PENGARUH KADAR CaCO3 TERHADAP PEMBENTUKAN FASE BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 DENGAN DOPING Pb (BPSCCO-2212)

(1)

PENGARUH KADAR CaCO3 TERHADAP PEMBENTUKAN FASE BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 DENGAN DOPING Pb

(BPSCCO-2212) (Skripsi)

Oleh Ameilda Larasati

0817041001

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

i ABSTRAK

PENGARUH KADAR CaCO3 TERHADAP PEMBENTUKAN FASE BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 DENGAN DOPING Pb

(BPSCCO-2212)

Oleh

AMEILDA LARASATI

Telah dilakukan variasi kadar CaCO3 yaitu 0,95; 1,00; 1,05 dan 1,10 terhadap

pembentukan fase bahan superkonduktor BSCCO-2212 dengan doping Pb 0,4. Kalsinasi dilakukan pada suhu 8000 C selama 10 jam. Sedangkan sintering

dilakukan pada suhu 8200 C selama 20 jam. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode reaksi padatan (solid state reaction method) yang terdiri dari penggerusan, peletisasi (pressing) dan pemanasan (kalsinasi dan sintering). Hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Hasil analisis pola difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan bahwa secara umum sampel-sampel yang dihasilkan sudah membentuk fase BPSCCO-2212 (ditunjukkan adanya puncak-puncak Bi-2212) dan sudah terorientasi (ditunjukkan adanya puncak-puncak dengan h = k = 0 dan l bilangan genap). Hasil pengukuran XRD menunjukkan sampel dengan kadar CaCO3 0,95 mempunyai nilai fraksi volume (Fv) 84,7% dan derajat orientasi (P)

17,15%. Sampel dengan kadar CaCO3 1,00 mempunyai nilai fraksi volume (Fv)

80,81% dan derajat orientasi (P) 16,06%. Sampel dengan kadar CaCO3 1,05

mempunyai nilai fraksi volume (Fv) 85,73% dan derajat orientasi (P) 36,77%. Sampel dengan kadar CaCO31,10 mempunyai nilai fraksi volume (Fv) 87,26%

dan derajat orientasi (P) 21,35%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar CaCO3 0,95; 1,05; dan 1,10 relatif mempunyai fraksi volume (Fv) yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar CaCO3 1,00. Sampel dengan kadar CaCO3 1,10

mempunyai nilai fraksi volume (Fv) tertinggi (87,26%) dan sampel dengan kadar CaCO3 1,05 mempunyai nilai derajat orientasi (P) tertinggi (36,77%). Hasil

perekaman foto SEM secara umum menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk sudah terorientasi.


(3)

ii

ABSTRACT

THE EFFECT OF CaCO3 THROUGH PHASE FORMATION OF BSCCO-2212 SUPERCONDUCTOR WITH DOPING Pb (BPSCCO-2212)

By

AMEILDA LARASATI

It has been done variation of CaCO3, that is 0,95; 1,00; 1,05 and 1,10 through

phase formation of BSCCO-2212 superconductor with doping Pb. Samples were calsined at temperature of 8000C for 10 hours and sintered of 8200C for 20 hours.

This research was used solid state reaction method which consist of grinding, pressing and heating. The samples were characterized using X-Ray Diffraction (XRD) and Scanning Electron Microscopy (SEM). X-Ray Diffraction analyses revealed that samples have formed BPSCCO-2212 phase (it shown by present of Bi-2212 peaks) and have oriented (it shown by present of h = k = 0 peaks and l). X-Ray Diffraction (XRD) result showed that volume fraction (Fv) of sample with CaCO3 0,95 was 84,5% and orientation degree (P) was 17,15%. Sample with

CaCO3 1,00 has volume fraction (Fv) 80,81% and orientation degree was (P)

16,06%. Sample with CaCO3 1,05 has volume fraction (Fv) 85,73% and

orientation degree (P) 36,77%. Sample with CaCO3 1,10 has volume fraction (Fv)

87,26% and orientation degree (P) 21,35%. It showed that increase of CaCO3

(0,95; 1,00; 1,05 and 1,10) have higher volume fraction (Fv) than CaCO3 1,00.

Sample with CaCO3 1,10 has the highest volume fraction (Fv) 87,26% and sample

with CaCO3 1,05 has the highest orientatiton degree 36,77%. SEM analyses

indicated that crystal structure has been oriented.


(4)

iii

PENGARUH KADAR CaCO3 TERHADAP PEMBENTUKAN FASE BAHAN SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 DENGAN DOPING Pb

(BPSCCO-2212)

Oleh

AMEILDA LARASATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

iv

Judul Skripsi : PENGARUH KADAR CaCO3 TERHADAP

PEMBENTUKAN FASE BAHAN

SUPERKONDUKTOR BSCCO-2212 DENGAN DOPING Pb (BPSCCO-2212)

Nama Mahasiswa : Ameilda Larasati Nomor Pokok Mahasiswa : 0817041001

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Suprihatin, S.Si., M.Si. Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si. NIP. 19730414 199702 2 001 NIP. 19570825 198603 1 002

2. Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M.Si NIP.19751219 200012 2 003


(6)

v

MENGESAHKAN

1. Tim Pembimbing

Ketua : Suprihatin, S.Si., M.Si.

Sekretaris : Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D.

NIP. 19690530 199512 1 001


(7)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebut dalam daftar pustaka. Selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2013

Ameilda Larasati NPM. 0817041001


(8)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, pada tanggal 30 Mei 1991 yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Undang Yuliana dan Ibu Siti Aisyah. Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Aisiyah Sukoharjo 3 Pringsewu dan diselesaikan tahun 1997. Pendidikan dasar di SDN 3 Sukoharjo 3 Pringsewu diselesaikan tahun 2003. Pendidikan menengah pertama ditamatkan penulis di SMPN 1 Pringsewu pada tahun 2006 dan dilanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Gadingrejo yang diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika pada Tahun 2008 melalui jalur PKAB.

Penulis memilih bidang keilmuan material sebagai bidang yang ditekuni di Jurusan Fisika. Penulis pernah melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN, Serpong-Tangerang pada tahun 2011. Pada semester 3 penulis mendapat Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik.


