Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Jawa Barat
i
DETEKSI Pepper vein yellow virus (PeVYV) PENYEBAB
PENYAKIT DAUN MERAH PADA TANAMAN WORTEL DI
JAWA BARAT
IKA ELY SUSANTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Deteksi Pepper
vein yellow virus (PeVYV) Penyebab Penyakit Daun Merah pada Tanaman
Wortel di Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ika Ely Susanti
NIM A34100042
*Pelimpahan hak atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
1
ABSTRAK
IKA ELY SUSANTI. Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab
Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Jawa Barat. Dibimbing oleh
GEDE SUASTIKA.
Penyakit daun merah (RLD) merupakan penyakit baru pada tanaman wortel
di Indonesia akibat infeksi virus. Gejala penyakit ditandai dengan daun berwarna
kemerahan tanpa adanya penghambatan pertumbuhan yang signifikan. Penyakit
yang ditemukan memiliki kemiripan dengan gejala akibat Carrot motley dwarf
(CMD) yang dilaporkan diberbagai negara di dunia. Meskipun gejala terlihat
sama, CMD disebabkan oleh Carrot red leaf virus (Polerovirus), sedangkan RLD
disebabkan oleh anggota Polerovirus lain, yaitu Pepper vein yellow virus
(PeVYV). PeVYV mempunyai kisaran inang yang sempit dan terbatas pada
tanaman cabai. Laporan tentang PeVYV menginfeksi tanaman wortel di Cipanas,
Cianjur adalah laporan pertama yang menyatakan bahwa virus ini mempunyai
inang lain selain cabai. Oleh karena itu, penelitian difokuskan untuk mengetahui
keberadaan PeVYV di sentra produksi wortel di Jawa Barat. Beberapa tanaman
wortel bergejala daun merah dikoleksi dari Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung
Barat), dan Cikajang (Garut). Berdasarkan hasil reverse trancription-polymerase
chain reaction, ditemukan bahwa PeVYV telah menyebar di ketiga lokasi. Semua
sampel dari Garut diketahui positif terinfeksi virus, oleh karena itu dapat diduga
bahwa PeVYV pertama kali menginfeksi tanaman wortel di Garut, kemudian baru
menyebar ke daerah lain di Jawa Barat. Tulisan ini merupakan laporan pertama
mengenai penyebaran PeVYV pada pertanaman wortel di Jawa Barat.
Kata kunci: Distribusi, Polerovirus, Sentra produksi, RT-PCR.
2
ABSTRACT
IKA ELY SUSANTI. Detection of Pepper vein yellow virus (PeVYV) Inducing
Red Leaf Disease on Carrots in West Java. Supervised by GEDE SUASTIKA.
Red leaf disease (RLD) is a new reported virus disease on carrot in
Indonesia. The disease was characterized by reddening of leaves without any
retardation of plant development. The disease was resemble to „carrot motley
dwarf (CMD)‟ reported worldwide. Although the symptom likely to be similar,
these two diseases were caused by two different viruses. CMD was caused by
infection of Carrot red leaf virus (Polerovirus). Whereas, RLD was induced by
other Polerovirus, Pepper vein yellow virus (PeVYV). PeVYV has a narrow host
range, limited on chili pepper. A report that PeVYV infect carrot in a field of
Cipanas, Cianjur was the first report for the virus having host plant other than
chili pepper. In this study, some surveys were conducted to elucidate the
occurrence of PeVYV in carrot production centers of West Java. Some carrot
plants showing RLD were collected from Cipanas (Cianjur), Lembang (West
Bandung), and Cikajang (Garut). Based on reverse trancription-polymerase chain
reaction analyses, it was found that PeVYV has been already occurred in the
areas. The fact that all samples from Garut were infected by the virus suggest that
PeVYV may first infected carrot plants in Garut, then spread to other areas of
West Java. This is the first report concerning the distribution of PeVYV on carrot
crops in West Java.
Keyword: Distribution, Polerovirus, Production centres, RT-PCR.
3
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
4
DETEKSI Pepper vein yellow virus (PeVYV) PENYEBAB
PENYAKIT DAUN MERAH PADA TANAMAN WORTEL DI
JAWA BARAT
IKA ELY SUSANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
5
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab
Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Jawa Barat
: Ika Ely Susanti
: A34100042
Disetujui oleh
Dr Ir Gede Suastika MSc
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus :
6
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab Penyakit Daun Merah pada
Tanaman Wortel di Jawa Barat”. Tugas akhir ini dibuat sebagai prasyarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis berterimakasih kepada:
1. Ayah, Ibu, dan Adik yang telah memberi dukungan baik moril dan materiil
2. Dr Ir Gede Suastika MSc karena telah bersedia menjadi dosen pembimbing
yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat
3. Dr Ir Ali Nurmansyah MSi selaku dosen pembimbing akademik (PA) yang
selalu memberikan nasehat
4. Dr Ir Idham Sakti Harahap MSi selaku dosen penguji tamu yang memberikan
saran perbaikan skripsi
5. Fitrianingrum K. SP MSi yang telah sabar membimbing dan membantu selama
penelitian di laboratorium
6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan
beasiswa Bidik Misi
7. Bapak Heru yang telah membantu pengambilan sampel di lapangan, Rahmad
Ramadhoni, Laboratorium Virologi Tumbuhan, Griya Pink, HKRB, temanteman Proteksi Tanaman khususnya angkatan 47 yang telah memberikan
dukungan, bantuan, dan kenangan indah, serta semua pihak yang telah
membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan ini. Semoga
hasil tugas akhir ini bisa memberikan manfaat.
Bogor, Juni 2014
Ika Ely Susanti
7
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Ekstrasi RNA Total
Sintesis complementary DNA
Amplifikasi DNA
Visualisasi Hasil RT-PCR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Lapangan
Verifikasi Infeksi PeVYV pada Tanaman Wortel yang
Memperlihatkan Gejala Penyakit Daun Merah
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
vii
vii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
6
6
9
10
11
11
12
13
8
DAFTAR GAMBAR
1 Variasi gejala penyakit pada tanaman wortel yang ditemukan di lapangan
2 Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan
primer spesifik PeVYV terhadap sampel tanaman wortel bergejala daun
merah
7
9
DAFTAR TABEL
1 Komponen RT-PCR satu kali reaksi
2 Komponen PCR satu kali reaksi
3 Jenis gejala pada tanaman wortel yang diperoleh dari lokasi pengambilan
sampel di lapangan
4 Kondisi lahan pengamatan dan pengambilan sampel
4
4
8
8
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang
peranan penting dalam sektor pertanian. Menurut Pasaribu (2007), kontribusi
hortikultura terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
merupakan terbesar kedua setelah sektor tanaman pangan pada tahun 2000-2004.
Laju pertumbuhan produksi dan luas panen komoditi wortel merupakan yang
paling tinggi pada tahun 2002-2005 untuk sayuran semusim, yaitu masing-masing
sebesar 16.46% dan 7.36%. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan konsumsi
wortel dari 0.42 kg/kapita/tahun menjadi 0.83 kg/kapita/tahun pada periode tahun
1990-2005.
Wortel (Daucus carota Linn.) merupakan salah satu produk hortikultura
Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Wortel merupakan tanaman
sayuran yang bisa ditanam sepanjang tahun. Tanaman ini termasuk famili
Umbelliferae yang berasal dari Asia Tengah kemudian tersebar ke berbagai
wilayah di seluruh dunia termasuk Indonesia. Wortel baik dibudidayakan terutama
di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih
pada ketinggian 1200 sampai 1500 meter di atas permukaan laut (Puslitbanghorti
2013). Di Indonesia, budidaya wortel pada awalnya hanya terkonsentrasi di Jawa
Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya
menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa (Rahman
2010).
