PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DI POLDA DIY

(1)

PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DI POLDA DIY

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Nama : Niken Angkylina NIM : 20130610109

Prodi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DI POLDA DIY

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Nama : Niken Angkylina NIM : 20130610109 Prodi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

HALAMAN MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan (QS. Al-Maidah: 2)

Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang diriKu, maka jawablah, bahwa Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaknya mereka itu memenuhi perintahKu dan hendaknya mereka yakin kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah: 186)


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN Yang utama dari segalanya...

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Nya telah meberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu. Atas karunia dan kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang terkasih dan tersayang.

1. Mama dan Ayahanda Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Mama Sri Suyatmi dan Ayah IPDA Supardiyono yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Mama dan Ayah bahagia karena aku sadar, selama ini belum bisa berbuat lebih. Untuk Mama dan Ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik, terimakasih.

2. Abang Tersayang

Kasih sayang, pengorbanan, dan didikan selalu melekat dalam diri ini. Terimakasih Brigadir Andy Arciana S.Psi, atas bantuan, kritik, saran dan segalanya.


(6)

KATA PENGGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul: “PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGARAN DI POLDA DIY”, dapat terselesikan, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, walaupun masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Penyusun mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaiakan proses penyusunan skripsi ini:

1. Dr. Ir. Gunawan Budianto, M.P. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Trisno Raharjo. SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah yang telah memberikan izin kepada penyusun untuk melakukan penelitian sebagai bahan skripsi. 3. Bapak Beni Hidayat. SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi Satu yang telah

memberikan masukan dengan penuh perhatian.

4. Bapak Nasrullah. SH., S.Ag., MCL. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi Dua yang menyempatkan waktunya di sela kesibukannya memberi masukan dan kritikannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum UMY, beserta jajaran yang telah memberikan bekal ilmu selama ini.

6. IPTU Dadang Aruman Panitriksa C Subid Provos Bidpropam Polda DIY dan IPTU Suhardi Kanit Reksa 1 (A) Subbid Provos Bidpropam Polda DIY, dan seluruh staff jajaran Provos Bidpropam Polda DIY yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk penelitian ini.

7. Kedua orangtua, Bapak Supardiyono dan Ibu Sri Suyatmi terimakasih atas segalanya hingga tidak bisa terdefinisi.


(7)

8. Faisal Ibnu Hasnan, terimakasih atas segala bantuan yang diberikan, kriktik serta saran yang selalu membangun, dan semangat yang tak pernah padam.

9. Sahabat Keluarga Beriman yang penuh dengan perhatian, menghadirkan tawa, dan selalu mengingatkan kepada kebaikan. Serta sahabat lainnya semoga ini menjadi awal yang baik. Sampai jumpa di puncak.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, penulis hanya berusaha semaksimal mungkin untuk membuat skripsi ini bermutu dan berkualitas. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam pengerjaan penelitian ini. Semoga hasil karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin, amin yarabballallamin.

Yogyakarta, 2 Februari 2017

Niken Angkylina


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL …... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian …... 4

D. Manfaat Penelitian …... 5

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DI POLDA DIY A. Tinjauan Umum Kepolisian ... 6

B. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum Disiplin Anggota Polri ... 21

C. Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37

B. Cara Pengumpulan Data ... 38

C. Lokasi Penelitian ...41

D. Subyek Penelitian ... 41


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Disiplin bagi Anggota Polri yang Melakukan

Pelanggaran di Polda DIY …... 43

B. Faktor-Faktor yang Menghambat Penegakan Disiplin di Polda DIY …... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …... 76

B. Saran ...77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 80


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis Pelanggaran Disiplin Tahun 2015 dan 2016 ... 52 Tabel 2 Data Pelanggaran, Tindakan dan Putusan Disiplin 2015 dan 201 ... 64


(11)

DAFTAR GAMBAR

Bagan 1 Struktur Organisasi Div Propam ... 46 Bagan 2 Proses Penyelesaian Perkara Pelanggaran Disiplin ... 55 Bagan 3 Denah Ruang Sidang Disiplin Anggota Polri ... 67


(12)

(13)

(14)

ABSTRAK

Pelanggaran bagi anggota Polri tidak bisa dihindari dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial, meskipun anggota Polri setiap tindak tanduknya terikat dengan peraturan, namun masih didapati anggota Polri melakukan pelanggaran, salah satunya pelanggaran mengenai kedisiplinan.

Pelanggaran disiplin anggota Polri dapat diproses dengan tindakan dan hukuman melalui sidang disiplin. Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan tindakan fisik diberikan kepada anggota Polri yang melanggar ketertiban sedangkan hukuman disiplin diberikan kepada anggota Polri yang melanggar ketentuan pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang penjatuhan hukumannya melalui sidang disiplin. Untuk itu setiap anggota Polri harus menghayati dan mengamalkan Tribrata dan Catur Prasetya sebagai doktrin kepolisian yang mengandung pikiran dasar dalam menyelengarakan kepolisian.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris atau sosiologis. Hasil penelitian penegakan disiplin dilakukan dengan adanya laporan, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan di depan sidang disiplin, penjatuhan hukuman, pelaksanaan hukuman dan penvatatan dalam data personel perseorangan. Faktor yang menghambat penegakan disiplin yaitu kesadaran hukum yang dimiliki anggota Polri kurang dan faktor lingkungan atau keluarga.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Polri merupakan salah satu lembaga penegak hukum serta merupakan harapan dan teladan bangsa, karena mengemban tugas-tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Cita-cita dan citra sebagai harapan dan teladan bangsa bukan suatu predikat yang dengan cuma-cuma diberikan kepada setiap anggota Polri, namun eksistensinya perlu proses, aktivitas serta perjungan yang panjang dan membutuhkan banyak pengorbanan. Harapan dan teladan yang diberikan bagi anggota Polri tersebut perlu direalisasikan dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak hanya merupakan simbolis semata. Demikian mulianya tugas yang diembankan kepada anggota Polri sebagai penegak hukum, anggota Polri dituntut tegas, konsisten dalam tindakan, serta etis dalam sikap, jika ketiga hal tersebut tidak diemban dengan baik maka anggota Polri akan mudah terjebak pada hal-hal yang kurang simpatik yang tidak sesuai dengan fungsi dan tugasnya.1

Tugas dan wewenang yang diberikan kepada anggota Polri dalam menjalankan tugas di bidang penegakan hukum pada hakikatnya diperoleh secara artibutif, diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni anggota 1 Marjono Reksodiprojo, 1994, Kemajuan Perkembangan Ekonomi dan Keadilan Hukum, Jakarta, hlm.26.


(16)

Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penegak hukum harus berorientasi pada tujuan diberikannya wewenang untuk menciptakan dan/atau mewujudkan negara yang aman, tertib, sejahtera, adil, dan makmur. Apabila tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang tersebut tidak dijalankan dengan baik maka akan mempunyai konsekwensi hukum. Artinya setiap pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polri dapat dipertanggungjawbakan secara hukum.