(9)

viii

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) periode 2010-2011 sebagai Staf Ahli Bendahara. Penulis pernah mengikuti Karya Wisata Ilmiah (KWI) pengabdian masyarakat di desa Kemukus Kecamatan Ketapang Lampung Selatan. Penulis juga menjadi peserta Lomba Senam Aerobik Universitas Lampung pada tanggal 27 Desember 2008, dan pernah mengikuti Seminar Nasional dan Workshop Geofisika pada tanggal 16 Juni 2009. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I periode 2010. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) dengan judul penelitian “Pengaruh Kadar CaCO3 dalam


(10)

ix

MOTTO

If you want something you have never had, you must be willing to do

something you have never done. Success is a journey, not a

destination

(Ameilda Larasati)

Berawal dari tangga yang paling bawah untuk menuju puncak

(Ameilda Larasati)


(11)

x

Persembahan

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT, ku persembahkan

karya kecilku ini kepada:

Ayah, Ibu dan keluarga tercinta yang tak hentinya berdoa dan

bersabar demi keberhasilanku serta memberikan cinta dan kasih

sayangnya.


(12)

xi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji hanya milik Allah SWT, pencipta alam semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi hamba-Nya. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi satu-satunya teladan manusia sepanjang zaman. Dengan berbagai hambatan dan kemudahan, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kadar CaCO3 terhadap Pembentukan Fase Bahan

Superkonduktor BSCCO-2212 dengan Doping Pb (BPSCCO-2212)” sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(13)

xii SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kadar CaCO3 terhadap Pembentukan Fase Bahan Superkonduktor BSCCO-2212 dengan Doping Pb (BPSCCO-2212)”, maka penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Suprihatin, S.Si., M.Si sebagai pembimbing pertama, yang pertama mengajari dan menerangkan semua detail penelitian, yang mampu membimbing dan memberikan pemahaman dengan caranya, yang bersedia ditemui kapan dan dimanapun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bersama.

2. Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si sebagai pembimbing kedua, yang pengertian dan selalu sabar dalam mengarahkan dan memberikan pemahaman tentang penelitian ini, yang tidak ragu untuk berbagi ilmu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bersama.

3. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D sebagai pembahas, yang tulus dan lembut dalam memberi masukan dan memperbaiki skripsi ini, yang banyak memberi ilmu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bersama.

4. Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Unila. 5. Ibu Sri Wahyu Suciyati, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA Unila.


(14)

xiii

6. Bapak Pulung Karo Karo, M.Si selaku Pembimbing Akademik.

7. Abi YasGhi yang telah turut membantu penulis dalam penelitian dan memberikan saran hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi.

8. Ayah dan Ibu, untuk cinta, pengorbanan, kesabaran, semangat dan doa tulus selama ini yang tidak mungkin dapat diganti dan tergantikan.

9. Teteh Anggia Rizki Mitasari dan Aditya Wildan Nur, salah satu nikmat terbesar untukku karena memiliki saudara yang penuh kasih sayang, yang perhatian, dan sabar. Terima kasih untuk semuanya.

10.Teman-teman penelitianku: Heni Handayani dan Fitri Afriani yang senantiasa membantuku, menghibur dan menyemangatiku.

11.Sahabat dan teman- teman seperjuanganku: Nia, Dian, Vinin, Rizky, Vio, Revy, Sisca, Reza, Mami, Indra dan semua teman-teman Fisika 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semangat, bantuan, keceriaannya dan cerita perjuangan selama di bangku kuliah.

12.Bayu Prasetyo Subekti yang telah memberikan bantuan, motivasi dan semangatnya selama ini.

Semoga atas segala bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun. Fenomena ini pertama kali ditemukan oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). Temperatur terjadinya peristiwa superkonduktivitas disebut dengan temperatur transisi atau temperatur kritis (Tc), dimana suatu bahan berada dalam fase transisi yaitu dari kondisi yang memiliki hambatan listrik normal ke kondisi superkonduksi (Windartun, 2010).

Pada awalnya sifat superkonduktivitas bahan hanya terjadi pada suhu yang amat rendah, jauh dibawah 0oC. Dengan demikian niat penghematan pemakaian daya

listrik masih harus bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan. Hal tersebut menjadi permasalahan utama dalam pemanfaatan superkonduktor. Oleh karena itu hingga sekarang para peneliti terus berusaha menemukan superkonduktor yang dapat beroperasi pada suhu tinggi. Pada saat ini sudah ditemukan bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) yang umumnya berupa senyawa komponen jamak dan mempunyai fase struktur yang jamak pula.


(16)

2

Namun demikian sifat anisotropis yang berkaitan dengan struktur yang berlapis dan efek fluktuasi thermal yang berkaitan dengan suhu kritis tinggi telah memperumit penelaahan bahan ini. Oleh karena itu sintesis dan penumbuhan kristal tunggal dari senyawa SKST telah dilakukan secara intensif di berbagai laboratorium negara maju sejak tahun 1987 (Darminto dkk, 1999).

Salah satu bahan superkonduktor suhu kritis tinggi yang penting adalah sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO), karena suhu kritisnya yang relatif tinggi (Suprihatin, 2008). Superkonduktor BSCCO memiliki 3 fase yaitu fase 2201, fase 2212, dan fase 2223. Suhu kritis dari fase 2201, fase 2212, dan fase 2223 secara berturut-turut adalah 10 K, 80 K, dan 110 K (Maeda et al., 1988). Fase Bi-2212 relatif lebih banyak dikaji karena mudah membentuk fase dalam padatan polikristal dan tersedia metode yang tepat dalam menumbuhkan kristal tunggal. Oleh karena itu, senyawa Bi-2212 banyak dijadikan model studi untuk superkonduktor berbasis Bismuth. Senyawa superkonduktor berbasis Bi (BSCCO), umumnya disintesis dari bahan awal berupa oksida Bi, Sr, Ca dan Cu (Darminto, 2002). Hasil reaksi yang homogen diperoleh dengan pengontrolan suhu, waktu dan ukuran partikel serbuk (Ningrum, 2006).

Dopan sangat berperan penting pada pembentukan superkonduktor Tc tinggi. Dopan dapat berupa substitusi, artinya mengganti atom asli di dalam superkonduktor dengan atom dopan yang ukurannya tidak jauh berbeda dengan ukuran atom aslinya. Selain itu dopan dapat berupa penambahan, yaitu menambahkan atom-atom dopan ke dalam atom-atom asli superkonduktor. Kelompok superkonduktor Tc tinggi dapat diekstensifikasi melalui substitusi


(17)

3

khusus dari elemen-elemen tunggal. Selain dopan oksigen, telah pula dilakukan penelitian-penelitian yang menggunakan dopan Pb. Dari hasil yang dilaporkan, penggunaan dopan Pb dalam sintesis polikristal sistem Bi selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan, juga mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang dihasilkannya. Karena kemiripan ukuran ion dan persyaratan valensi dari atom Pb maka telah diyakini bahwa penambahan Pb sebagai dopan menghasilkan substitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O (Nurmalita, 2011).

