO) disintesis dari bahan awal berupa oksida Bi, Sr, Ca, Cu, O. Sedangkan untuk memperoleh hasil reaksi yang homogen, dilakukan dengan pengontrolan suhu, waktu, dan ukuran partikel serbuk (Yulianti, 2002).

Proses pemanasan (pengontrolan suhu dan waktu) merupakan parameter penting dalam sintesis superkonduktor. Pemilihan parameter proses secara optimal (suhu dan waktu) mempengaruhi keadaan mikrostruktur dan sifat bahan superkonduktor. Superkonduktor Bi-2223 tanpa doping Pb yang relatif baik disintesis pada suhu kalsinasi 800oC selama 10 jam, suhu sintering 850oC selama 20 jam, serta kalsinasi dan sintering dilakukan secara terpisah (Santoso, 2006).

Pada penelitian ini dilakukan sintesis bahan superkonduktor Bi-2223 dengan metode reaksi padatan (Solid State Reaction Method) dengan memvariasi kadar


(17)

3

CaCO3 = 1,95; 2,00; 2,05; 2,10. Hal ini dilakukan, karena ingin mengetahui kadar CaCO3 yang relatif baik dalam pembentukan fase Bi-2223. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

B. Rumusan Masalah

Komposisi bahan awal adalah faktor yang sangat penting dalam sintesis superkonduktor BSCCO-2223. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan variasi kadar CaCO3, sehingga diperoleh informasi kadar CaCO3 relatif paling baik dalam pembentukan fase Bi-2223 (ditandai dengan fraksi volume tinggi, derajat orientasi tinggi, dan impuritas rendah). Variasi kadar CaCO3 yang dilakukan adalah 1,95 ; 2,00 ; 2,05 ; dan 2,10.

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan sintesis superkonduktor BSCCO-2223 tanpa doping Pb menggunakan metode reaksi padatan (Solid State Reaction Method) dengan memvariasikan kadar CaCO3. Sintesis dilakukan pada suhu kalsinasi 800oC selama 10 jam dan suhu sintering 850oC selama 20 jam. Selanjutnya kualitas hasil sintesis dikarakterisasi dengan X – Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).


(18)

4

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui kadar CaCO3 yang relatif paling baik pada pertumbuhan fase bahan superkonduktor sistem Bi-2223.

2. Mengetahui tingkat kemurnian fase bahan superkonduktor sistem Bi-2223 yang terbentuk dengan menganalisis data XRD (menghitung nilai fraksi volume, derajat orientasi, dan impuritas).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi atau acuan ilmiah mengenai kadar Ca yang relatif baik dalam sintesis superkonduktor fase BSCCO-2223.

2. Sebagai dasar penelitian agar mendapatkan metode baru untuk penumbuhan kristal superkonduktor, misalnya dengan KCl-flux yang relatif sederhana dan untuk menghasilkan kristal pada sistem Bi-2223 dengan kualitas yang baik.


(19)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penemuan Superkonduktor

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Sebelumnya, pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara mendinginkan hingga 4 K atau 269oC. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur logam mendekati 0 K atau nol mutlak (Yulianti, 2002).

Beberapa ilmuwan seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Sedangkan Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri yang sangat murni dan kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K, ternyata hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Arus mengalir melalui kawat merkuri terus menerus. Dengan tidak adanya hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi (Shukor, 2009). Fenomena ini kemudian oleh


(20)

6

Onnes diberi nama superkonduktivitas. Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1972 (Cyrot dan Pavuna, 1992).

Superkonduktivitas dapat terjadi pada berbagai macam material, termasuk unsur sederhana seperti timah, aluminium, dan beberapa keramik berisi bidang atom tembaga dan oksigen. Superkonduktivitas tidak terjadi dalam logam mulia seperti emas dan perak, atau pada beberapa logam ferromagnetik, meskipun ada beberapa material dapat menampilkan sifat superkonduktivitas dan ferromagnetisme. Bahan superkonduktor sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Efek Meissner dalam superkonduktor digunakan pada bidang transportasi, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor (Susanti, 2010). Hal ini diterapkan pada kereta api supercepat di Jepang, ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Aplikasi superkonduktor dalam bidang transportasi, yaitu kereta api (Anonim A, 2012).

B. Sifat Dasar Superkonduktor

Suatu bahan dikatakan superkonduktor apabila mempunyai sifat-sifat berikut: - Tanpa resistivitas (hambatan nol) untuk semua suhu di bawah suhu kritis.


(21)

7

- Medan magnetik di dalam bahan superkonduktor sama dengan nol (Anonim A, 2012).