Institusi kepolisian terikat pada aturan-aturan hukum dan prosedur-prosedur tertentu, serta dikontrol dan bertanggungjawab pada hukum. Dalam rangka menciptakan anggota Polri yang bersih dari perbuatan yang tercela, anggota Polri memiliki pedoman bersifat mengikat yang wajib untuk ditaati yang dikenal dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Peraturan Disiplin Anggota Polri tersebut dilengkapi dengan Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan disiplin anggota Polri telah diberlakukan. Saat ini makin marak kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri, yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas maupun di luar tugas tidak jarang ditemui angota Polri yang

menyalahgunakan kekuasaan maupun kewenangannya bahkan banyak yang termasuk pelaku tindak pidana. Sebagai manusia biasa seorang anggota


(17)

Polri memiliki kadar kekuatan iman dan ketaatan terhadap peraturan, baik menyangkut disiplin maupun kode etik. Banyaknya godaan terutama yang berwujud materi menyebabkan adanya oknum-oknum anggota Polri tergiur untuk melakukan pelangaran-pelangaran baik yang bersifat ringan maupun berat dengan sanksi mulai dari peringatan sampai pemecatan. Seperti yang akhir-akhir ini terjadi 51 Polri lakukan pelanggaran disiplin ada anggota yang desersi, ada yang menipu CPNS, menipu calon Bintara dan ada pula kasus perselingkuhan.2

Data dari Polda DIY menyebutkan bahwa untuk tahun 2015 telah terjadi 165 kasus pelanggaran yang dilakukan dari Tamtama, Bintara, Perwira pertama, dan Perwira menegah, sementara tahun 2016 terjadi 130 kasus pelanggaran di Polda DIY. Oleh karena masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri maka dibutuhkan upaya penegakan hukum yang lebih komperhensif dari Bid Propam sebagai pelaksananya.

Penegakan disiplin dan kode etik Polri sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegak hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri tidak disiplin dan tidak profesional.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “PENENGAKAN DISIPLIN BAGI 2Santo Ari, “51 Polisi Lakukan Pelanggaran Disiplin Sepanjang 2015”, http://jogja.tribunnews.com/2016/01/01/51-polisi-lakukan-pelanggaran-disiplin-sepanjang-201,


(18)

ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DI POLDA DIY”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penegakan disiplin bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran di POLDA DIY?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat penegakan disiplin di POLDA DIY?

C. Tujuan Penelitian

Berdasrkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai peneliti adalah sebagi berikut :

1. Peneliti dapat mengetahui tentang bagaimana gambaran penegakan disiplin terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran di POLDA DIY.

2. Peneliti dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat tegaknya disiplin bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran di POLDA DIY.

D. Manfaat Penelitian


(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya bagi perkembangan pengetahuan ilmu hukum mengenai pelanggaran disiplin bagi anggota kepolisian POLDA DIY.

Manfaat praktis:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi, akademisi, dan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI

A. Fungsi Kepolisian

1. Pengertian Kepolisian, Tugas dan Wewenang Kepolisian

a. Pengertian Kepolisian

Dilihat dari sisi historis, istilah “polisi” di Indonesi nampaknya mengikuti dan mengunakan istilah politie yang berasal dari bahasa Belanda, hal ini sebagai akibat dan pengaruh dari sistem hukum Belanda yang dianut Indonesia.1 Menurut

Van Volenhoven dalam bukunya politie overzie sebagimana dikutip oleh Momo Kelana bahwa istilah Politie mengandung arti sebagai organ dan fugsi yaitu sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi jika perlu mengunakan paksaan supaya yang diperintah melaksanakan dan tidak melakukan larangan. Suatu hal yang perlu dicermati dari pengertian tersebut, bahwa polisi termasuk organ pemerintahan yang diberi wewenang dan kewajiban menjalankan pengawasan. Dengan demikian istilah polisi dapat dimaknai sebagai bagian dari organisasi pemerintah dan alat pemerintah.2

1 Sudjiono, 2005, Mengenal Hukum Kepolisian Prespektif Kedudukan dan Hubungan dalam Hukum Administrasi, LAKbang Widiatama, Surabaya, hlm.2.


(21)

Pengertian kepolisian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika dicermati dari fungsi kepolisian sebagiamana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenanngan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.3

Selanjutnya tujuan kepolisian disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa: Kepolisian Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertibnya hukum, terselengaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

b. Tugas Kepolisian


(22)

Tugas kepolisian secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2) Menegakkan hukum; dan

3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Sadjiono, bahwa dalam menyelenggarakan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dicapai melalui tugas preventif dan tugas represif. Tugas di bidang preventif dilaksanakan dengan pola pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tentram tidak terganggu segala aktivitasnya. Langkah preventif adalah usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas. Tugas di bidang represif, adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan dalam undang–undang. Tugas represif merupakan tugas kepolisian dalam bidang penegakan hukum yang dibebankan kepada kepolisian.4

c. Wewenang Kepolisian

Disamping memiliki tugas–tugas tersebut di atas, kepolisian memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam


(23)

Pasal 15 ayat (1) Undang–undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelengarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang

diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Selain kewenangan kepolisian yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, wewenang Kepolisian juga diatur dalam Kitab Undang–undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) wewenang kepolisian selaku penyelidik dirumuskan dalam Pasal 5 KUHAP, bahwa karena kebijakannya mempunyai wewenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;

b. Mencari keterangan dan barang bukti;

c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;


(24)

d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Tugas dan wewenang sebagaimana yang diuraikan diatas dilaksanakan berdasarkan pada norma hukum, serta mengindahkan atau memperhatikan norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mengutamakan tindakan pencegahan. Karena tujuan akhir dari terselenggaranya tugas dan wewenang kepolisian, adalah untuk menciptakan dan atau mewujudkan negara yang aman, tertib, sejahtera, adil dan makmur. Di sinilah yang dimaksud fungsi kepolisian merupakan salah satu tugas dan wewenang pemerintahan negara, karena tugas untuk menciptakan kondisi tersebut merupakan tugas dan wewenang serta tanggungjawab pemerintah atau negara yang didelegasikan kepada kepolisian. Oleh karenanya tugas dan wewenang kepolisian adalah segala kegiatan dan pekerjaan yang dilaksanakan oleh kepolisian yang meliputi kegiatan pencegahan

(preventif) dan penegakan hukum (represive) perumusan tugas dan wewenang dimaksudkan didasarkan pada tipe kepolisian yang tiap–tiap negara berbeda–beda ada tipe kepolisian yang ditarik dari kondisi sosial yang menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama–sama dengan rakyat dan hanya polisi yang menjaga status quo dan menjalankan hukum saja.


(25)

Menurut Sajipto Raharjo,5 bahwa tipe polisi pertama yang

berada bersama–sama dengan rakyat disebut polisi “protagonos”. Ada pula yang mendekatkan pada kebutuhan, yakni diperlukannya organ kepolisian untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat (Kamtibnas). Sejalan denagn apa yang dikemukakan oleh Satdjipto Raharjo, menurut Sajiono tipe Kepolisian Negara Republik Indonesia berada pada kedua-duanya, yakni protagonis maupun antagonis, dalam arti Kepolisian Negara Republik Indonesia disatu sisi berada di tengah–tengah masyarakat dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, di sisi lain harus menegakan hukum dan menjaga pemerintahan negara.6

2. Asas–asas Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Kepolisian.

Asas hukum kepolisian merupakan prinsip dasar yang melatarbelakangi pelaksanaan hukum kepolisian yakni hukum yang mengatur hal ihwal pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian.7

Asas hukum kepolisian juga meliputi asas–asas hukum positif khususnya yang memberi kewenangan kepolisian untuk menjalankan fungsinya dan eksistensinya dalam suatu negara.