Sintesis superkonduktor Bi-2212 tanpa doping Pb dihasilkan melalui proses kalsinasi dan sintering yang terpisah (Harnova, 2005). Penambahan doping Pb pada Bi-2212 akan meningkatkan derajat orientasi kristal yang terbentuk (Nurmalita, 2002).

Dalam sistem BSCCO unsur Ca merupakan unsur yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan fase. Bahan yang biasanya digunakan sebagai sumber Ca dalam sintesis BSCCO dengan metode padatan yaitu CaCO3. Pemilihan perlakuan

variasi Ca dalam penelitian ini karena penambahan kadar Ca sangat menentukan fase yang akan terbentuk (Ginley et al., 2002). Hal ini dipilih berdasarkan diagram fase pada gambar 4 dimana kadar Ca merupakan parameter penentu fase yang akan terbentuk (Strobel et al., 1992).

Pada penelitian pengaruh kadar CaCO3 dalam sintesis superkonduktor

BSCCO-2212 tanpa doping Pb dihasilkan fraksi volume sebesar 78,34% dan derajat orientasi sebesar 25,62% yang relatif tinggi pada kadar CaCO3 1,05 (Larasati dkk,


(18)

4

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode reaksi padatan (solid state reaction method). Metode ini memiliki keuntungan antara lain mudah dilakukan, sederhana serta tidak mahal. Sedangkan untuk kalsinasi dan sinteringnya dilakukan pada suhu 800°C dan 820°C. Pemilihan ini berdasarkan penelitian sebelumnya serta berdasarkan diagram fase sistem BSCCO yang ada (Strobel et al., 1992; Ningrum, 2006). Dan untuk doping Pb yang digunakan dipilih pada fraksi 0,4 karena fraksi tersebut menghasilkan orientasi kristal yang tertinggi (Nurmalita, 2011).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan variasi kadar CaCO3 dalam sintesis superkonduktor BSCCO-2212

dengan doping Pb. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui tingkat kemurnian fase yang terbentuk dan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui struktur mikro dari sampel.

B. Rumusan Masalah

Komposisi awal merupakan faktor yang penting dalam sintesis superkonduktor Bi–2212. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang variasi kadar CaCO3 dalam

sintesis superkonduktor Bi-2212 dengan penambahan doping Pb (BPSCCO-2212), sehingga diperoleh informasi kadar CaCO3 yang relatif paling baik dalam

pembentukan fase Bi-2212 (ditandai dengan fraksi volume tinggi, derajat orientasi tinggi, dan impuritas rendah).


(19)

5

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini variasi kadar CaCO3 yang dilakukan adalah 0,95; 1,00; 1,05;

dan 1,10 pada penambahan doping Pb sebesar 0,4. Sampel dikalsinasi pada suhu 800oC selama 10 jam dan disintering pada suhu 820oC selama 20 jam. Hasil yang

diperoleh kemudian dikarakterisasi menggunakan X–Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kadar CaCO3 yang relatif paling baik pada pertumbuhan fase

bahan superkonduktor sistem Bi-2212 dengan penambahan doping Pb. 2. Mengetahui tingkat kemurnian fase bahan superkonduktor sistem Bi-2212

yang terbentuk dengan menganalisis data XRD (menghitung nilai fraksi volume, derajat orientasi, dan impuritas).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kadar CaCO3 yang relatif paling baik padasintesis

superkonduktor Bi-2212 dengan doping Pb (BPSCCO-2212).

2. Sebagai bahan acuan untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, terutama untuk bahan superkonduktor BSCCO-2212.


(20)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Superkonduktor

Sifat superkonduktivitas bahan ditemukan pertama kali oleh Heike Kammerlingh Onnes pada tahun 1911. Pada saat itu, dia sedang mencoba mengamati hambatan jenis (resistivity) logam merkuri (Hg) ketika didinginkan sampai suhu helium cair. Ternyata dia mendapatkan hambatan jenis merkuri tiba-tiba turun drastis mendekati nol pada suhu 4,2 K. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada waktu itu telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur logam mendekati 0 K atau nol mutlak.

Beberapa ilmuwan pada waktu itu seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Dilain pihak, ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada keadaan tersebut. Untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi, Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri yang sangat murni, kemudian mengukur hambatannya sambil menurunkan suhunya. Pada suhu


(21)

7

4,2 K, Onnes mendapatkan hambatannya tiba-tiba menjadi hilang. Arus mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus. Dengan tidak adanya hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Fenomena konduktivitas sempurna inilah yang disebut superkonduktivitas, dan bahan yang mempunyai sifat superkonduktif ini dinamakan bahan superkonduktor.

Superkonduktor merupakan bahan yang dapat menghantarkan arus listrik tanpa hambatan di bawah nilai temperatur tertentu (Darminto dkk, 1999). Suhu ketika suatu bahan superkonduktor mulai mempunyai sifat superkonduktif disebut suhu kritis (Tc) (Cyrot dan Pavuna, 1992). Suatu superkonduktor dapat saja berupa suatu konduktor, semikonduktor ataupun suatu insulator pada keadaan ruang (Ismunandar, 2002). Pada prinsipnya, superkonduktor dapat mengalirkan arus listrik tanpa kehilangan energi. Namun secara praktek, superkonduktor ideal sangat sulit untuk dihasilkan (Aruku, 2009).

Seiring dengan kemajuan teknologi, kini ditemukan bahan superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST), yang umumnya berupa senyawa multikomponen, mempunyai multiphase, memiliki sifat anisotropis yang berhubungan dengan struktur yang berlapis dan efek fluktuasi termal. Salah satu bahan SKST yang penting adalah sistem BSCCO, karena suhu kritisnya yang relatif tinggi (Yulianti, 2002).

B. Sifat Dasar Superkonduktor

Suatu material dapat dikatakan bersifat superkonduktor jika menunjukkan dua sifat khusus, yaitu: (1) tanpa resistivitas (zero resistivity) atau � = 0 pada


(22)

8

temperatur T Tc dan (2) diamagnetik sempurna (perfect diamagnetism) dengan B = 0 pada temperatur T Tc dan medan magnet B Bc (Cyrot and Pavuna, 1992).

