Hidrolisis Rumput Laut Coklat Sargassam Sp. (Cp 02) Dengan Kapang Laut En Dan Aktivitas Hidrolisat Sebagai Inhibitor Tirosinase

HIDROLISIS RUMPUT LAUT COKLAT Sargassum sp.
(CP 02) DENGAN KAPANG LAUT EN DAN AKTIVITAS
HIDROLISAT SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE

KRISYE M SAOGO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian yang berjudul Hidrolisis
Rumput Laut Coklat Sargassum sp. (CP 02) dengan Kapang Laut EN dan
Aktivitas Hidrolisat sebagai Inhibitor Tirosinase adalah benar merupakan hasil
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Krisye M Saogo
NIM C34110086

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
KRISYE M SAOGO. Hidrolisis Rumput Laut Coklat Sargassam sp. (CP 02)
dengan Kapang Laut EN dan Aktivitas Hidrolisat sebagai Inhibitor Tirosinase.
Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO
Kapang EN merupakan kapang endofit isolat dari Enhalus sp. yang dapat
menghasilkan enzim selulase untuk memecah dinding sel rumput laut Sargassum
sp. (CP 02). Enzim tirosinase merupakan enzim yang berperan dalam
pembentukan melanin. Zat yang dapat menghambat kerja enzim tirosinase disebut
inhibitor tirosinase. Sargassum sp. (CP 02) merupakan salah satu jenis rumput

laut coklat yang dapat berperan sebagai inhibitor tirosinase. Penelitian ini
bertujuan untuk menghidrolisis rumput laut coklat Sargassum sp. (CP 02) dengan
kapang EN dan menentukan aktivitas inhibitor tirosinase pada hidrolisat rumput
laut Sargassum sp. (CP 02). Hasil penelitian menunjukan rendemen hidrolisat cair
Sargassum sp. (CP 02) sebesar 14,65±0,06% dan 17,03±0,33% untuk hidrolisat
padat. Nilai IC50 hidrolisat cair pada reaksi monophenolase dengan substrat Ltirosin sebesar 56,46±7,10 µg/mL dan 215,06±26,26 µg/mL pada reaksi
diphenolase dengan substrat L-DOPA. Nilai IC50 hidrolisat padat pada reaksi
monophenolase dengan substrat L-tirosin sebesar 5,29±0,54 µg/mL dan
17,79±4,45 µg/mL pada reaksi diphenolase dengan substrat L-DOPA.
Kata kunci : hidrolisis, inhibitor tirosinase, Sargassum sp.

ABSTRACT
KRISYE M SAOGO. The Hydrolysis of Brown Seaweed Sargassum sp. (CP 02)
with Marine Fungi EN and Its Hydrolyzates Activity as a Tyrosinase Inhibitor.
Supervised by LINAWATI HARDJITO.
Fungal isolate EN is an endophytic fungus that was isolated from Enhalus
sp. The fungus produces cellulase enzymes to break down the cell walls of
Sargassum sp. (CP 02). Tyrosinase is an enzyme involved in the formation of
melanin, that can be inhibited by tyrosinase inhibitor. Sargassum sp. (CP 02) is a
brown seaweed that might contain tyrosinase inhibitor. This study aimed to

hydrolyze the brown seaweed Sargassum sp. (CP 02) applying fungus EN and
determine the activity of tyrosinase inhibitor in the produced hydrolyzates. The
result showed the yield of Sargassum sp. (CP 02) liquid and solid hydrolyzates
were 14.65±0.06% and 17.03±0.33% respectively. The IC50 of liquid hydrolyzates
of monophenolase and diphenolase reaction were 56.46±7.10 µg/mL and
215.06±26.26 µg/mL respectively. The IC50 of solid hydrolyzates monophenolase
and diphenolase reaction were 5.29±0.54 µg/mL and 17.79±4.45 µg/mL
respectively.
Key words : hydrolysis, Sargassum sp., tyrosinase inhibitor

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


HIDROLISIS RUMPUT LAUT COKLAT Sargassum sp.
(CP 02) DENGAN KAPANG LAUT EN DAN AKTIVITAS
HIDROLISAT SEBAGAI INHIBITOR TIROSINASE

KRISYE M SAOGO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Hidrolisis
Rumput Laut Coklat Sargassum sp. (CP 02) dengan Kapang Laut EN dan
Aktivitas Hidrolisat sebagai Inhibitor Tirosinase. Pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini, yaitu:
1. Prof Dr Linawati Hardjito, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bantuan serta pengarahan selama proses penelitian dan
penulisan.
2. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
3. Dr Kustiaryah Tarman, Spi Msi selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran dan arahan dalam penulisan
4. Staf dosen, pegawai, dan staf tata usaha Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
5. Mama Margaretta Sakoan, Papa Sempurianus Saogo, dan keluarga yang
selalu memberikan semangat dan cinta yang luar biasa kepada penulis.
6. Sara CW, Lina Yustikaningsih, Christina SA dan Ryana TP teman
seperjuangan selama penelitian serta Arman HK yang telah banyak
membantu dalam penelitian ini.

7. Teman-teman THP 48 untuk kebersamaan, bantuan, dan kerjasama selama
menempuh studi di THP.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

Krisye M Saogo

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................................
1
Tujuan Penelitian ...........................................................................................
2
Manfaat Penelitian .........................................................................................

2
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................
2
METODE PENELITIAN ...................................................................................
3
Waktu dan Tempat .........................................................................................
3
Bahan..............................................................................................................
3
Alat .................................................................................................................
3
Prosedur Penelitian.........................................................................................
3
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
8
Hidrolisat Sargassum sp. (CP 02) ..................................................................
9
Aktivitas Inhibitor Tirosinase Hidrolisat Sargassum sp. (CP 02) .................. 12
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 15
Kesimpulan .................................................................................................... 15

Saran ............................................................................................................... 15
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN ....................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 27

DAFTAR TABEL
1 IC50 Asam kojat, ekstrak metanol dan hidrolisat Sargassum sp. (CP 02) ...... 14

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir hidrolisis cair (Obata et al. (2015)) ........................................... 5
2 Diagram alir hidrolisis padat (Obata et al. (2015)) ........................................ 6
3 Rendemen hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02)
pada waktu yang bervariasi ............................................................................ 11
4 Rendemen hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) ......................... 11
5 Perubahan warna analisis aktivitas inhibitor tirosinase
hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02)............................................ 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan rendemen hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) ......

2 Dokumentasi Penelitian .................................................................................
3 Grafik persamaan pendugaan dan nilai IC50 hidrolisat cair Sargassum sp.
(CP 02) pada fase diphenolase dengan substrat L-DOPA .............................
4 Grafik persamaan pendugaan dan nilai IC50 hidrolisat cair Sargassum sp.
(CP 02) pada fase monophenolase dengan substrat L-tirosin .......................
5 Grafik persamaan pendugaan dan nilai IC50 hidrolisat padat Sargassum sp.
(CP 02) pada fase diphenolase dengan substrat L-DOPA .............................
6 Grafik persamaan pendugaan dan nilai IC50 hidrolisat padat Sargassum sp.
(CP 02) pada fase monophenolase dengan substrat L-tirosin .......................