Wortel mempunyai manfaat baik untuk tubuh. Kandungan vitamin A dari
wortel berfungsi menjaga kesehatan mata. Selain itu, wortel juga berguna sebagai
bahan obat dan kosmetik. Wortel merupakan sayuran yang umum dijumpai di
pasar-pasar tradisional maupun pasar modern. Harganya yang relatif terjangkau
membuat sayuran ini digemari masyarakat di seluruh Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produktivitas wortel di Indonesia dari
tahun 2009 sampai dengan 2012 selalu mengalami peningkatan, berturut- turut
yaitu 14.86 ton/ha, 14.87 ton/ha, 15.86 ton/ha, dan 15.86 ton/ha. Walaupun
demikian, produksi wortel di Indonesia masih tergolong rendah. Produksi wortel
belum mencapai tingkat yang optimal untuk skala industri. Rendahnya
produktivitas wortel disebabkan oleh beberapa faktor yaitu masih terbatasnya
varietas unggul, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), dan tehnik
budidaya yang belum intensif. Selain itu, paket teknologi pertanian yang diadopsi
petani di Indonesia masih tergolong rendah.
Berbagai jenis OPT menyerang tanaman wortel, antara lain dari golongan
hama, gulma, cendawan, nematoda, dan virus. Salah satu penyakit pada wortel
yang belum lama dilaporkan masuk ke Indonesia yaitu penyakit daun merah
akibat infeksi virus. Jenis virus yang dimaksud adalah Pepper vein yellow virus
(PeVYV) dari genus Polerovirus famili Luteoviridae. Gejala di lapangan yang
ditimbulkan PeVYV yaitu daun berubah warna menjadi kuning kemerahan. Di
Indonesia, virus ini sebelumnya telah dilaporkan menyerang tanaman cabai di
Bali oleh Suastika et al. (2012) hingga pada akhirnya dilaporkan juga menyerang
pertanaman wortel (Hasanah 2014) .
2
Menurut BPS (2013), Jawa Barat merupakan sentra produksi wortel terbesar
di Indonesia dengan rata-rata produksi dari tahun 2009 sampai dengan 2012
sebesar 119624.75 ton, akan tetapi luas panen untuk wilayah Jawa Barat semakin
berkurang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi wortel di Jawa
Barat dari tahun 2008 sampai tahun 2012 cenderung menurun (Dinas Pertanian
Jawa Barat 2012). Ancaman serangan PeVYV bisa segera meluas ke seluruh
daerah di Indonesia jika tidak segera diketahui keberadaanya atau penyebaranya
di lapangan, khusunya daerah Jawa Barat. Hal ini akan mengakibatkan penurunan
hasil panen yang lebih signifikan. Oleh karena itu penelitian tentang PeVYV di
Jawa Barat perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Pepper vein yellow
virus di daerah sentra produksi wortel di Jawa Barat.
Manfaat
Memberikan informasi tentang penyebaran PeVYV pada tanaman wortel di
Jawa Barat sehingga akan mempermudah dalam penanggulangan dan pencegahan
penyebaranya ke daerah lain.
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Survei dan pengambilan tanaman wortel yang terserang virus dilakukan di
sejumlah pertanaman wortel di tiga daerah di Jawa Barat yaitu Cipanas (Cianjur),
Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang (Garut). Pengambilan tanaman sampel
dilakukan dari bulan Maret 2013. Deteksi keberadaan virus dilakukan di
Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Bulan September 2013 sampai Maret
2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa sampel tanaman wortel yang diduga
terinfeksi virus, satu set Phille Korea Technology (PKT), reaktan untuk reverse
transcription (RT), dan polymerase chain reaction (PCR). Sedangkan alat yang
digunakan berupa kamera digital, komputer, dan alat tulis.
Metode
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Sebanyak 5 tanaman sampel yang diduga terinfeksi PeVYV dengan gejala
bagian daun kuning hingga kemerahan diambil dari masing-masing lokasi secara
acak. Sampel kemudian difoto, dicabut, dan dibungkus dengan pelepah pisang
segar untuk menjaga agar tanaman tidak layu sehingga virus masih tetap hidup
hingga sampai di laboratorium untuk diamati.
Ekstraksi RNA Total
Ekstraksi RNA total mengacu pada metode Phille Korea Technologi (PKT).
Sebanyak 0.1 gram daun wortel yang bergejala digerus dalam nitrogen cair
menggunakan mortar. Setelah penggerusan, ditambahkan buffer ekstraksi XPRB
(Plant RNA Lysis Solution 500 µl) yang ditambah 5 µl β-merkaptoetanol 1%
untuk membantu melisis sel. Sap hasil gerusan dimasukan ke dalam filter coloumn
dan disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 14000 rpm. Supernatan diambil
tanpa menyentuh pelet dan dipindahkan ke tube baru, ditambah ethanol absolut
sebanyak setengah dari volume supernatan tersebut. Setelah tercampur rata,
suspensi dipindah ke XPPLR mini coloumn, disentrifugasi selama 1 menit dengan
kecepatan 14000 rpm, kemudian supernatan dibuang. Sebanyak 500 µl buffer
WB1 dimasukan ke dalam XPPLR mini coloumn dan disentifugasi lagi selama 1
menit dengan kecepatan 14000 rpm. Supernatan dibuang kembali dan selanjutnya
dilakukan hal yang sama, tetapi dalam hal ini WB1 diganti dengan 750 µl buffer
WB2. XPPLR mini coloumn disentrifugasi lagi selama 3 menit untuk memastikan
bahwa coloumn benar-benar kering atau supernatan sudah tidak ada lagi. XPPLR
mini coloumn kemudian dipindah ke tube baru dan bagian tengahnya diberi
RNAse free water sebanyak 20 µl. Setelah didiamkan selama 1 menit, coloumn
kemudian disentrifugasi selama 2 menit untuk mendapatkan RNA murni. RNA
total kemudian disimpan pada – 80 oC hingga digunakan.
4
Sintesis Complementary(c)DNA
Reverse transcription (RT) atau transkripsi balik merupakan proses yang
digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Hasil reaksi RT adalah DNA untai
tunggal yang merupakan komplementer dari RNA virus target yang dijadikan
cetakan sehingga disebut complementery(c)DNA. Komposisi bahan yang
digunakan dalam reaksi RT tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi reaktan pada reverse transcription (RT) mengikuti prosedur
dari Thermo Scientific (US)
Komponen
Volume (µl)
ddH2O
3.2
Buffer RT 10x
1
DTT 50 mM
0.35
dNTPs 10 mM
2
MmuLV
0.35
RNAse Inhibitor
0.35
Random hexamer
0.75
RNA
2
Total
10
Reaksi RT dilakukan pada kondisi 25 oC selama 5 menit, 42 oC selama 60
menit, dan 70 oC selama 15 menit. cDNA produk RT selanjutnya digunakan
sebagai cetakan dalam proses PCR.
Amplifikasi DNA
Komposisi reaktan yang digunakan dalam proses PCR tercantum dalam
Tabel 2. Primer yang digunakan untuk mendeteksi virus dalam proses PCR adalah
pasangan primer yang spesifik untuk mendeteksi PeVYV yaitu CP-F: 5‟AATTAAGGATCCAATACGGGAGGGGTTAGGAGAAAT- 3‟ dan CP-R: 5‟AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGCACAGTA-3‟.
Program amplifikasi terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 5
menit; 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik,
annealing (pengintegrasian primer) pada suhu 50o C selama 1 menit, elongasi
(sintesis untai baru DNA) pada suhu 72o C selama 1 menit; dan dilanjutkan
elongasi akhir pada suhu 72 oC selama 10 menit. Hasil PCR disimpan pada suhu 4
o
C.
