Deteksi Dan Identifikasi Pepper Vein Yellows Virus Penyebab Penyakit Kuning Pada Tanaman Mentimun Di Jawa Barat

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pepper vein yellows virus
PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA
TANAMAN MENTIMUN DI JAWA BARAT

HILLDA AYU KUSUMANINGRUM

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Deteksi dan
Identifikasi Pepper vein yellows virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman
Mentimun di Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015
Hillda Ayu Kusumaningrum
NIM A34110072

iv

ABSTRAK
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM. Deteksi dan Identifikasi Pepper vein
yellows virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Mentimun di Jawa Barat.
Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Survei pada pertanaman mentimun di daerah Jawa Barat dilaporkan
adanya gejala menguning dan vein banding. Gejala ini mirip dengan gejala
penyakit klorosis pada cabai yang telah dilaporkan di Bali. Penyakit tersebut
diketahui diinduksi oleh Pepper vein yellows virus (PeVYV; Polerovirus), yang
diketahui memiliki inang yang terbatas pada tanaman cabai. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus yang berasosiasi dengan
penyakit kuning pada tanaman mentimun melalui reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) dan analisis sikuen nukleotida. RT-PCR
menggunakan sepasang primer spesifik yang mengamplifikasi gen protein
selubung PeVYV berhasil mengamplifikasi fragmen DNA berukuran 650 pb.
Analisis sikuen nukleotida dari produk RT-PCR menunjukkan bahwa isolat virus
penyebab penyakit kuning adalah PeVYV. Penelitian ini merupakan laporan
pertama infeksi PeVYV pada tanaman lain selain cabai.
Kata kunci: Laporan pertama, Polerovirus, reverse transcription-polymerase
chain reaction, sikuen nukleotida

vi

ABSTRACT
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM. Detection and Identification of Pepper
vein yellows virus Inducing Yellowing Disease on Cucumber Plants in West Java.
Supervised by GEDE SUASTIKA.
During surveys conducted in several cucumber cultivation areas of West
Java, it was found that many plant are exhibited viral disease symptoms of
yellowing with vein banding. This symptom is similar with the disease recently
reported occurred on chilipepper in Bali. The yellowing disease of chilipepper

was reported to be induced by Pepper vein yellows virus (PeVYV; Polerovirus), a
virus known to infect a limited host of chilipepper. The purpose of this research
was to detect and identify the virus associated with yellowing disease on the
cucumber plants by reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)
and nucleotide sequencing. RT-PCR was conducted by using a primer pair
specific to amplify full length of coat protein gene of PeVYV successfully
amplified a DNA fragment of +650 bp, a size in accordance with primer design.
Nucleotide sequence of RT-PCR products confirmed that the virus isolates were
PeVYV. This is the first report on PeVYV infect the plant other than chilipepper.
Key words: First report, nucleotide sequence, Polerovirus, reverse transcriptionpolymerase chain reaction

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

viii

x

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pepper vein yellows virus
PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA
TANAMAN MENTIMUN DI JAWA BARAT

HILLDA AYU KUSUMANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk melakukan
penelitian tugas akhir
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

xii

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan petunjukNya sehingga tugas akhir (skripsi) dengan judul “Deteksi dan Identifikasi Pepper
vein yellows virus Penyebab Penyaki Kuning pada Tanaman Mentimun di Jawa
Barat” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dilaksanakan dari bulan
Desember 2014 hingga Juli 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, MSc
selaku dosen pembimbing atas segala dukungan, ilmu, saran, nasehat, dan
bimbingannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dadang,
MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran. Terima
kasih kepada Ir Bonjok Istiaji, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing selama periode akademik berlangsung. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Proteksi Tanaman
atas segala ilmu yang telah diberikan.
Terima kasih kepada kedua orang tua, adik, dan saudara atas doa yang selalu
menyertai penulis. Terima kasih juga kepada Sari Nurulita, MSi, Rizki Haerunisa,
SP, Endang Darsini, SP, Ni Nengah Putri Adnyani, MP, dan keluarga besar
Laboratorium Virologi Tumbuhan yang telah membantu dan membimbing penulis
dalam melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Rizki Yunita Putri, Anysa Riska Utomo, Suci Wuladari, Aliftya
Ramadhani, Nurul Nisa A Amin, Gita Cempaka, Lutfianti Fadillah, Sri Ningsih,
Angitia Kesuma W, Dian Saraswati, Winarsih, dan rekan-rekan Proteksi Tanaman
angkatan 48 untuk semangat, dukungan, dan kenangan indah selama kuliah.
Terimakasih kepada Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS) IPB yang telah
mendukung dan memberikan doa.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khusunya serta bagi
pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2015
Hillda Ayu Kusumaningrum


xiv

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Ekstraksi RNA Total
Sintesis cDNA
Amplifikasi DNA
Visualisasi Hasil RT-PCR
Perunutan Nukleotida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Mentimun di Lapangan
Deteksi Polerovirus melalui RT-PCR

Identifikasi Spesies Polerovirus berdasarkan Analisis Sekuen
Nukleotida
Hubungan Kekerabatan PeVYV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4