1. Konduktivitas Sempurna Bahan Superkonduktor

Pada suhu rendah, bahan superkonduktor memiliki resistivitas sama dengan nol (ρ

= 0). Material yang didinginkan di dalam nitrogen cair atau helium cair, resistivitas material ini akan turun seiring dengan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. Suhu dimana resistivitas material turun drastis menjadi nol ini disebut dengan suhu kritis (Tc), yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor (Pikatan, 1989).

Pada tahun 1957, tiga orang fisikawan yaitu Barden, Cooper dan Schrieffer mengajukan teori tentang superkonduktor yang kemudian dikenal dengan nama teori BCS. Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama, pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper. Kita bandingkan dengan elektron konduksi dalam konduktor biasa. Di sini elektron bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh kotoran (impurities) atau oleh phonon. Phonon adalah kuantum energi getaran kerangka (lattice) kristal bahan. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron, sehingga dengan tukar menukar phonon dua


(23)

9

elektron justru akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Oleh karena keadaan kuantum mereka semuanya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya, padahal pada suhu T < Tc getaran kerangka tidak memiliki cukup energi untuk mematahkan ikatan pasangan tersebut. Akibatnya mereka tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut superkonduktor (Pikatan, 1989).

2. Sifat Magnetik Superkonduktor (Efek Meissner)

Pada tahun 1933 Meissner dan Ochsenfeld menemukan suatu fenomena unik, yaitu jika suatu bahan superkonduktor ditempatkan pada suatu medan magnet eksternal (B) dan bahan tersebut didinginkan di bawah suhu kritisnya, maka akan terjadi eksklusi fluks magnetik (penolakan garis-garis gaya magnet) (Salmah, 2001). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Eksklusi fluks magnetik saat T<Tc (Kittel, 1996).

Sifat magnetik superkonduktor tersebut dapat dilihat dengan pengujian efek Meissner seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.


(24)

10

Gambar 2. Efek Meissner pada superkonduktor yang memberikan gejala penolakan medan magnet luar (Wanibesak, 2011).

Efek Meissner ini sedemikian kuatnya sehingga sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh bahan superkonduktor. Medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek Meissner ini akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya. Ketika bahan superkonduktor didinginkan di bawah temperatur kritis, bahan tersebut akan menolak medan magnet luar yang mencoba untuk memasuki bahan, sehingga induksi magnet (B) dalam bahan menjadi nol. Fenomena ini disebut Efek Meissner (Shukor, 2009).

C. Superkonduktor Sistem BSCCO

Superkonduktor sistem BSCCO merupakan superkonduktor oksida keramik yang mempunyai struktur berlapis-lapis sehingga menyebabkan bahan superkonduktor sistem BSCCO sangat rapuh dan mudah patah. Selain itu, superkonduktor sistem


(25)

11

BSCCO memiliki sifat anisotropi superkonduktivitas yang tinggi dan panjang koherensi yang pendek (Herlyn, 2008).

Superkonduktor sistem BSCCO memiliki beberapa keunggulan dan keistimewaan dibandingkan superkonduktor keramik yang lainnya karena suhu kritisnya (Tc) relatif tinggi. Dalam superkonduktor sistem BSCCO dikenal 3 fase superkonduktif yaitu fase 2201 dengan komposisi Bi2Sr2CuO memiliki suhu kritis

(Tc) sebesar 10 K, fase 2212 dengan komposisi Bi2Sr2CaCu2O memiliki suhu

kritis (Tc) sebesar 80 K dan fase 2223 dengan komposisi Bi2Sr2Ca2Cu3O memiliki

suhu kritis (Tc) sebesar 110 K (Siswanto, 1999). Superkonduktor sistem Bi-2212 memiliki parameter kisi a = 5,4 Å ; b = 5,4 Å dan c = 30,89 Å. Sistem Bi-2212 mempunyai lapisan CuO2 ganda, dua lapisan semikonduktor BiO dan lapisan

isolator SrO (Darminto dan Rahmawati, 2008).

Struktur kristal sistem BSCCO merupakan sistem struktur tetragonal, yang sering disebut struktur perovskite berbentuk lapisan (plate like) dengan lapisan Cu-O merupakan lapisan superkonduksi. Bentuk strukturnya sangat kompleks dengan lapisan interlaksi Bi-O diantara lapisan konduksi CuO2 yang berperan sebagai

muatan reservoir yang penting untuk menyediakan pembawa muatan (carrier) dalam lapisan Cu-O (Hu, 1996), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.


(26)

12

Gambar 3. Struktur kristal ketiga fase superkonduktor BSCCO (Lehndroff, 2001).

D. Diagram Fase Sistem BSCCO

Untuk merancang dan mengendalikan eksperimen, sintesis suatu bahan akan menuju kepada pembentukan fase dan kristal dengan komposisi dan struktur khusus. Tetapi proses sintesis yang dipergunakan umumnya akan menghadirkan beberapa fase lain dan melibatkan reaksi peralihan antara fase yang berbeda. Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran yang tepat diperlukan adanya pedoman atau peta jalan (roadmaps), yang dikenal sebagai diagram fase dari sistem yang bersangkutan. Dengan bantuan diagram fase, komposisi bahan dan suhu pada setiap tahap proses sintesis secara menyeleruh dapat dirancang secara cermat (Nurmalita, 2002).


(27)

13

Diagram fase yang digunakan untuk sintesis superkonduktor (Bi Pb)2Sr2CanCun+1O6-2n, dengan n menyatakan indeks molar unsur Ca seperti terlihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram fase superkonduktor BPSCCO (Strobel et al., 1992).

Untuk bahan sistem Sr-Ca-Cu-O terdapat 3 fase superkonduktif yaitu fase Bi-2201, Bi-2212 dan Bi-2223. Daerah-daerah fase tersebut dapat digambarkan dalam satu diagram fase tertentu, yang khas dan sangat bergantung pada komposisi unsur penyusunnya (Diantoro, 1997). Sedangkan pada sistem multikomponen, diagram fase tersebut umumnya terbagi dalam sejumlah daerah fase yang rumit seperti terlihat pada Gambar 4 yang telah dibuat untuk sistem BPSCCO, yaitu sistem BSCCO dengan substitusi parsial Bi dengan Pb (Strobel et al., 1992).


