PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR

(1)

Skripsi

Disusun oleh : Muhlisin 2012 022 0083

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Muhlisin 2012 022 0083 Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Muhlisin

20t20220083

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 27 Agustus 2016

Skripsi terrebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh

derajat Sarj ana Pertanian

NIK : 196105& 198812133004

Dr.Ir.Triwara Buddhi S. MP NIK : 195907 12199603 133022

3301

l

Pertanian

madiyah Yograkarta

Yogyakarta 27 Agusfus 2016 Pembimbing Utama

//.+%\b::AK 4:fr

*.

,#e: ,

R:

=s#Klu*X

r iiTr:':. ...*.:";:7 ,l

* S;;,.il-\S

a\i?($*}

// !;\

/A/r->\€


(4)

viii

PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR

The Influence of Subsidies Fertilizer Toward Productivity and Onfarm Rice Income in Babadan Subdistrict Ponorogo Regency East Java

Muhlisin

Ir.Diah Rina K.MP/Dr.Ir.Widodo.MP

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY Abstract

This research aims to find out the influence of subsidies fertilizer’s scarcity toward rice productivity, farmers income and eligibility rice onfarm within its scarcity. This research using analysis descriptive quantitative and conducted in Babadan subdistrict Ponorogo Regency. 60 farmers are the responden and grouping on scarce and not scarce with random sampling. The results show that 24 farmers grouping in scarce condition and 36 were not in scarce. Methods in this research also using direct interview with questionnaire. Based on the average given that in scarce and not scarce condition there is a different between productivity and income. And analysis result using scarcity onfarm. Elegibility’s result shows R/C side, field productivity, labor and financial that were in scarce ferlitizer and unscarce. By this research can be conclude there is a different between productivity and income which have a lower fertilizer scarce.


(5)

vii INTISARI

PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR . 2016. MUHLISIN (Skripsi dibimbing oleh Ir. Diah Rina K, MP & Dr.Ir. Widodo, MP) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas, pendapatan dan kelayakan usahatani padi. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Responden pada penelitian ini di Desa Lembah yang diambil 30 responden dan Desa Trisono 30 responden. Kemudian dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yang mengalami kelangkaan 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan 36 responden. Analisis yang digunakan adalah teknis analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan yaitu wawancara secara langsung dengan petani dengan daftar pertanyaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui produktivitas dan pendapatan usahatani padi terdapat pengaruh antara yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Hasil analisis kelayakan usahatani padi jika dilihat dari segi kelayakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas modal usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk layak diusahakan. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan antara produktivitas dan pendapatan yang mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih rendah sedangkan yang tidak mengalami hasilnya lebih tinggi.


(6)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor yang paling strategis karena sampai saat ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling diunggulkan. Selain itu, sektor pertanian merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pembangunan perekonomian nasional karena sektor pertanian mencakup subsektor seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Bahkan sampai saat ini sebagian besar pertanian masih bertumpu pada sektor tanaman pangan, khususnya padi.

Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pangan utama dan komoditi strategis bagi Indonesia. Pada kenyataannya produksi padi nasional belum mampu mencukupi kebutuhan penduduk dengan banyaknya kebijakan yang dilakukan seperti penggunaan varietas unggul, pembangunan sarana irigasi, subsidi benih, pupuk, dan penggunaan pestisida dalam meningkatkan produksi padi secara nasional.

Produktivitas padi di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, produktivitas padi di Jawa Timur dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 selalu mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2011 produktivitas padi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) di bawah ini sebagian besar produktivitas padi mengalami peningkatan di setiap tahunnya (tahun 2009-2015).


(7)

Tabel 1. Produktivitas Padi di Jawa Timur Tahun 2009-2015

No Tahun Produktivitas (kw/ha)

1 2009 59.11

2 2010 59.29

3 2011 54.89

4 2012 61.74

5 2013 59.15

6 2014 59.81

7 2015 61.09

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur 2015

Pupuk sebagai salah satu komponen penting pada sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting bagi peningkatan usahatani di Indonesia, hal ini karena petani telah menyadari peran pupuk pada hasil pertanian. Kebutuhan akan produksi pertanian yang terus meningkat seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk mengakibatakan kebutuhan akan pupuk juga semakin meningkat. Keadaan ini membuat para produsen pupuk harus berproduksi secara optimal dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Pemerintah sebagai regulator dan stabilisator memiliki peranan penting dalam perkembangan industri pupuk. Fungsi pemerintah sebagai regulator salah satunya diwujudkan dalam kebijakan yang dikeluarkan untuk menangani masalah pengeloaan dan penyaluran komoditas pupuk agar tercipta kriteria enam tepat, yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu. Sedangkan fungsi pemerintah sebagai stabilisator berperan dalam menciptakan kestabilan harga pupuk di dalam negeri. Selain itu pemerintah juga berperan dalam menciptakan kestabilan komoditas pupuk agar keberadaannya dapat terpenuhi dan tidak terlambat di pasaran.


(8)

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah. Pemerintah menyediaakan pupuk subsidi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ketersediaan pupuk yang cukup dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas padi. Hal ini dikarenakan pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Ketersediaan pupuk di sektor pertanian sudah dianggarkan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan petani, namun yang terjadi kebutuhan pupuk setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, sementara produksinya terbatas sehingga hal ini menyebabkan kelangkaan pupuk.

Keterlambatan pupuk yang dialami di Kecamatan Babadan merupakan hal yang baru, karena sebelumnya di Kecamatan Babadan belum ada keterlambatan pupuk susbsidi dalam pendistribusian ke petanai. Pada bulan september 2015 pada saat musim tanam petani sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi. Masyarakat menjadi resah dengan tidak tersedianya pupuk subsidi di kios resmi oleh sebab itu berita tidak tersedianya pupuk meluas beritanya karena salah satu dari koran menuliskan judul kelangkaan pupuk yang di alami di Kecamatan Babadab Kabupaten Ponorogo. Adanya berita tentang kelangkaan pupuk saya selaku mahasiswa tertarik untuk meneliti untuk bahan penelitian skripsi tentang kelangkaan pupuk. Berita yang beredar di masyarakat dan saat penelitian hal kelangkaan sebenarnya tidak terjadi di kalangan petani, namun adanya keterlambatan pendistribusian pupuk ke petani. Keterlambatan yang terjadi karena pasokan pupuk subsidi dari pemerintah tidak tepat waktu dalam pengiriman.


(9)

Keterlambatan pupuk subsidi secara tidak langsung akan berpengaruh pada pola tanam, karena keterlambatan pupuk akan menunda penanaman padi yang seharusnya di tanam pada saat musim tanam menundanya penanaman padi akan berpengaruh pada musim yang seharusnya menanam tapi tidak menanam dan akan menyebabkan pada hasil produksi dan produktivitas. Pupuk subsidi yang di salurkan ke kios resmi kurangnya pengawasan dari pemerintah menyebabkan kios resmi menjual pupuk subsidi tidak sesuai dengan harapan pemerintah, karena sistem pemasaran pupuk subsidi siapa yang mempunya uang dia yang akan di dahulukan dalam penyalurannya dan petani kecil cenderung tidak siap dalam pembelian pupuk yang disediakan karena harus membeli pupuk dengan jumlah rekomendasi dari pemerintah dan tidak bisa dibeli secara satu persatu, menjadikan petani kecil sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi dan kios tidak menyediakan pupuk apabila tidak membayar secara langsung.

Kebutuhan pupuk di Kecamatan Babadan pada tingkat petani terus mengalami peningkatan, namun petani masih kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan Babadan karena pupuk subsidi yang diberikan pemerintah tidak mencukupi permintaan petani. Hal tersebut mengakibatkan kelangkaan pupuk subsidi yang disediakan pemerintah. Adanya kelangkaan pupuk bersubsidi petani padi mencari cara agar kebutuhan pupuk tercukupi seperti membeli pupuk nonsubsidi, namun dengan harga pupuk nonsubsidi lebih tinggi. Menangani kelangkaan pupuk subsidi dengan membeli pupuk nonsubsidi akan menambah biaya pembelian pupuk. Adanya tambahan


(10)

biaya pembelian pupuk nonsubsidi secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi.

Adanya permasalahan kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi, karena Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ponorogo penyumbang terbesar dalam hal produktivitas padi. Permasalahan kelangkaan pupuk di Kecamatan Babadan harus segera diberi solusi oleh pemerintah daerah, karena kelangkaan pupuk akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi.

B.Rumusan Masalah

1. Apakah produktivitas padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupten Ponorogo?

2. Apakah pendapatan usahatani padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo?

3. Apakah usahatani padi layak untuk diusahakan dengan adanya kelangkaan pupuk?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas padi.

2. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap pendapatan usahatani padi.


(11)

D. Kegunaan

1. Bagi peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan penerapan ilmu.

2. Bagi petani, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan usahatani padi di Kecamatan Babadan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengembangkan penelitian ini pada tahapan berikutnya.


(12)

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Padi

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (China) sudah mulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM.

Padi merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia yang menjadi bahan baku bagi industri pangan industri non pangan. Menurut Siregar (1987), tanaman padi (Oryza Sativa L) termasuk kedalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain berbeda dalam hal pembawaan atau sifat varietas. Meskipun begitu, diantara ribuan varietas dari tanaman padi terdapat beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan varietas-varietas tersebut, dapat digolongkan sebagai berikut (Siregar 1987) :

1. Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara-negara tropis.

2. Golongan Yaponica/Sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di Negara-negara di luar negara tropis.

Varietas-varietas Indica yang di Indonesia disebut cempo dan banyak ditanam di seluruh Asia, kecuali di Korea dan Jepang, sementara varietas Yaponica banyak ditanam di Jepang, Korea, Eropa (Spanyol, Portugal, Perancis, Bulgaria,


(13)

Hongaria). Adapun varietas-varietas padi yang tergolong kedalam Sub-Yaponica

adalah varietas khas Indonesia dan lazim dikenal masyarakat dengan sebutan varietas bulu. Varietas Sub-Yaponica banyak dibudidaya oleh petani di Pulau Jawa, Bali, Lombok, sebelah barat Pulau Sumbawa dan beberapa daerah terpencil.

Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981). Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga.

Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara merupakan pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.


(14)

2. Pupuk Bersubsidi

Jones (Abidin 2005: 18) merumuskan pengertian kebijakan sebagai perilaku konsisten dan berulang yang berhubungan dengan upaya pemerintah memecahkan berbagai masalah publik. Sejalan dengan Jones, Dunn (Winarno 2002: 7) mengemukakan bahwa kebijakan publik perlu dikaitkan dengan analisis kebijakan yang merupakan aspek baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks. Oleh karena itu, metodologi yang digunakan dalam melakukan analisis kebijakan haruslah bersifat multidisiplin.

Kebijakan subsidi bertujuan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Pada tahun anggaran 2013, kebijakan subsidi diarahkan melalui : 1) Kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, yaitu melalui pengendalian besaran subsidi energi dan subsidi non-energi; 2) Menyediakan tambahan anggaran untuk antisipasi subsidi tetap sasaran.

Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunya Contemporary Economics Edisi ke-8 halaman 484 sebagaimana dikutip oleh Rudi Handoko dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah.


(15)

Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). (bppk.kemenkeu.go.id).

Menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatann riil apabila mereka mengonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).

Pupuk bersubsidi menurut SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 356/MPP/Kep/5/2004 adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah. Pengadaan ini merupakan proses penyediaan pupuk oleh produsen sedangkan penyalurannya merupakan proses pendistribusian pupuk dari tingkat produsen sampai dengan tingkat konsumen. Artinya pupuk bersubsidi memang diberikan oleh pemerintah kepada produsen pupuk yang selanjutnya proses pengadaan pupuk kepada para petani dengan memberikan harga pupuk yang terjangkau. Selain itu, arti dari subsidi berlainan dengan yang dinyatakan dengan Hill, sebab subsidi yang berkaitan dengan masalah yang diamati berhubungan dengan subsidi pupuk. Oleh karena itu subsidi pupuk atau pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang diawasi peredarannya dari pemerintah. Mulai dari kekacauan mata rantai distribusi pupuk, tingginya harga eceran pupuk di masyarakat sampai permasalahan kemampuan operasi pabrik pupuk. Subsidi


(16)

pupuk ini intinya bertujuan agar para petani mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian mereka yang akhirnya dapat meningkatkan ketahanan pangan Nasional.

Agar subsidi pupuk ini tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2003 mengenai pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Tetapi kebijakan yang telah dikeluarkan ini ternyata tidak membawa pengaruh yang baik. Banyak petani yang kesulitan mendapatkan akses yang mudah sehingga sulit untuk mendapatkan harga pupuk yang terjangkau. Penyimpangan dan penyelewengan tersebut disebabkan oleh para pengecer yang bertindak nakal dalam pendistribusiannya. Misalkan pengecer ini melakukan penimbunan pada sejumlah pupuk ataupun mengeskpor pupuk tersebut ke luar negeri. Akibatnya yang terjadi adalah kelangkaan pupuk di sejumlah daerah yang dibarengi dengan kenaikan harga pada pupuk tersebut. Pengecer ini melakukan hal tersebut karena dinilai mendatangkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan menjual di dalam negeri. Dan akhirnya yang terjadi adalah pencabutan atau penghapusan kebijakan tersebut. Pemberian subsidi atau pencabutannya memberikan dampak yang bersifat lokal dan global. Di Indonesia, fenomena pencabutan atau penghapusan kebijakan subsidi tersebut biasanya diikuti dengan protes dan penolakan dari masyarakat khususnya para petani, karena masyarakat tidak siap dengan tingginya harga barang yang sebelumnya telah disubsidi.


(17)

3. Produktivitas

Produktivitas adalah rasio total output dengan input yang dipergunakan dalam produksi. Produktivitas menurut Mubyarto (1998) adalah perbandingan antara hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan lahan. Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan produktif untuk menghasilkan produk-produk hayati. Produktivitas dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Produktivitas : kg/ha Jumlah produksi : kg Luas lahan : ha

4. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan nilai produksi dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya pasca panen, pengolahan dan nilai produksi (Soekartawi, 2006).

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Pendapatan dalam usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapatan


(18)

tunai dan diperhitungkan. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi, 2006). Penjumlahan dari pendapatan tunai dan pendapatan diperhitungkan disebut pendapatan total.

5. Kelayakan Usahatani

Usaha dikatakan produktif apabila usaha tersebut mempunyai produktivitas tinggi. Dalam berusahatani seorang petani akan selalu berfikir bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam analisis kelayakan suatu usahatani dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a. R/C

R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Rasio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.

R/C = TR/TC Keterangan :

TR : Total Revenue (penerimaan) TC : Total Cost (total biaya) R/C : Revenue Cost Rasio

Kaidah Uji :

Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan. Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan.


(19)

b. Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani. Produktivitas laha merupakan faktor penting dalam pertanian (Suwanto M. Harisudin & E. Antriandarti 2012).

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga BMS : Bunga Modal Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

Menurut (Soekartawi, 1990) menegaskan bahwa fakor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan hanya dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja yang perlu diperhatikan. Produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara pendapatan yang


(20)

dikurangi biaya implisit (selain biaya tenaga kerja dalam keluarga) dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Jika produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah buruh setempat, maka usaha tersebut layak diusahakan. Namun jika produktivitas tenaga kerja kurang dari upah buruh setempat, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan. Menghitung produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

NR : Pendapatan

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKO) HKO : Hari Kerja Orang

BMS : Bunga Modal Sendiri NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri Kaidah Uji :

Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

Menurut (Soekartawi, 1986) Produktivitas modal merupakan pendapatan dikurangi sewa lahan sendiri dikurangi nilai tenaga kerja dalam keluarga dibagi


(21)

dengan biaya total. Produktivitas modal dapat dikatakan layak dalam usahatani apabila besar produktivitas modal harus lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku dan rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Keterangan:

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TEC : Total Eksplicyt Cost (total biaya eksplisit) TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas modal > suku bunga simpanan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

6. Penelitian Sebelumnya

Menurut Hambali Asep (2014), dalam penelitian berjudul “Evaluasi

Produktivitas Beberapa Varietas Padi”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum varietas unggul (VUB) Inpari 13, Ciherang dan Mekongga memiliki produktivitas lebih tinggi dari vrietas yang lain (lokas, PTB, hibrida). Produktivitas VUB berkisar antara 4.59 hingga 5.62 ton/ha. Hasil produktivitas


(22)

ketiga VUB ini dingaruhi oleh komponen hasilnya yaitu anakan produktif, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan ketahan terhadap hama.

Menurut Hadi Azwar (2015), dalam penelitian berjudul “Pengaruh

Pengelolaan Lahan Sawah Berbasis Agroekologi Terhadap Keanekaragaman

Mikrop Tanah, Produktivitas Padi dan Pendapatan”, Hasil FGD menunjukkan

bahwa petani di lokasi studi telah menerapkan sistem pertanian agroekologi. Perlakuan pengelolaan lahan berpengaruh nyata. Perlakuan IMKPS (IF8 + MOL + Kompos + Provibio + 50% Dosis NPK) menghasilkan nilai tertinggi untuk

Azotobacter dan Azospirillum; produksi gabah kering panen; serta pendapatan petani dan rasio pendapatan/biaya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sistem pertanian agroekologi telah diterapkan oleh petani di Kabupaten Karanganyar dan pengelolaan lahan berbasis agroekologi meningkatkan secara nyata keanekaragaman mikrop tanah, produktivitas padi sawah dan pendapatan petani.