5
5
6
6
7
8
10
11
11
11
12
20

xvi

DAFTAR TABEL
1
2
3


Lokasi pengambilan sampel daun mentimun di Jawa Barat
3
Komposisi reaktan Polymerase chain reaction (PCR) untuk satu kali
reaksi amplifikasi DNA genom virus
4
Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen protein selubung
PeVYV asal Indonesia, Jepang, China, Mali, Thailand, Taiwan,
Filipina, India dan CABYV sebagai outgroup
9

DAFTAR GAMBAR
1
2

3

Gejala penyakit kuning vein banding pada daun mentimun yang 6
ditemukan di Karawang (K), Subang (S), dan Bogor (B)
Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi melalui PCR menggunakan
primer spesifik PeVYV pada gel agarose 1%. Lajur M = marker

DNA ladder 100bp (Thermo Science, USA); Lajur K+ = Kontrol
positif (tanaman cabai terinfeksi PeVYV asal Bali); Lajur K1, K2,
dan K3 = sampel daun mentimun dari Karawang; Lajur S1, S2, dan
S3 = dari Subang; Lajur B1, B2, dan B3 = dari Bogor
7
Pohon filogenetika yang menggambarkan hubungan kekerabatan gen
protein selubung protein isolat-isolat PeVYV dari Karawang,
Subang, dan Bogor dengan isolat-isolat PeVYV dari setiap kelompok
gen protein selubung PeVYV yang tersedia pada GenBank dengan
analisis neighbor joining menggunakan program MEGA 6. CABYV
digunakan sebagai outgroup
10

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil penjajaran sikuen nukleotida fragmen DNA isolat PeVYV S1
(Subang),B1 (Bogor), dan K1 (Karawang)
16

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L: Cucurbitaceae) merupakan salah satu
komoditas sayuran yang tumbuh menjalar dan menghasilkan buah yang dapat
dimakan baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut. Selain untuk bahan
makanan, mentimun juga banyak digunakan sebagai bahan baku untuk komestik
(Sumpena 2007). Pengembangan budidaya mentimun mempunyai peranan dan
sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dan taraf hidup
petani (Rukmana 1994). Budidaya tanaman mentimun sering mengalami kendala
terutama serangan patogen dari kelompok virus. Beberapa kelompok virus telah
dilaporkan menginfeksi tanaman mentimun seperti Cucumovirus (Cucumber
mosaic virus), Carlavirus (Potato virus M), Potyvirus (Tobacco etch virus),
Tombusvirus (Tomato bushy stunt virus), Crinivirus (Lettuce infectious yellows
virus, Cucurbit yellow stunting disorder virus, dan Beet pseudo-yellow virus),
Begomovirus (Tomato leaf curl New Delhi virus dan Squash leaf curl china
virus), dan Polerovirus (Cucurbit aphid-borne yellow virus, Melon aphid-borne
yellow virus, Suakwa aphid-borne yellows virus (Lecoq et al. 1992; Rubio et al.
1999; Knierim et al. 2010; Fanis 2013; Adnyani 2015; Darsini 2015).
Polerovirus merupakan salah satu patogen penting yang menginfeksi
mentimun. Salah satu spesies Polerovirus yang telah dilaporkan di Indonesia
adalah PeVYV yang menginfeksi tanaman cabai rawit di Bali dengan gejala
klorosis, lamina daun menguning di antara tulang daun; tulang daun dan jaringan
di sekitarnya tetap hijau sehingga tampak menyirip. Gejala PeVYV pada tanaman
wortel di Lembang berupa daun berubah warna menjadi kuning hingga
kemerahan, gejala lanjut atau pada serangan berat daun akan semakin berwarna
merah hingga akhirnya seperti terbakar.
Survei yang dilakukan di daerah Karawang, Subang, dan Bogor Jawa Barat
menunjukkan gejala yang mirip seperti gejala yang disebabkan oleh PeVYV pada
tanaman cabai di Bali. Pepper vein yellows virus (PeVYV) belum pernah
dilaporkan menginfeksi tanaman mentimun. Virus ini memiliki kisaran inang
terbatas yaitu tanaman cabai (merah, paprika, rawit) (Murakami et al. 2011;
Suastika et al. 2012; Villanueva et al. 2013). Satu-satunya inang virus ini selain
cabai adalah wortel yang dilaporkan oleh Hasanah (2014) di Jawa Barat.
PeVYV merupakan anggota genus Polerovirus, famili Luteoviridae
(Dombrovsky et al. 2010). Genom PeVYV berupa monopartit, linear, berukuran
5.8 kb. Asam nukleat berupa utas tunggal RNA positive sense. Terdapat 13
spesies virus anggota polerovirus yang sudah terdaftar di Genbank, diantaranya
Beet chlorosis virus, Beet mild yellowing virus, Beet western yellow virus, Carrot
red leaf virus, Cereal yellow dwarf virus, Chickpea chlorotic stunt virus, Cucurbit
aphid-borne yellow virus, Melon aphid-borne yellow virus, Potato leafroll virus,
Sugarcene yellow leaf virus, Tobacco vein distorting virus, dan Turnip yellow
virus (King et al. 2012).
Virus ini memiliki enam ORF (Open Reading Frame) yang dimulai dari
ORF 0 hingga ORF 5. ORF0 kemungkinan berperan sebagai faktor replikasi yang
berikatan dengan membran berukuran 28-30 kDa, ORF1 mengkode protease
sebagai enzim yang merubah protein menjadi asam amino dan VPg yang