(28)

14

E. Peranan Dopan Pb

Dopan berperan penting dalam pembentukan superkonduktor Tc tinggi. Dopan dapat berupa substitusi artinya mengganti atom asli di dalam superkonduktor dengan atom dopan yang ukurannya tidak jauh berbeda dengan ukuran atom aslinya. Dopan juga dapat berupa penambahan artinya menambahkan atom-atom dopan ke dalam atom-atom asli superkonduktor. Penambahan doping Pb pada Bi-2212 akan meningkatkan derajat orientasi kristal yang terbentuk (Nurmalita, 2002). Dari hasil yang dilaporkan, penggunaan dopan Pb dalam sintesis polikristal sistem Bi selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan, juga mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang dihasilkan. Karena kemiripan ukuran ion dan persyaratan valensi dari atom Pb maka telah diyakini bahwa penambahan Pb sebagai dopan menghasilkan substitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O.

Superkonduktor BPSCCO-2212 memiliki sifat karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan BSCCO-2212. Hal ini karena ikatan jaringan antar butir pada BSCCO-2212 sangat lemah. Hubungan yang buruk pada kristalitas menunjukkan sangat tingginya resistivitas pada keadaan normal, koefisien temperatur resistivitas ( Miller et al., 2005).

F. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat adalah sebuah senyawa kimia dengan rumus kimia CaCO3.

Material ini biasa digunakan dalam bidang kedokteran sebagai tambahan kalsium atau sebagai antasid. Kalsium karbonat merupakan unsur aktif dalam kapur


(29)

15

pertanian dan merupakan suatu zat yang biasa ditemukan sebagai batuan di seluruh penjuru dunia, serta merupakan komponen utama dari kerang laut dan kulit keong atau siput. Kalsium karbonat umumnya berwarna putih dan umumnya sering dijumpai pada batu kapur, kalsit, marmer dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat juga banyak dijumpai pada stalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar pegunungan. Karbonat yang terdapat pada stalaktit dan stalagmit berasal dari tetesan air tanah selama ribuan bahkan jutaan tahun. Seperti namanya, kalsium karbonat ini terdiri dari 1 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen. Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, tetapi ikatannya lebih longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium karbonat bila dipanaskan akan pecah menjadi serbuk remah yang lunak yang dinamakan kalsium oksida (CaO) (Anonim A, 2009). Hal ini terjadi karena pada reaksi tersebut setiap molekul dari kalsium akan bergabung dengan 1 atom oksigen dan molekul lainnya akan berikatan dengan oksigen menghasilkan CO2

yang akan terlepas ke udara sebagai gas karbon dioksida dengan reaksi sebagai berikut:

CaCO3 CaO + CO2 (1)

Kalsium karbonat memiliki sifat kimia yang sama dengan karbonat-karbonat yang lain, yaitu jika kalsium karbonat bereaksi dengan asam kuat, maka akan melepaskan karbon dioksida, seperti persamaan berikut:

CaCO3 + HCl CaCl2 + CO2 + H2O (2)

Pada Gambar 5 ditunjukkan struktur kristal dari kalsium karbonat atau yang dikenal dengan rumus kimia CaCO3 yang terdiri dari atom-atom Ca (kalsium), C


(30)

16

group yaitu 161 dengan jari-jari ionik Ca2+, C4+ dan O2- secara berturut-turut yaitu

1.05 Å, 0.77 Å, 1.35 Å dan perspective 1.00 dan size factor 0.50 kemudian dengan nilai komposisi atom a = 5.0492 Å, b = 5.0492 Å, c = 17.3430 Å dan nilai

sudut α = = 90 odan = 1β0 o (Antao and Hasan, 2009).

Gambar 5. Struktur kristal kalsium karbonat (Antao and Hasan, 2009).

G. Kalsinasi

Kalsinasi merupakan proses pembakaran tahap awal yang berupa reaksi dekomposisi secara endotermik. Kalsinasi berfungsi melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau hidroksida, sehingga menghasilkan bahan dalam bentuk oksida. Kalsinasi juga menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan seperti H2O,

air kristal (dalam bentuk OH) dan gas (CO2).

Kalsinasi merupakan perlakuan panas terhadap campuran serbuk yang sudah dipelet pada suhu tertentu, tergantung pada jenis bahan. Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi antara lain:


(31)

17

a) Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu

1000C hingga 3000C.

b) Pelepasan gas-gas seperti: CO2 berlangsung sekitar suhu 6000C dan pada

tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti.

c) Pada suhu lebih tinggi, sekitar 8000C struktur kristalnya sudah terbentuk,

dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas (James S.R, 1988).

H. Sintering

Sintering adalah suatu proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu. Pada proses ini terjadi perubahan struktur mikro seperti perubahan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan massa. Proses sintering dimulai dengan partikel halus yang beraglomerasi menjadi bubuk yang dikehendaki, dilanjutkan dengan pembakaran yang dapat mengikat partikel. Sintering memerlukan suhu tinggi agar partikel halus dapat beraglomerasi menjadi bahan padat. Sintering menyebabkan butiran-butiran partikel saling mendekat sehingga menyebabkan transformasi padatan berpori menjadi padat (Smith, 1990). Faktor-faktor yang menentukan proses sintering antara lain adalah jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya, dan ukuran partikel. Proses sintering berlangsung apabila terjadi transfer materi diantara butiran (difusi) dan terdapat sumber energi untuk mengaktifkan transfer materi (menggerakkan butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna) (Ristic, 1989).

Gambar 6 menunjukkan proses sintering dalam suatu sampel. Proses sintering dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap medium (pertengahan), dan


(32)

18

tahap akhir. Selama tahap awal, kontak titik antar partikel terus meningkat hingga membentuk pertumbuhan leher (neck growth). Pada tahap pertengahan, penggabungan antar butir terus terjadi sehingga membentuk saluran pori yang kontinu, rongga mulai hilang dari saluran silinder. Pada tahap akhir, saluran pori yang kontinu menghilang dan berubah bentuk menjadi pori-pori individu (Barsoum, 1997).

Gambar 6. Tahapan terbentuknya pertumbuhan leher (neck growth) dalam proses sintering (Barsoum, 1997).

Proses sintering melalui fasa padat (solid state sintering) terjadi karena energi penggeraknya adalah perbedaan energi bebas atau potensial kimia antara permukaan partikel-partikel yang berdekatan, sehingga partikel-partikel tersebut akan saling menempel dan berdifusi satu sama lain. Proses difusi ini juga melibatkan perpindahan atom-atom yang kosong di sepanjang permukaan bahan atau antara batas butir. Akibatnya, ukuran pori-porinya mengecil sehingga dapat mengakibatkan penyusutan volume yang dibarengi dengan peningkatan kekuatan mekanik bahan tersebut (Kingery et al., 1976).