Menurut Indrasari (2008), dalam penelitian berjudul “Dampak Kelangkaan

Pupuk Urea Bersubsidi Terhadap Sikap Petani dan Produktivitas Usahatani”, hasil

penelitian menunjukkan bahwa sikap petani pada usahatani padi dan jagung tidak mengurangi penggunaan pupuk urea walaupun adanya kelangkaan pupuk, begitu pula dengan petani tembakau mereka tidak mengurangi pengunaan pupuk urea. Sikap petani dalam penggunaan pupuk urea pada usahatani padi, jagung, dan tembakau dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya modal, pendapatan, pengalaman, umur, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, sarana komunikasi dan harga pupuk. Pada usahatani padi dan jagung faktor yang berkorelasi terhadap sikap penggunaan pupuk adalah faktor pengalaman, sedangkan faktor lain tidak


(23)

berkorelasi dengan sikap petani karena petani tetap menggunakan pupuk urea tanpa mengurangi dosisnya. Usahatani tembakau tidak ada faktor yang berkorelasi dengan sikap dalam penggunaan pupuk urea. Hal ini terlihat bahwa petani tetap penggunaan pupuk urea. Kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan Mumbulsari menyebabkan usahatani padi mengalami perbedaan produktivitas yang sangat nyata sebesar -4,082 artinya adanya penurunan tingkat produktivitas usahatani, usahatani jagung juga mengalami perbedaan yang sangat nyata sebesar -4,794, sedangkan usahatani tembakau perbedaan produktivitas sebesar -3,440. Hal ini dikarenakan keterlambatan dalam pemberian pupuk urea pada komoditi sehingga menyebabkan produksi yang dihasilkan menjadi menurun.

Menurut Firdaus (2016), dalam penelitian berjudul “Pengaruh Perlakuan

Penempatan Pupuk dan Pemberian Jenis Pupuk Terhadap Produktivitas Kacang Bogor (Vigna Subterranea (L.) Verdcourt)”, hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelakuan penempatan pupuk alur memberikan pertumbuhan kacang bogor yang lebih baik dibandingkan dengan penempatan pupuk konvensional, akan tetapi penempatan pupuk alur belum dapat memperbaiki produktivitas kacang dan produksi kacang bogor. Pemberian jenis pupuk tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kacang bogor.

B.Kerangka Pemikiran

Kelangkaan pupuk bersubsidi merupakan keadaan di mana petani padi masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi yang biasanya terjadi pada saat musim tanam padi. Kelangkaan pupuk bersubsidi disebabkan oleh jumlah subsidi pupuk yang terbatas dan di pasarkan di tingkat petani dengan


(24)

harga yang terjangkau. Sehingga minat petani akan pupuk bersubsidi masih tinggi, disamping itu, ketersediaan pupuk nonsubsidi cukup tetapi harga yang dipasarkan di tingkat petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi yang di tetapkan oleh pemerintah.

Penggunaan pupuk subsidi pada usahatani padi yaitu pupuk petroganik, SP36, phonska, urea dan ZA akan mempengaruhi harga dalam biaya yang dikeluarkan seperti pembelian benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja luar keluarga karena petani menambah biaya yang dikeluarkan dalam membeli pupuk subsidi. Penggunaan pupuk subsidi secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi yang seharusnya sudah mulai menanam padi pada saat musim tanam jadi tidak sesuai musim tanam padi yang masa tanamnya jadi terlambat karena pupuk subsidi mengalami keterlambatan, hal ini menyebabkan produksi akan mengalami penurunan akibat tidak tepat musim tanam yang seharusnya sudah menanam padi. Dari penurunan produksi akan berpengaruh terhadap produktivitas hasil yang di dapat oleh petani padi.

Dari harga akan berpengaruh terhadap penerimaan petani yang di dapat selama musim tanam yang mengalami keterlambatan pupuk subsidi. Dari penerimaan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani, karena penerimaan yang menurun pendapatan akan terpengaruhi adanya permsalahan pupuk subsidi. Dari produktivitas dan pendapatan akan dihitung analisis kelayakan apakah usahatani padi layak diusahakan apa tidaknya dengan analisis R/C, produktivitas lahan, produktivitass tenaga kerja dan produktivitas modal.


(25)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kelangkaan Pupuk Subsidi 1. Ketersedian terbatas 2. Harga semakin tinggi

Produktivitas Pendapatan

Penerimaan

Biaya 1. Pembelian benih 2. Pembelian pupuk 3. Pembelian pestisida 4. TK luar keluarga Penggunaan pupuk

1. Petroganik 2. SP 36 3. Phonska 4. Urea 5. ZA

Produksi

Kelayakan Usahatani Padi 1. R/C

2. Produktivitas lahan 3. Produktivitas tenaga kerja 4. Produktivitas modal


(26)

C. Hipotesis

1. Diduga kelangkaan pupuk berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani padi.


(27)

22

III. METODE PENELITIAN

A.Metode Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Sugiyono, 2009).

B.Penentuan Lokasi dan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut:

1. Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive sampling karena di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan kebutuhan pupuk yang terus meningkat di tingkat petani menyebabkan ketersediaan pupuk yang disediakan oleh pemerintah menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan ketersediaan pupuk mengalami kelangkaan saat musim tanam.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Babadan dengan cara dikelompokkan menjadi 2 desa yang mengalami kelangkaan pupuk dan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk subsidi. Berdasarkan saran dari penyuluh pertanian di Kecamatan Babadan. Desa yang dipilih yang mengalami kelangkaan pupuk subsidi di Desa Lembah yang beranggota 4 kelompok tani dan yang tidak


(28)

mengalami kelangkaan pupuk subsidi pada desa Trisono yang beranggota 9 kelompok tani. Kemudian dari masing-masing desa dipilih menjadi 1 kelompok tani pada Desa Lembah di pilih 1 kelompok tani “Mukti Tani” dan pada Desa Trisono 1 kelompok tani “Tani Jaya”. Masing- masing kelompok diambil 30 responden, sehingga total 60 responden. Dari 60 responden dikelompokkan lagi menjadi yang mengalami kelangkaan pupuk subsidi yaitu 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk subsidi 36 responden.

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang di gunakan untuk mendukung kelengkapan data penelitian, kedua jenis data tersebut yaitu :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disusun sebelumnya. Data yang diambil meliputi luas area lahan, profil keluarga, jumlah penggunaan pupuk, pengalaman bertani, penerimaan, biaya peralatan pertanian, tenaga kerja yang diperlukan, penggunaan sarana produksi, permasalahan kealngkaan pupuk, tempat pembelian pupuk, pendapat tentang ketersediaan pupuk dan saran tentang ketersediaan pupuk bersubsidi.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dengan cara mencatat data yang didapatkan dari literatur dan documentasi. Data yang diperoleh dari dinas-dinas atau instansi terkait penelitian. Data yang diambil meliputi keadaan umum tempat daerah penelitian, keadaan penduduk, jumlah


(29)

penduduk, batas administrasi, penggunaan jumlah pupuk dan kondisi pertanian serta lembaga-lembaga yang berpengaruh di dalamnya.

D.Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi oleh semua petani padi yang tergabung dalam kelompok tani di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.

2. Penelitian ini dibatasi pada masa produksi tanaman padi bulan September - Desember 2015.

E.Asumsi

1. Dalam penelitian ini diasumsikan hasil produksi dalam bentuk gabah kering. 2. Dalam penelitian ini diasumsikan petani rasional dalam penggunaan pupuk.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah jenis pupuk yang disubsidi seperti petroganik, SP36, phonska, urea dan ZA.

2. Kelangkaan pupuk bersubsidi adalah keadaan dimana petani padi mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi pada saat musim tanam.

3. Pupuk nonsubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyaluran di luar program Pemerintah dan tidak mendapat subsidi, jenis pupuk nonsubsidi seperti KCL, phonska, urea, TSP dan ZA.

4. Produktivitas adalah perbandingan antara produksi dengan lahan dinyatakan dalam satuan kg/ hektar (kg/ha).


(30)

5. Luas lahan adalah sejumlah lahan yang digunakan oleh petani untuk usahatani padi dalam 1 musim tanam dinyatakan satuan dalam hektar ( ha).

6. Produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh petani padi dalam bentuk gabah kering dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

7. Penerimaan adalah sejumlah dana yang diterima dari penjualan hasil produksi dan dinyatakan dalam bentuk rupiah (Rp).

8. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)

9. Total biaya adalah sejumlah dana yang digunakan untuk usahatani padi dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).

10. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usahatani padi apakah layak atau tidak jika diusahakan, pengukuran menggunakan R/C rasio, produktivitas lahan (Rp/ha), produktivitas tenaga kerja (Rp), produktivitas modal (%). 11.R/C yaitu besaran nilai yang menunjukkan perbandingan antara penerimaan

(Revenue =R) dengan total biaya (Cost = C).

G.Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dan kuantitatif digunakan untuk mengambarkan profil petani di kecamatan babadan. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui produktivitas, biaya usahatani, pendapatan dan kelayakan usahatani padi dengan adanya kelangkaan pupuk di Kecamatan Babadan.


(31)

1. Produktivitas

Untuk mengetahui produktivitas dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Produktivitas : kg/ha Jumlah produksi : kg Luas lahan : ha

2. Biaya dan Pendapatan

Untuk mengetahui biaya dan pendaptan usahatani padi dapat digunakan rumus sebagai berikut:

a. Total Biaya

Total biaya dapat dihitung dengan rumus : TC = TEC + TIC

Keterangan :

TC : Total cost ( biaya total )

TEC : Total explicit cost ( total biaya eksplisit )

TIC : Total implicit cost ( total biaya implisit )

b. Penerimaan

Penerimaan usahatani dapat dihitung dengan rumus. TR = P x Q


(32)

Keterangan :

TR : TotalRevenue (Penerimaan)

Q : Quantity (Jumlah Produksi)

P : Price (Harga Produksi)

c. Pendapatan

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus : NR = TR TEC

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TR : Total Revenue (Penerimaan)

TEC : Total Explicit Cost (Total biaya eksplisit)

3. Kelayakan Usahatani

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani padi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, dengan analisis sebagai berikut :

a. R/C Rasio

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

R/C = TR/TC Keterangan :

R/C : Revenue cost ratio

TR : Total Revenue (Penerimaan)


(33)

Kaidah Uji :

Jika R/C rasio > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.

Jika R/C rasio < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan. b. Produktivitas lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani.

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Kaidah Uji :

Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas tenaga kerja

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah minimum regional.


(34)

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan) HKO : Hari Kerja Orang

NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktivitas modal besar dari bunga tabungan bank.

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan) NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

TC eksplicit : Total Biaya Eksplisit

Kaidah Uji :

Produktivitas modal > suku bunga simpanan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.


(35)

Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

4.Uji t-test

Uji ini digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata yang diperoleh dari pengamatan terhadap sampel yang berasal dari 2 populasi. Pengujian dilakukan terhadap 2 populasi yang diasumsisakan mempunyai varians yang sama. Uji T digunakan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan.

Keterangan :

: nilai rata-rata sampel ke -1 s1 : simpangan baku sampel ke -1 n1 : ukuran sampel ke – 1

: nilai rata-rata sampel ke – 2 s2 : simpangan baku sampel ke – 2 n2 : ukuran sampel ke – 2


(36)

Perumusan hipotesis:

Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Ha : µ1 ≠ µ2 artinya terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara pendapatan usatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan pendaptan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Ha : µ1 ≠ µ2 artinya terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani yang mengalami kelangkaan pupuk dan pendapatan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.


(37)

32

IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN BABADAN

A. Kondisi Fisik dan Geografis Kecamatan Babadan

Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Babadan terdiri dari 12 desa dan 3 kelurahan yang dibedakan berdasarkan letaknya yaitu desa yang letaknya mendekati daerah kota dan desa yang berada di daerah desa atau jauh dari kota. Desa yang terletak dengan daerah perkotaan yaitu Desa Cekok, Desa Gupolo, Desa Polorejo, Desa Ngunut, Desa Bareng, Desa Babadan, Kelurahan Kertosari, Kelurahan Patihan Wetan dan Kelurahan Kadipaten. Sementara, desa yang letaknya jauh dari kota yaitu Desa Japan, Desa Sukosari, Desa Lembah, Desa Pondok, Desa Purwosari dan Desa Trisono. Kelurahan Kertosari, Patihan Wetan dan Kadipaten dibagi menjadi 127 rukun warga (RW), 482 rukun tetangga (RT) dan 55 lingkungan atau dusun.

Luas wilayah Kecamatan Babadan menurut penggunaanya yaitu sebesar 4.293 km², di mana luas lahan untuk lahan sawah sebesar 3.342 km² dan lahan bukan pertanian sebesar 1.689 km². Letak geografis untuk wilayah Ponorogo yaitu 111º17´-111º52´ BT dan 7º49´- 8º20´ LS. Wilayah Kecamatan Babadan terletak pada ketinggian antara 150 m sampai dengan 199 m diatas permukaan laut dengan batas-batas Kecamatan Babadan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten madiun, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jenangan, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Sukorejo dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan ponorogo (Dinas Kabupaten Ponorogo, 2015). Berikut ini pada tabel 2 luas wilayah Kecamatan Babadan berdasarkan penggunaan luas lahannya.


(38)

Tabel 2. Merupakan Data Luas Wilayah Kecamatan Babadan Menurut Kelurahan/ Desa Berdasarkan Penggunaan Lahan Per Hektar

Kelurahan/ Desa Penggunaan Lahan Luas Keseluruhan Pertanian Non Pertanian

1 Kertosari 96.69 70.43 167.12

2 Cekok 130.14 31.6 161.74

3 Patihan wetan 168.28 45.94 214.22

4 Kadipaten 240.65 128.25 368.9

5 Japan 179.93 57.79 237.72

6 Gupolo 91.79 33.88 125.67

7 Polorejo 276.19 712.4 348.59

8 Bareng 94.25 36.58 130.83

9 Ngunut 279.82 85.75 365.97

10 Sukosari 366.58 84.41 452.99

11 Lembah 329.16 96.31 425.47

12 Pondok 147.44 42.74 190.18

13 Babadan 271.71 90.17 261.88

14 Purwosari 308.28 73.33 381.61

15 Trisono 361.13 99.79 460.92

Jumlah 3342.04 1689.37 4293.81

Sumber Data : Kantor Camat Babadan 2015

Desa Lembah memiliki luas wilayah dengan penggunaan lahan sebesar 425,47 Ha dan berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sebagai lahan pertanian dan non pertanian. Lahan yang digunakan untuk pertanian sebesar 329,16 Ha dan non pertanian sebesar 96,31. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan didominasi oleh lahan untuk pertanian. Adapun batas-batas wilayah Desa Lembah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Trisono, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari dan Desa Pondo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Polorejo dan sebelah selatan Polorejo.

Begitu pula dengan Desa Trisono. Desa Trisono memiliki luas wilayah sebesar 460,92 Ha dan berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sebagai lahan pertanian dan non pertanian. Lahan


(39)

yang digunakan sebagai lahan pertanian sebesar 361,13 Ha dan non pertanian sebesar 99,79 Ha. Desa Trisono memiliki perbedaan luas wilayah yang sedikit lebih banyak dari pada Desa Lembah, namun untuk kondisi wilayah di kedua desa tersebut tidak jauh berbeda. Batas-batas wilayah Desa Trisono yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kali Asin dan Kabupaten Madiun, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukosari dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Lembah.

B. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk di Kecamatan Babadan sebesar 70.619 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 35.094 jiwa dan perempuan sebesar 35.525 jiwa yang tersebar di seluruh desa yang ada di Kecamatan Babadan. Adapun jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di desa yang dijadikan sebagai lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Merupakan Data Jumlah Penduduk di Desa Lembah dan Desa Trisono

Desa Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

Lembah 2.926 3.049 5.975

Trisono 2.675 2.698 5.373

Sumber : Kantor Camat Babadan 2015

Desa Lembah memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dari pada di Desa Trisono. Selisih jumalh penduduk dari kedua desa tersebut kurang lebih sebanyak 602 orang. Penduduk yang berjenis kelamin perempuan di Desa Lembah sedikit lebih tinggi dari pada jumlah penduduk yang berjenis laki-laki, sedangkan di Desa Trisono jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan merata atau tidak memiliki selisih yang cukup banyak.