Superkonduktivitas suatu bahan akan hilang apabila temperatur bahan lebih tinggi dari suhu kritis, bila bahan berada pada medan magnet yang cukup kuat atau mengalirkan arus dengan kerapatan tinggi. Kekuatan medan magnet kritis (Hc), rapat arus kritis (Jc), dan suhu kritis (Tc), merupakan variabel yang saling bergantung satu sama lainnya. Apabila bahan superkonduktor diberi medan magnet luar yang diperbesar, maka pada suatu nilai medan magnet tertentu, sifat superkonduktor tersebut akan hilang. Nilai atau besar medan magnet pada suatu bahan kehilangan sifat superkonduktornya disebut medan magnet kritis (Hc) (Cadden, 2009).

Superkonduktor sistem Bismuth terdiri atas tiga fase, yaitu Tc-rendah 2201 (10K) dan fase Tc-tinggi 2212 (80K) serta 2223 (110K). Sintesis fase tunggal atau kristal tunggal superkonduktor sistem bismuth, khususnya fase Tc-tinggi (fase 2223) masih sangat susah dalam mendapatkan kualitas semurni mungkin. Hal ini disebabkan jangkauan suhu pembentukan superkonduktor fase 2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara 835oC sampai 857oC (Yulianti, 2002).

Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk memperoleh fase tunggal atau kristal tunggal superkonduktor fase 2223, seperti penggunaan doping Pb dan doping Sb, penggunaan fluks (Bi2O3, KCl, dan NaCl). Disamping itu, juga dilakukan dengan mengubah beberapa parameter pemrosesan seperti variasi komposisi awal. Namun semua penelitian tersebut belum mampu menghasilkan sampel sesuai dengan yang diharapkan (Yulianti, 2002).


(22)

8

Berdasarkan nilai resistivitas listriknya, bahan dapat digolongkan dalam empat jenis, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Empat jenis nilai resistivitas bahan (Anonim A, 2012).

Bahan Resistivitas (Ωm) Contoh

Isolator 105– 1017 Silika, berlian, kuarsa. Semikonduktor 10-5– 105 Germanium, silikon.

Konduktor 10-8– 10-5 Emas, perak.

Superkonduktor 0 Plumbum, alumunium, dan

berdasarkan kuprum oksida (pada suhu rendah).

Superkonduktor terdiri dari logam dan panduan logam, mempunyai salah satu sifat khusus yaitu tidak mempunyai nilai resitivitas listrik (ρ ~ 0) pada temperatur transisi yang cukup rendah, yang disebut temperatur kritis. Dalam teori BCS (Bardeen, Cooper, dan Schrieffer) dikatakan bahwa pada temperatur rendah elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper. Pasangan Cooper tahan terhadap peristiwa hamburan elektron akibat kecacatan atau bahan asing (impurities) dan phonon (energi getaran kerangka kristal bahan), sehingga bahan superkonduktor tidak mempunyai resistivitas listrik (Kittel, 1996).

C. Superkonduktor BSCCO

BSCCO (Bi-Sr-Ca-Cu-O) merupakan salah satu bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST), karena mempunyai suhu kritis tinggi dan memiliki beberapa keunggulan serta keistimewaan dibandingkan superkonduktor keramik yang lainnya (Siswanto, 2002). Untuk sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O, fase-fase superkonduktor Tc tinggi (Bi-2212 dan Bi-2223), fase Tc rendah (Bi-2201) serta senyawa impuritas dapat terbentuk dalam keadaan setimbang sebagai campuran dua fase


(23)

9

atau lebih (Suprihatin, 2002). Struktur kristal fase-fase tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kristal sistem BSCCO (Lehndroff, 2001).

D. Suhu Kritis

Suatu bahan dapat berubah dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor. Besaran fisis yang berkaitan dengan transisi superkonduktor adalah resistivitas bahan, dapat dilihat pada Gambar 3.


(24)

10

Gambar 3. Resistivitas sebagai fungsi suhu (Pikatan, 1989).

Pada suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan normal. Sedangkan untuk suhu T < Tc bahan berada dalam keadaan superkonduktor. Sifat superkonduktor adalah resistivitasnya nol (ρ=0) di bawah suhu tertentu. Suhu tersebut dikenal sebagai suhu kritis (Tc) atau suhu transisi dari keadaan normal ke keadaan superkonduktif (Ningrum, 2006).