21
22
23
24
25
26

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang sangat penting bagi tubuh sebagai pertahanan
dari berbagai pengaruh kondisi lingkungan, misalnya paparan sinar matahari
(ultraviolet). Paparan sinar ultraviolet (UV) dapat mengaktifkan hormon dan
enzim yang menstimulasi sintesis pigmen melanin yang berlebihan sehingga
menyebabkan hiperpigmentasi kulit. Pembentukan melanin (melanogenesis) yang
berlebihan akan membuat para wanita khususnya wanita asia menjadi kurang
percaya diri (Batubara et al. 2012). Melanin merupakan pigmen atau zat warna
alami pada makhluk hidup yang dibentuk oleh kombinasi reaksi katalis enzimatik
dan kimia. Melanin memiliki dua bentuk, yakni eumelanin dan phaeomelanin.
Eumelanin memiliki sifat tidak larut dalam air, berwarna coklat gelap-hitam
seperti pada retina mata, sedangkan phaeomelanin memiliki sifat larut dalam basa
dan memberikan warna kuning-merah pada rambut. Kedua bentuk tersebut
disintesis dari oksidasi tirosin oleh enzim tirosinase (Bino et al. 2015).
Enzim tirosinase atau fenol oksidase merupakan enzim yang berperan dalam
biosintesis melanin dalam tubuh makhluk hidup. Enzim tirosinase tidak hanya
bertanggung jawab untuk reaksi browning pada buah-buahan, namun juga
berperan terhadap kerusakan kulit, antara lain freckles dan melasma akibat
hiperpigmentasi. Freckles merupakan bintik coklat pada kulit berbentuk seperti
kepala paku dan dapat menyebar jika terpapar sinar matahari berulang-ulang.
Freckles terjadi di daerah pipi, hidung, lengan dan bahu atas. Freckles merupakan

hiperpigmentasi yang dapat diturunkan secara genetik. Melasma merupakan
hiperpigmentasi yang terjadi akibat hormon, seperti pada wanita hamil. Senyawa
dengan aktivitas depigmentasi yang sering digunakan pada kosmetik sebagai
inhibitor tirosinase yakni hidrokuinon, asam kojat, arbutin, katekin dan asam
azelaik (Narayanaswamy dan Arun 2011).
Hidrokuinon sering digunakan sebagai bahan tambahan pada kosmetik
khususnya untuk pemutih. Indonesia telah melarang penggunaan hidrokuinon
pada kosmetik karena dapat menyebabkan alergi dermatis dan bersifat sitotoksik
terhadap sel melanosit. Kepala BPOM telah mengeluarkan surat Public Warning
No. KH 00.01.43.2503 tahun 2009 tentang kosmetik yang mengandung bahan
berbahaya termasuk hidrokuinon yang dapat membahayakan kesehatan,
menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar serta senyawa
sintesis ini sangat kuat sehingga kulit tidak dapat kembali seperti semula
(Ditjen POM RI 2009).
Senyawa depigmentasi pada tanaman telah banyak dikembangkan. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa ekstrak tanaman mampu menghambat sintesis
melanin tanpa bersifat sitotoksik. Batubara et al. (2010) melaporkan bahwa
ekstrak metanol dari kayu Rhizophora sp. memiliki kemampuan inhibisi yang
cukup baik terhadap aktivitas enzim tirosinase dengan IC50 sebesar 108,2 g/mL
pada reaksi monophenolase dan 124 g/mL pada reaksi diphenolase. Rendemen
ekstrak kayu Rhizophora sp. dalam penelitian Batubara et al. (2010) sebesar 11 %.
Gazali (2014) melaporkan bahwa ekstrak metanol dari kulit buah Xylocarpus
granatum memiliki aktifitas inhibitor tirosinase dengan IC50 784,87 g/mL

2

(monophenolase) dan 1176,66
g/mL (diphenolase) dengan konsentrasi
maksimum 2000 µg/mL. Rendemen yang dihasilkan ekstrak metanol kulit buah
Xylocarpus granatum yakni 21,48%.
Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut yang termasuk pada
kelas Phaeophyceae atau ganggang coklat. Sargassum sp. berbentuk lembaran
yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi dengan bagian-bagian serupa akar,
batang dan daun. Sargassum sp. hidup di daerah perairan jernih yang mempunyai
substrat dasar batu karang dan tumbuh subur pada daerah tropis (Budhiyanti et al.
2012). Sargassum fillipendula mempunyai pigmen klorofil a dan b, beta karoten,
dan fukosantin. Fukosantin dari rumput laut coklat berpotensi sebagai antioksidan
dan meredam radikal bebas (Nursid et al. 2013). Demirel et al. (2012) melaporkan
rumput laut coklat merupakan sumber metabolit yang bernilai ekonomi misalnya
karotenoid, laminaran, alginat, fukoidan, manitol, dan phlorotanin. Rumput laut
coklat Sargassum crassifolium mempunyai kadar abu (mineral) yang tinggi yakni
36,93% (Handayani et al. 2004).
Indriani (2014) melaporkan ekstrak metanol Sargassum sp. (CP 02) dapat
menghambat enzim tirosinase pada reaksi monophenolase dengan IC50 sebesar
13,43±1,45 g/mL dan reaksi diphenolase sebesar 11,60±2,30 g/mL. Metode
ekstraksi yang digunakan menghasilkan rendemen yang kecil yakni 2,37±0,66%
dan jika diproduksi skala industri tidak efisien. Metode alternatif yang dapat
digunakan adalah hidrolisis dengan bantuan kapang EN. Penggunaan kapang EN
dalam proses hidrolisis juga mengacu pada hasil penelitian pendahuluan, bahwa
nilai IC50 hidrolisat Sargassum sp. (CP 01) yang dihidrolisis kapang EN lebih
tinggi dibandingkan kapang SMH dan KT 19. Selain itu, Andhikawati et al.
(2014) juga melaporkan bahwa kapang EN memiliki aktivitas selulotik yang
tinggi jika dibandingkan dengan kapang SMH dan KT 19, sehingga dapat
menghidrolisis selulosa pada dinding sel Sargassum.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan hidrolisat rumput laut coklat
Sargassum sp. (CP 02) dengan kapang EN dan menentukan aktivitas inhibitor
tirosinase pada hidrolisat rumput laut Sargassum sp. (CP 02).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai rendemen
dan aktivitas inhibitor tirosinase dari hidrolisat rumput laut coklat Sargassum sp.
(CP 02).