(40)

Mayoritas penduduk di Kecamatan Babadan beragama Islam. Jenis pekerjaannya pun bermacam-macam, yaitu bertani, menjadi tenaga kerja luar negeri, wiraswasta dan pegawai negeri. Namun, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah petani, alasannya walaupun pegawai sebagai pekerjaan utamanya, tetapi petani dijadikan sebagai pekerjaan sampingan karena sebagian besar masyarakat di desa masih mengandalkan sektor pertanian untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

C. Pertanian

Luas lahan yang digunakan pada sektor pertanian di Kecamatan Babadan mencakup beberapa macam komoditas tanaman pangan, seperti tanaman padi, jagung dan kedele. Hasil produksi dari ketiga komoditas tersebut tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Ponorogo. Adapun data produksi komoditas tanaman pangan yang mencakup tanaman padi, jagung dan kedelai dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4. Data Komoditas Tanaman Pangan Kecamatan Babadan

Nama Desa Luas Tanam Produksi Ton/Ha

Padi Jagung Kedele Padi Jagung Kedelai

Purwosari 761 37 12 7,7 8,4 2,1

Trisono 844 40 13 7,7 8,4 2,1

Polorejo 685 37 12 7,35 8,4 2,1

Patihan Wetan 315 31 12 6,3 8,4 1,7

Lembah 805 29 8 7,35 8,4 2,1

Kadipaten 501 35 23 6,65 7,7 2,4

Babadan 549 41 22 7 8,05 2,1

Pondok 310 35 13 7,35 7,7 1,75

Bareng 222 24 5 6,3 7,7 2,1

Cekok 248 32 12 6,65 8,4 1,7

Japan 391 35 13 6,65 8,05 2,1

Kertosari 173 27 12 6,65 7,7 1,4

Sukosari 540 38 13 7 8,4 1,75

Jumlah 6344 441 170 90,65 105,7 25,4


(41)

Meningkatnya luas area tanam untuk tanaman pangan akan berdampak pula terhadap meningkatnya kebutuhan pupuk di tingkat petani. Terlebih lagi petani membutuhkan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi dalam pemenuhan kebutuhan untuk usahatani yang dijalankan. Petani beranggapan bahwa dengan memberikan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi akan meningkatkan produktivitas tanaman atau usahatani. Sementara, kebutuhan pupuk di tingkat petani sangat terbatas, khususnya untuk pupuk bersubsidi. Jika ketersediaan pupuk subsidi terbatas dan petani tetap menggunakan pupuk dalam jumlah yang banyak maka hal tersebut akan berdampak pada kelangkaan pupuk bersubsidi sehingga untuk alternatif pemenuhannya petani harus membeli dan menggunakan pupuk non subsidi. Padahal pupuk non subsidi dijual dengan harga yang lebih tinggi sehingga petani yang merasa kekurangan untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam usahatani yang dilakukan, maka pemenuhan pupuknya dengan menggunakan pupuk non subsidi.

D. Kelembagaan Kelompok Tani

Desa Lembah dan Desa Trisono merupakan desa yang digunakan untuk lokasi penelitian. Di kedua desa tersebut terdapat kelompok tani yaitu kelopok

tani “Mukti Tani” yang berasal dari Desa Lembah dan kelompok tani “Tani Jaya”

yang berasal dari Desa Trisono. Adapun struktur organisasi dari masing-masing kelompok tani akan dijelaskan pada bagan dibawah ini.

Sktrukur organisasi pada kelompok tani di Desa Lembah dan di Desa Trisono tidak jauh berbeda karena sususan kelembagaan pada kelompok tani tersebut dimulai dari penasehat, pelindung, pengawas, ketua, sekretaris dan


(42)

bendahara. Selain itu, juga terdapat beberapa seksi-seksi yang mengemban tugas yang berbeda-beda. Di Desa Lembah, ada beberapa anggota kelompok tani yang menjabat sebagai seksi-seksi tertentu, seperti seksi sarana dan produksi, pengairan, tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, humas serta PHT, sedangkan di Desa Trisono beberapa anggota kelompok tani juga menjabat sebagai seksi humas, simpan pinjam, PHT, pengolahan tanah, pengairan, peternakan, pemasaran dan arisan.

Struktur organisasi kelompok tani “Tani Jaya” di Desa Trisono memiliki

sistem organisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan struktur organisasi pada kelompok tani di Desa Lembah “Mukti Tani”. Hal ini disebabkan oleh, setiap seksi-seksi yang diberikan tanggung jawab untuk mengemban tugas dapat melaksanakan tugas dengan baik dan transparan. Selain itu, sistem administrasi yang digunakan juga sangat baik sehingga semua proses administrasi dapat diterima oleh seluruh anggota dengan jelas. Jika di kelompok tani “Mukti Tani” struktur organisasinya kurang baik, misalnya masalah pembukuan kurang transparan dan daftar hadir anggota tidak berjalan dengan baik sehingga tugas dari seksi-seksi yang diberikan amanat kurang menjalankan tugas dengan maksimal.

Adapun struktur organisasi pada kelompok tani “Mukti Tani” dan kelompok tani “Tani Jaya” adalah sebagai berikut.


(43)

Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Lembah ”Mukti Tani”

Herry (PPL)

Pelindung

Yayuk Sri Wahjuni

Pengawas

Agus Suhandono

Ketua

Hartono

Sekretaris

Madrum

Bendahara

Karmadi

Sapodi Minto Seksi

Pengarairan Jarun Tan. Pangan

Hartono

Peternakan Miran

Perkebunan Janun


(44)

Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Trisono ”Tani Jaya”

E. Gambaran Kelangkaan Pupuk Bersubsidi

Kelangkaan pupuk bersubsidi merupakan keadaan ketika petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang disalurkan ke petani melalui kios daerah atau melalui kelompok tani untuk menunjang usahatani yang dijalankan oleh petani dan terbatas jumlahnya.

Penasehat

Siti Syamsiyah (PPL)

Sekretaris

Sudarsin

Bendahara

Suyono

Pelindung

Yayuk Sri W

Pengawas

Sukamto

Ketua

Suwandi

Humas

Supriyanto

Pengariran

Suhaji

Peternakan

M.Latif

Pemasaran

Subandi

Arisan

Arip

Simpan Pinjam


(45)

Selain terbatas jumlahnya, pupuk bersubsidi dipasarkan dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga pupuk non subsidi. Oleh karena itu, petani sangat terbantu dengan adanya pupuk bersubsidi.

Di sisi lain, dengan adanya pupuk bersubsidi, petani akan memenuhi semua kebutuhan tanaman padi dengan menggunakan pupuk bersubsidi. Hal tersebut juga didukung dengan harga pupuk susbidi yang relatif lebih terjangkau daripada pupuk non subsidi sehingga akan sangat memudahkan petani untuk membelinya. Sementara itu, dengan harga pupuk subsidi yang relatif lebih terjangkau menyebabkan penggunaan pupuk ditingkat petani semakin meningkat atau melebihi dosis dari rekomendasi. Petani beranggapan bahwa dengan memberikan pupuk dalam jumlah yang lebih banyak akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi pula. Jika petani terus menggunakan pupuk secara berlebihan, maka jumlah kebutuhan pupuk yang disediakan oleh pemerintah akan mengalami kekurangan sehingga petani akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk karena pemakaian di tingkat petani belum sesuai dengan anjuran dari pemerintah. Selain itu, dengan penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan struktur tanah menjadi berkurang nutrisisnya dan dalam jangka waktu tertentu hasil produksi dari usahatani yang digarap oleh petani akan menurun hasilnya. Berikut ini tabel 5 merupakan data kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2015 yang ada di Kabupaten Ponorogo.


(46)

Tabel 5. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo Pupuk

Kebutuhan Pupuk Berdasarkan RDKK

Alokasi Pupuk Bersubsidi Sesuai

Pemerintah

Kekurangan Pupuk Sesuai RDKK Urea 45,370 Ton 27,007 Ton 18,363 Ton

ZA 26,544 Ton 16,238 Ton 10,307 Ton

SP-36 26,312 Ton 6,885 Ton 19,427 Ton

NPK 34,856 Ton 26,539 Ton 8,317 Ton

Organik 31,943 Ton 19,456 Ton 12,487 Ton

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

Berdasarkan tabel diatas, Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan oleh petani sangat tinggi, sedangkan untuk alokasi pupuk yang diterima oleh petani terbatas. Sebagian besar permintaan pupuk urea, ZA, SP-36, NPK dan organik oleh petani juga sangat tinggi dan alokasi permintaan pupuk yang diterima oleh petani hampir setengah dari RDKK yang diajukan. Sehingga kekurangan dari permintaan pupuk yang diajukan sesuai dengan RDKK tersebut dapat dipenuhi dengan penggunaan pupuk lain, yaitu selain pupuk bersubsidi.