5 Satjipto Raharjo, 2008, Lapisan-lapisan dalam Studi Hukum, Banyumedia, Malang, hlm. 130. 6 Ibid, hlm. 134.


(26)

Berpijak pada makna hukum kepolisian dalam arti luas maka asas–asas hukum kepolisian dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara lain:8

a. Asas–asas yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas dan wewenang kepolisian, meliputi:

1) Asas legalitas yakni tindakan kepolisian harus berdasarkan pada peraturan perundang–undangan, asas ini sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan atau penyelenggaraan negara berdasarkan asas hukum.

2) Asas kewajiban yakni bahwa kepolisian dapat mengambil tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan kewajiban dan tanggungjawabnya demi kepentinan umum.

3) Asas partisipasi yakni tindakan yang dilakukan kepolisian diusahakan mendapat dukungan atau partisipasi dari rakyat, karena tugas-tugas yang diemban oleh kepolisian tidak akan terwujud sesuai harapan tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat.

4) Asas preventif yakni tindakan kepolisian lebih mengutamakan pencegahan dari pada penindakan.

5) Asas subsidaritas yakni dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepolisian mengadakan bantuan dan hubungan kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat fungsional. Artinya


(27)

di mana hukum pidana seyogyanya digunakan sebagai langkah akhir. Sebagai abdi penegak hukum yang langsung terjun pada masyarakat, sudah selayaknya kepolisian juga sebisa mungkin mengunakan cara persuasif terlebih dahulu dalam menangani persoalan masyarakat.

b. Asas-asas hukum yang berkaitan dengan penyelengaraan negara, meliputi:

1) Asas kepastian hukum yakni tindakan kepolisian selalu mengutamakan perturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakannya sebagai penyelengara negara.

2) Asas tertib penyelengaraan negara yakni dalam menjalankan tugas kepolisian selalu memperhatikan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelengaraan negara.

3) Asas kepentingan umum yakni tindakan kepolisian selalu mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4) Asas keterbukaan yakni dalam menjalankan tugas kepolisian selalu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelengaraan negara dengan tetap


(28)

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5) Asas proposionalitas yakni tindakan kepolisian selalu memperhatikan dan mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6) Asas profesionalitas yakni dalam menjalankan tugas dan tindakannya, kepolisian harus memperhatikan kode etik dan ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku. 7) Asas akuntabilitas yakni kepolisian sebagai bagian dari

penyelenggara negara dalam setiap kegiatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9

c. Asas-asas umum pemerintah yang baik, menurut A. M. Doner yaitu:10

1) Asas kejujuran yakni setiap anggota kepolisian memiliki keikhlasan dan mengutamakan hati nurani dalam bersikap, berperilaku, berucap, tidak berbohong, tidak berbuat curang serta tidak memanipulasi pelaksanaan tugas dan tanggungjawab.


(29)

2) Asas kecermatan yakni setiap keputusan yang diambil dipersiapkan dengan cermat, melihat semua fakta dan kepentingan yang berhubungan langsung.

3) Asas kemurnian dalam tujuan yakni setiap anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan yang dicapai yakni untuk keamanan dan ketertiban masyarakat, terselengaranya perlindungan, pengayom dan pelayan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 4) Asas keseimbangan yakni dalam memberikan sanksi

menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang anggota kepolisian.

5) Asas kepastian hukum yakni dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undagan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelengaraan negara.

Selain asas hukum tersebut diatas, ada doktrin-doktrin kepolisian yang mengandung pikiran-pikiran dasar dalam penyelengaraan kepolisian dan melatarbelakangi eksistensi kepolisian dalam negara, doktrin-doktrin tersebut antara lain “Tri Brata” dan “Catur Prasetya” yang rumusannya sebagai berikut:

a. Tri Brata

1. Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


(30)

2. Menjunjung tinggi kebenaran keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Senantiasa melindungi mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

b. Catur Prasetya

Sebagai insan bayangkara, kehormatan kepolisian adalah berkorban demi masyarakat, bangsa dan negara, untuk:

1. Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan.

2. Menjaga keselamatan jiwa raga harta benda dan hak asasi manusia.

3. Menjamin kepastian berdasarkan hukum. 4. Memelihara perasaan tenteram dan damai.

3. Unsur dalam Kepolisian

a. Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf

1) Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelengaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organisasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri.

2) Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Derenbang), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan


(31)

pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri.

3) Deputi Kapolri Bidang Operasi (Deops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya.

4) Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (De SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelengaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri.

5) Deputi Kapolri Bidang Logistik (Delog), bertugas membantu Kapolri dalam penyelengaraan fungsi manajemen bidang logistik dalam lingkungan Polri.

6) Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya.

b. Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf

Khusus

1) Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan


(32)

dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.

2) Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri. 3) Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana

pendidikan pembentuk Perwira Polri.

4) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat). 5) Divisi Hubungan Masyarakat.

6) Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum).

7) Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal.

8) Divisi Telekomunikasi dan Informatika (Div Telematika), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang informatika yang meliputi informasi kriminal nasional, informasi manajemen dan telekomunikasi.

c. Unsur Pelaksana Utama Pusat

1) Badan Intelejen Keamanan (Babintelkam), berfungsi mebina dan menyelenggarakan funsi intelejen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna


(33)

mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

2) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jendral (Komjen)

3) Badan Pembina Keamanan (Babinkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. 4) Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas

menyelenggrakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanana yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jendral (Irjen).

d. Satuan Organisasi Penunjang Lainnya

1) Sekertariat National Cental Bureau (NCB) Interpol NCB Interpol Indonesia yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jendral (Brigjen).


(34)

2) Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jendral (Brigjen), termasuk di dalamnya adalah Rumah Sakit Pusat Polri (Rumkit Puspol) yang juga dipimpin oleh seorang Brigadir Jendral (Brigjen).

3) Pusat Keuangan (Pusku Polri) yang dipimpin oleh seorang Brigadir Jendral (Brigjen).

B. Kode Etik dan Peraturan Disiplin Anggota Polri 1. Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang artinya cara berpikir, kebiasaan, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Bentuk jamak dari ethos adalah taetha artinya adat kebiasaan. Berdasarkan asal usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.11

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, etika dirumuskan dalam 3 (tiga) arti, yaitu antara lain, etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan


(35)

sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau norma. Selain itu, etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk, yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.12

Menurut Bertens bahwa urutan ketiga arti tersebut kurang tepat, sebaiknya arti ketiga ditempatkan didepan karena lebih mendasar dari pada arti pertama, dan urutanya bisa dipertajam lagi. Dengan demikian, menurutnya tiga arti etika dapat dirumuskan sebagai berikut:13

a. Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini juga sebagai sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau kehidupan bermasyarakat;

b. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud di sini adalah kode etik, misalnya kode etik kepolisian.

Pedoman perilaku bagi pemegang profesi terangkum dalam kode etik yang di dalamnya mengandung muatan etik, baik etika diskriptif, normatif dan metaetika.14 Etika diskriftif yaitu melihat secra

kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan tujuan hidupnya

12 W.J.S. Purwodarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 32.

13 Bertens Op, Cit, hlm. 6.


(36)

sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif yaitu etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku ideal yang harus dimiliki manusia sebagai suatu yang bernialai. Mata etika yaitu suatu studi tentang etika normatif, mata etika bergerak pada taraf lebih tinggi dari pada perilaku etis atau bahasa yang digunakan di bidang moral. Jadi kode etik yang berkaitan dengan profesi tertentu, sehingga setiap profesi memiliki kode etiknya sendiri-sendiri.