Tabel 2 Komposisi reaktan pada polymerase chain reaction (PCR) mengikuti
prosedur dari Thermo Scientific (US)
Komponen
Volume (µl)
ddH2O
8.5
Dream taq MM
12.5
Primer F
1
Primer R
1
cDNA
2
Total
25
5
Visualisasi Hasil RT- PCR
Amplifikasi DNA hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan
gel agarosa 1%. Gel agarosa dibuat dengan melarutkan 0.4 gram agarosa dalam
40 ml buffer TBE 0.5X (45 mM Tris-borate, 1 mM EDTA) dan dipanaskan di
dalam microwave dengan suhu medium selama 2 menit. Setelah suhunya turun
sampai sekitar 40 oC, larutan agarosa dituang ke dalam cetakan dan ditunggu
sampai padat. Gel kemudian dimasukan ke dalam mesin elektroforesis. Marker
DNA 1 kb sebanyak 5 µ l dan sampel hasil PCR sebanyak 10 µ l dimasukan ke
dalam masing-masing sumuran gel. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit
dengan tegangan sebesar 100 Volt. Gel yang telah dielektroforesis kemudian
direndam dalam ethidium bromida untuk pewarnaan selama 15 menit dalam
kondisi gelap. Visualisasi dilakukan di bawah transluminator UV.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit daun merah ditemukan di ketiga
daerah survei, yaitu Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang
(Garut). Penyakit yang ditemukan mempunyai gejala yang bervariasi, daun
berubah warna menjadi kuning hingga kemerahan. Gejala lanjut atau pada
serangan berat daun akan semakin berwarna merah hingga akhirnya seperti
terbakar.
Menurut Akin (2006), tanaman yang terinfeksi virus yang menunjukan
gejala mosaik atau kuning disebabkan karena adanya penurunan laju fotosintesis
akibat penurunan efisiensi kloroplas. Infeksi virus dapat menurunkan fiksasi CO 2
tanaman sampai 50%. Hasil metabolisme inang dimanfaatkan oleh virus untuk
proses replikasi (perbanyakan) sehingga menyebabkan tanaman tidak berkembang
secara normal.
Di lapangan, gejala awal penyakit berupa daun-daun berwarna kekuningan
sehingga sulit dibedakan dengan daun yang mengalami penuaan. Tanaman wortel
yang terinfeksi virus umumnya menguning pada bagian daun yang muda.
Beberapa umbi dari tanaman wortel yang bergejala ditemukan mengalami
malformasi (ukurannya lebih kecil atau bercabang), namun sebagian besar umbi
dari tanaman sakit tampak normal.
Menurut hasil identifikasi yang dilakukan oleh Hasanah (2014), RLD pada
tanaman wortel yang ditemukan di daerah Cianjur diketahui berasosiasi dengan
PeVYV. Virus ini telah dilaporkan sebelumnya oleh Suastika et al. (2012)
menginfeksi tanaman cabai di Bali. Gejala akibat infeksi PeVYV pada tanaman
wortel sulit dibedakan dengan gejala carrot motley dwarf (CMD). Menurut
Bunwarre et al. (2009), CMD diinduksi oleh dua virus yaitu Carrot red leaf virus
(Polerovirus) dan Carrot mottle virus (Umbravirus). Gejala PeVYV pada
tanaman wortel berbeda dengan gejala pada tanaman cabai. Menurut Suastika et
al. (2012), gejala PeVYV pada tanaman cabai berupa klorosis antar tulang daun.
Variasi gejala pada tanaman wortel yang ditemukan di lapangan disajikan pada
Gambar 1.
7
B
A
A
C
D
E
Gambar 1 Variasi gejala penyakit pada tanaman wortel yang ditemukan di
lapangan: daun berwarna kuning muda dengan bagian tepi berwarna
merah (A), daun berwarna merah kekuningan seperti terbakar (B),
daun berwarna kuning muda (C), daun berwarna merah (D), dan daun
berwarna merah keunguan pada bagian tepi (E).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, variasi gejala penyakit paling banyak
ditemukan di daerah Cikajang, yaitu 4 dari 5 variasi gejala (Tabel 3). Gejala yang
dominan ditemukan di Cikajang adalah gejala lanjut yaitu daun berwarna merah.
Gejala yang paling dominan ditemukan di Cipanas adalah daun kuning dengan
tepi kemerahan. Sedangkan untuk daerah Lembang, gejala yang paling banyak
ditemukan adalah daun berwarna merah kekuningan seperti terbakar (Gambar 1).
8
Tabel 3 Jenis gejala pada tanaman wortel yang diperoleh dari lokasi pengambilan
sampel di lapangan
Lokasi
Perubahan warna yang terjadi
Kode*
Cipanas
Lembang
Cikajang
pada daun
(Cianjur) (Bandung Barat) (Garut)
A
Kuning dengan tepi kemerahan
√
B
Merah kekuningan
√
√
C
Kuning muda
√
D
Merah
√
E
Merah keunguan bagian tepi
√
√
√
*Sesuai dengan kode pada Gambar 1
.
Pada saat survei, banyak tanaman wortel ditemukan dikoloni oleh kutudaun.
Kutudaun tersebut mempunyai fase dewasa berwarna hijau sampai hitam, hidup
berkelompok di bawah permukaan daun atau bagian pucuk tanaman. Terdapat
dugaan bahwa kutudaun ini berperan dalam penyebaran virus di lapangan.
Menurut Yonaha et al. (1995), PeVYV ditularkan oleh Aphis gossypii dan Myzus
persicae. Semua anggota Polerovirus ditularkan oleh vektornya secara persisten
sirkulatif (Raccah B dan Fereres A 2009). Namun demikian, pada saat survei tidak
dilakukan pengamatan tentang spesies dan kelimpahan populasinya.
Tabel 4 Kondisi lahan pengamatan dan pengambilan sampel
Lokasi
Ketinggian
Varietas
Pola tanam
(mdpl)*
Cipanas (Cianjur)
Lembang (Bandung
Barat)
Cikajang (Garut)
1225
1200-1500
Lokal cipanas
Lokal lembang
Tumpangsari
Monokultur
900-1200
Lokal cipanas
Monokultur
Perkiraan
kejadian
penyakit
< 1%
≥ 60%
< 1%
*Sumber: Amalia (2013) dan Kurniawati (2012); mdpl: meter di atas permukaan laut
Ketiga daerah merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari
900 mdpl (Tabel 4). Kondisi saat pengambilan sampel dari ketiga lokasi berbedabeda. Saat pengamatan di lapangan, untuk daerah Cipanas dan Cikajang tanaman
wortel yang diduga terinfeksi virus masih jarang ditemukan dari sekian banyak
lahan pengamatan. Dalam satu petak lahan hanya ditemukan paling banyak 4
tanaman yang menunjukan gejala terinfeksi virus. Secara deskriptif, perkiraan
presentase kejadian penyakitnya masih kurang dari 1%. Sedangkan untuk daerah
Lembang tanaman yang mempunyai gejala seperti terinfeksi virus sudah meluas,
hampir satu petak lahan terinfeksi, akibatnya sebagian besar tanaman terlihat
merah seperti terbakar. Perkiraan presentase kejadian penyakitnya sudah lebih
dari 60%. Menurut petani setempat, tanaman wortel tersebut sudah tidak bisa
dipanen lagi (gagal panen). Hal tersebut kemungkinan juga dikarenakan faktor
lingkungan, saat pengambilan sampel sedang musim kemarau sehingga memicu
perkembangan serangga vektor lebih banyak, akibatnya infeksi virus segera
meluas.