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah hidrolisis rumput laut coklat Sargassum
sp. (CP 02) menggunakan kapang EN, penentuan rendemen hidrolisat dan
pengujian aktivitas inhibitor tirosinase hidrolisat.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga November 2015.
Preparasi bahan, hidrolisis Sargassum sp. (CP 02), analisis aktivitas inhibitor
tirosinase dari hidrolisat bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan,
Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut coklat
Sargassum sp. (CP 02) bubuk yang berasal dari Pantai Cipatujah, Tasikmalaya,
Jawa Barat. Istilah CP 02 merupakan kode spesies yang diberikan untuk
membedakan spesies 1 dan 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses
hidrolisis Sargassum sp. (CP 02) adalah akuades, dan kapang EN yang diperoleh
dari Dr Kustiariyah Tarman, Spi MSi. Bahan yang digunakan untuk menarik
komponen hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) dalam bentuk filtrat yakni etanol
96%, sedangkan hidrolisat padat menggunakan metanol PA sebagai pelarut.
Bahan-bahan yang digunakan dalam uji aktivitas inhibitor tirosinase yaitu,
hidrolisat padat atau cair Sargassum sp. (CP02), akuades steril, bufer fosfat pH
6,8, L-tirosin (Sigma, St Louis, MO, USA), L-DOPA (Sigma, St Louis, MO,
USA) dan enzim tirosinase jamur (Sigma, St Louis, MO, USA).
Alat
Alat yang digunakan pada proses hidrolisis Sargassum sp. (CP 02), adalah
erlenmeyer, sudip, corong, neraca analitik (Sartorius TE 214S), autoclave, dan
magnetic stirrer (Jenwey 1200). Alat yang digunakan untuk menarik komponen
Sargassum sp. (CP 02) adalah kertas saring, kain belacu, gelas ukur, tabung
eppendorf 10 mL dan sentrifuse (Kokusan H-18). Alat yang digunakan dalam uji
aktivitas inhibitor tirosinase yaitu neraca analitik (Sartorius TE 214S), tabung
reaksi, mikro pipet, vortex, tabung eppendorf dan spektrofotometer (UV-Vis RS
Spectrophotometer UV-2500).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel rumput laut Sargassum
sp. (CP 02) di Pantai Cipatujuh, Tasikmalaya, Jawa Barat. Sargassum sp. (CP 02)
selanjutnya dibersihkan dari benda asing dan dikeringkan dengan menggunakan
bantuan sinar matahari selama 4 hari. Sargassum sp. (CP 02) yang sudah kering
kemudian digiling dengan menggunakan alat khusus penggiling rumput laut,
sehingga menjadi bubuk rumput laut Sargassum sp. (CP 02). Penelitian ini
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu hidrolisis rumput laut Sargassum sp. (CP
02) dengan kapang EN, perhitungan rendemen hidrolisat dan analisis inhibitor
tirosinase hidrolisat.

4

Hidrolisis Sargassum sp. (CP 02) dengan Kapang EN
Hidrolisis rumput laut Sargassum sp. (CP 02) mengacu pada penelitian
Obata et al. (2015) dengan beberapa modifikasi. Modifikasi dalam penelitian ini
yakni penambahan kapang EN, suhu dan waktu yang digunakan selama proses
hidrolisis. Metode hidrolisis Sargassum sp. (CP 02) terbagi menjadi 2 yakni
hidrolisis cair dan padat.
Proses hidrolisis diawali dengan pembuatan inokulum EN terlebih dahulu.
Pembuatan inokulum EN dilakukan dengan penimbangan bubuk Sargassum sp.
(CP 02) sebanyak 5 gram, ditambah 100 mL akuades, kemudian disterilisasi
selama 25 menit. Larutan Sargassum sp. (CP 02) kemudian ditambah kapang EN
sebanyak 10 mL dan distirrer selama 24 jam pada suhu ruang.
Proses hidrolisis cair (Gambar 1) diawali dengan penimbangan bubuk
Sargassum sp. (CP 02) sebanyak 5 gram, ditambah 100 mL akuades, selanjutnya
disterilisasi selama 25 menit. Larutan tersebut kemudian ditambah 10 mL
inokulum EN yang telah dibuat sebelumnya dan dihidrolisis dengan bantuan
magnetic stirrer selama 96 jam pada suhu ruang. Isolat hidrolisis cair Sargassum
sp. (CP 02) diambil sebanyak 5 mL, kemudian disaring. Penyaringan isolat
hidrolisis cair dilakukan dengan dua tahap, pertama larutan Sargassum sp. (CP
02) disaring dengan kain belacu, sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Kedua,
penyaringan filtrat pada tahap pertama dengan kertas saring. Filtrat yang telah
disaring selanjutnya dipresipitasi dengan etanol 96% dengan perbandingan (1:2)
v/v. Kemudian larutan tersebut divortex dan didiamkan selama 5 menit serta
disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Setelah itu padatan
yang dihasilkan dioven selama 28 jam pada suhu 50 °C. Pengambilan sampel
isolat hidrolisat dilakukan pada jam ke-0 (sebelum penambahan kapang EN) dan
setelah penambahan kapang EN pada jam ke-24, 48, 72 dan 96. Proses hidrolisis
dan isolasi hidrolisat cair dilakukan 2 kali ulangan.
Proses hidrolisis padat (Gambar 2) diawali dengan penimbangan bubuk
rumput laut Sargassum sp. (CP 02) sebanyak 25 gram dan disterilisasi selama 25
menit. Sargassum sp. (CP 02) kemudian didinginkan dan ditambah inokulum EN
sebanyak 10 mL dan diinkubasi selama 4 hari. Setelah itu ditambah metanol
sebanyak 250 mL dan distirrer selama 48 jam. Campuran Sargassum dan metanol
kemudian disaring, filtrat yang didapat dievaporasi dan ampasnya ditambah 250
mL metanol dan distirrer selama 48 jam, setelah itu disaring kembali dan filtrat
yang didapat dievaporasi. Padatan hasil evaporasi hidrolisat padat dikeringkan
dengan oven pada suhu 50 °C selama 24 jam. Proses hidrolisis padat dilakukan 2
kali ulangan.
Rendemen Hidrolisat Sargassum sp. (CP 02)
Rendemen hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) diperoleh dari
perbandingan berat kering hidrolisat Sargassum sp. (CP 02) yang dihasilkan
dengan berat bahan baku Sargasssum sp. (CP 02). Rendemen diperoleh dengan
rumus:
Rendemen

erat hidrolisat g
erat a al sampel g

100

5

Sargassum sp.
(CP 02) 5 gram

Penambahan akuades 100 mL

Sterilisasi
Pendinginan
Penambahan inokulum EN 10 mL
Hidrolisis selama 4 hari
Penyaringan I (dengan kain belacu)

Filtrat

Ampas

Penyaringan II (dengan kertas saring)
Filtrat
Presipitasi dengan Etanol 96 %
Sentrifugasi