E. Efek Meissner

Sifat kemagnetan superkonduktor diamati oleh Meissner dan Ochsenfeld pada tahun 1933, ternyata superkonduktor berkelakuan seperti bahan diamagnetik sempurna. Suatu superkonduktor dalam medan magnet pada kesetimbangan termal akan timbul arus permukaan. Medan magnet dari luar yang dikenakan pada bahan superkonduktor akan ditolak oleh medan magnet akibat arus permukaan tersebut. Jadi kerentanan magnetnya (susceptibility) = -1, apabila dibandingkan dengan konduktor biasa yang = -10-5. Fenomena ini disebut efek Meissner. (Pikatan, 1989).


(25)

11

Dalam bahan superkonduktor, medan listrik dan medan magnet sama dengan nol. Akan tetapi pada tahun 1935 London bersaudara melalui penelitian sifat elektrodinamik superkonduktor mendapatkan bahwa intensitas medan magnet masih dapat menembus bahan superkonduktor walaupun hanya sebatas permukaan saja, ordenya hanya beberapa ratus angstrom. Sifat rembesan ini dinyatakan oleh parameter yang disebut kedalaman rembesan London (Anonim C, 2012).

Medan magnet ternyata berkurang secara eksponensial terhadap kedalamannya. Apabila medan magnet dapat menembus ke seluruh bagian bahan, maka sifat superkonduktor akan hilang digantikan dengan keadaan normalnya. Teori London ini juga memberikan kesimpulan bahwa dalam bahan superkonduktor arus listrik akan mengalir di bagian permukaannya saja. Hal ini berbeda dengan arus listrik dalam konduktor biasa yang mengalir secara merata di seluruh bagian konduktor (Anonim B, 2012).

Penemuan besar yang telah dilakukan oleh Walther Meissner dan Robert Ochsenfeld dalam memahami gejala superkonduktor, yaitu dapat menunjukkan bahwa suatu bahan ketika didinginkan di bawah temperatur kritis (T<Tc) akan menolak medan magnet luar yang mencoba memasuki bahan superkonduktor sehingga induksi magnetik (B) dalam bahan menjadi nol. Fenomena ini disebut efek meissner atau meissner effect. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.


(26)

12

Gambar 4. Gejala efek meissner (Wanibesak, 2011).

F. CaCO3 (Kalsium Karbonat)

Kalsium karbonat umumnya berwarna putih dan sering dijumpai pada batu kapur, kalsit, marmer, dan batu gamping. Seperti namanya, kalsium karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium, 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen. Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatannya lebih longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang dinamakan calsium oksida (CaO) (Anonim F, 2012). Hal ini terjadi karena pada reaksi tersebut setiap molekul dari kalsium akan bergabung dengan 1 atom oksigen dan molekul lainnya akan berikatan dengan oksigen menghasilkan CO2 yang akan terlepas ke udara sebagai gas karbon dioksida, dengan reaksi sebagai berikut:

CaCO3 CaO + CO2 (1)

Reaksi ini akan berlanjut apabila ditambahkan air, reaksinya akan berjalan dengan sangat kuat dan cepat apabila dalam bentuk serbuk. Serbuk kalsium karbonat akan melepaskan kalor. Molekul dari CaCO3 akan segera mengikat molekul air (H2O)


(27)

13

yang akan membentuk kalsium hidroksida, zat yang lunak seperti pasta. Sebagaimana ditunjukkan pada reaksi sebagai berikut:

CaCO3 + H2O Ca(OH)2 + CO2 (2)

Pembuatan kalsium karbonat dapat dilakukan dengan cara mengeringkan Ca(OH)2 hingga molekul H2O dilepaskan ke udara, sedangkan molekul CO2 diserap dari udara sekitar sehingga Ca(OH)2 dapat berubah kembali menjadi CaCO3. Reaksinya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O (3)

Secara kimia, kalsium karbonat sama saja dengan bahan mentahnya, namun kalsium karbonat yang terbentuk kembali tampak berbeda dari CaCO3 yang semula sebelum bereaksi, karena kalsium karbonat yang terbentuk kembali tidak terbentuk dalam tekanan yang tinggi di dalam bumi (Anonim F, 2012).

Morfologi partikel CaCO3 yang terbentuk dapat berupa amorf dan juga polimorf berupa kristal kalsit, aragonit dan vaterit. Kristal kalsit merupakan kristal yang paling banyak dijumpai pada kerak CaCO3, dan bersifat menempel kuat di permukaan (hard scale). Aragonit dijumpai sebagai kerak CaCO3 yang mudah terlepas dari dinding (soft scale), sedangkan vaterite bersifat tidak stabil dan bertransformasi lanjut menjadi kalsit dengan memakai larutan CaCO3 dan kuat medan magnet di atas 1 T mendapatkan adanya peningkatan aragonit pada fasa larutan (Nelson dkk, 2006).

