Aktivitas, karakteristik, dan aplikasi enzim agarase dari kapang laut untuk hidrolisis Gelidium sp. sebagai bahan baku bioetanol

AKTIVITAS, KARAKTERISTIK, DAN APLIKASI ENZIM
AGARASE DARI KAPANG LAUT UNTUK HIDROLISIS
Gelidium sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

BERTOKA FAJAR SURYA PERWIRA NEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas, karakteristik,
dan aplikasi enzim agarase dari kapang laut untuk hidrolisis Gelidium sp. sebagai
bahan baku bioetanol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 22 Agustus 2014
Bertoka Fajar Surya Perwira Negara
NIM C551120081

RINGKASAN
BERTOKA FAJAR SURYA PERWIRA NEGARA. Aktivitas,
karakteristik, dan aplikasi enzim agarase dari kapang laut untuk hidrolisis
Gelidium sp. sebagai bahan baku bioetanol. Dibimbing oleh Dr. Ir. Mujizat
Kawaroe, M.Si dan Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si.
Agarase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis agar yang memiliki
banyak manfaat dibidang industri makanan dan kosmetik. Agarase dapat diisolasi
dari mikroorganisme baik dari lingkungan darat maupun laut. Kapang yang
diisolasi dari substrat Caulerpa sp. merupakan asal dari isolat SUC 7 yang dapat
menghasilkan enzim agarase. Isolat ini merupakan isaolat koleksi yang dimiliki
oleh pusat studi biosurfaktan dan bioenergi, LPPM, IPB. Berdasarkan hasil
identifikasi gen 16S rDNA dari 500 pasang basa, isolat SUC 7 memiliki
kemiripan 98% dengan spesies Stagonosporopsis cucurbitacearum.
Produksi enzim dari isolat SUC 7 membutuhkan waktu 8 hari untuk.
Karakteristik enzim agarase kasar terhadap pH optimum diketahui pada pH 8,0

Tris-HCl dengan aktivitas enzim yang dihasilkan sebesar 0,146 u/mL. Sedangkan
hasil karakteristik tertinggi terhadap suhu diketahui pada suhu 40 0C dengan
aktivitas enzim yang dihasilkan sebesar 0,324 u/mL. Stabilitas enzim agarase
yang dihasilkan dari isolat SUC 7 diketahui memiliki aktivitas enzim tertinggi
pada waktu inkubasi selama 24 jam yaitu 0,31 u/mL. Hasil SDS Page menunjukan
terdapat tiga band protein yang dihasilkan oleh agarase dari isolat SUC 7, yaitu
pada berat molekul 18 kDa, 37 kDa, 44 kDa. Aplikasi dari enzim agarase untuk
proses hidrolisis agar pada Gelidium sp. dan dilanjutkan dengan proses fermentasi
menghasilkan kadar bioetanol sebesar 0.49 %
Kata kunci: Hidrolisis, Agarase, Enzim, Gelidium sp., Etanol

SUMMARY
BERTOKA FAJAR SURYA PERWIRA NEGARA. Activity, Characteristic, and
Aplication of Agarase from Marine Mold to Hydrolize Gelidium sp. as Bioetanol.
Supervised by Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si and Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP,
M.Si.
Agarase is an enzyme that can hydrolyze agar that has a lot of benefits for
food and cosmetic industries. Agarase can be isolated from microorganisms both
terestrial and marine environments. Isolate SUC 7 is marine mold that isolated
from substrate of Caulerpa sp. this isolate is colection from Surfactant and

bioenergy reserch center, LPPM, IPB. The results of the 16S rDNA gene
identification of 500 base pairs, SUC 7 had 98 % similarity with
Stagonosporopsis cucurbitacearum.
Totally isolate SUC 7 need 8 days to producs agarase. The extracellular
agarase enzyme from SUC 7 have optimum pH and temperature at 8 TrisHCl
(0,146 u/mL) and 40 °C (0,324 u/mL), respectively. Agarase enzyme stability
from SUC 7 has the highest enzyme activity during incubation for 24 hours (0,31
u/mL). SDS Page revealed that there are three bands of protein produced by
agarase from SUC 7, which are the molecular weight of 18 kDa, 37 kDa, 44 kDa.
Hydrolisis of Gelidium sp. obtained 0,49% ethanol.
Key world: Hydrolysis, Agarase, Enzyme, Gelidium sp., Ethanol.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS, KARAKTERISTIK, DAN APLIKASI ENZIM
AGARASE DARI KAPANG LAUT UNTUK HIDROLISIS
Gelidium sp. SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

BERTOKA FAJAR SURYA PERWIRA NEGARA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pembimbing: Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA.


Judul Tesis : Aktivitas, karakteristik, dan aplikasi enzim agarase dari kapang laut
untuk hidrolisis Gelidium sp. sebagai bahan baku bioetanol
Nama
: Bertoka Fajar Surya Perwira Negara
NIM
: C551120081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
Ketua

Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 08 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah Aktivitas,
karakteristik, dan aplikasi enzim agarase dari kapang laut untuk hidrolisis
Gelidium sp. sebagai bahan baku bioetanol. Tesis ini merupakan salah satu syarat
meraih gelar magister sains pada program studi ilmu kelautan, IPB.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima
kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si dan Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan,
motivasi, ide dan waktu untuk penulis
2. Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku ketua Program Studi Ilmu
Kelautan.
3. Prof. Dr. Dedi Soedharma, DEA selaku penguji luar komisi.
4. Ibunda, kakanda dan keluarga besar tersayang terimakasih atas doa,
motivasi, suntikan dana segar, dan semangat selama penulis menempuh
studi.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, staf studi surfaktan dan
bioenergi, staf laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB), dan staf laboratorium mikrobiologi departeman
biologi yang telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik
selama penulis menempuh studi.
6. Rekan satu penelitian dan satu perjuangan yaitu Nurafni, M. Ismatullah
Jay, Ami, dan Krisye terimakasih atas kerjasamanya, kekompakanya,
pengertiannya, dan kesabaranya dalam menghadapi dan menyelesaikan

penelitian ini. Sukses selalu utnuk kita semua.
7. Prof. Sri Juana selaku ketua pimpinan jurnal OLDI. Terimakasih atas
kesempatan yang diberikan untuk penulis dapat berpartisipasi dalam
jurnal OLDI.
8. Mba Indah, Mba Tya, dan Mba Neli terimakasih atas motivasi,
bimbingan, saran, metode, dan kesabaranya.
9. Teman kost tercinta yaitu Aradea Bujana Kusuma dan Muhammad Reza
Faisal terimakasih atas dukungan, motivasi, cerita, canda, tawa, duka,
susah, senang, tangisan, pengertian, dan rasa kebersamaan. Kalian memang
TOP.
10. Teman-teman S2 IKL 2012 yang telah banyak memberikan saran dan
masukan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya
ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat
Indonesia umumnya
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Bertoka Fajar Surya Perwira Negara

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1

1
2
2
2
2

TINJUAN PUSTAKA
Agar
Enzim Agarase
Elektroforesis
Identifikasi Mikroorganisme dengan Internal Transcribed Spacer (ITS)