Dalam pemenuhan kebutuhan pupuk, setiap kelompok tani pada masing-masing desa atau daerah memiliki kebijakan atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk anggota kelompok tani. Sehingga jumlah pupuk yang diterima akan disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki oleh setiap petani. Pupuk disalurkan ke petani melalui kelompok tani dan petani yang mengambil atau membeli harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu. Selain itu, ada juga bentuk penyaluran pupuk yang tidak melalui kelompok tani, sehingga petani langsung mengambil pada kios resmi di wilayah tersebut. Berikut ini pada tabel 6 merupakan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo.


(47)

Tabel 6. Proses Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015

KEGIATAN Dokumen yang Dihasilkan

PENYALURAN

Ketua Poktan menyampaikan kebutuhan

pupuk kelompoknya kepada Petugas Rekap kebutuhan Poktan Koord. PPL menyampaikan daftar

kebutuhan pupuk se kecamatan kepada distributor

Surat Breakdown pupuk ke distributor Distributor menyalurkan pupuk kepada kios

sesuai dengan breakdown PPL

Bukti penyaluran pupuk oleh distributor

Kios menginformasikan kepada ketua poktan dan PPL pupuk sudah sampai di kios

Rekap pupuk yang telah diterima oleh kios

Penebusan pupuk oleh distributor ke Produsen

Harus ada Rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Dinas Indakop yang dilampiri RDKK

Kios wajib menyalurkan pupuk ke petani/poktan sesuai dengan RDKK

Nota penjualan ke poktan/petani Kios wajib memasang papan nama dan

wilayah kerja Nama desa, kecamatan

Jika penyaluran ke petani melalui poktan/gapoktan maka:

a. Poktan/Gapoktan wajib memiliki penyaluran ke petani

b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran ke Poktan

a. Buku catatan penyaluran pupuk oleh poktan/gapoktan ke petani b. Bukti nota penyaluran pupuk oleh

kios kepada poktan/gapoktan

Jika kios menyalurkan pupuk kepada petani, maka:

a. Poktan/gapoktan wajib memiliki alat kontrol sehingga seluruh anggota tercukupi kebutuhannya

b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran kepada petani

a. Kartu/ketak petani yang

dikeluarkan oleh poktan yang erisi jatah pupuk per musim per tahun dan jumlah yang diterima

b. Buku catatan penjualan oleh kios ke petani

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo tahun 2015, untuk dosis penggunaan pupuk untuk komoditas tanaman padi sebaiknya disesuaikan dengan anjuran yang telah ditentukan. Dosis anjuran penggunaan pupuk sudah dikonversi dalam satuan per hektar sehingga dosis penggunaan akan sangat


(48)

memudahkan bagi petani. Tabel berikut merupakan tabel dosis penggunaan pupuk per hektar komoditas tanaman padi.

Tabel 7. Dosis Penggunaan Pupuk Per Hektar Direkomendasikan di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo

Komoditas Jenis Pupuk Dosis Anjuran Kg/Ha Dosis Petani Kg/Ha Selisih Kg/ha

Padi Urea 250 350 +100

ZA 150 175 +25

SP-36 75 175 +100

Phonska 200 300 +100

Petroganik 500 700 +200

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

Berdasarkan tabel 7, dosis penggunaan pupuk yang dilakukan oleh petani dalam usahatani padi sangatlah tinggi. Penggunaan dosis ditingkat petani melebihi dosis anjuran penggunaan pupuk untuk tanaman padi. Setiap jenis pupuk yaitu untuk jenis pupuk urea, SP-36, NPK dan pupuk organik masing-masing mengalami kenaikan dosis dengan selisih kenaikan yang hampir sama yaitu antara 100 – 200 kg, kecuali untuk jenis pupuk ZA. Selisih kenaikan pupuk jenis ZA tidak melebihi 100 kg, tetapi hanya seperempatnya yaitu 25 kg per hektar.

F. Distribusi Pupuk Di Desa Lembah dan Desa Trisono

Proses penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani merupakan hal yang sangat penting atau dapat diartikan sebagai proses penyaluran yang membutuhkan pengawasan yang sangat ketat. Hal ini bertujuan agar jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan oleh pemerintah dapat diterima oleh petani sesuai dengan kebutuhan masing-masing petani karena jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi disesuaikan dengan luas lahan garapan petani dan tentunya dengan dosis anjuran dari pemerintah. Tidak sedikit pula jumlah pupuk bersubsidi yang diterima petani


(49)

tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan petani sehingga menyebabkan kekurangan jumlah pupuk bersubsidi.

Penyebab kekurangan dari pupuk subsidi antara lain, alokasi pupuk bersubsidi yang diterima petani belum sesuai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang pengecer memahami bahwa pupuk yang mereka salurkan merupakan barang dalam pengawasan. Kemudian, belum semua petani terdaftar dalam anggota kelompok tani, penggunaan pupuk di tingkat petani melebihi dosis anjuran pupuk dan pemupukan. Selain itu, administrasi pelayanan pupuk di kios pengecer kurang tertib termasuk di tingkat kelompok tani dan pembinaan dan pengawalan penyusunan RDKK perlu ditingkatkan. Hal tersebut perlu ditingkatkan supaya penyaluran pupuk bersubsidi ke petani dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Berikut ini merupakan proses penyaluran pupuk bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono.

Tabel 8. Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono Desa Proses Penyaluran

Lembah Distributor  Kios daerah  Petani

Trisono Distributor  Kios daerah  Kelompok tani  Petani Sumber Data : Data Primer 2016.

Penyaluran pupuk ke petani yang dilakukan di Desa Lembah dan Desa Trisono dengan metode 5:3:2 atau sering disebut dengan penggunaan pupuk secara berimbang, namun lebih dikenal petani dengan istilah pupuk paketan. Penggunaan pupuk berimbang 5:3:2 artinya dalam satu hektar menggunakan 5 kwintal pupuk Organik (12 sak), 3 kwintal NPK (6 sak) dan 2 kwintal Urea (2 sak). Namun, dalam penggunaan pupuk berimbang tidak sedikit petani yang tidak


(50)

mengikuti anjuran tersebut, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan pupuk petani akan membeli sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman, misalnya memperbanyak pupuk NPK, mengurangi pupuk organik dan sebagainya. Sehingga hal ini akan menyebabkan dampak dari penggunaan pupuk yang berlebih terhadap tanaman maupun jumlah kebutuhan pupuk.

Di Desa Trisono penyaluran pupuk dengan metode 5:3:2 tidak diberlakukan karena untuk meminimalisisr biaya yang dikeluarkan oleh petani agar tidak terlalu banyak. Jika pupuk dijual dengan metode tersebut maka petani yang memiliki lahan yang luas tidak akan mengalami masalah, namum sebaliknya jika petani hanya memiliki lahan yang sedikit maka penjualan pupuk dengan metode tersebut akan meningkatkan jumlah biaya yang dikeuarkan oleh petani. Oleh karena itu, di Desa Trisono penjualan pupuk bersubsidi disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki oleh petani sehingga pupuk subsidi dapat diterima dengan rata ditingkat petani.


(51)

46

V . HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani Padi

Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh petani yang mengalami kelangkaan pupuk maupun yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan yang dihasilkan selama satu musim tanam padi pada akhir 2015. Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, anggota keluarga, dan luas kepemilikan lahan.

1. Umur Petani Padi

Umur merupakan unsur penting dalam kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani padi. Kriteria pengelompokan umur petani dibagi berdasarsarkan kelompok umur petani yang tidak mengalami kelangkaan dan kelompok umur petani yang tidak mengalami kelangkaan. Pengelompokan umur petani tersebut merupakan gabungan dari total responden yang diteliti, yaitu dari Desa Lembah dan Desa Trisono dimana responden yang mengalami kelangkaan sebanyak 24 orang dan responden yang tidak mengalami kelangkaan sebanyak 36 orang. Berikut ini pada tabel 9 menjelaskan umur petani berdasarkan kelangkaan pupuk yang terjadi dan tidak mengalami kelangkaan pupuk subsidi dari pemerintah.


(52)

Tabel 9. Umur Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Kriteria

Umur

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang Persentase%

18-40 7 29 5 14

41-60 13 54 23 64

>60 4 17 8 22

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (18-40 tahun), usia dewasa (41-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia diatas 60 tahun)

Berdasarkan pada tabel 9, usia petani yang mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 54% sedangkan usia petani yang tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 64%. Hal ini menunjukkan usia petani yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun. Usia 41 sampai dengan 60 tahun termasuk usia dewasa, hal ini berpengaruh pada pola pikir petani karena pola pikir di usia tersebut lebih baik karena usianya sudah dewasa dalam berpikir untuk melakukan usahatani.