G. Pembentukan Fase BSCCO

Superkonduktor sistem BSCCO merupakan sistem multikomponen. Oleh karena itu pembentukan fase kristal bahan superkonduktor menjadi kompleks. Untuk


(28)

14

memahaminya diperlukan diagram fase sebagai panduan dalam pembentukan fase yang diinginkan. Diagram fase superkonduktor BSCCO dapat dilihat pada Gambar 5. Walaupun pada proses sintesis senyawa yang diinginkan merupakan fase dengan komposisi dan struktur tertentu, namun hasil akhir biasanya akan menghadirkan beberapa fase lain (Strobel, 1992).

Gambar 5. Diagram fase superkonduktor BSCCO (Strobel, 1992).

Diagram fase pada Gambar 5 menyatakan hubungan antara suhu dan komposisi pembentukan Bi1,6Pb0,4Sr2CanCun+1O6+2n dengan n berbeda. Dalam diagram fase tersebut terdapat daerah pembentukan fase Bi-2223, yaitu daerah fase Bi-2223 +2:1 + L1, dan daerah fase Bi-2212 + 2:1 + CuO +L1 (Strobel, 1992).


(29)

15

H. Teori BCS

Teori tentang superkonduktor yang lebih terinci melibatkan mekanika kuantum yang dalam, diajukan oleh Barden, Cooper dan Schrieffer pada tahun 1975. Sebelumnya, teori ini dikenal sebagai teori BCS yang akhirnya memenangkan hadiah Nobel pada tahun 1972. Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama. Pasangan ini disebut pasangan Cooper (Grivel, 1996).

Elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh kotoran (impurities) atau oleh phonon. Phonon adalah energi kuantum getaran kerangka (lattice) kristal bahan. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron, sehingga dengan tarik-menarik phonon antara kedua elektron akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper (Kovac, 1995). Oleh karena keadaan kuantum semuanya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya, padahal pada suhu T < Tc getaran kerangka tidak memiliki cukup energi untuk mematahkan ikatan pasangan tersebut. Akibatnya akan tahan terhadap hamburan, jadilah bahan superkonduktor.

I. XRD (X-Ray Diffraction)

Sinar-X ditemukan pada tahun 1895 oleh seorang ilmuwan bernama Wilhelm Roentgen yang mampu menentukan struktur kristal. Difraksi sinar-X merupakan


(30)

16

suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material dan serbuk, dan untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti ukuran butir, fasa komposisi orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut. Dengan berbagai sudut hambur, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah data base internasional (Zakaria, 2003). Sinar-X terjadi jika suatu bahan ditembak oleh elektron dengan kecepatan dan tegangan yang tinggi dalam suatu tabung vakum (Cullity, 1978). Sinar-X merupakan bentuk dari radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang λ = 0,05 sampai 0,25 nm (0,5-2,5 Ǻ) yang mendekati jarak antar atom kristal (Grant dan Suryanarayana, 1998). Sinar ini merupakan besaran dalam orde dimensi atomik yang cocok untuk analisis kristal, dimana besarnya tergantung target yang digunakan. Pada umumnya, difraksi sinar-X menggunakan target sebagai sumber radiasi diantaranya adalah Cu, Co, Cr, Mo dan Fe (Smith, 1996).

Sistem kerja difraksi sinar-X didasarkan pada hukum Bragg yang menjelaskan tentang pola, intensitas, dan sudut difraksi (2θ) yang berbeda-beda dalam setiap bahan. Interferensi berupa puncak-puncak sebagai hasil difraksi dimana terjadi interaksi antara sinar-X dengan atom-atom pada bidang kristal (Darminto dkk, 1999).

Suatu kristal memiliki susunan atom yang teratur dan berulang, memiliki jarak antar atom yang ordenya sama dengan panjang gelombang sinar-X. Akibatnya,


(31)

17

bila seberkas sinar-X ditembakkan pada suatu material kristalin, maka sinar tersebut akan menghasilkan pola difraksi. Pola difraksi yang dihasilkan sesuai dengan susunan atom pada kristal tersebut. Ketika suatu berkas sinar-X diarahkan pada bidang-bidang kristal tersebut, maka akan timbul pola-pola difraksi ketika sinar-X melewati celah-celah kecil di antara bidang-bidang kriatal tersebut (Rahman, 2008), seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 6, sedangkan sisanya akan diteruskan menembus bidang.