3
3
3
5
5

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat
Prosedur
Peremajaan Isolat
Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim
Produksi Enzim
Karakteristik Enzim
Stabilitas Enzim
Penentuan Bobot Molekul
Fermentasi
Identifikasi Isolat

7
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Sel dan Produksi Enzim Agarase
Karakteristik Enzim
Stabilitas Enzim
Penentuan Bobot Molekul
Fermentasi
Identifikasi Isolat

11
11
12
13
14
15
16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

18
18
18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1. Genera mikroorganisme penghasil agarase yang diisolasi dari
lingkungan laut

5

DAFTAR GAMBAR
1. Struktur dari agarose (a) dan agaropectin (b)
2. Mekanisme hidrolisis dari enzim agarase
3. Posisi ITS pada ribosomal DNA
4. Kurva pertumbuhan pada media hidup dari isolat SUC 7
5. Kurva aktivitas enzim pada media produksi
6. Karakteristik enzimdari isolat SUC 7
7. Stabilias enzim dari isolat SUC 7
8. Hasil SDS Page enzim agarase dari isolat SUC 7
9. Hasil bioetanol yang diperoleh
10. Bentuk pertumbuhan dari isolat SUC 7
11. Pohon filogenetik isolat SUC 7

3
4
6
11
12
13
14
15
15
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi media PDA dan cara pembuatanya
2. Komposisi media PDL dan cara pembuatanya
3. Komposisi media produksi enzim dan cara pembuatanya
4. Komposisi DNS dan cara pembuatannya
5. Hasil pengamatan jumlah spora dari kurva pertumbuhan
6. Hasil perhitungan aktivitas enzim dari kurva pertumbuhan di media
produksi
7. Hasil perhitungan aktivitas enzim pada karakteristik pH
8. Hasil perhitungan aktivitas enzim pada karakteristik suhu
9. Hasil perhitungan aktivitas enzim pada stabilitas enzim
10. Hasil perhitungan berat molekul

24
24
25
26
26
26
27
27
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gelidium sp. merupakan rumput laut yang masuk dalam kelas
Rhodophyceae atau sering disebut sebagai rumput laut merah. Gelidium sp. dapat
ditemukan pada kedalaman 2-20 m, persebaranya terdapat pada perairan yang
memiliki pantai berbatu (Santos dan Duarte 1996). Gelidium sp. memiliki
kandungan agar yang cukup tinggi berkisar 44% dan juga karbohidrat yang cukup
tinggi berkisar 70-72% (Nahak et al.,2011; Nguyen et al.,2012). Hal ini membuat
Gelidium sp. memiliki potensi sebagai bahan baku bioetanol, karena bioetanol
dihasilkan dari hasil fermentasi glukosa.
Penggunaan rumput laut sebagai bahan baku bioetanol selama ini lebih
banyak memanfaatkan kandungan pati, selulosa dan hemiselulosa, sedangkan
komponen biomassa seperti agar yang juga mempunyai potensi menghasilkan
bioetanol belum dimanfaatkan secara maksimal. Agar mempunyai potensi sebagai
bahan baku bioetanol karena komponen agar tersusun dari β-D-galactose dan 3,6anhydro-α-L-galactose (Fu dan Kim 2010). Keberhasilan dari konversi rumput
laut sebagai bahan baku bioetanol ditentukan dengan beberapa proses yang
berbeda, yaitu hidrolisis dan fermentasi (Nahak et al.,2011).
Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimia dan
enzimatik (Yazdani et al.,2011). Selama ini proses hidrolisis yang dilakukan
untuk merubah bahan baku bioetanol menjadi gula sederhana dilakukan secara
asam, namun hidrolisis dengan menggunakan asam memiliki beberapa
kekurangan diantaranya biaya yang dikeluarkan relatif mahal, monosakarida yang
dihasilkan rendah, proses yang dilakukan cukup panjang, dan penanganan limbah
asam yang tidak mudah (Riyanti 2008). Hidrolisis secara enzimatik merupakan
suatu proses untuk memecah bahan baku menjadi gula sederhana dengan
memanfaatkan enzim (Sun dan Chang 2002).
Hidrolisis enzimatik akan berjalan spesifik dan efisien sehingga produk
monosakarida yang akan dihasilkan lebih tinggi dengan biaya produksi yang
rendah (Rahmadini 2012). Hal ini disebabkan karena enzim memiliki aktivitas
spesifik terhadap zat tertentu yang akan dihidrolisis seperti selulase untuk
menghidrolisis selulosa (Rahmadini 2012), Xylanase untuk menghidrolisis
xylobiose (Silveira et al.,1999), dan agarase untuk menghidrolisis agar (Fu dan
Kim 2010). Selain itu aktivitas enzim akan berjalan maksimal sesuai dengan
karakteristik dari enzim tersebut terhadap pH dan suhu (Saraswathi et al.,2011).
Agarase merupakan salah satu enzim yang digolongkan dalam dua
katagori yaitu α-agarase dan β-agarase. Agrase mampu untuk menghidrolisis agar
menjadi oligosakarida. Sejauh ini agarase telah diisolasi dari beberapa genera
mikroorganisme yang berasal dari lingkungan laut (Fu dan Kim 2010). Telah
banyak penelitian yang melaporkan mengenai enzim agarase yang dihasilkan oleh
mikroorganisme laut seperti Bacillus megaterium (Khambhaty et al., 2008),
Bacillus subtilis (Saraswathi et al.,2011), Acinetobacter sp. (Lakshmikanth et
al.,2006), Pseudomonas sp. (Gupta et al.,2013).dan Alteromonas sp. (Wang et
al.,2006). Penelitian mengenai agarase selama ini lebih banyak memanfaatkan