Menurut Sutadyo Wignoyosoebroto, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah itu dikatakan suatu profesi atau bukan. Pertama, profesi itu dilaksanakan atas dasar keahlian tinggi dan karena itu hanya dapat dimasuki oleh mereka yang telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang amat lanjut. Kedua, profesi mensyaratkan agar keahlian yang dipakainya selalu berkembang secara nalar dan dikembangkan dengan teratur seiring dengan kebutuhan masyarakat yang minta dilayani oleh profesi yang menguasai keahlian profesional tersebut. Ketiga, profesi selalu mengembangkan pranata dan lembaga untuk mengontrol agar

keahlian-keahlian profesional didayagunakan secara

bertanggungjawab, bertolak dari pengabdian yang tulus dan tanpa pamrih, semua itu dipikirkan untuk kemaslakatan umat.15

Profesi adalah pekerjaan pelayanan yang dilandasi oleh persiapan atau pendidikan khusus yang formal dan landasan kerja


(37)

yang ideal serta didukung oleh cita-cita etis masyarakat.16 Kepolisian

sebagai suatu profesi memiliki kode etik sebagai pedoman tingkah laku dalam pelaksanaan tugas. Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri yang meliputi etika pengabdian, etika kelembagaan, dan etika kenegaraan, etika tersebut selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

a. Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

b. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan.

c. Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Polri dan instansinya untuk senatiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(38)

Ketiga substansi etika tersebut merupakan komitmen moral setiap anggota Polri sebagai kristalisasi nilai-nilai dasar yang terkandung dalam “Tribrata” serta dilandasi oleh nilai-nilai luhur pancasila dan dirumuskan dalam kode etik profesi kepolisian.17

Saat ini peraturan Kapolri yang mengatur tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggungjawab jabatan. Komisi Kode Etik Polri yang selanjutnya disingkat KKEP adalah suatu wadah yang dibentuk di lingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan memutus perkara dalam persidangan pelanggaran KEPP sesuai dengan jenjang kepangkatan.

Berdasarkan Paragraf 2 Etika Kelembagaan Pasal 7 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia: (1) Setiap anggota Polri wajib:

a. Setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya;

b. Menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri;

c. Menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural;


(39)

d. Melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan karir dan peningkatan kemampuan profesionalisme Kepolisian; e. Menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi

dalam rangka pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakan KEPP;

f. Mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas;

g. Menyelesaikan tugas dengan saksama dan penuh rasa tanggungjawab;

h. Memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan;

i. Menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas;

j. Melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin dan KEPP berdasarkan laporan/ pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan kewenangan;

k. Melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP); l. Menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan

dengan cara sopan dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;

m. Mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;

n. Mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan tugas; dan

o. Mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada Ankum atau Atasan Ankum berkenaan dengan keputusan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

(2) Setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib: a. Menunjukan kepemimpinan yang melayani (servant

leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance);

b. Menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan


(40)

c. Segera menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan.

(3) Setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:

a. Melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam pelaksanaan tugas;

b. Melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya;

c. Menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan

d. Melaporkan kepada Atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah.

(4) Sesama anggota Polri wajib:

a. Saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas;

b. Bekerja sama dalam rangka meningkatkan kinerja;

c. Melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara langsung kepada pejabat yang berwenang;

d. Menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip saling menghormati; dan

e. Saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.

Selanjutnya berdasarkan Paragraf 2 Etika Kelembagaan Pasal 13: (1) Setiap anggota Polri dilarang:

a. Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;

b. Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;

c. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau pribadi anggota Polri kepada pihak lain;

d. Menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/ pengaduan masyarakat;


(41)

e. Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;

f. Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan

g. Melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang:

a. Memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan

b. Menggunakan kewenangannya secara tidak

bertanggungjawab.

(3) Setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang:

a. Melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang tidak sopan; dan

b. Menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan. (4) Sesama anggota Polri dilarang:

a. Saling menista dan/atau menghina;

b. Meninggalkan anggota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan tugas;

c. Melakukan tindakan yang diskriminatif;

d. Melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana; dan

e. Berperilaku kasar dan tidak patut.

Perumusan kode etik profesi kepolisian memuat norma perilaku dan moral yang disepakati bersama serta dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas dan wewenang bagi anggota Polri sehingga menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu nurani setiap anggota Polri untuk pemulian profesi kepolisian, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Komisi Kode Etik Polri merupakan


(42)

organisasi pembina profesi kepolisian yang berwenang membentuk komisi kode etik profesi kepolisian di semua tingkat organisasi, komisi tersebut berfungsi untuk menilai dan memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh angota Polri terhadap ketentuan kode etik profesi kepolisian.

2. Peraturan Disiplin Anggota Polri

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sunguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Polri. Disiplin anggota Polri adalah kehormatan sebagai anggota Polri yang menunjukan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, karenanya adanya peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini kredibilitas dan komitmen anggota Polri adalah sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan. Komitmen berbeda dengan loyalitas, loyalitas cenderung mengarah ke loyalitas mutlak dan berujung pada kecenderungan penguasa/ pimpinan untuk menyalahgunakan loyalitas tersebut (abuse of power). Oleh karena ini pelaksanaan disiplin itu harus didasarkan pada kesadaran daripada anggota Polri, rasa takut, dan didasarkan kepada komitmen dari pada loyalitas.


(43)

Dalam rangka pemeliharaan disiplin dan penegakan hukum disiplin di lingkungan Polri, sanksi disiplin yang dijatuhkan harus sesuai dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri. Oleh karena itu, Ankum wajib memeriksa lebih dahulu dengan sesama anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain itu, Ankum juga harus mempertimbangkan suasana lingkungan dan emosional anggota Polri yang melangar peraturan disiplin yang dampaknya akan merusak kredibilitas Polri.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Polri, dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri wajib:

a. Setia dan taat sepeneuhnya kepada pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan Pemerintah;

b. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan menghindari segala sesuatu yang dapat merugikan kepentingan negara;

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

d. Menyimpan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;

e. Hormat-menghormati antar pemeluk agama; f. Menjunjung tinggi hak asasi manusia;

g. Menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum;

h. Melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan dan/atau merugikan negara/ pemerintah; i. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat; j. Berpakaian rapi dan pantas.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 4 dalam pelaksanaan tugas, anggota Polri wajib:

a. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;


(44)

b. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;

c. Menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab;

e. Memelihara dan meningkatakan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia; f. Menaati segala peraturan perundang-undangandan peraturan

kedinasan yang berlaku;

g. Bertindak dan bersikap tegas serta berlaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya;

h. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas;

i. Memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya;

j. Mendorong semangat bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja;

k. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karir;

l. Menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang;

m. Menaati ketentuan jam kerja;

n. Mengunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya;

o. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 yang termasuk pelangaran disiplin adalah:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. Melakukan kegiatan politik praktis;

c. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

d. Berkerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;

e. Bertindak selaku perantara bagi penguasa atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/ instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi.

f. Memiliki saham/ modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaanya;


(45)

g. Bertindak sebagai pelindung ditempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;

h. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;

i. Menjadi perantara/ makelar perkara; j. Menelantarkan keluarga.