2
berfungsi dalam replikasi berukuran 66-72 kDa, ORF2 menyandi RdRp (RNAdependent RNA polymerase) yang berperan dalam menstimulus tanaman agar
membentuk enzim polymerase berukuran 65-72 kDa, ORF3 menyandi gen protein
selubung atau coat protein (CP) yang berperan dalam ekspresi gejala berukuran
22-23 kDa, ORF4 menyandi movement protein (MP) yang berperan dalam
perpindahan virus di dalam tanaman berukuran 17-21 kDa, dan ORF5 berperan
dalam transmisi vektor (kutudaun) atau sebagai faktor penstabil partikel virus
berukuran 50-56 kDa (Fauquet et al. 2005; King et al. 2012).
PeVYV pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman paprika tahun 1981
di Okinawa, Jepang (Yonaha et al. 1995). Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi
virus ini berupa daun menguning, tulang daun menebal dan berwarna hijau (vein
banding). Selain di Jepang, PeVYV telah dilaporkan terdapat di beberapa negara
seperti Indonesia (Suastika et al. 2012), Turki, Tunisia (Buzkan et al. 2013), dan
Spanyol (Villanueva et al. 2013).
Untuk mengkonfirmasi tanaman tersebut terinfeksi PeVYV diperlukan
identifikasi lanjut menggunakan RT-PCR dan dilanjutkan dengan sikuen
nukleotida. Identifikasi berdasarkan gejala kasat mata sering tidak cukup untuk
menentukan virus penyebab penyakit. Gejala dapat disebabkan oleh infeksi
campuran dari beberapa virus, atau yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang
sama. Pada awal perkembangan diagnosis penyakit virus, gejala penyakit
memegang peranan penting yang diikuti oleh pengamatan mikroskop elektron
untuk mengetahui bentuk virion yang menginfeksi tanaman (Akin 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi PeVYV pada
tanaman mentimun menggunakan RT-PCR dan dilakukan sekuen sehingga
diketahui runutan basa nukleotida virus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi
tentang penyebaran PeVYV pada tanaman mentimun di Karawang, Subang dan
Bogor sehingga akan mempermudah dalam penanggulangan dan pencegahan
penyebaran ke daerah lain.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Survei dan pengambilan sampel tanaman mentimun dilakukan di tiga
kabupaten di Jawa Barat, yaitu Karawang, Subang, dan Bogor dengan masingmasing tiga lokasi di setiap kabupaten (Tabel 1). Pengambilan sampel dilakukan
dari bulan Desember 2014 hingga Febuari 2015. Identifikasi virus dilakukan di
Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret 2015 hingga Juli 2015.
Tabel 1 Lokasi pengambilan sampel daun mentimun di Jawa Barat
Lokasi
Desa
Kecamatan
Kode
Karawang
Jatimulya
Pedes
K1
Keceok
Karawang Barat
K2
Kutakarya
Kuta Waluya
K3
Subang
Mekarsari
Cikaum
S1
Marjim
Ciasem
S2
Pungangan
Patok Beusi
S3
Bogor
Petir
Dramaga
B1
Sindangbarang
Bogor Barat
B2
Cikarawang
Dramaga
B3
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Sebanyak 5 daun mentimun dari tanaman sampel yang menunjukkan gejala
daun berwarna kuning dan tulang daun berwarna hijau diambil dari masingmasing lokasi. Daun sampel kemudian dipetik, difoto, dan dikemas dengan
pelepah pisang segar. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar daun tidak mudah
layu, sehingga virus masih dapat diamati saat di laboratorium. Sampel dari semua
lokasi dibawa ke laboratorium dan disimpan pada suhu -80 °C.
Ekstraksi RNA Total
Ekstraksi RNA total mengacu pada metode Doyle dan Doyle (1987) yang
telah dimodifikasi. Sebanyak 0.1 gram daun mentimun yang bergejala digerus
menggunakan pistil dan mortar, dibantu dengan penambahan nitrogen cair
secukupnya. Setelah penggerusan, ditambahkan buffer ekstraksi CTAB (cetyl
trimethyl ammonium bromide) 500 µL yang ditambah 5 µL β-merkaptoetanol 1%
untuk membantu melisis sel. Sap hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung
effendorf dan dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 65 °C selama 30
menit (setiap 10 menit dibolak-balik selama satu menit). Tabung effendorf
diangkat dan didiamkan selama dua menit pada suhu ruang. Kemudian
ditambahkan C:I (chloroform: isoamil alcohol) sebanyak 500 µL dan
dihomogenkan. Setelah tercampur rata, disentrifugasi selama 17 menit 10.000
rpm. Supernatan diambil tanpa menyentuh layer dan dipindahkan ke tube baru,
ditambah sodium asetat sebanyak 10% dari supernatan dan isopropanol sebanyak
2/3 x (supernatan+sodium asetat). Disimpan pada suhu -20 °C selama semalam