Padatan

supernatan

Pengeringan dengan Oven (50 °C)

Perhitungan
rendemen

Keterangan :
= Input/output
= Proses

Gambar 1 Diagram alir hidrolisis cair (Obata et al. (2015))

Inhibitor
tirosinase

6

Sargassum sp.
(CP 02) 25 gram

Sterilisasi
Pendinginan
Penambahan inokulum
EN 10 mL
Hidrolisis
selama 4 hari
Marerasi dengan metanol
250 mL selama 48 jam

Penyaringan

Filtrat

Ampas

Evaporasi

Marerasi dengan metanol
250 mL selama 48 jam

Ampas

Filtrat
Evaporasi

Padatan

Pengeringan dengan Oven (50 °C)

Perhitungan
rendemen

Keterangan :
= Input/output
= Proses

Gambar 2 Diagram alir hidrolisis padat (Obata et al. (2015))

Inhibitor
tirosinase

7

Analisis Aktivitas Inhibitor Tirosinase (Chan et al. 2011)
Uji inhibitor tirosinase dilakukan dengan membandingkan kemampuan
padatan hasil sentrifugasi hidrolisis cair dan padatan hasil hidrolisis padat
Sargassum sp. (CP 02) dengan asam kojat sebagai kontrol positif dan akuades
sebagai kontrol negatif dalam inhibisi tirosinase. Persiapan yang dilakukan
sebelum pengujian inhibitor tirosinase yakni pembuatan larutan hidrolisat cair dan
padat Sargassum sp. (CP 02), pembuatan bufer fosfat, pengenceran enzim
tirosinase, sterilisasi akuades dan persiapan tabung reaksi yang digunakan.
Pembuatan larutan hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) diawali
dengan penimbangan hidrolisat masing-masing 10 mg, kemudian ditambah 1 mL
akuades steril dan dihomogenkan menggunakan vortex. Konsentrasi larutan
hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) adalah 10 mg/mL. Pembuatan
bufer fosfat diawali dengan penimbangan KH2PO4 sebanyak 1,145 gram dan 3,4
gram Na2HPO masing-masing dilarutkan dalam 50 mL akudes kemudian
disterilisasi selama 25 menit. Larutan tersebut kemudian didinginkan, setelah itu
sebanyak 50 mL larutan KH2PO4 dicampurkan dengan larutan Na2HPO sebanyak
50 mL sehingga didapatkan bufer fosfat 100 mL pH 6,8. Pengukuran pH bufer
fosfat dilakukan menggunakan kertas pH. Pengenceran enzim tirosinase dilakukan
dengan penambahan 1 mL bufer fosfat pada 24988 unit enzim tirosinase.
Kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 40 µL dan diencerkan dalam 960 µL
bufer fosfat, sehingga diperoleh enzim tirosinase 1 mL yang akan digunakan
dalam pengujian inhibitor tirosinase. Sterilisasi akuades diawali dengan
pengukuran akuades sebanyak 100 mL kemudian disterilisasi selama 25 menit.
Pengujian inhibitor tirosinase dilakukan menggunakan metode yang
dilaporkan Chan et al. (2011) dengan beberapa modifikasi. Modifikasi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah konsentrasi hidrolisat Sargassum sp.
(CP 02) dan substrat L-tirosin dan L-DOPA yang digunakan. Pengujian inhibitor
tirosinase diawali dengan penyiapan enam tabung steril. Setiap tabung ditamba
bufer fosfat sebanyak (1,880; 1,860; 1,840; 1,820; 1,800 dan 1,800) mL,
selanjutnya penambahan larutan hidrolisat secara berurutan sebanyak (20, 40, 60,
80 dan 100) mL serta 100 mL akuades sebagai kontrol negatif, kemudian
dihomegenkan. Setelah itu ditambahkan enzim tirosinase sebanyak 100 µL pada
setiap tabung secara berurutan. Campuran tersebut diinkubasi selama 10 menit
(t0), kemudian diukur absorbansinya dengan spektofotometer pada panjang
gelombang 475 nm. Substrat L-tirosin dengan konsentrasi 3,4 mg/10 mL dalam
akuades steril diambil sebanyak 1 mL dan ditambah pada tabung reaksi secara
berurutan dan diinkubasi selama 20 menit. Substrat L-DOPA 3,3 mg/10 mL
dalam bufer fosfat ditambah sebanyak 1 mL ke masing-masing tabung secara
berurutan kemudian diinkubasi selama 10 menit. Waktu inkubasi setelah
penambahan substrat dinyatakan dalam (t10).
Larutan uji diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 475 nm untuk menentukan persen daya hambat dan nilai
konsentrasi hambat 50% (IC50). Persen inhibisi dihitung dengan cara
membandingkan nilai absorbansi sampel tanpa penambahan ekstrak (A) dan
dengan penambahan ekstrak
pada 475 nm. Presentase inhibisi dihitung
dengan rumus berikut:

8

a a ham at

Keterangan:

At0
At10
Bt0
Bt10

=
=
=
=

t

t0
t10

t10
t0

t0

100

nilai absorbasi kontrol pada t0
nilai absorbansi kontrol pada t10
nilai absorbansi sampel pada t0
nilai absorbansi sampel pada t10

Nilai inhibisi tirosinase kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi hidrolisat
Sargassum sp.(CP 02) yang dapat menghambat 50% aktivitas enzim tirosinase (IC 50).

Analisis Data
Data yang peroleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
software Microsoft Excel 2010 untuk menghitung konsentrasi hidrolisat
Sargassum sp. (CP 02) dalam satuan μg/mL. Nilai IC50 dihitung dengan
menggunakan persamaan regresi linear untuk substart L-DOPA dan logaritma
untuk substrat L-tirosin. Konsentrasi hidrolisat sebagai sumbu x dan daya hambat
(%) sebagai sumbu y. Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung IC50 dengan
menggunakan rumus :
50

50 a

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sargassum sp. merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang terbesar
dari famili Sargassacea kelas Phaeophyceae. Sargassum sp. tumbuh secara alami
di daerah perairan tropis dan subtropis. Secara ekologi Sargassum sp. ikut dalam
pembentukan ekosistem terumbu karang yang merupakan tempat asuhan bagi
biota kecil. Sargassum sp. tumbuh di perairan yang jernih dengan substrat dasar
batu karang, karang mati, batuan vulkanik dan benda-benda yang bersifat massive
yang berada di dasar perairan. Secara umum Sargassum sp. tumbuh pada
kedalaman 0,5-10 m dengan suhu perairan 27,25-29,30 °C (Kadi 2005).
Sargassum sp. tumbuh berumpun dengan untaian cabang, panjang thallus
utama mencapai 1-3 m dan tiap-tiap percabangan terdapat gelembung udara
(bladder) berfungsi menopang cabang-cabang thallus terapung ke arah permukaan
air untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari. Sargassum yang dipasarkan di
daerah Jawa Barat adalah Sargassum polycystum, Sargassum binderi dan
Sargassum duplicatum. Rumput laut Sargassum sp. sudah dimanfaatkan dalam
bidang industri pangan sebagai bahan pengemulsi, pengental, pembentuk gel,
stabilizer, dan pensuspensi (Subaryono 2010). Ekstrak Sargassum sp. juga telah
dimanfaatkan sebagai antibakteri dalam bidang farmasi. Alfiyaturohmah et al.
(2013) melaporkan ekstrak Sargassum vulgare mempunyai aktivitas antibakteri