Gambar 6. Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua bidang kisi dalam kristal, dengan sudut sebesar θ dan jarak antara bidang kisi sebesar dhkl (George dkk, 2010).

Perumusan secara matematik dapat dikemukakan dengan menghubungkan panjang gelombang sinar-X, jarak antar bidang dalam kristal, dan sudut difraksi:

nλ = 2d sin θ (1) (4)

λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak antar kisi kristal, θ adalah sudut datang sinar, dan n = 1, 2, 3, dan seterusnya adalah orde difraksi. Persamaan Bragg tersebut digunakan untuk menentukan parameter sel kristal (Cullity, 1978). Sedangkan untuk menentukan struktur kristal, dapat dilakukan menggunakan


(32)

18

metoda komputasi kristalografik, data intensitas digunakan untuk menentukan posisi-posisi atomnya (Suryanarayana and Norton, 1998).

J. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya (Sukirman, 1991).

Cahaya hanya mampu mencapai 200 nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Disamping itu, dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis (Anonim D, 2012).

Secara sederhana, prinsip kerja SEM hampir sama dengan mikroskopi optik (MO), hanya saja SEM memiliki resolusi dan kedalaman fokus yang sangat tinggi dibandingkan dengan mikroskopi optik, sehingga tekstur, morfologi, topografi serta tampilan permukaan sampel dapat dilihat dalam ukuran mikron. Keunggulan SEM terutama disebabkan oleh beragam sinyal yang dihasilkan oleh interaksi berkas elektron dengan sampel, deteksi dan pengolahan terhadap sinyal yang


(33)

19

beragam itu menghasilkan berbagai data (Wisnuariadi dkk, 2003). Secara lengkap prinsip kerja SEM dijelaskan pada Gambar 7.

Gambar 7. Prinsip kerja SEM (Anonim E, 2012).

Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar (Kroschwitz, 1990).

Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar. Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cuplikan yang akan dianalisis dalam


(34)

20

kolom SEM perlu dipersiapkan, meskipun ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan (coating) cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antara lain (Gedde, 1995):

1. Pelet dipotong menggunakan gergaji intan. Membersihkan seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum.

2. Cuplikan dikeringkan pada 60 °C minimal 1 jam.

3. Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.

Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara lain:

1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepaskan elektron misalnya tungsten.

2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.

3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan, maka jika ada molekul udara yang lain, elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting.

Selain itu Scanning Electron Microscopy (SEM) juga memiliki aplikasinya. Aplikasi dari teknik SEM–EDS sebagai berikut (Sampson, 1996):

1. Topografi : menganalisis permukaan dan tekstur (kekerasan dan reflektivitas). 2. Morfologi : menganalisis bentuk dan ukuran dari benda sampel.


(35)

21

3. Komposisi : menganalisis komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan kualitatif.

K. Celref

Celref adalah software satuan yang lengkap berdasarkan proses refine suatu data. Refine adalah suatu proses pengukuran parameter sel yang menggunakan program koreksi ulang pada puncak-puncak data hasil difraksi sinar-X yang dilakukan dengan bantuan software untuk menganalisis hasil pengukuran XRD. Fungsi dari software Celref adalah untuk mengimpor data mentah atau data puncak hasil pengukuran XRD dengan cara perhitungan jumlah garis pada puncak berdasarkan auto-select atau auto-match. Celref juga memiliki cara kerja yang mudah dalam menetapkan puncak dari data mentah melalui pencarian parameter sel yang paling mungkin dari tabel internasional yang telah baku menurut program (auto-select atau auto-match). Setelah proses pencarian parameter sel yang paling mungkin, maka akan diperoleh tampilan dari visual grafik yang paling tepat (Laugier dan Bernard, 2001).

Saat proses refine, apabila parameter sel yang diukur tidak sebanding dengan jumlah puncak yang berlaku dalam program tersebut, maka akan dicari model yang tepat sehingga sesuai dengan data awal yang diukur. Misalnya untuk struktur kubik akan lebih baik mengukur hanya dalam satu puncak, yaitu pada puncak maksimum sudut theta daripada menggunakan banyak puncak. Hal ini diasumsikan bahwa dalam banyak puncak menghasilkan koreksi kesalahan yang lebih kompleks, sehingga diperlukan analisis program yang lebih sederhana (Laugier dan Bernard, 2001).