(33)

19

I. X-Ray Diffraction (XRD)

Suatu material dapat dipelajari kisi-kisi ruang dari intensitasnya secara cepat dan akurat menggunakan difraksi sinar-X (Brindley dan Brown, 1980). Sinar-X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Rontgent pada tahun 1895, ketika elektron yang dipercepat dengan tegangan yang tinggi dalam tabung vakum mengenai target yang berupa logam atau gelas, dan kemudian dihamburkan oleh target tersebut (Giancoli, 1984).

Prinsip terjadinya difraksi sinar-X sangat berbeda dengan difraksi yang dikenal pada umumnya (difraksi cahaya). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada teori dan kegunaannya. Menurut Cullity (1978), sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 0,5-2,5 Å. Bila seberkas sinar-X dengan panjang gelombang λ diarahkan pada permukaan kristal dengan

sudut datang θ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang atom kristal

dan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan difraktometer (Cullity, 1978).

Sistem kerja difraktometer sinar-X didasarkan pada Hukum Bragg. Pola difraksi,

intensitas dan sudut difraksi βθ berbeda-beda untuk setiap bahan. Interferensi berupa puncak-puncak intensitas diperoleh sebagai hasil proses difraksi dimana terjadi interaksi antara sinar-X dengan atom-atom pada bidang kristal (Vlack, 1994). Gambar 7 menunjukkan hamburan sinar-X oleh elektron-elektron di dalam atom suatu material.


(34)

20

Gambar 7. Sinar-X yang dihamburkan oleh atom-atom kristal yang berjarak d (Richman, 1967).

Dari Gambar 7 terlihat bahwa gelombang pertama memiliki panjang yang sama yaitu MN + NR, begitu pula dengan gelombang kedua yaitu XO + OL. Gelombang kedua berjalan lebih jauh dari gelombang pertama, dan selisihnya dimisalkan sebagai .

Dimana nilai = (XO +OL) – (MN +NR) (3)

Jika dari titik N ditarik garis ke XO dan OL, diberi tanda P dan Q, maka:

XP = MN, QL = NR (4)

Perbedaan antara dua gelombang tersebut adalah:

∆ = PO + OQ (5)

Diketahui bahwa PO dan OQ merupakan λ (panjang gelombang) dan panjang PO sama dengan panjang QO yaitu sebesar d sin θ, sehingga hubungan interferensi dari sinar dengan sudut datang θ akan memenuhi persamaan Bragg sebagai berikut:


(35)

21

dengan: λ = panjang gelombang (Å) d = jarak antar kisi (Å) θ = sudut difraksi

J. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengamati dan menganalisis karakteristik mikrostruktur dari bahan padat seperti logam, keramik, polimer dan komposit. SEM memiliki resolusi (daya pisah) dan ketajaman gambar yang tinggi. Selain itu cara analisis SEM tidak akan merusak bahan. SEM mempunyai daya pisah sekitar 0,5 nm dengan perbesaran maksimum sekitar 500.000 kali (Griffin dan Riessen, 1991).

SEM merupakan mikroskop yang menggunakan pancaran sinar yang timbul akibat eksitasi elektron untuk melihat partikel berukuran mikron. Sejak tahun 1950 SEM dikembangkan dan banyak digunakan dalam bidang medis maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan. SEM telah banyak digunakan oleh para peneliti untuk menguji dan menemukan berbagai spesimen.

Pada prinsipnya SEM terdiri dari beberapa komponen yaitu kolom elektron (electron column), ruang sampel (specimen chamber), sistem pompa vakum (vacuum pumping system), kontrol elektronik dan sistem bayangan (Goldstein et al., 1981). Kolom elektron terdiri dari electron gun dan beberapa lensa. Bagian dari electron gun adalah katoda, yaitu filamen berbentuk V yang dibuat dari bahan tungsten atau Lanthanum Hexaboride (LaB6), dan plat anoda. Electron gun


(36)

22

primer yang dipancarkan dari katoda dan digunakan untuk menganalisis bahan. Berkas elektron tersebut dipercepat oleh medan listrik dan difokuskan pada gambar pertama dari sumber, yaitu sebuah lensa magnetik yang terdiri dari dua buah lensa kondensor, sehingga bentuk dan ukuran sampel terlihat dalam bentuk sinar bayangan (imaging beam). Faktor yang menentukan penampilan dan resolusi dari SEM adalah arus dan berkas pemercepat (Sampson, 1996). Skematik alat Scanning Electron Microscopy (SEM) ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Skematik alat Scanning Electron Microscopy (SEM) (Smallman dan Bishop, 1995).

K. Celref

Celref merupakan salah satu software sel satuan yang lengkap berdasarkan proses refine suatu data. Refine adalah proses pengukuran parameter sel menggunakan program koreksi ulang puncak-puncak data hasil difraksi sinar-X yaitu dengan


(37)

23

bantuan software untuk menganalisis hasil pengukuran XRD. Fungsi dari software Celref yaitu untuk mengimpor data mentah atau data puncak hasil pengukuran XRD dengan cara perhitungan jumlah garis puncak berdasarkan auto-select/auto-match. Celref memiliki kerja yang mudah dalam menetapkan puncak dari data mentah melalui pencarian parameter sel yang paling mungkin dari tabel internasional yang telah baku menurut program (auto-select/auto-match). Setelah proses pencarian parameter sel yang paling mungkin maka akan diperoleh tampilan dari visual grafik yang paling tepat (Laugier dan Bochu, 2001).

Pada proses refine jika parameter sel yang diukur tidak sebanding dengan jumlah puncak yang berlaku dalam program itu, maka akan dicari model yang tepat sehingga sesuai dengan data awal yang diukur. Misalnya untuk struktur kubik akan lebih baik mengukur hanya dalam satu puncak, yaitu pada puncak maksimum sudut theta dari pada menggunakan banyak puncak. Hal ini diasumsikan bahwa dalam banyak puncak menghasilkan koreksi kesalahan lebih kompleks sehingga diperlukan analisis program yang lebih sederhana (Laugier dan Bochu, 2001).