4
atau dapat pula diinkubasi selama 2 jam pada suhu -80 °C. Setelah itu
disentrifugasi selama 17 menit dengan kecepatan 10.000 rpm dan supernatan
dibuang. Sebanyak 400 µL etanol 80% ditambahkan dan disentrifugasi kembali
selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Supernatan dibuang dan dikering
anginkan dengan cara tube dibalik dengan dilapisi tissue. Setelah kering,
ditambahkan buffer TE (10 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, pH 8) sebanyak 50 µL.
RNA total kemudian disimpan pada -20 °C hingga digunakan.
Sintesis cDNA
Reverse transcription (RT) atau transkripsi balik merupakan proses yang
digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Hasil reaksi RT adalah DNA
komplemen. RNA yang diperoleh ditanskripsikan menjadi DNA komplemen
(cDNA) dengan menggunakan teknik reverse transcription-polymerase chain
reaction (RT-PCR) pada mesin PCR. Komposisi reagen pada RT mengikuti
prosedur dari Thermo Scientific (USA) dengan total volume 10 µL terdiri atas 2
µL templat RNA, 2 µL Buffer RT 10x, 0.35 µL DTT (dithiothreitol) 10 mM, 0.5
µL dNTP (deoxyiribonukleotida trifosfate) 10 mM, 0.35 µL M-MuLV, 0.35 µL
RNAse inhibitor, 0.75 µL oligo d(T), dan 3.7 µL H2O. Reaksi RT diinkubasi
berturut-turut pada suhu 65 °C selama 5 menit, 42 °C selama 60 menit, dan 70 °C
selama 10 menit. Produk cDNA kemudian digunakan sebagai templat pada PCR.
Amplifikasi DNA
Reaksi PCR digunakan untuk memperbanyak pita cDNA yang telah
terbentuk dari proses RT. Sekuen primer untuk mendeteksi virus dengan
menggunakan pasangan primer spesifik, yaitu F-BamHI (5’-AATTAGGATCCAATACGGGAGGGGTTAGGAG-AAAT-3’) dan R-PstI (‘5-AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGCACAGTA-3’). Komposisi reaktan terdapat pada
Tabel 2, dan program PCR terdiri atas tahapan pradenaturasi pada suhu 94 °C
selama 5 menit, 35 siklus untuk denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik,
annealing pada suhu 50 °C selama satu menit, dan elongasi pada suhu 72 °C
selama satu menit, tahap pascaelongasi pada suhu 72 °C selama 10 menit, dan
penyimpanan pada suhu 4 °C.
Komposisi reaktan Polymerase chain reaction (PCR) untuk satu kali
reaksi amplifikasi DNA genom virus
Komponen
Volume (µL)
Go Tag Green 2x (Thermo scientific)
12.50
Primer forward (F-BamHI)
1.00
Primer reverese (R-PstI)
1.00
Cdna
2.00
H2O bebas nuklease
8.00
RBL-F 10µM
0.25
RBL-R 10µM
0.25
25.00
Total

Tabel 2

5
Visualisasi Hasil RT-PCR
Visualisasi hasil RT-PCR dilakukan dengan elektroforeis gel agarose 1%.
Gel agarose dibuat dengan melarutkan 0.4 gram agarose dalam 40 ml TBE 0.5X
(45 mM Tris-borate, 1 mM EDTA) dan dipanaskan menggunakan microwave
dengan suhu medium selama 2 menit. Larutan tersebut didinginkan hingga hangat
kuku, kemudian dituang ke dalam cetakan dan didiamkan ±1 jam. Gel yang telah
terbentuk dimasukkan kedalam mesin elektroforesis. DNA marker 1 kb sebanyak
5 µL dan produk PCR sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam masing-masing
sumuran gel. Elektroforesis dilakukan selama 50 menit dengan tegangan 50 volt.
Gel yang telah dielektroforesis direndam dalam ethium bromide selama 15 menit
dalam kondisi gelap, kemudian rendam dalam akuades selama 5 menit.
Visualisasi dilakukan di bawah transluminator UV dan didokumentasikan.
Perunutan Nukleotida
Perunutan nukelotida dilakukan di First Base, Malaysia untuk merunut hasil
amplifikasi gen protein selubung (CP) Polerovirus. Produk PCR sebanyak 50 µL
dan sebanyak 30 µL untuk masing-masing primer reverse dan primer forward
dikirim untuk disekuen. Hasil sikuen nukleotida produk PCR, yang merupakan
gen CP PeVYV dianalisis menggunakan program BLAST (www.ncbi.nlm.
nim.gov). Homologi gen CP antar anggota virus yang terdeposit dalam Genbank
dianalisis menggunakan program BioEdit untuk mendapatkan matriks identitas
(Hall 1999). Hasil dari analisis homologi, dianalisis kembali untuk mendapatkan
pohon filogenetika menggunakan program perangkat lunak molecular
evolutionary genetic analisis (MEGA 6) untuk memperkirakan tingkat evolusi
molekuler dan pengujian hipotesis evolusioner (Tamura et al. 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Mentimun di Lapangan
Survei yang dilakukan di beberapa lokasi di Karawang, Subang dan Bogor
menemukan banyak tanaman mentimun yang menunjukkan gejala berupa daun
menguning, tulang daun menebal dan berwarna hijau (vein banding). Gejala
tersebut mirip dengan gejala yang diinduksi PeVYV pada tanaman cabai di Bali;
daun cabai yang terinfeksi menunjukkan gejala klorosis, lamina daun menguning
di antara tulang daun. Tulang daun dan jaringan di sekitarnya tetap hijau sehingga
tampak menyirip. Buah cabai tidak mengalami perubahan bentuk atau malformasi
(Suastika et al. 2012). Pada buah mentimun terjadi malformasi buah, hal ini
dikarenakan virus tersebut terdapat pada jaringan floem tumbuhan sehingga
menghambat proses fotosintesis. Gejala yang ditemukan di lapangan disajikan
pada gambar 1.