9

terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Sargassum sp. Juga
dimanfaatkan dalam bidang kosmetik sebagai antioksidan dan pelangsing tubuh
(Putri 2011). Sargassum sp. juga dimanfaatkan dalam bidang tekstil sebagai
pengental pada textile printing (Surbayono 2010).
Sargassum sp. mengandung hidrokoloid (laminaran, alginat dan fukoidan),
manitol (gula alkohol) dan phlorotanin (Demirel et al. 2012). Septiana dan Asnani
(2012) melaporkan bahwa phlorotanin merupakan salah satu polifenol yang
menonjol secara farmakologi terbentuk dari unit phloroglucinol (1,3,5trihdroxybenzene) yang berfungsi sebagai antiproliferasi, antioksidan,
antiinflamasi, dan kemampuan untuk mengabsorpsi radiasi UV yang berkisar
antara 0,75-5,06 %. Indriani (2014) melaporkan Sargassum sp. (CP 02) memiliki
senyawa flavonoid, saponin, komponen fenolik, tripenoid dan steroid, sehingga
dapat berperan sebagai inhibitor tirosinase. Chang (2009) melaporkan senyawa
flavonoid dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi UV, patogen dan
herbivora pada tumbuhan.

Hidrolisat Sargassum sp. (CP 02)
Polisakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun lebih dari
delapan satuan monosakarida. Jenis-jenis polisakarida diantaranya selulosa,
amilosa, amilopektin, dan kitin (Kusuma 2012). Polisakarida yang terdapat pada
rumput laut coklat yakni fukoidan, laminaran dan alginat. Fukoidan merupakan
polisakarida sulfat yang berfungsi sebagai antikoagulan, antitumor,
imunomodulator, antioksidan dan antiinflamasi (Marudhupandi dan
Dhinakarasamy 2015). Alginat merupakan polimer linear organik polisakarida
ang terdiri dari monomer α-L asam guluronat G dan β-D asam manuronat atau
kombinasi keduanya. Kualitas alginat dibagi dalam 3 kelompok yakni industrial
grade, food grade, dan pharmaceutical grade (Munifah 2008). Alginat bersifat
koloid dan hidrofilik yang berfungsi membentuk gel, pengemulsi, pengental dan
stabilizer dan dan dalam bidang farmasi alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam
alginat (Mushollaeni dan Endang 2011). Asam alginat merupakan polisakarida
anionik yang terdapat pada dinding sel rumput laut coklat. Asam alginat berfungsi
sebagai imunostimulan pada ikan salmon (Marudhupandi dan Dhinakaasamy
2015). Laminaran adalah polisakarida yang tergolong sebagai cadangan makanan
β-glukan) yang dimanfaatkan dalam bidang pangan dan farmasi (Chamidah et al.
2013).
Polisakarida rumput laut dapat diperoleh dengan menggunakan metode
hidrolisis. Hidrolisis merupakan penguraian polisakarida menjadi campuran
oligosakarida dan monosakarida dengan menggunakan air (Kusuma 2012). Proses
hidrolisis dalam penelitian ini menggunakan bantuan kapang EN yang dapat
menghasilkan enzim selulase sehingga dapat memecah dinding sel (selulosa)
Sargassum sp. (CP 02). Kapang EN merupakan kapang endofit yang diisolasi dari
lamun Enhalus sp. Kapang endofit yaitu jenis kapang yang tumbuh di dalam
tanaman inangnya tanpa menyebabkan gejala penyakit pada inang yang hidup dan
pertumbuhan di habitat melibatkan interaksi yang berjalan terus-menerus antara
metabolisme kapang dan inangnya. Penggunaan kapang EN mengacu pada
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa kapang EN

10

dapat menghidrolisis rumput laut yang ditandai dengan tersuspensinya air dan
Sargassum sp. (CP 02) dan memiliki nilai IC50 paling tinggi dibandingkan proses
hidrolisis dengan menggunakan bantuan kapang SMH dan KT 19. Berdasarkan
penapisan, kapang EN menghasilkan enzim selulase dan memiliki indeks selulotik
1,36 yang merupakan indeks tertinggi dibandingkan dengan kapang yang diisolasi
dari spons dan daun mangrove. Indeks aktivitas selulotik ditentukan dengan
pengukuran selisih antara diameter zona bening dan diameter koloni kapang EN
dibagi diameter koloni kapang EN. Zona bening merupakan suatu daerah tidak
berwarna pada sekeliling koloni kapang EN. Zona tersebut menunjukkan
terurainya selulosa oleh enzim selulose yang dihasilkan koloni kapang EN
(Purwadaria et al. 2003).
Etanol 96% digunakan untuk mengendapkan hidrolisat cair, sedangkan
metanol digunakan pada hidrolisat padat. Etanol 96% dan metanol adalah pelarut
universal yang bersifat polar, dan banyak digunakan dalam bidang kosmetik.
Hasil hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) berwarna coklat dan berbentuk
serabut, jika dikeringkan akan berbentuk padatan halus. Komponen utama yang
terdapat pada hidrolisat cair diduga adalah polisakarida. Warna coklat pada isolat
hidrolisat cair disebabkan oleh pigmen fukosantin yang dimiliki Sargassum sp.
(CP 02). Fukosantin merupakan salah satu pigmen yang dihasilkan pada
biosintesis karotenoid. Fukosantin dari rumput laut coklat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan nutrasetikal terutama sebagai antioksidan dan agen
kemopreventif karena kemampuannya dalam meredam radikal bebas (Nursid et
al. 2013). Hidrolisat padat memiliki warna hijau kecoklatan, hal ini disebabkan
oleh klorofil (hijau) dan fukosantin (coklat) yang dimiliki oleh Sargassum sp.
(CP 02). Hidrolisat padat berbentuk seperti padatan pasta, dan jika dibiarkan pada
suhu ruang padatan tersebut akan mencair. Hal ini diduga karena padatan
hidrolisat padat mengandung senyawa hidrokoloid (alginat). Alginat memiliki
sifat hidrofilik yang tinggi, sehingga dapat menyerap molekul air (Anward 2013).
Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan dalam proses fotosintesis
dengan menyerap dan menggunakan cahaya matahari untuk mensintesis oksigen
dan karbohidrat yang dibutuhkan sebagai nutrisi rumput laut. Klorofil telah
dimanfaatkan dalam bidang industri pangan sebagai pewarna alami (Sedjati et al.
2012). Turunan klorofil juga dimanfaatkan sebagai antibakteri pada pembuatan
sabun cuci tangan (Soehatmo et al. 2014). Klorofil juga dimanfaatkan dalam
bidang pertanian sebagai bioinsektisida ramah lingkungan khususnya terhadap
larva nyamuk (Suparmi dan Achmad 2009). Resita et al. (2010) melaporkan
bahwa Sargassum sp. mengandung pigmen fotosintesis antara lain klorofil a 0,7354,96%, klorofil c 0,28-1,09%, karoten 0,38% dan fukosantin 21,80–73,10%.
Hasil rendemen hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) pada jam ke-0 sampai ke96 dapat dilihat pada Gambar 3.