Selanjutnya Pasal 6 dalam pelaksanaan tugas, anggota Polri dilarang:

a. Membocorkan rahasia operasi kepolisian;

b. Meningalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan; c. Menghindarkan tanggungjawab dinas;

d. Menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi;

e. Menguasai barang milik dinas yang bukan diperuntukan baginya;

f. Mengontrakan/ menyewakan rumah dinas; g. Menguasai rumah dinas lebih dari 1 (satu) unit; h. Mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak; i. Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi; j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani; k. Memanipulasi perkara;

l. Membuat opini negatif tentang rekan sekerja, pimpinan, dan/atau kesatuan;

m. Mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat dan jabatannya dalam penerimaan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;

o. Melakukan upaya paksa penyidikan yang bukan kewenangan; p. Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi,

atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;

q. Menyalahgunakan wewenang;

r. Menghambat kelancaran pelaksanaan tugas kedinasan; s. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;

t. Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas; u. Memiliki, menjual membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharaga milik dinas secara tidak sah;

v. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Negara Indonesia, kecuali karena tugasnya;

w. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;


(46)

x. Memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya Pasal 7 menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.

C. Penegakan Disiplin Bagi Anggota Polri

Anggota Polri yang ternyata melakukan pelanggaran peraturan disiplin dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan hukuman disiplin oleh Ankum, tindakan disiplin berupa teguran lisan atau tindakan fisik, tindakan disiplin yang dijatuhkan mekanismenya tanpa melalui proses sidang disiplin, sedangkan hukuman disiplin, sanksinya berupa teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun, mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan dan penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari, hukuman disiplin yang dijatuhkan mekanismenya melalui proses sidang disiplin.

Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin yaitu, Ankum dan/atau Atasan Ankum.

Ankum secara berjenjang terdiri dari:

a. Ankum berwenang penuh, mempunyai wewenang:

1) Menjatuhkan hukuman disiplin terhadap terduga pelanggar yang berada di kesatuan yang dipimpinnya, meliputi:


(47)

a) Teguran tertulis;

b) Penundaan mengikuti pendidikan paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;

c) Penundaan kenaikan gaji berkala paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;

d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling singkat 1 (satu) periode dan paling lama 1 (satu) tahun;

e) Mutasi yang bersifat demosi; f) Pembebasan dari jabatan; dan

g) Penempatan dalam tempat khusus paling singkat 7 (tujuh) hari dan paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

2) Menjatuhkan tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik;

3) Memerintahkan Provos Polri untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin;

4) Menyelenggarakan sidang disiplin.

Pejabat Ankum Berwenang Penuh di tingkat Polda terdiri atas: Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dir/ Wadir, Karo, Kabid, Kasatbrimobda/ Wakasatbrimobda, Ka SPN, Koorspripim, Ka SPKT, Karumkit Polda, Kasetum; dan Kayanma.

b. Ankum berwenang terbatas mempunyai wewenag


(48)

a) Teguran tertulis;

b) Penundaan mengikuti pendidikan paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;

c) Penundaan kenaikan gaji berkala paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun;

d) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling singkat 1 (satu) periode dan paling lama 1 (satu) tahun; dan

e) Penempatan dalam tempat khusus paling singkat 7 (tujuh) hari dan paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

f) Menjatuhkan tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik;

2) Memerintahkan Provos Polri untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin; dan

3) Menyelenggarakan sidang disiplin.

Ankum Berwenang Terbatas dalam melaksanakan sidang disiplin terhadap terduga pelanggar berdasarkan atas perintah Ankum Berwenang Penuh. Pejabat Ankum Berwenang Terbatas di tingkat Polda terdiri dari: Irbid, Kabag, Kasubbag, Kasubdit, Kasubbid, Kaden/ Wakaden, Dankie Dalmas, Kakorsis/ Kakorgadik SPN, Karumkit Polres, Sespripim; dan Kasiaga.


(49)

1) Menjatuhkan hukuman disiplin berupa: a) Teguran tertulis; dan

b) Penempatan dalam tempat khusus paling singkat 7 (tujuh) hari dan paling lama 21 (dua puluh satu) hari;

c) Menjatuhkan tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik;

2) Memerintahkan Provos Polri untuk melakukan pemeriksaan pelanggaran disiplin; dan

3) Menyelenggarakan sidang disiplin.

Pejabat Ankum Berwenang Sangat Terbatas di tingkat Polda terdiri dari: Kasubbag di bawah Kasatker, Kanit, Kasi, Kasubden, Danton, Kaur, dan Kepala Poliklinik Biddokkes. Atasan Ankum berwenang:

a. Menerima pengajuan keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap terduga pelanggar melalui Ankum;

b. Menerima seluruh atau sebagian dan/atau menolak seluruh atau sebagian pengajuan keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Ankum serta menyampaikan putusan kepada terduga pelanggar yang mengajukan keberatan;

c. Mengambil alih penyelesaian perkara pelanggaran disiplin yang tidak terselesaikan oleh Ankum terhadap anggota Polri yang berada di


(50)

bawah pimpinannya dan menjatuhkan putusan melalui sidang disiplin; dan

d. Memeriksa Ankum yang tidak menyelesaikan perkara pelanggaran disiplin bawahannya secara professional untuk diserahkan melalui proses Kode Etik Profesi Polri.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto,1 merupakan suatu

kegiatan ilmiah didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya serta melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

Dalam penulisan hukum ini peneliti mengunakan penelitian yang dapat dikategorikan sebagai suatu penelitian hukum empiris atau sosiologis, yaitu pada awalnya yang diteliti data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer yang diperoleh di lapangan.

B. Data Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum empiris terdapat 3 (tiga) teknik yang dapat digunakan, baik sendiri–sendiri atau terpisah


(52)

maupun digunakan secara bersama–sama sekaligus. Ketiga teknik tersebut adalah wawancara, angket atau kuisoner, dan observasi.2

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 2 jenis data, yaitu: 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan berdasar dari narasumber. Pengumpulan data di lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara dan observasi, wawancara berupa daftar pertanyaan yang telah disususn terlebih dahulu, sehingga subyek dapat menjawab pertanyaan secara terbuka dan terfokus pada permasalahan yang diteliti. Kemudian jawaban-jawaban tersebut dilakukan pencatatan, pengelompokan dan penulisan secara sistematis.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data dalam studi pustaka ini dilakukan penelitian dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek penelitian. Data-data tersebut diperoleh dari buku-buku kepustakaan, peraturan perundang-undangan, browsing internet, dan dokumen-dokumen lainya. Dalam hal ini peneliti mencari buku-buku yang dibutuhkan.

Data sekunder dikelompokan menjadi 3 jenis bahan hukum, yaitu:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau bahan hukum yang berkait erat dengan permasalahan yang diteliti, meliputi:

1) Undang–undang Dasar Tahun 1945.


(53)

2) Undang–undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

6) Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri

7) Peraturan Kapolri Nomor 43 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Polri.

8) Peraturan Kapolri Nomor 44 Tahun 2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota Polri.

9) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

10) Peraturan Kapolri Tahun 53 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan–satuan Organisasi Pada Tingkat Mabes Polri.


(54)

11) Peraturan Kapolri Nomor 54 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan–satuan Organisasi Polri Pada Tingkat Kewilayahan.

12) Peraturan Kapolri Nomor 97 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Divpropam Polri.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu:

1) Buku–buku yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan sekripsi ini;

2) Hasil penelitian dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini;

3) Makalah–makalah seminar terkait dengan penulisan sekripsi ini;

4) Jurnal hukum dan literatul yang terkait dengan penulisan sekripsi ini.


(55)

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:

1) Kamus Hukum

2) Kamus Bahasa Indonesia

3) Kamus Bahasa Inggris

4) Ensiklopedia terkait

C. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini berlokasi di Polda D.I. Yogyakarta.

D. Responden dan Narasumber

Dalam penelitian ini, peneliti mencari dan mendapatkan informasi dari responden dan narasumber, yaitu:

1. Responden adalah seseorang yang akan memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan. Responden dalam penelitian ini yaitu anggota Polri POLDA DIY.


(56)

2. Sedangkan narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas obyek yang kita teliti. Dia bukan bagiain dari unit analisis, tetapi ditempatkan sebagai pengamat. Hubungan narasumber dengan obyek yang kita teliti disebabkan kompetensi keilmuan yang dimiliki, hubungan struktual dengan person–person yang diteliti.3

Subyek penelitian ini terdiri dari para narasumber yang memiliki kapasitas dan kompetisi sesuai dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Narasumber dalam penelitian ini yaitu:

1) Kepala Bidang Profesi Dan Pengamanan Polda DIY, AKBP Dheny Dariyadi., SIK., M.H.

2) Kasubbidprovos Bidpropam Polda DIY, Kompol Ahmad Nanang Wibowo., SIK., M.H.

3) Kanitriksa C Subid Provos Bidpropam Polda DIY, IPTU Dadang.

4) Kanit Reksa 1 (A) Subbid Provos Bidpropam Polda DIY, IPTU Suhardi.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampelnya dilakukan dengan metode Random Sampling, teknik ini dilakukan apabila jumlah sampel dalam populasi besar atau banyak.


(57)

F. Analisis Data

Penelitian ini, bersifat kulitatif dengan metode diskriptif, yaitu menggabungkan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan data primer hasil wawancara dengan para narasumber, kemudian dikaji dan menganalisinya sehingga memberikan jawaban terhadap permaslahan yang diteliti secara komprehensif. Dari hasil analisis tersebut kemudian dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan.


(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Disiplin bagi Anggota Polri yang Melakukan Pelanggaran di POLDA DIY

Adanya penegakan hukuman disiplin terhadap pelanggaran peraturan disiplin haruslah secara tegas dan berdasarkan peraturan perundang-undangan agar tidak melanggar hak-hak yang dimiliki anggota Polri. Dengan begitu perlu juga untuk diperhatikan adanya suatu kewenangan penegakan hukuman disiplin tetap berada di jalurnya dan tidak disalahgunakan.

Di wilayah Kepolisian Negara Republik Indonesia, kewenangan penegakan hukuman disiplin terhadap pelanggaran peraturan disiplin berada di tanggan Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam). Tugas Div Propam secara umum adalah membina dan menyelengarakan fungsi pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polri dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggota/ PNS Polri.

Propam merupakan profesi dan pengamanan yang dipakai oleh organisasi Polri pada salah satu struktur organisasinya sejak 27 Oktober 2002 (Kep KAPOLRI Nomor: Kep/54/X/2002), sebelumnya dikenal Dinas Provos atau Satuan Provos Polri yang organisasinya masih bersatu dengan


(59)

TNI/ Militer sebagai ABRI, dimana Provos Polri merupakan satuan fungsi pembinaan dan Polisi Organisasi Militer/ POM atau istilah Polisi Militer/ PM.1 Propam adalah salah satu wadah organisasi Polri berbentuk Divisi

yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan inernal organisasi Polri bisa dikatakan bahwa Divisi Propam Polri sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus Polri. Dalam struktur organisasi Div Propam terdiri dari:

1. Subbagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenim)

2. Subbagian Pelayanan Pengaduan (Subbagyanduan)

3. Subbagian Rehabilitasi Personel (Subbagrehabpers)

4. Subbidang Pengamanan Internal (Subbidpaminal)

5. Subbidang Provos (Subbidprovos)

6. Subbidang Pembinaan Pertanggungjawaban Profesi (Subbidwabprof).

Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan struktur organisasi Div Propam sebagai berikut:

1 Anonim, “Sejarah Propam”, http://www.propam.polri.go.id, diakses pada tanggal 15 Januari 2017 pukul 12:45 WIB.


(60)

Bagan 1

Struktur Organisasi Div Propam

(Sumber: Kepolisian Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Bidang Profesi dan Pengamanan)

Secara keseluruhan menurut Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah, struktur organisasi Div Propam meliputi:

1. Subbagremin bertugas menyusun perencanaan program kerja dan anggaran, manajemen Sarpras, personel, dan kinerja, serta mengelola keuangan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam lingkungan Bidpropam.

Dalam melaksanakan tugas Subbagrenim menyelengarakan fungsi: a. Penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek,

antara lain Renstra, Rancangan Renja, Renja, kebutuhan sarana dan prasarana.

Kabidpropam

Subbagrehabpers Subbagrenim Subbagyandua

Subbidwabprof Subbidprovos


(61)

b. Pemeliharaan perawatan dan administrasi personel.

c. Pengelolaan Sarpras dan penyusunan laporan SIMAK-BMN.

d. Pelayanan fungsi keuangan yang meliputi pembiayaan,

pengendalian, pembukuan, akuntansi, dan penyusunan laporan SIA serta pertanggungjawaban keuangan.

e. Pengelolaan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam.

f. Penyusunan LRA dan pembuatan laporan akuntabilitas kinerja

Satker dalam bentuk LAKIP meliputi analisis target pencapaian kinerja, program, dan anggaran.

2. Subbagyanduan bertugas menerima laporan atau pengaduan

masyarakat dan memonitor penanganannya. Dalam melaksanakan tugasnya Subbagyanduan menyelengarakan fungsi:

a. Pelayanan dan penerimaan laporan atau pengaduan warga masyarakat mengenai sikap dan tindakan anggota atau PNS Polri yang diduga melanggar disiplin dan/atau kode etik profesi Polri.

b. Pemantauan, evaluasi pelaksanaan program Bidpropam,

penanganan laporan atau pengaduan warga masyarakat, pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi serta dokumentasi di lingkungan Bidpropam.

3. Subbagrehapers bertugas melaksanakan penerimaan pengaduan

keberatan dari anggota dan PNS Polri. Registrasi, penelitian terhadap perkara disiplin dan/atau kode etik profesi, penetapan putusan rehabilitasi, pembinaan serta pemulihan profesi.