Gambar 1

Gejala penyakit kuning vein banding pada daun mentimun
yang ditemukan di Karawang (K), Subang (S), dan Bogor (B)

Gejala akibat infeksi PeVYV pada tanaman mentimun agak sulit dibedakan
dengan gejala yang diinduksi oleh Geminivirus yaitu Tomato leaf curl New Delhi
virus (TLCNDV) dan Squash leaf curl china virus (SLCCNV). Pada tanaman
mentimun di Bogor TLCNDV menginduksi gejala daun menguning, tulang daun
lebih hijau, keriting, dan malformasi (Darsini 2015), sedangkan pada tanaman
mentimun di Bali SLCCNV menyebabkan gejala daun kuning, vein banding
dengan sekitar tulang daun kuning, namun daun tidak kerting seperti yang
diinduksi oleh TLCNDV (Adnyani 2015).

7
SLCCNV dan TLCNDV dapat ditularkan melalui vektor Bemicia tabaci
(Raccah B & Fereres A 2009), sedangkan PeVYV dapat ditularkan melalui vektor
Aphis gossypii dan Myzuz persicae (Hemiptera: Aphididae) (Yonaha et al. 1995).
Virus-virus tersebut tidak dapat ditularkan melalui benih karena SLCCNV dan
TLCNDV ditularkan oleh vektornya secara persisten sirkulatif (Raccah and
Fereres 2009), sedangkan PeVYV ditularkan secara semi peristen (Yonaha et al.
1995).
Infeksi virus pada tanaman dapat menurunkan laju proses fotosintesis
(terutama dalam tahap akhir siklus penyakit), sehingga mengakibatkan rendahnya
kandungan klorofil total daun, pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan
menghasilkan produksi yang rendah (Agrios 2005; Akin 2006). Semakin banyak
akumulasi virus di dalam tanaman maka semakin berkurang kloroplas yang
terbentuk di dalam tanaman. Gejala menguning (yellowing) akibat dari menurunya
efisiensi kloroplas saat fotosintesis (Akin 2006). Kebanyakan virus dapat
menyebabkan klorosis dan kerdil (Agrios 2005).
Deteksi Polerovirus melalui RT-PCR
Pasangan primer F-BamHI dan R-PstI yang digunakan dalam PCR pada
penelitian ini didesain untuk mengamplifikasi gen protein selubung (coat
protein/CP) dari PeVYV isolat cabai (Murakami et al. 2011). Hasil amplifikasi
akan melingkupi gen CP utuh mulai dari start codon di daerah upstream sampai
stop codon di daerah downstream, sehingga berdasarkan isolat virus yang
digunakan produk PCR berukuran +650 pb. Berdasarkan hasil amplifikasi dengan
teknik RT-PCR, sampel daun mentimun bergejala kuning dari Karawang, Subang,
dan Bogor terindikasi positif terinfeksi PeVYV. Fragmen DNA 650 pb terbentuk
pada produk RT-PCR dari RNA total yang diekstraksi dari semua sampel daun
mentimun sakit (Gambar 2). Isolat K2 menunjukkan pita DNA yang tipis,
kemungkinan titer yang didapatkan saat ekstraksi rendah. Faktor yang perlu
diperhatikan ketika akan dilakukan amplifikasi cDNA target adalah ketepatan
konsentrasi dan volume masing-masing komponen.