11

16

Rendemen (%)

14
12
10
8
6
4
2
0
0

24

48

72

96

Waktu (jam)

Gambar 3 Rendemen hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) pada waktu yang
bervariasi

Rendemen (%)

Bobot hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) dari jam ke-0, 24, 48, 72 dan 96
pada penelitian ini mengalami peningkatan (Gambar 3). Jam ke-0 memiliki
rendemen sebesar 5,9% dan meningkat pada jam ke-96 sebesar 14,56%. Hal ini
disebabkan oleh enzim selulase yang dihasilkan kapang EN pada proses hidrolisis.
Hidrolisat cair memiliki pH awal 7 dan selama proses hidrolisis menurun menjadi
6. Penurunan pH hidrolisat cair diduga disebabkan oleh hasil hidrolisis alginat
berupa monomer guluronat dan manuronat yang bersifat asam.
Selain pH, proses hidrolisis juga dipengaruhi oleh waktu dan pengadukan.
Pengadukan dilakukan menggunakan stirrer untuk meningkatkan ketersediaan
oksigen terhadap kapang EN. Proses hidrolisis dan pemanenan polisakarida
Sargassum sp. (CP 02) dilakukan pada hari ke-4, diduga pada hari tersebut berada
pada fase eksponensial. Oktavia (2014) melaporkan kapang EN memiliki fase
eksponensial dalam menghasilkan enzim selulase pada hari ke-3 sampai hari ke12 dengan media Potato Dextrose Broth (PDB). Rendemen berdasarkan
perbedaan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

17,03±0,33
14,56±0,66

2,37±0,66

Hidrolisis cair

Hidrolisis padat

Ekstrak metanol
(Indriani 2014)

Gambar 4 Rendemen hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02)

12

Rendemen hidrolisat cair dan padat Sargassum sp. (CP 02) yang dihasilkan
penelitian ini yakni 14,56±0,06% dan 17,03±0,33%, lebih tinggi dari rendemen
yang dihasilkan dalam penelitian Indriani (2014) dengan menggunakan metode
ekstraksi pelarut metanol yakni 2,37±0,66% (Gambar 4). Rendemen yang
dihasilkan hidrolisat padat lebih tinggi dibandingkan hidrolisat cair. Hal ini
diduga oleh perbedaan jenis pelarut yang digunakan untuk menarik senyawa pada
hidrolisat. Hidrolisis padat menggunakan pelarut metanol yang dapat menarik
sebagian besar senyawa polar dan non polar, sedangkan hidrolisat cair
menggunakan pelarut etanol 96% yang hanya dapat menarik senyawa polar.
Perbedaan rendemen juga disebabkan oleh perbedaan metode yang
digunakan. Proses hidrolisis yang dilakukan dalam penelitian dibantu oleh kapang
EN yang dapat menghasilkan enzim selulase sehingga dapat memecah dinding sel
(selulosa) Sargassum sp. (CP 02) sedangkan pada penelitian Indriani (2014)
hanya menggunakan metode maserasi dengan magnetic stirer selama 24 jam.
Hasil rendemen yang berbeda juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, ukuran
partikel sampel, lama waktu ekstraksi atau hidrolisis, jenis pelarut, komponen
yang dihasilkan, dan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel yang digunakan
(Harborne 1987).

Aktivitas Inhibitor Tirosinase Hidrolisat Sargassum sp. (CP 02)
Melanin merupakan komponen utama yang menentukan warna kulit dari
sel-sel pelapisan terdalam epidermis yang menghasilkan pigmen melanin.
Pembentukan melanin terjadi di melanosom yang disebabkan oleh sel melanosit.
Melanin berfungsi sebagai pelindung kulit dari radiasi ultraviolet. Jika melanin
diproduksi secara berlebihan (hiperpigmentasi) akan menyebabkan melasma, dan
freckles yang mengurangi keindahan kulit.
Biosintesis melanin merupakan tanggapan fisiologi reaksi dari kulit manusia
setelah terpapar sinar matahari. Sintesis melanin dimulai dengan oksidasi asam
amino L-tirosin menjadi 3,4 dihydroxyphenylalanine (L-DOPA) dan selanjutnya
dioksidasi menjadi DOPAquinone, keduanya dikatalisis oleh enzim tirosinase.
Selanjutnya DOPAquinone akan diubah menjadi DOPAchrome, dan pada proses
berikutnya diubah menjadi 5,6-dihydroxyindole (DHI) dan 5.6-dihydroxyindole-2carboxylic acid (DHICA) yang akan membentuk eumelanin yaitu melanin
berwarna hitam dan juga coklat. Enzim tirosinase juga berperan untuk mengubah
DHI yang menjadi indole-5-6-quinone. Melanin yang terbentuk kemudian
ditransfer dan didistribusikan ke keratinosit epidermal di sekitar melanosit maka
akan terjadi pigmentasi kulit. Melanogenesis diatur oleh enzim tirosinase,
tirosinase related protein 1 (TRP 1) dan tirosinase related protein 2 (TRP 2)
(Chan et al. 2011).
Enzim tirosinase merupakan metalloenzym yang mengandung tembaga pada
sisi aktifnya. Metalloenzym merupakan enzim yang mengandung sejumlah ion
logam tertentu yang berfungsi sebagai pertahanan selama proses pemurnian.
Tirosinase mengkatalisis dua reaksi yaitu hidroksilasi tirosin menjadi 3,4dihidroksiphenilalanin (DOPA) yang disebut reaksi monophenolase dan oksidasi
DOPA menjadi dopaquinone (o-quionenies) yang disebut reaksi diphenolase yang
dibantu molekul oksigen (oxy-, met-, dan deoxytyrosinase) (Yunita 2014).