2
spesies dari bakteri, namun belum banyak yang meneliti mengenai kapang
penghasil agarase.
Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan
pertumbuhannya pada media mudah dilihat karena penampakannya yang
berserabut seperti kapas. Pertumbuhan awal dari kapang pada umumnya berwarna
putih, tetapi jika spora telah tumbuh akan terbentuk berbagai warna tergantung
dari jenis kapang (Pelczar 2005). Kapang dapat diisolasi dari berbagai lingkungan
baik air tawar maupun laut. Kapang laut memiliki aktivitas enzim yang baik
dalam proses degradasi suatu senyawa (Gosh dan Gosh 1992). Laboratorium
mikrobiologi, Pusat studi surfaktan dan bioenergi, LPPM, IPB telah melakukan
eksplorasi kapang yang diisolasi dari lingkungan laut. Salah satu isolat yang
memiliki aktivitas agarase berdasarkan hasil uji awal yang dilakukan yaitu SUC 7.
Isolat SUC 7 merupakan hasil dari isolasi dari substrat Caulerpa sp. Pemanfaatan
enzim agarase dari isolat SUC 7 untuk hidrolisis enzimatik serta karakteristiknya
terhadap pH dan suhu merupakan sesuatu yang perlu dikembangkan lebih lanjut.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik enzim yang optimum untuk menghidrolisis
Gelidium sp.?
2. Bagaimana kemampuan enzim menghidrolisis Gelidium sp. menjadi
bioetanol?
3. Termasuk dalam spesies apakah isolat SUC 7?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik enzim yang optimal untuk menghidrolisis agar.
2. Mengetahui kadar bioetanol hasil hidrolisis secara enzimatik.
3. Mengidentifikasi Isolat SUC 7.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan enzim dari
kapang laut sebagai penghidrolisis agar dalam Gelidium sp. dalam menghasilkan
gula sederhana pada produksi bioetanol.
Ruang Lingkup Penelitian
Upaya untuk menangani permasalahan yang ditimbulkan bila
menggunakan asam dalam hidrolisis agar pada rumput laut, maka dilakukan
pengujian terhadap enzim dari kapang laut yang diisolasi pada lingkungan hidup
Caulerpa sp. dan Gelidium sp. dalam hidrolisis enzimatik.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Agar
Agar merupakan golongan polisakarida kompleks yang banyak ditemukan
pada dinding sel alga merah (Chi et al.,2012). Agar banyak ditemukan pada
beberapa spesies dari alga merah seperti Gelidium spp., Gracilaria spp., dan
Porphyran spp. (Ji 1997). Fu dan Kim (2010) menyebutkan bahwa agar tersusun
dari agarose dan agaropektin.
Agarose memiliki berat molekul yang tinggi yaitu 100,000 Daltons dengan
kandungan sulfat di bawah 0,15 %, sementara agaropektin memiliki berat molekul
yang rendah dibawah 20,000 Daltons dengan kandungan sulfat yang tinggi
berkisar 5 – 8% (Gambar 1). Agarose banyak diekstrak dari dari jenis Gelidium
spp. dan Gracilaria spp. Sementara agaropektin lebih banyak diekstrak dari
Porphyran spp. (Correc et al.,2011).

a
b
Gambar 1. Struktur dari Agarose (a) dan agaropektin (b).
Penggunaan agar di Jepang sebagai bahan makanan telah lama dilakukan
oleh masyarakatnya. Pemanfaatan agar dalam industri makanan sebagai bahan
tambahan yang aman untuk makanan. Selain itu, agar juga digunakan pada
industri farmasi, dan kosmetik. Dalam bidang mikrobiologi, penggunaan agar
sangat familiar sebagai bahan baku media hidup, gel agarose, dan bahan baku
untuk kromatografi (Kobayashi et al., 1997). Agar dapat dihidrolisis menjadi Dgalactose, 3,6-anhydro-L-galactose, dan L-galactose- 6-sulfate yang dapat
digunakan sebagai bahan baku bioetanol.
Enzim agarase
Agarase merupakan suatu enzim yang dapat digunakan untuk
menghidrolisis agar. Agar yang dihidrolisis dengan menggunakan agarase
menghasilkan produk oligosakarida. Klasifikasi dari agarase yaitu α-agarase dan
β-agarase. α-agarase memotong pada posisi α-1,3 untuk menghasilkan
agarotetraose yang lebih lanjut dirubah menjadi agarobiose. β-agarase akan
memotong pada posisi β-1,4 untuk menghasilkan neoagarotetraose yang
selanjutnya dirubah menjadi neoagarobiose. Gambar 2 menjelaskan mengenai
sistematis dari hidrolisis yang terjadi pada α-agarase dan β-agarase.

4

3,6-anhydro-α-L-galactose

Galaktose

Gambar 2. Mekanisme hidrolisis dari enzim agarase
Agarase telah diisolasi mikroorganisme yang berasal dari air laut, sedimen,
alga, dan moluska (Fu dan Kim 2010). Mikroorganisme penghasil agarase
merupakan mikroorganisme yang memanfaatkan agar sebagai sumber karbon dan
energi (Chi et al.,2012). Mikroorganisme agarolitik yang dapat mendegradasi agar
lebih banyak diisolasi dari lingkungan laut bila dibandingkan dengan lingkungan
terestrial. Mikroorganisme agarolitik menghasilkan enzim agarase secara
ektraselular dan intraselular. Beberapa genera mikroorganisme penghasil agarase
yang diisolasi dari lingkungan laut dapat dilihat pada Tabel 1.
Logol iodine dapat digunakan untuk identifikasi awal agarase yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Warna coklat gelap yang dihasilkan disekitar
coloni mikroorganisme menunjukan tidak adanya aktiovitas enzim agarase,
sedangkan zona bening yang terbentuk disekitar koloni menunjukan adanya
aktivitas agarase. Zona bening yang dihasilkan merupakan degradasi dari
oligosakarida yang ada pada agar (Fu dan Kim 2010).

5
Tabel 1. Genera mikroorganisme penghasil agarase yang diisolasi dari lingkungan
laut
Sumber

Spesies
Vibrio sp. JT0107
Alteromonas sp. C-1
Air laut
Cytophaga sp.
Alteromonas agarlyticus GJ1B
Vibrio sp. PO-303
Sedimen Agarivorans sp. HZ105
Thalassomonas sp.
Alteromonas sp.
Alga
Pseudoalteromonas sp.
Vibrio sp. AP-2
Moluska Agarivorans albus

Ektraselular/ intraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Intraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular
Ekstraselular

Pustaka
Sugano et al.,1993
Leon et al.,1992
Duckworth et al.,1969
Potin et al.,1992
Araki et al.,1998
Hu et al.,2008
Ohta et al.,2005
Wang et al.,2006
Vera et al.,1998
Aoki et al.,1990
Fu dan Kim 2008

Elektroforesis
Elektroforesis merupakan suatu metode untuk memisahkan partikelpartikel bermuatan dengan bantuan muatan listrik (Suhartono 1989).
Elektroforesis menggunakan polakrilamida sodium dedosil sullfat (SDS Page)
merupakan suatu cara untuk memisahkan protein berdasarkan berat molekul
menggunakan gel poliakrilamida. Pada metode ini digunakan 2 gel yaitu gel
penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel).
Elektroforesis SDS Page akan mereaksikan protein dengan SDS yang
merupakan detergen anionik menjadi bermuatan negatif. Protein akan
terdenaturasi dan terlarut sehingga dapat berikatan dengan SDS yang berbentuk
elips atau batang yang ukuranya sebanding dengan berat molekul protein. Protein
yang dalam bentuk muatan negatif akan terpisah berdasarkan muatan dan
ukuranya pada gel poliakrilamida (Smith 1984).
Perhitungan berat molekul dapat dilakukan dengan menggunakan protein
standar yang telah diketahui berat molekulnya dan perbandingan RF (mobilitas
relatif) yang didapatkan. Pita pada gel dapat divisualisasikan dengan pewarnaan
menggunakan coomasie blue atau pewarnaan perak nitrat (Suhartono 1989).
Identifikasi mikroorganisme dengan Internal Transcribed Spacer (ITS)
Internal Transcribed Spacer (ITS) ribosomal DNA (rDNA) merupakan
salah satu marka genetik yang sering digunakan untuk identifikasi pada tumbuhan.
ITS berada pada posisi 18S, ITS1, 5.8S, ITS2, dan 26S pada DNA (Gambar 3).
Genom ini hadir dengan ribuan kopi di eukariot (Won dan Ranner 2005).