9
Gejala penyakit pada tanaman wortel yang terlihat di lapangan tidak semua
disebabkan oleh PeVYV. Beberapa faktor seperti virus lain atau faktor lingkungan
mungkin adalah penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
tanaman antara lain faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi
organisme pengganggu tanaman (faktor hidup) termasuk virus sedangkan faktor
abiotik adalah faktor lingkungan (faktor tidak hidup).
Verifikasi Infeksi PeVYV pada Tanaman Wortel yang Memperlihatkan
Gejala Penyakit Daun Merah
Infeksi virus berhasil diverifikasi dengan menggunakan RT-PCR (Gambar
2). PeVYV merupakan virus RNA utas tunggal (ssRNA), oleh karena itu perlu
disintesis cDNA terlebih dahulu melalui reaksi RT. Verifikasi infeksi PeVYV
berhasil dilakukan atau diamplifikasi menggunakan pasangan primer spesifik
PeVYV. Hasil visualisasi menunjukan bahwa virus target teramplifikasi sekitar
650 basepair (bp) sesuai dengan yang disebutkan dalam Rahayuningsih (2013).
M C3 C4 C5 C6 C7 L3 L6 L1 L2 L4 G1 G2 G5 G6 G7 (-)
± 650 bp
Gambar 2 Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan
primer spesifik PeVYV terhadap sampel tanaman wortel bergejala
daun merah yang diperoleh dari Cipanas, Cianjur (C); Lembang,
Bandung Barat (L); dan Cikajang, Garut (G); M: Marker DNA 1 Kb;
(-): kontrol negatif/tanaman sehat.
Berdasarkan hasil RT-PCR, sampel dari ketiga lokasi positif terinfeksi
PeVYV. Hal tersebut berarti bahwa PeVYV sudah menyebar di daerah Cipanas,
Lembang, dan Cikajang. Sampel dari Cipanas yang positif terinfeksi virus adalah
sampel dengan kode C6 (ditandai dengan terlihatnya pita DNA) sedangkan empat
lainya tidak terlihat pita DNA. Sampel dari Lembang yang positif adalah sampel
dengan kode L2, sedangkan sampel lainya tidak memperlihatkan pita DNA. Hal
ini tidak sebanding dengan presentase kejadian penyakit di lapangan. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua gejala yang muncul akibat
infeksi PeVYV, bisa disebabkan penyakit lain seperti CMD atau faktor lainya.
Sedangkan sampel dari Cikajang yang positif adalah sampel dengan kode G1, G2,
G5, G6, dan G7. Semua sampel dari Cikajang yang dideteksi dengan RT-PCR
positif terinfeksi virus. Hal ini sesuai dengan variasi gejala yang diperoleh dari
daerah tersebut (lebih banyak dibandingkan sampel dari Cipanas dan Lembang).
10
Berdasarkan simptomatologi dan hasil verifikasi dengan RT-PCR,
dikonfirmasi bahwa PeVYV telah tersebar di daerah sentra produksi wortel di
Jawa Barat. Berdasarkan data bahwa semua sampel tanaman yang dikoleksi dari
Cikajang terinfeksi PeVYV, dan hanya sebagian kecil sampel dari Cipanas dan
Lembang yang terinfeksi virus, maka dapat diduga bahwa PeVYV mungkin lebih
awal masuk ke daerah Cikajang (Garut) kemudian baru menyebar ke daerah
produksi wortel yang lain.
11
PENUTUP
Simpulan
PeVYV ditemukan sudah tersebar di daerah sentra produksi wortel di Jawa
Barat, yaitu Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang (Garut).
Berdasarkan jumlah sampel tanaman wortel bergejala daun merah yang terinfeksi
PeVYV, diduga bahwa virus ini lebih awal masuk dan menyebar di daerah
Cikajang (Garut), kemudian baru menyebar ke daerah lain di Jawa Barat.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang kelimpahan serangga vektor terhadap
kejadian penyakit dan kehilangan hasil di lapangan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Akin HS. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Amalia AW. 2013. Hubungan antara kejadian penyakit klorosis dan kerupuk
dengan keberadaan dua spesies kutu kebul pada tanaman tomat [thesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS]Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produksi, dan produktivitas wortel,
2009 – 2012 [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2013
November 02]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Dinas Pertanian Jawa Barat. 2012. Produksi sayuran [Internet]. Bandung (ID):
Dinas Pertanian Jawa Barat; [diunduh 2014 Maret 26]. Tersedia pada:
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/menu/Produksi_SAYURAN_20082012.pdf.
Hasanah IR. 2014. Identifikasi spesies Polerovirus pada tanaman wortel melalui
analisis sekuen nukleotida gen coat protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kurniawati F. 2012. Karakterisasi dan ekspresi gen coat protein Tomato infectious
chlorosis virus pada Escherechia coli [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pasaribu P. 2007. Analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi
usahatani wortel di Kabupaten Tegal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[Puslitbanghorti]Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2013.
Budidaya tanaman wortel [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian;
[diunduh
2013 November 11]. Tersedia pada: http://hortikultura.
litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=berita/fullteks_berita&id=363.
Raccah B and Fereres A. 2009. Plants virus transmision by insect. Chichester
(US): Encyclopedia of Life Sciences (ELS). John Wiley & Sons. Ltd. DOI:
10.1002/9780470015902.A0021525.a0000760.pub2.
Rahayuningsih T. 2013. Identifikasi spesies Polerovirus penyebab penyakit
klorosis pada tanaman cabai melalui sekuen nukleotida [skripsi]. Dept.
Proteksi Tanaman IPB: Bogor.
Rahman BB. 2010. Sejarah dan budidaya wortel [Internet]. Jakarta (ID):
Departemen Pertanian; [diunduh 2013 April 6]. Tersedia pada:
http://epetani.deptan.go.id/budidaya/sejarah-budidaya-wortel-873.
Suastika G, Hartono S, Nyana IDN, Natsuaki T. 2012. Laporan pertama tentang
infeksi Polerovirus pada tanaman cabai di daerah Bali, Indonesia. J.
Fitopatologi Indonesia. 8(5):151-154.
Yonaha T, Toyosato T, Kawano S, Osaki T. 1995. Pepper vein yellows virus, a
novel luteovirus from bell pepper plants in Japan. Ann. Phytopathol. Soc.
Jpn. 61:178–184.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 07 Juli 1992, anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Karjiman dan Suparsi. Tahun 2010 penulis
menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Rembang, dan pada tahun
yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama belajar di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
kemahasiswaan. Anggota Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (20112012), pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) (20122013), pengurus Entomologi Club (2012-2013). Tahun 2012 penulis magang di
Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB dan tahun 2013 magang di Balai Penyuluh
Pertanian (BPP) Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Entomologi
Umum (2013), asisten praktikum mata kuliah Pemanfaatan Pestidisida dalam
Proteksi Tanaman (2014), dan menjadi delegasi dalam lomba cerdas cermat seIndonesia dalam bidang perlindungan tanaman di UNPAD (2014). Selain aktif
dibidang kemahasiswaan, penulis juga aktif dibidang Kewirausahaan. Penulis juga
pernah didanai oleh DIKTI dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang
Kewirausahaan pada tahun 2013 dengan judul program “Dokar” Donat Bakar
Berbahan Dasar Singkong Upaya Peningkatan Gengsi Singkong sebagai
Alternatif Pangan.