(62)

Dalam melaksanakan tugas Subbagrehabpers menyelengarakan fungsi:

a. Penerimaan pengaduan keberatan dari anggota dan PNS Polri antara lain proses hukum penegakan disiplin dan/atau kode etik profesi.

b. Pelaksanaan registrasi dan penelitian terhadap perkara disiplin dan/atau kode etik profesi yang sedang dan telah diproses melalui mekanisme persidangan.

c. Penetapan putusan rehabilitasi terhadap anggota dan PNS Polri

yang telah menjalani hukuman, sedang dalam proses pemeriksaan dan yang tidak terbukti melakukan pelanggaran. d. Pembinaan dan pemulihan profesi terhadap anggota Polri

sebelum dan sedang dalam proses pemeriksaan, serta telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan

e. Penyiapan pembinaan ulang profesi bagi terhukum melalui program pendidikan dan pelatihan atau yang ditetapkan oleh atasan dari terhukum.

4. Subbidpaminal bertugas membina dan menyelengarakan pengamanan

internal yang meliputi personel, materi logistik, kegiatan dan bahan keterangan. Dalam melaksanakan tugas Subbidpaminal menyelengarakan fungsi:

a. Pembinaan teknis pengamanan internal di lingkungan Polda dan

jajarannya.

b. Pengamanan internal terhadap personel, materiil logistik, kegiatan dan bahan keterangan.

c. Penyelidikan terhadap pelanggaran yang diduga dilakukan oleh


(63)

d. Penelitian, pencatatan, pendokumentasian dan pengadministrasian kegiatan pengamanan internal sesuai lingkup tugasnya.

5. Subbidprovos bertugas membina dan menyelengarakan penegakan disiplin serta tata tertib di lingkungan Polda. Subbidprovos menyelengarakan fungsi:

a. Pemeliharaan dan pembinaan disiplin di lingkungan Polda.

b. Pemeliharaan tata tertib di lingkungan Polda.

c. Pemeriksaan, penuntutan dan pelaksanaan sidang pelangaran disiplin anggota Polda.

d. Pengawasan pelaksanaan putusan hukuman disiplin.

e. Pengawalan dan pengamanan pelaksanaan sidang disiplin.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subbidprovos dibantu oleh:

1) Urusan Pembinaan Disiplin (Urbinplin), yang bertugas

menyelengarakan pembinaan disiplin.

2) Urusan Penegakan Hukum (Urgakkum), yang bertugas

menegakan disiplin di lingkungan Polda.

3) Unit Pemeliharaan Ketertiban (Unithartib), yang berfungsi memelihara tata tertib di lingkungan Polda.

4) Unit Pemeriksaan (Unitriksa), yang bertugas melakukan

pemeriksaan terhadap pelanggaran disiplin.

6. Subbidwabprof bertugas:

a. Menyelengarakan pembinaan profesi yang meliputi menilai arkreditas profesi dan membina atau menegakan etika profesi.

b. Mengaudit proses investigasi kasus yang dilakukan oleh Satker


(64)

c. Menyelengarakan kesekertariatan Komisi Kode Etik Kepolisian di lingkungan Polda.

d. Melaksanakan rehabilitas terhadap anggota dan PNS Polri sesuai

dengan kententuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Subbidwabprof menyelengarakan fungsi:

1) Pembinaan dan pemberian arahan teknis bidang profesi Polri dan pelaksanaan audit investigasi serta penilaian arkreditas profesi.

2) Penegakan terhadap pelanggaran kode etik profesi Polri melalui

pembentukan Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

3) Pengadministrasian personel dan materil logistik di lingkungan

Bidpropam guna mendukung pertanggungjawaban profesi di lingkungan Polda.

4) Pelaksanaan rehabilitasi tehadap anggota dan PNS Polri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia. Melakukan kegiatan politik praktis, mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Berkerjasama dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara. Bertindak selaku perantara bagi penguasa atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/ instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi. Memiliki saham/ modal dalam


(65)

perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaanya, bertindak sebagai pelindung ditempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan, menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang. Menjadi perantara/ makelar perkara. Dan menelantarkan keluarga merupakan pelanggaran disiplin.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan IPTU Dadang Aruman Panitriksa C Subid Provos Bidpropam Polda DIY mengungkapkan bahwa: “Jenis pelanggaran disiplin yang sering dilakukan yaitu melakukan hal-hal yang menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.”2

Dari pernyataan itu dapat dipaparkan data jenis pelanggaran disiplin tahun 2015 dan 2016 sebagai berikut:

Tabel 1

Jenis Pelanggaran Disiplin Tahun 2015 dan 2016

Bulan

Tahun 2015 Tahun 2016

Jenis Pelanggaran yang dilakukan

Januari Menyalahgunakan wewenag Menghindarkan

tanggungjawab dinas

Perzinahan Melakukan pungutan tidak sah

Perampasan

Februari Menelantarakan keluarga Perzinahan

Miras Bertindak sewenang-wenang

Penganiayaan Penipuan


(66)

Menghindarkan tanggungjawab dinas Penganiayaan

Maret Nihil Penganiayaan

April Bertindak

sewenang-wenang Ingkar janji Penipuan Menghindarkan tanggungjawab dinas Menghindarkan tanggungjawab dinas

Mei Bertindak sewenag-wenang Berindak sewenag-wenang

Ingkar janji Menjual barang dinas secara

tidak sah

Perzinaahan Menyalahgunahan barang

milik dinas

Juni Menghindarkan

tanggungjawa dinas

Nihil

Juli Bertindak

sewenang-wenang Menelantarkan keluarga Menghindarkan tanggngjawab dinas Narkoba Menyalahgunakan wewenang Ingkar janji

Agustus Menggunakan barangbukti

untuk kepentingan pribadi

Narkoba

Perzinaan Menyalahgunakan wewenag

Menghindarkan tanggungjawab dinas Penganiayaan Septembe r Meninggalkan wilayah tugas tanpa izin

Penganiayaan

Perzinaahan Ingkar janji

Menyalahgunakan wewenag Penelantaran keluarga

Penganiayaan Meninggalkan wilayah tugas

tanpa izin

Oktober Meninggalkan wilayah

tugas tanpa izin

Menyalahgunakan wewenag

November Penelantaran keluarga Ingkar janji

Menghindarkan tanggungjawab dinas Perkelahian

Miras Narkoba

Desember Penelantaran keluarga Kelalaian dalam menjalankan


(67)

Menjual barang dinas secara tidak sah

(Sumber: Kepolisian Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Subbid Provos)

Dengan melihat Tabel 1 dapat penulis simpulkan bahwa, menghindari tanggungjawab dinas merupakan kewajiban anggota Polri yang dilanggar, sering dilakukan hampir setiap bulan. Bentuk dari menghindari tanggungjawab dinas dengan cara tidak masuk dinas dan merupakan sebuah hal yang menurunkan kehormatan dan martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jenis pelanggaran selanjutnya yang masih sering terjadi dan menjadi perhatian khusus karena menyangkut masalah pribadi adalah penelantaran keluarga.

Penyelesaian disiplin anggota Polri didasarkan pada adanya laporan, tertangkap tangan, atau temuan oleh petugas. Laporan merupakan pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasar undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah, sedang atau diduga akan terjadinya pelanggaran disiplin. Laporan tersebut akan disampaikan oleh setiap orang atau kelompok, baik lisan maupun tertulis kepada petugas yang berwenang atau layanan pengaduan (Yanduan) laporan tersebut akan dituangkan dalam bentuk laporan Polisi yang dibuat oleh Propam atau unit Provos.