Gambar 2 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi melalui PCR menggunakan
primer spesifik PeVYV pada gel agarose 1%. Lajur M = marker
DNA ladder 100bp (Thermo Science, USA); Lajur K+ = Kontrol
positif (tanaman cabai terinfeksi PeVYV asal Bali); Lajur K1, K2,
dan K3 = sampel daun mentimun dari Karawang; Lajur S1, S2, dan
S3 = dari Subang; Lajur B1, B2, dan B3 = dari Bogor

8
Identifikasi Spesies Polerovirus berdasarkan Analisis Sekuen Nukleotida
Produk hasil RT-PCR satu dari masing-masing daerah berhasil disikuen dan
dianalisis sikuen nukleotidanya. Hasil sikuen dianalisis menggunakan program
BLAST (Basic local Alignment Search Tool) dalam situs www.ncbi.nlm.nih.gov.
Hasil analisis menunjukkan adanya kemiripan isolat mentimun asal Karawang,
Subang, dan Bogor dengan isolat virus yang termasuk dalam spesies Polerovirus.
Data isolat PeVYV yang sebelumnya telah terdaftar di Gen Bank rata-rata berasal
dari inang Solanaceae. Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa PeVYV
menginfeksi tanaman cabai (merah, paprika, dan rawit) (Murakami et al. 2011;
Suastika et al. 2011; Villanueva et al. 2013; Hasanah 2014).
Analisis sikuen nukleotida dengan menggunakan program BioEdit
menunjukkan bahwa isolat asal Karawang, Subang, dan Bogor memiliki homologi
yang yang tinggi dengan isolat-isolat PeVYV yang berasal dari Indonesia dan
negara lain, seperti Jepang, China, Mali, Thailand, Taiwan, Filipina, dan India.
Hasil analisis penjajaran sikuen nukleotida yang didapat berkisar 96-99% yang
menunjukkan adanya kemiripan sikuen nukleotida antarisolat yang sangat tinggi
(Tabel 3). Apabila dibandingkan dengan spesies lainnya dari genus yang sama
sebagai outgroup yaitu CABYV (Cucurbit aphid-borne yellow virus), maka
kesamaan sikuen nukleotidanya rendah berkisar 63-64%. Virus-virus
dikelompokkan dalam spesies yang sama apabila menunjukkan kesamaan sikuen
nukleotida gen selubung protein lebih dari 90% (Fauquet et al. 2005). Oleh karena
itu, dapat dinyatakan bahwa isolat PeVYV yang menginfeksi tanaman mentimun
di Karawang, Subang, dan Bogor adalah spesies virus yang sama dengan yang
dilaporkan di Bali (Indonesia) dan negara-negara lain seperti Jepang, China, Mali,
Thailand, Taiwan, Filipina, dan India.

9

Tabel 3 Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen protein selubung PeVYV asal Indonesia, Jepang, China, Mali, Thailand,
Taiwan, Filipina, India dan CABYV sebagai outgroup
No.

1

Isolat PeVYV

Tingkat Kesamaan1

Nomer
Aksesi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

1

Isolat S1

-

ID

2

Isolat B1

-

99%

ID

3

Isolat K1

-

98%

99%

ID

4

Bali_ID_Cabai

KR233839

98%

99%

99%

ID

5

Jepang_Paprika

AB594828

98%

99%

99%

100%

ID

6

Rembang_ID_Cabai

JX427532

97%

98%

98%

99%

99%

ID

7

China_Cabai

KP326573

96%

97%

97%

98%

98%

98%

ID

8

Mali_Paprika

JX427536

96%

96%

97%

97%

97%

97%

98%

9

Thailand_Cabai

JX427541

97%

97%

98%

98%

98%

98%

98% 99%

ID

10

Taiwan_Cabai

JX427542

97%

97%

98%

98%

98%

98%

99% 98%

98%

ID

11

Filipina_Cabai

JX427537

96%

97%

98%

98%

98%

98%

99% 97%

98%

99%

12

India_Ranti

JX427531

96%

97%

97%

98%

98%

98%

98% 98%

99%

98% 98%

13

CABYV-China

KF827828

63%

64%

64%

64%

64%

63%

63% 63%

63%

64% 63% 63%

13

ID

ID
ID
ID

Presentase tingkat kesamaan 9solate virus didapatkan dari perhitungan menggunakan BioEdit v7.1.7.0

9

10

Hubungan Kekerabatan PeVYV
Analisis pohon filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat PeVYV
mengindikasikan dua kelompok besar (Gambar 3). Kelompok pertama terdiri dari
isolat asal China, Filipina, Taiwan, Mali, Thailand, dan Rembang, sedangkan
kelompok kedua terdiri dari isolat asal PeVYV Bali, Jepang, Karawang, Subang,
dan Bogor. Isolat asal Karawang, Subang, dan Bogor kemungkinan memiliki
kekerabatan yang dekat dengan isolat asal Bali dan Jepang, sedangkan dengan
isolat CABYV memiliki kekerabatan yang sangat jauh.

Gambar 3 Pohon filogenetika yang menggambarkan hubungan kekerabatan gen
protein selubung protein isolat-isolat PeVYV dari Karawang, Subang,
dan Bogor dengan isolat-isolat PeVYV dari setiap kelompok gen
protein selubung PeVYV yang tersedia pada GenBank dengan analisis
neighbor joining menggunakan program MEGA 6. CABYV
digunakan sebagai outgroup

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis sikuen nukleotida gen CP bahwa virus yang berasosiasi
dengan penyakit kuning pada tanaman mentimun di Karawang, Subang, dan
Bogor adalah PeVYV. Laporan ini merupakan laporan pertama (di dunia) bahwa
PeVYV menginfeksi tanaman mentimun.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kejadian penyakit kuning
tanaman mentimun di lapangan, kisaran inang PeVYV, dan pengaruh infeksi
PeVYV terhadap kualitas dan kuantitas produksi buah mentimun.