DETEKSI Pepper vein yellow virus (PeVYV) PENYEBAB
PENYAKIT DAUN MERAH PADA TANAMAN WORTEL DI
JAWA BARAT
IKA ELY SUSANTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Deteksi Pepper
vein yellow virus (PeVYV) Penyebab Penyakit Daun Merah pada Tanaman
Wortel di Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ika Ely Susanti
NIM A34100042
*Pelimpahan hak atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
1
ABSTRAK
IKA ELY SUSANTI. Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab
Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Jawa Barat. Dibimbing oleh
GEDE SUASTIKA.
Penyakit daun merah (RLD) merupakan penyakit baru pada tanaman wortel
di Indonesia akibat infeksi virus. Gejala penyakit ditandai dengan daun berwarna
kemerahan tanpa adanya penghambatan pertumbuhan yang signifikan. Penyakit
yang ditemukan memiliki kemiripan dengan gejala akibat Carrot motley dwarf
(CMD) yang dilaporkan diberbagai negara di dunia. Meskipun gejala terlihat
sama, CMD disebabkan oleh Carrot red leaf virus (Polerovirus), sedangkan RLD
disebabkan oleh anggota Polerovirus lain, yaitu Pepper vein yellow virus
(PeVYV). PeVYV mempunyai kisaran inang yang sempit dan terbatas pada
tanaman cabai. Laporan tentang PeVYV menginfeksi tanaman wortel di Cipanas,
Cianjur adalah laporan pertama yang menyatakan bahwa virus ini mempunyai
inang lain selain cabai. Oleh karena itu, penelitian difokuskan untuk mengetahui
keberadaan PeVYV di sentra produksi wortel di Jawa Barat. Beberapa tanaman
wortel bergejala daun merah dikoleksi dari Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung
Barat), dan Cikajang (Garut). Berdasarkan hasil reverse trancription-polymerase
chain reaction, ditemukan bahwa PeVYV telah menyebar di ketiga lokasi. Semua
sampel dari Garut diketahui positif terinfeksi virus, oleh karena itu dapat diduga
bahwa PeVYV pertama kali menginfeksi tanaman wortel di Garut, kemudian baru
menyebar ke daerah lain di Jawa Barat. Tulisan ini merupakan laporan pertama
mengenai penyebaran PeVYV pada pertanaman wortel di Jawa Barat.
Kata kunci: Distribusi, Polerovirus, Sentra produksi, RT-PCR.
2
ABSTRACT
IKA ELY SUSANTI. Detection of Pepper vein yellow virus (PeVYV) Inducing
Red Leaf Disease on Carrots in West Java. Supervised by GEDE SUASTIKA.
Red leaf disease (RLD) is a new reported virus disease on carrot in
Indonesia. The disease was characterized by reddening of leaves without any
retardation of plant development. The disease was resemble to „carrot motley
dwarf (CMD)‟ reported worldwide. Although the symptom likely to be similar,
these two diseases were caused by two different viruses. CMD was caused by
infection of Carrot red leaf virus (Polerovirus). Whereas, RLD was induced by
other Polerovirus, Pepper vein yellow virus (PeVYV). PeVYV has a narrow host
range, limited on chili pepper. A report that PeVYV infect carrot in a field of
Cipanas, Cianjur was the first report for the virus having host plant other than
chili pepper. In this study, some surveys were conducted to elucidate the
occurrence of PeVYV in carrot production centers of West Java. Some carrot
plants showing RLD were collected from Cipanas (Cianjur), Lembang (West
Bandung), and Cikajang (Garut). Based on reverse trancription-polymerase chain
reaction analyses, it was found that PeVYV has been already occurred in the
areas. The fact that all samples from Garut were infected by the virus suggest that
PeVYV may first infected carrot plants in Garut, then spread to other areas of
West Java. This is the first report concerning the distribution of PeVYV on carrot
crops in West Java.
Keyword: Distribution, Polerovirus, Production centres, RT-PCR.
3
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
4
DETEKSI Pepper vein yellow virus (PeVYV) PENYEBAB
PENYAKIT DAUN MERAH PADA TANAMAN WORTEL DI
JAWA BARAT
IKA ELY SUSANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
5
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab
Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Jawa Barat
: Ika Ely Susanti
: A34100042
Disetujui oleh
Dr Ir Gede Suastika MSc
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus :
6
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Deteksi Pepper vein yellow virus (PeVYV) Penyebab Penyakit Daun Merah pada
Tanaman Wortel di Jawa Barat”. Tugas akhir ini dibuat sebagai prasyarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (SP) pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis berterimakasih kepada:
1. Ayah, Ibu, dan Adik yang telah memberi dukungan baik moril dan materiil
2. Dr Ir Gede Suastika MSc karena telah bersedia menjadi dosen pembimbing
yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat
3. Dr Ir Ali Nurmansyah MSi selaku dosen pembimbing akademik (PA) yang
selalu memberikan nasehat
4. Dr Ir Idham Sakti Harahap MSi selaku dosen penguji tamu yang memberikan
saran perbaikan skripsi
5. Fitrianingrum K. SP MSi yang telah sabar membimbing dan membantu selama
penelitian di laboratorium
6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan
beasiswa Bidik Misi
7. Bapak Heru yang telah membantu pengambilan sampel di lapangan, Rahmad
Ramadhoni, Laboratorium Virologi Tumbuhan, Griya Pink, HKRB, temanteman Proteksi Tanaman khususnya angkatan 47 yang telah memberikan
dukungan, bantuan, dan kenangan indah, serta semua pihak yang telah
membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan ini. Semoga
hasil tugas akhir ini bisa memberikan manfaat.
Bogor, Juni 2014
Ika Ely Susanti
7
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Ekstrasi RNA Total
Sintesis complementary DNA
Amplifikasi DNA
Visualisasi Hasil RT-PCR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Lapangan
Verifikasi Infeksi PeVYV pada Tanaman Wortel yang
Memperlihatkan Gejala Penyakit Daun Merah
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
vii
vii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
6
6
9
10
11
11
12
13
8
DAFTAR GAMBAR
1 Variasi gejala penyakit pada tanaman wortel yang ditemukan di lapangan
2 Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan
primer spesifik PeVYV terhadap sampel tanaman wortel bergejala daun
merah
7
9
DAFTAR TABEL
1 Komponen RT-PCR satu kali reaksi
2 Komponen PCR satu kali reaksi
3 Jenis gejala pada tanaman wortel yang diperoleh dari lokasi pengambilan
sampel di lapangan
4 Kondisi lahan pengamatan dan pengambilan sampel
4
4
8
8
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hortikultura termasuk salah satu subsektor yang memegang
peranan penting dalam sektor pertanian. Menurut Pasaribu (2007), kontribusi
hortikultura terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
merupakan terbesar kedua setelah sektor tanaman pangan pada tahun 2000-2004.
Laju pertumbuhan produksi dan luas panen komoditi wortel merupakan yang
paling tinggi pada tahun 2002-2005 untuk sayuran semusim, yaitu masing-masing
sebesar 16.46% dan 7.36%. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan konsumsi
wortel dari 0.42 kg/kapita/tahun menjadi 0.83 kg/kapita/tahun pada periode tahun
1990-2005.
Wortel (Daucus carota Linn.) merupakan salah satu produk hortikultura
Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Wortel merupakan tanaman
sayuran yang bisa ditanam sepanjang tahun. Tanaman ini termasuk famili
Umbelliferae yang berasal dari Asia Tengah kemudian tersebar ke berbagai
wilayah di seluruh dunia termasuk Indonesia. Wortel baik dibudidayakan terutama
di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih
pada ketinggian 1200 sampai 1500 meter di atas permukaan laut (Puslitbanghorti
2013). Di Indonesia, budidaya wortel pada awalnya hanya terkonsentrasi di Jawa
Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya
menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa (Rahman
2010).