(38)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2012 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung, Laboratorium LIPI Kimia Serpong serta Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: neraca sartorius digital, pipet, spatula, mortar pestle, cetakan sampel (die), tungku (furnace), alat pressing, crucible, X-Ray Diffraction (XRD), dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

2. Bahan

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan oksida dan karbonat dengan tingkat kemurnian yang tinggi yaitu: Bi2O3 (99,9%), PbO (99%),


(39)

25

C. Komposisi Bahan Dasar

Pada penelitian ini kadar Pb yang digunakan adalah 0,4. Untuk membuat 3 gram sampel BPSCCO-2212 dengan variasi kadar Ca diperlukan bahan awal seperti ditunjukkan pada Tabel 1, 2, 3 dan 4. Masing-masing sampel diberi kode yang menunjukkan parameter proses sintesis menurut format yaitu: komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3 nya. Sebagai contoh: kode

BPSCCO-2212/Ca= 0,95 menunjukkan sampel superkonduktor untuk komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar Ca= 0,95.

Tabel 1. Komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3= 0,95

(BPSCCO-2212/Ca= 0,95)

Bahan Fraksi Massa (gram)

Bi2O3 1,60 1,1056

PbO 0,40 0,2648

SrCO3 2,00 0,8757

CaCO3 0,95 0,2820

CuO Total

2,00 0,4719

3,0000

Tabel 2. Komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3= 1,00

(BPSCCO-2212/Ca= 1,00)

Bahan Fraksi Massa (gram)

Bi2O3 1,60 1,1002

PbO 0,40 0,2635

SrCO3 2,00 0,8714

CaCO3 1,00 0,2954

CuO Total

2,00 0,4695


(40)

26

Tabel 3. Komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3= 1,05

(BPSCCO-2212/Ca= 1,05)

Bahan Fraksi Massa (gram)

Bi2O3 1,60 1,0948

PbO 0,40 0,2622

SrCO3 2,00 0,8672

CaCO3 1,05 0,3086

CuO

Total 2,00 0,4672 3,0000

Tabel 4. Komposisi bahan BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3= 1,10

(BPSCCO-2212/Ca= 1,10)

Bahan Fraksi Massa (gram)

Bi2O3 1,60 1,0894

PbO 0,40 0,2609

SrCO3 2,00 0,8629

CaCO3 1,10 0,3218

CuO

Total 2,00 0,4650 3,0000

D. Preparasi Sampel

Metode yang digunakan adalah metode reaksi padatan (solid state reaction method) yang terdiri dari penggerusan, peletisasi (pressing) dan pemanasan (kalsinasi dan sintering). Prosedur kerja dapat dilihat pada Gambar 9.


(41)

27

Gambar 9. Diagram alir penelitian

1. Penimbangan

Bahan dasar yang digunakan terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan takaran yang telah ditentukan. Semua bahan yang telah ditimbang ditempatkan pada wadah tersendiri.

2. Penggerusan

Setelah proses penimbangan, bahan dicampur dan digerus selama ±15 jam sebelum kalsinasi dan ±20 jam sebelum sintering dengan mortar dan pestle secara manual sehingga bahan terasa halus. Penggerusan bertujuan untuk meningkatkan

Penimbangan bahan awal dengan komposisi dasar (BiPb)2Sr2CaCu2O8

dengan variasi kadar Ca 0,95 ; 1,00 ; 1,05 dan 1,10

Penggerusan ±15 jam; Peletisasi

Kalsinasi selama 10 jam pada suhu Tk = 8000C

Penggerusan ±20 jam; Peletisasi

Sintering selama 20 jam pada suhu Ts = 8200C

Karakterisasi 1. XRD (X-Ray Diffraction)


(42)

28

homogenitas bahan dan memperluas permukaan kontak agar reaksi dapat berlangsung secara stoikiometrik. Dengan demikian, terjadi peningkatan efektivitas reaksi padatan yang membentuk benih-benih senyawa (prekusor).

3. Peletisasi

Metode reaksi padatan (solid state reaction method) bahan superkonduktor BPSCCO-2212 akan lebih mudah berlangsung jika bahan pembentuknya berukuran kecil (luas permukaan kontak besar) dan jaraknya relatif berdekatan satu dengan yang lain (padat). Dengan demikian agar reaksi padatan lebih optimal, maka dilakukan peletisasi yaitu proses pemadatan serbuk bahan yang telah digerus dengan alat pressing. Pada penelitian ini sampel dipelet dengan kekuatan 8 ton.

4. Kalsinasi dan sintering

Beberapa senyawa awal yang berbentuk karbonat perlu didekomposisi pada suhu di bawah titik lelehnya dengan tujuan membuang komposisi yang tidak diperlukan, misalnya:

CaCO3 CaO(s) + CO2 (7)

SrCO3 SrO(s) + CO2 (8)

Proses semacam ini disebut kalsinasi. Pada penelitian ini, bahan yang sudah berbentuk pelet dikalsinasi pada suhu 8000C selama 10 jam. Setelah dikalsinasi,

sampel digerus dan dipelet lagi. Kemudian sampel disintering pada suhu 8200C


(43)

29

Tujuan kalsinasi adalah untuk menghilangkan senyawa-senyawa karbonat yang tidak diperlukan. Hasil proses kalsinasi biasanya masih belum sempurna karena adanya porositas akibat dekomposisi senyawa-senyawa karbonatnya. Sehingga perlu dilakukan penggerusan dan peletisasi kembali kemudian disintering untuk membentuk senyawa tertentu. Diagram kalsinasi dan sintering secara terpisah ditunjukkan pada Gambar 10 dan 11.

T(°C)

Furnace Cooling

5 15 t (jam) Gambar 10. Diagram proses kalsinasi

T(°C)

Furnace Cooling

5 25 t (jam) Gambar 11. Diagram proses sintering

E. Karakterisasi

Sampel yang telah selesai disintesis kemudian dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).