(36)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan November 2012 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung dan Laboratorium LIPI Kimia Serpong. Sedangkan untuk karakterisasi XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan di Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: neraca sartorius digital, pipet, spatula, mortar, pastle keramik, cetakan sampel (die), tungku (furnace), alat pressing, crucible, X-Ray Diffraction (XRD), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan oksida dan karbonat dengan tingkat kemurnian yang tinggi yaitu: (99,9%),


(37)

23

C. Komposisi Bahan

Komposisi bahan awal untuk membuat 3 gram pada masing-masing sampel superkonduktor BSCCO-2223 dengan variasi CaCO3 dapat dilihat pada Tabel 2 sampai Tabel 5. Setiap sampel diberi kode dengan format yang menunjukkan parameter proses sintesis. Misalnya: bahan BSCCO-2223 dengan kadar CaCO3: 1,95 diberi kode BSCCO-2223/Ca = 1,95.

Tabel 2. Komposisi bahan Bi-2223 untuk CaCO3: 1,95 (BSCCO-2223/Ca= 1,95). Bahan Awal Fraksi Massa hitung untuk setiap

3 gram sampel

Bi2O3 2 1,1697

SrCO3 2 0,7412

CaCO3 1,95 0,4900

CuO 3 0,5991

Total 3,0000

Tabel 3. Komposisi bahan Bi-2223 untuk CaCO3: 2,00 (BSCCO-2223/Ca= 2,00).

Bahan Awal Fraksi Massa hitung untuk setiap

3 gram sampel

Bi2O3 2 1,1649

SrCO3 2 0,7381

CaCO3 2,00 0,5004

CuO 3 0,5966

Total 3,0000

Tabel 4. Komposisi bahan Bi-2223 untuk CaCO3: 2,05 (BSCCO-2223/Ca= 2,05).

Bahan Awal Fraksi Massa hitung untuk setiap

3 gram sampel

Bi2O3 2 1,1600

SrCO3 2 0,7351

CaCO3 2,05 0,5108

CuO 3 0,5941


(38)

24

Tabel 5. Komposisi bahan Bi-2223 untuk CaCO3: 2,10 (BSCCO-2223/Ca= 2,10).

Bahan Awal Fraksi Massa hitung untuk setiap

3 gram sampel

Bi2O3 2 1,1553

SrCO3 2 0,7320

CaCO3 2,10 0,5211

CuO 3 0,5916

Total 3,0000

D. Prosedur Penelitian

1. Preparasi sampel

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode reaksi padatan (solid state reaction method) yang terdiri dari penggerusan, peletisasi (pressing), dan pemanasan (kalsinasi dan sintering). Hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Prosedur kerja dapat dilihat pada Gambar 8.


(39)

25

Gambar 8. Diagram alir penelitian. Penimbangan bahan awal

dengan komposisi dasar BSCCO-2223 dengan variasi kadar CaCO3 1,95, 2,00, 2,05,

dan 2,10

Karakterisasi

Gerus + 15 jam dan Peletisasi

Kalsinasi selama 10 jam pada suhu Tk = 800oC

Sintering selama 20 jam pada suhu Ts = 850oC

X-Ray Diffraction (XRD) Scanning Electron Microscopy (SEM)


(40)

26

2. Penimbangan

Bahan dasar yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan perhitungan yang telah ditentukan. Kemudian semua bahan ditempatkan pada wadah tersendiri.

3. Penggerusan

Setelah proses penimbangan, bahan awal tersebut dicampur dan digerus dengan mortar dan pastle secara manual sampai bahan terasa halus selama ± 15 jam. Penggerusan bertujuan untuk meningkatkan homogenitas bahan dan dapat memperluas permukaan kontak agar reaksi dapat berlangsung secara stoikiometrik. Dengan demikian, terjadi peningkatan efektivitas reaksi padatan yang membentuk benih-benih senyawa (prekursor).

4. Peletisasi

Reaksi padatan bahan superkonduktor dapat ditingkatkan dengan peletisasi, yaitu memadatkan serbuk bahan yang telah digerus sehingga tercetak dalam bentuk lingkaran dengan ukuran tertentu menggunakan alat pressing. Reaksi padatan menjadi dipermudah karena jarak yang diperdekat akibat pemadatan tersebut. Peletisasai dilakukan menggunakan alat pressing dengan kekuatan 8 ton.