Wortel mempunyai manfaat baik untuk tubuh. Kandungan vitamin A dari
wortel berfungsi menjaga kesehatan mata. Selain itu, wortel juga berguna sebagai
bahan obat dan kosmetik. Wortel merupakan sayuran yang umum dijumpai di
pasar-pasar tradisional maupun pasar modern. Harganya yang relatif terjangkau
membuat sayuran ini digemari masyarakat di seluruh Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produktivitas wortel di Indonesia dari
tahun 2009 sampai dengan 2012 selalu mengalami peningkatan, berturut- turut
yaitu 14.86 ton/ha, 14.87 ton/ha, 15.86 ton/ha, dan 15.86 ton/ha. Walaupun
demikian, produksi wortel di Indonesia masih tergolong rendah. Produksi wortel
belum mencapai tingkat yang optimal untuk skala industri. Rendahnya
produktivitas wortel disebabkan oleh beberapa faktor yaitu masih terbatasnya
varietas unggul, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), dan tehnik
budidaya yang belum intensif. Selain itu, paket teknologi pertanian yang diadopsi
petani di Indonesia masih tergolong rendah.
Berbagai jenis OPT menyerang tanaman wortel, antara lain dari golongan
hama, gulma, cendawan, nematoda, dan virus. Salah satu penyakit pada wortel
yang belum lama dilaporkan masuk ke Indonesia yaitu penyakit daun merah
akibat infeksi virus. Jenis virus yang dimaksud adalah Pepper vein yellow virus
(PeVYV) dari genus Polerovirus famili Luteoviridae. Gejala di lapangan yang
ditimbulkan PeVYV yaitu daun berubah warna menjadi kuning kemerahan. Di
Indonesia, virus ini sebelumnya telah dilaporkan menyerang tanaman cabai di
Bali oleh Suastika et al. (2012) hingga pada akhirnya dilaporkan juga menyerang
pertanaman wortel (Hasanah 2014) .
2
Menurut BPS (2013), Jawa Barat merupakan sentra produksi wortel terbesar
di Indonesia dengan rata-rata produksi dari tahun 2009 sampai dengan 2012
sebesar 119624.75 ton, akan tetapi luas panen untuk wilayah Jawa Barat semakin
berkurang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Produksi wortel di Jawa
Barat dari tahun 2008 sampai tahun 2012 cenderung menurun (Dinas Pertanian
Jawa Barat 2012). Ancaman serangan PeVYV bisa segera meluas ke seluruh
daerah di Indonesia jika tidak segera diketahui keberadaanya atau penyebaranya
di lapangan, khusunya daerah Jawa Barat. Hal ini akan mengakibatkan penurunan
hasil panen yang lebih signifikan. Oleh karena itu penelitian tentang PeVYV di
Jawa Barat perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan Pepper vein yellow
virus di daerah sentra produksi wortel di Jawa Barat.
Manfaat
Memberikan informasi tentang penyebaran PeVYV pada tanaman wortel di
Jawa Barat sehingga akan mempermudah dalam penanggulangan dan pencegahan
penyebaranya ke daerah lain.
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Survei dan pengambilan tanaman wortel yang terserang virus dilakukan di
sejumlah pertanaman wortel di tiga daerah di Jawa Barat yaitu Cipanas (Cianjur),
Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang (Garut). Pengambilan tanaman sampel
dilakukan dari bulan Maret 2013. Deteksi keberadaan virus dilakukan di
Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari Bulan September 2013 sampai Maret
2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan berupa sampel tanaman wortel yang diduga
terinfeksi virus, satu set Phille Korea Technology (PKT), reaktan untuk reverse
transcription (RT), dan polymerase chain reaction (PCR). Sedangkan alat yang
digunakan berupa kamera digital, komputer, dan alat tulis.
Metode
Pengambilan Sampel Tanaman Sakit di Lapangan
Sebanyak 5 tanaman sampel yang diduga terinfeksi PeVYV dengan gejala
bagian daun kuning hingga kemerahan diambil dari masing-masing lokasi secara
acak. Sampel kemudian difoto, dicabut, dan dibungkus dengan pelepah pisang
segar untuk menjaga agar tanaman tidak layu sehingga virus masih tetap hidup
hingga sampai di laboratorium untuk diamati.
Ekstraksi RNA Total
Ekstraksi RNA total mengacu pada metode Phille Korea Technologi (PKT).
Sebanyak 0.1 gram daun wortel yang bergejala digerus dalam nitrogen cair
menggunakan mortar. Setelah penggerusan, ditambahkan buffer ekstraksi XPRB
(Plant RNA Lysis Solution 500 µl) yang ditambah 5 µl β-merkaptoetanol 1%
untuk membantu melisis sel. Sap hasil gerusan dimasukan ke dalam filter coloumn
dan disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 14000 rpm. Supernatan diambil
tanpa menyentuh pelet dan dipindahkan ke tube baru, ditambah ethanol absolut
sebanyak setengah dari volume supernatan tersebut. Setelah tercampur rata,
suspensi dipindah ke XPPLR mini coloumn, disentrifugasi selama 1 menit dengan
kecepatan 14000 rpm, kemudian supernatan dibuang. Sebanyak 500 µl buffer
WB1 dimasukan ke dalam XPPLR mini coloumn dan disentifugasi lagi selama 1
menit dengan kecepatan 14000 rpm. Supernatan dibuang kembali dan selanjutnya
dilakukan hal yang sama, tetapi dalam hal ini WB1 diganti dengan 750 µl buffer
WB2. XPPLR mini coloumn disentrifugasi lagi selama 3 menit untuk memastikan
bahwa coloumn benar-benar kering atau supernatan sudah tidak ada lagi. XPPLR
mini coloumn kemudian dipindah ke tube baru dan bagian tengahnya diberi
RNAse free water sebanyak 20 µl. Setelah didiamkan selama 1 menit, coloumn
kemudian disentrifugasi selama 2 menit untuk mendapatkan RNA murni. RNA
total kemudian disimpan pada – 80 oC hingga digunakan.
4
Sintesis Complementary(c)DNA
Reverse transcription (RT) atau transkripsi balik merupakan proses yang
digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Hasil reaksi RT adalah DNA untai
tunggal yang merupakan komplementer dari RNA virus target yang dijadikan
cetakan sehingga disebut complementery(c)DNA. Komposisi bahan yang
digunakan dalam reaksi RT tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi reaktan pada reverse transcription (RT) mengikuti prosedur
dari Thermo Scientific (US)
Komponen
Volume (µl)
ddH2O
3.2
Buffer RT 10x
1
DTT 50 mM
0.35
dNTPs 10 mM
2
MmuLV
0.35
RNAse Inhibitor
0.35
Random hexamer
0.75
RNA
2
Total
10
Reaksi RT dilakukan pada kondisi 25 oC selama 5 menit, 42 oC selama 60
menit, dan 70 oC selama 15 menit. cDNA produk RT selanjutnya digunakan
sebagai cetakan dalam proses PCR.
Amplifikasi DNA
Komposisi reaktan yang digunakan dalam proses PCR tercantum dalam
Tabel 2. Primer yang digunakan untuk mendeteksi virus dalam proses PCR adalah
pasangan primer yang spesifik untuk mendeteksi PeVYV yaitu CP-F: 5‟AATTAAGGATCCAATACGGGAGGGGTTAGGAGAAAT- 3‟ dan CP-R: 5‟AATTAACTGCAGTTTCGGGTTGTGCAATTGCACAGTA-3‟.
Program amplifikasi terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 5
menit; 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik,
annealing (pengintegrasian primer) pada suhu 50o C selama 1 menit, elongasi
(sintesis untai baru DNA) pada suhu 72o C selama 1 menit; dan dilanjutkan
elongasi akhir pada suhu 72 oC selama 10 menit. Hasil PCR disimpan pada suhu 4
o
C.