8000C


(44)

30

1. X-Ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X bertujuan untuk mengetahui fase yang terbentuk pada sampel, menganalisis kemurnian serta jenis impuritas yang terdapat pada sampel berdasarkan intensitas penyerapan terhadap sudut 2θ yang terbentuk. Pola difraksi sampel diperoleh dengan menembak sampel menggunakan sumber Cu-Kα yang mempunyai panjang gelombang 1,54 Å. Data difraksi diambil dalam rentang 2θ = 5° sampai 80°, dengan modus scanning continue, dan step size sebesar 2θ = 0,05 serta waktu 2 detik per step. Spektrum XRD memberi informasi mengenai puncakpuncak intensitas pada sudut 2θ tertentu. Pola difraksi sampel yang diperoleh dibandingkan dengan pola difraksi BPSCCO menggunakan program Celref. Fase Bi-2212 yang terbentuk dapat diperoleh dengan menghitung fraksi volume (Fv), derajat orientasi (P) dan impuritas (I) yang terkandung pada sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

�� =∑ �

����� (9) � = ∑ � �

∑ � (10)

� = % − �� (11) Dengan:

Fv = Fraksi Volume fase Bi-2212 P = Derajat Orientasi

I = Impuritas

������ = Intensitas Total

I (2212) = Intensitas fase 2212


(45)

31

Spektrum XRD serbuk BPSCCO/BSCCO fase 2212 yang dihasilkan Mannabe (Mannabe, 1988) yang dalam penelitian ini menjadi pembanding dengan spektrum XRD yang diperoleh dari hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Spektrum XRD Superkonduktor BPSCCO fase 2212

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Struktur mikro dari sampel dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hal ini dilakukan untuk melihat bentuk grain sampel. Bahan superkonduktor mempunyai konduktivitas yang cukup besar, sehingga sampel tidak perlu di coating dengan Au atau C, tetapi cukup dengan menempelkan sampel pada holder dengan pasta perak.

3.Celref

Program Celref yang digunakan pada penelitian ini adalah Celref V3 yang disusun oleh Jean Laugier dan Bernard Bochu. Proses penggunaan Celref melalui tahapan sebagai berikut:

a. Mengubah file XRD dengan ekstensi txt ke dalam rd yang ditunjukkan pada Gambar 13.


(46)

32

Gambar 13. Mengubah file txt menjadi file rd. b. Membuka software Celref.

c. Memilih input data rd yang telah dibuat yang ditunjukkan pada Gambar 14 dan Gambar 15.


(47)

33

Gambar 15. Memasukkan data rd.

d. Memilih puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD yang ditampilkan oleh Celref seperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD.

e. Menentukan inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM (Cullity, 1978), dan memasukkan nilai awal kisi kristal BSCCO-2212, yaitu a = 5,4127; b = 5,3838; serta c = 30,8854 (Rahardjo, 2002) yang ditunjukkan pada Gambar 17.


(48)

34

Gambar 17. Inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM.

f. Melakukan proses calculate pada Celref yang ditunjukkan pada Gambar 18.


(49)

35

g. Melakukan seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5 sampai 1,0 seperti pada Gambar 19.

Gambar 19. Seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5.

h. Melakukan refine data sampai mendapatkan hasil yang sesuai antara inisial sebelum di-refine dan setelah di-refine.

i. Kemudian setelah dilakukan 4-6 kali pengulangan refine, maka akan didapatkan hasil dengan sigma kecil yang ditunjukkan pada Gambar 20.


(50)

36

j. Setelah itu, membuka database (excel) seperti pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil database excel setelah di-refine.

k. Menentukan intesitas yang diperoleh dengan mencari nilai yang mendekati 2T(Obs) pada database excel terhadap data asli XRD, seperti ditunjukkan Gambar 22.


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Fraksi volume (Fv) tertinggi dihasilkan dari bahan superkonduktor BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3 1,10 (87,26%).

2. Bahan superkonduktor BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3 1,05

mempunyai derajat orientasi (P) tertinggi (36,77%).

3. Penambahan kadar CaCO3 pada sistem BPSCCO-2212 relatif menaikkan

fraksi volume dan derajat orientasi kristal yang terbentuk.

4. Hasil perekaman foto SEM pada masing-masing sampel dengan kadar CaCO3 (0,95-1,10) menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk sudah

terorientasi.

B. Saran

Untuk mendapatkan parameter proses pembentukan fase bahan superkonduktor sistem BPSCCO-2212 yang lebih baik, perlu dilakukan variasi suhu sintering berdasarkan hasil kadar CaCO3 terbaik dari hasil penelitian ini.


(1)

Gambar 13. Mengubah file txt menjadi file rd. b. Membuka software Celref.

c. Memilih input data rd yang telah dibuat yang ditunjukkan pada Gambar 14 dan Gambar 15.


(2)

Gambar 15. Memasukkan data rd.

d. Memilih puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD yang ditampilkan oleh Celref seperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Puncak-puncak yang akan diukur dari grafik XRD.

e. Menentukan inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM (Cullity, 1978), dan memasukkan nilai awal kisi kristal BSCCO-2212, yaitu a = 5,4127; b = 5,3838; serta c = 30,8854 (Rahardjo, 2002) yang ditunjukkan pada Gambar 17.


(3)

Gambar 17. Inisial parameter sel, yaitu dengan memilih jenis kristal ortorombik tipe FMMM.

f. Melakukan proses calculate pada Celref yang ditunjukkan pada Gambar 18.


(4)

g. Melakukan seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5 sampai 1,0 seperti pada Gambar 19.

Gambar 19. Seleksi puncak dengan pemilihan toleransi berkisar 0,5. h. Melakukan refine data sampai mendapatkan hasil yang sesuai antara

inisial sebelum di-refine dan setelah di-refine.

i. Kemudian setelah dilakukan 4-6 kali pengulangan refine, maka akan didapatkan hasil dengan sigma kecil yang ditunjukkan pada Gambar 20.


(5)

j. Setelah itu, membuka database (excel) seperti pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil database excel setelah di-refine.

k. Menentukan intesitas yang diperoleh dengan mencari nilai yang mendekati 2T(Obs) pada database excel terhadap data asli XRD, seperti ditunjukkan Gambar 22.


(6)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Fraksi volume (Fv) tertinggi dihasilkan dari bahan superkonduktor BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3 1,10 (87,26%).

2. Bahan superkonduktor BPSCCO-2212 dengan kadar CaCO3 1,05

mempunyai derajat orientasi (P) tertinggi (36,77%).

3. Penambahan kadar CaCO3 pada sistem BPSCCO-2212 relatif menaikkan

fraksi volume dan derajat orientasi kristal yang terbentuk.

4. Hasil perekaman foto SEM pada masing-masing sampel dengan kadar CaCO3 (0,95-1,10) menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk sudah

terorientasi.

B. Saran

Untuk mendapatkan parameter proses pembentukan fase bahan superkonduktor sistem BPSCCO-2212 yang lebih baik, perlu dilakukan variasi suhu sintering berdasarkan hasil kadar CaCO3 terbaik dari hasil penelitian ini.