12

DAFTAR PUSTAKA
Adnyani NNP. 2015. Cloning gen Squash leaf curl China virus penyebab
penyakit daun kuning pada tanaman mentimun [tesis]. Bali (ID): Sekolah
Pascasarjana Universitas Udayana.
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Buzkan N, Arpaci BB, Fakhfakh H, Moury B. 2013. High prevalence of
poleroviruses in field-grown pepper in Turkey and Tunisia [abstrak].
Archives of Virology. 158(4):881-885.
Darsini E. 2015. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dombrovsky A, Glanz E, Pearlsman M, Lachman O, Antignus Y. 2010.
Characterization of Pepper yellow leaf curl virus, a tentative new
Polerovirus species causing a yellowing disease of pepper. Phytoparasitica
38:477-486.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid total DNA preparation procedure for fresh
plant tissue. Focus 22(1):13-15.
Fanis S. 2013. Mentimun [Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]. Tersedia pada:
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/MENTIMUN.pdf.
Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA, editor. 2005. Virus
Taxonomy Eight Report of the International Committee on Taxonomy of
Viruses. San Diego: Virol Div Int Union of Microb Soc.
Hall TA. 1999. BioEdit: a user-friendly biological sequence aligment editor and
analysis program for Window 95/98/NT. Nucleic Acids Symposium Series
[Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]; 41: 95-98. Tersedia pada:
http://www.mbio.ncsu.edu/jwb/papers/1999/Hall1.pdf
Hasanah IR. 2014. Identifikasi spesies Polerovirus pada tanaman wortel melalui
analisis sekuen nukleotida gen coat protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
King AMQ, Adams MJ, Carsten EB, Lefkowitz EJ, editor. 2012. Virus
Taxonomy, Ninth Report of the International Committee on Taxonomy of
Viruses. London (UK): Elsevier Inc.
Knierim D, Deng TC, Tsai WS, Green SK, Kenyon L. 2010. Molecular
identification of three distinct Polerovirus species and a recombinant
Cucurbit aphid-borne yellows virus strain infecting cucurbit crops in
Taiwan. Plant Pathology 59:991–1002.
Lecoq H, Bourdin D, Wipe-scheibel C, Bon m, Lot H, Lemaire O, Herbach E.
1992. A new yellowing disease of cucurbits caused by a luteovirus,
Cucurbit aphid-borne yellows virus. Plant Pathology 41(6):749–761.
Murakami R, Nakashima N, Hinomoto N, Kawano S, Toyosato T. 2011. The
genome sequence of Pepper vein yellows virus (Family: Luteoviridae, genus
Polerovirus). Archives of Virology. 156(1):921-923. DOI:10.1007/s00705011-0956-5.
Raccah B, Fereres A. 2009. Plants virus transmission by insect. Chichester (US):
Encyclopedia of Life Sciences (ELS). John Wiley & Sons. Ltd. DOI:
10.1002/9780470015902.A0021525.a0000760.pub2.

13

Rubio L, Soong J, Kao J, Falk BW. 1999. Geographic distribution and molecular
variationof isolates of three whitefly-borne closteroviruses of Cucurbits:
Lettuce Infectious Yellows Virus, Cucurbit Yellow Stunting Disorder Virus,
and Beet Pseudo-Yellows Virus. Virology. 89 (8): 707-711.
Suastika G, Hartono S, Nyana IDN, Natsuaki T. 2012. Laporan pertama tentang
infeksi Polerovirus pada tanaman cabai di daerah Bali, Indonesia [Internet].
[diunduh 2015 Mei 20] Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(1):151-154.
Tersedia pada:http://journal.ipb.ac.id/index.php/jfiti/article/download/6789/
5233.
Sumpena U. 2007. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang
Gilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5:
Moleculer Evolutionary Geneticcs Analysis Using MaximumLikelihood,
Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Mol Biol Evol
[Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]; 28(10): 2731-2739. DOI:
10.1093/molbev/msr121.
Villanueva F, Castillo P, Font MI, Fernandez AA, Moriones E, Castillo JN. 2013.
First report of Pepper vein yellows virus infecting sweet pepper in Spain.
Plant Disease. 97(9): 1261.
Yonaha T, Toyosato T, Kawano S, Osaki T. 1995. Pepper vein yellows virus, a
novel Luteovirus from bell pepper plants in Japan. Annals Phytopathology
Society of Japan 61(3):178–184.