Tabel 2 Komposisi reaktan pada polymerase chain reaction (PCR) mengikuti
prosedur dari Thermo Scientific (US)
Komponen
Volume (µl)
ddH2O
8.5
Dream taq MM
12.5
Primer F
1
Primer R
1
cDNA
2
Total
25
5
Visualisasi Hasil RT- PCR
Amplifikasi DNA hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan
gel agarosa 1%. Gel agarosa dibuat dengan melarutkan 0.4 gram agarosa dalam
40 ml buffer TBE 0.5X (45 mM Tris-borate, 1 mM EDTA) dan dipanaskan di
dalam microwave dengan suhu medium selama 2 menit. Setelah suhunya turun
sampai sekitar 40 oC, larutan agarosa dituang ke dalam cetakan dan ditunggu
sampai padat. Gel kemudian dimasukan ke dalam mesin elektroforesis. Marker
DNA 1 kb sebanyak 5 µ l dan sampel hasil PCR sebanyak 10 µ l dimasukan ke
dalam masing-masing sumuran gel. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit
dengan tegangan sebesar 100 Volt. Gel yang telah dielektroforesis kemudian
direndam dalam ethidium bromida untuk pewarnaan selama 15 menit dalam
kondisi gelap. Visualisasi dilakukan di bawah transluminator UV.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit Daun Merah pada Tanaman Wortel di Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit daun merah ditemukan di ketiga
daerah survei, yaitu Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang
(Garut). Penyakit yang ditemukan mempunyai gejala yang bervariasi, daun
berubah warna menjadi kuning hingga kemerahan. Gejala lanjut atau pada
serangan berat daun akan semakin berwarna merah hingga akhirnya seperti
terbakar.
Menurut Akin (2006), tanaman yang terinfeksi virus yang menunjukan
gejala mosaik atau kuning disebabkan karena adanya penurunan laju fotosintesis
akibat penurunan efisiensi kloroplas. Infeksi virus dapat menurunkan fiksasi CO 2
tanaman sampai 50%. Hasil metabolisme inang dimanfaatkan oleh virus untuk
proses replikasi (perbanyakan) sehingga menyebabkan tanaman tidak berkembang
secara normal.
Di lapangan, gejala awal penyakit berupa daun-daun berwarna kekuningan
sehingga sulit dibedakan dengan daun yang mengalami penuaan. Tanaman wortel
yang terinfeksi virus umumnya menguning pada bagian daun yang muda.
Beberapa umbi dari tanaman wortel yang bergejala ditemukan mengalami
malformasi (ukurannya lebih kecil atau bercabang), namun sebagian besar umbi
dari tanaman sakit tampak normal.
Menurut hasil identifikasi yang dilakukan oleh Hasanah (2014), RLD pada
tanaman wortel yang ditemukan di daerah Cianjur diketahui berasosiasi dengan
PeVYV. Virus ini telah dilaporkan sebelumnya oleh Suastika et al. (2012)
menginfeksi tanaman cabai di Bali. Gejala akibat infeksi PeVYV pada tanaman
wortel sulit dibedakan dengan gejala carrot motley dwarf (CMD). Menurut
Bunwarre et al. (2009), CMD diinduksi oleh dua virus yaitu Carrot red leaf virus
(Polerovirus) dan Carrot mottle virus (Umbravirus). Gejala PeVYV pada
tanaman wortel berbeda dengan gejala pada tanaman cabai. Menurut Suastika et
al. (2012), gejala PeVYV pada tanaman cabai berupa klorosis antar tulang daun.
Variasi gejala pada tanaman wortel yang ditemukan di lapangan disajikan pada
Gambar 1.
7
B
A
A
C
D
E
Gambar 1 Variasi gejala penyakit pada tanaman wortel yang ditemukan di
lapangan: daun berwarna kuning muda dengan bagian tepi berwarna
merah (A), daun berwarna merah kekuningan seperti terbakar (B),
daun berwarna kuning muda (C), daun berwarna merah (D), dan daun
berwarna merah keunguan pada bagian tepi (E).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, variasi gejala penyakit paling banyak
ditemukan di daerah Cikajang, yaitu 4 dari 5 variasi gejala (Tabel 3). Gejala yang
dominan ditemukan di Cikajang adalah gejala lanjut yaitu daun berwarna merah.
Gejala yang paling dominan ditemukan di Cipanas adalah daun kuning dengan
tepi kemerahan. Sedangkan untuk daerah Lembang, gejala yang paling banyak
ditemukan adalah daun berwarna merah kekuningan seperti terbakar (Gambar 1).
8
Tabel 3 Jenis gejala pada tanaman wortel yang diperoleh dari lokasi pengambilan
sampel di lapangan
Lokasi
Perubahan warna yang terjadi
Kode*
Cipanas
Lembang
Cikajang
pada daun
(Cianjur) (Bandung Barat) (Garut)
A
Kuning dengan tepi kemerahan
√
B
Merah kekuningan
√
√
C
Kuning muda
√
D
Merah
√
E
Merah keunguan bagian tepi
√
√
√
*Sesuai dengan kode pada Gambar 1
.
Pada saat survei, banyak tanaman wortel ditemukan dikoloni oleh kutudaun.
Kutudaun tersebut mempunyai fase dewasa berwarna hijau sampai hitam, hidup
berkelompok di bawah permukaan daun atau bagian pucuk tanaman. Terdapat
dugaan bahwa kutudaun ini berperan dalam penyebaran virus di lapangan.
Menurut Yonaha et al. (1995), PeVYV ditularkan oleh Aphis gossypii dan Myzus
persicae. Semua anggota Polerovirus ditularkan oleh vektornya secara persisten
sirkulatif (Raccah B dan Fereres A 2009). Namun demikian, pada saat survei tidak
dilakukan pengamatan tentang spesies dan kelimpahan populasinya.
Tabel 4 Kondisi lahan pengamatan dan pengambilan sampel
Lokasi
Ketinggian
Varietas
Pola tanam
(mdpl)*
Cipanas (Cianjur)
Lembang (Bandung
Barat)
Cikajang (Garut)
1225
1200-1500
Lokal cipanas
Lokal lembang
Tumpangsari
Monokultur
900-1200
Lokal cipanas
Monokultur
Perkiraan
kejadian
penyakit
< 1%
≥ 60%
< 1%
*Sumber: Amalia (2013) dan Kurniawati (2012); mdpl: meter di atas permukaan laut
Ketiga daerah merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari
900 mdpl (Tabel 4). Kondisi saat pengambilan sampel dari ketiga lokasi berbedabeda. Saat pengamatan di lapangan, untuk daerah Cipanas dan Cikajang tanaman
wortel yang diduga terinfeksi virus masih jarang ditemukan dari sekian banyak
lahan pengamatan. Dalam satu petak lahan hanya ditemukan paling banyak 4
tanaman yang menunjukan gejala terinfeksi virus. Secara deskriptif, perkiraan
presentase kejadian penyakitnya masih kurang dari 1%. Sedangkan untuk daerah
Lembang tanaman yang mempunyai gejala seperti terinfeksi virus sudah meluas,
hampir satu petak lahan terinfeksi, akibatnya sebagian besar tanaman terlihat
merah seperti terbakar. Perkiraan presentase kejadian penyakitnya sudah lebih
dari 60%. Menurut petani setempat, tanaman wortel tersebut sudah tidak bisa
dipanen lagi (gagal panen). Hal tersebut kemungkinan juga dikarenakan faktor
lingkungan, saat pengambilan sampel sedang musim kemarau sehingga memicu
perkembangan serangga vektor lebih banyak, akibatnya infeksi virus segera
meluas.