6

Gambar 3. Posisi ITS pada ribosomal DNA (rDNA)
Gen ITS yang ada pada tumbuhan terdapat di lokus dan terdistribusi ke
kromosom. Panjang base pare dari ITS sangat bervariasi tergantung dari jenis
tumbuhan tersebut. Tumbuhan berbunga memiliki panjang base pare dengan
kesamaan yang tinggi, sedangkan untuk tumbuhan tidak berbunga memiliki
banyak variasi (Baldwin et al.,1995). ITS 1 memiliki panjang antara 630 hingga
3125 bp, sementara ITS 2 memiliki panjang berkisar 225 hingga 255 bp (Liston et
al.,1996; Maggini et al.,1998).
Internal Transcribed Spacer (ITS) ribosomal DNA (rDNA) telah banyak
digunakan untuk mengidentifikasi spesies dari fungi. White et al., (2013)
menggunakan ITS untuk mengidentifikasi fungi jenis Eurotiomycetes,
Sordariomycetes, Agaricomycetes, Dothideomycetes, dan Saccharomycetes.
Schoch et al., (2012) juga menggunakan ITS untuk identifikasi fungi jenis
Basidiomycota, zygomycota, Microsporidia, dan Ascomycota.

7

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan April 2013 di Laboratorium Pusat
Penelitian Surfaktan dan Bioenergi,LPPM Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitin ini meliputi Isolat Kapang,
Media PDA, Bacto Agar, MgSO4.7H2O, K2HPO4, FeSO4.7H2O, CaCl2.2H2O,
NH4NO3, KH2PO4, Glukosa, Bovin Serum Albumin (BSA) Standar, Sodium
Tartarat, Asam Dinitrosalisilat (DNS), Buffer Sitrat-fosfat, Buffer Asetat, Buffer
Tris-HCl, NaCl, Lugol, dan Etanol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitin ini meliputi Laminar/transfer box
(Labconco), Cawan Petri Steril, Tabung Erlenmeyer, Tabung reaksi, Inkubator,
Sentrifugasi, Vorteks, Autoklaf, dan Timbangan Analitik.
Prosedur
Peremajaan Isolat
Peremajaan isolat dilakukan dengan menumbuhkan isolat kapang yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Surfaktan dan Bioenergi,
LPPM IPB pada media Potato dextrose agar (PDA). Selanjutnya kapang
diinkubasi pada suhu 28 0C selama 7 hari (Pervezl et al., 2012).
Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim
Penentuan waktu optimum produksi enzim diawali dengan penentuan
waktu penuangan inokulum. Penentuan waktu inokulum dilakukan dengan
mengkultur 2 lup isolat di dalam 15 mL media Potato dextrose liquid (PDL) dan
di inkubasi pada suhu ruang dengan kecepatan agitasi 100 rpm. Pengamatan
dilakukan setiap 24 jam dengan menghitung jumlah spora/sel dengan mengunakan
haemasitometer.
Setelah hasil jumlah sel tertingggi diketahui sebanyak 15 mL media Potato
dextrose liquid yang telah mengandung biakan sel diinokulasikan ke dalam 135
mL media stater yang tidak mengandung agar. Inokulum tersebut dituang ke
dalam 135 mL media produksi. Media produksi diinkubasi pada suhu 50 oC
dengan kecepatan agitasi 100 rpm. Aktivitas enzim diamati dengan mengambil
sebanyak 2 mL isolat dari media produksi dan kemudian di sentrifugasi hingga
didapatkan supernatan. Sebanyak 1 mL supernatran dicampurkan denga 0.5 %
agar bacto sebagai substrat kemudian diinkubasi pada suhu 50 0C selama 30
menit. Setelah diinkubasi selesai, selanjutnya sentifugasi kembali selama 15 menit
untuk memisahkan substrat. Sebanyak 1 mL supernatan ditambahkan dengan 3
mL larutan DNS dan divortex. Setelah itu dipanaskan pada air mendidih selama 5
menit dan tunggu dingin. Aktivitas enzim diamati pada absorbansi 550 nM dan
hasil absorbansi dimasukan ke dalam rumus:

8

Ket:
BM glukosa = 0,18 mg/ mmol
Wktu inkubasi = dalam jam
Vol enzim dan vol substrat = dalam mL

Produksi Enzim
Produksi enzim dilakukan berdasarkan waktu produksi tertinggi dari
pengamatan kurva waktu optimum produksi enzim. Media produksi enzim
diinkubasi pada waterbath dengan suhu 50 0C dan kecepatan agitasi 100 rpm.
Media produksi yang mengandung enzim disentrifugasi pada kecepatan 2.500 rpm
dan suhu 4 0C selama 30 menit untuk memisahkan larutan enzim dengan endapan.
Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disimpan pada suhu 10 0C sebagai enzim
ekstrak kasar (Rahmadini 2012).
Karakterisasi Enzim
pH Optimum. pH optimum diketahui dengan menambahkan sebanyak 0,2
mL enzim kasar yang direaksikan dengan 1,8 mL substrat. Substrat dibuat dengan
mencampurkan 0,5% bacto agar (w/v) ke dalam bufer dengan berbagai tingkatan
pH 3-9, antara lain yaitu 0,05 M bufer asetat (3, 4, 5), 0,05 M bufer sitrat fosfat (5,
6, 7), dan 0,05 M bufer tris-HCl (7, 8, 9). Masing-masing enzim diinkubasi pada
suhu 28 0C selama 30 menit. Aktivitas enzim agarase diukur sesuai dengan
prosedur pengujian sebelumnya (Rahmadini 2012).
Suhu Optimum. Suhu optimum diketahui dengan mereaksikan 0,2 mL
enzim dengan 1,8 mL substrat dimana substrat dibuat dengan mencampurkan
0,5% bacto agar (w/v) dalam bufer pH optimum. Enzim yang telah dicampurkan
dengan substrat kemudian diinkubasi pada tingkatan suhu antara 28 0C sampai
dengan 90 0C dengan selang 10 0C selama 30 menit waktu inkubasi. Aktivitas
enzim agarase diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya (Rahmadini
2012).
Stabilitas Enzim
Uji stabilitas enzim dilakukan dengan menguji enzim hasil produksi
dengan karakteristik dari suhu dan pH yang telah diketahui sebelumnya terhadap
rumput laut Gelidium sp. kering. Sebanyak 15% (w/v) Gelidium sp. kering
ditambahkan dengan aquades selanjutnya di autoclave selama 30 menit pada suhu
121 0C dan tekana 1 atm. Selanjutnya, hasil autoclave didinginkan kemudian
ditambahkan enzim dalam buffer optimun dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%
dan dilakukan inkubasi pada suhu optimum yang telah diketahui. Waktu