13

Pengujian hidrolisat Sargassum sp. (CP 02) dilakukan pada aktivitas
monophenolase dan diphenolase dengan menggunakan L-tirosin dan L-DOPA
sebagai substrat. Asam kojat berperan sebagai kontrol positif dalam pengujian
hidrolisat sebagai inhibitor tirosinase. Asam kojat (5-hydroxy-2-hydroxymethyl)-4pyrone) merupakan hasil metabolit jamur yang bertindak sebagai chelator yang
baik untuk logam transisi seperti Cu2+ dan Fe3+. Asam kojat digunakan dalam
bidang kosmetik sebagai pemutih kulit (agen depigmentasi). Asam kojat
merupakan inhibitor kompetitif dalam reaksi monophenolase dan inhibitor
campuran pada reaksi diphenolase (Saghaie et al. 2013). Penggunaan asam kojat
sebagai kontrol positif sangat disarankan sebagai pembanding kekuatan
penghambatan tirosinase baik dengan bahan baru yang ditemukan ataupun dengan
kekuatan penambahan bahan lain (Chang 2012). Asam kojat digunakan sebagai
kontrol positif karena memiliki efek inhibisi serta kestabilan yang tinggi
dibandingkan dengan bahan lainnya (Fransiska et al. 2012). Perubahan warna
analisis aktivitas inhibitor tirosinase hidrolisat cair dan padat Sargassum sp.
(CP 02) dapat dilihat pada Gambar 5.

A
B
C
D
E
Gambar 5 Perubahan warna analisis aktivitas inhibitor tirosinase hidrolisat cair
dan padat Sargassum sp. (CP 02). (A) Tabung kontrol negatif, (B)
Tabung hidrolisat cair substrat L-tirosin, (C) Tabung hidrolisat cair
substrat L-DOPA, (D) Tabung hidrolisat padat dengan substrat
L-tirosin dan (E) Tabung hidrolisat padat dengan substrat L-DOPA.
Secara kasat mata Gambar 5 memperlihatkan kontrol negatif (tanpa
penambahan hidrolisat) berwarna ungu kehitaman yang menunjukkan bahwa
enzim tirosinase bekerja aktif untuk mengoksidasi substrat L-DOPA sehingga
terjadi reaksi diphenolase. Hidrolisat cair dengan substrat L-tirosin memiliki
warna coklat dan sedikit keunguan, sedangkan pada hidrolisat cair dengan substrat
L-DOPA memiliki warna ungu kecoklatan yang lebih pekat. Hal ini diduga bahwa
komponen yang terdapat pada hidrolisat cair lebih dapat menghambat reaksi
monophenolase dibandingkan reaksi diphenolase. Hidrolisat padat dengan substrat
L-tirosin memiliki warna hampir bening, sedangkan pada substrat L-DOPA
memiliki warna sedikit keunguan. Hal ini diduga bahwa komponen yang terdapat
pada hidrolisat padat dapat menghambat reaksi monophenolase dan diphenolase
lebih baik daripada hidrolisat cair.
Hidrolisat yang memiliki aktivitas inhibitor tirosinase akan menurunkan
intensitas warna coklat sedangkan hidrolisat yang tidak memiliki aktivitas
inhibitor dan kontrol negatif memiliki warna keunguan. Juwita (2011)
menyatakan bahwa warna ungu merupakan warna dari dopacrome yang terbentuk
sehingga dapat diukur penghambatannya. Jika warna dari dopachome terbentuk

14

banyak maka enzim tirosinase tidak dapat dihambat, sebaliknya jika warna
dopachome tidak muncul maka kerja tirosinase terhambat secara maksimal oleh
hidrolisat.
Hasil uji inhibitor tirosinase dinyatakan dengan nilai IC50. Nilai IC50
merupakan konsentrasi hidrolisat yang mampu menghambat aktivitas enzim
tirosinase sebesar 50% (Saghaie 2013). Proses penghambatan enzim tirosinase
dibagi menjadi dua, yakni inhibitor kompetitif dan non kompetitif. Inhibitor
kompetitif merupakan suatu senyawa atau zat yang dapat bergabung dengan
enzim sehingga mencegah enzim mengikat substart. Inhibitor non kompetitif
merupakan suatu senyawa yang dapat mengikat substrat dan enzim sehingga
membentuk reaksi yang baru yakni enzim, substrat dan inhibitor tanpa
menghasilkan produk (Chang 2009). Hasil pengujian IC50 pada reaksi
monophenolase dan diphenolase dari asam kojat, ekstrak dan hidrolisat
Sargassum sp. (CP 02) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 IC50 Asam kojat, ekstrak metanol dan hidrolisat Sargassum sp. (CP 02)
Reaksi
Monophenolase (L-tirosin) Diphenolase (L-DOPA)
g/mL
g/mL
Asam kojat
3,25±0,53*
14,27±0,75*
Ekstrak metanol Sargassum sp. (CP 02)
13,43±1,45*
11,60±2,30*
Hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02)
56,46±7,10
215,06±26,26
Hidrolisat padat Sargassum sp. (CP 02)
5,29±0,54
17,79±4,45
Keterangan : (*) data penelitian Indriani (2014)
Proses

Aktivitas inhibitor tirosinase hidrolisat padat Sargassum sp. (CP 02)
memiliki nilai IC50 lebih baik pada reaksi monophenolase dibandingkan pada
reaksi diphenolase. Nilai IC50 hidrolisat padat sebanding dengan ekstrak metanol
Sargassum sp. (CP 02). Aktifitas inhibitor tirosinase hidrolisat cair Sargassum sp.
(CP 02) pada reaksi monophenolase turun 4,20 kali, dan 18,54 kali pada reaksi
diphenolase dibandingkan dengan aktifitas inhibitor tirosinase ekstrak metanol
Sargassum sp. (CP 02) yang diuji oleh Indriani (2014). Perbedaan nilai IC50 ini
diduga oleh perbedaan pelarut yang digunakan dalam pengambilan senyawa aktif
pada Sargassum sp. (CP 02).
Pelarut metanol diduga dapat mengikat sebagian besar senyawa atau
komponen yang memiliki aktivitas inhibitor tirosinase. Sedangkan pelarut etanol
96% dapat memisahkan sebagian besar polisakarida dan sebagian kecil senyawa
atau komponen yang mengandung aktivitas tirosinase pada rumput laut
Sargassum sp. (CP 02). Kapang EN diduga mengandung metabolit sekunder yang
berperan sebagai inhibitor tirosinase, akan tetapi penelitian terkait inhibitor
tirosinase dari kapang EN belum pernah dilaporkan. Penelitian terkait asam kojat
sebagai inhibitor tirosinase dari kapang Aspergillus oryzae telah dilaporkan oleh
Tanaka et al. (1989) dan Futamura et al. (2001).
Kandungan kelompok senyawa kimia yang terdapat pada Sargassum sp.
(CP 02) yakni flavonoid, komponen fenolik, steroid, dan saponin (Indriani 2014).
Flavonoid merupakan senyawa yang larut air dan tergolong dalam komponen
fenolik. Flavonoid berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari radiasi UV,
patogen dan herbivor (Chang 2009). Kerja enzim tirosinase kemungkinan dapat
dihambat dengan adanya kandungan flavonoid pada hidrolisat Sargassum sp. (CP
02). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Oskoueian et al. (2012) yang