2. Pendidikan Petani Padi

Pendidikan merupakan komponen pendukung bagi petani dalam menerima pengetahuan atau inovasi baru diantaranya dalam menghadapi kelangkaan pupuk. Tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh petani akan mempengaruhi petani dalam menentukan pola pikir dan tindakan yang akan dilakukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh petani, maka petani akan mudah


(53)

menerima dan menerapkan apabila hal yang dipercayai itu benar untuk diterapakan dalam usahatani yang akan dikembangkan untuk hasil yang lebih baik. Berikut ini tabel menjelaskan pendidikan petani berdasarkan kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Tabel 10. Pendidikan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Pendidikan

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah

Orang

Persentase

(%) Jumlah Orang

Persentase (%)

Tidak sekolah 0 0 2 6

SD 8 33 19 53

SMP 2 8 2 6

SMA 9 38 12 33

Perguruan Tinggi 5 21 1 2

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 10, petani yang mengalami kelangkaan pupuk berpendidikan yang tertinggi pendidikan SMA dengan persentase 38% sedangkan pendidikan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk yang tertinggi pendidikan SD dengan persentase 53%. Pendididan sekolah menengah atas yang mengalami kelangkaan memiliki jumlah orang yang paling tinggi dengan jumlah 9 orang sedangkan pendidikan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk pendidikan sekolah menengah atas jumlah orangnya lebih tinngi dibanding dengan jumlah orang yang mengalami kelangkaan pupuk. Hal ini menunjukkan dalam pendidikan petani yang tidak mengalami kelangkaan meskipun persentase yang tertinggi pada pendidikan sekolah dasar namun jumlah pendidikan sekolah menengah atas lebih banyak jumlah orang yang berpendidikan sekolah menengah atas dibandingkan yang mengalami meskipun persentasenya paling tinggi.


(54)

3. Pengalaman Petani Padi

Usahatani membutuhkan pengalaman yang dibutuhkan petani dalam usahatani padi yang telah dilakukan selama ini. Semakin lama pengalaman petani dalam usahatani padi maka petani akan memahami cara yang tepat dalam budidaya padi yang baik.

Tabel di bawah ini merupakan tabel pengalaman petani padi yang diukur berdasarkan lama tidaknya petani dalam melakukan usahatani padi. Pengalaman petani padi juga diukur berdasarkan keadaan kelangkaan yang dialami maupun yang tidak dialami oleh petani.

Tabel 11. Pengalaman Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk

Pengalaman Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang persentase%

> 40 tahun 3 13 14 39

11-30 tahun 14 58 19 53

≤ 10 tahun 7 29 3 8

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 11, petani yang mengalami kelangkaan pupuk pengalaman 11 sampai dengan 30 tahun memiliki persentase tertinggi dalam kelangkaan pupuk dengan persentase 58% sedangkan persentase pengalaman usahatani yang tidak mengalami kelangkaan pupuk tertinggi pada 11 sampai dengan 30 tahun dengan persentase 53%. Hal ini dapat dikatakan pengalaman antara yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk memiliki pengalaman bertaninya tidak jauh berbeda.


(55)

4. Luas Lahan

Luas lahan merupakan jumlah area lahan yang dimiliki oleh petani yang digunakan sebagai lahan tanam untuk usahatani padi. Hasil panen yang diperoleh petani juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki oleh petani. Selain itu, petani yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk usahatani padi dapat menggarap lahan milik orang lain atau menyewa dari orang lain. Kriteria luas lahan untuk usahatani padi dibedakan menjadi lima kriteria, yaitu lahan dengan luas kurang dari 0,25 hektar, lahan dengan luas 0,25 - 0,5 hektar, lahan dengan luas 0,5 - 0,75 hektar, lahan dengan luas 0,76 - 1 hektar dan lahan dengan luas lebih dari satu hektar. Semakin luas lahan yang dimiliki petani untuk usahatani padi, maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan dan begitu pula dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani. Sebaliknya, semakin sedikit luas lahan petani untuk usahatani padi, maka hasil produktivitas juga semakin sedikit. Begitu pula dengan pendapatan yang diperoleh petani padi. Berikut ini merupakan tabel luas lahan petani untuk usahatani padi di Kecamatan Babadan.

Tabel 12. Luas Lahan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Per Hektar Luas Lahan

(ha)

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah Orang Persentase

(%) Jumlah Orang

Persentase (%)

< 0,5 12 50 26 72

0,51-1 8 33 10 28

> 1 4 17 0 0

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 12, petani yang mengalami kelangkaan pupuk cenderung memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar dengan persentase yang tertinggi 50% sedangkan luas lahan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk cenderung


(56)

memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar dengan persentase 72%. Hal ini menunjukkan persentase keduanya luas area lahan yang dimiliki petani padi kurang dari 0,5 hektar. Luas lahan yang lebih satu hektar berada di kelompok tani yang mengalami kelangkaan pupuk, karena luas lahan yang tinggi menjadikan kebutuhan akan pupuk bertambah banyak menyebabkan kekurangan pupuk subsidi.

5. Anggota Keluarga

Usahatani membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan aktivitas usahanya baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Petani yang memiliki banyak anggota keluarga akan memiliki banyak ketersediaan tenaga kerja. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja dapat meringankan pekerjaan petani serta meningkatkan pendapatan. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah anggota keluarga.

Tabel 13. Anggota Keluarga Berrdasarkan Kelangkaan Pupuk Jumlah

Tanggungan

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah

Orang Persentase %

Jumlah

Orang Persentase %

Tidak ada 4 17 6 17

1 – 4 12 50 28 77

>5 8 33 2 6

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 13, anggota keluarga yang mengalami kelangkaan jumlah tanggungan yang tertinggi jumlah aggota keluarganya antara 1 sampai dengan 4 tangungan keluarga dan memiliki persentase tertinggi diantara jumlah anggota keluarga lainnya dengan persentase 50%. Anggota keluarga yang tidak mengalami kelangkaan pupuk jumlah tanggungan jumlahnya antara 1 sampai dengan 4


(57)

tanggungan kelarga dan memliki persentase tertinggi diantara jumlah tanggungan lainnya dengan persentase sebesar 77%. Hal ini menunjukkan anggota keluarga antara yang mengalami kelangkaan pupuk jumlah tanggungan yang tertinggi antara 1 sampai dengan 4 adalah jumlah tangungan keluarga dari masing-masing kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Anggota keluarga yang jumlahnya 1 sampai dengan 4 tanggungan keluarga dapat dimanfaatkan dalam hal tenaga kerja dalam keluarga, karena semakin banyak anggota keluarga yang membantu dalam pekerjaan dapat menggurangi biaya usahatani sebab anggota keluarga upah yang dikeluarkan tidak secara nyata di keluarkan dalam usahatani yang dilakukan.

B. Kondisi Distribusi Ketersedian Pupuk

Kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi di Kecamatan Babadan pada bulan september 2015 pada saat musim tanam ketersediaan pupuk subsidi mengalami keterlambatan dalam pendistribusian dari pemerintah setempat, hal ini menyebabkan petani sulit mendapatkan pupuk subsidi dari keterlambatan itu menyebar luas dalam pemberitaan masuk pada media seperti koran memberitakan bahwa di Kecamatan Babadan mengalami kelangkaan pupuk. Dalam prosesnya petani yang sulit mendapatkan pupuk subsidi petani yang tidak memiliki persiapan dalam pembelian pupuk subsidi.

Proses pendistribusian di kios lebih mengutamakan petani yang membeli secara tunai dan yang tidak mempunyai anggaran dalam membeli pupuk subsidi kios mengatakan pupuk subsidi tidak tersedia. Hal ini petani yang seharusnya


(58)

memasuki musim tanam pada bulan september harus menunda dalam menanam padi, dari menunda penanaman pada prosesnya akan mempengaruhi musim yang seharusnya untuk menanam tidak melakukan penanaman dan akan mengakibatkan tidak sesuainya musim tanam yang mengakibatkan produksi padi akan berpengaruh karena musim tanam tidak sesuai dengan musim tanam.

C.Input Usahatani Padi 1. Benih

Benih merupakan input awal yang paling menentukan dalam usahatani. Benih membawa sifat genetik yang nantinya akan menentukan hasil bagaimana karakteristik produk pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Benih yang digunakan dari kelompok yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan ada dua macam benih padi yaitu benih ciherang dan IR64.

Berdasarkan penghitungan rata-rata penggunaan benih yang mengalami kelangkaan diketahui nilai yang mengalami kelangkaan pupuk mempunyai rata-rata penggunaan benih lebih rendah dan yang tidak mengalami cenderung lebih tinggi meski selisih tidak terlalu berbeda nilai yang diperoleh. Jumlah rata-rata yang mengalami kelangkaan nilainya sebesar 35 kg/ha dan yang tidak mengalami kelangkaan berjumlah rata-rata 36 kg/ha. Hal ini menunjukkan penggunaan benih kedua kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk penggunaan benihnya tidak terlalu jauh berbeda dalam penggunaan benih yang digunakan dalam usahatani padi.