9
pengamatan dilakukan setiap 24 jam selama 72 jam. Aktivitas enzim agarase
diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya
Penentuan Bobot Molekul
Penentuan bobot molekul dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
pengendapan enzim menggunakan aceton. Sebanyak 1 mL enzim kasar
ditambahkan dengan aceton dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%, 50%, 60%,
70%, dan 80% dalam keadaan dingin. Kemudian divortex dan diinkubasi pada
suhu 4 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi selesai, enzim yang telah mengendap
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2.500 rpm dan suhu 4 0C selama 30
menit. Endapan yang didapat kemudian ditambahkan dengan buffer optimum dan
kemudian diuji dengan menggunakan substrat agar bacto. Aktivitas enzim agarase
diukur sesuai dengan prosedur pengujian sebelumnya. Konsentrasi yang memiliki
aktivitas tertingggi kemudian digunakan untuk penentuan bobot molekul
menggunakan SDS Page.
Analisis SDS Page dilakukan dengan menggunakan konsentrasi gel
akrilamid sebanyak 4% stacking gel dan 10% separating gel. Metode ini
menggunakan matriks dari gel yang disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilenbis-akrilamida yang berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan
bantuan katalisator N,N,N’N,-tetramethylene-diamine (TEMED) dan inisiator
ammonium persulfat (APS) (Rosenberg 1996).
Konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam analisis ini adalah 10%
(w/v). Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan perak. Deteksi SDS-PAGE
dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan diukur
jarak migrasi brompenol blue. Gel tersebut dicelup dan direndam dalam larutan
fiksasi (25% metanol + 12% asam asetat) selama 1 jam digoyang konstan.
Kemudian direndam dalam 50% (v/v) etanol selama 2x20 menit. Larutannya
diganti dengan larutan pengembang kemudian dicuci dengan akuabidestilata.
Setelah dicuci ditambahkan larutan perak nitrat selama 30 menit kemudian dicuci
lagi dengan akuabidestilata 2x20 detik dan ditambahkan larutan campuran
Na2CO3 dan formaldehida dan terakhir dengan larutan fiksasi.
Fermentasi
Fermentasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan hidrolisat.
Hidrolisat dibuat dengan mencampurkan 15% (w/v) rumput laut dengan aquades.
Kemudian diautklafe pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 30 menit. Hasil
autoklave kemudian diperas sebagai hidrolisat.
Sebanyak 90 mL ditambahkan dengan enzim kasar sebanyak 5% kemudian
diinkubasi pada suhu optimum dari enzim tersebut selama 24 jam (diambil dari
hasil stabilitas enzim). Persiapan selanjutnya yaitu menyiapkan inokulum
Saccharomyces cerevisiae dalam 10 mL media YMGP (Yeast Malt Glucose
Pepton) kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam (Yanagisawa et al.,
2011). Fermentasi dilakukan pada kondisi semi anaerob pada suhu 50 oC.
Hidrolisat yang telah dihidrolisis kemudian ditambahkan dengan inokulum
Saccharomyces cerevisiae dan ditambahkan dengan urea 0.5% dan NPK 0.06%
dari gula sebagai sumber nutrien (Setyaningsih et al., 2012). Proses fermentasi

10
dilakukan selama 5 hari. Hasil fermentasi didestilasi, selanjutnya rendemen
bioetanol diukur menggunakan density meter (Anton Paar).
Identifikasi Isolat
Identifikasi isolat kapang dilakukan berdasarkan gen ITS1-5.8S - ITS2
rDNA. Metode isolasi sesuai dengan petunjuk DNA Extraction Kit Qiagen. Proses
amplifikasi DNA dengan menggunakan primer Internal Transcribed Spacer 1
(ITS1) 5’- CTT GGT CAT TTA GAG GAA GTAA-3’ dan Internal Transcribed
Spacer 4 (ITS4) 5’- TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’. Proses PCR
dilakukan pada suhu denaturasi 98o C, anneling 50oC, Extention 72oC dengan 35
kali siklus. Visualisasi produk PCR dilakukan melalui elektroforesis pada
tegangan 100 V selama 25 menit. Pita hasil elektroforesis dapat dilihat dengan
menggunakan sinar ultraviolet pada UV transluminator. Hasil PCR kemudian
dikirim ke 1st BASE untuk dilakukan sekuensing dengan metode sanger. Hasil
Sequen 16S rDNA kemudian di BLAST dan dibandingkan dengan database pada
NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/) untuk mengetahui nama spesies
dari isolat (Nursid et al.,2011).

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Sel dan Produksi Enzim Agarase
Pertumbuhan dari isolat SUC 7 pada media hidup memasuki fase
logaritmik pada hari ke 5 dengan jumlah spora sebanyak 2,4 x 107. Memasuki hari
ke 6 jumlah spora tetap konstan atau dapat disebut masuk dalam fase stasioner,
dimana pada fase ini banyaknya jumlah spora yang hidup sebanding dengan spora
yang mati. Pada hari ke 6 hingga ke 8 jumlah spora terus mengalami penurunan
hingga 1,2 x 107 yang disebabkan karena spora telah mati dan tidak dapat tumbuh
kembali (Gambar 4). Lamanya isolat mencapai fase logaritmik disebabkan karena
tiap isolat memiliki waktu reproduksi yang cukup lama untuk membentuk spora.
Dimana fase logaritmik merupakan fase dimana isolat melakukan reproduksi
secara cepat (Madigan et al.,2000).

Gambar 4. Kurva pertumbuhan dari isolat SUC 7
Hasil pengamatan kurva pertumbuhan isolat SUC 7 dapat digunakan
sebagai dasar waktu penuangan inokulum ke dalam media produksi. Waktu
penuangan inokulum terbaik untuk isolat SUC 7 kedalam media produksi
diketahui pada hari ke 5 dengan jumlah spora yang dimasukan kedalam media
produksi bersisar 2,4 x 107. Isolat yang berada pada fase logaritmik maksimal
sangat baik digunakan untuk inokulum untuk penuangan ke media produksi. Hal
ini disebabkan karena isolat akan cepat melakukian adaptasi pada media produksi
sehingga akan mempercepat pada saat memproduksi enzim agarase.
Hasil perhitungan aktivitas enzim pada media produksi memperlihatkan
bahwa banyaknya jumlah enzim yang dihasilkan (Gambar 5), isolat SUC 7
menghasilkan aktivitas enzim tertinggi pada jam ke 24 dengan aktivitas agarase
sebsesar 0,014 U/mL. Aktivitas agarase mengalami penurunan pada jam ke 48 –
96 hingga 0,003 U/mL. Cepatnya waktu yang dicapai oleh isolat SUC 7 dalam
menghasilkan aktivitas agarase tertinggi disebabkan karena inokulan yang dituang
kedalam media produksi berada pada fase logaritmik. Hal ini akan mempermudah
isolat beradaptasi dan menghasilkan enzim dengan aktivitas agarase tertinggi.