15

menyatakan komponen fenolik dan flavonoid berkontribusi dalam penghambatan
enzim tirosinase. Salah satu golongan flavonoid yaitu flavonols mempunyai
aktivitas inhibitor kompetitif pada oksidasi L-DOPA (Chang 2009).
Steroid merupakan golongan terpenoid yang bersifat non polar (Prasetyo
et al. 2015). Keberadaan steroid sebagai inhibitor tirosinase telah diteliti
sebelumnya dimana tiga macam steroid yang diisolasi dari Trifolium balansae
menunjukkan hasil inhibisi pada fase diphenolase yang lebih tinggi dari pada
asam kojat yang merupakan kontrol positif (Sabudak et al. 2006). Saponin
merupakan bentuk glikosida dari sapogenin yang bersifat polar. Saponin adalah
senyawa yang bersifat aktif dipermukaan dan dapat menimbulkan busa jika
dikocok dalam air (Astarina et al. 2013). Ekstrak Saponin pada tanaman memiliki
fungsi sebagai antioksidan, selain itu saponin juga memiliki kemampuan dalam
menghambat kerja tirosinase. Zhang dan Zhou (2013) melaporkan bahwa saponin
dari Xanthoceras sorbifolia dapat menghambat kerja tirosinase sebesar 52%
dengan konsentrasi saponin 0,96%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Rendemen hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02) sebesar 14,65±0,06% dan
17,06±0,33% untuk hidrolisat padat. Nilai IC50 hidrolisat cair pada reaksi
monophenolase 56,46±7,10 µg/mL dan 215,06±26,26 g/mL pada reaksi
diphenolase. Nilai IC50 hidrolisat padat pada reaksi monophenolase 5,29±0,54
g/mL dan 17,7λ±4,45 g/mL pada reaksi diphenolase.
Saran
Penelitian lanjut untuk mengidentifikasi senyawa aktif inhibitor tirosinase
yang terdapat pada hidrolisat cair dan hidrolisat padat, analisis komposisi
polisakarida hidrolisat cair Sargassum sp. (CP 02), mencari pelarut yang tepat
untuk mengisolasi senyawa kimia pada hidrolisat cair perlu dilakukan. Penelitian
tentang bahan aktif inhibitor tirosinase dari kapang EN perlu dilakukan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Menristek DIKTI yang telah
mendanai penelitian ini melalui program Hibah Kompetensi atas nama Prof Dr Ir
Linawati Hardjito, MS.

16

DAFTAR PUSTAKA
[Ditjen] Direktorat jendral POM RI. 2009. Public Warning/Peringatan tentang
Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang. Jakarta (ID).
Alfiyaturohmah, Rachmawati N, Eriyanto Y. 2013. Uji aktivitas antibakteri
ekstrak kasar etanol, kloroform dan N-heksana alga coklat Sargassum
vulgare asal pantai kapong pamekasan terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Alchemy. 2(2):101-149.
Andhikawati A, Yilia O, Bustami I, Kustiariyah T. 2014. Isolasi dan penapisan
kapang laut endofit penghasil selulase. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. 6(1):219-227.
Anward G, Yusuf H, Nur R. 2013. Pengaruh konsentrasi serta penambahan
gliserol terhadap karakteristik film alginat dan kitosan. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 2(3):51-56.
Astarina NWG, Astuti KW, Warditiani NK. 2013. Skrining fitokimia ekstrak
metanol rimpang bangle (Zingber purpureum Roxb). Jurnal Farmasi
Udayana.
Batubara I, Darusman LK, Mitsunaga T, Rahminiwati M, Djauhari E. 2010.
Potency of indonesia medicinal plants as tyrosinase inhibitors and
antioxidant agent. J. Biol. Sci 10(2): 138-144.
Batubara I, Darusman LK, Vibrianthi C. 2012. Potensi tanaman Alamanda
cathartica di daerah Bogor sebagai inhibitor tirosinase. Di dalam : Sukrasno,
Yulinah, Soemardji, Moelyono, Damayanti, Sutjiatmo, Paryati, Januwati,
editor. Seminar Nasional Pokja TOI XLII; 2012 Mei 20; Cimahi, Indonesia
(ID): FMIPA UNJANI. Hlm 316-324.
Bino SD, Shosuke I, Juliette S, Yokiko N, Philippe B, Kazumasa W, Francoise B.
2015. Chemical analysis of constitutive pigmentation of human epidermis
reveals constant eumelanin to phemelanin ratio. Pigmen Cell and Melanoma.
26(1):1-13.
Budhiyanti SA, Raharjo, Marseno DW, Lelana,YB. 2012. Antioxidant activity of
brown algae Sargassum species extract from the coastline of Java Island.
American Journal of Agricultural and Biological Sciences. 7(3):337–346.
Chamidah A, Yustinus M, Eni H, Haryadi. 2013. Pengaruh metode ekstraksi
terhadap karakteristik crude laminaran dari Sargassum duplicatum. Agritech.
3(33):251-257.
Chan YY, Kim KH, Cheah SH. 2011. Inhibitory effects of Sargassum polycystum
on tyrosinase activity and melanin formation in B16F10 murine melanoma
cells. J Ethnopharm. 137(3):1183–1188.
Chang TM. 2012. Tyrosinase
Biotransformation. 1(2):1-2.

and

tyrosinase

inhibitors.

J

Biocatal

17

Chang TS. 2009. An update review of tyrosinase inhibitor. Int J Mol Sci.
10(6):2440-2475.
Demirel Z, Yildirim ZD, Tuney I, Kesici K, Sukatar A. 2012. Biochemical
analysis of some brown seaweeds from the Aegean Sea. Botanica Serbica.
36(2):91–95.
Fransiska MK , Batubara I, Darusman LK. 2012. Penapisan inhibitor tirosinase
pada empat spesies famili Asteraceae Chrysantemum morifolium , Gerbera
jamesonii, Dahlia rosea, dan Tagetes erecta. Acta Pharmaciae Indonesia.
1(1):36-42.
Futamura T, Mitsuyasu O, Takayoshi T, Kyouko T, Toshio M, Yong SP. 2001.
Improvement of production of kojic acid by a mutant strain Aspergillus
oryzae MK107-39. Journal of Bioscience and Bioenegineering. 3(91):272276.
Gazali, M. 2014. Potensi limbah kulit buah xylocarpus granatum koening sebagai
inhibitor tirosinase. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sekolah
Pasca Sarjana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Handayani T, Sutarno, Ahmad DS. 2004. Analisis komposisi nutrisi rumput laut
Sargassum crassifolium J Agardh. Biofarmasi. 2(2):42-52.
Harborne JB. 1987.