9
Gejala penyakit pada tanaman wortel yang terlihat di lapangan tidak semua
disebabkan oleh PeVYV. Beberapa faktor seperti virus lain atau faktor lingkungan
mungkin adalah penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
tanaman antara lain faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi
organisme pengganggu tanaman (faktor hidup) termasuk virus sedangkan faktor
abiotik adalah faktor lingkungan (faktor tidak hidup).
Verifikasi Infeksi PeVYV pada Tanaman Wortel yang Memperlihatkan
Gejala Penyakit Daun Merah
Infeksi virus berhasil diverifikasi dengan menggunakan RT-PCR (Gambar
2). PeVYV merupakan virus RNA utas tunggal (ssRNA), oleh karena itu perlu
disintesis cDNA terlebih dahulu melalui reaksi RT. Verifikasi infeksi PeVYV
berhasil dilakukan atau diamplifikasi menggunakan pasangan primer spesifik
PeVYV. Hasil visualisasi menunjukan bahwa virus target teramplifikasi sekitar
650 basepair (bp) sesuai dengan yang disebutkan dalam Rahayuningsih (2013).
M C3 C4 C5 C6 C7 L3 L6 L1 L2 L4 G1 G2 G5 G6 G7 (-)
± 650 bp
Gambar 2 Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan
primer spesifik PeVYV terhadap sampel tanaman wortel bergejala
daun merah yang diperoleh dari Cipanas, Cianjur (C); Lembang,
Bandung Barat (L); dan Cikajang, Garut (G); M: Marker DNA 1 Kb;
(-): kontrol negatif/tanaman sehat.
Berdasarkan hasil RT-PCR, sampel dari ketiga lokasi positif terinfeksi
PeVYV. Hal tersebut berarti bahwa PeVYV sudah menyebar di daerah Cipanas,
Lembang, dan Cikajang. Sampel dari Cipanas yang positif terinfeksi virus adalah
sampel dengan kode C6 (ditandai dengan terlihatnya pita DNA) sedangkan empat
lainya tidak terlihat pita DNA. Sampel dari Lembang yang positif adalah sampel
dengan kode L2, sedangkan sampel lainya tidak memperlihatkan pita DNA. Hal
ini tidak sebanding dengan presentase kejadian penyakit di lapangan. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua gejala yang muncul akibat
infeksi PeVYV, bisa disebabkan penyakit lain seperti CMD atau faktor lainya.
Sedangkan sampel dari Cikajang yang positif adalah sampel dengan kode G1, G2,
G5, G6, dan G7. Semua sampel dari Cikajang yang dideteksi dengan RT-PCR
positif terinfeksi virus. Hal ini sesuai dengan variasi gejala yang diperoleh dari
daerah tersebut (lebih banyak dibandingkan sampel dari Cipanas dan Lembang).
10
Berdasarkan simptomatologi dan hasil verifikasi dengan RT-PCR,
dikonfirmasi bahwa PeVYV telah tersebar di daerah sentra produksi wortel di
Jawa Barat. Berdasarkan data bahwa semua sampel tanaman yang dikoleksi dari
Cikajang terinfeksi PeVYV, dan hanya sebagian kecil sampel dari Cipanas dan
Lembang yang terinfeksi virus, maka dapat diduga bahwa PeVYV mungkin lebih
awal masuk ke daerah Cikajang (Garut) kemudian baru menyebar ke daerah
produksi wortel yang lain.
11
PENUTUP
Simpulan
PeVYV ditemukan sudah tersebar di daerah sentra produksi wortel di Jawa
Barat, yaitu Cipanas (Cianjur), Lembang (Bandung Barat), dan Cikajang (Garut).
Berdasarkan jumlah sampel tanaman wortel bergejala daun merah yang terinfeksi
PeVYV, diduga bahwa virus ini lebih awal masuk dan menyebar di daerah
Cikajang (Garut), kemudian baru menyebar ke daerah lain di Jawa Barat.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang kelimpahan serangga vektor terhadap
kejadian penyakit dan kehilangan hasil di lapangan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Akin HS. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Amalia AW. 2013. Hubungan antara kejadian penyakit klorosis dan kerupuk
dengan keberadaan dua spesies kutu kebul pada tanaman tomat [thesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPS]Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produksi, dan produktivitas wortel,
2009 – 2012 [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2013
November 02]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.
Dinas Pertanian Jawa Barat. 2012. Produksi sayuran [Internet]. Bandung (ID):
Dinas Pertanian Jawa Barat; [diunduh 2014 Maret 26]. Tersedia pada:
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/menu/Produksi_SAYURAN_20082012.pdf.
Hasanah IR. 2014. Identifikasi spesies Polerovirus pada tanaman wortel melalui
analisis sekuen nukleotida gen coat protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kurniawati F. 2012. Karakterisasi dan ekspresi gen coat protein Tomato infectious
chlorosis virus pada Escherechia coli [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pasaribu P. 2007. Analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi
usahatani wortel di Kabupaten Tegal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[Puslitbanghorti]Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2013.
Budidaya tanaman wortel [Internet]. Jakarta (ID): Departemen Pertanian;
[diunduh
2013 November 11]. Tersedia pada: http://hortikultura.
litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=berita/fullteks_berita&id=363.
Raccah B and Fereres A. 2009. Plants virus transmision by insect. Chichester
(US): Encyclopedia of Life Sciences (ELS). John Wiley & Sons. Ltd. DOI:
10.1002/9780470015902.A0021525.a0000760.pub2.
Rahayuningsih T. 2013. Identifikasi spesies Polerovirus penyebab penyakit
klorosis pada tanaman cabai melalui sekuen nukleotida [skripsi]. Dept.
Proteksi Tanaman IPB: Bogor.
Rahman BB. 2010. Sejarah dan budidaya wortel [Internet]. Jakarta (ID):
Departemen Pertanian; [diunduh 2013 April 6]. Tersedia pada:
http://epetani.deptan.go.id/budidaya/sejarah-budidaya-wortel-873.
Suastika G, Hartono S, Nyana IDN, Natsuaki T. 2012. Laporan pertama tentang
infeksi Polerovirus pada tanaman cabai di daerah Bali, Indonesia. J.
Fitopatologi Indonesia. 8(5):151-154.
Yonaha T, Toyosato T, Kawano S, Osaki T. 1995. Pepper vein yellows virus, a
novel luteovirus from bell pepper plants in Japan. Ann. Phytopathol. Soc.
Jpn. 61:178–184.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 07 Juli 1992, anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Karjiman dan Suparsi. Tahun 2010 penulis
menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Rembang, dan pada tahun
yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama belajar di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
kemahasiswaan. Anggota Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (20112012), pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita) (20122013), pengurus Entomologi Club (2012-2013). Tahun 2012 penulis magang di
Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB dan tahun 2013 magang di Balai Penyuluh
Pertanian (BPP) Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Selain
itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Entomologi
Umum (2013), asisten praktikum mata kuliah Pemanfaatan Pestidisida dalam
Proteksi Tanaman (2014), dan menjadi delegasi dalam lomba cerdas cermat seIndonesia dalam bidang perlindungan tanaman di UNPAD (2014). Selain aktif
dibidang kemahasiswaan, penulis juga aktif dibidang Kewirausahaan. Penulis juga
pernah didanai oleh DIKTI dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang
Kewirausahaan pada tahun 2013 dengan judul program “Dokar” Donat Bakar
Berbahan Dasar Singkong Upaya Peningkatan Gengsi Singkong sebagai
Alternatif Pangan.