5. Kalsinasi dan Sintering

Beberapa senyawa awal berbentuk karbonat perlu didekomposisi pada suhu di bawah titik lelehnya dengan tujuan membuang komposisi yang tidak diperlukan


(41)

27

dan membentuk senyawa prekursor yang sesuai dengan reaksi kimia sebagai berikut:

CaCO3 CaO(S) + CO2 (5) SrCO3 SrO(S) + CO2 (6)

Proses semacam ini disebut kalsinasi. Dekomposisi merupakan reaksi endoterm. Laju reaksi kalsinasi tergantung pada laju reaksi pada permukaan yang bereaksi, laju transfer panas dan laju transfer gas. Sampel hasil kalsinasi belum sempurna, karena adanya porositas akibat penangkapan gas sekitar dan kecilnya luas permukaan kontak. Kalsinasi pada sampel dilakukan pada suhu 800oC selama 10 jam. Diagram kalsinasi ditunjukkan pada Gambar 9.

T(oC)

800 Furnace Cooling

5 15 t (jam) Gambar 9. Diagram proses kalsinasi.

Setelah dikalsinasi sampel digerus kembali sampai bahan terasa halus. Kemudian dipelet kembali dan disintering. Tujuan dilakukan sintering adalah untuk membentuk senyawa dengan fase tertentu. Faktor fisika yang paling mempengaruhi sintering adalah temperatur. Secara khusus, proses yang terjadi selama sintering adalah necking antara butiran-butiran dan selanjutnya perubahan porositas (Bourdillon, 1994). Sintering dilakukan pada suhu 850oC selama 20 jam. Diagram sintering ditunjukkan pada Gambar 10.


(42)

28

T(oC)

850 Furnace Cooling

5 25 t (jam) Gambar 10. Diagram proses sintering.

E. Karakterisasi

Sampel hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy).

1. XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X bertujuan untuk melihat dan mempelajari fase-fase yang terbentuk, serta menganalisis tingkat kemurnian fase (fraksi volume, derajat orientasi, dan impuritas). Pola difraksi sinar-X atau spektrum XRD diperoleh dengan menembak sampel menggunakan sumber Cu-Kα dengan panjang gelombang 1,54 Å. Data difraksi diambil dalam rentang 2θ = 20° sampai 90°, dengan modus scanning continue dan step size sebesar 2θ = 0,05 serta waktu 2 detik per step. Dari spektrum XRD terlihat adanya puncak-puncak intensitas yang terdeteksi tiap sudut difraksi 2θ (Cullity, 1978). Fase Bi-2223 yang terbentuk dapat diperoleh dengan menghitung fraksi volume (FV), derajat orientasi (P) dan impuritas (I) yang terkandung pada sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

(7)


(43)

29

(9) Dengan:

FV = Fraksi Volume fase Bi-2223 P = Derajat Orientasi

I = Impuritas

Itotal = Intensitas Total

I(2223) = Intensitas fase 2223

I(001) = Intensitas fase h=k=0 dan 1 bilangan genap

Untuk menentukan fase yang terbentuk, spektrum XRD hasil pengukuran dibandingkan dengan spektrum XRD serbuk BPSCCO/BSCCO fase 2223 yang dihasilkan oleh Mennabe, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Spektrum ini merupakan spektrum XRD rujukan yang biasa digunakan untuk menentukan tingkat kemurnian dengan cara menghitung fraksi volume, impuritas, dan derajat orientasi (Budi, 2002). Analisis XRD dilakukan dengan program Celref.

Gambar 11. Spektrum XRD superkonduktor BPSCCO/BSCCO fase 2223 (Mannabe 1988).


(44)

30

2. Celref

Program Celref yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Celref versi ketiga (Celref V3) yang disusun oleh Jean Laugier dan Bernard Bochu. Proses penggunaan Celref adalah dengan tahapan sebagai berikut:

a. Mengubah file XRD dengan ekstensi .txt ke dalam .rd yang ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Mengubah file .txt menjadi file .rd.

b. Membuka software Celref.

c. Memilih input data rd yang telah dibuat yang ditunjukkan pada Gambar 13 dan Gambar 14.


(45)

31

Gambar 13. Input data rd.

Gambar 14. Memasukkan data rd.

d. Memilih puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD yang ditampilkan oleh Celref seperti pada Gambar 15.


(46)

32

Gambar 15. Puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD.

e. Menentukan inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM (Cullity, 1978). Kemudian memasukkan nilai awal kisi kristal BSCCO-2223, yaitu a= 5,4121; b= 5,44220; serta c= 37,2362 (Rahardjo, 2002) yang ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM.


(47)

33

f. Melakukan proses calculate pada Celref yang ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Proses calculate.

g. Melakukan seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5 sampai 1,0 seperti pada Gambar 18.

Gambar 18. Seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 1,0.

h. Melakukan refine data sampai mendapatkan hasil yang sesuai antara inisial sebelum di-refine dan setelah di-refine.