15

LAMPIRAN

16
Lampiran 1 Hasil penjajaran sikuen nukleotida fragmen DNA isolat PeVYV S1
(Subang),B1 (Bogor), dan K1 (Karawang)
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
10
20
30
40
50
Isolat S1
TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATGGT AAATCACATG GTGGATCACG
Isolat B1
TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATGAT AAATGACATG GTGGATCACG
Isolat K1
TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT GATGGAAATG GTGGATCACG
Bali_ID
ATGAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Jepang
ATGAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Rembang_ID
T-GAATACGG GAGGGGTTAG GAGTAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
China
T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAC AATGGAAATG GTGGATCACG
Mali
T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Thailand
T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Taiwan
T-GAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Filipina
T-GAATACGG GAGGAGTTAA GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
India
T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
CABYV-Chin
T-GAATACGG CCGCGGCTAG AAATCAAAAT GCAGGGA--G GCGGAG-GCG
Clustal Co
*******
* * **
*
*
* * ***
**

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
60
70
80
90
100
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGCAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGCAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GATTCGCCCT GTCGTTGTGG
AAGAAATCAG CGCTCTATAC GGC-GCGAC- -------CGC GTGGTTGTGG
* * *
**
* ** * * ****
*
** *******

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
110
120
130
140
150
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCGCA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCACACCCCC TGGGCGCACA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
TCAACCCCTC TGGGGGACCA CCGCGCGGAA GACGACAACG AAGAAAC--**
*** * **** * ** * *** ****
*** *** * ****

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
160
170
180
190
200
GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGACGGT CGAGCAACAG

17
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

GGCAGGAACC
GGCAGGAACC
GGCAGGAACC
GGCAGGAACC
GGCAGGAACC
GGCAGGAACC
CGCCGACGCC
** *
**

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
210
220
230
240
250
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAGACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
CGAAACATTC GTATTTTCAA AGGACAATCT CACGGGCAGT TCCTCAGGAA
*** ** *** * **
* *****
* ** ** *** *********

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
260
270
280
290
300
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTTGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT TTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
GTATCACTTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCCCAGCATT CAGCTCTGGA
* **** ** ********** ********* **
** *
****

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
310
320
330
340
350
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
ATACTCAAGG CCTACCATGA ATATAAGATC ATCATGGTCC AGCTGGAGTT
* ***** * ********** ********** * ****** * *
**

GAAGAAGCCG
GAAGAAGCCG
GAAGAAGCCG
GAAGAAGCCG
GAAGAAGCCG
GAAGAAGCCG
CTAATCGAGG
*
* *

AGATAGAGTT
AAATGGAGTT
AAATGGAGTT
AGATAGAGTT
AGATAGAGTT
AAATGGAGTT
AGGCAGAGCT
*
*** *

GGAGGAAGGT
GGAGGAAGGT
GGAGGAAGGT
GGAGGAAGGT
GGAGGAAGGT
GGAGGAAGGT
AGAGGAAGG***** **

CGAGCAACAG
CGAGCAATAG
CGAGCAACAG
CGAGCAACAG
CGAGCAACAG
CGAGCAACAG
--AGCCCAGG
***
*

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|

18
Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

360
370
380
390
400
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CATCTCCGAG GCCTCTTCCA CCTCCTCGGG CTCCATCTCT TATGAGTTGG
* **
**
********* * *
*** ******* ** ** *** ***

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
410
420
430
440
450
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
ACCCCCACTG CAAGCTTAGC TCCCTCCAAT CCACGATTAA TAAATTTGGA
********** ********
******* **** *
** **

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
460
470
480
490
500
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
ATCACCAAGA ATGGATTA-C GACGTTGGAC AGCTAAGCAA ATCAACGGGA
*******
**
* * *** **
*** *** ** ******

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
510
520
530
540
550
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGT
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA CGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC

19
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
TGGAATGGCA TGACGCAACT GAGGACCAAT TCAAGATCCT CTATAAAGGG
* ** ***** ** ** * ** ** **** * * * * ** *** *****

Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
560
570
580
590
600
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTGC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTGC TTCCAGATC- CGATTTACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTA
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
AATGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACCG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCTGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGGACAA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACTG
AATGGAACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACTG
AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
AACGGATCTT CCTCGGTTGC AGGCAG---C TTCAGGATCA CCATCAAGTG
** ** *
***** *
*
* **
**** * * *

....|....
Isolat S1
Isolat B1
Isolat K1
Bali_ID
Jepang
Rembang_ID
China
Mali
Thailand
Taiwan
Filipina
India
CABYV-Chin
Clustal Co

TGCAAAAAC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAACTGC
TGCAATTGC
TGCAATTGC
TGCAACTGC
CCAGGTC--

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 3 Oktober 1992, anak pertama
dari tiga bersaudara putri pasangan Bapak Ami Jumadianto W dan Suci Ratna
Dewi, S. Sos. Pada tahun 2011 penulis berhaasil menyelesaikan pendidikan di
SMA Muhammadiyah Wonosobo dan pada tahun yang sama terdaftar sebagai
mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis merupakan penerima
beasiswa BUMN.
Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti kegiatan kampus di luar
kegiatan akademik. Penulis pernah mengikuti organisasi sebagai Staf Komunikasi
dan Informasi BEM Fakultas Pertanian Kabinet Kavaleri dan anggota aktif
IKAMANOS. Kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain I-SHARE 2011, ISHARE 2012, NPV 2012, Masa Perkenalan Departemen 2012, I-SHARE 2013,
PENSI PTN 2013, dan PORSSITA 2014. Penulis juga mengikuti kegiatan
Summer Course Institut Pertanian Bogor - The University of Shiga Prefecture
2015.