12

Gambar 5. Kurva aktivitas enzim pada media produksi
Kadar glukosa yang ada pada media produksi akan berpengaruh pada
enzim yang dihasilkan. Sintesis berbagai enzim yang berperan dalam proses
katabolisme pada umumnya direpresi bila isolat ditumbuhkan pada media yang
mengandung glukosa (Madigan et al., 2009).
Karakteristik enzim
Nilai pH dan suhu merupakan parameter yang dapat mempengaruhi
aktivitas enzim dalam menghidrolisis suatu senyawa. Efek dari pH dan temperatur
dapat dilihat pada Gambar 6. Aktivitas agarase meningkat secara perlahan pada
pH 3-5, kemudian mengalami penurunan yang cukup tajam pada pH 6 dan
mengalami peningkatan yang tajam kembali pada pH 7-8. Aktivitas maksimal
agarase terdapat pada pH 8,0 TrisHCl yaitu 0,146 U/mL, hal ini menandakan
bahwa enzim yang dihasilkan memiliki aktivitas pada pH yang alkaline. Beberapa
laporan menunjukan aktivitas agarase optimum dari mikroorganisme berada pada
pH alkaline yaitu 7.0 untuk B. cereus (Suzuki et al., 2002) dan 9,0 untuk
Pseudomonas sp. (Gupta et al., 2013). Lakshmikanth et al., (2009) menyebutkan
bahwa rata-rata agarase akan memiliki aktivitas optimum pada pH berkisar antara
6,5 – 9,0.
Semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi.
Setiap enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan
aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat
pemberi dan penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada
tingkat ionisasi yang diinginkan. Namun pada pH tertentu (ekstrim) dapat
menyebabkan enzim terdenaturasi yang menyebabkan enzim kehilangan aktivitas
biologisnya (Lehninger 1993).

13

a

b

Gambar 6. Karakteristik enzim dari isolat SUC 7 terhadap pH (a), dan
Suhu (b)
Sedangkan efek temperatur terhadap aktivitas agarase terjadi penurunan
perlahan pada suhu 20 oC – 30 oC, kemudian mengalami peningkatan yang sangat
tajam pada suhu 40 oC dan mengalami penurunan yang tajam kembali pada suhu
50 oC. Aktivitas tertinggi didapatkan pada temperatur 40 oC yaitu 0,324 U/mL.
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa aktivitas agarase optimum yang
dihasilkan B. cereus (Suzuki et al.,2002), B. megaterium (Khambhaty et al.,2008),
dan Acinetobacter sp. (Lakshmikanth et al.,2009) terdapat pada temperatur 40 oC.
Jonnadula dan Ghadi (2001) menyatakan bahwa rata-rata dari mikroorganisme
laut memiliki aktivitas agarase yang optimum pada kisaran suhu 30 – 50 oC
dengan interval 5 oC.
Penurunanan aktivitas enzim yang terjadi di atas suhu 40 oC disebabkan
karena terputusnya ikatan sekunder enzim karena besarnya energi kinetik dari
molekul enzim sehingga mengakibatkan hilangnya struktur sekunder dan tersier
dari enzim sehingga aktivitas enzim menurun. Panas juga dapat menyebabkan
putusnya sebagian besar ikatan yang kurang kuat pada struktur protein enzim.
Sedangkan penurunan aktivitas enzim pada suhu di bawah 40 oC disebabkan
karena rendahnya afinitas antar enzim dengan substrat sehingga proses hidrolisis
tidak berjalan sempurna dan aktivitas enzim menurun (Irawadi 1991).
Stabilitas enzim
Pengukuran stabilitas enzim dilakukan untuk melihat seberapa lama enzim
dapat bekerja secara maksimal. Stabilitas enzim mengalami peningkatan yang
sangat tinggi pada jam ke 24 untuk semua konsentrasi dan mengalami penurunan
secara perlahan pada jam ke 48 dan 72 (Gambar 7). Stabilitas enzim tertinggi
terjadi pada jam ke 24, hal ini menandakan bahwa enzim akan bekerja secara
maksimal untuk menghidrolisis substrat selama 24 jam, dimana konsentrasi
terbaik yang menghasilkan aktivitas enzim tertinggi yaitu 5%.

14

Gambar 7. Stabilitas enzim dari isolat SUC 7
Waktu stabilitas yang cepat dari enzim agarase disebabkan karena semua sisi aktif
yang dimiliki oleh enzim agarase telah terpenuhi oleh substrat pada waktu ke 24,
sehingga aktivitas enzim akan menurun setelah melewati waktu ke 24.
Peningkatan konsentrasi enzim yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
peningkatan aktivitas enzim yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi enzim yang sangat tinggi tidak akan berarti karena semua molekul
substrat sudah terhidrolisis oleh enzim dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Saraswathi et al., (2011) menyebutkan bahwa stabilitas enzim agarase akan
berjalan meningkat pada jam ke 24 – 72.
Penentuan Bobot Molekul
Penentuan bobot molekul ditentukan berdasarkan kurva standar dimana
pada SDS diketahui persamaannya y = -1,5311x + 2,2827, dimana y = log berat
molekul marker (kDa), sedangkan x = mobilitas relatif protein (cm). Bobot
molekul ditentukan dengan meng antilogkan nilai y. Berdasarkan hasil visualisasi
pada gel diketahui terdapat 3 band yaitu 18 kDa, 37 kDa, 44 kDa (Gambar 8).
Bobot molekul yang didapatkan diketahui memiliki berat molekul yang rendah.
Bebrapa penelitian menunjukan bahwa enzim agarase memiliki bobot molekul
yang rendah diantaranya 39,5 kDa dari Alteromonas sp. (Wang et al., 2006), 33
kDa dari Pseudoalteromonas antarctica (Vera et al., 1998), 32 kDa dari
Pseudomonas atlantica (Morrice et al., 1983), dan 20 kDa dari Vibrio sp. (Aoki et
al., 1990). Berdasarkan klasifikasi berat molekul enzim agarase diketahui bahwa
agarase yang dihasilkan oleh S. cucurbitacearum masuk dalam klasifikasi 2 (≤ 50
kDa) (Jonnadula dan Ghadi 2001).

15

120
80
50
35
25

44
37
18

20

Gambar 8. Hasil SDS Page enzim agarase dari isolat SUC 7
Fermentasi
Hasil fermentasi dari Gelidium sp. (Gambar 9) yang sebelumnya di
hidrolisis oleh enzim dari isolat SUC 7 memperlihatkan kadar etanol sebesar
0,49% (v/v) dengan gula pereduksi awal 113,60 ppm dan akhir 94,67 ppm.
Konsumsi gula yang terjadi selama proses fermentasi sebesar 18,92 ppm.
Pengurangan gula pereduksi yang terjadi mengindikasikan bahwa S. cerevisiae
mengkonsumsi gula untuk proses metabolismenya.
Kadar etanol yang dihasilkan dari hasil fermentasi ini hampir sama bila
dibandingkan dengan fermentasi menggunakan asam 1% (v/v) yang pernah
dilakukan oleh Sari (2013) menghasilkan kadar etanol sebesar 0,5% (v/v). Hal ini
mengindikasikan bahwa penggunaan enzim agarase untuk menghidrolisis
Gelidium sp. dalam proses produksi bioetanol dapat diterapkan, karena jumlah
etanol yang dihasilkan mendekati bila menggunakan hidrolisis asam.