(48)

34

i. Melakukan refine sampai diperoleh nilai initial dan refined sama, sehingga didapatkan hasil dengan sigma kecil yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Hasil refine terbaik.

j. Membuka database (excel) seperti pada Gambar 20.


(49)

35

k. Menentukan intensitas yang diperoleh dengan mencari nilai yang mendekati dari 2T(Obs) di database excel terhadap data asli XRD sepert ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Menentukan nilai intensitas.

3. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Struktur mikro dari sampel dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk grain sampel. Oleh karena konduktivitas yang cukup besar, maka sampel tidak perlu di coating dengan Au atau C, tetapi dengan menempelkan sampel pada holder dengan pasta perak.


(50)

44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Kadar CaCO3= 2,10 pada sampel superkonduktor BSCCO-2223 menghasilkan fraksi volume (FV) yang relatif paling tinggi, yaitu 78,17%. 2. Derajat orientasi (P) paling tinggi terdapat pada sampel superkonduktor

BSCCO-2223 dengan kadar CaCO3= 1,95 yaitu sebesar 45,56%.

3. Sampel yang memiliki derajat orientasi (P) lebih tinggi mempunyai bentuk kristal yang relatif baik dengan lapisan yang bertumpuk dan membentuk susunan kristal lebih searah (terorientasi) serta memiliki ruang kosong antar lempengan (void) relatif lebih sedikit.

4. Semakin tinggi kadar CaCO3 (1,95; 2,00; 2,05 dan 2,10), maka akan semakin meningkatkan fraksi volume (FV).


(51)

45

B. Saran

Dari hasil penelitian ini dengan variasi kadar CaCO3, perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk peningkatan fraksi volume (FV) dengan meningkatkan kadar CaCO3 dan suhu sintering yang lebih tinggi. Sedangkan untuk peningkatan derajat orientasi (P), perlu dilakukan penambahan dopan ataupun penambahan pelarut pada suhu yang lebih tinggi.


(1)

Gambar 15. Puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD.

e. Menentukan inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM (Cullity, 1978). Kemudian memasukkan nilai awal kisi kristal BSCCO-2223, yaitu a= 5,4121; b= 5,44220; serta c= 37,2362 (Rahardjo, 2002) yang ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM.


(2)

f. Melakukan proses calculate pada Celref yang ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Proses calculate.

g. Melakukan seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5 sampai 1,0 seperti pada Gambar 18.

Gambar 18. Seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 1,0.

h. Melakukan refine data sampai mendapatkan hasil yang sesuai antara inisial sebelum di-refine dan setelah di-refine.


(3)

i. Melakukan refine sampai diperoleh nilai initial dan refined sama, sehingga didapatkan hasil dengan sigma kecil yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Hasil refine terbaik.

j. Membuka database (excel) seperti pada Gambar 20.


(4)

k. Menentukan intensitas yang diperoleh dengan mencari nilai yang mendekati dari 2T(Obs) di database excel terhadap data asli XRD sepert ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Menentukan nilai intensitas.

3. SEM(Scanning Electron Microscopy)

Struktur mikro dari sampel dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk grain sampel. Oleh karena konduktivitas yang cukup besar, maka sampel tidak perlu di coating dengan Au atau C, tetapi dengan menempelkan sampel pada holder dengan pasta perak.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah:

1. Kadar CaCO3= 2,10 pada sampel superkonduktor BSCCO-2223

menghasilkan fraksi volume (FV) yang relatif paling tinggi, yaitu 78,17%. 2. Derajat orientasi (P) paling tinggi terdapat pada sampel superkonduktor

BSCCO-2223 dengan kadar CaCO3= 1,95 yaitu sebesar 45,56%.

3. Sampel yang memiliki derajat orientasi (P) lebih tinggi mempunyai bentuk kristal yang relatif baik dengan lapisan yang bertumpuk dan membentuk susunan kristal lebih searah (terorientasi) serta memiliki ruang kosong antar lempengan (void) relatif lebih sedikit.

4. Semakin tinggi kadar CaCO3 (1,95; 2,00; 2,05 dan 2,10), maka akan semakin


(6)

B. Saran

Dari hasil penelitian ini dengan variasi kadar CaCO3, perlu dikembangkan

penelitian lebih lanjut untuk peningkatan fraksi volume (FV) dengan meningkatkan kadar CaCO3 dan suhu sintering yang lebih tinggi. Sedangkan

untuk peningkatan derajat orientasi (P), perlu dilakukan penambahan dopan ataupun penambahan pelarut pada suhu yang lebih tinggi.