(59)

Tanaman pangan membutuhkan nutrisi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Nutrisi yang dibutuhkan tanaman berupa unsur hara yang terdapat pada media tanam yaitu berupa lahan pertanian. Setelah lahan pertanian ditanami secara terus menerus maka kandungan unsur hara pada lahan berangsur – angsur menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemupukan untuk mengembalikan dan menyediakan unsur hara bagi tanaman pangan seperti padi.

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk Padi Per hektar (kg/ha)

Jenis Pupuk Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Petroganik 473 515

Urea 243 223

ZA 334 364

Phonska 375 380

SP36 28 78

Jumlah 1.453 1.561

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 14, penggunaan pupuk yang mengalami kelangkaan pupuk mempunyai rata-rata penggunaan rendah dengan rata-rata penggunaan sebesar 1.453 kg/ha sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk penggunaan rata-rata lebih tinggi sebesar 1.561 kg/ha. Penggunaan jenis pupuk yang tertinggi digunakan dalam usahatani padi adalah petroganik dengan rata-rata yang mengalami kelangkaan pupuk sebesar 473 kg dan yang tidak mengalami sebesar 515 kg dalam satu musim tanam. Penggunaan pupuk petroganik dalam usahatani padi yang jumlahnya paling tinggi akan menjaga kesuburan tanah itu sendiri. Hal ini menujukkan penggunaan rata-rata penggunaan pupuk yang tidak mengalami kelangkaan pupuk selama satu musim tanam padi lebih besar dalam pemberian pupuk ke tanaman padi dengan jumlah tertinggi adalah pupuk


(60)

petroganik dari masing-masing yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Berdasarkan rekomendasi pada tabel 7 penggunaan pupuk pada kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk menunjukkan penggunaan pupuk berlebihan dari masing-masing kelompok. Hal ini menunjukkan petani yang mengalami kelangkaan pupuk tidak mengikuti rekomendasi yang ditentukan dalam penggunaan pupuk yang telah dianjurkan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo. Petani beranggapan semakin banyak penggunaan pupuk hasil produksinya akan semakin meningkat, namun hal ini akan berdampak pada jangka panjang dengan penggunaan pupuk yang berlebihan akan merusak unsur hara yang ada. Pemerintah dalam hal ini harus meningkatkan pembinaan ke petani agar penggunaan pupuk di petani mengetahui akibat dalam penggunaan pupuk yang berlebihan dan secara perlahan menggurangi jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi.

3. Pestisida

Pestisida merupakan input yang juga digunakan sebagai cara untuk meningkatkan produksi tanaman padi. Pestisida digunakan sebagai upaya pemeliharan terhadap tanaman agar terhindar dari hama dan penyakit sehingga tanaman tumbuh dengan baik. Penggunaan pestisida yang dilakukan secara berkala dan sebaiknya penggunaan pestisida pada tanaman tidak terlalu banyak karena pestisida terbuat dari bahan kimia sehingga jika terlalu banyak digunakan


(1)

3. Kelayakan Usahatani

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani dapat digunakan analisis kelayakan. Analisis kelayakan usahatani yang digunakan antara lain R/C rasio, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas modal dengan analisis sebagai berikut.

a. R/C

R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Rasio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Usahatani padi yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelagkaan pupuk dapat dilihat tabel sebagai beikut.

Tabel 21. Nilai Rata-rata R/C Per Hektar

No Kelompok Nilai Rata-rata

1 Langka Pupuk 1,95

2 Tidak Langka Pupuk 2,17

Sumber Data : Data primer

Berdasarkan tabel 21, bahwa nilai R/C yang mengalami kelangkaan lebih kecil dibandingkan dengan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Angka R/C yang mengalami kelangkaan nilainya sebesar 1,95 sedangkan yang tidak mengalami nilainya sebesar 2,17. Nilai R/C yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan adanya perbedaan nilai R/C yang diperoleh dari analisis kelayakan usahatani. Usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk usaha tersebut layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan nilai R/C keduanya lebih besar dari satu maka usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk layak diusahakan.


(2)

65

b. Produktivitas lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani. Produktivitas lahan yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan dapat dilihat tabel sebagai berikut.

Tabel 22. Nilai Rata-rata Produktivitas Lahan Per Hektar

No Kelompok Rata-rata (Rp/Ha)

1 Langka Pupuk 17.096.306

2 Tidak Langka Pupuk 22.706.202

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 22, dapat dijelaskan bahwa nilai produktivitas lahan yang mengalami kelangkaan lebih rendah produktivitas rata-rata per hektarnya dengan nilai sebesar Rp 17.096.306 /ha dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk produktivitasnya lebih tinggi dengan nilai sebesar Rp 22.706.202 /ha. Produktivitas lahan yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk usahataninya masih layak diusahakan. Hal ini menunjukkan adanya kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan Babadan, namun dari hasil analisis usahatani masih layak diusahakan karena yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk produktivitas lahan lebih dari harga sewa lahan. Maka dari itu usahatani tersebut lebih baik diusahakan dari pada disewakan, karena lebih menguntungkan untuk diusahakan sendiri.


(3)

c. Produktivitas tenaga kerja

Produktivitas tenaga kerja ialah perbandingan antara pendapatan dikurangi biaya sewa lahan milik sendiri dikurangi bunga modal sendiri dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat dalam usahatani. Produktivitas tenaga kerja dalam keluarga usahatani padi. Produktivitas tenaga kerja dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 23. Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Per Hektar

No Kelompok Rata-rata (Rp)

1 Langka Pupuk 317.660

2 Tidak Langka Pupuk 481.162

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 23, produktivitas tenaga kerja yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk memiliki nilai rata-rata produktivitas tenaga kerja yang berbeda. Produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk nilainya lebih kecil sebesar Rp 317.660 /ha sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk cenderung nilai produktivitasnya lebih tinggi dengan nilai produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 481.162 /ha. Hal ini menunjukkan produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk lebih kecil dalam rata-rata produktivitasnya sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk nilai produktivitasnya lebih tinggi. Dari analisis usahatani padi yang diusahakan oleh kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk di Kecamatan Bababadan usahanya layak untuk diusahakan karena produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah petani.


(4)

67

d. Produktivitas modal

Produktivitas merupakan pendaptan dikurangi dikurangi nilai sewa lahan sendiri dikurangi nilai tenaga kerja dalam keluarga di bagi dengan biaya total di kalikan seratus persen (soekartawi, 1986). Produktivitas modal dikatakan layak dalam usahatani apabila lebih besar produktivitas modal dari tingkat bunga yang berlaku. Produktivitas modal usahatani padi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 24. Produktivitas Modal Per Hektar

No Kelompok Rata-rata (%)

1 Langka Pupuk 159

2 Tidak Langka Pupuk 207

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 24, produktivitas modal yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan memiliki rata-rata produktivitas modal yang berbeda. Produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk nilanya lebih kecil sebesar 159% sedangkan produktivitas modal yang tidak mengalami kelangkaan pupuk memiliki rata-rata lebih tinggi dengan nilai sebesar 207%. Suku bunga simpanan yang ada di lokasi penelitian sebesar 1,5% sedangkan nilai produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami pupuk lebih besar dari suku bunga simpanan, maka usahatani tersebut layak diusakan, karena produktivitas modal lebih besar dari suku bunga simpanan.


(5)

68 VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas padi terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk lebih rendah dalam produktivitas dengan nilai sebesar 7.981 kg/ha sedangkan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan hasilnya lebih tinggi produktivitas dengan nilai sebesar 9.325 kg/ha.

2. Pengaruh kelangkaan pupuk terhadap pendapatan usahani padi terdapat perbedaan antara pendapatan yang mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih rendah pendapatannya dengan nilai sebesar Rp 23.463.357 sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk pendapatan lebih tinggi dengan nilai sebesar Rp 29.755.676

3. Jika dilihat dari segi kelayakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas modal usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk layak untuk diusahakan.


(6)

69

B. Saran

1. Petani padi yang mengalami kelangkaan pupuk lebih memperhatikan dalam penggunaan pupuk yang berlebihan karena mempengaruhi produktivitas dan pendapatan.

2. Pemerintah sebaiknya menjaga keterserdian pupuk subsidi di Kecamatan Babadan, meskipun ada kelangkaan pupuk usahatani masih layak diusahakan.

3. Pengadaan pupuk bersubsidi dari pemerintah ke petani sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan luas lahan yang dimiliki petani.