Gambar 9. Hasil bioetanol yang diperoleh

16
Enzim agarase dalam proses hidrolisis berperan untuk memecah molekul
agar pada posisi β-1,4 sehingga menghasilkan neoagarobiose dan dirubah menjadi
galactose untuk β sementara, untuk α akan memecah pada posisi α-1,3 sehingga
menghasilkan agarobiose dan dirubah menjadi galactopyranose (Khambhaty et
al., 2008; Fu dan kim 2010; Chi et al., 2012). Hasil dari hidrolisis secara
enzimatik yang kemudian difermentasikan oleh S. cerevisiae untuk menghasilkan
bioetanol. Ngunyen et al., (2012) menyebutkan bahwa bioetanol dapat dihasilkan
dari fermentasi semua material yang mengandung gula.
Proses fermentasi merupakan proses biologis dimana molekul gula akan
diubah menjadi energi selular dan juga menghasilkan etanol sebagai produk
sampingan dengan bantuan khamir. Fermentasi pada dasarnya akan memecah 1
molekul glukosa menjadi 2 molekul piruvat. Molekul asam piruvat yang
dihasilkan nantinya akan digunakan oleh khamir untuk menghasilkan energi.
Secara anaerob asam piruvat akan diubah menjadi asetaldehida dan kemudian
menjadi etanol (Fardiaz 1989). Proses fermentasi sendiri pada dasarnya
dipengaruhi oleh media, suhu, mikroorganisme, nutrisi serta pH substrat (Saroso
1998).
Identifikasi Isolat
Isolat yang didapatkan merupakan isolat kapang hasil screening agarase
dengan aktivitas tertinggi yang diisolasi dari substrat Caulerpa sp. Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, Jakarta. Secara morfologi isolat yang diperoleh memiliki
Warna hijau, pertumbuhan yang keras pada media hidup dan memiliki bentuk
conidia seperti batang yang bercabang (Gambar 10). Identifikasi gen ITS1-5.8SITS2 rDNA isolat SUC 7 dilakukan dengan menggunakan primer ITS 1 dan ITS 4
berhasil mengamplifikasi ± 500 pasang basa. Sekuen gen ITS1-5.8S-ITS2 rDNA
isolat SUC 7 dianalisis dengan menggunakan software Mega 5.0 kemudian di
BLAST dan dibandingkan dengan NCBI.
Hasil BLAST menunjukan bahwa isolat SUC 7 memiliki tingkat homologi
sebesar 99% dengan Stagonosporopsis cucurbitacearum. Konstruksi pohon
filogenetik (Gambar 11) hasil sekuen memperlihatkan bahwa isolat SUC 7
mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Stagonosporopsis cucurbitacearum
dengan nilai bootstrap 81. Nilai bootstrap 81 menunjukan bahwa kedua spesies
memiliki tingkat kekerabatan yang dekat. Ubaidillah dan Sutrisno (2009)
menyebutkan bahwa bootstrap merupakan uji untuk tingkat kepercayaan dari titik
cabang dalam sebuah pohon filogenetik.
Sejauh ini telah banyak dilaporkan mikroorganisme laut yang memiliki
aktivitas agarase yang diisolasi dari substrat seperti Bacillus megaterium
(Khambhaty et al., 2008), Bacillus subtilis (Saraswathi et al., 2011),
Acinetobacter sp. (Lakshmikanth et al., 2006), Vibrio sp (Araki et al., 1998),
Thalassomonas sp. (Ohta et al., 2005), dan Agarivorans sp. (Hu et al., 2008).

17

a
b
Gambar 10. Bentuk pertumbuhan isolat SUC 7 pada media agar (a) dan
bentuk conidia isolat SUC 7 pada media cair (b).

Gambar 11. Pohon filogenetik isolat SUC 7.
Klasifikasi dari Stagonosporopsis cucurbitacearum merupakan kapang
yang masuk dalam Kingdom fungi, filum Ascomycota, Kelas Dothideomycetes,
Ordo Pleosporales, Family Incertea sedis, dan Genus Stagonosporopsis.
Berdasarkan KEPMEN Pertanian no 93/Permentan/OT.140/12/2011 tahun 2011
menyebutkan bahwa Stagonosporopsis sp. masuk dalam katagori Organisme
Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dengan golongan A1(1), dimana
golongan ini merupakan OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media
pembawanya dengan cara perlakuan (Gruyter et al., 2012). Inang dari
Stagonosporopsis sp. antara lain Vigna spp., Fabaceae, dan Poaceae.
Stagonosporopsis sp. dapat terbawa hingga lingkungan laut melalui runoff ketika
terjadinya hujan dan kemudian beradaptasi. Karena belum adanya penelitian
mengenai kapang S. cucurbitacearum penghasil agarase, maka ini merupakan
laporan pertama mengenai jenis tersebut.

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat di
simpulkan sebagai berikut:.
1. Enzim dari isolat SUC 7 memiliki karakteristik pH optimum 8,0 TrisHCl, suhu 40 0C, dan stabilitas enzim selama 24 jam.
2. Kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses hidrolisis menggunakan
enzim isolat SUC7 sebesar 0.49 % (v/v).
3. SUC 7 merupaka spesies dari Stagonosporopsis cucurbitacearum.
Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang telah didapatkan, maka penulis
menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dilakukan pemurnian
terhadap enzim yang digunakan untuk proses hidrolisis, hal ini bertujuan utnuk
menghasilkan kada bioetanol yang lebih tinggi. Selain itu, perlu dilakukan
zimogram untuk mengetahui berat molekul yang memiliki aktivitas terhadap
substrat.

19

DAFTAR PUSTAKA
Aoki T, Araki T, Kitamikado M. 1990. Purification and characterization of a
novel β-agarase from Vibrio sp. AP-2. Eur. J. Biochem. 187: 461–465.
Araki T, Hayakawa M, Zhang L, Karita S, Morishita T. 1998. Purification and
characterization of agarases from a marine bacterium, Vibrio sp. PO-303.
J. Mar. Biotechnol.. 6:260–265.
Araki T, Lu Z, Morishita T. 1998. Optimization of parameters for isolation of
protoplasts from Gracilaria verrucosa (Rhodophyta). J. Mar. Biotechnol.
6: 193–197.
Baldwin BG, Sanderson MJ, Porter JM, Wojciechowski MF, Campbell CS,
Donoghue MJ. 1995. The ITS regions of nuclear ribosomal DNA: a
valuable source of evidence on angiosperm phylogeny. Ann. Mo. Bot.
Gard. 82: 247–277.
Chi Won-Jae, Chang Yong-Keun, Hong Soon-Kwang. 2012. Agar degradation by
microorganisms and agar-degrading enzymes. Appl Microbiol
Biotechnol. 94: 917–930.
Correc G, Hehemann J-H, Czjzek M, Helbert W. 2011. Structural analysis of the
degradation products of porphyran digested by Zobellia galactanivorans
β-porphyranase. A. Carbohydr Polym. 83:277–283.
Debashish GS, Malay S. Barindra S, Joydeep M. 2005 Marine enzymes. Adv
Biochem Engin/Biotechnol. 96:189–218.
Duckworth M, Turvey JR. 1969. An extracellular agarase from a Cytophaga
species. Biochem. J. 113: 139–142.
Fardiaz S. 1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas.
Institut Pertanian Bogor.
Fu XT, Kim SM. 2010. Agarase: Review of Major Sources, Categories,
Purification Method, Enzyme Characteristics and Applications. Mar.
Drugs. 8:200-218.
Fu XT, Lin H, Kim SM. 2008. Purification and characterization of a novel βagarase, AgaA34, from Agarivorans albus YKW-34. Appl. Microbiol.
Biotechnol. 78: 265–273.
Gosh BK, Gosh A. 1992. Degradation of Cellulose by Fungal Cellullase. In
Microbial Degradation of Natural Products, ed. G. Winkelmann. VCH
Publishers, Inc., New York, pp.84-126.
Gruyter JD, van Gent-Pelzer MPE, Woudenberg JHC, van Rijswick PCJ, Meekes
ETM., Crous PW, P. Bonants JM.. 2012. The development of a validated
real-time (TaqMan) PCR for detection of Stagonosporopsis andigena and
S. crystalliniformis in infected leaves of potato and tomato. Eur J Plant
Pathol. 134:301–313.
Gupta V, Trivedi N, Kumar M, Reddy CRK, Jha B. 2013. Purification and
characterization of exo-b-agarase from an endophytic marine bacterium
and its catalytic potential in bioconversion of red algal cell wall
polysaccharides into galactans. biomass and bioenergy. 49:290-298.