(68)

Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan proses penyelesaian perkara pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut:

Bagan 2

Proses Penyelesaian Perkara Pelanggaran Disiplin

(Sumber: Kepolisian Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Subbid Provos)

2 1

Masyarakat Yanduan Provos/ paminal

Yanduan

KAPOLDA KABID PROPAM

Dibuatkan pengantar ke Kapolda

Paminal (jika kasus belum jelas) KABID PROPAM

Proses disposisi Provesi (jika kasus kode etik)

Provos (jika masalah disiplin ringan)


(69)

Dari Bagan 2 dapat dijelaskan mengenai penyelesaian perkara pelanggaran disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dilaksanakan melalui tahap sebagai berikut:

1. Laporan atau pengaduan.

Laporan atau pengaduan disampaikan oleh setiap orang baik lisan maupun tertulis kepada petugas yang berwenang terkait dengan adanya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri, dituangkan dalam bentuk Laporan Polisi yang dibuat oleh petugas Polri pada fungsi Propam. Laporan Polisi terdiri dari:

a. Laporan Polisi model A yang disebut LP model A, merupakan

Laporan Polisi yang dibuat oleh petugas Provos Polri yang mengalami, mengetahui, menemukan langsung terjadinya suatu peristiwa atau tertangkap tangan melakukan pelanggaran disiplin.

b. Laporan Polisi Model B yang disebut LP model B, merupakan

Laporan Polisi yang dibuat oleh petugas Yanduan Propam atas laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang.

Dalam Pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Penerimaan Surat Pengaduan Masyarakat dan Pendistribusian Kepada Bagyanduan jalannya surat pengaduan sebagai berikut:


(70)

a. Penerimaan surat pengaduan masyarakat yang diterima Bagrenim Divpropam Polri didistribusikan kepada Bagyanduan Divpropam Polri dengan tahapan sebagai berikut:

1) Surat pengaduan masyarakat harus diteliti kebenaran alamat, kelengkapan dan keadaan fisiknya dan apabila tidak sesuai dengan kondisi surat yang diterima, surat tersebut harus dikonsultasikan/ dikembalikan kepada pengirim/ pembawa surat.

2) Surat pengaduan masyarakat diterima dalam keadaan amplop tertutup, kemudian dipilah/ dikelompokan berdasarkan derajat dan klasifikasi surat dan dicatat.

3) Surat pengaduan masyarakat yang diklasifikasikan sangat

rahasia, rahasia dan konfendensial disampaikan kepada alamata dalam keadaan amplop tertutup setelah surat tersebut diagendakan, kecuali ada pelimpahan wewenang dari pemimpin untuk membukanya.

4) Surat pengaduan masyarakat yang berklasifikasi biasa dan

pengaduan dapat dibuka amplopnya dan diberi lembar disposisi.

5) Petugas penerimaan surat wajib mendatangani dan

membubuhkan nama terang dan atau Nrp/ Nip pada tanda terima.

b. Pencatatan surat pengaduan yang masuk

1) Surat pengaduan masyarakat diterima oleh petugas, dicatat


(71)

2) Surat pengaduan masyarakat yang masuk dicatat dalam buku agenda sesuai klarifikasi surat dan diberi lembar disposisi.

3) Pencatatan surat pengaduan masyarakat berklasifikasi sangat rahasia atau konfidensial dilakukan oleh pejabat atau pejabat yang ditunjuk.

4) Pencatatan surat masuk dimulai dengan nomor satu pada

tanggal pertama penerimaan surat pada bulan Januari dan nomor terakhir pada tanggal 31 Desember tahun itu juga.

c. Penilaian surat pengaduan yang masuk

1) Penilaian surat pengaduan masyarakat dilakukan dengan berpedoman kepada derajat dan klasifikasi serta isi surat. 2) Penilaian dilakukan untuk menentukan apakah surat

pengaduan masyarakat akan disampaikan kepada pejabat yang menanganinya dengan mempertimbangakan apakah surat tersebut asli atau tembusan.

3) Penilaian isi surat pengaduan masyarakat yang masuk, dilakukan untuk proses surat.

d. Pengolahan surat pengaduan

1) Dilakuakn oleh pimpinan/ pejabat yang berwenang untuk

memutuskan tindakan apa yang perlu diambil atas surat pengaduan yang masuk tersebut.

2) Prosesnya bergantung pada isi surat pengaduan

masyarakat yang masuk.

3) Hasil pengolahan surat pengaduan masyarakat yang masuk

langsung dilimpahhkan ke Bagyanduan untuk proses lanjutan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab.


(72)

Pengawasan dan pengendalian penerimaan surat pengaduan masyarakat yang masuk ke Divpropam Polri dipusatkan pada Bagrenim dan Bag Yanduan Divpropam Polri.

2. Pemeriksaan pendahuluan.

Pemeriksaan pendahuluan diawali dengan melakukan penyidikan untuk menentukan ada atau tidak terjadinya pelanggaran disiplin dan untuk mengumpulkan bukti permulaan yang cukup guna pemeriksaan lebih lanjut.

3. Pemeriksaan di depan sidang disiplin.

Susunan keanggotaan perangkat sidang dan pelaksanan sidang disiplin berdasarkan keputusan dari perintah Ankum dan/atau Atasan Ankum. Susunan keangotaan perangkat sidang disiplin terdiri atas:

a. Pimpinan sidang.

b. Dua pendamping pimpinan sidang.

c. Sekertaris.

d. Penuntut.

e. Pendamping terduga pelanggar.

f. Dua petugas pengawal terduga pelanggar dan para saksi.

4. Penjatuhan hukuman disiplin.


(1)

sehingga tidak tergoda dengan hal-hal yang bersifat menjerumuskan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bertens. 1994. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Fajar Mukti ND dan Yulianto, Acmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum, Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nuh Muhammad. 2011. Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

Raharjo Satjipto. 2008. Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum. Malang: Banyumedia.

Reksodiprojo Marjono. 1994. Kemajuan Perkembangan Ekonomi dan Kejahatan Pusat Pelayanana dan Keadilan Hukum. Jakrata.

Soerjono Soekamto. 2007. Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: UI-Press.

Sudjiono. 2005. Mengenal Hukum Kepolisian, Prespektif Kedudukan dan Hubungannya Dalam Hukum Administrasi. Surabaya: LAKsbang meditama. Sutadyo Widnoyosoebroto. 2003. Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya. Jakarta: ELSAM dan HUMA.

W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Jurnal

Supriadi, “Eksistensi Hukum Disiplin Anggota Polri Pasca Separasi Polri- TNI”, Mimbar Hukum, X (Juni, 2004).

Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, Lembaran Negara Republik Indoensiata Tahun 2003 Nomor 2. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4256.


(3)

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016, tentang Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Bagi Anggota Polri.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia .

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan- satuan Organisasi Polri Pada Tingkat Kewilayahan.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Divpropam Polri.

Internet

Anonim, “Sejarah Propam”, http://www.propam.polri.go.id., diunduh pada hari Minggu, 15 Januari 2017, pukul. 12.45 WIB.

Santo Ari, “51 Polisi Lakukan Pelanggaran Disiplin Sepanjang 2015”, http://jogja.tribunnews.com/2016/01/01/51-polisi-lakukan-pelanggaran-disiplin-sepanjang-2015., diunduh pada hari Kamis, 24 November 2016, pukul. 10:48 WIB.


(4)

(5)

(6)