20
Hu Z, Lin BK, Xu Y, Zhong MQ, Liu GM. 2008. Production and purification of
agarase from a marine agarolytic bacterium Agarivorans sp. HZ105. J.
Appl. Microbiol. 106: 181–190.
Hu Z. Lin BK, Xu Y. Zhong MQ, Liu GM. 2008. Production and purification of
agarase from a marine agarolytic bacterium Agarivorans sp. HZ105. J.
Appl. Microbiol. 106:181–190.
Ji M.H. 1997. Agar In Seaweed Chemistry. Science Press: Beijing, China. pp. 5–
26.
Jonnadula R, Ghadi SC. 2011. Purification and Characterization of β-agarase from
Seaweed Decomposing Bacterium Microbulbifer sp. Strain CMC-5.
Biotechnology and Bioprocess Engineering. 16:513-519.
Khambhaty YK, Mody, Jha B. 2008. Purification, Characterization and
Application of a Novel Extracellular Agarase from a Marine Bacillus
megaterium. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 13:584-591.
Lakshmikanth M, Manohar S, Souche Y, Lalitha J. 2006. Extracellular agarase
LSL-1 producing neoagarobiose from a newly isolated agar-liquefying
soil bacterium, Acinetobacter sp. AG LSL-1. World J. Microbiol.
Biotechnol. 22:1087-1094.
Leon O, Quintana L, Peruzzo G, Slebe JC. 1992. Purification and properties of an
extracellular agarase from Alteromonas sp. strain C-1. Appl. Environ.
Microbiol. 58: 4060–4063.
Liston A, Robinson WA, Oliphant JM, Alvarez-Buylla ER. 1996. Length
variation in the nuclear ribosomal DNA internal transcribed spacer region
of non-Xowering seed plants. Syst. Bot. 21: 109–120.
Madigan MT, Martiko JM, Parker J. 2000. Brock biology of microorganism.
London. Prentice-hall Internasional (UK) limited. Hlm 991.
Maggini F, Marrocco R, Gelati MT, De Dominicis RI. 1998. Lengths and
nucleotide sequences of the internal spacers of nuclear ribosomal DNA in
gymnosperms and pteridophytes. Plant Syst. Evol. 213: 199–205.
Morrice, LM, McLean MW, Williamson FB, Long WF. 1983. Beta-agarases I and
II from Pseudomonas atlantica. Purifications and some properties. Eur.
J. Biochem. 135:553–558.
Nahak S, Gayatri N, Itishree P, Sahu RK. 2011. Bioethanol from Marine Algae: A
Solution to Global Warming Problem. J. Appl. Environ. Biol. Sci.,
1(4):74-80.
Nguyen, Thi Hong Minh Vu, Van Hanh. 2012. Bioethanol production from
marine algae biomass: prospect and troubles. J. Viet. Env. 3(1): 25-29.
Nursid M, Chasanah E, Murwantoko, Wahyuono S. 2011. Penapisan kapang laut
penghasil senyawa sitotoksik dari beberapa perairan di indonesia. J.
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 6 (1):45-56.
Ohta Y, Hatada Y, Miyazaki M, Nogi Y, Ito S, Horikoshi K. 2005. Purification
and characterization of a novel α-agarase from a Thalassomonas sp.
Curr. Microbiol. 50: 212–216.
Ohta, Y, Hatada Y, Miyazaki M, Nogi Y, Ito S, Horikoshi K. 2005. Purification
and characterization of a novel α-agarase from a Thalassomonas sp.
Curr. Microbiol. 50:212–216.

21
Pelczar MJ, Chan ECS. 2005.Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Pervez1 MR, Musaddiq M, Thakare PV. 2012. In-vitro antimicrobial studies of
isolated myrothecium spp mrp001 against human pathogens. Int.Jour. of
Basic and Applied Medical Sciences. 2(3):228-236.
Potin P, Richard C, Rochas C, Kloareg B. 1993. Purification and characterization
of the α-agarase from Alteromonas agarlyticus (Cataldi) comb. nov.,
strain GJ1B. Eur. J. Biochem. 214: 599–607.
Rahmadini I. 2012. Pemurnian dan karakterisasi enzim selulase dari bakteri yang
diisolasi dari limbah rumput laut. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riyanti EI. 2008. Biomassa sebagai bahan baku Bioetanol. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rosenberg IM. 1996. Protein Analysis and Purification Benchtop Techniques.
Boston: Birkhauser.
Santos R, Duarte P. 1996. Fecundity, spore recruitment and size in Gelidium
sesquipedale (Gelidiales, Rhodophyta). Hydrobiologia. 326:223-228.
Saraswathi SV, Vasanthabharathi V, Kalaiselvi, Jayalakshmi S. 2011.
Characterization and optimization of agarase from an estuarine Bacillus
subtilis. African Journal of Microbiology Research. 5 (19):2960-2968.
Sari DW. 2013. Optimasi hidrolisis dan fermentasi makroalga gelidium
latifolium dan gracilaria verrucosa sebagai penghasil bioetanol. Tesis.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saroso H. 1998. Pemanfaatan kulit pisang dengan cara fermentasi untuk
pembuatan alkohol. J Tek Kim Politek Brawijaya. 103:2-3.
Schoch CL, Seifert KA, Huhndorf S, Robert V, Spougea JL, Levesque CA, Chenb
W, dan Consortium FB. 2012. Nuclear ribosomal internal transcribed
spacer (ITS) region as a universal DNA barcode marker for Fungi. PNAS
Early Edition. 1-6.
Setyaningsih D, Windarwati S, Khayati I, Muna N, Hernowo P. 2012. Acid
hydrolysis technique and yeast adaptation to increase red macroalgae
bioethanol production. Int J Environ Bio